Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN DILUAR
TERHADAP KEJADIAN DEMAM TYPHOID PADA
PASIEN RAWAT INAP RSUD CUT NYAK DHIEN
MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
DARMAWATI
09C10104055
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
2014
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN DILUAR
TERHADAP KEJADIAN DEMAM TYPHOID PADA
PASIEN RAWAT INAP RSUD CUT NYAK DHIEN
MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
DARMAWATI
09C10104055
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umur Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional.
Pembangunan ini diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan
kemampuan serta untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal, kesehatan tersebut yang menjadi dambaan setiap
orang sepanjang hidupnya, serta datangnya penyakit merupakan hal yang tidak
bisa ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari (Depkes RI,
2010).
UU No.36, 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan
(Menkes RI, 2009)
Demam typhoid merupakan penyakit yang menyerang penduduk di semua
negara. Deman typhoid itu sendiri banyak di temukan di negara berkembang,
yang di pengaruhi oleh higiene pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik.
Angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang
meninggal karena penyakit. WHO memperkirakan 70% kematian terjadi di asia,
2
sementara, prevalensi kasus bervariasi tergantung lokasi, kondisi lingkungan
setempat, dan perilaku masyarakat (Widoyono, 2011).
Demam typhus atau Typhus Abdominalis merupakan suatu infeksi akut
yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi, penyakit ini terjadi pada usus
kecil, dengan masa tunas 6-14 hari. Penyakit ini bisa terjangkit dari kebersihan
perorangan yang buruk dan demam Typhoid yang terbesar di seluruh dunia tidak
tergantung pada iklim (Widodo, 2006).
Demam typhoid abdominalis atau demam typhoid masih merupakan
masalah besar di Indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun.
Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar antara 354-810/100.000
penduduk pertahun. Hasil demam Typhoid di Indonesia, prevalensi 91% kasus
demam typoid terjadi pada umur 3-44 tahun. Hal ini secara tidak langsung akan
mempengaruhi proses tumbuh kembang, produktivitas kerja, prestasi kerja atau
belajar, karena bila penderita terkena penyakit ini setidaknya akan mengurangi
jam kerja antara 4-6 minggu, terlebih bila disertai dengan komplikasi intestinal
(perdarahan intestinal, perforasi usus) atau komplikasi ekstra intestinal
(komplikasi hematologik, hepatitis tifosa, pankreatitis tifosa, miokarditis, tifoid
toksik). Penyakit demam typoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka
kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2006
menempati urutan ke 21 dari 48 (12.9%) dari penyakit yang tercatat. Meskipun
hanya menempati urutan yang ke 21, penyakit typhoid memerlukan perawatan
yang komprehensif, mengingat penularan salmonella typhi ada dua sumber yaitu
pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Pasien carier adalah
3
orang yang sembuh dari demam typhoid dan terus mengekspresi salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes RI, 2012).
Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama (2013) menyatakan bahwa demam typhoid adalah penyakit yang
penyebarannya melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari,
usus halus, usus besar, dstnya). Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan
kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat dan
salmonella typhi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman
yang tercemar.
Demam typhoid, faktor risiko utamanya adalah penanganan makanan oleh
penjamah makanan yang terinfeksi sehingga disebut food borne disease. Yang
dimaksud dengan penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat
diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi
mikroba pathogen kecuali keracunan. Sebenarnya kelompok food borne disease
tidak jauh berbeda dengan penularan melalui air atau water borne disease, hanya
ada di antaranya yang secara langsung berada dalam zat makanan atau unsur
makanan yang dimakan. Faktor risiko demam typhoid yang juga mungkin
berperan antara lain sanitasi lingkungan yang buruk (tidak menggunakan jamban
saat buang air besar, kualitas sumber air bersih buruk), hygiene perorangan yang
buruk (tidak mencuci tangan sebelum makan), mengkonsumsi makanan (sayuran)
dalam kondisi mentah dan minum air yang tidak direbus terlebih dahulu (Depkes
RI, 2011).
4
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan
rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber
penularan demam typoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase
konfaselen, dan kronik karier. Demam typhoid juga dikenali dengan nama lain
yaitu, Typhus Abdominalis, Typhoid fever, atau Enteric fever. Demam typhoid
adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit
kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang
juga disertai perut membesar, limpa dan erupsi kulit. Demam typhoid merupakan
salah satu dari penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini endemik diseluruh daerah
di provinsi Indonesia dan merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang
dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan, typoid merupakan
penyebab terpenting terjadinya septidsemia terkaid komunitas, dengan insiden
rate yang dilaporkan melebihi 2500/100.000 penduduk. (Depkes RI, 2008).
Menurut Rachmawati (2006) dalam Putra (2012) menyatakan bahwa
Sumber penularan utama demam typhoid adalah penderita itu sendiri dan carrier,
yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Samonella typhi
dalam tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber penularan. Debu yang berasal
dari tanah yang mengering, membawa bahan-bahan yang mengandung kuman
penyakit yang dapat mecemari makanan yang dijual di pinggir jalan. Debu
tersebut dapat mengandung tinja atau urin dari penderita atau karier demam
typhoid. Bila makanan dan minuman tersebut dikonsumsi oleh orang sehat
terutama anak-anak sekolah yang sering jajan sembarangan maka rawan tertular
5
penyakit infeksi demam tifoid. Infeksi demam tifoid juga dapat tertular melalui
makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam typhoid atau
paratyphoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap
di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang meninggal 1.747
orang dengan Case Fatality Rate sebesar 1,25%. Sedangkan berdasarkan Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam typhoid atau paratyphoid juga
menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah
sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal 274 orang dengan
Case Fatality Rate sebesar 0,67 % (Profil Kesehatan Indonesia, 2009).
Menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2010, prevalensi tifoid
klinis nasional sebesar 3,6%, sedang prevalensi hasil analisa lanjut ini sebesar
3,5% yang artinya ada kasus tifoid 3.500 per 100.000 penduduk Indonesia. Tifoid
klinis dideteksi di Provinsi Jawa Tengah dengan prevalensi 1,61 % dan tersebar di
seluruh Kabupaten atau Kota dengan prevalensi yang berbeda-beda di setiap
tempat. Prevalensi tifoid di Kabupaten Semarang sebesar 0,8%. Sedangkan
prevalensi deman typhoid di Aceh sendiri berdasarkan hasil diagnosa tenaga
kesehatan adalah sebesar 6,3% (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2012).
Wabah penyakit typus atau dikenal dengan demam typhoid, meningkat
pesat di Aceh Barat selama dua tahun terakhir. Menurut data yang di dapatkan
dari Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh bahwa pada tahun 2011
sebesar 876 pasien yang di rawat inap, diantaranya 1 pasien meninggal dunia,
sedangkan pada tahun 2012 meningkat sebesar 1320 pasien yang dirawat, 2 pasien
6
meninggal dunia, sementara pada tahun 2013 terdapat sebesar 700 yang dirawat
inap, 2 pasien meninggal dunia (Laporan Rekam Medik RSUD Cut Nyak Dhien,
2011- 2013).
