59
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit infeksi pada balita adalah diare dan ISPA. Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare. Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut Parashar tahun 2007, di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap tahunnya karena penyakit diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Depkes, 2010). Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki – laki maupuun perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan

Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Embed Size (px)

Citation preview

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang

Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, utamanya penyakit

infeksi (Notoatmodjo S, 2004). Salah satu penyakit infeksi pada balita adalah diare dan ISPA.

Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah

sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare. Diare merupakan salah

satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut

Parashar tahun 2007, di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap tahunnya karena

penyakit diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk

Indonesia (Depkes RI, 2007).

Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup

masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal

apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga

bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Depkes, 2010).

Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah

geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki – laki maupuun

perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling

tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak

menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar

15-34% dari semua penyebab kematian (Depkes, 2010).

1 Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat, pada tahun 2006 jumlah kasus diare sebanyak 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Secara keseluruhan diperkirakan angka kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000 sampai dengan 400.000 balita. Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Depkes RI melalui Ditjen P2MPL di 10 provinsi didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sample sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun (Soebagyo, 2008).

Jumlah kasus diare di Maju Jaya tahun 2010 yaitu sebanyak 825.022 penderita, sedangkan

jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 269.483 penderita. Jumlah kasus diare pada balita

setiap tahunnya rata-rata di atas 32,66%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada balita

masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Maju Jaya, 2011). Kabupaten

Sukolegowo merupakan salah satu dari 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Maju Jaya dengan angka

kejadian diare pada balita tahun 2008 cukup tinggi yaitu sebanyak 2.035 kasus, (Dinkes

Sukolegowo, 2009). Pada tahun 2009 sebanyak 1.979 kasus dan pada tahun 2010 sebanyak 5.116

kasus, (Dinkes Sukolegowo, 2011)

Kabupaten Sukolegowo terbagi menjadi 19 kecamatan dan salah satunya adalah Kecamatan

Sumber Jadi. Berdasarkan data dari Puskesmas Sumber Jadi penderita diare pada tahun 2008

sebanyak 524 penderita dan diare pada balita sebanyak 301 penderita. Pada tahun 2009 sebanyak

642 penderita dengan jumlah diare pada balita sebanyak 344 penderita. Pada tahun 2010 sebanyak

783 penderita, jumlah penderita diare balita tahun 2010 sebanyak 387 penderita. Desa

Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo adalah Desa dengan jumlah

Balita terbanyak di Kecamatan Sumber Jadi yaitu sebanyak 231 Balita dengan angka kejadian

diare pada tahun 2010 sebanyak 54 kasus (Puskesmas Sumber Jadi, 2011).

Berdasarkan hasil survey PHBS yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kabupaten

Sukolegowo bersama dengan Puskesmas Sumber Jadi di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber

Jadi, Kabupaten Sukolegowo pada bulan Oktober 2010 didapatkan hasil sebagai berikut  63%

termasuk kriteria sehat dan sisanya sebanyak 37% masuk kriteria tidak sehat. Berdasar pada

angka hasil survey PHBS tersebut ternyata masih ada sebagian dari penduduk yang masuk

kriteria tidak sehat sehingga dimungkinkan bisa menjadi penyebab tingginya angka kejadian

diare di desa tersebut.

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare adalah lingkungan, praktik

penyapihan yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat menyebar melalui praktik-praktik yang tidak

higienis seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar

atau membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang anak bermain di daerah dimana

ada tinja yang terkontaminasi bakteri penyebab diare (Depkes, 2010).

Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan tentang cara pengolahan dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih.

Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap masalah kesehatan balitanya tentu sangat penting

agar anak selalu dalam keadaan sehat dan terhindar dari berbagai penyakit, sedangkan yang

mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk. Sebagian besar angka kematian diare

ini diduga karena kurangnya pengetahauan masyarakat terutama ibu, mengenai upaya

pencegahan dan penanggulangan diare (Wijaya, 2002).

Kurangnya pengetahuan bisa mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku di

bidang kesehatan sehingga bisa menjadi penyebab tingginya angka penyebaran suatu penyakit

termasuk penyakit diare yang mempunyai resiko penularan dan penyebaran cukup tinggi.

Penyakit diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan juga dipengaruhi oleh keadaan

kebersihan baik perorangan (personal hygiene) maupun kebersihan lingkungan perumahan,

sanitasi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan serta didukung oleh personal hygiene yang

baik akan bisa mengurangi resiko munculnya suatu penyakit termasuk diantaranya penyakit diare.

Personal hygiene dan sanitasi lingkungan perumahan yang baik bisa terwujud apabila didukung

oleh perilaku masyarakat yang baik atau perilaku yang mendukung terhadap program-program

pembangunan kesehatan termasuk program pemberantasan dan program penanggulangan

penyakit diare.

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya

penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja

yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta pengolahan dan

penyimpanan makanan yang tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak

langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent penjamu,

lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap

diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan

imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan

pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila

faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku

manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005).

Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare, pemerintah melalui Dinas

Kesehatan melakukan beberapa upaya : 1) Meningkatkan kwalitas dan kwantitas tatalaksana

diare melalui pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan pelaksanaan Pojok

Oralit, 2) Mengupayakan tatalaksana penderita diare di rumah tangga secara tepat dan benar, 3)

Meningkatkan upaya pencegahan melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), 4)

Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5) Meningkatkan kewaspadaan dini dan penanggulangan

kejadian luar biasa diare (DepKes RI, 2000). Upaya pencegahan diare meliputi : memberikan

ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci

tangan, menggunakan jamban, membuang tinja bayi dengan benar dan memberikan imunisasi

campak karena pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih berat

(Depkes, 2010).

Puskesmas Sumber Jadi melalui Program Pemberantasan Penyakit Menular, secara intensif

terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat termasuk di

dalamnya program penanggulangan penyakit diare baik secara promotif, preventif maupun

kuratif. Kegiatan yang telah dan selalu dilaksanakan adalah penyuluhan tentang penyakit diare di

berbagai kelompok masyarakat, baik melalui kegiatan Posyandu, pertemuan Kader, kelompok

arisan dan kegiatan-kegiatan masyarakat yang lain baik yang bersifat formal maupun non formal,

di samping itu kegiatan kuratif juga dilaksanakan dengan fasilitas Puskesmas rawat inap dan

UGD Puskesmas yang buka 24 Jam semua ini dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang

terbaik pada masyarakat, termasuk sebagai bentuk kesiapan apabila terjadi kasus luar biasa (KLB)

termasuk mengantisipasi apabila terjadi KLB penyakit diare.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian

mengenai hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian

diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

1.2.    Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan

kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten

Sukolegowo ?

