Upload
izni-fatihah
View
139
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
RETINOBLASTOMA
Pembimbing:
dr. Muhammad Edrial, SpM
Disusun oleh :
Nandang Sudrajat030.07.178
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATARUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 23 JULI – 1 SEPTEMBER 2012FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI2012
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Nandang Sudrajat
NIIM : 030.07.178
Judul Referat : Retinoblastoma
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing pada tanggal, _________________.
Batam, _________________
dr. Muhammad Edrial, SpM
i
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kemurahan-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Makalah ini
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata di
Rumah Sakit Otorita Batam.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Muhammad
Edrial, SpM selaku pembimbing dalam penyusunan makalah ini, atas bimbingan dan
kesempatan yang telah diberikan kepada saya sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada teman-teman yang telah membantu dan
mendukung dalam penyelesaian makalah ini.
Pada makalah ini penulis akan membahas mengenai kasus seorang anak dengan
penonjolan kedua bola mata sejak 7 tahun sebelum masuk rumah sakit. Pasien ini didiagnosis
kerja sebagai retinoblastoma.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita dalam dunia ilmu penyakit mata.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena itu penulis berharap kritik
dan saran untuk mendapatkan makalah yang lebih baik.
Batam, Agustus 2012
Nandang Sudrajat
030.07.178
ii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan............................................................................................................. i
Kata Pengantar..................................................................................................................... ii
Daftar Isi ........................................................................................................................ iii
BAB I KASUS..................................................................................................................... 1
A. IDENTITAS............................................................................................................. 1
B. ANAMNESIS.......................................................................................................... 1
C. PEMERIKSAAN FISIK.......................................................................................... 6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................................ 7
E. RESUME................................................................................................................. 9
F. DIAGNOSIS............................................................................................................ 9
G. PENATALAKSANAAN......................................................................................... 10
H. PROGNOSIS........................................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 11
A. DEFINISI................................................................................................................. 11
B. ETIOLOGI............................................................................................................... 11
C. PATOFISIOLOGI................................................................................................... 11
D. KLASIFIKASI......................................................................................................... 13
E. TANDA DAN GEJALA......................................................................................... 13
F. DIAGNOSIS BANDING........................................................................................ 14
G. DIAGNOSIS............................................................................................................ 15
H. PENATALAKSANAAN......................................................................................... 15
I. PROGNOSIS........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 18
iii
BAB I
KASUS
A. IDENTITAS
Nomor Rekam Medis : 31-45-94
Nama : An. Desi
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kampung Guntung RT. 001 RW. 008, Teluk Bintan
Nama Orang Tua : Tn. Mijo
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Nelayan
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 24 Juli 2012
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan kedua orang tua pasien pada
tanggal 25 Juli 2012 pukul 14.00 WIB.
Keluhan Utama
Penonjolan kedua bola mata sejak 6 tahun SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke RSOB dengan keluhan penonjolan kedua
mata sejak 6 tahun SMRS (usia 2 bulan). Awalnya terdapat bintik warna merah pada bagian
putih mata kanan sebesar ±1 mm, permukaan rata, tidak menonjol. Bagian mata yang lain
normal, tidak ada merah dan tidak ada lendir atau kotoran mata yang berlebihan. Orang tua
pasien menyangkal adanya banyangan putih pada bagian tengah hitam mata (pupil). Saat itu
pasien tidak sedang dalam keadaan sakit.
Pasien diberi obat tetes mata milik orang tuanya (nama obat lupa) pada kedua mata.
Satu hari setelah ditetesi obat, mata pasien menjadi merah menyeluruh pada kedua mata,
berlendir dan kotoran mata banyak. Pasien dibawa berobat ke puskesmas dan dikatakan
bahwa pasien menderita sakit mata lalu diberi obat salep mata dan obat minum. Setelah diberi
4
obat, mata pasien tetap tidak ada perubahan. Mata pasien tetap merah, semakin hari tampak
permukaan mata menjadi tidak rata.
Satu minggu setelah pasien berobat, ada sesuatu yg jatuh dari mata pasien saat sedang
dimandikan. Orang tua pasien membawa pasien ke klinik dokter dengan membawa benda
yang jatuh tersebut. Dokter mengatakan bahwa benda itu adalah lensa mata sehingga mata
kanan pasien tidak dapat melihat lagi. Dokter menyarankan pasien untuk berobat ke RSUD
Tanjung Pinang, namun pasien tidak pergi karena faktor biaya. Semakin lama merah pada
mata pasien menjadi tenang, namun penonjolan mata semakin besar, pengelihatan mata
kanan tidak ada sedangkan mata kiri ada namun tidak jelas dan harus dengan jarak dekat serta
dalam keadaan terang.
