97
HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN RETINA NERVE FIBER LAYER DENGAN SENSITIVITAS KONTRAS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TANPA RETINOPATI DIABETIK Oleh: Dian Paramitasari NPM 131221150506 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Bagian Utama Ilmu Kesehatan Mata DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG 2020

HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION

DAN RETINA NERVE FIBER LAYER DENGAN

SENSITIVITAS KONTRAS PADA PENDERITA

DIABETES MELITUS TANPA RETINOPATI DIABETIK

Oleh:

Dian Paramitasari

NPM 131221150506

TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis

Program Pendidikan Dokter Spesialis 1

Bagian Utama Ilmu Kesehatan Mata

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO

BANDUNG

2020

Page 2: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION

DAN RETINA NERVE FIBER LAYER DENGAN

SENSITIVITAS KONTRAS PADA PENDERITA

DIABETES MELITUS TANPA RETINOPATI DIABETIK

Oleh:

Dian Paramitasari

NPM 131221150506

TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh gelar Dokter Spesialis

Program Pendidikan Dokter Spesialis 1

Bagian Utama Ilmu Kesehatan Mata

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal

Seperti tertera dibawah ini

Bandung, 3 April 2020

dr. R Maula Rifada, SpM(K) dr. Susi Heryati, SpM(K)

Pembimbing I Pembimbing II

Page 3: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor) baik dari

Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,

tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari Tim Pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan naskah pengarang dan

dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah

diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang

berlaku di perguruan tinggi.

Bandung, 3 April 2020

Yang membuat pernyataan,

Dian Paramitasari, dr.

131221150506

Page 4: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

ABSTRAK

Pendahuluan

Retinopati diabetik merupakan komplikasi okular yang terjadi akibat Diabetes

Melitus (DM). Sebelum tampak manifestasi klinis retinopati diabetik, kondisi

hiperglikemia pada DM menyebabkan berbagai perubahan pada tingkat selular.

Neurodegenerasi retina yang terjadi pada fase awal DM sulit untuk dideteksi

secara klinis. Mengukur ketebalan lapisan retina melalui pencitraan Optical

Coherence Tomography (OCT) dapat dilakukan untuk mendeteksi perubahan

anatomis dan mengukur sensitivitas kontras dapat digunakan untuk mendeteksi

perubahan fungsional.

Tujuan

Mengetahui adanya hubungan positif antara ketebalan lapian sel ganglion dan

Retina Nerve Fiber Layer (RNFL) dengan sensitivitas kontras.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Sejumlah 47 mata dari

penderita DM tanpa retinopati diabetik yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi dilakukan pemeriksaan oftalmologis, sensitivitas kontras dan pencitraan

OCT. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan uji regresi

linear untuk melihat hubungan antara variabel ketebalan sel ganglion dan

ketebalan RNFL dengan sensitivitas kontras.

Hasil

Uji kelayakan model menunjukan uji regresi linear antara variabel ketebalan sel

ganglion dan RNFL terhadap sensititas kontras frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd

layak untuk digunakan (p < 0.05). Seluruh koefisien regresi variabel ketebalan

lapisan sel ganglion dan RNFL dengan sensitivitas kontras frekuensi spasial 6 cpd

dan 18 cpd bernilai positif.

Diskusi

Induksi apoptosis sel yang terjadi pada fase awal kondisi DM dapat menyebabkan

gangguan respon fisiologis sel ganglion serta penurunan ketebalan pada lapisan

sel ganglion retina dan lapisan RNFL. Ketebalan lapisan sel ganglion dan RNFL

memiliki pengaruh terhadap nilai sensitivitas kontras, namun terdapat faktor-

faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai sensitivitas kontras yang timbul.

Kesimpulan

Ditemukan hubungan positif antara ketebalan lapisan sel ganglion dan RNFL

dengan sensitivitas kontras frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd.

Kata Kunci

Diabetes Melitus, Lapisan Sel Ganglion, Lapisan RNFL, Sensitivitas Kontras

Page 5: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

ABSTRACT

Introduction

Diabetic retinopathy is one of ocular complications caused by Diabetes Mellitus

(DM). Before clinical manifestation of retinopathy diabetic could be detected, it is

postulated that the hyperglycemia state already caused multiple dysfunction on

celullar level. Retinal neurodegenerations on early phase of DM is difficult to

detect clinically. Measuring retinal thickness through Optical Coherence

Tomography (OCT ) imaging could detect early anatomical changes, while

contrast sensitivity testing could uncover early functional alterations.

Objective

To detect positive correlation between ganglion cell layer and Retina Nerve Fiber

Layer (RNFL) thickness in relation to contrast sensitivity.

Methods

This study used cross sectional method. 47 eyes from DM patients without any

sign of diabetic retinopathy that met inclusion and exclusion criteria underwent

ophtalmological examinations, contrast sensitivity examinations, and OCT

imaging.The collected data were analyzed using linear regresion to detect

correlation between ganglion cell layer and RNFL thickness to contrast

sensitivity.

Result

According to reliability analysis, the linear regression model between ganglion

cell layer, RNFL thickness and contrast sensitivity on spatial frequency 6 cpd and

18 cpd were significant (p < 0.005). Positive regression coefficient were found

among ganglion cell layer and RNFL thickness in relation to contrast sensitivity

on spatial frequency 6 cpd and 18 cpd.

Discussion

Induction of celullar apoptosis in the early phase of DM can cause reduction in

retinal ganglion cell and RNFL thickness that result in abnormalities in ganglion

cell response. Retinal ganglion cell and RNFL thickness were proven to have

influence on contrast sensitivity, nonetheless there were several other factors that

could also contribute to contrast sensitivity score.

Conclusion

Positive correlations were found between ganglion cell layer and RNFL thickness

in relation to contrast sensitivity on spatial frequency 6 cpd and 18 cpd.

Keywords

Diabetes Mellitus, Ganglion Cell Layer Thickness, RNFL Thickness, Contrast

Sensitivity

Page 6: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’aalamiinn, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT, atas karunia dan rahmatNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter

spesialis pada Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 (PPDS-I) Ilmu Kesehatan

Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Pusat Mata Nasional Rumah

Sakit Mata Cicendo.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih, rasa hormat kepada Prof. Dr. Rina

Indiastuti, S.E., M.SIE selaku Rektor Universitas Padjadjaran Bandung dan Dr.

Med. Setiawan, dr., AIFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh

Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Irayanti, dr., Sp.M(K), MARS

selaku Direktur Utama Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Dr. Feti

Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan,

dan Pendidikan yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan untuk dapat

belajar dan menggunakan sarana dan prasarana di Rumah Sakit Mata Cicendo.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Budiman,

dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr. Irawati Irfani, dr., Sp.M(K), M.Kes.,

sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Page 7: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

Universitas Padjadjaran, dan seluruh staf pengajar Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran untuk segala ilmu, bimbingan, dukungan,

saran dan motivasi yang sangat luar biasa yang diberikan kepada penulis selama

mengikuti pendidikan hingga selesai.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada R. Maula Rifada, dr., Sp.M(K), selaku pembimbing I dan Susi

Heryati, dr., SpM(K) selaku pembimbing II yang telah memberikan waktunya

serta dengan sabar membimbing, memberikan masukan dan arahan selama

penelitian berlangsung sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar sampai

tahap akhir penyelesaian tesis ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Prof. Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, dr., SpM(K), M.Kes, PhD selaku

Ketua Sidang, Rova Virgana, dr., SpM(K), dan Antonia Kartika Indriati, dr.,

SpM(K), M.Kes yang telah memberikan masukan dan gagasan sehingga pada

akhirnya tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih kepada

seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Mata yang telah senantiasa

membimbing dan menjadi teladan bagi penulis selama masa pendidikan.

Ucapan terima kasih kepada seluruh staf sekretariat dan pustakawan Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran atas segala bantuan

dan kerjasama yang terjalin selama masa pendidikan penulis.

Kepada orang tua tercinta Papa Ir. Erie Heryadi dan Mama Ani Hargyani

Waskitasari, SE, tiada kata yang dapat melukiskan besarnya rasa syukur dan

terima kasih atas kasih sayang dan kesabaran yang telah diberikan dalam

membesarkan, mendidik, membimbing, memberikan semangat serta doa yang

Page 8: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

tiada henti bagi penulis selama ini. Penulis mempersembahkan ucapan terima

kasih yang tak terhingga kepada suami penulis, Farry, dr., SpOT atas seluruh

dukungan, pengertian, kesabaran, serta doa bagi penulis selama ini dalam

menempuh pendidikan untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter

Spesialis Mata ini. Rasa terimakasih yang tulus penulis ucapkan kepada kedua

adik tersayang Zagita Heryani Putri dan Riri Herdina Putri atas doa dan

pengertiannya dalam mendukung penulis selama mengikuti pendidikan.

Kepada seluruh sahabat, teman sejawat peserta Program Pendidikan Spesialis

Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran khususnya teman angkatan

Maret 2016, yaitu Angel, Joan, Kiki, Lucky, Yolla, Sindi, Viora, dan Yoyok.

Terima kasih atas kebersamaan, kerjasama, dan suka duka yang telah dilalui

bersama selama menempuh pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh perawat dan karyawan

di PMN RSM Cicendo serta para staf Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran atas bantuan dan kerjasama sehingga

penelitian ini dapat berjalan lancar. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan

balasan atas semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak yang turut

membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Bandung, Maret 2020

Penulis,

Dian Paramitasari

Page 9: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................................. 6

1.4.1 Kegunaan Ilmiah ............................................................................ 6

1.4.2 Kegunaan Praktis ........................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 7

2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................... 7

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Retina ....................................................... 7

2.1.2 Diabetes Melitus ............................................................................ 11

2.1.3 Patofisiologi Retinopati Diabetik ................................................... 13

2.1.3.1 Perubahan Neuronal pada Retina ..................................... 13

2.1.3.2 Perubahan Vaskular pada Retina ..................................... 18

2.1.4 Pencitraan Optical Coherence Tomography .................................. 21

2.1.5 Sensitivitas Kontras ....................................................................... 25

Page 10: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

x

2.1.5.1 Uji Sensitivitas Kontras ................................................... 28

2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 32

2.3 Premis dan Hipotesis ................................................................................. 34

2.3.1 Premis ........................................................................................... 34

2.3.2 Hipotesis ........................................................................................ 35

2.4 Bagan kerangka pemikiran ........................................................................ 35

BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN ........................................ 36

3.1 Subjek Penelitian ....................................................................................... 36

3.1.1 Kriteria Inklusi ............................................................................... 36

3.1.2 Kriteria Eksklusi ............................................................................ 36

3.1.3 Cara Pemilihan Sampel .................................................................. 37

3.1.4 Penentuan Ukuran Sampel ............................................................. 37

3.2 Metode Penelitian ...................................................................................... 39

3.2.1 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ............................. 39

3.2.1.1 Identifikasi Variabel ........................................................ 39

3.2.1.2 Definisi Operational......................................................... 39

3.2.2 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ................................... 40

3.2.2.1 Alat dan Bahan ................................................................ 40

3.2.2.2 Persiapan Sebelum Penelitian .......................................... 40

3.2.2.3 Prosedur Pemeriksaan Sensitivitas Kontras .................... 41

3.2.2.4 Prosedur Pemeriksaan Optical Coherence Tomography . 42

3.2.3 Rancangan Analisis Data .............................................................. 43

3.2.3.1 Uji Regresi Linear............................................................ 44

Page 11: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

xi

3.2.3.2 Uji Hipotesis .................................................................... 46

3.2.4 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 46

3.2.5 Implikasi/Aspek Etik Penelitian .................................................... 46

3.4 Skema Alur Penelitian ............................................................................... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 49

4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 49

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ..................................................... 49

4.1.2 Hasil Uji Regresi Linear ................................................................ 50

4.2 Pengujian Hipotesis ................................................................................... 55

4.3 Pembahasan .............................................................................................. 56

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 65

5.1 Simpulan ................................................................................................ 65

5.2 Saran ........................................................................................................ 65

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 66

LAMPIRAN …........... ...................................................................................... 70

Page 12: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sistem penilaian CSV-1000 .......................................................... 31

Tabel 4.1 Karakteristik subjek ....................................................................... 49

Tabel 4.2 Karakteristik klinis ........................................................................ 50

Tabel 4.3 Hasil uji regresi linear ketebalan lapisan sel ganglion (X) terhadap

sensitivitas kontras (Y) ................................................................. 51

Tabel 4.4 Hasil uji regresi linear ketebalan lapisan RNFL (X) terhadap

sensitivitas kontras (Y) .................................................................. 53

Page 13: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambaran histologi lapisan retina sentral dan perifer ................. 8

Gambar 2.2 Kriteria diagnosis DM ................................................................ 12

Gambar 2.3 Proses segementasi B-scan di mata normal menunjukan

membrana limitan interna dan RPE ............................................. 22

Gambar 2.4 Hasil Ganglion Cell Analysis (GCA) pada pencitraan OCT ....... 23

Gambar 2.5 Hasil analisis Optic Nerve Head (ONH) dan RNFL pada

pencitraan OCT ........................................................................... 24

Gambar 2.6 Frekuensi spasial ......................................................................... 26

Gambar 2.7 Tes sensitivitas kontras CSV-1000 ............................................. 30

Gambar 4.1 Grafik hubungan variabel ketebalan sel ganglion dan sensitivitas

kontras frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd ................................ 52

Gambar 4.2 Grafik hubungan variabel ketebalan lapisan RNFL dan sensitivitas

kontras frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd ................................. 54

Page 14: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

xiv

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus

IDF : International Diabetes Foundation

AGEs : Advanced Glycation Endproducts

RNFL : Retina Nerve Fiber Layer

FAZ : Foveal Avascular Zone

WHO : World Health Organization

ROS : Reactive Oxygen Species

ATP : Adenosine Triphosphate

RAGE : Receptor for Advanced Glycation Endproducts

NF-κβ : Faktor Nuklear Kappa B

ACE : Angiotensin Converting Enzyme

GFAP : Glial Acidic Fibrilar Protein

OCT : Optical Coherence Tomography

Prolanis : Program Pengelolaan Penyakit Kronis

Page 15: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persetujuan Etik ........................................................................... 70

Lampiran 2 Informasi Penelitian..................................................................... 71

Lampiran 3 Pernyataan Persetujuan Keikutsertaan dalam Penelitian ............. 74

Lampiran 4 Data Subjek Penelitian ................................................................ 75

Lampiran 5 Hasil Analisis Statistik ................................................................ 76

Lampiran 6 Hasil Pencitraan OCT .................................................................. 80

Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup.................................................................. 81

Page 16: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang memiliki

karakteristik terjadinya kondisi hiperglikemia pada tubuh manusia. Secara global

diperkirakan sejumlah 424,9 juta penduduk dewasa hidup dengan DM pada tahun

2017. Penderita DM di dunia diperkirakan akan terus meningkat jumlahnya hingga

mencapai 628,6 juta penduduk pada tahun 2045. Lebih dari sepuluh juta kasus DM

terdokumentasi di Indonesia pada tahun 2017, dengan prevalensi DM pada orang

dewasa mencapai 6.7%. International Diabetes Federation (IDF) memprediksikan

kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi

14,1 juta pada tahun 2035.1–4

Secara garis besar, efek hiperglikemia pada tubuh manusia dapat dibedakan

menjadi komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Terdapat 3 manifestasi dari

gangguan mikrovaskular pada pasien DM, yaitu retinopati, neuropati, serta

nefropati. Resiko terjadinya retinopati diabetik diketahui dipengaruhi oleh durasi

DM dan derajat hiperglikemia seseorang. Setelah 20 tahun menderita DM,

diperkirakan 99% penderita DM tipe 1 dan 60% penderita DM tipe 2 telah

menunjukan tanda-tanda retinopati diabetik.4–6

Lebih dari sepertiga penderita DM memiliki tanda-tanda retinopati diabetik.

Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab utama kebutaan dan gangguan

penglihatan di dunia. Jumlah penderita kebutaan yang disebabkan oleh retinopati

Page 17: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

2

diabetik diketahui terus meningkat dari tahun 1990 hingga 2015, dari 200.000

menjadi 400.000 penduduk. Penderita gangguan penglihatan yang disebabkan oleh

retinopati diabetik juga diketahui meningkat dari 1,4 juta penduduk pada tahun

1990 menjadi 2,6 juta penduduk pada tahun 2015.1,2,7

Retinopati diabetik selama ini diyakini terjadi akibat kelainan mikrovaskular

pada retina. Interaksi antara regulasi dari aliran darah retina serta aktivitas neural

diketahui berkaitan satu sama lain, dan dideskripsikan sebagai neurovascular

coupling. Perdebatan masih terjadi mengenai mekanisme retinopati pada pasien

DM, yaitu terjadi sebagai akibat dari kelainan mikrovaskular atau secara primer

disebabkan oleh kerusakan neuronal akibat hiperglikemia kronis. Berbagai

penelitian menunjukan bahwa perubahan neurodegeneratif diperkirakan terjadi

sebelum adanya tanda-tanda perubahan pada sistem mikrovaskular. Reaktivitas sel

glial, tingginya kadar glutamat ekstraselular, stres oksidatif, induksi dari sistem

renin angiotensin, peningkatan kadar Advanced Glycation Endproducts (AGEs),

tingginya faktor pro apoptosis, serta ketidakseimbangan dari produksi faktor

neuroprotektif retina memiliki peran dalam terjadinya neurodegenerasi retina akibat

DM melalui induksi apoptosis sel.8–11

Pemeriksaan oftalmologis untuk melihat tanda retinopati diabetik secara klinis

merupakan suatu standar baku emas untuk mendeteksi efek DM pada retina. Saat

perubahan klinis dari retinopati dapat terdeteksi, kerusakan pada retina sudah terjadi

secara lanjut dan permanen. Tanda yang terdeteksi secara klinis tersebut umumnya

disebabkan karena perubahan mikrovaskular pada retina, sementara perubahan

yang bersifat neurodegeneratif lebih sulit untuk dideteksi secara klinis.10 Perubahan

Page 18: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

3

neurodegeneratif pada fase awal kondisi DM mengakibatkan apoptosis sel ganglion

yang dapat menyebabkan penurunan ketebalan pada lapisan sel ganglion retina dan

lapisan RNFL. Apoptosis merupakan suatu kematian sel terprogram dengan

serangkaian perubahan morfologi sel pada prosesnya, sehingga menghasilkan suatu

bentuk akhir berupa sel mati berukuran kecil dan mudah untuk dicerna oleh sel

makrofag lokal, yaitu sel-sel glial retina.11,12

Berbagai penelitian mengenai pengukuran ketebalan lapisan retina pada pasien

DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik hingga saat ini menyebutkan hasil

yang berbeda. Penelitian oleh Borooah dkk, Salvi dkk, serta Dhasmana dkk

menemukan perbedaan signifikan pada lapisan Retina Nerve Fiber Layer (RNFL)

di sekitar papil dan lapisan sel ganglion di area makula antara penderita DM tanpa

manifestasi retinopati diabetik jika dibandingkan dengan orang normal.9,13,14

Penurunan ketebalan sel ganglion retina diperkirakan terjadi lebih dahulu jika

dibandingkan dengan penurunan ketebalan RNFL.15 Penelitian oleh Hegazy dkk

menemukan kehilangan volume secara global pada kompleks sel ganglion penderita

DM sebelum terdeteksinya kerusakan vaskular.16 Sesuai dengan penurunan volume

tersebut, Van dijk dkk dan Chhablani dkk menemukan adanya penurunan ketebalan

lapisan sel ganglion di area makula penderita DM.17,18 De clerk dkk menemukan

penurunan ketebalan RNFL pada area makula dan juga area sekitar papil.19 Temuan

penurunan ketebalan lapisan RNFL di sekitar papil juga didukung oleh hasil meta-

analisis oleh Chen dkk.20 Berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut, Demir dkk

tidak menemukan perbedaan signifikan antara ketebalan lapisan sel ganglion dan

RNFL pada penderita DM jika dibandingkan dengan kontrol.21 Berbagai penelitian

Page 19: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

4

menyatakan bahwa durasi DM, HbA1c, usia, dan jenis kelamin tidak ditemukan

memiliki korelasi dengan penurunan ketebalan lapisan sel ganglion dan RNFL.9,17

Kehilangan sel ganglion akibat apoptosis disertai dengan disfungsi dari sel

ganglion yang masih bertahan menyebabkan defisit fungsi sel ganglion yang dapat

ditemukan pada pasien DM. Defisit fungsi sel ganglion dapat terjadi sebelum

perubahan morfologis mulai terdeteksi.22 Abnormalitas fungsi yang timbul dapat

tampak secara klinis melalui penurunan sensitivitas kontras, diskriminasi kromatik,

serta adaptasi gelap.16,23 Sensitivitas kontras pada manusia diketahui memiliki

kaitan erat dengan respon fisiologis sel ganglion. Manusia memiliki berbagai jenis

sel ganglion yang dapat dibedakan berdasarkan morfologi dan fungsinya.