1.3.    Tujuan

1.3.1.  Tujuan umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah: mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur

Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

1.3.2.      Tujuan khusus.

1)      Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang penyakit diare.

2)      Mengidentifikasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

3)      Mengidentifikasi kejadian diare pada balita.

4)      Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita.

5)      Menganalisis perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita.

1.4.    Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat khususnya bagi peneliti dan fihak-fihak terkait

baik secara teoritis maupun praktis.

1.4.1.  Manfaat secara teoritis

1)      Sebagai salah satu sumber informasi tentang hubungan antara pengetahuan dan Perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian dan upaya pencegahan penyakit diare pada balita.

2)      Sebagai pengembangan dari ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas tentang

hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada

balita, upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit diare.

1.4.2.  Manfaat secara praktis

1)      Bagi Instansi terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan)

a.    Memberikan masukan dalam membuat kebijakan untuk neningkatkan pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada masyarakat khususnya dalam mengatasi masalah diare.

b.    Sebagai masukan dalam merencanakan program untuk upaya pencegahan penyakit diare di

masyarakat.

2)      Bagi masyarakat / keluarga

Menimbulkan kesadaran pada keluarga atau masyarakat akan pentingnya upaya

pencegahan penyakit diare, serta kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan baik

secara mandiri maupun dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia.

1.5.    Relevansi

Pengetahuan masyarakat tentang penyakit diare merupakan salah satu komponen yang sangat

penting untuk mengatasi masalah diare di masyarakat, pengetahuan akan sangat berpengaruh

dalam pembentukan sikap dan perilaku, semakin baik pengetahuan seseorang maka akan

semakin positif sikap seseorang sehingga perilaku yang unsur-unsurnya sangat dipengaruhi oleh

sikap akan semakin positif pula .

Pelaksanaan kegiatan dalam pencegahan penyakit diare melalui program pemberantasan

penyakit menular secara rutin harus selalu dilaksanakan khususnya secara preventif atau

pencegahan melalui penyuluhan di berbagai kelompok masyarakat baik kelompok formal

maupun non formal, sehingga upaya yang selama ini yang terus digalakkan oleh Pemerintah bisa

mendapatkan hasil sesuai dengan harapan semua fihak. Balita yang merupakan kelompok umur

yang rawan gizi dan rawan penyakit memerlukan perhatian yang lebih supaya kasus-kasus diare

pada balita bisa dikurangi atau diatasi sehingga angka kesakitan dan angka kematian akibat

penyakit diare pada balita bisa diatasi. Program pencegahan penyakit diare untuk bisa tercapai

hasilnya diperlukan kerja sama yang baik antara masyarakat dan petugas kesehatan.  Sehingga

sangat diperlukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) dengan kejadian diare pada balita sehingga dalam pelaksanaan program pencegahan

penyakit diare dapat terwujud.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Konsep Penyakit Diare

2.1.1.  Definisi penyakit diare

Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekwensinya

lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000).

Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali

sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer

(pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare,

baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Menurut Depkes (2010) diare adalah suatu keadaan

pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan

volume keenceran, serta frekwensi lebih dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4

kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Menurut Mansjoer A (2003), diare adalah buang air

besar dengan konsistensi encer atau cair dan lebih dari 3 kali sehari. Diare menurut Ngastiyah

(2005) adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari

3 kali sehari pada anak, konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur

lendir dan darah atau lendir saja.

2.1.2.  Etiologi

Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan

penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.

1)      Faktor infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis

infeksi yang umumnya menyerang antara lain:

a)      Infeksi oleh bakteri: Escherichia colin, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera), dan

serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas. Infeksi basil

(disentri),

b)     

Infeksi virus rotavirus. c)      Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),

d)      Infeksi jamur (Candida albicans).

e)      Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis dan radang tenggorokan, dan

f)        Keracunan makanan

2)      Faktor malabsorpsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak.

Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat

menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah

perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut

triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles

yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat

muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.

3)      Faktor makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu

banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih

mudah mengakibatkan diare pada anak dan balita.

4)      Faktor psikologis

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis.

Tetapi jarang terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

2.1.3.  Patofisiologi

Menurut Depkes (2010) proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai

kemungkinan, diantaranya:

1)      Faktor infeksi

Proses ini dapat diawali adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam saluran pencernaan

yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan

daerah permukaan usus selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya

mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau juga dikatakan

bakteri akan menyebabkan sistem transporaktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami

iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.

2)      Faktor malabsorbsi

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik

meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.

3)      Faktor makanan

Dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan

untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.

4)      Faktor psikologis

Keadaan psikologis seseorang dapat mempengaruhi kecepatan gerakan peristaltik usus yang

akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.

2.1.4.  Jenis diare

Penyakit diare menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya dibagi menjadi empat

yaitu :

1)      Diare Akut

Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari).

Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi

penderita diare.

2)      Disentri

Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia,

penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.

3)      Diare persisten

Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat

diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

4)      Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan

penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

2.1.5.  Tanda-tanda diare

Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada, tinja cair, warna tinja makin lama kehijau-hijauan karena bercampur

dengan empedu, anus dan daerah sekitar lecet, ubun-ubun cekung, berat badan menurun, muntah,

selaput lendir mulut dan kulit kering (Ngastiyah, 2005).

2.1.6.  Gejala diare

Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :

1)      Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.

2)      Suhu badan meningkat,

3)      Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah

4)      Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,

5)      Lecet pada anus,

6)      Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,

7)      Muntah sebelum dan sesudah diare,

8)      Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah),

9)      Dehidrasi (kekurangan cairan), dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.

Sebelum anak dibawa ke tempat fasilitas kesehatan untuk mengurangi resiko dehidrasi

sebaiknya diberi oralit terlebih dahulu, bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga misalnya

air tajin, kuah sayur, sari buah, air the, air matang dan lain-lain.

2.1.7.  Epidemiologi penyakit diare

Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut:

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui

fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak

langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman

enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh

4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu yang kotor, menyimpan makanan

masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah

buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan

tidak membuang tinja dengan benar.

1)      Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare.

Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,

imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada

golongan balita.

2)      Faktor lingkungan dan perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang

dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan

perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta

berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka

dapat menimbulkan kejadian diare.

2.1.8.  Pencegahan diare

Di bawah ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah agar anak-anak

tidak terjangkit penyakit diare, hal-hal tersebut adalah:

1)      Memberikan ASI

ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare pada balita karena antibodi

dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.