Berdasarkan alasan-alasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan kebiasaan konsumsi makanan diluar
terhadap kejadian deman typhoid pada pasien rawat inap RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui tentang
bagaimana hubungan kebiasaan konsumsi makanan diluar terhadap kejadian
deman typhoid pada pasien rawat inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi makanan diluar terhadap
kejadian deman typhoid pada pasien rawat inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kebiasaan konsumsi makanan di luar pada pasien rawat
inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
2. Untuk mengetahui kejadian deman typhoid pada pasien rawat inap RSUD
Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
7
3. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi makanan di luar terhadap
kejadian deman typhoid pada pasien rawat inap RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
1.4. Hipotesa Penelitian
Ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan diluar dengan kejadian
demam typhoid pada pasien rawat inap di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat tahun 2014.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini digunakan untuk bahan acuan dalam proses pendidikan
2. Bagi peneliti untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan tentang hal-
hal yang berhubungan dengan deman typhoid.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai informasi pengetahuan masyarakat
tentang deman typhoid dan bagaimana cara mencegahnya.
2. Bagi pihak rumah sakit hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam memberikan perawatan pada pasien penderita deman
typhoid.
3. Bagi Instansi kesehatan khususnya yang di Kabupaten Aceh Barat bisa
menjadi acuan untuk penatalaksanaan dan mengatasi deman typhoid.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Typhoid
2.1.1. Pengertian Demam Typhoid
Penyakit Demam Typhoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga
disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu
Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan
(Depkes RI, 2009).
Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Universitas Kedokteran
Abulyatama (2013) menyatakan bahwa demam tifoid (typhoid fever) atau tifus
abdominal (paratyphoid fever/enteric fever/paratifus abdominal) adalah penyakit
disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B, dan C atau
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna, dengan gejala
yang di tandai yaitu panas berkepanjangan (deman lebih dari 1 minggu),
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, ditopang dengan bakteremia
tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekalian
multiplikasi ke dalam sel fagoist mononukler dari hati, limpa, kelenjar limfe usus
dan Peyer’s patch.
Demam paratypfoid dapat menyebabkan enteritis akut. Demam tifoid
dan demam paratypfoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Kata lain
dari demam tifoid dan paratyfoid adalah typhoid dan paratyphoid fever,
9
enteric fever, typhus dan paratyphus abdominalis (Juwono, 1996).
Demam typhoid merupakan penyakit yang ditandai dengan bakterimia,
perubahan pada sistem retikulo endotelial yang bersifat difus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum, juga penyakit menular yang
bersifat akut. Demam Tifoid (typhoid fever) yang biasa orang awam, juga
menyebutkan typhus atau types oleh merupakan penyakit yang menyerang bagian
saluran pencernaan, disebabkan bakteri Salmonella Enterica, khususnya
turunannya yaitu Salmonella Typhi (S. Typhi) (Soegijanto, 2002).
Menurut Widoyono (2011) demam typhoid dan demam paratifoid adalah
infeksi akut pada saluran pencernaan. Demam typhoid yang disebabkan oleh
salmonella typhi, sedangkan demam paratyphi disebabkan oleh salmonella
paratyphi A, B, dan C. Kedua penyakit tersebut dengan gejala dan tanda hampir
sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit di atas
disebut typhoid dan termiologi lain yang sering digunakan adalah typhoid fever,
paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus abdominalis atau demam enterik.
2.1.2. Epidemiologi
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh
dunia, secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan
kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang
rendah yang mana di Indonesia di jumpai dalam keadaan endemik (Depkes RI,
2010).
Prevalendi demam typhoid Di Amerika Serikat, pada tahun 1950 tercatat
sebanyak 2.484 kasus, sejak tahun 1990 menurun menjadi 300-500 kasus per
10
tahun. Penurunan ini sering dihubungkan dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan terutama dengan meluasnya
pemakaian jamban yang sehat. Kasus yang terjadi di Amerika merupakan
sebagain besar kasus impor dari negara endemik demam typhoid, sementara
prevalensi di Amerika Latin sekitar 150/100.000 penduduk setiap tahunnya, dan
prevalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu sekitar 900/10.000 penduduk per tahun
dan dapat menyerang semua usia, namun golongan terbesar tetap pada usia kurang
dari 20 tahun. Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan insidensi yang tidak
berbeda jauh antar daerah dan serangan penyakit ini lebih bersifat sporadis dan
bukan endemik. Indonesia merupakan negara endemik demam typhoid,
diperkirakan terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk per tahun yang
ditemukan sepanjang tahun. (Widoyono, 2011).
Menurut Juwono (1996) demam typhoid dan demam paratifoid termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1962
tentang wabah dan endemik di Indonesia. Walaupun demam tifoid tercantum
dalam Undang-undang wabah dan wajid dilaporkan, namun data lengkap belum
ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum di ketahui secara pasti, tapi
kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan
wabah. Insedensi demam typhoid tertinggi didapatkan pada anak-anak, sedangkan
orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi
kebal. Insidensi pada pasien yang berumur 12 tahun keatas adalah 70-80% pasien
berumur antara 12 dan 30 tahun, 10-20% antara 30dan 40 tahun dan hanya 5-10%
11
di atas 40 tahun. Di Indonesia demam typhoid jarang dijumpai secara endemik,
tetapi lebih sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang
manimbulkan labih dari satu kasus pada orang-orang serumah dan demam typhoid
dapat di temukan sepanjang tahun.
2.1.3. Etiologi Demam Typhoid
Menurut Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama (2013) menyatakan bahwa etiologi demam tifoid (Typhoid) adalah di
sebabkan bakteri tipe salmonella, juga merupakan bakteri gram negatif,
mempunyai kapsul, tidak membentuk spora, fakiltatif anaerob. Salmonella
merupakan kelompok batang gram negatif tidak pernah menfermantasi laktosa
atau sukrosa, dan membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan
manosa, selain itu juga menghasilkan H2S dan salmonella juga resistan terhadap
bahan kimia tertentu (misalnya, hijau brilian, natrium tetrationat, natrium
deoksikolat) yang menghambat bakteri enterik lain, yang berguna untuk
menginkulasi isolat salmonella dari feses pada medium.
Sementara menurut Widoyono (2011) penyebab demam typhoid adalah
salmonella typhi, yaitu bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul, mempunyai
flangela, dan tidak membentuk spora. Mikroorganisme ini dapat ditemukan pada
tinja dan urin setelah 1 minggu demam (hari ke-8 demam) dan bakteri ini akan
mati pada pemanasan 57oC selama beberapa menit. Sementara itu jika penderita di
obati dengan benar, maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin pada
minggu ke-4. Akan tetapi, seorang bisa di nyatakan carrier, bila pada minggu
ke-4 masih terdapat kuman melalui pemeriksaan kultur tinja. Biasanya seorang
12
carrier berusia dewasa, sangat jarang terjadi pada anak-anak Jika carrier tersebut
mengkonsumsi makanan berlemak, maka cairan empedu akan keluar ke dalam
saluran pencernaan untuk mencerna lemak, bersamaan dengan mikroorganisme
dibuang melalui tinja yang berpotensi menjadi sumber penularan penyakit, dan
kuman salmonella bersembunyi dalam kandung empedu orang dewasa.