Berdasarkan respon visual yang dihantarkan, sel ganglion dapat dibedakan menjadi

sel M dan P. Sel P memiliki fungsi penglihatan kontras dengan puncak sensitivitas

pada frekuensi spasial tinggi, sementara sel M memiliki afinitas pada frekuensi

spasial rendah.24

Penelitian oleh Gella dkk menemukan penurunan kontras pada pasien DM

berhubungan secara signifikan dengan durasi DM dan derajat keparahan retinopati

diabetik.25 Penurunan sensitivitas kontras pada seluruh frekuensi spasial ditemukan

pada pasien DM tanpa manifestasi retinopati diabetik oleh Safi dkk.26 Aldaham dkk

menemukan penurunan sensitivitas kontras pasien DM pada frekuensi spasial

rendah, namun tidak terdapat hubungan dengan ketebalan sentral makula.27

Bertolak belakang dengan temuan tersebut, penelitian oleh Rashmi dkk serta Marco

dkk menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara sensitivitas

Page 20: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

5

kontras pasien DM tanpa retinopati diabetik jika dibandingkan dengan kelompok

normal.28

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penilaian

terhadap hubungan antara ketebalan lapisan sel ganglion retina dan juga lapisan

RNFL dengan sensitivitas kontras pada pasien DM tanpa manifestasi klinis

retinopati diabetik.

Tema sentral:

Diabetes Melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia kronis. Hiperglikemia dapat menimbulkan berbagai komplikasi

mikrovaskular seperti retinopati. Berbagai penelitian menunjukan bahwa

perubahan pada ketebalan lapisan sel ganglion dan RNFL terjadi sebagai akibat

langsung dari hiperglikemia kronis, dan terjadi sebelum adanya perubahahan

mikrovaskular yang dapat terdeteksi secara klinis. Berbagai faktor diduga memiliki

peran dalam perubahan ketebalan lapisan sel ganglion retina dan RNFL melalui

induksi proses apoptosis, sehingga menyebabkan penurunan ketebalan lapisan-

lapisan tersebut. Penurunan fungsi sel ganglion pada penderita DM dapat

ditemukan sebelum timbul perubahan morfologis. Tahap awal disfungsi sel

ganglion dapat dideteksi melalui penurunan sensitivitas kontras.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan positif antara ketebalan lapisan sel ganglion

retina dan sensitivitas kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis

retinopati diabetik?

2. Apakah terdapat hubungan positif antara ketebalan lapisan RNFL dan

sensitivitas kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati

diabetik?

Page 21: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

6

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan positif antara ketebalan lapisan sel ganglion retina

dan sensitivitas kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis

retinopati diabetik.

2. Mengetahui hubungan positif antara ketebalan lapisan RNFL dan

sensitivitas kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati

diabetik.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

Memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan di bidang kesehatan mata

dengan memberikan informasi mengenai hubungan ketebalan lapisan sel ganglion

retina dan RNFL dengan sensitivitas kontras yang dapat dideteksi secara klinis pada

penderita DM tanpa manifestasi retinopati diabetik.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Pemeriksaan sensitivitas kontras dapat menjadi alternatif pemeriksaan fungsi

retina pada penderita DM yang belum menunjukan tanda-tanda klinis retinopati

diabetik.

Page 22: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Retina

Retina merupakan suatu lapisan jaringan yang berada pada bagian belakang bola

mata dan memiliki ketebalan sekitar 0,5 milimeter (mm). Retina mencakup suatu

area dengan diameter berkisar antara 30-40 mm. Bagian paling sentral dari retina

yang disebut dengan makula terletak di tengah antara saraf optik dan arkade

vaskular bagian temporal. Secara histologi area makula memiliki 2 atau lebih

lapisan sel ganglion, sehingga sel ganglion di area ini telah menyusun setengah dari

jumlah sel ganglion di seluruh retina. Bagian tengah dari makula yang bernama

fovea memiliki luas 1,5 mm terspesialisasi untuk penglihatan spasial tingkat tinggi

dan juga penglihatan warna. Area pada fovea yang tidak memiliki suplai darah dari

pembuluh darah retina disebut Foveal avascular zone (FAZ). Foveola merupakan

area berdiameter 0,35 mm yang berada ditengah fovea. Parafovea mengelilingi

fovea dan memiliki lapisan sel ganglion, lapisan sel nuklear dalam, serta lapisan

pleksiform luar paling tebal. Area parafovea dikelilingi oleh perivofea. Area

sirkular dengan diameter kurang lebih 6 mm disekitar fovea disebut retina sentral,

sementara area retina diluar ini yang membentang hingga ora serata disebut dengan

retina perifer.6,29

Secara embriologi, retina berasal dari vesikel optik yang merupakan suatu

kantung yang dibentuk oleh embryonic forebrain. Retina memiliki beberapa lapis

Page 23: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

8

sel yang dapat dilihat pada preparat histologi. Lapisan retina dari bagian paling

dalam terdiri dari membrana limitan interna, Retina Nerve Fiber Layer (RNFL)

yang merupakan kumpulan akson dari sel ganglion, lapisan sel ganglion yang terdiri

dari badan sel ganglion, lapisan pleksiform dalam, lapisan nuklear dalam,

membrana limitan medial, lapisan pleksiform luar, lapisan serabut henle, lapisan

nuklear luar yang terdiri dari nukleus fotoreseptor, membrana limitan eksternal,

lapisan segmen dalam sel batang dan kerucut, serta lapisan segmen luar sel batang

dan kerucut di bagian terluar.6,30 Retina memiliki 2 tipe sel glial, yaitu makroglia

yang terdiri dari sel Muller dan astrosit, serta mikroglia.31

Gambar 2.1 Gambaran Histologi Lapisan Retina Sentral (A) dan Perifer (B)

Dikutip dari : Kolb29

Densitas serta distribusi fotoreseptor bervariasi tergantung lokasi topografinya.

Fovea memiliki sel-sel fotoreseptor baik batang maupun kerucut, serta prosesus dari

sel Muller. Foveola hanya memiliki fototersepor kerucut, tanpa sel batang. Jumlah

Page 24: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

9

fotoreseptor sel kerucut berkurang semakin menjauhi fovea. Sel batang mempunyai

densitas terbesar pada area 4 milimeter dari tengah fovea, kemudian densitasnya

juga akan semakin menurun ke arah perifer. Fotoreseptor kerucut mempunyai

sinaps 1:1 dengan sel bipolar pada area sentral. Berbeda dengan fotoreseptor

kerucut, lebih dari satu sel fotoreseptor batang, bahkan beberapa dapat mencapai

lebih dari 100 sel, bersinaps dengan satu sel bipolar. Sel bipolar kemudian akan

bersinaps dengan sel ganglion. Area sentral retina memiliki ketebalan yang lebih

besar dibandingkan dengan retina perifer. Hal ini disebabkan oleh tingginya

densitas fotoreseptor, terutama sel kerucut, beserta sel ganglion dan bipolar yang

terasosiasi dengan fotoreseptor tersebut di area sentral.6,29

Sel ganglion menerima masukan dari sel-sel bipolar dan juga sel-sel amakrin.

Akson-akson dari sel ganglion berjalan di sepanjang permukaan retina dan bersatu

membentuk suatu saraf optik. Sel ganglion di retina manusia berjumlah sekitar 1,5

juta sel dan terdiri dari berbagai tipe yang berbeda secara morfologi dan fisiologi.

Sejumlah 14 hingga 20 morfologi sel ganglion yang berbeda telah teridentifikasi

hingga saat ini. Secara garis besar, sel ganglion dapat diklasifikasikan berdasarkan

organisasi respon center-surround atau sentral-sekeliling, perbedaan lama respon,

serta berdasarkan perbedaan respon visual yang dihantarkan.24,32–34

Sel ganglion dapat dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan pola respon

terhadap cahaya, atau berdasarkan organisasi respon sentral-sekeliling, yaitu Tipe

“ON”, “ON-OFF” dan “OFF”. Sel ganglion dapat dibedakan secara morfologi

menjadi sel alfa dan beta. Masing-masing tipe terbagi menjadi subtipe a dan b

berdasarkan percabangan sel ganglion di lapisan sublamina a atau b pada lapisan

Page 25: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

10

pleksiform dalam. Sel ganglion subtipe a merupakan sel ganglion tipe sentral

“OFF”, sementara subtipe b merupakan tipe sentral “ON”. Sel ganglion dapat

dibedakan berdasarkan lama responnya menjadi sel tipe X dan Y. Sel tipe X

memberikan respon yang berkelanjutan, sementara tipe Y memberikan respon

singkat. Sel tipe Y memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan tekstur, seperti

perubahan arah dari grating. Berdasarkan respon visual yang dihantarkan, sel

ganglion dapat dibedakan menjadi sel M dan P. Retina manusia memiliki jumlah

sel P yang lebih banyak dibandingkan dengan sel M. Sel P lebih banyak terdapat

pada sentral retina dan memiliki puncak sensitivitas pada frekuensi spasial tinggi,

sehingga baik untuk penglihatan tajam. Sel M lebih banyak pada area perifer retina,

serta memiliki afinitas pada frekuensi spasial rendah. Sel M memiliki fungsi

penglihatan gerak yang baik serta membentuk penglihatan pada kontras rendah dan

stereoakuitas yang kasar.24,32–34

Sel ganglion akan membentuk suatu aksi potensial yang akan dihantarkan keluar

retina, yaitu ke nukleus genikulat lateral. Berbeda dari sel-sel retina lainya, aksi

potensial yang diciptakan oleh sel-sel ganglion cocok untuk ditransmisikan dalam

jarak yang jauh hingga mencapai ke otak. Seluruh stimulus visual yang dapat dilihat

oleh seseorang terjadi akibat respons dari sel ganglion. Apabila terdapat hambatan

transmisi sinyal oleh sel ganglion akibat adanya kerusakan pada sel-sel tersebut,

maka akan terjadi penurunan fungsi visual.6,32

Retina merupakan salah satu jaringan dengan metabolisme paling tinggi di tubuh

manusia. Retina memiliki dua zona oksigenasi yang berbeda, yaitu pada retina

bagian dalam dan luar. Retina bagian dalam diperdarahi oleh vaskularisasi retina

Page 26: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

11

yang memiliki sistem autoregulasi. Sistem autoregulasi menjaga kadar oksigenasi

retina bagian dalam tetap konstan terhadap perubahan kadar oksigen sistemik

seseorang. Arteri retina sentral masuk ke dalam mata melalui kanal optik kemudian

bercabang menjadi 4, masing-masing memperdarahi satu kuadran retina. Terdapat

4 lapisan pembuluh darah yang memperdarahi lapisan-lapisan retina. Kapiler radial

peripapiler terletak di lapisan RNFL dan disekitar saraf optik, pleksus vaskular

superfisial pada lapisan sel ganglion, serta 2 lapisan pleksus kapiler dalam yang

terletak di masing-masing sisi lapisan nuklear dalam. Retina bagian luar diperdarahi

oleh vaskularisasi dari koroid. Vaskularisasi koroid tersebut tidak memiliki sistem

autoregulasi seperti layaknya vaskularisasi retina, sehingga kadar oksigen sistemik

seseorang mempengaruhi kadar oksigen pada retina bagian luar secara langsung.6,35

2.1.2 Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kondisi metabolik kronik yang ditandai

dengan hiperglikemia. Hiperglikemia atau tingginya kadar glukosa dalam darah

dapat terjadi akibat kelainan produksi insulin atau resistensi selular terhadap

insulin. Secara garis besar DM dapat diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, DM tipe

2, DM tipe lain, serta gestasional diebetes. DM tipe 1 terjadi akibat adanya reaksi

autoimun yang membuat sistem imun seseorang menyerang sel beta pankreas

sehingga produksi insulin menjadi berkurang disertai defisiensi relatif atau absolut

dari insulin. DM tipe 1 dapat timbul pada usia berapa saja, namun paling sering

ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. DM tipe 2 merupakan tipe DM yang

paling umum, dengan jumlah penderita mencakup hampir 90% dari seluruh kasus

Page 27: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

12

DM. Hiperglikemia pada DM 2 terjadi akibat produksi insulin yang tidak adekuat

disertai dengan ketidakmampuan tubuh memberi respon terhadap hormon insulin,

atau dikenal dengan resistensi insulin. DM tipe 2 paling sering ditemukan pada usia

lanjut.3,36

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah.

Menurut kriteria diagnosis World Health Organization (WHO) dan Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia (Perkeni), DM dapat didiagnosis apabila pemeriksaan

glukosa plasma puasa menunjukan hasil ≥126 mg/dl, atau pemeriksaan glukosa

plasma ≥200 mg/dl pada dua jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

dengan beban glukosa 75 gram, atau pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200

mg/dl atau nilai HbA1c ≥6,5%.3,36

Gambar 2.2 Kriteria Diagnosis DM

Dikutip dari : Soelistijo36

Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai gejala klasik, seperti poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan tanpa sebab. Hiperglikemia yang

terjadi secara terus menerus memiliki asosiasi erat dengan terjadinya komplikasi

pada sistem makrovaskular seperti Coronary Artery Disease (CAD) dan stroke,

Page 28: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

13

maupun komplikasi pada sistem mikrovaskular seperti nefropati, neuropati, dan

retinopati.1,4,36

2.1.3 Patofisiologi Retinopati Diabetik

Mekanisme hubungan antara kondisi hiperglikemia dengan terjadinya retinopati

diabetik berserta perubahan anatomis yang terdeteksi hingga saat ini belum

diketahui secara pasti.37 Penelitian dengan hewan uji model retinopati diabetik dan

spesimen dari autopsi mata manusia menunjukan adanya perubahan tahap awal

pada pembuluh darah retina, termasuk kehilangan sel-sel perisit dan penebalan dari

membrana basalis. Bukti dari berbagai penelitian juga menunjukan adanya

perubahan yang terjadi pada sel-sel parenkima retina pada tahap awal penyakit DM,

diantaranya reaktivitas sel glial, perubahan metabolisme glutamat, serta kematian

sel neuron.38 Perdebatan masih terjadi mengenai mekanisme retinopati pada pasien

DM, yaitu terjadi sebagai akibat dari kelainan vaskular ataupun dihasilkan secara

primer akibat kerusakan neuronal langsung oleh hiperglikemia kronis.16

2.1.3.1 Perubahan Neuronal pada Retina

Berbagai bukti penelitian menunjukan bahwa neurodegenerasi retina merupakan

suatu mekanisme independen terjadinya retinopati diabetik diluar degenerasi

vaskular. Neurodegenerasi retina terjadi pada tahap awal perjalanan penyakit

retinopati diabetik. Apoptosis dari sel neuron retina dapat diobservasi pada tikus

model diabetes dalam waktu satu bulan setelah induksi diabetes.39 Apoptosis

merupakan suatu kematian sel terprogram dengan serangkaian perubahan

Page 29: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

14

morfologi sel, seperti penurunan komponen air sel, fragmentasi nukleus, serta

penekukan sel membran. Hasil akhir dari perubahan morfologi akibat apoptosis

berupa sel mati berbentuk bulat dan kecil sehingga mudah untuk dicerna oleh sel

makrofag lokal, yaitu sel-sel glial retina.12 Patofisiologi penurunan ketebalan

lapisan retina diduga bersifat multifaktorial.10 Berbagai faktor ditemukan memiliki

peran dalam terjadinya neurodegenerasi retina akibat DM.11,31

2.1.3.1.1 Stres Oksidatif

Radikal superoksida, salah satu bentuk Reactive Oxygen Species (ROS),

diproduksi oleh tubuh melalui mekanisme enzimatik dan non enzimatik. Metode

enzimatik dimediasi oleh enzim cytosolic NAPDH oxidase (Nox), sementara

produksi melalui metode non enzimatik terjadi akibat respiratori mitokondria.

Metabolisme glukosa melalui glikolisis di mitokondria menghasilkan Adenosine

Triphosphate (ATP) melalui proses fosforilasi oksidatif. Produk sampingan dari

proses fosforilasi oksidatif tersebut diantaranya adalah radikal superoksida.