2)      Memperbaiki makanan pendamping ASI

Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan resiko

terjadinya diare sehingga dalam pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis makanan

yang diberikan. Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan memberikan

makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah anak

berumur 9 bulan atau lebih, tambahkan macam makanan lain dan frekwensi pemberikan makan

lebih sering (4 kali sehari). Saat anak berumur 11 tahun berikan semua makanan yang dimasak

dengan baik, frekwensi pemberiannya 4-6 kali sehari.

3)      Menggunakan air bersih yang cukup

Resiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan menggunakan air yang bersih dan

melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di

rumah.

4)      Mencuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan

kuman diare adalah mencuci tangan.

5)      Menggunakan jamban

Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko

penularan diare karena penularan kuman penyebab diare melalui tinja dapat dihindari.

6)      Membuang tinja bayi dengan benar

Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin sehingga penularan kuman

penyebab diare melalui tinja bayi dapat dicegah.

7)      Memberikan imunisasi campak

Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga imunisasi campak dapat mencegah

terjadinya diare yang lebih parah lagi (Depkes, 2010).

2.2.    Konsep Pengetahuan

2.2.1.  Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2.  Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(Notoatmodjo S, 2003), yaitu :

1)      Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk

ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu “tahu”

merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

2)      Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3)      Aplikasi (Application).

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4)      Analisis (Analysis).

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan sebagainya.

5)      Sintesis (Synthesis).

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6)      Evaluasi (Evaluation).

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap

suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.

2.2.3.  Cara memperoleh pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua (Notoatmodjo S, 2005), yakni

:

1)      Cara tradisional atau non ilmiah

2)      Cara coba salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya

peradaban. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan

yang lain. Metode ini masih dipergunakan sampai sekarang terutama oleh mereka yang belum

atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

3)      Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang

mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya. Baik

berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.

4)      Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa pengalaman itu sumber pengetahuan

dan pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

5)      Melalui jalan pikiran

Berfikir induksi adalah pembuatan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pengalaman-

pengalaman yang ditangkap oleh indera. Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang

memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala. Sedangkan berfikir deduksi adalah

proses berpikir berdasarkan pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang khusus.

6)      Cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis,

logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih populer disebut

metodologi penelitian (research methodology).

2.2.4.  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang baik langsung

maupun tidak langsung diantaranya adalah:

1)      Umur

Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir, belajar, bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah. Dari segi kepercayaan

masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya. (Nursalam & Siti Pariani, 2001).

2)      Pendidikan

Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami pesan atau informasi yang

disampaikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi

sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Effendy N, 1998). Pendidikan dapat

mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. (Nursalam & Siti Pariani, 2001).

Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001), makin

tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak

pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan

formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan

dasar merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah, adapun

bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau

bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau

bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah adapun

bentuk pendidikan tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis

dan dokter yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi (Standar Pendidikan Nasional, 2005).

3)      Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan oleh karena pengalaman yang diperoleh dapat

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. (Notoatmodjo S, 2005).

2.3.    Konsep Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

2.3.1.  Pengertian

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan

atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri

dalam hal kesehtan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota

rumah tangga agar memahami dan mampu melaksanakan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan di masyrakat.

2.3.2.  Komponen PHBS

Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan komponen-komponen PHBS

yang meliputi:

1)      Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2)      Memberi bayi ASI eksklusif

3)      Menimbang bayi dan balita

4)      Menggunakan air bersih

5)      Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6)      Menggunakan jamban sehat

7)      Memberantas jentik nyamuk

8)      Makan buah dan sayur setiap hari

9)      Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10)  Tidak merokok di dalam rumah

2.3.3.  Manfaat PHBS

1)      Bagi keluarga

a.   Menjadikan anggota keluarga lebih sehat dan tidak mudah sakit

b.  Anggota keluarga lebih giat dalam bekerja

c.   Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan

modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.

2)      Bagi masyarakat.

a.   Mampu mengupayakan lingkungan sehat.

b.  Mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan.

c.   Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.

d.  Mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu,

tabungan ibu bersalin (Tabulin), arisan jamban, ambulan desa.

2.3.4.  Kriteria penilaian PHBS

Rumah tangga termasuk kriteria sehat apabila memenuhi nilai 10 (sepuluh) atau

mempunyai perilaku positif pada setiap komponen PHBS dan dikatakan tidak sehat apabila salah

satu dari sepuluh komponen PHBS ada yang nilai 0 (nol) atau perilaku negatif (Depkes RI,

2010).

2.4.    Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah hubungan antara konsep–konsep Yang ingin diamati atau diukur

melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,2005). Kerangaka konseptual

dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1

 

Diteliti Keterangan

 

Gambar 2.1   : Kerangka konseptual

Keterangan Bagan:

20 Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan diantaranya pendidikan, pengalaman, umur, dan sumber informasi  sedangkan faktor yang mempengaruhi PHBS adalah sosial ekonomi, Keadaan lingkungan, Fasilitas kesehatan, Media informasi. Selajutnya pengetahuan dan PHBS akan bisa mempengaruhi terhadap proses terjadinya penyakit diare, apabila beberapa faktor tersebut bisa diatasi maka diharapkan outputnya adalah : 1.  Pengetahuan masyarakat tentang diare bertambah

2.  PHBS menjadi lebih positif (masuk kriteria sehat)

3.  Kejadian diare berkurang

4.  Derajat kesehatan masyarakat meningkat

5.  Kwalitas hidup masyarakat meningkat

2.5.    Hipotesis

H1 : 1.    Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur,

Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo.

2.      Ada hubungan antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita

di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo.

Tidak Diteliti 

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau

pemecahan masalah. Pada dasarnya menggunakan metode ilmiah (Notoatmodjo, 2005). Pada bab

ini akan diuraikan tentang : Waktu dan tempat penelitian, Desain Penelitian, Kerangka Kerja,

Populasi, Sampel dan sampling, Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel, Instrumen

Penelitian, Pengumpulan Data, Pengolahan dan Analisa Data, Etika penelitian.

3.1.        Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1.  Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan yang dimulai dari perencanaan (penyusunan proposal) sampai

dengan penyusunan laporan akhir yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan bulan Juli

2011. Adapun pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Juni 2011.

3.1.2.  Tempat Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten

Sukolegowo, alasan mengambil tempat ini adalah selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun

2008, 2009 dan 2010 desa tersebut terdapat kasus diare khususnya pada balita dengan jumlah

relatif lebih banyak dibanding desa yang lain di wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi

Kabupaten Sukolegowo, desa Sukomakmur pada tahun 2010 juga menjadi tempat dilaksanakan

survey PHBS dengan hasil 63% termasuk kriteria sehat dan 37% termasuk kriteria tidak sehat.