Saat berusia dua tahun, pasien baru dibawa ke poliklinik mata RSUD Tanjung Pinang
(atas biaya suatu yayasan). Dokter menjelaskan mata pasien sudah buta dan menganjurkan
donor mata jika tersedia. Pasien dirawat beberapa hari lalu memutuskan pulang atas
permintaan sendiri karena merasa tidak ada perubahan. Selanjutnya pasien hanya dirawat
dirumah oleh orang tuanya. Penonjolan mata semakin bertambah, tajam pengelihatan tidak
ada perubahan.
Saat berusia tujuh tahun, pasien dibawa ke poliklinik mata RS Otorita Batam (atas
bantuan suatu LSM). Terdapat penonjolan bola mata kanan dan kiri, terdapat rasa mengganjal
pada kedua mata, tidak ada merah, tidak ada lendir atau kotoran mata yang berlebihan, tidak
ada rasa sakit atau gatal, tidak ada rasa silau (fotofobia), pengelihatan mata kanan tidak ada
sama sekali, mata kiri dapat melihat namun tidak jelas dan harus dekat serta dalam keadaan
terang. Benjolan tidak normal di bagian tubuh lain disangkal orang tua pasien. Demam,
sesak, batuk pilek disangkal pasien. BAB dan BAK normal seperti biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering menderita demam dan batuk pilek saat berusia dibawah satu tahun.
Riwayat trauma disangkal keluarga pasien. Riwayat alergi makanan maupun obat disangkal
juga oleh keluarga pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit sama dengan pasien saat ini.
Riwayat keganasan dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit mata yang berat dalam
keluarga juga disangkal.
5
Riwayat Kebiasaan
Pasien biasa makan teratur namun hanya sedikit dan kadang sulit makan. Komposisi
makanan berupa nasi, lauk dan sayur. Pasien jarang mengkonsumsi buah. Pasien terbiasa
bermain bersama teman seusianya. Saat ini pasien belum dimasukkan ke sekolah karena
pasien tidak dapat melihat.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan Morbiditas Kehamilan Ibu pasien tidak pernah menderita penyakit selama kehamilanPerawatan Antenatal Ibu memeriksakan kehamilan satu kali saat usia kehamilan 8
bulanKelahiran Tempat lahir Rumah bidan
Penolong kelahiran BidanCara persalinan SpontanMasa gestasi 9 bulanKeadaan bayi
-Langsung menangis-Berat badan dan panjang badan saat lahir, ibu lupa
Riwayat Imunisasi
Menurut ibu pasien, pasien hanya diberi imunisasi Hepatitis B satu kali pada saat lahir
dan BCG satu kali saat usia 1 bulan. Pasien jarang dibawa ke posyandu dan diperiksakan
status gizinya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : BB: 15 kg; TB: 110 cm
Tanda vital : Tekanan darah: 120/80 mmHg; Nadi: 96 x/menit; RR: 24 x/menit;
Suhu: 36,5oC.
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Status Ophtalmologis (pada subbab berikut)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Normotia, serumen (+/+)
Mulut : Oral hygiene cukup, gigi-geligi lengkap, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
tenang
6
Leher : KGB dan Tiroid tidak teraba membesar
Thoraks
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : Gerak nafas simetris, suara nafas vesikular, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : datar, superl, NT (-), bising usus (+) normal, hepatomegali (-), splenomegali
(-), massa (-)
Ekstremitas : Akral hangat +¿+ ¿+¿+¿¿ ¿, edema −¿− ¿
−¿−¿¿ ¿
Status Ophtalmologis
OD Pemeriksaan OS0 Visus (bed side) 1/∞
Tidak dapat dinilai Tekanan intra okular Tidak dapat dinilaiProptosis Kedudukan bola mata Proptosis
Tidak dapat dinilai Gerak bola mata Tidak dapat dinilaiTenang Palpebra Tenang
Granular (permukaan tidak rata), merah (-)
Konjungtiva Granular (permukaan tidak rata), merah (-), sekret (-)
sekret (-) Sekret sekret (-)Keruh, permukaan tidak rata,
merah (+)Kornea Keruh, permukaan tidak rata,
merah (-)Tidak dapat dinilai COA Tidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai Iris Tidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai Pupil Tidak dapat dinilaiTidak dapat dinilai Lensa Tidak dapat dinilai
Pemeriksaan tidak dilakukan Funduskopi Pemeriksaan tidak dilakukan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium darah
Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 24 Juli 2012.