Menurut Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Unuversitas
Abulyatama (2013) menyatakan bahwa bakteri Salmonella ini mempunyai
beberapa komponen antigen, yaitu :
1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat
spesifik grup.
2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella
dan bersifat spesifik spesies.
3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang
melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses
aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses
fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan
efektivitas vaksin. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan
bagian terluar dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan,
lipopolisakarida dan lipid A. Ketiga antigen di atas di dalam tubuh akan
membentuk antibodi aglutinin.
4. Outer Membrane Protein (OMP). Merupakan bagian dari dinding sel terluar
yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang
membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai carrier
13
fisik yang mengendalikan masuknya cairan ke dalam membran sitoplasma.
Selain itu OMP juga berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan
bakteriosin yang sebagian besar terdiri dari protein purin, berperan pada
patogenesis demam tifoid dan merupakan antigen yang penting dalam
mekanisme respon imun pejamu. Sedangkan protein non purin hingga kini
fungsinya belum diketahui secara pasti.
Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama (2013) menyatakan bahwa Salmonella typhi dapat hidup didalam
tubuh manusia, yang terinfeksi melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam
jangka waktu yang sangat bervariasi. Sementara salmonella typhi yang berada di
luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu bila berada di dalam air,
es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian, namun hanya dapat
hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan
klorinasi dan pasteurisasi (63oC). Demam typhoid dan demam paratyphi di
sebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi), bakteri
ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui rute oral ke oral, makanan atau
minuman yang terkontaminasi atau makanan yang terkontaminasi oleh tangan
carier (biasanya keluar bersama-sama dengan tinja/rute oral fekal), lalat yang
terkontaminasi makanan, maupn terjadi transmisi transplasental dari ibu hamil
yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.
2.1.4. Cara Penularan Demam Typhoid
Menurut Widoyono (2011) prinsip penularan ini adalah melalui fekal-oral,
melalui tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang
14
tidak sakit) yang masuk kedalam tubuh manusia melalui air dan makanan.
Mekanisme makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri sangat bervariari.
Pernah dari beberapa negara melaporkan bahwa penularan terjadi karena
masyarakat mengkonsumsi kerang-kerangan yang airnya tercemar kuman, dan
dapat terkontaminasi pada sayuran mentah dan buah-buahan yang pohonnya
dipupuk dengan kotoran manusia. Lalat merupakan serangga yang berperan dalam
penularan.
Menurut Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama (2013) menyatakan bahwa masuknya kuman salmonella typhi dan
salmonella paratyphi kedalam terjadi melalui makanan yang terkontaminasi,
sebagian akan musnah dalam lambung dan sisanya lolos masuk kedalam usus
halus dan berkembang biak, dan bila respons imunitas humoral mukosa (Ig A)
usus kurang baik, maka kuman akan menembus ke sel-sel epitel (sel-M) dan ke
lamina propria dan akan berkembang biak serta difagiosit oleh makrofag,
sementara didalam makrofag, kuman dapat hidup di dalamnya dan selanjutnya
dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterikal. Selanjutnya di melalui duktus torakikus, kuman yang ada di dalam
makrofag akan masuk ke dalam sirkulasi darah (menyebabkan bakteremia
pertama yang asimtomatik) dan meyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ ini kuman akan meninggalkan makrofag dan
akan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
kedalam sirkulasi darah lagi dan mengakibatkan bakteremia yang kedua dengan
gejala infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu,
15
berkembang biak, dan bersama cairan empedu disekresikan secara intermittent ke
dalam lumen usus sebagian lainya dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi
masuk lagi kedalam sikulasi darah setelah menembus usus
Gambar 2.1 Cara penularan demam tifoid
Sumber : Muliawan SW (2008).
2.1.5. Gejala Demam Typhoid
Masa tunas demam typhoid berlangsung 10 sampai 14 hari, gejala-gejala
yang di timbulkan amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian
dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Gejala-gejala yang di
timbulkan pada minggu pertama penyakit, sama dengan penyakit infeksi akut
pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, muntah, obstipasi atau diare,
perasaam tidak enak di perut, nyeri otot, anoreksia, mual, batuk dan epistaksis,
semantara pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Gejala-
gejala pada minggu kedua menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif
Penderita demam tifoid
Termakan oleh orang sehat
S.typhi keluar bersama feses
Di bawa oleh vektor atau debu
Mencemari makanan
16
lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali,
splenomegali, stupor, koma, delirium, atau psokosis, reseolae jarang ditemukan
pada orang Indonesia (Juwono, 1996).
Sementara Widoyono (2011) demam typhoid mengakibatkan 3 kelainan
pokok yaitu demam berkepanjangan, gangguan sistem pencernaan, gangguan
kesadaran. Gejala yang paling menonjol adalah demam lebih dari tujuh hari, ini
bisa diikuti oleh gejala tidak khas lainnya, seperti anoreksia atau batuk. Gangguan
saluran pencernaan yang sering tejadi adalah konstipasi dan obstipasi (sembelit),
meskipun diare bisa juga terjadi dan juga gejala lain terjadi pada saluran
pencernaan adalah mual, muntah dan perasaan tidak enak di perut, sementara pada
kondisi yang parah, demam typhoid bisa disertai dengan gangguan kesadaran
yang berupa penurunan kesadaran ringan, apatis, solmnolen, hingga koma,
komplikasi yang terjadi perforasi, pendarahan usus, neuropsikiatri (koma).
Menurut Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama (2013) menyatakan bahwa masa tunas demam typhoid berlangsung
antara 10-14 (periode inkubasi antar 5-40 hari), yang tersingkat 4 hari terinfeksi
melalui makanan dan terlama dapat mencapai 30 hari jika terinfeksi minuman.
Pada gejala pada minggu pertama yang serupa dengan infeksi akut pada
umumnya, yaitu : Demam, pada kasus yang khas dapat berlangsung selama 3
minggu dengan sifat demam meningkat perlahan-lahan setiap hari dan terutama
pada sore hingga malam hari atau febris remiten dan suhu tidak beberapa tinggi,
Nyeri kepala, pusing, Nyeri otot, anoreksia, mual, obstipasi atau diare (obstipasi
kemudian disusul episode diare), perasaan tidak enak di perut, batuk dan
17
epistaksis. Gejala pada minggu kedua makin jelas berupa:
1. Demam; yang terus terjadi namun dengan keadaan bradikardia relatif
(peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit).
Sedangkan pada minggu ketiga suhu tubuh berangsunr-angsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Lidah yang berselaput putih kotor (coated tongue), dengan kotor di tengah
sedangkan tepi dan ujung merah serta tremor (jarang).
3. Hepatomegali, splenomegali, maupn meterorismus (perut kembung).
4. Terjadi gangguan kesadaran seperti apatis, somolen, stupor, koma, delirium,
atau psikosis.