Peningkatan aktivitas Nox ditemukan pada retina dan sel beta pankreas pasien

DM.10,31,37,40

Proses transduksi sinyal melalui transport elektron, atau dikenal dengan sistem

redoks membutuhkan ROS sebagai salah satu pembawa pesan, namun ROS juga

diketahui memiliki efek buruk, yaitu menghambat proses penghantaran sinyal yang

terjadi secara normal pada tingkat selular. Efek buruk ROS tersebut dapat diatasi

oleh antioksidan. Kondisi DM mengakibatkan peningkatan kadar ROS disertai

dengan adanya penurunan kadar antioksidan, sehingga semakin memperburuk

Page 30: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

15

kondisi stres oksidatif yang terjadi. Berbagai mekanisme molekular diperkirakan

menginduksi kondisi stres oksidatif pada kondisi DM. Aktivasi jalur poliol

diketahui meningkatkan produksi ROS dan menurunkan antioksidan intraselular.

Akumulasi dari Advanced Glycation Endproducts (AGEs) dapat menyebabkan

stres oksidatif yang kemudian menyebabkan kelainan metabolisme selular yang

pada akhirnya meningkatkan interaksi antara AGEs dan reseptornya. Hubungan

AGEs dan stres oksidatif dinilai bersifat dua arah.31,40

Komponen mitokondria merupakan bagian sel yang pertamakali terekspos

terhadap ROS dan mengalami kerusakan. Sel neural retina khususnya sel ganglion

merupakan sel yang ditemukan mengalami kerusakan akibat stres oksidatif. Stres

oksidatif yang terjadi pada sel ganglion memicu rangkaian proses internal yang

mengarah pada terjadinya apoptosis. 31,37,39

2.1.3.1.2 Peningkatan kadar AGEs

Paparan kronik hiperglikemia memicu akumulasi dari Advanced Glycation

Endproducts (AGEs). AGEs terdiri dari protein atau lipid yang telah termodifikasi.

AGEs dapat menyebabkan kerusakan pada retina pasien DM melalui jalur resptor-

dependen dan reseptor-independen. Jalur reseptor-dependen dimediasi oleh ikatan

AGEs dan reseptornya, yaitu receptor for AGE (RAGE). Peningkatan RAGE juga

dapat ditemukan pada retina pasien DM. Ikatan antara AGEs dan RAGE

meningkatkan aktivasi faktor nuklear kappa B (NF-κβ). Hal ini menyebabkan stres

oksidatif dan reaksi inflamasi. Jalur kedua, yaitu jalur reseptor-independen

dimediasi oleh aktivasi superoksida mitokondria dan protein kinase C (PKC).

Page 31: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

16

Kedua mekanisme ini menyebabkan kerusakan neuronal retina akibat

apoptosis.11,37,40,41

2.1.3.1.3 Aktivasi Sistem Renin Angiotensin

Sistem renin angiotensin diketahui karena fungsi klasiknya sebagai pengatur

tekanan darah sistemik. Berbeda dengan sistem renin angiotensin sistemik, sistem

renin angiotensin lokal dapat ditemukan secara khusus pada berbagai jaringan

tubuh, seperti retina, dan memiliki fungsi vital dalam regulasi homeostasis lokal

jaringan. Sistem renin angiotensin diinisiasi oleh perubahan Renin menjadi

angiotensin I oleh angiotensinogen, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II

oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Terdapat dua reseptor untuk

angiotensin II, yaitu AT1R dan AT2R. Ikatan antara angiotensin II dan AT1R

mengakibatkan aktivasi NADPH oksidase, NF-κβ, dan Activator Protein 1 (AP-1)

sehingga memicu terjadinya reaksi inflamasi dan stres oksidatif melalui produksi

ROS, yang akhirnya menyebabkan gangguan serta kematian pada sel ganglion

retina.10,11,42–44

2.1.3.1.4 Reaktivitas Sel Glial

Neural apoptosis dan gliosis reaktif atau reaktvitas sel glial merupakan tanda

histologi penting dari retinopati diabetik. Sel ganglion merupakan sel neuron pada

retina tempat dimana proses apoptosis akibat diabetes pertamakali ditemukan.

Apoptosis sel ganglion diikuti oleh gliosis reaktif pada sel glial baik makroglial,

yaitu sel muller dan astrosit, serta mikroglial. Salah satu tanda paling signifikan dari

Page 32: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

17

reaktif gliosis adalah overekspresi dari Glial Acidic Fibrilar Protein (GFAP) oleh

sel muller. GFAP diproduksi oleh sel astrosit pada kondisi normal, namun tidak

oleh sel muller. Aktivasi sel mikroglial pada retina menyebabkan pelepasan sitokin

yang mempengaruhi kematian sel neuron. Ketidakseimbangan antara mediator

proapoptosis dan survival signaling dapat dideteksi pada retina pasien diabetes.31

Hingga saat ini belum dapat ditentukan apakah apoptosis sel neuron atau kondisi

reaktif gliosis yang lebih dahulu menginisiasi perubahan degeneratif pada retina

pasien DM.11

2.1.3.1.5 Akumulasi Glutamat Ekstraselular

Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatori utama pada sel ganglion,

bipolar, dan fotoreseptor di retina. Konsentrasi glutamat ditemukan meningkat

jumlahnya pada kondisi diabetes. Peningkatan konsentrasi glutamat ini disebabkan

karena pada kondisi diabetes produksi enzim glutamat sintetase oleh sel muller

berkurang. Enzim ini berfungsi untuk mengubah glutamat menjadi glutamin. Retina

juga kehilangan kemampuannya untuk mengoksidasi glutamat menjadi alfa-

ketoglutarat, sehingga jumlah glutamat semakin meningkat. Peningkatan

konsentrasi glutamat pada retina menyebabkan suatu kondisi yang disebut dengan

eksitotoksisitas. Glutamat yang berlebih menyebabkan respon yang tidak terkontrol

pada reseptor glutamat di neuron post sinaptik sehingga menginduksi terjadinya

apoptosis.11,31

Page 33: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

18

2.1.3.1.6 Apoptosis dan penurunan faktor neuroprotektif

Menurunnya faktor neuroprotektif yang disintesis oleh retina seperti

somatostation (SST), Pigment Epithelial-Derived Factor (PEDF), dan Interstitial

Retinol-Binding Protein (IRBP) juga ditemukan pada pasien DM. Penurunan

faktor-faktor neuroprotektif tersebut berperan pada proses neurodegeneratif pada

retina pasien DM.11,31

Penelitian in-vitro telah menemukan paparan panjang terhadap kadar glukosa

yang tinggi berhubungan dengan terjadinya fragmentasi mitokondria dan apoptosis

sel.39 Tingginya kadar molekul pro apoptosis seperti caspase-3, caspase-9, Bax, dan

Fas telah diidentifikasi pada sel neuron di hewan uji diabetes dan subjek dengan

retinopati diabetik. Disfungsi mitokondria diperkirakan memiliki peran penting

dalam proses degenerasi retina pada kasus retinopati diabetik, hal ini dapat

dibuktikan dengan tingginya kadar protein apoptosis mitokondria seperti sitokrom-

C dan Apoptosis-Inducing Factor (AIF). Sel ganglion merupakan sel yang memiliki

tingkat apoptosis tertinggi serta paling dini mengalami apoptosis. Apoptosis sel

ganglion tersebut mempengaruhi penurunan ketebalan dari lapisan retina terutama

di daerah makula dan juga menyebabkan penurunan ketebalan pada lapisan

RNFL.16,22,39

2.1.3.2 Perubahan Vaskular pada Retina

Perisit merupakan sel kontraktil yang mempunyai peran penting pada

autoregulasi mikrovaskular retina. Kehilangan perisit merupakan salah satu tanda

paling awal dan paling spesifik dari terjadinya retinopati diabetik. Tanda terjadinya

Page 34: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

19

retinopati diabetik yang dapat dideteksi pertamakali secara klinis adalah

mikroaneurisma. Kehilangan sel perisit dapat menyebabkan terjadinya kelemahan

pada dinding kapiler, sehingga mikroaneurisma dapat terjadi pada area dinding

kapiler yang mengalami kelemahan tersebut. Hilangnya sel-sel perisit juga

menyebabkan gangguan pada sawar darah-retina bagian dalam. Mekanisme

hiperglikemia menyebabkan terjadinya degenerasi perisit masih belum diketahui,

namun dua hipotesis menyatakan adanya peran dari jalur aldose reductase dan

platelet-derived growth factor-beta (PDGF-B). Enzim aldose reductase ditemukan

secara spesifik pada sel-sel perisit, sehingga enzim tersebut diduga berperan dalam

kerusakan yang spesifik pada sel perisit pada DR dan komplikasi vaskular lain dari

DM. PDGF-B telah terbukti berperan penting dalam perkembangan perisit pada

fase angiogenesis, sehingga PDGF-B juga diduga memiliki peran penting dalam

menjaga viabilitas perisit pada sistem vaskular yang telah matur.37

Penebalan dari membrana basalis juga merupakan suatu lesi yang khas pada

kasus DR. Mekanisme biokimia yang mengarah kepada penebalan membrana

basalis belum diketahui, namun penelitian menunjukan adanya peran aktvasi dari

jalur aldose reductase. Glikasi dari kolagen pada membrana basalis diduga

merupakan mekanisme lain terjadinya penebalan pada membrana basalis.4,37

Jalur aldose reductase tidak aktif pada kondisi normoglikemia. Pada kondisi

hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa intraselular, jalur metabolisme

glukosa lainnya telah mengalami saturasi, sehingga jalur aldose reductase menjadi

aktif. Aldose reductase menggunakan bentuk tereduksi dari Nicotinamide Adenine

Dinucleotide Phosphate (NADPH) sebagai kofaktor untuk mereduksi gula aldosa

Page 35: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

20

ke bentuk gula alkoholnya. Glukosa akan direduksi menjadi sorbitol, yang

kemudian dioksidasi menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase. Sorbitol dapat

terakumulasi di intraselular karena reaksi sorbitol dehidrogenase bersifat lambat,

dan sorbitol yang terakumulasi tidak dapat dengan mudah melewati plasma

membran menuju ruang ekstraselular. Aktivasi jalur aldose reductase juga

menyebabkan perubahan dari redox homeostasis, sehingga timbul stres oksidatif

dan kerusakan selular.4,37

Stres oksidatif yang terjadi pada DM dapat mengaktivasi protein kinase C

(PKC). PKC merupakan enzim yang berperan dalam timbulnya komplikasi diabetes

tanpa melibatkan jalur aldose reductase. PKC dapat diaktivasi oleh ROS dan AGEs.

Aktivasi dari PKC diketahui menimbulkan kerusakan vaskular yang dimediasi oleh

peningkatan permeabilitas vaskular, disrupsi regulasi nitric oxide, peningkatan

adhesi leukosit ke dinding pembuluh darah, serta perubahan aliran darah.

Overaktivasi dari PKC juga diketahui mejadi salah satu penyebab overekspresi dari

Vascluar Endothelial Growth Factor (VEGF). VEGF merupakan faktor patogenik

pada Diabetic Macular Edema (DME) dan Proliferative Diabetic Retinopathy

(PDR). 11,37,39

Kerusakan dari sawar darah-retina merupakan tanda penting dari DR. Salah satu

mekanise yang menyebabkan gangguan sawar ini adalah adanya kerusakan pada

tight junctions atau zonula okludens diantara sel-sel endotel. Beberapa jenis protein

diketahui berperan pada formasi dan menjaga fungsi dari zonula okludens,

diantaranya ZO-1 dan occludin. Pada kondisi DM kadar ZO-1 dan occludin

mengalami penurunan sehingga mempengaruhi kondisi zonula okludens.37

Page 36: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

21

2.1.4 Pencitraan Optical Coherence Tomography

Perangkat Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan suatu perangkat

yang memiliki kemampuan untuk memberikan pencitraan detil struktur okular

secara non-invasif serta dapat digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif pada

retina dan saraf optik. OCT saat ini telah menjadi suatu perangkat yang memiliki

peran penting dalam penapisan, diagnosis, serta evaluasi tatalaksana retinopati

diabetik. Teknologi OCT memiliki prinsip interferometri koherensi rendah, dimana

cahaya dengan koherensi rendah dipancarkan kepada jaringan target, kemudian

cahaya yang direfleksikan kembali oleh jaringan akan dikombinasikan dengan

pancaran cahaya kedua atau reference beam. Hasil dari pola interferensi yang

dihasilkan akan digunakan untuk merekonstruksi suatu A-scan aksial, yang

menggambarkan kemampuan scattering pada setiap jaringan yang terdapat di jalur

pancaran cahaya tersebut. Menggerakan cahaya dalam suatu garis pada jaringan

akan menghasilkan kompilasi A-scan yang dapat digunakan untuk merekonstruksi

suatu B-scan. Mengulangi beberapa B-scan pada beberapa lokasi yang berdekatan

dapat menhasilkan infromasi mengenai kondisi volume struktur secara 3

dimensi.8,9,45

Page 37: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

22

Gambar 2.3 Proses segmentasi B-scan di mata normal menunjukan membrana

limitan interna pada garis kuning dan RPE pada garis merah

Dikutip dari : Waheed45

Mesin OCT yang paling awal diciptakan dikenal dengan nama Time Domain

OCT (TD-OCT). Mesin ini menggunakan satu buah detektor foton, dan A-scan

diciptakan dengan menggerakan kaca untuk mengubah jalur dari reference beam

hingga menyerupai kedalaman aksial yang berbeda pada jaringan target. Hal ini

menyebabkan keterbatasan kecepatan scan hingga beberapa ribu A-scans setiap

detiknya. Teknik OCT yang lebih baru, yang dikenal dengan nama Spectral Domain

(SD-OCT), Fourier Domain (FD-OCT) atau High Definition OCT (HD-OCT),

menghasilkan A-scan dengan menggunakan rangkaian detektor dan bukan

menggunakan beberapa reference beams dari kaca yang bergerak. Kecepatan scan

dari SD-OCT dapat mencapai 100.000 A-scans setiap detiknya, atau sekitar 200 kali

lebih cepat dari TD-OCT. Mesin SD-OCT yang dijual secara komersial saat ini

umumnya beroperasi dengan kecepatan 27.000-70.000 A-scans setiap detiknya.

Umumnya SD-OCT memiliki resolusi aksial 5 µm, dan resolusi lateral 20 µm

karena dibatasi oleh difraksi yang disebabkan struktur anatomi pupil. Resolusi

tinggi dari SD OCT dapat digunakan untuk mengukur ketebalan berbagai lapisan

retina, termasuk RNFL dan lapisan sel ganglion. Pemeriksaan ketebalan sel

Page 38: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

23

ganglion dan RNFL dengan menggunakan modalitas OCT dapat mendeteksi

perubahan neurodegeneratif yang terjadi pada retina secara secara dini. Swept

Source OCT (SS-OCT) merupakan jenis perangkat OCT yang lebih baru dan lebih

sering digunakan untuk kepentingan penelitian. SS-OCT memiliki beberapa

keutungan diantaranya kecepatan scan hingga mencapai 100.000-400.000 A-scans

setiap detiknya serta visualisasi struktur yang lebih jelas.8,10,45,46

Gambar 2.4 Hasil Ganglion Cell Analysis (GCA) pada pencitraan OCT

Dikutip dari : Carl Zeiss Meditec47

Cirrus HD-OCT 5000 (Carl Zeiss Meditec) merupakan suatu SD-OCT dengan

kecepatan scan sebanyak 27.000-68.000 A-scans setiap detiknya, ketebalan A-scan

2.00 mm, resolusi aksial 5 µm, dan resolusi transversal 15 µm pada jaringan.

Macular cube scan 512x128 menghasilkan cube of data dengan garis-garis

berbentuk persegi 6 mm yang terdiri dari 128 garis scan horizontal, masing-masing

Page 39: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

24

terdiri dari 512 A-scan dan central horizontal B-scan. Analisis ketebalan sel

ganglion pada area makula dapat dilakukan dengan memilih modalitas Ganglion

Cell Analysis (GCA) dari hasil macular cube scan yang didapat. Analisis sel

ganglion pada GCA mengukur total ketebalan yang dihasilkan oleh lapisan sel

ganglion ditambah dengan lapisan pleksiform dalam.

Gambar 2.5 Hasil analisis Optic Nerve Head (ONH) dan RNFL pada pencitraan OCT

Dikutip dari : Carl Zeiss Meditec47

Optic disc cube scan 200x200 menghasilkan cube of data dengan garis-garis

berbentuk persegi 6 mm yang terdiri dari 200 garis scan horizontal, masing-masing

terdiri dari 200 A-scan. Analisis ketebalan lapisan RNFL dihasilkan melalui moda

analisis Optic Nerve Head (ONH) dan RNFL. Interpretasi kuantitatif suatu hasil

scan OCT ditentukan oleh ketepatan segmentasi perangkat lunak OCT untuk

Page 40: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

25

mengidentifikasi batas terdalam dan terluar dari suatu sublayer retina, serta akurasi

penghitungan ketebalannya segmen tersebut. Ketebalan suatu lapisan dapat

dibandingkan dengan nilai pada age-matched controls untuk penilaian

normalitas.9,46,47

2.1.5 Sensitivitas Kontras

Sensitivitas kontras merupakan aspek penting dari fungsi visual seseorang.

Sensitivitas kontras memiliki peran dalam berbagai aspek visual, seperti deteksi

pergerakan, fungsi lapang pandang, mengenali pola, adaptasi gelap, serta tajam

penglihatan. Berbagai aktivitas harian seseorang membutuhkan sensitivitas kontras

yang baik, seperti membaca, mengenali wajah dan menyetir kendaraan. Seiring

dengan perkembangan zaman, pemeriksaan ketajaman visual saja dinilai belum

cukup untuk menggambarkan kualitas visual seseorang. Pemeriksaan sensitivitas

kontras merupakan pemeriksaan fungsi visual yang dianggap penting selain

pemeriksaan tajam penglihatan. Pemeriksaan sensitivitas kontras bermanfaat untuk

mendapatkan informasi lebih jauh mengenai besarnya dampak disfungsi visual

terhadap kemampuan fungsional seseorang.48,49 Beberapa kondisi disfungsi visual

seperti katarak, glaukoma, dan retinopati diabetik diketahui dapat menyebabkan

penurunan sensitivitas kontras.26

Kontras memberikan gambaran ukuran perbedaan pola gelap atau terang suatu

objek dibandingkan dengan latarnya. Kontras paling minimal yang dibutuhkan

untuk dapat melihat suatu target disebut Contrast threshold. Sensitivitas memiliki

nilai yang berbanding terbalik dengan contrast threshold. Seseorang yang

Page 41: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

26

membutuhkan kontras tinggi untuk melihat suatu target dikatakan memiliki

sensitivitas kontras yang rendah, begitu juga sebaliknya. Sine-wave gratings

merupakan suatu stimulus terang dan gelap yang berulang. Satu pasang garis terang

dan gelap membentuk satu siklus. Ketebalan gratings dinilai dari frekuensi spasial

yang dimilikinya, dalam satuan siklus per derajat atau cycles per degree (cpd).