Pemeriksaan Hasil Nilai NormalLeukosit 13.200 /mm3 3.500 – 10.000 /mm3
Eritrosit 4,97 juta/mm3 3,5 – 5 juta/mm3
Hemoglobin 13,3 g/dl 11,0 – 16,5 g/dlHematokrit 40,8 % 35,0 – 50,0 %Trombosit 437.000 /mm3 150-500 ribu/mm3
Ureum 18,1 mg/dl 10-50 mg/dlCreatinine 0,45 mg/dl 0,5 – 0,9 mg/dlNatrium 136 meq/l 135-147 meq/lKalium 4,0 meq/l 3,5-5,0 meq/lChlor 105 meq/l 94-111 meq/l
7
Kesan dari pemeriksaan laboratorium darah adalah leukosistosis yang menandakan adanya
infeksi akut, kemungkinan oleh bakteri.
2. Pemeriksaan CT Scan orbita
Gambar. Pemeriksaan CT Scan orbita
Hasil sebagai berikut:
- Kedua orbita membesar, tampak protusio.
- Lensa pada orbita kanan tidak tampak; kiri tampak menebal.
- Muskulus recti orbitalis bilateral tidak menebal.
- Nervus opticus kiri kanan tidak tampak penebalan.
- GI lacrimalis kiri kanan normal.
- Tidak tampak fraktur pada tulang-tulang orbita kiri kanan.
- Palpebra tampak baik.
- Pada post kontras scanning tak tampak enhancement patologis.
Kesimpulan:
Pembesaran kedua orbita disertai protusio bilateral dan lensa pada orbita kanan tidak tampak;
ec massa intraoccular ?
8
E. RESUME
An. Desi, perempuan 7 tahun diantar ke RSOB karena penonjolan pada kedua bola
mata sejak 6 tahun SMRS (usia 2 bulan). Rasa mengganjal pada kedua mata (+/+), merah
(-/-), lendir atau kotoran mata yang berlebihan (-/-), rasa sakit atau gatal (-/-), rasa silau
(fotofobia) (-/-), pengelihatan mata kanan tidak ada sama sekali, mata kiri dapat melihat
namun tidak jelas dan harus dekat serta dalam keadaan terang. Orang tua pasien menyangkal
adanya banyangan putih pada bagian tengah hitam mata (pupil).
Awalnya (saat usia 2 bulan) terdapat bintik warna merah pada bagian putih mata
kanan sebesar ±1 mm, permukaan rata, tidak menonjol. Pasien diberi obat tetes mata milik
orang tuanya (nama obat lupa) pada kedua mata. 1 hari kemudian menjadi merah. 1 minggu
kemudian pasien ke dokter umum dan dikatakan lensa mata kanan lepas sehingga tidak dapat
melihat lagi. Merah pada kedua mata semakin tenang dalam beberapa hari, namun penonjolan
semakin terlihat membesar secara lambat. Demam, sesak, dan batuk pilek disangkal pasien.
BAB dan BAK normal seperti biasa.
Pemeriksaan fisik:
Status generalis : dalam batas normal
Status oftalmologis :
OD Pemeriksaan OS0 Visus (bed side) 1/∞
Proptosis Kedudukan bola mata ProptosisGranular (permukaan tidak
rata), merah (-)Konjungtiva Granular (permukaan tidak
rata), merah (-), sekret (-)Keruh, permukaan tidak rata,
merah (+)Kornea Keruh, permukaan tidak rata,
merah (-)Laboratorium darah : leukosit 13.200 /mm3
CT-Scan Orbita : Pembesaran kedua orbita disertai protusio bilateral dan lensa pada
orbita kanan tidak tampak; ec massa intraoccular ?
F. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Tumor intra okular ODS
Diagnosis Banding:
Retinoblastoma
Astrositoma
9
G. PENATALAKSANAAN
Enukleasi ODS
Penatalaksanaan Anjuran
- MRI orbita (sebelum enukleasi)
- Pemeriksaan Patologi Anatomi.
H. Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad fungsional : ad malam
Ad sanasionam : ad malam
Gambar. Foto An. Desi saat di ruang perawatan
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
RETINOBLASTOMA
A. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang tidak
berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina pada anak. 40% penderita retinoblastoma
merupakan penyakit herediter. Retinoblastoma merupakan tumor yang bersifat autosomal
dominan dan merupakan tumor embrional.
Sebagian besar penderita dengan retinoblastoma aktif ditemukan pada usia 3 tahun,
sedang bila terdapat binokuler biasanya terdapat pada usia lebih muda atau 10 bulan.
Retinoblastoma dapat ditemukan dalam bentuk yang regresi terutama pada anak-anak.1
B. Etiologi
Retinoblastoma terbentuk hasil dari transformasi malignan dari sel retinal primitive
sebelum terjadinya diferensiasi akhir. Oleh karena sel ini akan menghilang dalam beberapa
tahun awal kehidupan, tumor ini jarang ditemukan setelah usia 3 tahun. Retinoblastoma bisa
diturunkan atau tidak diturunkan. Gen predisposisi retinoblastoma adalah (RPE1) yaitu pada
kromosom 13 band 13q14.
Suatu alel dalam pita kromosom 13q14 mengontrol tumor, baik dalam bentuk
herediter maupun non-herditer. Gen retinoblastoma normal, yang terdapat pada semua orang
adalah suatu gen supresor atau anti onkogen. Individu dengan bentuk penyakit yang herediter
memiliki satu alel terganggu disetiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina
yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk yang non-
herediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh di
nonaktifkan oleh mutasi spontan.
Sejumlah faktor termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet dan radiasi akan
meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerapkali mengenai sel somatik dan kemudian diteruskan
kepada generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.
C. Patofisiologi
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan pada
anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan retina
11
embrional, dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bersifat
herediter yang diwariskan melalui kromosom.
Massa tumor dapat tumbuh ke dalam (endofitik) dan tumbuh menembus keluar
lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofitik). Kadang-kadang tumor berkembang difus.
Pertumbuhan endofitik lebih umum terjadi. Tumor endofitik timbul dari lapisan inti dalam
lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina.
Konsep yang paling banyak dipegang oleh histogenesis retinoblastoma menyatakan
bahwa umumnya muncul dari sel prekursor multipotensial (mutasi pada lengan panjang
kromosom 13 band 13q14) yang bisa berkembang menjadi hampir semua jenis sel retina
dalam atau luar. Secara intraokular, hal itu menunjukkan berbagai pola pertumbuhan, yang
telah digambarkan sebagai diuraikan di bawah ini.
Pertumbuhan endofitik
Pertumbuhan endofitik terjadi karena tumor menembus membran interna dan berupa
massa putih seperti terowongan dengan permukaan tidak rata dan tumor tidak teratur. Pola
pertumbuhan ini biasanya terkait dengan vitreus seeding, dimana fragmen kecil jaringan
menjadi terpisah dari tumor utama. Dalam beberapa kasus, vitreus seeding dapat luas dan
memungkinkan sel tumor untuk terlihat sebagai massa bulat mengambang di ruang vitreous
dan anterior chamber, simulasi endophthalmitis dan iridocyclitis, dan menutupi massa utama.
Deposito sekunder atau pembenihan sel tumor ke daerah lain dari retina mungkin disalah
artikan dengan tumor multisenter.
Pertumbuhan eksofitik
Pertumbuhan eksofitik terjadi di ruang subretinal. Pola pertumbuhan ini sering
dikaitkan dengan akumulasi cairan subretinal dan ablasi retina. Sel-sel tumor dapat menyusup
melalui membran Bruch ke koroid dan kemudian menyerang pembuluh darah atau saraf
siliaris. Pembuluh darah retina menjadi berliku-liku karena ditimpa massa.
Pertumbuhan infiltasi difus
Ini adalah subtipe langka yang terdiri dari 1,5% dari semua retinoblastoma. Hal ini
ditandai dengan infiltrasi datar retina oleh sel tumor tapi tanpa massa tumor yang diskrit.
Massa putih khas yang sering terdapat pada retinoblastoma jarang terjadi. Tumbuh lambat
dibandingkan dengan retinoblastoma biasanya.
