Upload
putri-farissa
View
267
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
Retina pada manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan
kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut
ditransmisikan melalui nervus opticus ke korteks visual. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan
oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.
Struktur yang berlapis-lapis memungkinkan lokalisasi fungsi atau gangguan
fungsional pada suatu lapisan atau sekelompok sel.
Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intra okuler yang berasal dari
lapisan sensoris retina, paling sering terjadi pada usia sebelum lima tahun. Insidennya
berkisar antara 1 : 14.000 sampai dengan 1 : 34.000 kelahiran hidup.
Retinoblastoma ini sangat membahayakan kehidupan bila tidak diobati secara tepat,
dapat berakibat fatal karena dalam satu sampai dua tahun setelah didiagnosis akan
bermetastase ke otak atau bermetastase jauh secara hematogen.
Gejala klinis yang paling sering didapatkan berupa leukokoria, strabismus, glauloma
dan protosio bulbi. Prognosa tergantung dari stadium klinis tumor pada saat didiagnosa.
Apabila ditemukan dalam stadium dini maka prognosanya akan lebih baik. Tujuan
pengobatan adalah untuk mempertahankan kehidupan, mempertahankan bola mata dan
bila perlu meniaga supaya tajam penglihatan dan kosmetiknya tetap baik.
Pengobatan dapat berupa fotokoagulasi, krioterapi, radioterapi, dan kemoterapi
serta tindakan bedah.
1
ISI
ANATOMI RETINA
Retina adalah lembar jaringan saraf berlapis yang tipis, halus dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Terdiri dari macam-
macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat mueller,
membrana limitans interna dan eksterna, sel-sel glia.
Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm
di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luar
retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga
berhubungan dengan membran bruch, koroid dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina
dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang subretina, seperti
yang terjadi pada ablasi retina. Namun pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitel
pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina
dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara
koroid dan sklera, yan meluas ke taji sklera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas
melampaui ora serrata, dibawah pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan epitel pada
permukaan dalam corpus ciliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina
dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus.
Lapisan-lapisan retina mulai dari dalam keluar terdiri dari :
1) Membrana limitans interna
2
2) Lapisan serabut-serabut saraf (akson dari sel-sel ganglion yang berjalan menuju
nervus opticus)
3) Lapisan sel-sel ganglion
4) Lapisan plexiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar
5) Lapisan inti dalam (nukleus dari sel bipolar)
6) Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel
horisontal dengan fotoreseptor.
7) Lapisan inti luar
8) Membrana limitans eksterna
9) Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10) Lapisan epitel pigmen retina
3
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub
posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6 mm, yang
secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah
retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis, yang secara
histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu
lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang
mengandung pigmen luteal kuning – xantofil. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya
penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralisnya. Struktur makula lutea :
Tak ada serat saraf
Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak
ada
Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di
fovea sentralis hanya terdapat kerucut
Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada
angiografi fluoresens. Secara histologis fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami
penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-
akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina
yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah
makula, 4 mm lateral dari diskus optikus terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm yang
secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan
pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis dan hanya mengandung
fotoreseptor kerucut. Foveola memberikan ketajaman visual yang tajam.
4
Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di luar
membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan
lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari
arteri retina centralis yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi
oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina
mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang,
yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
5
RETINOBLASTOMA
DEFINISI
Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intra okuler yang berasal dari
lapisan sensoris retina. Paling sering terjadi pada usia sebelum lima tahun. Insidennya
berkisar antara 1 : 14.000 sampai dengan 1 : 34.000 kelahiran hidup.
Tumor bersifat bilateral pada sekitar 30% kasus. Umumnya hal ini
merupakan suatu tanda dari penyakit herediter, tetapi lebih dari sepertiga
kasus-kasus keturunan terjadi unilateral.
PATOGENESIS
Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofitik) atau ke dalam (endofitik) atau
kombinasi keduanya. Dapat terjadi penyebaran sel-sel tumor ke dalam vitreus.
Retinoblastoma endofitik akan meluas ke dalam vitreus. Kedua jenis retinoblastoma, secara
bertahap akan mengisi mata dan meluas bersama nervus opticus ke otak dan lebih jarang, di
sepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh emisari di sklera ke jaringan orbita lainnya. Tumor
ini terkadang tumbuh secara difus di retina, melepaskan sel-sel ganas ke dalam vitreus dan
bilik mata depan; dengan demikian, menimbulkan proses pseudoinflamasi yang dapat
menyerupai retinitis, vitritis, uveitis atau endoftalmitis. Secara mikroskospis, sebagian besar
retinoblastoma terdiri atas sel-sel kecil, tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti
besar berwrna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini kadang-kadang membentuk rosette
Flexner-Wintersteiner yang khas, menandakan adanya diferensiasi fotoreseptor. Kelainan-
6
kelainan degeneratif sering dijumpai, disertai dengan nekrosis dan kalsifikasi. Sejumlah kecil
kasus akan sembuh secara spontan.