3.2.        Desain Penelitian

Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti

berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan. Desain sangat erat dengan

bagaimana kerangka konsep penelitian sebagai petunjuk perencanaan penelitian secara rinci

dalam hal pengumpulan dan analisa data, (Nursalam, 2005).

22 Dalam hal ini metode penelitian yang digunakan adalah metode analitik korelasional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan serta menguji berdasarkan teori yang sudah ada. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel (Nursalam, 2005).

Jenis penelitian ini menggunakan rancangan “ Cross Sectional “ yaitu suatu penelitian

untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Artinya setiap subjek

penelitian hanya diobservasi satu kali saja (Notoatmodjo, 2005).

3.3.        Kerangka Kerja (Frame Work).

Kerangkan kerja adalah: pentahapan atau langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah yang

dilakukan dalam melakukan penelitian (kegiatan awal sampai akhir) (Nursalam, 2005). Kerangka

kerja penelitian tentang hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

dengan kejadian diare tertera pada gambar 3.1

 

Populasi

Semua ibu-ibu yang memiliki balita tercatat sebagai penduduk Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebanyak 231 orang

 

Sampel

Sebagian ibu-ibu yang memiliki balita tercatat sebagai penduduk Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, sebanyak 76 orang

  Sampling

Simple random  Sampling   

Desain Penelitian

cross sectional 

Editing, Coding, Scoring, Tabulating, uji korelasi spearman’s rho dengan program SPSS 15 

Gambar 3.1   Kerangka kerja penelitian tentang hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada

balita.

3.4.        Populasi, Sampel dan Sampling

3.4.1.  Populasi

Penyusunan Laporan Akhir 

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. (Notoatmodjo,

2005). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh ibu-ibu yang memiliki balita (berumur 1-5

tahun) yang bertempat tinggal di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten

Sukolegowo, sejumlah 231 responden.

3.4.2.  Sampel

Sampel adalah sebagian kecil yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini sampel yang

diteliti yaitu sebagian dari ibu-ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di Desa

Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, pada penelitian ini sampel yang

diteliti adalah yang sesuai dengan kriteria inklusi sejumlah 76 responden.

1)      Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target

yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Adapun yang menjadi kriteria inklusi

dalam sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ibu-ibu yang memiliki balita bertempat tinggal dan tercatat sebagai penduduk Desa

Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dan datang ke Posyandu.

b. Dapat membaca dan menulis.

c. Dapat berkomunikasi dengan baik.

d. Bersedia menjadi responden.

2)      Besar sampel

Besar sampel adalah anggota yang akan dijadikan sampel (Nursalam,

2003). Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel dalam

penelitian ini menggunakan rumus sample maksimal menurut Sastroasmoro

Sudigdo (2002) dengan rumus sebagai berikut:

n       =

        Keterangan :

        n        =     Besar sampel

        N       =     Besarnya populasi

        Z        =     Nilai standart normal untuk α = 0,05 adalah 1,96

        p        =     Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50 %

        q        =     1 - p atau sama dengan 100% - p

        d        =     Tingkat kesalahan yang dipilih 0,05

Ibu-ibu balita di desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo

sebagai populasi dalam penelitian ini berjumlah 231 orang

Sehingga sampel pada penelitian ini ditetapkan sebesar 76 responden.  

3.4.3.  Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi dari populasi yang ada. Teknik sampling merupakan

cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan setiap penelitian (Nursalam, 2005). Pada penelitian ini teknik

pengambilan sampel dilakukan secara acak yaitu dengan menggunakan teknik simple random

sampling yaitu bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk diseleksi sebagai sampel. Untuk mencapai sampel ini, setiap elemen diseleksi secara acak

(random). Nomor responden ditulis pada secarik kertas, dimasukkan ke dalam kotak, diaduk dan

diambil secara acak sesuai besarnya sampel (Notoatmodjo S, 2005).

3.5.        Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

3.5.1.  Variabel

1)      Variabel Independen (Variabel bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan perilaku hidup bersih

dan sehat (PHBS).

2)      Variabel dependen (Variabel Tergantung)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada balita.

3.5.2.  Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan

karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi dan pengukuran

secara cermat terhadap objek atau fenomena. (A.Aziz A.H, 2007). Adapun definisi operasional

variabel penelitian ini tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1    Definisi Operasional variabel tentang hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita.

No

VariabelDefinisi

OperasionalParameter

Alat ukur

Skala ukur

Kategori

1a.

IndependenPengetahuan

Kemampuan ibu yang mempunyai balita untuk menjawab dengan benar terhadap 20 pertanyaan tentang penyakit diare

1.  Pengertian diare2.  Penyebab diare3.  Tanda-tanda dan gejala

diare4.  Cara penyebaran atau

penularan diare5.  Cara pencegahan diare 6.  Cara penanganan atau

penatalaksanaan diare

Kuisioner

Ordinal

1.    Benar = 12.    Salah = 0

Dengan Kriteria:Baik Jika  benar 76 – 100%Cukup jika benar 56 – 76%Kurang jika benar kurang dari 56 %(Nursalam, 2003)

b Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)  responden sesuai dengan kriteria program PHBS yang telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan masalah diare

1.    Pemberian ASI esklusif2.    Balita ditimbang dalam

tiga bulan terakhir

3.    Cuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan atau setelah buang air besar, dll,

4.    Menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga sehari-hari

5.    Memiliki atau menggunakan jamban

6.    Air yang diminum selalu dimasak terlebih dahulu

7.    Jarak Sumber air dengan jamban 10 meter atau lebih

Kuisioner

Ordinal

1.    Ya = 12.    Tidak = 0

Dengan Kriteria:Sehat jika jawaban ya = 100%Tidak sehat jika ada salah satu jawaban tidak(Depkes RI, 2010)

2 DependenKejadian diare pada balita

Buang air besar cair yang dialami oleh balita yang terpilih sebagai sampel dalam kurun waktu bulan Juli  2010 - Sekarang

1.    Buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari

2.    Tinja berbentuk cair3.    Dengan atau tanpa disertai

lendir

Kuisioner

Nominal

1.    Tidak Diare  = 12.    Diare  = 0

3.6.        Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data

3.6.1.  Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yaitu suatu alat yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006).

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan untuk variabel pengetahuan dan kejadian diare

adalah kuisioner untuk variabel Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kuisioner yang

digunakan disesuaikan dengan format PHBS dan diambil yang sesuai dengan masalah diare.