5. Dapat juga terjadi Roseolae atau Rose spots (jarang) pada punggung dan
anggota gerak, merupakan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit. Ruam makulopapular merah ini berukuran 1-5 mm yang sering
terjadi pada daerah abdomen, toraks, ekstrimitas, dan punggu pada orang kulit
putih, dan muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
Pada minggu ketiga bila keadaan membaik maka suhu turun, gejala dan
keluhan berkurang, sedangkan bila minggu ketiga memburuk maka penderita
mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinesia alvia dan
urin.selain itu, terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan abdomen meningkat,
disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia
akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik, dan bila minggu keempat,
penderita akan mengalami penyembuhan (Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas
Kedokteran Universitas Abulyatama (2013)).
18
2.1.6. Faktor Resiko
Penyakit Typhus dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang
tercemar dengan kuman Typhus. Bila anda sering menderita penyakit ini
kemungkinan besar makanan atau minuman yang anda konsumsi tercemar
bakterinya, untuk itu hindari jajanan di pinggir jalan terlebih dahulu, seperti telur
ayam yang dimasak setengah matang pada kulitnya tercemar tinja ayam yang
mengandung bakteri typhus , salmonella typhosa, kotoran, atau air kencing dari
penderita typhus (Soepaman, 2009)
Faktor risiko lingkungan dan perilaku yang secara independen terkait
dengan demam tifoid termasuk makan makanan dari luar , tinggal di rumah yang
sama dengan seseorang yang memiliki kasus baru demam tipus, mencuci tangan
tidak bersih, berbagi makanan dari piring yang sama, minum air yang tidak
dimurnikan (unpurified), dan tinggal di rumah tangga yang tidak memiliki toilet
(Sandjaja, 2007)
2.1.7. Pencegahan Demam Typhoid
Pencegahan demam typhoid adalah kebersihan makanan dan minuman
sangat penting dalam pencegahan demam typhoid, seperti merebus air minum dan
makanan sampai mendidih juga sangat membantu dan juga sanitasi lingkungan,
termasuk pembuangan sampah dan imunisasi, berguna untuk mencengah
penyakit. Strategi pencegahan demam typhoid mencangkup yaitu penyedian
sumber air minum yang baik, penyedian jamban yang sehat, sosialisasi budaya
cuci tangan, sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum,
pemberantasan lalat, pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman,
19
sosialisasi pemberian ASI pada ibu manyusui, dan imunisasi (Widoyono, 2011).
Menurut Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama (2013) menyatakan bahwa penatalaksanan demam typhoid yaitu
pertama istirahat dan perawatan; yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatn sepenuhnya di tempat
dan mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygien perorangan.
Kedua diet dan terapi penunjang; yang bertujuan mengembalikan rasa nyaman
dan kesehatan pasien secara optimal, sedangkan diet yang dimaksud adalah
memberikan seperti bubur saring dan kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar
adan akhirnya masi disesuaikan dengan tingkat penyembuhan pasien, pemberian
bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna
atau perforasi usus. Ketiga pemberian antibiotik yang bertujuan menghentikan dan
mencegah penyebaran kuman. Contoh antimikroba yang digunakan:
kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, sefalosporin generasi tiga,
cefixime, golongan flurokuinolon yaitu norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin,
pefloksasin, fleroksasin. Kombinasi obat antimikroba.
Selain hal-hal di atas, saat ini sudah tersedia vaksin untuk typhoid. vaksin
yang sudah tersedia, yaitu vaksin hidup yang diberikan secara oral (Ty21A) dan
vaksin polisakarida Vi yang diberikan secara intramuskular/disuntikkan ke dalam
otot. Menurut FDA Amerika, efektivitas kedua vaksin ini bervariasi antara 50-80
%. Vaksin hidup Ty21A diberikan kepada orang dewasa dan anak yang berusia 6
tahun atau lebih. Vaksin ini berupa kapsul, diberikan dalam 4 dosis, selang 2 hari.
Kapsul diminum dengan air dingin (suhunya tidak lebih dari 37 oC), 1 jam
20
sebelum makan. Sementara kapsul tersebut harus disimpan dalam kulkas (bukan
di freezer) dan vaksin ini tidak boleh diberikan kepada orang dengan penurunan
sistem kekebalan tubuh (HIV, keganasan) dan juga jangan diberikan pada orang
yang sedang mengalami gangguan pencernaan. Selain itu penggunaan antibiotik
harus dihindari 24 jam sebelum dosis pertama dan 7 hari setelah dosis keempat
dan dilarang diberikan kepada wanita hamil. Efek samping dari vaksin yaitu
mual, muntah, rasa tidak nyaman di perut, demam, sakit kepala dan urtikaria.
Vaksin ini harus diulang setiap 5 tahun (Syahrurachman, 2008)
2.2. Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Diluar
2.2.1. Makanan Diluar
Makanan jajanan diluar adalah makanan dalam bentuk, warna, rasa serta
ukuran tertentu sehingga menarik minat dan perhatian orang untuk membelinya
yang banyak ditemukan di pinggir jalan yang dijajankan (Rachmawati, (2006)
dalam Putra (2012)). Makanan jananan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau
dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO (Food and Agriculture
Organization) didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan
dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian
umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau
persiapan lebih lanjut (Sandjaja, 2007).
Dari hasil studi tentang kebiasaan makan Lewin (1994) dalam Suharjo
(2007) menyimpulkan bahwa hampir semua orang lebih suka makan apa yang
mereka sukai daripada menyukai apa yang mereka makan tidak melihat dari segi
21
kebersihan makan, seseorang yang kebiasaan makan di luar tidak bisa menilai
hygiene makanan, mereka akan menikmati apa yang mereka makan.
2.2.2. Bahaya Makanan Diluar
Makanan diluar merupakan masalah yang perlu menjadi pehatian
masyarakat, khususnya orang tua, penjual, karena jajanan diluar sangat beresiko
terhadap cemaran biologis atau kimiawi yang banyak mengganggu kesehatan,
baik jangka pendek maupun jangka panjang pada anak sekolah. Meskipun
makanan diluar memiliki keunggulan-keunggulan seperti murah, cita rasanya
enak, dan dapat langsung dimakan tanpa pengolahan lebih lanjut, ternyata
makanan jajanan masih beresiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering
tidak higienis, yang memungkinkan terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP). Infeksi dari makanan akan timbul
apabila mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi mikroorganisme patogen
yang hidup. Mikroorganisme tersebut akan berkembang di dalam tubuh, apabila
jumlahnya banyak akan menimbulkan gejala-gejala penyakit (Arisman, 2009).
Dari Januari sampai Agustus 2005 Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) telah mencatat adanya 63 kasus keracunan makanan di 17 provinsi.
Makanan seperti sayuran dan buahan yang dijadikan lalapan untuk
makanan bisa mempengaruhi terjadinya demam typhoid, di dalam sayuran dan
buah-buahan banyak mengandung bakteri salmonella typhi, karena salmonella
typhi bisa hidup di dalam sayuran dan buahan (Dodisato (2001) dalam Runniati
2008).