Fibroplasia retrolental, vitreus primer persisten, displasia retina, penyakit Coats dan
endoftalmitis nematoda dapat merangsang timbulnya retinoblastoma.
Terdapat empat tipe retinoblastoma berdasarkan patogenesisnya, yaitu:
Non-herediter
Pada tipe nonherediter yang merupakan dua pertiga kasus retinoblastoma, kedua
mutasi merupakan mutasi somatik pascazigot, yaitu mutasi pertama pada jaringan neural
atau retinoblast embrionik dan mutasi kedua pada retina yang sedang berkembang. Pasien
dengan retinoblastoma tipe nonherediter umumnya terdiagnosis pada usia yang lebih tua
(23 bulan) dibandingkan tipe herediter (8-12 bulan) dan retinoblastoma terjadi unilateral.
Pada tipe ini, abnormalitas genetik yang terjadi tidak diturunkan.
Sporadis Herediter
Retinoblastoma tipe sporadis herediter merupakan 20-25% kasus retinoblastoma. Pada
pasien ini, mutasi pertama terjadi pada sel germinal atau sel embrionik awal
(mempengaruhi seluruh sel) dan mutasi kedua terjadi pada jaringan somatik neural atau
saat retina berkembang. Dua pertiganya memiliki retinoblastoma bilateral. Pasien-pasien ini
juga memiliki risiko yang signifikan untuk mengalami keganasan nonokular.
Familial
7
Retinoblastoma familial merupakan kelainan autosomal dominan. Individu dengan kelainan
tipe ini memiiliki riwayat keluarga retinoblastoma. Pasien dengan retinoblastoma tipe
familial memiliki mutasi bawaan sehingga hanya memiliki satu kopi gen protektif. Mutasi
kedua terjadi pada masa embrional atau saat pembentukan retina. Tipe familial merupakan
5-10% kasus retinoblastoma, dan penetrasinya 95%. Pasien dengan retinoblastoma familial
umumnya ditemukan pada usia yang lebih muda (sekitar 8 bulan) dibandingkan tipe
sporadis. Penderita retinoblastoma tipe familial umumnya memiliki tumor okular multipel
dan bilateral pada dua pertiga kasus. Mereka juga rentan mengalami keganasan nonokular.
Baik retinoblastoma familial maupun sporadis herediter diturunkan secara autosomal
dominan. Dengan demikian, pasien memiliki 50 % kemungkinan menurunkan defek genetik
ini pada tiap anak. Analisis kromosom pada sel-sel perifer orangtua penderita (genetic
linkage analysis) dan pemeriksaan defisiensi esterase-D pada eritrosit atau fibroblas dapat
dilakukan untuk mengkonfirmasi heritabilitas pada kasus retinoblastoma unilateral/sporadis
yang diduga disebabkan mutasi sel germinal.
Kerusakan kromosom 13
Kelompok keempat retinoblastoma memiliki monosomi 13 atau delesi yang signifikan
pada 13q. Delesi 13q juga berkaitan dengan mikrosefali, dismorfisme, perubahan telinga,
retardasi mental, abnormalitas pada jari jemari, dan malformasi pada genitalia. Oleh karena
adanya lesi-lesi lain, pasien tipe ini umumnya ditemukan saat lahir atau berdekatan dengan
kelahiran.
8
STADIUM
I. Stadium tenang
Pupil lebar, dipupil tampak refleks kuning yang disebut “amourotic cat’s eye”. Hal inilah
yang menarik perhatian orang tua penderita untuk kemudian berobat. Pada funduskopi,
tampak bercak yang berwarna kuning mengkilap, dapat menonjol kedalam badan kaca. Di
permukaannya ada neovaskularisasi dan perdarahan. Dapat disertai dengan ablasi retina.
II. Stadium glaukoma
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meninggi,
glaukoma sekunder, yang disertai dengan rasa sakit yang sangat. Media refrakta menjadi
keruh, sehingga pada funduskopi sukar menentukan besarnya tumor.