Frekuensi spasial yang tinggi memiliki jumlah siklus yang lebih banyak per derajat

visual, atau dapat dikatakan bahwa gratings yang dimiliki semakin halus. Frekuensi

spasial yang rendah memiliki garis terang dan gelap yang lebih tebal sehingga

jumlah siklus yang dimiliki lebih sedikit pada satu derajat. Fungsi sensitivitas

kontras merupakan suatu plot sensitivitas kontras pada berbagai frekuensi

spasial.48,50

Gambar 2.6 Frekuensi Spasial

Dikutip dari : Skalicky24

Campbell dan Robson menyatakan teori bahwa neuron-neruon pada korteks

visual memproses berbagai frekuensi spasial yang berbeda dari jalur visual. Teori

multipel kanal sistem visual menunjukan bahwa sel-sel retina memproses informasi

dengan ukuran spesifik sementara menyaring ukuran lainnya yang tidak sesuai.

Page 42: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

27

Seseorang dapat mengalami penurunan sensitivitas kontras dengan tajam

penglihatan normal, tergantung dari frekuensi spasial yang dipengaruhi oleh

kondisi okular yang dialaminya.49 Berbagai kondisi okular yang berbeda diduga

akan menghasilkan fungsi sensitivtas kontras yang berbeda, namun hingga saat ini

belum dapat dibuktikan secari pasti. Terdapat tiga tipe kelasifikasi dari penurunan

sensitivitas kontras. Tipe 1 menunjukan penurunan sensitivitas kontras pada

frekuensi spasial tinggi, dengan sensitivitas kontras yang normal pada frekuensi

spasial rendah. Tipe 2 menunjukan penurunan sensitivitas kontras pada seluruh

frekuensi spasial. Penurunan sensitivitas kontras tipe 3 umumnya menunjukan

frekuensi spasial tinggi yang normal dan penurunan sensitivitas kontras pada

frekuensi spasial yang rendah. Penurunan sensitivitas kontras tipe 3 telah ditemukan

pada pasien dengan neuritis optik, lesi jaras penglihatan, serta pasien diabetes.48

Penelitian oleh Safi dkk menemukan bahwa kontras sensitivitas pada pasien DM

tanpa adanya tanda klinis retinopati diabetik terjadi pada semua spektrum frekuensi

spasial, sehingga dapat diperkirakan DM menyebabkan gangguan secara global

pada retina dan jaras penglihatan.26

Respon sel ganglion terhadap stimulus akan menurun seiring dengan makin

sedikitnya perbedaan kontras antara dua bidang.34,49 Perubahan sel parenkima retina

dapat ditemukan pada awal perjalanan DM, seperti reaktivitas sel glial, perubahan

metabolisme glutamat, serta kematian sel neuron. Beberapa penelitian telah

menemukan adanya penurunan minimal pada sensitivitas kontras dan persepsi

warna pada pasien dengan DM tanpa adanya retinopati diabetik yang tampak secara

klinis.26,38

Page 43: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

28

Penurunan sensitivitas kontras pada pasien DM akan memburuk seiring dengan

progresivitas DR, namun pada sebagian orang penurunan sensitivitas kontras dapat

terjadi sebelum adanya onset klinis dari DR. Penurunan sensitivitas kontras

dilaporkan dapat ditemukan dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset DM. Penelitian

oleh Safi dkk menemukan bahwa terdapat penurunan sensitivitas kontras pada

subjek dengan diabetes sebelum muncul tanda-tanda klinis dari retinopati diabetik.

Penurunan sensitivitas kontras dapat ditemukan pada tajam penglihatan normal,

atau sebelum terdeteksinya penurunan tajam penglihatan dengan kartu Snellen,

sehingga penurunan sensitivitas kontras diprediksikan sebagai suatu tanda awal

disfungsi visual.26,38,50

2.1.5.1. Uji Sensitivitas Kontras

Secara garis besar terdapat dua jenis pemeriksaan sensitivitas kontras dengan

metode yang berbeda, yaitu menggunakan optotip dan sine-wave grating. Beberapa

contoh pemeriksaan menggunakan chart dengan grating diantaranya adalah Arden

Plates, Cambridge gratings, Functional Acuity Contrast Test (FACT) dan CSV-

1000. Tes Lea, Pelli-Robson, serta Mars merupakan bentuk tes sensitivitas kontas

dengan menggunakan beragam optotip. Setiap jenis pemeriksaan sensitivitas

kontras memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Sine-wave grating

chart dapat menguji sensitivitas kontras pada beragam frekuensi spasial, sehingga

tes jenis ini dapat mengukur fungsi sensitivitas kontras yang tidak dapat dihasilkan

dengan menggunakan optotip. Tes dengan grating seperti CSV-1000 memiliki 8

derajat kontras dan jarak antara kontras sebesar 0.15 dan 0.30 log unit. Tes optotip

Page 44: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

29

memiliki keunggulan berupa nilai jarak antar kontras yang lebih kecil, serta rentang

kontras yang lebih besar. Kerugian dari tes optotip adalah tes tesebut membutuhkan

kemampuan literasi untuk dapat mengenali optotip, serta dapat terjadi beberapa

masalah teknis dalam pemeriksaan seperti pencahayaan yang tidak merata di

seluruh permukaan chart, serta cetakan optotip yang dapat mulai pudar.48,50

Tes kontras CSV-1000 merupakan salah satu tes kontras dengan menggunakan

grating yang memiliki sistem retroiluminasi. Sistem retroiluminasi pada tes ini

memiliki keuntungan memberikan pencahayaan merata pada seluruh permukaan tes

dengan ukuran iluminasi rata-rata 85 candela/m2. Pemeriksaan dilakukan pada jarak

8 kaki atau 2,5 meter. Tes kontras CSV-1000 terdiri dari 4 frekuensi spasial, yaitu

3, 6, 12, dan 18 cpd. Masing-masing frekuensi spasial terdiri 17 lingkaran, 1

lingkaran besar atau sample patch di ujung kiri dan 16 lingkaran lebih kecil

berdiameter 1,5 inci disebelah kanan dari sample patch. Enam belas lingkaran

tersebut tersusun menjadi 8 kolum lingkaran yang berpasangan dalam 2 baris.

Hanya 1 buah lingkaran dari setiap pasang lingkaran memiliki grating, sementara

pasangan dari lingkaran tersebut tidak memiliki grating atau polos. Nilai kontras

pada setiap lingkaran makin menurun dari sisi kiri ke kanan.49,51,52

Page 45: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

30

Gambar 2.7 Tes Sensitivitas Kontras CSV-1000 Dikutip dari : Heravian52

Sensitivitas kontras pada setiap baris memiliki rentang 0,70 – 2,08 log unit untuk

3 cpd, 0,91 – 2,29 log unit untuk 6 cpd, 0,61 – 1,99 log unit untuk 12 cpd dan 0,17

– 1,55 log unit untuk 18 cpd. Perbedaan kontras antara sample patch dan lingkaran

di kolum 1 adalah 0,3 log unit. Setiap lingkaran pada kolum 1 hingga 8 memiliki

penurunan kontras yang bertahap. Penurunan kontras antara lingkaran di kolum 1

hingga 3 masing-masing memiliki jarak 0,17 log unit, sementara setiap lingkaran

di kolum 3 hingga 8 memiliki perbedaan kontras sebesar 0,15 log unit. Nilai log

unit terakhir yang dapat disebutkan dengan benar oleh pasien di setiap frekuensi

spasial dicatat sebagai nilai sensitivitas kontras pada frekuensi spasial

tersebut.49,51,52 Penurunan sensitivitas kontras senilai 0.3 logCS unit diketahui

memiliki pengaruh terhadap kemampuan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari

dan kualitas hidup seseorang.50

Page 46: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

31

Tabel 2.1 Sistem Penilaian CSV-1000

Urutan

Lingkaran

Baris A - 3 cpd

(Log unit)

Baris B - 6 cpd

(Log unit)

Baris C – 12 cpd

(Log unit)

Baris D - 18 cpd

(Log unit)

0 0,70 0,91 0,61 0,17

1 1,00 1,21 0,91 0,47

2 1,17 1,38 1,08 0,64

3 1,34 1,55 1,25 0,81

4 1,49 1,70 1,40 0,96

5 1,63 1,84 1,54 1,10

6 1,78 1,99 1,69 1,25

7 1,93 2,14 1,84 1,40

8 2,08 2,29 1,99 1,55 Sumber : Vector Vision53

Kemampuan suatu alat uji sensitivitas kontras untuk menggambarkan kualitas

penglihatan bergantung kepada akurasinya. Akurasi merupakan hasil dari

pengukuran dari uji validitas maupun reabilitas. Penelitian oleh Pomerance dkk

menemukan uji reliabilitas test-retest yang baik bagi alat CSV-1000 pada penderita

glaukoma. Reliabilitas CSV-1000 dinyatakan lebih baik dibandingkan dengan uji

Pelli-Robson ataupun uji grating lain, yaitu Vistech FDT. Penelitian oleh Richman

dkk juga menemukan bahwa diantara tes grating lainnya, tes CSV-1000 memiliki

reabilitas yang terbaik. Penelitian Kelly dkk untuk mengetahui reabilitas CSV-1000

pada orang dewasa dan anak dengan penglihatan normal menemukan angka

Coefficient of Reliability (COR) yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian

oleh Pomerance dkk, atau dengan kata lain reliabilitas yang ditemukan tidak sebaik

oleh penelitian Pomerance dkk. Angka COR paling kecil, atau paling baik,

ditemukan pada frekuensi spasial 6 dan 18 cpd. Pada penelitian ini ditemukan nilai

Interclass Correlation Coeficient (ICC) yang signifikan secara statistik pada

frekuensi spasial 6 dan 18 cpd, yaitu sebesar 0.65 dan 0.56, keduanya

Page 47: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

32

menggambarkan reliabilitas moderat. Sementara pada 3 dan 12 cpd nilai ICC

menggambarkan reliabilitas yang buruk.49,51,54

2.2 Kerangka Pemikiran

Retinopati diabetik merupakan komplikasi okular yang terjadi akibat DM, dan

merupakan salah satu penyebab utama gangguan penglihatan di dunia. Sebelum

tampak manifestasi klinis retinopati diabetik, kondisi hiperglikemia pada DM

menyebabkan berbagai perubahan pada tingkat selular.11,31,37

Tingginya kadar ROS disertai dengan penurunan antioksidan pada kondisi DM

menyebabkan kerusakan mitokondria yang menginduksi terjadinya apoptosis.

Paparan tinggi hiperglikemia juga menyebabkan tingginya kadar AGEs. Ikatan

AGEs dan reseptornya, RAGE, menyebabkan timbulnya stres oksidatif. Kondisi

DM menyebabkan aktivasi sistem renin angiotensin yang terdapat secara lokal pada

retina. Ikatan antara angiotensin II dan reseptor AT1R juga menyebabkan stres

oksidatif pada sel neuron retina. Peningkatan konsentrasi glutamat pada DM

menyebabkan gangguan eksitatori pada neuron sehingga terjadi kondisi

eksitotoksisitas yang menyebabkan apoptosis sel. Apoptosis yang terjadi

menyebabkan reaktivitas sel glial. Reaktivitas sel glial sendiri menginduksi faktor

pro apoptotik. Hubungan antara apoptosis dan reaktivitas sel glial diperkirakan

berjalan secara dua arah. Berbagai penelitian telah menemukan bahwa pada sel

neuron retina penderita DM ditemukan adanya penurunan faktor-faktor

neuroprotektif dan tingginya berbagai faktor pro apoptotik, sehingga dapat

ditemukan tingginya apoptosis pada sel ganglion retina pada kondisi DM.31,40,41,44

Page 48: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

33

Neurodegenerasi retina yang terjadi pada fase awal DM sulit untuk dideteksi

secara klinis. Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan suatu perangkat

yang memiliki kemampuan untuk menggambarkan secara detil struktur okular

secara non-invasif. Apoptosis sel ganglion yang terjadi pada fase awal kondisi DM

dapat menyebabkan penurunan ketebalan pada lapisan sel ganglion retina dan

lapisan RNFL. Apoptosis merupakan suatu kematian sel terprogram dengan

serangkaian perubahan morfologi sel pada prosesnya, sehingga menghasilkan suatu

bentuk akhir berupa sel mati berukuran kecil dan mudah untuk dicerna oleh sel

makrofag lokal, yaitu sel-sel glial retina.10–12,15,46

Kehilangan sel ganglion akibat apoptosis disertai dengan disfungsi dari sel

ganglion yang masih bertahan menyebabkan kondisi defisit fungsional. Defisit

fungsi sel ganglion dapat terjadi sebelum perubahan morfologis mulai terdeteksi.

Seluruh stimulas visual yang dapat dilihat oleh manusia terjadi akibat respon

fisiologis sel ganglion. Hambatan transmisi aksi potensial akibat kerusakan sel

ganglion menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Sensitivitas kontras

membuat seseorang dapat membedakan hal detil dari suatu objek. Berbagai

aktivitas harian seseorang membutuhkan sensitivitas kontras yang baik, seperti

membaca dan mengenali wajah. Pemeriksaan sensitivitas kontras merupakah salah

pemeriksaan yang penting dalam menentukan fungsi visual seseorang. Tes kontras

CSV-1000 merupakan salah satu tes kontras dengan menggunakan grating. Tes

kontras CSV-1000 menilai sensitivitas kontras pada 4 frekuensi spasial, yaitu 3, 6,

12, dan 18 cpd. Frekuensi spasial 6 dan 18 cpd pada CSV-1000 dinilai memiliki

reliabilitas yang paling baik.6,16,26,32,49

Page 49: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

34

2.3 Premis dan Hipotesis

2.3.1 Premis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas maka dapat

ditarik premis sebagai berikut:

Premis 1 : Kondisi hiperglikemia pada DM menyebabkan tingginya kadar

glutamat ekstraselular, reaktivitas sel glial, stres oksidatif, induksi

dari sistem renin angiotensin, peningkatan kadar Advanced

Glycation Endproducts (AGEs), tingginya faktor pro apoptosis,

serta ketidakseimbangan dari produksi faktor neuroprotektif

retina.11,31,37

Premis 2 : Faktor-faktor tersebut memiliki peran dalam neurodegenerasi

retina akibat DM melalui apoptosis sel ganglion yang terjadi

sebelum timbul manifestasi klinis retinopati diabetik.11,31

Premis 3 : Apoptosis sel ganglion menyebabkan penurunan ketebalan dari

lapisan sel ganglion dan lapisan RNFL pada retina.9,10,15

Premis 4 : Seluruh stimulas visual yang dapat dilihat oleh manusia terjadi

akibat respon fisiologis sel ganglion. Sel ganglion tipe M dan P

pada retina memiliki peran dalam sensitivitas kontras.6,32

Premis 5 : Hambatan transmisi aksi potensial akibat kerusakan sel ganglion

menyebabkan penurunan fungsi penglihatan tahap awal yang

dapat dinilai dengan penurunan sensitivitas kontras.16,26

Page 50: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

35

2.3.2 Hipotesis

1. Terdapat hubungan positif antara ketebalan lapisan sel ganglion retina dan

sensitivitas kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati

diabetik.

2. Terdapat hubungan positif antara ketebalan lapisan RNFL dan sensitivitas

kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik.

2.4. Bagan Kerangka Pemikian

Page 51: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

36

BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah penderita Diabetes Melitus (DM) tanpa retinopati

diabetik. Populasi target pada penelitian ini adalah penderita DM yang tidak

memiliki menifestasi klinis retinopati diabetik. Populasi terjangkau adalah pasien

penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik yang terdaftar dalam

program Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Puskesmas wilayah

Kota Bandung yang bersedia untuk mengikuti penelitian dengan melakukan

pemeriksaan oftalmologi di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo

Bandung.

3.1.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis DM tipe 2 tanpa

diabetik retinopati, berusia 40 hingga 60 tahun, serta memiliki tajam penglihatan

dengan koreksi terbaik 6/6.

3.1.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah adanya tekanan bola mata > 21 mmHg,

kekeruhan pada media refraktif, miopia 6.00 D atau lebih, adanya riwayat kelainan

retina atau kelainan okular lain, riwayat operasi maupun tindakan intraokular,

riwayat hipertensi tidak terkontrol, riwayat penggunaan obat-obatan dengan efek

Page 52: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

37

toksisitas okular seperti etambutol, serta hasil pencitraan OCT dengan kekuatan

sinyal 5 atau kurang.

3.1.3 Cara Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan urutan kedatangan (consecutive

admission) yang memenuhi kriteria inklusi sampai jumlah sampel minimal

terpenuhi.

3.1.4 Penentuan Ukuran Sampel

Penentuan ukuran sampel sesuai dengan tujuan penelitiaan ini, yaitu untuk

mengetahui hubungan antara ketebalan lapisan sel ganglion retina dan sensitivitas

kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik, serta untuk

mengetahui hubungan antara ketebalan lapisan RNFL dan sensitivitas kontras pada

penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik.

Penentuan besar sampel untuk menjawab tujuan korelasi dengan menggunakan

rumus penentuan besar sampel untuk penelitian analisis korelatif numerik, sehingga

ditentukan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

2

30.5ln(1 ) /(1 )

Z Zn

r r

+ = +

+ −

Keterangan :

Z = deviat baku alfa Z = deviat baku beta

r = korelasi minimal yang dianggap bermakna

Page 53: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

38

Rumus penentuan besar sampel untuk penelitian analisis korelatif dengan

kesalahan tipe 1 ditetapkan sebesar 5%, sehingga 1,96Z = . Kesalahan tipe 2

ditetapkan sebesar 5%, maka didapat nilai 1,64Z = . r = korelasi minimal yang

dianggap bermakna berdasarkan statistik sebesar 0,5.

Maka :

2

1.96 1.643

0.5ln(1 0.5) /(1 0.5)n

+= +

+ −

23.6

30.5ln1.5 / 0.5

n

= +

42,95 3 45,95 46n = + =

Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk menjawab tujuan korelasi dalam

penelitian ini paling sedikit sejumlah 46 mata.