12
Kedua jenis retinoblastoma, secara bertahap akan mengisi mata dan meluas bersama
nerbus optikus ke otak dan lebih jarang disepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh emirasi di
sklera ke jaringan orbita lainnya.
Secata mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri atas sel-sel kecil, tersusun,
bundar atau ppoligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini
kadang membentuk rosette Flexner-Wintersteiner yang khas, menandakan adanya
diferensiasi fotoreseptik.
Gambar. Histologi Rosette Flexner-Wintersteiner
D. Klasifikasi
Retinoblastoma terbagi atas IV stadium, yaitu:
Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang).
Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.
Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui ujung
nervus optikus yang dipotong saat enukleassi atau ke dalam isi orbita.
Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak atau penyebaran hematogen ke
tulang dan sum-sum tulang.
E. Tanda dan Gejala
- Leukokoria (pupil putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling sering
ditemukan.
- Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling, mata merah atau terdapatnya warna iris
yang tidak normal.
- Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik mata
depan, uvaitis, endoftalmitis, ataupun suatu panoftalmitis.
- Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata.
- Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
13
- Tajam pengelihatan sangat menurun.
- Nyeri.
- Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan
kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah di
atasnya.
Gambar. Presentasi klinis retinoblastoma. (a) Unilateral leukocoria; (b) secondary glaucoma and buphthalmos; (c) Mata merah
akibat uveitis; (d) Nodul pada iris dan pseudo-hupopyon; (f) Invasi orbita
F. Diagnosis Banding
1. Retinopathy of prematurity. Sekiranya berlanjut, mungkin akan menyebabkan
ablasio retina dan leukokoria. Diagnosis tidak sulit karena ada riwayat prematuritas
dan BBLR.
2. Intermediete uveitis mungkin akan mengaburi retinoblastoma yang tipe difus
infiltratif pada anak yang lebih besar.
3. Toxocariasis
a. Endoftalmitis toxocara kronis akan menyebabkan membran siklitis dan pupil
putih.
b. Granuloma toxocara pada kutub posterior menyamai retinoblastoma endofitik.
4. Coats disease selalu unilateral, lebih sering pada laki-laki dan timbil lebih lambat dari
retinoblastoma. Karakteristik dari penyakit ini adalah pembuluh darah retina yang
14
telangiectasis, eksudasi intra dan subretina yang ekstensif dan juga ablasio retina
eksudatif.
G. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi digunakan terutama untuk menilai ukuran tumor. Ia juga digunakan
untuk mendeteksi adanya kalsifikasi dalam tumor dan sangat membantu dalam
mendiagnosis lesi simulasi seperti Coats Disease dan toxoccariasis.
CT-scan manunjukkan penglibatan dari nervus opticus yang luas, daerah orbita dan
ekstensi ke CNS, adanya pinealoblastoma dan kalsifikasi. Namun, CT scan
melibatkan pajanan radiasi yang signifikan yang mana bisa membahayakan pada
pasien dengan mutasi germinal.
Elektroretino-gram (ERG), berguna untuk menilai kerusakan luas pada retina.
Visual Evoke Respons (VER), berguna untuk mengetahui adanya perbedaan
rangsangan yang sampai ke korteks sehingga dapat diketahui adanya gangguan
rangsangan/pengelihatan pada seseorang.
MRI tidak bisa mendeteksi kalsifikasi, namun MRI lebih diprioritaskan dibandingkan
CT scan untuk mengevaluasi nervus opticus dan deteksi dari pinealoblastoma,
khususnya dengan penggunaan kontras. MRI juga sangat berguna untuk membedakan
retinoblastoma dari kondisi simulasi.
H. PENATALAKSANAAN
Semua tujuan terapi adalah merusak tumor dan mempertahankan pengelihatan yang
memungkinkan tanpa membahayakan hidup. Terapi primer retinoblastemo unilateral
biasanya enukleasi, walaupun pada kasus-kasus tertentu, alternatif seperti kemoterapi,
fotokoagulan atau radiasi dapat dipertimbangkan.
Terapi yang dilakukan tergantung dari ukuran tumor, lokasi dan penemuan yang
bermakna contohnya seperti ablasio retina, benih tumor subretina atau vitreous dan yang
terakhir kondisi dari mata pasien.