3.6.2.  Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan ijin dari Direktur AKADEMI MELATI Bunga Jaya dan Kepala Desa

Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, peneliti mengadakan pendekatan

pada ibu balita di desa Sukomakmur, Kecamatan Sumber Jadi, Kabupaten Sukolegowo untuk

mendapatkan persetujuan sebagai responden penelitian.

3.7.        Pengolahan dan Analisa Data

3.7.1        Pengolahan Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan, dimana tujuan

pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam mengungkap fenomena

(Nursalam, 2003).

1)      Coding.

Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut kriteria tertentu.

Klasifikasi ukumnya ditandai dengan kode tertentu yang biasanya berupa angka (Moh.Nasir,

2005). Pada penelitian ini pengkodean sebagai berikut:

a.   Variabel pengetahuan

1.  Jawaban benar diberi nilai 1

2.  Jawaban salah diberi nilai 0

b.  Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

1.  Jika jawaban ya diberi nilai 1

2.  Jika jawaban tidak diberi nilai 0

c.   Variabel kejadian diare

1.  Jika tidak diare diberi nilai 1

2.  Jika diare diberi nilai 0.

2)      Skoring

Scoring adalah penentuan jumlah skor bila ada jawaban ya diberi skor 1 dan bila tidak

diberi skor 0 (Moh.Nasir, 2005).

a.   Variabel pengetahuan

Keterangan :

n            : Nilai yang didapat

SP          : skore yang didapat

SM        : skore yang maksimal

(Arikunto, 2006)

Setelah persentase diketahui, menurut Nursalam (2005) kemudian hasilnya dikelompokkan

pada kriteria:

Pengetahuan baik bila persentasenya  76-100%.

Pengetahuan cukup bila persentasenya  56-76%

Pengetahuan kurang bila persentasenya < 56%.

b.  Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

 

Keterangan :

P : Persentase.

f  : Nilai yang diperoleh.

n : Frekwensi total atau keseluruhan

(Budiarto E, 2001 : 37).

Setelah persentase diketahui, kemudian hasilnya dikelompokkan pada kriteria:

Kriteria sehat jika persentase  100%

Kriteria tidak sehat jika persentase < 100%

(Depkes, 2010)

3)      Tabulating

Tabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel (Moh.Nasir, 2005). Tabulasi

adalah pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan

ditata untuk disajikan dan dianalisa. Proses tabulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara

lain dengan metode tally, menggunakan kartu, dan menggunakan komputer (Budiarto, 2002).

Dalam penelitian ini penyajian data dalam bentuk tabel yang menggambarkan distribusi

frekwensi responden berdasarkan karakteristiknya dan tujuan penelitian.

3.7.2     Analisa Data

1)      Univariat

Analisa data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain

terkumpul (Sugiono, 2006).

Besarnya angka hasil perhitungan atau pengukuran diperoleh dengan cara dijumlahkan

kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan sehingga diperoleh persentase. Dengan

menggunakan rumus sebagai berikut: Analisa data pengetahuan responden tentang penyakit diare

menggunakan rumus :

Keterangan :

n            : Nilai yang didapat

SP          : skore yang didapat

SM        : skore yang maksimal

(Arikunto, 2006)

Untuk variabel pengetahuan responden tentang penyakit diare, peneliti membagi

pengetahuan menjadi 3, yaitu pengetahuan yang baik jika responden mampu menjawab benar

sebanyak 76% - 100%, pengetahuan cukup jika responden mampu menjawab benar sebanyak 56

- 75 % dan pengetahuan kurang jika responden mampu menjawab benar sebanyak < 56 %

(Nursalam, 2003)

Untuk Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kriteria sebagai berikut:

Kriteria sehat jika jawaban nilai yang didapat 100%, kriteria tidak sehat jika nilai yang didapat

kurang dari 100% (Depkes, 2010)

Sedangkan variabel dependen kejadian diare dibagi dalam dua kategori yaitu jika tidak

diare diberi skor 1 dan jika diare diberi skor 0.

2)      Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu pengetahuan dengan kejadian diare

pada balita digunakan uji korelasi spearman’s rho, dengan signifikansi p = 0,05. Jika nilai p <

0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan pengetahuan responden

dengan kejadian diare dan jika p > 0.05 maka  H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya tidak ada

hubungan antara pengetahuan responden dengan kejadian diare pada balita.

Sedangkan untuk mengetahui hubungan 2 variabel yaitu Perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) dengan kejadian diare pada balita digunakan uji korelasi spearman’s rho, dengan

signifikansi p = 0,05. Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada

hubungan antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dengan kejadian diare pada

balita dan jika p > 0.05 maka  H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya tidak ada hubungan

antara Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dengan kejadian diare pada balita.

Uji statistik yang digunakan untuk menganalisa data adalah uji statistik spearman’s rho

karena salah satu variabelnya ordinal. Uji statistik spearman’s rho digunakan untuk menghitung

atau menentukan tingkatan hubungan atau korelasi antar dua variabel, penelitian ini

menggunakan teknik komputerisasi SPSS 15 dengan kemaknaan ρ: 0,05 artinya signifikan (ρ)

dibawah atau sama dengan 0,05 maka H1 diterima dan H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang nyata antara dua variabel yang diteliti.

3.8     Etika Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menekankan pada masalah etika yang meliputi:

3.8.1.  Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian, mempunyai

hak untuk bersedia atau menolak menjadi responden. Pada informed concent juga perlu

dicantumkan untuk mengembangkan ilmu.

Lembar persetujuan menjadi responden diedarkan sebelum riset dilakukan. Tujuannya agar

subyek mengetahui maksud dan tujuan riset. Serta mengetahui dampak yang akan terjadi selama

dalam pengumpulan data. Jika subyek bersedia diteliti maka peneliti harus menghormati hak-hak

reponden.

3.8.2.  Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan identitas

subyek pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh subyek. Lembar tersebut

hanya diberi nomer kode tertentu

3.8.3.  Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang

akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.

3.9     Keterbatasan

Aziz Alimul (2002) menyebutkan bahwa keterbatasan merupakan bagian riset keperawatan

yang menjelaskan keterbatasan dalam penulisan riset, dalam setiap penelitian pasti mempunyai

kelemahan-kelemahan yang ada, kelemahan tersebut ditulis dalam keterbatasan. Adapun

keterbatasan yang ada dalam penelitian meliputi :

3.9.1.      Sampel dan jumlah sampel

Banyaknya jumlah Ibu-ibu yang memiliki anak balita yang tinggal di Desa Sukomakmur

Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sehingga peneliti hanya mengambil sebagian

responden yang terpilih sebagai sampel penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian

ini.