22
2.2.3. Jenis-jenis Makanan yang Banyak Mengandung Salmonella
1. Telur
Telur merupakan bahan pangan dengan kandungan gizi yang tinggi.
Ternyata, kandungan zat gizi yang baik ini tidak hanya dibutuhkan oleh manusia
tetapi juga disukai oleh mikroba untuk pertumbuhannya, sementara mikroba
termasuk yang patogen, bisa mengontaminasi telur dengan berbagai cara, sejak
dari tahap produksi, selama penyimpanan, pengolahan, preparasi dan sampai
sesaat sebelum dikonsumsi, maka penting bagi kita untuk menerapkan upaya-
upaya yang dapat meminimalkan kontaminasi dan pertumbuhannya pada telur dan
produk olahan telur. Jumlah mikroba pada kulit telur sekitar 102–107 koloni/gram
(dinyatakan sebagai angka lempeng total). Beberapa bakteri patogen yang
mungkin terdapat pada kulit telur adalah Salmonella, Campylobacter dan Listeria.
Dari berbagai jenis patogen tersebut, Salmonella merupakan patogen utama yang
mengontaminasi telur dan produk olahan telur Salmonella bisa ditemukan dalam
saluran pencernaan hewan (termasuk unggas). Konsumsi pangan yang
mengandung sel viabel Salmonella dalam jumlah besar (105 sel) dapat
menyebabkan infeksi salmonellosis dengan gejala pusing, muntah-muntah, sakit
perut bagian bawah diare yang kadang didahului oleh sakit kepala dan
menggigil. (Suparyanto, 2010).
Menurut Waluyo (2009) telur yang baik yaitu telur yang di masak sampai
matang, jika telur di konsumsi setengah matang akan berpontesi untuk tercemar
petogen salmonella typhi, maka sangat tidak disarankan untuk mengkonsumsi
23
telur dalam kondisi mentah atau setengah matang. Telur maupun produk olahan
telur hendaknya dimasak sampai suhu di bagian terdingin produk (bagian yang
paling lambat panas) mencapai 72oC atau sampai bagian putih telur menjadi kaku
(keras dan padat) dan memutih sementara kuning telur memadat sempurna
(keras).
Isi telur mentah merupakan tempat berkembang atau gudang sejumlah
bakteri patogen (salmonella typhi), penyebab terjadinya demam typhoid. Dalam 1
telur mengandung 1.3000 bakteri dalam 24 jam, bakteri patogen akan berkembang
dalam 24 jam lebih dari 1.3000, jika dalam kondisi telur suhu dingin, salmonella
lebih aktif berkembang biak dengan cepat. (Dodiarto, 2004).
2. Daging Ayam
Bakteri salmonella sering ditemukan dalam produk unggas seperti daging
ayam. Daging yang baik digunakan adalah daging yang dimasak pada suhu 73oC
dengan menggunakan termometer. Sementara daging yang digoreng lebih baik di
bandingkan daging yang di masak setengah matang, seperti dipanggang dengan
suhu di bawah 73oC (Suparyanto, 2010).
Daging mentah yang dipaparkan lama dalam kondisi terbuka akan
meningkatkan perkembang biakan patogen dalam waktu 24 jam sebanyak 2.4000.
Sementara daging yang dikonsumsi dalam kondisi kurang masak atau setengah
matang akan mengakibatkan patogen salmonella masuk dalam tubuh dengan
banyak, perkembang biakan kan lebih cepat dalam tubuh (Rusepno, 2005).
24
3. Tomat
Salmonella bisa hidup pada buah mentah, mamun dapat berkembang
hingga berkali-kali lipat jumlahnya saat tomat dipotong dan diletakkan
dilingkungan yang hangat (Suparyanto, 2010).
Menurut Dodisato (2001) dalam Runniati 2008) menyatakan bakteri
salmonella lebih bertahan lama hidup pada suhu dingin dan lembab, biasanya
pada buah-buahan, sayuran. Tomat merupakan tempat yang bias hidup
salmonella, jika tomat di potong dalam dalam kodisi terbuka dan lama untuk di
pakai akan meningkatkan perkembang biakan salmonella menjadi lebih banyak.
Buah-buahan dan sayuran merupakan bahan makanan yang biasa di konsumsi
oleh setiap orang, sayuran mentah atau buah-buah mentah yang pohonnya di
pupuk dengan kotoran manusia, banyak terdapat bakteri salmonella.
25
2.3. Kerangka Teoritis Penelitian
Sebagaimana para ahli mengatakan gambaran yang menderita demam
typhoid dilatar belakangi sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Teoritis Penelitian
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan teori Sandjaja (2007) dan Widoyono (2011) bahwa demam
typhoid berhubungan dengan kebiasaan konsumsi makanan diluar, maka
konsep pemikiran dapat di gambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Sandjaja , 2007 dan
Widoyono (2011)
-Kebiasaan Konsumsi
-Makanan diluar
-Sanitasi
-Cuci tangan
Demam Typhoid
Depkes RI, 2010
-Makanan
-Kebersihan
-Kotoran
Kebiasaan Konsumsi
Makanan Diluar
Demam Typhoid
26
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
2.5. Variabel Penelitian
2.5.1. Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) adalah : kebiasaan konsumsi
makanan diluar.
2.5.2. Veriabel Dependen
Variabel dependen (variabel terikat) adalah demam Typhoid.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat observasional analitik dengan rancangan cross
sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan melihat hubungan
kebiasaan konsumsi makanan diluar terhadap kejadian demam typhoid pada
pasien rawat inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
2014.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat Inap RSUD Cut Nyak Dhien
meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014.
3.2.2. Waktu penelitian
Waktu penelitian telah dilaksanakan sejak tanggal 24 Februari sampai
dengan 03 Maret tahun 2014.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita demam yang
di rawat inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat yang
berjumlah 145 pada tahun 2013 (periode September s/d November).
28
3.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
nonprobability sampling dengan tehnik purposive sampling. Purposive sampling
yaitu menetapkan sampel dari populasi berdasarkan tujuan atau sesuai dengan
kriteria yang dihendaki peneliti (Notoadmodjo, 2005). Kriteria sampel antara lain
bersedia menjadi responden. Kemudian penentuan jumlah sampel dilakukan
dengan memakai rumus Slovin dikutip dari Notoadmojdo (2005) yaitu :
n = N
1+ N (d2)
Keteragan :
N: Besar populasi
n : Besar sampel
d : penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketika tepatan yang diinginkan
(0,1).
n = N
1+ N (d2)
n = 145
1+ 145 (0,01)
n = 145
1+ 1,45
n = 145
2,45
n = 59,18 di bulatkan menjadi 59 responden
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari peninjauan langsung kelapangan melalui
wawancara dengan responden dengan menggunakan kuesioner.