Tumor ukuran kecil dengan diameter tidak lebih dari 4 mm dan ketebalan 2 mm tanpa
benih subretina atau vitreous bisa diterapi dengan transpupillary thermotherapy atau
cryotherapy. Cryotherapy berguna untuk tumor pre-equatorial yang mana sangat sulit
dicapai dengan laser.2
Tumor ukuran sedang2
15
o Brachytherapy diindikasikan untuk tumor yang dengan diameter tidak lebih
dari 12 mm dan ketebalan 6 mm, yang mana tidak sesuai untuk thermotherapy
atau cryotherapy, dengan catatan tidak ada benih vitreous seiring regresinya
tumor setelah terapi akan meninggalkan residu kalsifikasi.
o Chemotherapy dengan carboplatin, vincristine dan etoposide digabungkan
dengan cyclosporine. Obat-obat tersebut diberikan secara intravena dalam
siklus 3 minggu selama 4-9 bulan tergantung keparahan penyakit. Teri ini
diikuti dengan terapi lokal dengan cryotherapy atau thermotherapy untuk
mengontrol konsolidasi tumor.
o External Beam Radiotherapy haruslah dihindari sekiranya memungkinkan,
karena risiko komplikasi seperti pembentukan katarak, retinopati radiasi dan
deformitas kosmetik. Pada pasien dengan mutasi germinal, berisiko untuk
mendapatkan tumor ganas sekunder seperti sarcoma tulang dan jaringan
penyangga.
Tumor ukuran besar2
o Chemotherapy untuk mengecilkan ukuran tumor (chemorection), dibantu
dengan terapi lokal setelahnya, supaya menghindari untuk enukleasi atau
external beam therapy. Chemotherapy juga mempunyai efek yang
menguntungkan sekiranya tumornya masih kecil pada mata penderita.
o Enukleasi dilakukan sekiranya chemoreduction gagal atau mata yang sehat
pada penderita tidak menerima chemotherapy yang agresif. Ia juga berguna
untuk pengobatan retinoblastoma difus dengan prognosis visual yang jeles dan
risiko tinggi untuk kambuh lagi dengan terapi lain. Enukleasi seharusnya
dilakukan dengan manipulasi yang minimal masih dan sebaiknya mendapat
nervus opticus yang panjang (8-12 mm). tidak ada kontraindikasi untuk
memasukkan implant orbital.
Ekstensi ekstraokular melebihi lamina kribrosa ditangani dengan chemotherapy
setelah enukleasi. Ekstensi ke ujung nervus opticus atau ekstensi melewati sclera,
ditangani dengan chemotherapy, dan radiasi pada mata yang terkena. Bila tumor telah
keluar bulbus okuli, tapi masih terbatas di rongga orbita, dilakukan kombinasi
eksenterasi, radioterapi dan kemoterapi.
I. Prognosis
16
Mortalitas secara umumya dilaporkan sekitar 2-5% dan tergantung faktor-faktor
berikut:
Ukuran tumor dan lokasi. Tumor posterior yang kecil menghasilkan prognosis yang
baik tapi tidak ada perbedaan antara tipe endofitik atau eksofitik. Tumor mempunyai
prognosis baik bila ditemukan dini dan intraokuler.
Differensiasi seluler. Motalitas pada pasien dengan tumor yang mempunyai banyak
gambaran histologi rosettes adalah sangat kurang berbanding dengan gambaran
histologi yang differensiasinya jelek.
Keterlibatan nervus opticus melebihi titik bedah transeksi adalah terkait dengan
tingginya mortalitas.
Invasi dari pembuluh darah koroid atau vortex memudahkan penyebaran secara
hemotogen, oleh itu mempunyai nilai prognostik yang sangat jelek.
Penyebaran ke ekstraskleral juga mempunyai prognosis buruk.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Edisi 14. 2000. Jakarta: Widya
Medika
2. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Appoach. 2009. London: Elsevier.
3. Kelainan Mata Bawaan. Available at:
http://medicastore.com/penyakit/977/Kelainan_Mata_Bawaan.html. Accessed on:
August, 8th 2012.
4. Ming ALS, Constable IJ. Color Atlas of Ophthalmology. Edisi 3.
5. Schlote T, et al. Pocket Atlas of Ophthalmology. 2006. New York: Thieme.
6. Crick RP, Khaw PT. A Textbook of Clinical Ophthalmology. Edisi 3. 2003.
Singapore: World Scientific.
7. Anonymous. Retinoblastoma. Available at: www.medicastore.com. Accessed on:
August, 8th 2012.
18