Perhitungan ukuran sampel minimal untuk menjawab tujuan penelitian analisis

regresi linear menggunakan rumus ukuran sampel dengan tujuan untuk analisis

regresi liner. Penelitian ini menggunakan tingkat ketelitian satu (α) 5% atau

Kesalahan tipe satu 5%, dengan tingkat kepercayaan 95%, sehingga diperoleh nilai

Z = 1,96. Tingkat ketelitian dua (𝛽) atau Kesalahan tipe 2 sebesar 20%, maka

didapat nilai 𝑍𝛽 = 0,84. Dengan nilai R2 yang ditetapkan sebesar 0,2, maka

diperoleh ukuran sampel minimal untuk analisis regresi linear sederhana sebesar 42

mata. Ditambah dengan kejadian drop out 10% maka diambil sampel sebesar 47

Page 54: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

39

mata. Berdasarkan ukuran sampel minimal yang ditetapkan maka penelitian ini

mengambil ukuran sampel minimal yang terbesar, yaitu sebesar 47 mata.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah studi observasi analitik cross-sectional atau

potong lintang dengan melakukan pemeriksaan Optical Coherence Tomography

(OCT) dan pemeriksaan sensitivitas kontras pada pasien DM tanpa manifestasi

klinis retinopati diabetik.

3.2.1 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1.1 Identifikasi Variabel

Variabel bebas pada penelitian ini adalah nilai ketebalan lapisan sel ganglion

dan RNFL. Variabel terikat pada penelitian ini adalah nilai sensitivitas kontras.

3.2.1.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ketebalan

sel ganglion

retina

Analisis ketebalan sel ganglion

pada area makula dilakukan

dengan memilih modalitas

Ganglion Cell Analysis (GCA)

dari hasil macular cube scan.

Analisis GCA mengukur total

ketebalan yang dihasilkan oleh

lapisan sel ganglion ditambah

dengan lapisan pleksiform

dalam

OCT Mikrometer

(µm) Numerik

Ketebalan

lapisan

RNFL

Analisis ketebalan lapisan

RNFL didapatkan melalui moda

analisis Optic Nerve Head

(ONH) dan RNFL yang

dihasilkan dari optic disc cube

scan.

OCT Mikrometer

(µm) Numerik

Page 55: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

40

Sensitivitas

kontras

Kemampuan seseorang untuk

menilai suatu target

berdasarkan perbedaan kontras

pada target tersebut. Tes

kontras CSV-1000 menilai

sensitivitas kontras pada 4

frekuensi spasial, yaitu 3, 6, 12,

dan 18 cpd, dengan frekuensi 6

dan 18 cpd memiliki reliabilitas

terbaik.

CSV-1000 LogUnit CS Numerik

Durasi DM

Waktu sejak ditegakkan

diagnosis DM hingga waktu

pemeriksaan

Wawancara Tahun Numerik

3.2.2 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.2.1 Alat dan Bahan

1. Formulir

2. Kartu Snellen

3. Chart CSV-1000

4. Non kontak tonometri

5. Lampu celah

6. Perangkat OCT

3.2.2.2 Persiapan Sebelum Penelitian

1. Rancangan penelitian diajukan ke Komite Etik Penelitian Kesehatan

(ethical clearance).

2. Peneliti mengubungi narahubung program Prolanis di puskesmas-

puskesmas yang berada di wilayah Kota Bandung. Peserta Prolanis yang

memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan secara lisan mengenai

prosedur pemeriksaan serta kegunaan penelitian. Jika pasien dan keluarga

setuju dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka akan

Page 56: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

41

diberikan lembar surat persetujuan (informed consent) untuk

ditandatangani.

3. Pasien yang telah menandatangani lembar surat persetujuan diberikan

jadwal untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di Rumah Sakit Mata

Cicendo. Dilakukan pencatatan identitas pasien yang berpartisipasi, serta

dilakukan anamnesis, pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan

tekanan intraokular, pemeriksaan segmen anterior bola mata dengan

menggunakan lampu celah, serta pemeriksaan sensitivitas kontras. Pasien

diberikan tetes midriatika untuk dilatasi pupil. Pemeriksaan segmen

posterior dengan oftalmoskopi indirek, foto fundus 7 lapang pandang dan

OCT dilakukan dalam keadaan pupil terdilatasi maksimal.

3.2.2.3 Prosedur Pemeriksaan Sensitivitas Kontras

1. Pasien duduk dengan jarak 8 kaki atau 2,5 m dari chart CSV-1000 dengan

koreksi terbaik terpasang. Retroiluminasi pada chart harus dalam posisi

dinyalakan pada saat pemeriksaan berlangsung.

2. Pemeriksaan dilakukan satu persatu pada mata kanan lalu kiri, namun tidak

keduanya. Mata yang tidak sedang dilakukan pemeriksaan ditutup.

3. Pemeriksaan dilakukan satu persatu pada setiap frekuensi spasial, dimulai

dari frekuensi spasial 3 cpd atau baris A, dilanjutkan dengan frekuensi

spasial 6, 12, lalu 18 cpd, atau baris B, C, lalu D.

4. Sample patch atau lingkaran dengan diameter terbesar yang berada pada

sebelah kiri pada setiap frekuensi spasial ditunjukan kepada pasien, setelah

Page 57: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

42

itu pasien diminta untuk mengidentifikasi lingkaran mana diantara 2

lingkaran di setiap kolum yang memiliki grating. Pasien diberikan 3 pilihan

jawaban, yaitu lingkaran yang memiliki grating atau garis berada di atas,

bawah, atau tidak terlihat adanya grating di kedua lingkaran.

5. Nilai pada kolum terakhir dimana pasien dapat mengidentifikasi lingkaran

yang memiliki grating dengan benar dicatat sebagai nilai log unit yang

dimiliki pasien pada setiap frekuensi spasial.

3.2.2.4 Prosedur Pemeriksaan Optical Coherence Tomography

1. Bersihkan sandaran dagu dan dahi pada mesin dengan menggunakan

alkohol.

2. Sesuaikan tinggi meja agar pasien dapat duduk dengan nyaman.

3. Pilih jenis scan yang akan kita lakukan pada mesin OCT, kemudian tunggu

sandaran dagu bergerak secara otomatis menyesuaikan dengan jenis scan

yang akan kita lakukan. Minta pasien untuk meletakan dagu pada sandaran

dagu yang telah selesai bergerak dengan sempurna.

4. Pemeriksaan dilakukan satu persatu pada masing-masing mata. Pasien

diminta untuk memfokuskan pandangan pada target fiksasi di mesin,

informasikan kepada pasien agar dapat berkedip dengan normal selama

proses penyesuaian alignment oleh mesin OCT, dan instruksikan untuk

membuka mata dengan lebar selama proses pengambilan scan berlangsung.

5. Pemeriksaan ketebalan sel ganglion didapatkan dengan memilih jenis scan

berupa macular cube scan 512x128, kemudian pilih modalitas Ganglion

Page 58: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

43

Cell Analysis dari hasil macular cube scan yang didapat. Nilai yang tertera

pada kolom average GCL + IPL thickness pada masing-masing mata dicatat

sebagai nilai ketebalah sel ganglion.

6. Pemeriksaan ketebalan lapisan RNFL didapatkan dengan memilih jenis

scan berupa optic disc cube scan 200x200, kemudian pilih modalitas ONH

and RNFL Analysis dari hasil optic disc cube scan yang didapat. Nilai yang

tertera pada kolom average RNFL thickness pada masing-masing mata

dicatat sebagai nilai ketebalah lapisan RNFL.

7. Informasikan kepada pasien agar dapat mengangkat wajah dari sandaran

dahi dan dagu apabila hasil scan yang sesuai telah berhasil didapatkan.

3.2.3 Rancangan Analisis Data

Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah data

menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dimulai dari:

1. Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan

2. Coding, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan.

3. Data entry yaitu memasukkan data, yakni hasil pemeriksaan dan

pengukuran subjek penelitian yang telah di-coding, dimasukan ke dalam

program komputer. Data dimasukkan oleh satu orang.

4. Cleaning, yaitu apabila semua data dari responden telah selesai

dimasukkan, dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan

dan ketidaklengkapan, kemudian dilakukan koreksi.

Page 59: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

44

3.2.3.1 Uji Regresi Linear

3.2.3.1.1 Uji Asumsi Klasik

Syarat asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi linear sebelum data

tersebut dianalisis sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah suatu data memiliki

distribusi yang normal atau tidak. Pengujian data diperlukan karena hasil uji

statistik akan diinterpretasikan ke dalam parameter dalam populasi. Suatu data

dalam populasi akan memiliki distribusi normal, oleh karena ittu data dalam

sampel, terutama sampel kecil, harus memiliki distribusi normal juga.

2. Uji Heterokedastisitas

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain,

atau situasi tidak konstannya varians pada masing-masing variabel independen. Jika

varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heterkedastisitas. Model regresi yang

baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas artinya asumsi homoskedastisitas

terpenuhi. Pengujian menggunakan grafik scatterplot dengan kriteria sebagai

berikut:

Page 60: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

45

1. Jika data membentuk suatu pola tertentu, seperti titik – titik yang

membentuk pola yang teratur, maka dapat dikatakan terjadi

heterokedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas atau titik – titik menyebar di atas dan di

bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat dikatakan tidak terjadi

heteroskedastisitas atau terjadi homokedastisitas.

3.2.3.1.2 Analisis Regresi Linear Sederhana

Analisis regresi linear sederhana adalah hubungan secara linear antara satu

variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini digunakan

untuk mengetahui seberapa kuatnya arah hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan

atau penurunan. Bentuk umum persamaan regresi linear adalah:

Y = ɑ + bX

Keterangan:

Y = Variabel dependen

X = Variabel independen

ɑ = Konstanta (nilai Y apabila X = 0)

b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)

Page 61: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

46

3.2.3.2 Uji Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.

Pengujian hipotesis berguna untuk menentukan hubungan atau interaksi secara

signifikan variabel X dengan variabel Y. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian

ini diuji dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana.

Koefisien determinasi dilambangkan dengan R2. Nilai ini menyatakan proporsi

variasi keseluruhan dalam nilai variabel terikat yang dapat diterangkan atau

diakibatkan oleh hubungan linear dengan variabel bebas.

Kriteria kemaknaan hasil uji statistik yang digunakan adalah nilai p. Nilai p ≤

0,05 dikatakan signifikan atau bermakna secara statistika, sementara p>0,05 tidak

signifikan atau tidak bermakna secara statistik. Data yang diperoleh dicatat dalam

formulir khusus kemudian diolah melalui program SPSS versi 24.0 for Windows.

3.2.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Kota dan Kabupaten Bandung serta Pusat

Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dari bulan Januari hingga

Maret 2020.

3.2.5 Implikasi/Aspek Etik Penelitian

Penelitian ini berpedoman pada 3 prinsip dasar penelitian manusia dengan

memperhatikan hal-hal berikut :

A. Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia (respect for person)

Page 62: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

47

1) Subjek penelitian dan kontrol memiliki hak untuk bertanya dan

berkonsultasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian

secara jelas.

2) Keikutsertaan subjek dalam penelitian dilakukan secara sukarela dan

sadar, dan sewaktu-waktu dapat mempergunakan haknya untuk

menghentikan keikutsertaan dalam penelitian tanpa paksaan.

B. Prinsip bermanfaat dan tidak merugikan (beneficience and non-

maleficience)

1) Penelitian yang dilakukan akan memberikan manfaat kepada subjek

penderita DM dan kontrol dengan mendapatkan pemeriksaan dasar

mata, pemeriksaan OCT, serta pemeriksaan sensitivitas kontras yang

dapat secara dini mendeteksi perubahan struktur dan fungsi retina

pasien.

2) Rasa tidak nyaman mungkin timbul pada saat pemeriksaan akibat

pemeriksaan dengan berbagai alat mata, serta rasa silau dapat timbul

akibat obat tetes yang digunakan untuk melebarkan pupil, namun efek

yang timbul tidak berbahaya bagi pasien.

C. Prinsip keadilan (justice)

Seluruh subjek pada penelitian ini diperlakukan secara seragam, dengan

menggunakan cara dan alat terstandar oleh dokter spesialis mata.

Page 63: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

48

3.4 Skema Alur Penelitian

Peserta Prolanis Puskesmas yang telah dilakukan penapisan

retinopati diabetik dan memenuhi kriteria inklusi diberikan

penjelasan mengenai penelitian, pasien yang bersedia mengikuti

penelitian menandatangani formulir informed consent

Anamnesis, pemeriksaan visus, tekanan intraokular, segmen anterior

bola mata, serta sensitivitas kontras

Dilatasi pupil dengan penetesan tropikamid 1% pada setiap mata

Pemeriksaan segmen posterior bola mata dan OCT

Dokumentasi hasil

Analisis data

Page 64: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sejumlah 32 orang penderita DM dari program Prolanis diberikan

informasi mengenai penelitian dan dimintai persetujuannya, kemudian pasien

diberikan jadwal untuk dilakukan pemeriksaan oftalmologis secara lengkap di Pusat

Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Sejumlah 47 mata dari 32 penderita

DM tanpa retinopati diabetik yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan pada

penelitian ini.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan berdasarkan urutan

kedatangan (consecutive admission) hingga jumlah sampel terpenuhi. Seluruh

sampel yang diambil mempunyai karakteristik seperti tercantum pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek

Variabel N=32

Usia (tahun)

Median 53.00

Rentang (min-maks) 42.00-60.00

Jenis Kelamin

Laki-laki 7 (21.87%)

Perempuan 25 (78.12%)

Durasi DM (tahun)

Median 5.00

Rentang (min-maks) 1.00-11.00

Page 65: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

50

Rerata usia keseluruhan pada penelitian ini adalah 52.28±5.136 tahun. Jumlah

subjek pada penelitian ini adalah 32 orang, yang terdiri dari 7 subjek laki-laki atau

sebesar 21.87% dan 25 subjek perempuan atau sebanyak 78.12%. Rerata durasi DM

adalah 5.62±2.558 tahun.

Tabel 4.2 Karakteristik Klinis

Variabel N=47 (mata)

Sensitivitas Kontras 3 cpd (logCS)

Rerata ± Standar Deviasi 1.34±0.236

Sensitivitas Kontras 6 cpd (logCS)

Rerata ± Standar Deviasi 1.54±0.339

Sensitivitas Kontras 12 cpd (logCS)

Rerata ± Standar Deviasi 1.24±0.307

Sensitivitas Kontras 18 cpd (logCS)

Rerata ± Standar Deviasi 0.81±0.311

Ketebalan lapisan sel ganglion (µm)

Rerata ± Standar Deviasi 82.17±7.963

Ketebalan lapisan RNFL (µm)

Rerata ± Standar Deviasi 98.09±9.833

Pemeriksaan sensitivitas kontras dan pencitraan OCT telah dilakukan terhadap

47 mata, baik mata kanan ataupun mata kiri, dari 32 orang penderita DM tanpa

retinopati diabetik yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria

eksklusi. Karakteristik hasil pemeriksaan dari 47 mata tersebut dapat dilihat pada

Tabel 4.2.

4.1.2 Hasil Uji Regresi Linear

` Regresi linear sederhana adalah analisis untuk mengetahui hubungan secara

linear antara variabel independen terhadap variabel dependen. Sebagai syarat uji

regresi linear pada penelitian ini, telah terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik

Page 66: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

51

pada data dengan uji normalitas dan heterokedastisitas. Tabel 4.3 menunjukan hasil

uji regresi linear sederhana antara variabel ketebalan sel ganglion (X) dan

sensitivitas kontras (Y). Berdasarkan hasil uji keberartian model, nilai signifikansi

uji regresi linear antara variabel ketebalan sel ganglion dengan sensitivitas kontras

6 cpd dan 18 cpd memiliki nilai < 0.005, sehingga dapat disimpulkan bahwa uji

regresi linear pada variabel-variabel tersebut layak untuk digunakan.

Tabel 4.3 Hasil Uji Regresi Linear Ketebalan Lapisan Sel Ganglion (X) terhadap

Sensitivitas Kontras (Y)

Variabel Nilai p ɑ b R2

Sensitivitas Kontras 3 cpd 0.682 1.485 -0.002 0.004

Sensitivitas Kontras 6 cpd 0.008* 0.210 0.016 0.145

Sensitivitas Kontras 12 cpd 0.932 1.277 0.000 0.000

Sensitivitas Kontras 18 cpd 0.000* -0.782 0.019 0.247 Keterangan : ɑ = nilai konstanta, b = koefisien regresi, * p < 0.05

Persamaan regresi linear adalah sebagai berikut : Y = ɑ + bX. Berdasarkan nilai

konstanta dan koefisien regresi pada tabel 4.3, maka dapat dilakukan perhitungan

terhadap nilai sensitivitas kontras pada frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd pada

suatu ketebalan sel ganglion tertentu. Sensitivitas kontras 6 cpd memiliki nilai

konstanta (ɑ) sebesar 0.210 dan koefisien regresi (b) 0.016. Nilai-nilai tersebut

dapat dimasukan ke dalam persamaan regresi linear untuk mendapatkan nilai

sensitivitas kontras 6 cpd (Y) pada suatu ketebalan sel ganglion tertentu (X). Hal

yang sama juga dapat dilakukan dengan memasukan nilai nilai konstanta (ɑ)

sebesar -0.782 dan koefisien regresi (b) 0.019 ke persamaan regresi linear untuk

menghitung sensitivitas kontras 18 cpd (Y) pada suatu nilai ketebalan sel ganglion

(X). Koefisien regresi yang memiliki nilai positif pada keduanya menunjukan

Page 67: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

52

bahwa apabila nilai ketebalan sel ganglion semakin rendah, maka akan semakin

rendah pula nilai sensitivitas kontras yang didapatkan pada frekuensi spasial 6 cpd

dan 18 cpd, begitu pula jika nilai ketebalan sel ganglion semakin tinggi maka

sensitivitas kontras akan semakin tinggi pula.