29
3.4.2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari RSUD Cut Nyak Dhien Kabupaten Aceh Barat
serta literatur-literatur yang berhubungan dengan judul penelitian.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Cara Alat Hasil Skala
Ukur Ukur Ukur Ukur
Variabel Independen
1. Kebiasaan Kebiasaan konsumsi Wawancara Kuesioner 1. Sering Ordinal
Konsumsi makanan yang 2. Tidak
Makanan banyak di temukan
Diluar dipinggir jalan atau
diluar rumah yang
dijajankan dalam
bentuk, warna, rasa
ukuran tertentu
sehinnga menarik
minat dan perhatian
setiap orang untuk
membelinya.
Variabel Dependen
2. Demam Kejadian demam Wawancara Kuesioner 1. Demam Ordinal
Typhoid yang disebabkan oleh Typhoid
Salmonella Typhi 2. Tidak
terutama menyerang Demam
bagian saluran Typhoid
percernaan dan telah
di diagnosa oleh
dokter .
3.6. Cara Pengukuran Variabel
1. Kebiasaan Jajan Diluar (Rachmawati, 2006)
a. Sering : Jika responden menjawab benar dengan skor 8-16 dari
pertanyaan yang diajukan
30
b. Tidak : Jika responden menjawab benar dengan skor 0-7 dari
pertanyaan yang diajukan
2. Demam Typhoid
a. Demam Typhoid
b. Tidak Demam Typhoid
3.7. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui
beberapa tahap (Notoadmodjo, 2010) yaitu :
1. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian keusioner yang
meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh responden.
2. Coding yaitu memberikan kode berupa angka-angka untuk setiap hasil
jawaban pada kuesioner.
3. Transfering yaitu menyusun total nilai dari variabel-variabel penelitian yang
diberikan.
4. Tabulating yaitu mengelompokkan nilai responden berdasarkan kategori yang
telah dibuat untuk tiap-tiap variabel dan selanjutnya dimasukkan kedalam
tabel distribusi frekuensi.
3.8. Teknik Analisis Data
3.8.1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau
per variabel. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar proporsi variabel
yang diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dilakukan untuk
31
menggambarkan atau menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti dalam
bentuk distribusi frekuensi dari setiap veriabel penelitian (Notoadmodjo, 2005).
3.8.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel depeden
dan sebuah variabel independen Untuk mengetahui hubungan antara variabel
indenpeden dan variabel dependen digunakan analisis statistik dengan uji chi
square (X2) dengan memakai nilai α = 0,05. (Notoadmodjo, 2005).
Adapun persyaratan yang dipakai dalam statistik ini adalah sebagai berikut :
a. Ho ditolak jika nilai Pvalue < 0,05 (Alfa) artinya ada hubungan antara
variabel-variabel yang diteliti
b. Ha diterima jika nilai Pvalue > 0,05 (Alfa) artinya tidak ada hubungan
antara variabel-variabel yang diteliti.
c. Confidence interval 95% dengan µ=0,05
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel
independen dan sebuah variabel dependent. Karena data berbentuk katagorik
maka untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen dan
dependen digunakan analisis statistk Uji Chi-square dengan memakai nilai alpha
0,05. Jika tidak ada sel memiliki harapan kurang dari 5, maka digunakan
Continuity Correction (Notoatmodjo, 2012). Untuk memperoleh hubungan yang
bermakna pada variabel penelitian ini digunakan perangkat komputer dalam
menganalisis Uji Chi-square.
Adapun aturan yang berlaku pada Chi-square :
1. Bila tabel 2x2 dijumpai nilai ecpected (harapan) kurang dari 5, maka yang
32
digunakan adalah fisher’s exact test.
2. Bila tabel 2x2 dan tidak ada nilai ecpected (harapan) lebih besar dari 5,
maka uji yang dipakai sebaliknya adalah contiuty correction.
3. Bila tabel lebih dari 2x2 misalnya 2x3, 3x3 dan seterusnya, maka
digunakan uji pearson Chi-square.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah
Rumah Sakit memiliki pemerintah yang berada dalam wilayah Kabupaten Aceh
Barat. Dibangun pada tahun 1968 di atas tanah seluas 2,8 Ha dengan daerah yang
relatif dengan status tipe D yang mulai berfungsi sejak tahun 1971. Kemudian
pada tahun 1983 diusulkan menjadi rumah sakit dengan status tipe C dan
mendapat persetujuan Menteri kesehatan berdasarkan SK Menkes RI
No 233/Menkes/VI/1985 tanggal 11 Juni 1985. Sejak saat itu RSU Cut Nyak
Dhien Meulaboh menjadi rumah sakit rujukan bagi RSU tipe D Aceh Selatan dan
Puskesmas. Tahun 2002 berdasarkan perda No. 17 struktur organisasi RSU Cut
Nyak Dhien Meulaboh berubah menjadi Badan Pengelola RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh berlokasi di Jalan Gajah Mada No. 1 Kelurahan Drien Rampak
Kecamatan Johan Pahlawan Meulaboh.
Adapun batas-batas Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh adalah :
1. Sebelah Timur berbatasan dengan sekolah MIN/MANPK
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Sisingamangaraja
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Lorong Banteng/komplek perumahan
Dokter
34
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Gajah Mada
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Memiliki Visi yaitu
“Rumah Sakit Terbaik di NAD pada Tahun 2014”. Untuk mencapai visi tersebut
disusun beberapa misi yaitu :
1. Memberikan pelayanan yang berkualitas dan terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat.
2. Melakukan pengelolaan limbah rumah sakit yang ramah lingkungan.
3. Mengembangkan, memotivasi dan menghargai karyawan serta penyediaan
kondisi lingkungan kerja yang bersahabat.
Untuk menunjukkan kesiapan melaksanakan misi tersebut maka Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh menerapkan sebuah Motto yaitu “
Kami Siap Melayani Anda”.
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh dipimpin oleh
seorang Direktur, dibantu oleh 1 orang Kabag (Tata Usaha), 3 orang Kabid
(Keperawatan, Pelayanan Medis dan Penunjang Medis) dan Kelompok
Fungsional. Kabag Tata Usaha dibantu oleh 3 orang Kasubbag (Kepegawaian &
tatalaksana, Umum dan Keuangan). Kabid Keperawatan dibantu oleh 2 orang
Kasi (Seksi Etika Profesi & Logistik Keperawatan dan Seksi Asuhan
Keperawatan). Kabid Pelayanan Medis dibantu oleh 2 orang Kasi (Seksi Rawat
Inap & Rawat Jalan, Seksi Rawat Darurat, Insentif & Bedah Sentral). Kabid
Penunjang Medis dibantu oleh 2 orang Kasi (Seksi Penelitian & Pengembangan
dan Seksi Informasi permasalahan Sosial & Upaya Rujukan).