3.9.2.      Waktu

Waktu penelitian terbatas, sehingga hasil penelitian masih kurang sempurna dan kurang

memuaskan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada bagian ini berisi hasil dari pengumpulan data yang telah dilaksanakan selama enam

hari mulai tanggal 13 Juni sampai dengan 18 Juni 2011, yang dilaksanakan di Desa Sukomakmur

Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas

Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Penyajian data dimulai dari gambaran umum tempat

penelitian dan data umum tentang karakteristik responden meliputi 1) umur, 2) pendidikan 3)

pekerjaan, sedangkan data khusus meliputi 1) pengetahuan responden tentang penyakit diare 2)

perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 3) kejadian diare pada balita.

Untuk mengetahui signifikansi atau hubungan antara  variabel  dilakukan uji statistik

spearman’s rho dengan fasilitas komputer SPSS versi 15 dengan tingkat kemaknaan ρ ≤ 0,05,

ketentuan terhadap penerimaan dan penolakan hipotesis apabila signifikansi ρ ≤ 0,05, maka H1

diterima dan H0 ditolak, apabila  ρ > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima. (Sugioyono dan Eri,

2006).

Pada bagian berikut akan disampaikan hasil pembahasan terhadap penelitian guna

menjawab pertanyaan dalam masalah penelitian.

4.1.    Hasil Penelitian

4.1.1.  Data umum

1)      Gambaran umum lokasi penelitian

34 Desa Sukomakmur merupakan salah satu dari 12 desa di wilayah Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dan termasuk Wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Desa Sukomakmur memiliki 1 Polindes dengan 1 tenaga Bidan Desa terdiri dari 5 (lima) Dusun dengan jumlah Posyandu sebanyak 5 buah Posyandu. Adapun batas wilayah administrasi Desa Sukomakmur adalah sebagai berikut : Sebelah utara Desa Marga Jaya, sebelah timur Desa Marga Tani, sebelah selatan Desa Maju Jaya dan sebelah barat Desa Randu Pitu dan Desa Sumber Jadi. Desa Sukomakmur terdiri dari 1.292 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 4.499 jiwa, dengan perincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.259 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 2.240 jiwa. Penduduk Desa Sukomakmur sebagian besar yaitu sebanyak 2.658 jiwa (59,07%) bekerja sebagai petani dan buruh tani.

2)      Karakteristik  responden menurut umur.

Distribusi frekwensi responden menurut umur yang dikelompokkan menjadi 4 (empat)

kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi Frekwensi Responden Menurut Umur di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011

Umur Frekwensi Persentase

< 20 Tahun 5 6,58

20 - 30 Tahun 57 75,00

31 – 40 Tahun 14 18,42

> 40 Tahun 0 0,00

Jumlah 76 100Sumber       : Data primer Juni 2011.

Bila dilihat dari umur responden, Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 57 orang (75,0%) berumur 20-30 tahun.

3)      Karakteristik  responden menurut tingkat pendidikan.

Distribusi frekwensi responden menurut tingkat pendidikan yang dikelompokkan menjadi

4 (empat) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2  Distribusi Frekwensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011

Tingkat Pendidikan Frekwensi Persentase

SD 11 14,47

SMP / SLTP 30 39,47

SMA / SLTA 34 44,74

AKADEMI / PT 1 1,32

Jumlah 76 100Sumber       : Data primer Juni 2011.

Bila dilihat dari tingkat pendidikan, Tabel 4.2 memberikan gambaran bahwa tingkat

pendidikan responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 34 orang (44,74%) adalah

SMA/SLTA.

4)      Karakteristik  responden menurut jenis pekerjaan.

Distribusi frekwensi responden menurut jenis pekerjaan yang dikelompokkan menjadi 5

(lima) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3  Distribusi Frekwensi Responden Menurut Pekerjaan di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011

Pekerjaan Frekwensi Persentase

Swasta 21 27,63

Wr swasta 2 2,63

Pns/tni/polri 0 0,00

Buruh 27 35,53

Tdk bekerja 26 34,21

Jumlah 76 100Sumber       : Data primer Juni 2011.

Bila dilihat dari jenis pekerjaan responden, Tabel 4.3 memberikan gambaran bahwa

pekerjaan responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 27 orang (35,53%) bekerja sebagai

buruh

4.1.2.  Data Khusus

1)       Karakteristik  responden menurut pengetahuan tentang diare

Distribusi frekwensi responden menurut pengetahuan tentang diare dikelompokkan

menjadi 3 (tiga) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4  Distribusi Frekwensi Responden Menurut pengetahuan tentang diare di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011

Pengetahuan Frekwensi Persentase

Baik 51 67,1

Cukup 24 31,6

Kurang 1 1,3

Jumlah 76 100Sumber       : Data primer Juni 2011.

Bila dilihat dari pengetahuan responden tentang diare, Tabel 4.4 memberikan gambaran

bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 orang (67,1%) berpengetahuan baik.

2)      Karakteristik  responden menurut kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

Distribusi frekwensi responden menurut kriteria PHBS dikelompokkan menjadi 2 (dua)

kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5  Distribusi Frekwensi Responden Menurut kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011

Kriteria PHBS Frekwensi Persentase

Sehat 44 57,89

Tidak sehat 32 42,11

Jumlah 76 100Sumber       : Data primer Juni 2011.

Bila dilihat dari kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden, Tabel 4.5

memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%)

termasuk kriteria sehat.

3)      Karakteristik  responden menurut kejadian diare pada balita

Distribusi frekwensi responden menurut kejadian diare pada balita dikelompokkan

menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6  Distribusi Frekwensi Responden Menurut kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011

Kejadian Diare Frekwensi Persentase

Tidak diare 51 67,11

Diare 25 32,89

Jumlah 76 100Sumber:  Data primer Juni 2011.

Bila dilihat dari kejadian diare pada balita, Tabel 4.6 memberikan gambaran bahwa

sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 responden (67,11%) tidak mengalami kejadian diare

pada balita.

4)      Hubungan pengetahuan dengan Kejadian Diare Pada Balita.

Tabel 4.7  Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011

Pengetahuan Responden

Kejadian Diare Pada Balita TotalTidak % Ya % Jumlah %

Baik 49 64,47% 2 2,63% 51 67,10

Cukup 2 2,63% 22 28,95% 24 31,58

Kurang 0 0,00% 1 1,32% 1 1,32

Jumlah 51 67,10 25 32,90 76 100uji spearman’s rho : p = 0,000

Sumber       : Data primer Juni 2011.