III. Stadium ekstra okuler
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar, menyebabkan eksolftalmus,
kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita, disertai nekrosis
diatasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi kebelakang sepanjang N.II dan masuk keruang
tengkorak. Penyebaran ke kelenjar getah bening, juga dapat masuk kedalam pembuluh
darah, untuk kemudian menyebar keseluruh tubuh.
9
GAMBARAN KLINIS
1. Leukokoria
Erupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada retinoblastoma intra okular
yang dapat mengenai satu atau kedua mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata
kucing”. Hal ini disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar
retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan
pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
Gambar 1. Perubahan mata pada Retinoblastoma
Differential Diagnosis of Leukokoria
Diagnosis Pathophysiology
Cataract Opacification of the lens
Coats’ disease Accumulation of subretinal fluid and lipid
Primary persistent hyperplastic vitreous Remnants of embryologic mesenchymal tissue in vitreous cavity
Retinal detachment Fluid under the retina
Retinoblastoma Ocular tumor
10
Diagnosis Pathophysiology
Retinopathy of prematurity Abnormal retinal development
Toxocariasis Retinal granulomas
Other congenital, degenerative, and inflammatory diseases of the retina
Varies
2. Strabismus
Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria. Strabismus ini
muncul bila lokasi tumor pada daerah makula sehingga mata tidak dapat terfiksasi.
Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya berada diluar makula tetapi massa
tumor sudah cukup besar.
3. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang terjadi akibat
retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat diprediksi sudah terjadi
invasi ke nervus optikus. Selain glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula
akibat gejala inflamasi okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal
atau endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis
4. Buftalmos
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular
akibat .tumor yang bertambah besar.
11
5. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik.
6. Proptosis
Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan ekstra okular.
DIAGNOSIS
1) Biopsi
Dengan melakukan biopsi jarum halus maka tumor dapat ditemukan jenisnya.
Namun demikian tindakan ini dapat menyebabkan terjadinya penyebaran sel tumor
sehingga tindakan ini jarang dilakukan.
Pada pemeriksaan histopatologik terdapat sel sel kecil, berbentuk bulat dengan
nukleus besar yang hiperkromatik dan sitoplasma sedikit. Ditemukan daerah nekrosis
dengan deposit kalsium. Gambaran khas pada retinoblastoma adanya rosette yang
merupakan gambaran susunan sel kuboid yang mengelilingi suatu lumen dengan
nukleus yang terletak didaerah basal.
2) Pemeriksaan dengan anestesi umum
Bertujuan untuk melakukan pemeriksaan bola mata secara baik, yaitu menentukan
diameter kornea, tekanan intra okular, pemeriksaan funduskopi serta melihat
pembuluh darah atau neovaskularisasi
12
3) Floresensi Angiografi
4) Ultrasonografi
Untuk melihat klasifikasi dan ukuran tumor
5) Computerized Tomography (CT scan)
Untuk melihat adanya klasifikasi, ukuran serta perluasan tumor
6) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Baik untuk melihat adanya klasifikasi, ukuran dan perluasan tumor
13
7) Lumbal Pungsi
Prognosa dan survival rate sangat tergantung pada stadium klinis tumor pada saat
didiagnosis. Klasifikasi yang paling sering dipakai adalah klasifikasi Reese Ellsworth, yaitu:
Grup 1a : Tumor soliter ukuran 4 diameter papil nervus optikus pada atau dibelakang
ekuator.
1b : Tumor multipel ukuran 4 diameter papil nervus optikus pada atau
dibelakarrg ekuator.
2a : Tumor soliter ukuran 4 - 10 diameter papil nervus optikus pada atau
dibelakang ekuator.
2b : Tumor multipel ukuran 4 - 10 diameter papil nervus optikus pada atau
dibelakang ekuator.
3a : Beberapa lesi pada anterior sampai ekuator.
3b : Tumor soliter ukuran 10 diameter papil nervus optikus di posterior sampai
ekuator.
4a : Tumor multipel Iebih dari 10 diameter papil nervus optikus.
4b : Beberapa lesi dari anterior ke oraserata.
5a : Tumor masif setengah atau lebih retina.
5b : Vitreous seeding
PENATALAKSANAAN
14
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral,
perluasan kejaringan ekstra okuler dan adanya tanda-tanda metastasis jauh.
1. Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium sangat dini.
Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh darah yang menuju ke
tumor akan tertutup sehingga sel tumor akan menjadi mati. Keberhasilan cara ini
dapat dinilai dengan adanya regresi tumor dan terbentuknya jaringan sikatrik
korioretina. Cara ini baik untuk tumor yang diameternya 4,5 mm dan ketebalan 2,5
mm tanpa adanya vitreous seeding. Yang paling sering dipakai adalah Argon atau
Diode laser yang dilakukan sebanyak 2 sampai 3 kali dengan interval masing-
masingnya 1 bulan.