35
Setelah peneliti melakukan pengumpulan data selama 10 hari terhitung
mulai tanggal 24 Februari sampai dengan 03 Maret tahun 2014 peneliti
mendapatkan 59 orang responden yang sesuai dengan kriteria yang sudah
ditentukan. Adapun hasil penelitian terhadap responden tersebut adalah sebagai
berikut :
4.1.2. Analisa Univariat
1. Karakteristik pasien dalam penelitian yang di teliti yaitu umur dan jenis
kelamin.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Pasien ( umur
dan Jenis Kelamin) Pada Pasien Rawat Inap RSUD Cut Nyak
Dhien Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
Karekteristik Frekuensi Persentase (%)
Umur
< 40 tahun 37 62,71
> 40 tahun 22 37,29
Total 59 100
Jenis Kelamin
Perempuan 23 38,98
Laki-laki 36 61,02
Total 59 100
Pada tabel diatas menunjukan bahwa karakteristik umur pasien pada
penelitian sebagian besar berumur < 40 tahun sebanyak 37 pasien (62,71%)
sedangkan jenis kelamin sebagian besar laki-laki sebanyak 36 pasien (61,02 %).
2. Kejadian pasien demam yang dirawat inap.
Tabel 4.2. Distribusi Kejadian Demam Typhoid Pada Pasien Rawat Inap
RSUD Cut Nyak Dhien Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
Kejadian Demam Frekuensi Persentase (%)
Demam Typhoid 48 81,36
Non Demam Typhoid 11 18,64
Total 59 100
36
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari jumlah 59 pasien rawat inap
RSUD Cut Nyak Dhien terdapat sebanyak 48 pasien (81,36%) yang menderita
demem typhoid dan 11 pasien (18,64%) non demam typhoid.
3. Kebiasaan Konsumsi Makanan Diluar
Tabel 4.3. Distribusi Kebiasaan Konsumsi Makanan diluar Pada Pasien
Rawat Inap RSUD Cut Nyak Dhien Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2014
Kebiasaan Konsumsi Frekuensi Persentase (%)
Makanan Diluar
Sering 44 74,58
Tidak 15 25,42
Total 59 100
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari jumlah 59 pasien rawat inap
RSUD Cut Nyak Dhien terdapat sebanyak 44 pasien (74,58 %) sering konsumsi
makanan diluar dan 15 pasien (25,42%) tidak konsumsi makanan diluar.
4.1.3. Analisa Bivariat
Tabel 4.4. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Diluar Terhadap
Kejadian Demam Typhoid Pada Pasien Rawat Inap RSUD Cut
Nyak Dhien Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
Demam Typhoid
Kebiasaan Konsumsi Demam Non Demam Total P OR
Makanan Diluar Typhoid Typhoid Value
N % N % N %
Sering 41 93,18 3 6,82 44 100
Tidak 7 46,67 8 53,33 15 100 (0,021) (15,620)
Total 48 81,36 11 18,64 59 100
Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa dari 44 pasien yang
kebiasaannya sering konsumsi makanan diluar terbukti menderita demam typhoid
sebanyak 41 pasien (93,18%), sedang dari 15 pasien yang kebiasaanya tidak
37
sering konsumsi makanan diluar terbukti menderita demam typhoid sebanyak 7
pasien (46,67%).
Dari hasil uji Chi Square didapat P. Value 0,021 < 0,05 sehingga dapat di
simpulkan bahwa terdapat hubungan kebiasaan konsumsi makanan diluar
terhadap kejadian demam typhoid pada pasien rawat inap RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014.
Keeratan hubungan dapat dilihat dari nilai odds ratio (OR) yaitu 15,620,
artinya seseorang dengan kebiasaan sering konsumsi makanan diluar mempunyai
resiko terkena demam typhoid 15,620 kali lebih besar dibandingkan dengan
kebiasaan tidak konsumsi makanan luar.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Analisa Univariat
Dilihat dari tingkat distribusi kejadian demam typhoid, dimana berdasarkan
hasil penelitian menunjukan bahwa dari jumlah 59 pasien rawat inap RSUD Cut
Nyak Dhien terdapat sebanyak 48 pasien (81,36%) yang menderita demem
typhoid dan 11 pasien (18,64%) non demam typhoid. Hal ini menunjukan bahwa
sebagian besar pasien yang dirawat inap adalah menderita demam typhoid.
Sama halnya dalam penelitian Suryawati (2007), bahwa proporsi demam
typhoid lebih besar dengan persentase 78,65% sedangkan demam presentase
47,39%. Demam typhoid disebab kan oleh perilaku tidak sehat dan lingkungan
yang tidak bersih (Rachmawati, 2006).
38
Dilihat dari tingkat distribusi kebiasaan konsumsi makanan diluar, dimana
berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dari jumlah 59 pasien rawat
inap RSUD Cut Nyak Dhien terdapat sebanyak 44 pasien (74,58%) yang
kebiasaan sering konsumsi makanan diluar dan 15,6 pasien (25,42%) kebiasaan
tidak konsumsi makanan diluar. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pasien
yang dirawat inap adalah sering konsumsi makanan diluar.
Sama halnya dalam penelitian wiwik (2003) tingkat kebiasaan jajan diluar
lebih besar dibandingkan jarang jajan. Dimana jajan merupakan kegiatan setiap
hari masyarakat lakukan, karena dari faktor malas masak, mudah di jangkau, dan
lebih praktis serta siap saji. Maka setiap orang bermungkinan lebih besar untuk
mengkonsumsi makan diluar.
4.2.2. Analisa Bivariat
1. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Diluar Terhadap Kejadian
Demam Typhoid.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara kebiasaan konsumsi makanan diluar terhadap kejadian demam typhoid pada
pasien rawat inap RSUD Cut Nyak Dhein Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun
2014. Dimana dari hasil analisis bivariat yaitu dari 44 pasien yang kebiasaannya
sering konsumsi makanan diluar terbukti menderita demam typhoid sebanyak 41
pasien (93,18%), sedang dari 15 pasien yang kebiasaanya tidak sering konsumsi
makanan diluar terbukti tidak menderita demam typhoid sebanyak 7 pasien
(46,67%). Dengan nilai P Value 0,021 < 0,05. Dari hasil tersebut juga terdapat
nilai OR (15,620), artinya seseorang dengan kebiasaan sering konsumsi makanan
39
diluar mempunyai resiko terkena demam typhoid 15,620 kali lebih besar
dibandingkan dengan kebiasaan tidak konsumsi makanan luar.
Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Astuti (2006)
mengatakan bahwa terdapat hubungan kebiasaan makan di pinggir jalan dengan
penyebab kejadian demam typhoid pada pasien dewasa yang di rawat inap BP
RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan tahun 2006.
Hasil dapat diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono
(2009) dengan desain case control, mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar
mempunyai resiko terkena penyakit demam typhoid pada anak 3,6 kali lebih besar
dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang
mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena
penyakit demam typhoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan (OR=2,7).
Sementara berdasarkan hasil penelitian Lubis (2000) dengan desain case
control, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko
terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar
berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid
dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform
(OR=6,4) .
Sama halnya dengan hasil studi tentang kebiasaan makan Lewin (1994)
dalam Suharjo (2007) menyimpulkan bahwa hampir semua orang lebih suka
makan apa yang mereka sukai daripada menyukai apa yang mereka makan tidak
40
melihat dari segi kebersihan makan, seseorang yang kebiasaan makan di luar tidak
bisa menilai hygiene makanan, mereka akan menikmati apa yang mereka makan.