Hasil uji spearman’s rho menunjukkan bahwa nilai  ρ = 0,000 < 0,05 artinya terdapat

hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita. Dibuktikan

pada Tabel 4.7 dari 76 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden

(64,47%) berpengetahuan baik dan balitanya tidak mengalami kejadian diare.

5)      Hubungan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare Pada Balita

Tabel 4.8  Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011

Kejadian DiareKriteria Phbs Total

Tidak Sehat % Sehat % Jumlah %Diare 25 32,89 0 0 25 32,89

Tidak diare 7 9,21 44 57,89 51 67,11Total 32 42,11 44 57,89 76 100

uji spearman’s rho : p = 0,000Sumber       : Data primer Juni 2011.

Hasil uji spearman’s rho menunjukkan bahwa nilai  ρ = 0,000 < 0,05, artinya terdapat

hubungan yang bermakna antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare

pada balita. Dibuktikan bahwa pada Tabel 4.8 dari 76 responden sebagian besar responden yaitu

sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian

diare.

4.2.        Pembahasan

4.2.1.      Pengetahuan responden tentang penyakit diare di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi

Kabupaten Sukolegowo.

Dari analisis data tentang pengetahuan responden terhadap penyakit diare dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak  51 responden (67,1%) berpengetahuan baik,

hampir setengahnya yaitu 24 responden (31,6%) berpengetahuan cukup dan sebagian kecil yaitu

sebanyak 1 responden (1,3%) berpengetahuan kurang.

Pengetahuan yang baik dapat dipengaruhi dari tingkat pendidikan responden yang

sebagian besar adalah SMA/SLTA. Pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang

penting dalam meningkatkan pengetahuan karena dengan pendidikan yang baik maka responden

dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pencegahan penyakit diare yang

baik. Ini sesuai dengan pendapat Y.B. Mantra (2006) makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah juga orang itu menerima informasi, baik dari media massa maupun dari orang lain.

Usia responden antara 20-30 tahun yang merupakan usia dewasa dimana pada usia ini

dimungkinkan lebih banyak berkumpul dan menyerap pengetahuan dari lingkungan dimana

responden berinteraksi dengan lingkungan.

Semakin dewasa umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir (Huckluc, 1998 & dikutip Nursalam, 2005).

4.2.2.  Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi

Kabupaten Sukolegowo.

Dari data analisis tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dapat

diketehui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk

kriteria sehat dan hampir setengahnya yaitu sebanyak 32 responden (42,11%) termasuk kriteria

tidak sehat.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan modal utama untuk pencegahan

penyakit diare oleh karena itu sangat penting artinya bagi masyarakat untuk mengenal cara-cara

mencegah penyakit diare sehingga tidak terjadi keparahan karena penyakit ini. Belum

maksimalnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber

Jadi Kabupaten Sukolegowo hal ini dapat dipengaruhi oleh masih beragamnya tingkat

pendidikan responden, tingkat pendidikan yang rendah akan lebih sulit untuk menerima suatu

informasi dibanding dengan yang berpendidikan lebih tinggi. Y.B. Mantra (1994) menyebutkan

bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah juga orang itu menerima informasi, baik

dari media massa maupun dari orang lain. Hal ini sesuai degan apa yang disampaikan oleh

Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku yang didasari oleh suatu pengetahuan yang baik akan

berlangsung lebih langgeng dan menghasilkan hal yang lebih baik daripada perilaku yang tidak

didasari oleh suatu pengetahuan

Jenis pekerjaan responden yang hampir setengahnya adalah buruh dan tidak bekerja, sehingga

kurang bisa saling berinteraksi satu sama lain untuk saling bertukar informasi tentang masalah-

masalah kesehatan sehingga program PHBS belum sepenuhnya bisa diterima oleh seluruh

lapisan Masyarakat. Menurut Sunaryo (2004) disebutkan bahwa pengalaman langsung yang

dialami individu terhadap obyek sikap berpengaruh terhadap sikap individu terhadap obyek sikap

tersebut. Selain itu informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap

pada diri individu tersebut. Azwar (2003) menyebutkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen

yaitu kognitif, afektif dan konatif. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Orang lain dan budaya juga

merupakan faktor pembentukkan sikap seseorang.

4.2.3.      Kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten

Sukolegowo.

Dari data analisis tentang kejadian diare pada balita dapat diketehui bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 51 responden (67,11%) balitanya tidak mengalami kejadian diare dan

hampir setengahnya yaitu sebanyak 25 responden (32,89%) balitanya mengalami kejadian diare.

Berdasarkan hasil kuisioner tentang kepemilikan jamban dari 76 responden hampir setengahnya

yaitu sebanyak 21 responden (27,6%) tidak memiliki atau tidak menggunakan jamban dan dari

kuisioner tentang jarak sumber air dengan jamban hampir setengahnya yaitu sebanyak 23

responden (29,3%) jarak kurang dari 10 meter.

Penyakit diare adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja dan merupakan penyakit

menular sehingga siapapun beresiko untuk terkena penyakit diare apalagi bila tidak ditunjang

dengan perilaku dan lingkungan sanitasi yang sehat, jarak antara sumber air dan jamban yang

terlalu dekat bisa menyebabkan pencemaran pada sumber air oleh bakteri escherichia coli yang

merupakan bakteri penyebab diare.

Menurut Depkes RI  (2006) sumber air minum yang tercemar mempunyai peranan dalam

penyebaran beberapa penyakit menular termasuk penyakit diare karena sumber air minum

merupakan salah satu sarana sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare.  Sebagian kuman

infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral, kuman dapat ditularkan  dengan

masuk ke dalam  mulut melalui perantara cairan  atau  benda  yang tercemar dengan tinja.

4.2.4.      Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan

Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

Dari analisis data tentang hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa

Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden yaitu sebanyak 49 responden (64,47%) berpengetahuan baik dan balitanya tidak

mengalami kejadian diare, hampir setengahnya responden yaitu sebanyak 22 responden

(28,95%) berpengetahuan cukup dan balitanya mengalami kejadian diare, sebagian kecil

responden yaitu sebanyak 2 responden (2,63%) berpengetahuan baik dan balitanya mengalami

kejadian diare, sebagian kecil responden yaitu sebanyak 2 responden (2,63%) berpengetahuan

cukup dan balitanya tidak mengalami kejadian diare dan sebagian kecil responden yaitu

sebanyak 1 responden (1,32%) berpengetahuan kurang dan balitanya mengalami kejadian diare,

nilai uji spearman’s rho : p = 0,000 hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,000 < 0,05

sehingga H1 diterima yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan

dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten

Sukolegowo.