(A)

(B)

Gambar 4.1 Grafik hubungan variabel ketebalan sel ganglion dan sensitivitas

kontras frekuensi spasial 6 cpd (A) dan 18 cpd (B)

Koefisien determinasi dapat digunakan untuk melihat besarnya proporsi variabel

terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya. Berdasarkan Tabel 4.3, nilai

R2 pada sensitivitas kontras frekuensi spasial 6 cpd adalah 0.145, sehingga untuk

menghitung koefisien determinasi maka dilakukan perhitungan (0,145)2 x 100% =

Page 68: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

53

2.10%. Hal tersebut memiliki makna bahwa kemampuan variabel bebas atau

ketebalan sel ganglion dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya yaitu

sensitivitas kontras 6 cpd adalah sebesar 2,10%. Sebesar 97,90% variabel terikat

dapat dijelaskan oleh faktor lain selain variabel ketebalan sel ganglion. Melakukan

perhitungan serupa dengan nilai R2 pada sensitivitas kontas 18 cpd menghasikan

nilai koefisien determinasi 6.10%, sehingga dapat dikatakan kemampuan variabel

ketebalan sel ganglion untuk menjelaskan nilai sensitivitas kontras 18 cpd adalah

sebesar 6.10%, dengan kata lain 93.90% dapat dijelaskan oleh faktor lain.

Tabel 4.4 Hasil Uji Regresi Linear Ketebalan Lapisan RNFL (X) terhadap

Sensitivitas Kontras (Y)

Variabel Nilai p ɑ b R2

Sensitivitas Kontras 3 cpd 0.576 1.532 -0.002 0.007

Sensitivitas Kontras 6 cpd 0.000* -1.551 0.032 0.836

Sensitivitas Kontras 12 cpd 0.245 1.766 -0.005 0.030

Sensitivitas Kontras 18 cpd 0.000* -1.621 0.025 0.614 Keterangan : ɑ = nilai konstanta, b = koefisien regresi, * p < 0.05

Berdasarkan hasil uji keberartian model pada Tabel 4.4, nilai signifikansi uji

regresi linear antara variabel ketebalan lapisan RNFL dengan sensitivitas kontras 6

cpd dan 18 cpd memiliki nilai < 0.005, sehingga hasil uji regresi linear pada pada

variabel tersebut layak untuk digunakan. Menggunakan persamaan regresi linear Y

= ɑ + bX, dapat dilakukan pula perhitungan terhadap nilai sensitivitas kontras pada

frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd pada suatu ketebalan lapisan RNFL. Sensitivitas

kontras 6 cpd memiliki nilai konstanta (ɑ) sebesar -1.551 dan koefisien regresi (b)

0.032, sehingga dengan suatu nilai ketebalan lapisan RNFL (X) dapat dihitung nilai

sensitivitas kontras 6 cpd (Y). Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk frekuensi

Page 69: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

54

spasial 18 cpd, dengan memasukan nilai nilai konstanta (ɑ) sebesar -1.621 dan

koefisien regresi (b) 0.025 ke persamaan regresi linear untuk menghitung

sensitivitas kontras 18 cpd (Y) pada suatu nilai ketebalan lapisan RNFL (X).

Koefisien regresi yang memiliki nilai positif pada keduanya memberikan makna

bahwa apabila nilai ketebalan lapisan RNFL semakin rendah, maka nilai sensitivitas

kontras yang didapatkan pada frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd akan semakin

rendah pula, dan begitu pula sebaliknya.

(A)

(B)

Gambar 4.2 Grafik hubungan variabel ketebalan lapisan RNFL dan sensitivitas

kontras frekuensi spasial 6 cpd (A) dan 18 cpd (B)

Nilai R2 sensitivitas kontras frekuensi spasial 6 cpd pada Tabel 4.4 adalah 0.836.

Perhitungan koefisien determinasi menunjukan nilai 69.89%. Hal tersebut memiliki

makna bahwa kemampuan variabel bebas atau ketebalan lapisan RNFL dalam

Page 70: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

55

menjelaskan varians dari variabel sensitivitas kontras 6 cpd adalah sebesar 69.89%.

Hanya sebesar 30.11% dijelaskan oleh faktor lain selain variabel ketebalan sapisan

RNFL. Melakukan perhitungan serupa dengan nilai R2 pada sensitivitas kontas 18

cpd sebesar 0.614 menghasikan nilai koefisien determinasi 37.70%, sehingga dapat

dikatakan kemampuan variabel ketebalan lapisan RNFL untuk menjelaskan nilai

sensitivitas kontras 18 cpd adalah sebesar 37.70%, atau 62.30% sisanya dapat

dijelaskan oleh faktor lain.

4.2 Pengujian Hipotesis

Hipotesis 1 :

Terdapat hubungan positif antara ketebalan lapisan sel ganglion retina dan

sensitivitas kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik.

Hasil yang mendukung :

Hasil uji keberartian model regresi linear menunjukan nilai signifikansi antara

variabel ketebalan sel ganglion dengan sensitivitas kontras 6 cpd dan 18 cpd

memiliki nilai < 0.005, sehingga dapat disimpulkan bahwa uji regresi linear pada

variabel-variabel tersebut layak untuk digunakan. Koefisien regresi pada

sensitivitas kontras 6 cpd adalah 0.016, sementara pada sensitivitas kontras 18 cpd

adalah 0.019. Koefisien regresi keduanya memiliki nilai positif. Hal ini memiliki

makna bahwa apabila nilai ketebalan sel ganglion semakin rendah, maka akan

semakin rendah pula nilai sensitivitas kontras yang didapatkan pada frekuensi

spasial 6 cpd dan 18 cpd, begitu pula jika nilai ketebalan sel ganglion semakin

rendah maka sensitivitas kontras akan semakin rendah pula.

Page 71: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

56

Kesimpulan : Hipotesis pertama penelitian dapat diterima.

Hipotesis 2 :

Terdapat hubungan positif antara ketebalan lapisan RNFL dan sensitivitas

kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik.

Hasil yang mendukung

Uji keberartian model menunjukan nilai signifikansi antara variabel ketebalan

lapisan RNFL dengan sensitivitas kontras 6 cpd dan sensitivitas kontras 18 cpd

memiliki nilai < 0.005, sehingga hasil uji regresi linear pada pada variabel tersebut

layak untuk digunakan. Koefisien regresi pada sensitivitas kontras 6 cpd adalah

0.032, sementara pada sensitivitas kontras 18 cpd adalah 0.025. Koefisien regresi

keduanya memiliki nilai positif. Koefisien regresi yang memiliki nilai positif pada

keduanya memiliki arti bahwa apabila nilai ketebalan lapisan RNFL semakin

rendah, maka nilai sensitivitas kontras yang didapatkan pada frekuensi spasial 6 cpd

dan 18 cpd akan semakin rendah pula, dan begitu pula sebaliknya.

Kesimpulan : Hipotesis kedua penelitian dapat diterima.

4.3 Pembahasan

Data karakteristik pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan durasi

lama menderita DM berdasarkan anamnesis dari subjek. Pada penelitian didapatkan

jumlah mata subjek dengan jenis kelamin wanita lebih banyak dibandingkan

dengan laki-laki, yaitu sebanyak 78.12%. Rerata usia pada penelitian ini adalah

52.28 ± 5.136 tahun. Hasil tersebut sesuai dengan gambaran pasien DM di

Page 72: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

57

Indonesia yang dilaporkan oleh Riskesdas tahun 2018. Hasil Riskesdas 2018

menunjukan bahwa penderita DM di Indonesia lebih banyak berjenis kelamin

wanita dibandingkan laki-laki, dan penderita DM paling banyak berada pada

rentang usia 55 hingga 64 tahun.55

Rerata ketebalan lapisan sel ganglion pada penelitian ini adalah 82.17±7.963

mikrometer, Data normatif ras asia pada mesin Cirrus HD OCT 5000 menunjukan

ketebalan rata-rata atau average thickness pada moda analisis analisis sel ganglion

adalah 83.2±5.3 mikrometer.47 Ketebalan lapisan sel ganglion pada penelitian ini

lebih rendah dibandingkan dengan data normatif populasi asia lainnya. Penelitian

terdahulu oleh Borooah dkk menunjukan hasil serupa, yaitu terdapat penurunan

ketebalan lapisan sel ganglion secara signifikan pada penderita DM tanpa retinopati

diabetik dan retinopati diabetik ringan jika dibandingkan dengan kelompok orang

tanpa DM.9 Chhablani dkk juga menemukan penurunan ketebalan lapisan sel

ganglion pada penderita DM jika dibandingkan dengan kelompok orang normal,

namun tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan antara ketebalan di kelompok

tanpa retinopati diabetik, dengan retinopati diabetik nonproliferatif, maupun

retinopati diabetik proliferatif.18 Rerata ketebalan lapisan RNFL pada penelitian ini

adalah 98.09±9.833 mikrometer. Nilai normal ketebalan lapisan RNFL berbeda-

beda pada setiap usia. Sebuah penelitian oleh Knight dkk menemukan nilai

ketebalan rata-rata lapisan RNFL pada ras asia adalah sebesar 96.4±1.1

mikrometer.47,56

Penelitian ini menemukan nilai rerata ketebalan sel ganglion lebih rendah

dibandingkan dengan nilai data normatif ras asia, namun tidak demikian dengan

Page 73: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

58

ketebalan lapisan RNFL. Penelitian oleh Zhu dkk juga menemukan penurunan

ketebalan lapisan sel ganglion yang terjadi lebih dini dibandingkan dengan

penurunan ketebalan lapisan RNFL pada pasien DM tanpa retinopati diabetik.15

Penurunan ketebalan lapisan sel ganglion dapat terjadi akibat induksi apoptosis dari

badan sel ganglion akibat kondisi hiperglikemia pada DM.12,39

Berdasarkan hasil uji keberartian model, nilai signifikansi uji regresi linear

antara variabel ketebalan sel ganglion dengan sensitivitas kontras frekuensi spasial

6 cpd dan 18 cpd, serta antara variabel ketebalan lapisan RNFL dan sensititas

kontras frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd memiliki nilai < 0.005. Hal ini memiliki

makna bahwa uji regresi linear antara variabel-variabel tersebut layak untuk

digunakan. Koefisien regresi (b) pada keempatnya memiliki nilai 0.016, 0.019,

0.032 dan 0.025. Seluruh koefisien regresi ini memiliki nilai positif, artinya apabila

nilai ketebalan lapisan sel ganglion atau lapisan RNFL semakin rendah, maka nilai

sensitivitas kontras yang didapatkan pada frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd akan

semakin rendah pula, dan begitu pula sebaliknya. Sensitivitas kontras pada manusia

diketahui memiliki kaitan erat dengan respon fisiologis dari sel ganglion.24

Penelitian ini menemukan hubungan yang bernilai positif antara ketebalan lapisan

sel ganglion dan lapisan RNFL dengan sensitivitas kontras pada frekuensi spasial 6

cpd dan 18 cpd, atau pada frekuensi spasial sedang-rendah maupun tinggi.

Hingga saat ini masih terdapat perdebatan mengenai pengaruh DM pada

sensitivitas kontras dan pada frekuensi spasial manakah pengaruh tersebut

ditemukan. Penelitian oleh Safi dkk dan Zhu dkk menemukan bahwa kondisi DM,

walau tanpa disertai adanya retinopati diabetik, dapat mempengaruhi sensitivitas

Page 74: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

59

kontras pada seluruh frekuensi spasial.15,26 Penelitian oleh Heravian dkk dengan

menggunakan alat uji CSV-1000 menunjukan pasien DM tanpa retinopati diabetik

maupun dengan retinopati diabetik mengalami penurunan sensitivitas kontras pada

frekuensi spasial 3, 6, dan 18 cpd, namun tidak pada 12 cpd.52 Penelitian oleh

Beszédesová dkk menemukan penurunan sensitivitas kontras pada frekuensi spasial

6, 12, dan 18 cpd pada penderita retinopati diabetik nonproliferatif ringan jika

dibandingkan dengan penderita DM tanpa retinopati diabetik, namun tidak

ditemukan pada frekuensi spasial 3 cpd.57 Penelitian sebelumnya pada kasus

neuritis optik juga menunjukan bahwa sensitivitas kontras dapat menurun dalam

berbagai tipe. Tidak hanya penurunan pada seluruh frekuensi spasial maupun

frekuensi spasial tinggi saja atau rendah saja, namun walau lebih jarang, penurunan

juga dapat terjadi secara regional pada suatu frekuensi spasial tertentu.58

Kemampuan sensitivitas kontras manusia pada setiap frekuensi spasial

umumnya meningkat dari mulai frekuensi spesial sangat rendah hingga mencapai 6

cpd, kemudia menurun mulai frekuensi spasial diatas 6 cpd. Sistem visual manusia

diketahui secara selektif kehilangan sensitivitas pada frekuensi spasial tinggi.

Penurunan sensitivitas kontras pada frekuensi spasial tinggi dapat dipengaruhi oleh

sistem optik maupun neuronal. Fungsi sensitivitas kontras pada manusia merupakan

penjumlahan dari sensitivitas kontras yang murni dipengruhi oleh sistem optik atau

Modulation Transfer Function (MTF) dan sistem neuroretina atau Retinal Testing

Function (RTF).58,59

Perbedaan penurunan kontras pada beragam frekuensi spasial pada penelitian

yang berbeda juga dapat dipengaruhi oleh metode penelitian dan alat uji sensitivitas

Page 75: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

60

kontras yang digunakan. Kemampuan suatu alat uji sensitivitas kontras untuk

menggambarkan kualitas penglihatan bergantung kepada akurasinya. Akurasi

merupakan hasil dari pengukuran dari uji validitas maupun reabilitas. Penelitian

oleh Pomerance dkk menemukan uji reliabilitas test-retest yang baik bagi alat CSV-

1000 pada penderita glaukoma. Reliabilitas CSV-1000 dinyatakan lebih baik

dibandingkan dengan uji Pelli-Robson ataupun uji grating lain, yaitu Vistech FDT.

Penelitian oleh Richman dkk juga menemukan bahwa diantara tes grating lainnya,

tes CSV-1000 memiliki reabilitas yang terbaik. Penelitian Kelly dkk untuk

mengetahui reabilitas CSV-1000 pada orang dewasa dan anak dengan penglihatan

normal menemukan angka Coefficient of Reliability (COR) yang lebih besar

dibandingkan dengan penelitian oleh Pomerance dkk, atau dengan kata lain

reliabilitas yang ditemukan tidak sebaik oleh penelitian Pomerance dkk. Angka

reliabilitas paling baik per frekuensi spasialnya ditemukan pada frekuensi spasial 6

dan 18 cpd, yaitu menggambarkan reliabilitas moderat. Sementara pada 3 dan 12

cpd reliabilitas yang didapatkan tergolong yang buruk.49,51,54

Alat uji sensitivitas kontras dengan metode grating yang paling umum

digunakan adalah CSV-1000 dan FACT. Penelitian ini menggunakan uji

sensitivitas kontras dengan CSV-1000. Uji CSV-1000 memiliki kelebihan adanya

sistem retroiluminasi sehingga menjamin pencahayaan yang merata di permukaan

chart. Uji CSV memiliki rentang nilai logCS yang besar, hal ini disebabkan jarak

nilai logCS antar kolom di uji CSV-1000 tidak konstan. Rentang nilai logCS yang

besar sangat berguna untuk menilai sensitivitas kontras terutama setelah operasi

bedah refraktif, namun hal ini memberi kelemahan tidak dapat mendeteksi

Page 76: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

61

perbedaan logCS yang kecil. Kedua chart ini juga memiliki ukuran lingkaran

grating yang berbeda. Perbedaan ukuran lingkaran tersebut menyebabkan jumlah

siklus sine wave yang berbeda pula di setiap lingkaran. FACT memiliki ukuran

lingkaran yang lebih besar, sehingga jumlah sine wave pada setiap lingkarannya

lebih banyak. Hal ini membuat uji FACT lebih sensitif di setiap frekuensi

spasialnya.48,60,61

Menurut perhitungan koefisien determinasi, kemampuan variabel ketebalan sel

ganglion dalam menjelaskan varians dari variabel sensitivitas kontras 6 cpd adalah

sebesar 2,10%, dan variabel sensitivitas kontas 18 cpd sebesar 6.10%. Variabel

ketebalan lapisan RNFL dapat menjelaskan varians dari variabel sensitivitas

kontras 6 cpd sebesar 69.89%, dan menjelaskan varians variabel sensitivitas kontas

18 cpd sebesar 37.70%. Faktor lain yang dapat mempengaruhi sensitvitas kontras

selain kondisi retina diantaranya adalah kekeruhan media refraktif, kelainan retina

dan saraf optik, glaukoma, dan kelainan refraksi yang tinggi.24 Penelitian ini telah

mengeksklusi faktor kekeruhan pada media refraksi, kelainan retina lain, tekanan

tinggi intraokular serta myopia diatas 6 dioptri. Faktor lain yang dapat

mempengaruhi sensitivitas kontras diantaranya diameter pupil, konsistensi

kepadatan badan vitreous, tingkat iluminasi ruangan, dan adanya glare.24,62

Penelitian ini telah berusaha sebaik mungkin mengontrol keadaan pencahayaan

ruangan dengan melakukan pemeriksaan di ruangan gelap yang sama antar pasien

serta melakukan kontrol glare dengan adaptasi dengan pencahayaan ruangan

selama 20 menit sebelum pemeriksaan dilakukan. Penelitian terdahulu juga

menemukan beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap penurunan

Page 77: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

62

sensitivitas kontras pada pasien DM, yaitu usia lanjut dan tekanan darah sistolik

yang tinggi.52 Variabel ketebalan lapisan RNFL dapat menjelaskan varians dari

variabel sensitivitas kontras 6 cpd sebesar 69.89%, atau dengan kata lain penelitian

ini menunjukan pengaruh yang besar ketebalan lapisan RNFL terhadap varians

sensitivitas kontras pada frekuensi spasial sedang-rendah.