2. Krioterapi
Dapat dipergunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan ketebalan 3 mm
tanpa adanya vitreous seeding, dapat juga digabungkan dengan fotokoagulasi laser.
Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-tanda sikatrik korioretina. Cara ini
akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval masing-masing 1 bulan.
3. Thermoterapi
Dengan mempergunakan laser infra red untuk menghancurkan sel-sel tumor
terutama untuk tumor-tumor ukuran kecil
4. Radioterapi
15
Dapat digunakan pada tumor-tumor yang timbul kerah korpus vitreus dan tumor-
tumor yang sudah berinervasi kearah nervus optikus yang terlihat setelah dilakukan
enukleasi bulbi. Dosis yang dianjurkan adalah dosis fraksi perhari 190 – 200 cGy
dengan total dosis 4000 – 5000 cGy yang diberikan selama 4 sampai 6 minggu.
5. Kemoterapi
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang pada
pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada khorid dan atau mengenai
nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan
eksenterasi dan dengan metastase regional atau metastase jauh. Kemoterapi juga
diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang untuk menghindarkan tindakan
radioterapi.5 Retinoblastoma Study Group menganjurkan penggunaan Carboplastin,
Vincristine sulfat dan Etopozide phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan
Cyclosporine atau dikombinasi dengan regimen kemoterapi carboplastin, vincristine,
etopozide phosphate. Teknik lain yang dapat digabungkan dengan metode
kemoterapi ini adalah :
a. Kemotermoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan
termoterapi. Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada fovea dan
nervus optikus dimana jika dilakukan radiasi atau fotokoagulasi laser dapat
berakibat terjadinya penurunan visus.6
b. Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi yang
dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.
6. Enukleasi bulbi
16
Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen posterior bola mata. Apabila
tumor telah berinvasi kejaringan sekitar bola mata maka dilakukan eksenterasi
Berdasarkan ukuran tumor, penatalaksanaan dapat dibagi :
1. Tumor kecil
Ukuran tumor kecil dari 2 diametar papil nervus optikus tanpa infiltrasi ke korpus
viterus atau sub retinal. Dapat dilakukan fotokoagulasi laser, termoterpi,
korioterapi dan kemoterapi.
2. Tumor medium
a. Brakiterapi untuk tumor ukuran kecil dari 8 diameter papil nervus optikus
terutama yang tidak ada infiltrasi ke korpus vitreous, juga dipergunakan
untuk tumor-tumor yang sudah mengalami regresi.
b. Kemoterapi
c. Radioterapi, sebaiknya hal ini dihindarkan karena komplikasinya dapat
mengakibatkan katarak, radiasi retinopati.
3. Tumor besar
a. Kemoterapi untuk mengecilkan tumor dan ditambah pengobatan lokal
seperti krioterapi dan fotokoagulasi laser yang bertujuan untuk
menghindarkan enukleasi atau radioterapi. Tindakan ini juga memberikan
keuntungan apabila terdapat tumor yang kecil pada mata sebelahnya.
b. Enukleasi bulbi dilakukan apabila tumor yang diffuse pada segmen posterior
bola mata dan yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya rekurensi
4. Tumor yang sudah meluas kejaringan ekstra okuler maka dilakukan eksenterasi
dan diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.
5. Tumor yang sudah bermetastasis jauh, hanya diberikan kemoterapi saja.
17
PROGNOSIS
Kanker yang menyerang penderita retinoblastoma berada di dalam mata
(intraokular) dan kemudian dapat keluar dari bola mata (ekstraokular). Makin besar ukuran
tumor berarti makin lanjut stadium tumor tersebut. Penderita tumor ekstraokular memiliki
harapan hidup lebih kecil, karena tumor menyebar ke susunan saraf pusat serta ke organ
tubuh lain.
Bila diketahui pada stadium awal, penglihatan penderita dan mata penderita dapat
diselamatkan. Pengangkatan Kanker memberikan Prognosa yang baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
1) Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: Widya Medika, 2010
2) Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas, SpM. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007
3) dr. Nana wijana. Ilmu penyakit mata. Cetakan ke 6, 1993
4) Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-2. Jakarta: sagung seto, 2002
5) www.surgical-pathology.com/retinoblastoma .htm
6) www.FK-UNLAM.ac.id
7) www.exomedicine.com/retinoblastoma
19