Pengetahuan akan sangat menunjang terhadap pemahaman seseorang tentang suatu penyakit

termasuk pengetahuan ibu tentang penyakit diare akan sangat membantu dalam mencegah

terjadinya penyakit diare pada balita, pengetahuan yang baik akan menunjang perilaku yang baik

demikian sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menyebabkan perilaku yang negatif atau

perilaku yang tidak mendukung terhadap upaya kesehatan. Keberhasilan dalam pencegahan dan

penanggulangan penyakit diare di masyarakat merupakan hasil yang dicapai dengan adanya

pengetahuan yang baik yang diwujudkan dengan kegiatan/program upaya pencegahan dari

penyakit tersebut. Hal ini sesuai degan apa yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa

perilaku yang didasari oleh suatu pengetahuan yang baik akan berlangsung lebih langgeng dan

menghasilkan hal yang lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh suatu pengetahuan.

4.2.5.      Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa

Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

Dari analisis data tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian

diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk

kriteria sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare, hampir setengahnya responden yaitu

sebanyak 25 responden (32,89%) termasuk kreteria tidak sehat dan balitanya mengalami

kejadian diare dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 7 responden (9,21%) termasuk

kriteria tidak sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare serta tidak satupun responden

yang termasuk kreteria sehat dan balitanya mengalami kejadian diare.

Perilaku seseorang di bidang kesehatan akan berdampak pada kesehatannya. Semakin baik

perilaku seseorang maka akan semakin kecil resiko seseorang untuk terkena penyakit, demikian

sebaliknya perilaku yang buruk akan semakin memperbesar seseorang untuk terkena penyakit.

Masyarakat yang termasuk kriteria tidak sehat dapat dimungkinkan menjadi salah satu penyebab

masih adanya kasus penyakit diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi

Kabupaten Sukolegowo, menurut Depkes RI (2010) disebutkan bahwa Perilaku hidup bersih dan

sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga

anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dalam hal kesehatan dan berperan

aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat disebutkan juga bahwa diare adalah salah

satu penyakit yang berbasis lingkungan yang juga dipengaruhi oleh faktor perilaku masyarakat di

bidang kesehatan, perilaku yang positif akan mengurangi tingkat resiko terkena penyakit diare

dan sebaliknya perilaku yang negatif akan semakin memperbesar resiko seseorang terkena

penyakit.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga bisa mencerminkan peran serta masyarakat dalam

menjaga kondisi lingkungan suatu tempat agar tetap bersih dan sehat, menurut Perkin (1938)

yang dikutip oleh Azwar (2003) menyatakan bahwa sehat atau tidaknya seseorang tergantung

dari adanya keseimbangan yang relatif dari suatu bentuk dan fungsi tubuh yang terjadi sebagai

hasil dari kemampuan penyesuaian diri yang dinamis terhadap berbagai tenaga atau kekuatan

yang umumnya bersumber dari lingkungannya sehingga timbul adanya penyakit yang

menyebabkan sakit atau tidaknya seseorang tergantung ada tidaknya suatu proses yang dinamis

dan merupakan hubungan yang timbal balik.

Terciptanya lingkungan yang cukup dan dinamis dapat menunjang kehidupan dan kesehatannya

yang pada saat ini telah banyak dilaksanakan manusia dengan program pencegahan. Upaya

pencegahan penyakit diare karena pengaruh lingkungan dapat dilaksanakan dengan program

kesehatan dan membuat kondisi lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin

pemeliharaan kesehatan dimasyarakat tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh C. Roy dalam

teori adaptasinya dinyatakan bahwa semua kondisi  lingkungan yang mempengaruhi dan

berakibat terhadap perkembangan perilaku seseorang, dengan lingkungan yang baik akan

membantu masyarakat dalam mengurangi resiko akibat dari lingkungan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

            Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian “hubungan

pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita”

5.1  Kesimpulan

1)      Pengetahuan responden tentang diare  di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten

Sukolegowo sebagian besar adalah baik.

2)      Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber

Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah sehat.

3)      Kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten

Sukolegowo sebagian besar adalah tidak terjadi.

4)      Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur

Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

5)      Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita

di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

5.2  Saran

1)      Bagi profesi keperawatan

Terwujudnya suatu asuhan keperawatan komunitas yang paripurna dibutuhkan keterampilan dan

pengetahuan yang baik dari perawat itu sendiri. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita harus menjadi perhatian dari

profesi keperawatan komunitas dalam melaksanakan asuhan keperawatan di masyarakat,

sehingga asuhan keperawatan komunitas dapat mencapai tujuan yang diharapkan oleh semua

pihak.

2)      Bagi Instansi terkait

44 

Puskesmas melalui Petugas kesehatan lebih aktif dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang masalah kesehatan khususnya tentang tata cara pemberian ASI pada balita yang diare dan cara penanganan awal pada balita yang menderita diare khusunya dalam mencegah agar tidak terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) sehingga pemahaman masyarakat tentang cara penanganan terhadap penyakit diare akan lebih baik dan resiko kekurangan cairan bisa dicegah.

Program Perawatan Kesehatan Masyarakat harus lebih digiatkan lagi dengan melibatkan

seluruh unsur tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas serta melibatkan Kader Kesehatan Desa

sehingga Program Kesehatan yang dilaksanakan di Masyarakat bisa lebih mengenai sasaran dan

sesuai dengan tujuan yaitu meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat.

Program Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu untuk lebih dikenalkan di

masyarakat terutama tentang kreteria jamban keluarga yang sehat sehingga pemahaman dan

kesadaran masyarakat akan kesehatan akan semakin baik.

3)      Bagi Masyarakat

Pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden yang termasuk kriteria

baik perlu untuk dipertahankan dan berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan

penyakit diare sedangkan yang pengetahuan termasuk kategori cukup dan kurang perlu untuk

menambah pengetahuan dan dapat mengetahui permasalahan yang ditimbulkan oleh penyakit

diare. Bagi responden yang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) termasuk kriteria tidak sehat

diharapkan supaya berperilaku lebih positif dengan melakukan kebersihan lingkungan, tidak

buang air besar di kali/saluran air tetapi buang air besar pada jamban/WC, mengusahakan jarak

WC/Jamban dengan sumber air/sumur 10 meter atau lebih. sehingga bisa menghindari resiko

terhadap suatu penyakit khususnya penyakit yang berdampak lingkungan termasuk penyakit

diare.

4)      Bagi Peneliti

Perlu untuk menambah dan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terutama tentang

penyakit diare serta perlu memperbaiki dan melakukan penelitian lebih lanjut agar lebih

sempurna