Kemampuan manusia untuk membedakan suatu kontras merupakan hasil

kerjasama yang kompleks dari berbagai tipe sel dan lapisan di retina yang

dikombinasikan oleh alat OCT menjadi suatu lapisan tertentu.63 Sistem visual

manusia terdiri dari berbagai kanal yang merespon terhadap frekuensi spasial yang

berbeda. Sejauh ini telah diidentifikasi 6 hingga 8 kanal visual berbeda pada retina,

badan genikulat lateral, dan korteks otak. Masing-masing kanal visual

mentransmisikan frekuensi spasial yang berbeda. Area reseptif, sistem on-off, serta

inhibisi lateral merupakan mekanisme-mekanisme fisiologi yang mempengaruhi

kanal frekuensi spasial yang berbeda.59,64

Neuron pada sistem visual memiliki area reseptif khusus, atau area dimana suatu

stimulus akan menghasilkan perubahan pada tingkat aktivitas neuron. Berbagai tipe

neuron yang berbeda memiliki ukuran area reseptif yang berbeda, dari mulai sangat

kecil hingga besar. Berbagai neuron dengan ukuran area reseptif yang berbeda

dapat ditemukan pada suatu area retina yang sama, atau dengan kata lain suatu

stimulus visual akan dianalisa oleh berbagai neuron yang responsif terhadap

frekuensi spasial yang berbeda pada satu titik dimana stimulus tersebut jatuh di

retina. Frekuensi spasial yang rendah akan menstimulasi neuron dengan area

reseptif yang besar, dan frekuensi spasial yang tinggi akan menstimulasi neuron

Page 78: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

63

dengan area reseptif yang lebih kecil.65 Sel ganglion tipe P diketahui memiliki area

reseptif yang lebih kecil dibandingkan dengan sel M. Retina manusia memiliki

lebih banyak sel ganglion tipe M pada area perifer dan tipe P pada area makula. Sel

M diketahui memiliki afinitas lebih besar terhadap stimulus dengan frekuensi

spasial rendah.24,66

Sel horizontal memiliki peran penting dalam mekanisme inhibisi lateral. Sel

horizontal menghubungkan antara sel fotoreseptor batang dan kerucut, serta dengan

sel bipolar. Sinyal yang dihantarkan oleh sel horizontal selalu bersifat inhibisi, atau

menghambat sinyal eksitatori agar tidak menyebar luas ke seluruh retina. Proses ini

penting untuk keakuratan transmisi visual dengan batas atau border yang jelas,

sehingga menjamin transmisi visual dengan kontras yang baik. Beberapa tipe sel

amakrin juga ditemukan berkontribusi dalam memberikan inhibisi lateral di lapisan

pleksiform retina sehingga sel ini juga berkontribusi dalam penglihatan kontas

manusia. Sel-sel bipolar tipe depolarizing dan hyperpolarizing juga berkontribusi

sebagai mekanisme sekunder dari inhibisi lateral. Karena letak kedua tipe sel

bipolar tersebut bersebelahan, maka mekanisme ini penting untuk diskriminasi

batas kontras pada suatu gambaran visual.66

Perdebatan masih terjadi mengenai kepentingan pemeriksaan sensitivitas

kontras pada seluruh frekuensi spasial, atau pada frekuensi spasial tertentu untuk

mempersingkat waktu pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan hanya pada

frekuensi spasial tertentu berpotensi melewatkan penurunan sensitivitas kontras

pada frekeuensi spasial yang tidak diperiksa.51 Penelitian ini menunjukan adanya

hubungan positif antara sensitivitas kontras pada frekuensi spasial 6 cpd dan 18 cpd

Page 79: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

64

dengan ketebalan lapisan sel ganglion dan RNFL, namun penelitian ini masih

memiliki berbagai keterbatasan, sehingga pemeriksaan sensitivitas kontras pada

seluruh frekuensi spasial tetap dibutuhkan.

Salah satu keterbatasan pada penelitian ini adalah pengambilan sampel yang

dilakukan dengan teknik consecutive sampling dan tidak dilakukan randomisasi.

Beberapa faktor lain yang memiliki hubungan terhadap sensitivitas kontras juga

diduga dapat mempengaruhi hasil yang didapatkan. Pengambilan data pada

penelitian ini hanya dilakukan pada satu waktu kunjungan, sehingga belum dapat

memberikan gambaran maksimal mengenai progresivitas penurunan ketebalan

lapisan sel ganglion dan RNFL serta hubungannya dengan sensitivitas kontras.

Page 80: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

65

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Terdapat hubungan positif antara ketebalan sel ganglion dan sensitivitas

kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik.

2. Terdapat hubungan positif antara ketebalan lapisan RNFL dan sensitivitas

kontras pada penderita DM tanpa manifestasi klinis retinopati diabetik.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengambilan sampel yang

mengikuti kaidah randomisasi, serta pemeriksaan ketebalan lapisan sel ganglion,

RNFL dan sensitivitas kontras dilakukan secara periodik sehingga dapat

memberikan gambaran lebih maksimal mengenai hubungan progresivitas

penurunan ketebalan sel ganglion dan RNFL dengan sensitivitas kontras.

Page 81: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

66

DAFTAR PUSTAKA

1. World Heatlh Organization. Global report on diabetes. Edisi 2016. France: World

Health Organization;

2. Lee R, Wong TY, Sabanayagam C. Epidemiology of diabetic retinopathy, diabetic

macular edema and related vision loss. Eye Vis. 2015 Dec;2(1).

3. International Diabetes Foundation. IDF Diabetes Atlas. Edisi ke-8. International

Diabetes Federation; 2017.

4. Fowler MJ. Microvascular and Macrovascular Complications of Diabetes. Clin

Diabetes. 2008 Apr 1;26(2):77–82.

5. Beckman Joshua A., Creager Mark A. Vascular Complications of Diabetes. Circ Res.

2016 May 27;118(11):1771–85.

6. American Academy of Ophtalmology. Retina and Vitreous. Dalam: Basic and Clinical

Science Course. USA: American Academy of Ophtalmology; 2018.

7. Flaxman SR, Bourne RRA, Resnikoff S, Ackland P, Braithwaite T, Cicinelli MV, et

al. Global causes of blindness and distance vision impairment 1990–2020: a systematic

review and meta-analysis. Lancet Glob Health. 2017 Dec 1;5(12):e1221–34.

8. Dumitrescu AG, Istrate SL, Iancu RC, Guta OM, Ciuluvica R, Voinea L. Retinal

changes in diabetic patients without diabetic retinopathy. Romanian J Ophthalmol.

2017;61(4):249–55.

9. Borooah M, Nane YJ, Ekka J. Evaluation of thickness of retinal nerve fiber layer and

ganglion cell layer with inner plexiform layer in patients without diabetic retinopathy

and mild diabetic retinopathy in type 2 diabetes mellitus patients using spectral-domain

optical coherence tomography. Int J Res Med Sci. 2018 Jun 25;6(7):2434–9.

10. Chakrabarty D, Paul R, Maniar AS, Ghosh AK. Relation of retinal nerve fiber layer

thickness with blood glycemic parameters in diabetic subjects: a study from Eastern

India -. Int J Med Sci Public Health. 2016;5(9):1745–9.

11. Iwona B-S. rowth Factors in the Pathogenesis of Retinal Neurodegeneration in

Diabetes Mellitus. Curr Neuropharmacol. 2016 Nov;14(8):792–804.

12. Bruce D. Trapp, Karl Herrup. Neurons and neuroglia. Dalam: Richard winn, editor.

Youmans and winn neurological surgery. Edisi ke-7. Philadelphia, PA: Elsevier; 2017.

13. Dhasmana R, Sah S, Gupta N. Study of Retinal Nerve Fibre Layer Thickness in

Patients with Diabetes Mellitus Using Fourier Domain Optical Coherence

Tomography. J Clin Diagn Res JCDR. 2016 Jul;10(7):NC05–9.

14. Salvi L, Plateroti P, Balducci S, Bollanti L, Conti FG, Vitale M, et al. Abnormalities

of retinal ganglion cell complex at optical coherence tomography in patients with type

2 diabetes: a sign of diabetic polyneuropathy, not retinopathy. J Diabetes

Complications. 2016 Apr 1;30(3):469–76.

15. Zhu T, Ma J, Li Y, Zhang Z. Association between retinal neuronal degeneration and

visual function impairment in type 2 diabetic patients without diabetic retinopathy. Sci

China Life Sci. 2015 Jun 1;58(6):550–5.

16. Hegazy AI, Zedan RH, Macky TA, Esmat SM. Retinal ganglion cell complex changes

using spectral domain optical coherence tomography in diabetic patients without

retinopathy. Int J Ophthalmol. 2017 Mar 18;10(3):427–33.

17. van Dijk HW, Verbraak FD, Kok PHB, Stehouwer M, Garvin MK, Sonka M, et al.

Early neurodegeneration in the retina of type 2 diabetic patients. Invest Ophthalmol

Vis Sci. 2012 May 14;53(6):2715–9.

18. Chhablani J, Sharma A, Goud A, Peguda HK, Rao HL, Begum VU, et al.

Neurodegeneration in Type 2 Diabetes: Evidence From Spectral-Domain Optical

Coherence Tomography. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2015 Oct;56(11):6333–8.

Page 82: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

67

19. De Clerck EEB, Schouten JSAG, Berendschot TTJM, Kessels AGH, Nuijts RMMA,

Beckers HJM, et al. New ophthalmologic imaging techniques for detection and

monitoring of neurodegenerative changes in diabetes: a systematic review. Lancet

Diabetes Endocrinol. 2015 Aug;3(8):653–63.

20. Chen X, Nie C, Gong Y, Zhang Y, Jin X, Wei S, et al. Peripapillary retinal nerve fiber

layer changes in preclinical diabetic retinopathy: a meta-analysis. PloS One.

2015;10(5).

21. Demir M, Oba E, Sensoz H, Ozdal E. Retinal nerve fiber layer and ganglion cell

complex thickness in patients with type 2 diabetes mellitus. Indian J Ophthalmol. 2014

Jun;62(6):719–20.

22. Kern TS, Barber AJ. Retinal ganglion cells in diabetes. J Physiol. 2008 Sep 15;586(Pt

18):4401–8.

23. Gungor A, Ates O, Bilen H, Kocer I. Retinal Nerve Fiber Layer Thickness in Early-

Stage Diabetic Retinopathy With Vitamin D Deficiency. Invest Ophthalmol Vis Sci.

2015 Oct;56(11):6433–7.

24. Skalicky SE. Ocular and Visual Physiology. Sydney: Springer; 2016. 285–298 p.

25. Gella L, Raman R, Pal SS, Ganesan S, Sharma T. Contrast sensitivity and its

determinants in people with diabetes: SN-DREAMS-II, Report No 6. Eye. 2017

Mar;31(3):460–6.

26. Safi S, Rahimi A, Raeesi A, Safi H, Amiri MA, Malek M, dkk. Contrast sensitivity to

spatial gratings in moderate and dim light conditions in patients with diabetes in the

absence of diabetic retinopathy. BMJ Open Diabetes Res Care. 2017 Aug

1;5(1):e000408.

27. Aldaham SM. Macular thickness in type 2 diabetics without retinopathy and its

correlation with contrast sensitivity at low spatial frequencies. J Clin Exp Ophthalmol.

7(8):26.

28. S R, Varghese RC, B A, Hegde V, Jain R, Kotian H. Contrast Sensitivity in Diabetic

Patients without Retinopathy and It’s Correlation with the Duration of Diabetes and

Glycemic Control. IOSR J Dent Med Sci. 2016 Aug;15(8):11–3.

29. Kolb H. Simple Anatomy of the Retina. Dalam: Kolb H, Fernandez E, Nelson R,

editor. Webvision: The Organization of the Retina and Visual System. Salt Lake City

(UT): University of Utah Health Sciences Center; 2015.

30. Schubert HD. Structure of the Neural Retina. In: Ophthalmology. 5th ed. Philadelphia,

PA; 2019. p. 419-422.e1.

31. Simó R, Hernández C, European Consortium for the Early Treatment of Diabetic

Retinopathy (EUROCONDOR). Neurodegeneration in the diabetic eye: new insights

and therapeutic perspectives. Trends Endocrinol Metab TEM. 2014 Jan;25(1):23–33.

32. Gregg RG, Singer J, Kamermans M, McCall MA, Massey SC. Function and Anatomy

of the Mammalian Retina. Dalam: Schachat AP, editor. Ryan’s Retina. Edisi ke-6.

China: Elsevier; 2018.

33. Kolb H. Morphology and Circuitry of Ganglion Cells. Dalam: Kolb H, Fernandez E,

Nelson R, editor. Webvision: The Organization of the Retina and Visual System. Salt

Lake City (UT): University of Utah Health Sciences Center; 1995.

34. Nelson R. Visual Responses of Ganglion Cells. Dalam: Kolb H, Fernandez E, Nelson

R, editor. Webvision: The Organization of the Retina and Visual System. Salt Lake

City (UT): University of Utah Health Sciences Center; 1995.

35. Grant MB, Lutty GA. Retinal and Choroidal Vasculature: Retinal Oxygenation.

Dalam: Schachat AP, editor. Ryan’s Retina. Edisi ke-6. China: Elsevier; 2018.

36. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Suastika K. Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Indonesia: PB Perkeni; 2015.

Page 83: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

68

37. Hodgson NM, Zhu J, Wu F, Ferreyra HA, Zhang K. Diabetic Retinopathy: Genetics

and Etiologic Mechanisms. Dalam: Schachat AP, editor. Ryan’s Retina. Edisi ke-6.

China: Elsevier; 2018.

38. Henry E. Wiley, Emily Y. Chew, Frederick L. Ferris III. Nonproliferative Diabetic

Retinopathy and Diabetic Macular Edema. Dalam: Schachat AP, editor. Ryan’s Retina.

Edisi ke-6. China: Elsevier; 2018.

39. Wang W, Lo ACY. Diabetic Retinopathy: Pathophysiology and Treatments. Int J Mol

Sci. 2018 Jun 20;19(6).

40. Kowluru RA, Mishra M. Oxidative stress, mitochondrial damage and diabetic

retinopathy. Biochim Biophys Acta BBA - Mol Basis Dis. 2015 Nov

1;1852(11):2474–83.

41. Zong H, Ward M, Stitt AW. AGEs, RAGE, and Diabetic Retinopathy. Curr Diab Rep.

2011 Aug 1;11(4):244–52.

42. Choudhary R, Kapoor MS, Singh A, Bodakhe SH. Therapeutic targets of renin-

angiotensin system in ocular disorders. J Curr Ophthalmol. 2016 Oct 20;29(1):7–16.

43. Kurihara T, Ozawa Y, Ishida S, Okano H, Tsubota K. Renin-Angiotensin system

hyperactivation can induce inflammation and retinal neural dysfunction. Int J Inflamm.

2012;2012:581695.

44. Ola MS, Alhomida AS, Ferrario CM, Ahmad S. Role of Tissue Renin-angiotensin

System and the Chymase/angiotensin-(1-12) Axis in the Pathogenesis of Diabetic

Retinopathy. Curr Med Chem. 2017;24(28):3104–14.

45. Waheed NK, Kashani AH, Filho CA de AG, Duker JS, Rosenfeld PJ. Optical

Coherence Tomography. Dalam: Schachat AP, editor. Ryan’s Retina. Edisi ke-6.

China: Elsevier; 2018.

46. Duker JS, Waheed NK, Goldman DR. Handbook of Retinal OCT: Optical Coherence

Tomography. USA: Elsevier/Saunders; 2014.

47. Carl Zeiss Meditec, Inc. CIRRUS HD-OCT User Manual - Model 500, 5000. USA:

Carl Zeiss Meditec, Inc; 2015.

48. Elliott DB. Contrast Sensitivity and Glare Testing. Dalam: William J Benjamin, editor.

Borish’s Clinical Refraction. USA: Butterworth Heinemann Elsevier; 2006.

49. Richman J, Spaeth GL, Wirostko B. Contrast sensitivity basics and a critique of

currently available tests. J Cataract Refract Surg. 2013 Jul 1;39(7):1100–6.

50. Rubin GS. Visual Acuity and Contrast Sensitivity. Dalam: Schachat AP, editor. Ryan’s

Retina. 6th ed. China: Elsevier; 2018.

51. Kelly S, Pang Y, Klemencic S. Reliability of the CSV-1000 in Adults and Children.

Optom Vis Sci. 2012 Aug;89(8):1172–81.

52. Heravian J, Shoeibi N, Azimi A, Yasini S. Evaluation of Contrast Sensitivity, Color

Vision and Visual Acuity in Patients with and without Diabetes. Iran J Ophthalmol.

2017;22(3):33–40.

53. Normal Values for Photopic and Mesopic Contrast Sensitivity – VectorVision

[Internet]. Vector Vision. [dikutip 2019 Nov 17]. Tersedia dari:

http://www.vectorvision.com/csv1000-norms/

54. Pomerance GN, Evans DW. Test-retest reliability of the CSV-1000 contrast test and

its relationship to glaucoma therapy. Invest Ophthalmol Vis Sci. 1994

Aug;35(9):3357–61.

55. Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN : Hari Diabetes Sedunia. Jakarta: Pusat data

dan informasi; 2018.

56. Knight OJ, Girkin CA, Budenz DL. Effect of Race, Age, and Axial Length on Optic

Nerve Head Parameters and Retinal Nerve Fiber Layer Thickness Measured by Cirrus

HD-OCT. Arch Ophthalmol. 3(130):312–8.

Page 84: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

69

57. Beszédesová N, Budinská E, Skorkovská S. Functional integrity of neural retina in 2.

type diabetics. Ceska Slov Oftalmol Cas Ceske Oftalmol Spolecnosti Slov Oftalmol

Spolecnosti. 2009 Jul;65(4):124–30.

58. Hess RF. Early Processing of Spatial Form. Dalam: Levin LA, editor. Adler’s

Physiology of The Eye. Edisi ke-11. China: Elsevier/Saunders; 2011. p. 613–26.

59. Schor P, Miller D. Optics. Dalam: Levin LA, editor. Adler’s Physiology of The Eye.

Edisi ke-11. China: Elsevier/Saunders; 2011. p. 1–27.

60. Hohberger B, Laemmer R, Adler W, Juenemann A, Horn F. Measuring contrast

sensitivity in normal subjects with OPTEC® 6500: Influence of age and glare. Graefes

Arch Clin Exp Ophthalmol. 2007 Dec 1;245:1805–14.

61. Franco S, Silva AC, Carvalho AS, Macedo AS, Lira M. Comparison of the VCTS-

6500 and the CSV-1000 tests for visual contrast sensitivity testing. Neurotoxicology.

2010 Dec;31(6):758–61.

62. Maniglia M, Thurman SM, Seitz AR, Davey PG. Effect of Varying Levels of Glare on

Contrast Sensitivity Measurements of Young Healthy Individuals Under Photopic and

Mesopic Vision. Front Psychol. 2018;9:899.

63. Amanullah S, Okudolo J, Rahmatnejad K, Lin S-C, Wizov SS, Manzi Muhire RS, et

al. The relationship between contrast sensitivity and retinal nerve fiber layer thickness

in patients with glaucoma. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol Albrecht Von Graefes

Arch Klin Exp Ophthalmol. 2017 Dec;255(12):2415–22.

64. Wu A. Clinical Refraction. Dalam: Yanoff M, Duker JS, editor. Ophthalmology. Edisi

ke-5. China: Elsevier/Saunders; 2019.