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Proporsi kejadian demam typoid lebih besar yaitu 81,36 % dibandingkan non
demam typhoid yaitu 18,64 %.
2. Proporsi kebiasaan konsumsi makanan diluar lebih besar yaitu 74,58 %
dibandingkan tidak konsumsi makanan diluar yaitu 25,42 %.
3. Terdapat hubungan yang bernakna antara kebiasaan konsumsi makanan diluar
terhadap kejadian demam typhoid ( P value = 0,021 < α = 0,05) dan juga
terdapat nilai OR (15,620), artinya seseorang dengan kebiasaan sering
konsumsi makanan diluar mempunyai resiko terkena demam typhoid 15,6
kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak konsumsi makanan
luar.
5.2. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis ingin memberikan saran antara
lain :
1. Bagi RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Diharapkan kepada Direktur RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh agar
hendaknya memberikan informasi kepada pasien untuk menjaga pola makan yang
sehat dan higiene, supaya bisa meningkatkan derajat kesehatan dan kegiatan ini
dilakukan pada saat pasien berada di rumah sakit dan juga pada saat pasien akan
42
kembali kerumah.
2. Bagi Pasien yang Berobat Ke RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
Diharapkan kepada pasien agar lebih memperhatikan kesehatan diri dan
memperhatikan kebersihan makanan yang dikonsumsi, dengan kata lain
pasien dihimbau untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
3. Bagi Instansi Kesehatan atau Pemerintah Aceh Barat
Diharapkan kepada Instansi kesehatan atau pemerintah setempat agar
meningkatkan penyuluhan dengan memberikan informasi mengenai kesehatan
kepada masyarakat melalui media-media informasi yang ada sehingga masyarakat
memiliki pengetahuan tentang kesehatan.
4. Bagi Peneliti selanjutnya
Disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk meneliti mengenai faktor-
faktor yang mempengararuhi kebiasaan jajan terhadap pasien demam typhoid di
Rumah Sakit atau Puskesmas yang ada diwilayah Kabupaten Aceh Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2009. Keracunan Makanan : Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta.
Astuti, R, D. 2006. Hubungan Kebiasaan Makan di Pinggir Jalan dengan
Penyebab Kejadian Demam Typhoid pada pasien dewasa yang di rawat
inap BP RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan tahun 2006. Skripsi
Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran. (diakses Tgl 27 Feb 2014)
BPOM. 2005. Kasus Keracunan Di 7 Provinsi. Menkes. Jakarta.
Depkes RI. 2008. Demam Typhoid ini endemik diseluruh daerah di provinsi
Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
__________. 2009. Pengertian Typhoid. Deperteman Kesehatan RI. Jakarta.
__________. 2010. Pembangunan Kesehatan sebagai Pembangunan Nasional.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
__________. 2011. Faktor-faktor Demam Typhoid. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
__________. 2012. Permasalahan Demam Typhoid Di Indonesia. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Dodiarto, AM. 2004. Kandungan Telur dengan Patogen Salmonella. Airlangga.
Surabaya.
Heru Laksono, A.R. 2009. Hubungan Sikap Kebersihan diri, Perilaku dalam
Konsumsi Makanan dengan Kejadian Demam Typhoid di Desa Guci,
Jawa Barat Tahun 2009. Skripsi Universitas Negeri Semarang, Fakultas,
Kesehatan Masyarakat. (diakses Tgl 27 Feb 2014)
Juwono, R. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi ketiga. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
Laporan Rekam Medik RSUD Cut Nyak Dhien 2011-2012. Laporan Tahunan.
Meulaboh
Lubis, R. 2000. Tingkat Kualitas Air yang Tercemar Coliform yang Dikonsumsi
Dengan Kejadian Typhoid pada Pasien yang Di Rawat Inap di RSUD Dr.
Soetomo. Skripsi Fakultas Kedokteran UNDIP. (diakses Tgl 27 Feb 2014)
Menkes RI. 2009. Kesatuan Utuh Derajat Kesehatan. Depertemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Muliawan, S.Y, dan Surjawidjaya, J.E. 2008. Diagnosis Dini Demam Tifoid
dengan Menggunakan Protein Membran Luar S. Typhi Sebagai Antigen
Spesifik. Cermin Dunia Kedokteran. Bandung.
Notoadmojdo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
____________. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
____________. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Profil Kesehatan Provinsi Aceh 2012. Prevalensi Demam Typhoid di Aceh.Dinas
Kesehatan Propinsi Aceh .
Profil Kesehatan Indonesia. 2009. Kasus Demam Typhoid Pada Pasien Rawat
Inap Di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Putra, A. 2008. Hubungan Pengetahuan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu tentang
Demam Typhoid Terhadap Kebiasaan Jajan Diluar Rumah. Skripsi
Fakultas Kedokteran UNDIP. (diakses Tgl 27 Feb 2014)
Riset Kesehatan Dasar Nasional. 2010. Macam Prevalensi Typhoid. Menkes.
Jakarta.
Runiati, AD. 200. Hubungan Konsumsi Buah-Buahan dan Sayuran Mentah
dengan Kejadian Demam Typhoid yang Di Rawat Inap di RSUD Dr.
Soetomo. Skripsi Fakultas Kedokteran UI (diakses Tgl 07 Mei 2014)
Rusepno. HD. 2005. Daging dan Perkembang Biakan Bakteri dalam Isi Daging.
Binarupa Aksara. Jakarta.
Sandjaja, Dr. Bernardus. DTM&H. 2007. Makanan Jajanan dan Lingkungan,
Faktor Demam Typhoid. Prestasi Pustaka. Jakarta.
Soegijanto,S. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta.
Soepaman, SW. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi 3. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Suharjo, B. 2007. Makanan Lezat dan Menu Makan Restorant. Airlangga.
Surabaya.
Suryawati, N. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Demam Typhoid Pada
Pasien RSUD Saliman Sulawesi Tahun 2007. Skripsi Universitas Negeri
Semarang Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat (diaksesTgl 27 Feb 2014).
Suparyanto. MA. 2010. Jenis-jenis Makanan yang Mengandung Salmonella.
Salemba Medika. Jakarta.
Syahrurachman. A dkk. 2008. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi.
Binarupa Aksara. Jakarta.
Tim Staf Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama. 2013. Buku Paduan Tutor
Modul XXV Infeksi Tropik. Medical Education Unit Fakuras Kedokteran
Universitas Abulyatama. Banda Aceh.
Widodo, R. 2006. Infeksi Demam Typoid Pada Anak dan Orang Dewasa. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Widoyono, MPH. 2011. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penulara, Pencegahan,
dan Pemberantasannya). Erlangga. Jakarta.
Wiwik, M.A. 2003. Gambaran Faktor-faktor yang Menyebabkan terjadinya
Demam Typhoid Di RSUD Semarang. Skripsi Universitas Negeri
Semarang Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat. (diakses Tgl 27 Feb 2014)