65. Sekuler R, Blake R. Perception. Edisi ke-5. USA: McGraw-Hill; 2006.

66. Hall J. The Eye: II. Receptor and Neural Function of the Retina. Dalam: Guyton and

Hall Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-13. Philadelphia, PA: Elsevier; 2016.

Page 85: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

70

Lampiran 1

Page 86: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

71

Lampiran 2

INFORMASI

“Hubungan Ketebalan Lapisan Sel Ganglion dan Retina Nerve Fiber Layer dengan

Sensitivitas Kontras Pada Penderita Diabetes Melitus Tanpa Retinopati Diabetik”

Saya adalah dr. Dian Paramitasari Mahasiswa Pendidikan Dokter Spesialis yang berasal

dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / PMN RS Mata Cicendo yang sedang

melakukan penelitian untuk mengetahui dampak diabetes melitus pada retina. Kami

mengundang Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, keikutsertaan Anda dalam

penelitian ini bersifat sukarela, jadi Anda dapat memutuskan untuk berpartisipasi atau

sebaliknya.

Tujuan Penelitian:

Kami bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketebalan lapisan saraf mata, yaitu

lapisan sel ganglion dan lapisan Retina Nerve Fiber Layer dengan sensitivitas kontras pada

penderita diabetes mellitus.

Mengapa Subjek terpilih:

Anda terpilih menjadi subjek penelitian karena anda berusia diatas 40 tahun dan memiliki

Diabetes Melitus Tipe 2. Anda juga tidak memiliki penyakit sistemik selain diabetes yang

tidak terkontrol, penyakit mata lain seperti infeksi maupun penyakit retina lainnya,

kekeruhan pada media pandangan, miopia atau rabun jauh yang lebih dari 6 D, riwayat

operasi mata sebelumnya, serta tidak memiliki riwayat penggunaan obat-obatan dalam

jangka waktu lama yang diketahui dapat mengganggu fungsi penglihatan.

Tata Cara/Prosedur:

Setelah anda menyetujui untuk mengikuti penelitian, anda akan menandatangani

persetujuan untuk mengikuti penelitian. Anda akan diwawancarai setelah itu dilakukan

pemeriksaan umum mata yang terdiri dari pemeriksaan bagian depan dan bagian

belakang mata.

Page 87: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

72

Setelah wawancara singkat mengenai riwayat anda, akan dilakukan pemeriksaan tajam

penglihatan dan koreksi tajam penglihatan dengan lensa kacamata. Selanjutnya akan

dilakukan pemeriksaan sensitivtas kontras. Pada pemeriksaan ini anda akan diminta untuk

melihat suatu chart atau kartu pemeriksaan bernama CSV-1000 yang diletakan pada jarak

2,5 meter dari tempat anda duduk. Chart tersebut memiliki gambar lingkaran-lingkaran

berisi garis-garis dengan ketebalan yang semakin lama semakin menipis. Anda akan

diminta untuk melihat arah garis-garis terebut hingga batas paling maksimal yang dapat

terlihat oleh anda.

Setelah pemeriksaan umum, dengan alat khusus anda akan diperiksakan prosedur yang

bernama Optical Coherence Tomography (OCT) untuk menilai ketebalan saraf mata anda.

Pemeriksaan ini bukanlah pemeriksaan invasif dan secara umum tidak berbahaya. Pada

pemeriksaan ini, sembari duduk, anda hanya perlu meletakan dagu dan dahi anda pada

sandaran yang tersedia, kemudian menatap ke arah target pada alat.

Pemeiksaan OCT merupakan pemeriksaan gelombang untuk melihat bagian belakang

mata atau retina. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat struktur dan lapisan dari

lapisan mata anda. Pemeriksaan dilakukan dengan cara anda akan diberikan obat tetes

mata untuk membuat pupil pada mata anda melebar, sehingga gelombang dapat masuk

ke mata anda dan memindai lapisan retina pada mata anda. Sekitar 20 detik mata anda

akan diperiksakan kami mohon untuk tidak mengedipkan mata anda. Setelah selesai,

pemeriksaan akan diulang untuk mata sebelahnya.

Selama pemeriksaan di RS PMN Cicendo, anda menjadi tanggung jawab dari dr. Dian

Paramitasari dibawah pengawasan dr. Maula Rifada, SpM(K).

Risiko dan ketidaknyamanan:

Dapat muncul ketidaknyamanan saat pemeriksaan bola mata dengan berbagai alat.

Setelah penetesan obat untuk melebarkan pupil mungkin anda akan menjadi sensitif

terhadap cahaya, namun prosedur ini merupakan prosedur non-invasif dan tidak

berbahaya. Waktu tunggu yang diperlukan untuk seluruh pemeriksaan di Rumah Sakit

sekitar 3 jam.

Manfaat (langsung untuk subjek dan umum):

Penelitian yang dilakukan pada anda akan bermanfaat secara langsung untuk menetahui

kondisi kesehatan bola mata anda secara menyeluruh. Manfaat secara umum adalah

untuk mengetahui dampak diabetes mellitus pada retina.

Prosedur alternatif:

Sampai sekarang belum ada alternatif yang dapat dipilih untuk pemeriksaan mata secara

menyeluruh.

Page 88: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

73

Kerahasiaan data:

Informasi dan data yang kami peroleh dari subjek akan dijaga kerahasiaannya. Penelitian

akan di terbitkan di jurnal tanpa adanya data pribadi yang dipublikasikan.

Perkiraan jumlah subjek yang akan diikut sertakan:

Jumlah partisipan yang akan diikutsertakan dalam penelitian sekitar 24 orang.

Kesukarelaan:

Keikutsertaan anda dalam penelitian bersifat sukarela. Anda dapat setuju maupun tidak

setuju untuk mengikuti penelitian.

Periode Keikutsertaan Subjek:

Anda dapat mengikuti penelitian ini kurang lebih selama 3 jam di PMN RS Mata Cicendo.

Subjek dapat dikeluarkan/mengundurkan diri dari penelitian:

Anda dapat mengundurkan diri kapanpun saat proses penelitian sedang berlangsung

dengan alasan apapun. Anda dapat dikeluarkan dari penelitian apabila ternyata memiliki

tekanan bola mata > 21 mmHg, kekeruhan pada media refraktif, miopia 6.00 D atau

lebih, serta adanya kelainan retina atau kelainan okular lain,

Kemungkinan timbulnya pembiayaan dari perusahaan asuransi kesehatan atau peneliti:

Tidak ada asuransi yang diberikan kepada subjek dalam penelitian ini.

Insentif dan kompensasi:

Sebagai insentif dan kompensasi telah mengikuti penelitian anda akan mendapatkan uang

tunai sebesar Rp. 250.000,- sebagai pengganti transport

Pertanyaan:

Bila ada pertanyaan maupun masukan anda dapat menghubungi dr. Dian Paramitasari,

08128303236. Alamat email di [email protected]. Alamat rumah di Jl. Jujur

no. 17, Sukajadi, Bandung.

Page 89: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

74

Lampiran 3

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan, sepenuhnya menyadari, mengerti,

dan memahami tentang tujuan, manfaat, dan risiko yang mungkin timbul dalam

penelitian, serta telah diberi kesempatan untuk bertanya dan telah dijawab dengan

memuaskan, juga sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dari keikut sertaannya,

maka saya setuju/tidak setuju*) ikut dalam penelitian ini, yang berjudul:

“Hubungan Ketebalan Lapisan Sel Ganglion dan Retina Nerve Fiber Layer dengan

Sensitivitas Kontras Pada Penderita Diabetes Melitus Tanpa Retinopati Diabetik”

Saya dengan sukarela memilih untuk ikut serta dalam penelitian ini tanpa

tekanan/paksaan siapapun. Saya akan diberikan salinan lembar penjelasan dan formulir

persetujuan yang telah saya tandatangani untuk arsip saya.

Saya setuju:

Ya/Tidak*)

Tgl.:

Tanda tangan (bila tidak bisa

dapat digunakan cap jempol)

Nama Peserta:

Usia:

Alamat:

Nama Peneliti:

Dian Paramitasari, dr.

Nama Saksi:

*) coret yang tidak perlu

Page 90: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

75

Lampiran 4

Data Subjek Penelitian

ID Mata Usia Jenis

Kelamin Durasi

DM Visus Dasar

BCVA Log Sensitivitas Kontras Ketebalan Lapisan

3 cpd 6 cpd 12 cpd 18 cpd RGC RNFL

1 OD 57 Pria 5 0,80 1,00 0,70 1,55 0,61 0,64 79 99

2 OS 57 Pria 5 0,80 1,00 1,17 1,55 1,40 0,96 79 101

3 OD 50 Wanita 5 1,00 1,00 1,34 1,21 1,25 0,64 78 94

4 OS 50 Wanita 6 0,80 1,00 1,00 1,38 1,25 0,47 75 92

5 OD 47 Wanita 6 0,40 1,00 1,34 1,55 1,40 0,81 86 101

6 OS 47 Wanita 7 0,63 1,00 1,34 1,70 0,91 1,25 84 106

7 OD 54 Wanita 5 1,00 1,00 1,17 1,21 1,25 0,17 83 91

8 OS 54 Wanita 5 0,63 1,00 1,17 1,21 1,55 0,17 82 89

9 OD 54 Wanita 5 1,00 1,00 1,49 1,70 1,40 0,96 87 105

10 OS 54 Wanita 5 0,80 1,00 1,49 1,70 1,40 0,81 86 103

11 OS 59 Pria 5 1,00 1,00 1,17 1,99 0,91 0,64 84 103

12 OS 54 Wanita 5 0,80 1,00 1,34 1,84 0,91 1,25 91 106

13 OS 53 Pria 5 1,00 1,00 1,17 1,21 0,61 0,47 81 93

14 OD 54 Pria 10 0,25 1,00 1,49 1,70 0,91 0,96 78 101

15 OS 54 Pria 10 0,25 1,00 1,34 1,70 0,91 0,96 79 101

16 OS 53 Wanita 5 1,00 1,00 1,78 1,84 1,99 1,10 84 105

17 OD 57 Pria 5 0,80 1,00 1,49 1,55 1,25 0,81 84 97

18 OS 57 Pria 5 0,80 1,00 1,34 1,55 1,25 0,96 80 97

19 OD 54 Wanita 10 0,63 1,00 1,49 1,70 1,40 0,81 90 104

20 OS 54 Wanita 10 0,80 1,00 1,34 2,14 1,54 1,25 92 111

21 OS 50 Wanita 10 0,50 1,00 1,17 2,14 0,91 1,25 90 114

22 OD 57 Wanita 7 0,40 1,00 1,00 1,99 0,91 1,10 87 107

23 OS 57 Wanita 7 0,50 1,00 1,49 1,70 1,25 1,10 82 106

24 OS 47 Wanita 5 0,40 1,00 1,49 1,55 1,40 0,96 84 98

25 OD 46 Wanita 5 0,50 1,00 1,63 1,38 1,25 0,47 84 92

26 OS 46 Wanita 5 0,50 1,00 1,49 1,38 1,40 0,96 83 94

27 OS 60 Wanita 5 0,40 1,00 1,63 1,21 1,69 0,47 80 93

28 OD 42 Wanita 1 0,63 1,00 1,63 1,84 1,84 1,25 81 110

29 OD 43 Wanita 5 1,00 1,00 1,49 1,70 1,25 0,81 85 102

30 OS 43 Wanita 5 1,00 1,00 1,17 1,55 1,40 0,96 85 100

31 OD 48 Wanita 5 0,40 1,00 1,49 1,21 1,08 0,64 72 90

32 OS 48 Wanita 5 0,60 1,00 1,63 1,38 1,54 0,47 72 94

33 OD 45 Wanita 1 0,63 1,00 1,00 1,55 0,61 0,64 82 98

34 OS 45 Wanita 1 0,63 1,00 1,00 1,21 1,08 0,64 83 98

35 OD 50 Wanita 1 0,63 1,00 1,63 1,70 1,25 0,81 80 96

36 OS 50 Wanita 1 1,00 1,00 1,34 1,38 1,25 0,96 84 95

37 OS 54 Wanita 5 0,63 1,00 1,34 1,70 1,25 1,40 93 105

38 OD 52 Pria 3 1,00 1,00 1,63 0,07 1,40 0,17 72 58

39 OS 52 Pria 3 1,00 1,00 1,34 0,91 1,84 0,17 66 64

40 OD 48 Wanita 10 0,63 1,00 1,34 1,70 1,08 0,81 88 104

41 OS 48 Wanita 10 0,63 1,00 1,49 1,55 1,08 0,81 86 100

42 OS 60 Pria 7 0,30 1,00 1,49 1,55 1,25 0,81 96 98

43 OD 60 Pria 6 0,20 1,00 1,17 1,38 1,40 0,96 89 95

44 OD 60 Wanita 6 0,63 1,00 0,70 1,70 0,91 0,64 76 95

45 OD 60 Wanita 5 0,80 1,00 1,17 1,55 1,08 0,96 87 99

46 OS 60 Wanita 5 0,80 1,00 1,49 1,70 1,08 0,64 46 97

47 OD 53 Wanita 11 0,80 1,00 1,17 1,84 1,55 1,25 87 109

Page 91: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

76

Lampiran 5

Hasil Analisis Statistik

1. Ketebalan Sel Ganglion (X) terhadap Sensitivitas Kontras Frekuensi Spasial 6 cpd (Y)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression .767 1 .767 7.628 .008b

Residual 4.525 45 .101

Total 5.292 46

a. Dependent Variable: LOG_CSV_B

b. Predictors: (Constant), GCA_AVG

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) .210 .485 .433 .667

GCA_AVG .016 .006 .381 2.762 .008

a. Dependent Variable: LOG_CSV_B

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .381a .145 .126 .31711

a. Predictors: (Constant), GCA_AVG

b. Dependent Variable: LOG_CSV_B

Page 92: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

77

2. Ketebalan Sel Ganglion (X) terhadap Sensitivitas Kontras Frekuensi 18 cpd (Y)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1.099 1 1.099 14.723 .000b

Residual 3.358 45 .075

Total 4.457 46

a. Dependent Variable: LOG_CSV_D

b. Predictors: (Constant), GCA_AVG

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) -.782 .418 -1.873 .068

GCA_AVG .019 .005 .497 3.837 .000

a. Dependent Variable: LOG_CSV_D

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .497a .247 .230 .27317

a. Predictors: (Constant), GCA_AVG

b. Dependent Variable: LOG_CSV_D

Page 93: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

78

3. Ketebalan RNFL (X) terhadap Sensitivitas Kontras Frekuensi Spasial 6 cpd (Y)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 4.424 1 4.424 229.218 .000b

Residual .868 45 .019

Total 5.292 46

a. Dependent Variable: LOG_CSV_B

b. Predictors: (Constant), RNFL_AVG

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) -1.551 .205 -7.553 .000

RNFL_AVG .032 .002 .914 15.140 .000

a. Dependent Variable: LOG_CSV_B

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .914a .836 .832 .13892

a. Predictors: (Constant), RNFL_AVG

b. Dependent Variable: LOG_CSV_B

Page 94: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

79

4. Ketebalan RNFL (X) terhadap Sensitivitas Kontras Frekuensi Spasial 18 cpd (Y)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 2.737 1 2.737 71.640 .000b

Residual 1.719 45 .038

Total 4.457 46

a. Dependent Variable: LOG_CSV_D

b. Predictors: (Constant), RNFL_AVG

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) -1.621 .289 -5.609 .000

RNFL_AVG .025 .003 .784 8.464 .000

a. Dependent Variable: LOG_CSV_D

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .784a .614 .606 .19547

a. Predictors: (Constant), RNFL_AVG

b. Dependent Variable: LOG_CSV_D

Page 95: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

80

Lampiran 6

Hasil Pencitraan OCT

1) Analisis Ketebalan Sel ganglion

2)Analisis Ketebalan RNFL

Page 96: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

81

Lampiran 7

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Dian Paramitasari

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta / 30 April 1991

Alamat : Jalan Anggrek Lestari Indah no.68, Lebak Bulus,

Jakarta Selatan, 12440

Nama Orang Tua : Ir. Erie Heryadi

Ani Hargyani Waskitasari, SE

Pendidikan Formal :

1. SD Al Azhar Syifa Budi Kemang (1997 – 2002)

2. SLTP Al Azhar Syifa Budi Kemang (2002 – 2004)

3. SMA Al Azhar Pusat 1 (2004 – 2007)

4. Program Studi Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Bandung (2007 – 2013)

5. Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran/Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung (2016-

2020)

Pengalaman Kerja :

1. Majalah Farmacia (2013-2014)

2. Dokter Internship Puskesmas Ciparay (2013)

3. Dokter Internship RSUD Majalaya, Jawa Barat (2013-2014)

4. Dokter Umum Rumah Sakit Setia Mitra, Jakarta (2014-2016)

5. Dokter Umum Rumah Sakit Hermina, Tangerang (2014-2016)

Penelitian :

1. Hubungan Ketebalan Lapisan Sel Ganglion dan Retina Nerve Fiber Layer dengan

Sensitivitas Kontras pada Penderita Diabetes Melitus tanpad Retinopati Diabetik (2020)

Page 97: HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN SEL GANGLION DAN …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2020/...Karfiati Memed, dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan

82

2. Gambaran Kelainan Refraksi Tidak Terkoreksi pada Program Penapisan oleh Unit

Oftalmologi Komunitas Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo di Wilayah

Kabupaten Bandung (2018)

3. Correlation Between Systemic Risk Factors and Diabetic Macular Edema in Patients with

Type II Diabetes Mellitus (2018)

4. Efek Ekstrak Etanol Bawang Merah (Allium Cepa L) terhadap kadar Glukosa Darah Mencit

(Mus Musculus) (2011)

Seminar/Kongres/Pertemuan Ilmiah Nasional dan/atau Internasional yang diikuti :

2014 Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan PERDAMI ke-39, Yogyakarta

Peserta Annual Scientific Meeting Life Without Darkness, PERDAMI Jawa Barat,

Bandung

Peserta 10th Jakarta Eye Center (JEC) Saturday Seminar, Jakarta

Peserta Update Primary Care in Ophthalmology, Mayapada Hospital, Jakarta

2015 Peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan PERDAMI ke-40, Bandung

2018 Peserta 36th World Ophthalmology Congress, Barcelona, Spanyol

2019 Peserta KMU Basic Phaco Workshop, Surabaya

Pertemuan Ilmiah Tahunan PERDAMI ke-44, Makassar

Peserta 7th National Glaucoma Meeting and 4th INASOPRS Meeting, Bali