63
LAPORAN TUTORIAL B BLOK 7 disusun oleh: Kelompok II Anggota: Reska Afrianti 04121001005 Zakiah Khoirunnisa 04121001007 M. Iqbal Mahfud 04121001016 Hardianti Sri Utami 04121001017 Ismel Tria Pratiwi 04121001031 Sekar Ayu Putri K 04121001038 Eva Fitria Zumna 04121001048 Liana Alviah Saputri 04121001049 Imanuel 04121001054 M. Salman Alfarisi 04121001060 Devuandre Naziat 04121001061 Almira Zada N. S. 04121001130 Rafiqy S. F. 04121001140 Tutor : dr. Dalilah PENDIDIKAN DOKTER UMUM

Hipoksia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hipoksia

Citation preview

Page 1: Hipoksia

LAPORAN TUTORIAL B

BLOK 7

disusun oleh:

Kelompok II

Anggota:

Reska Afrianti 04121001005

Zakiah Khoirunnisa 04121001007

M. Iqbal Mahfud 04121001016

Hardianti Sri Utami 04121001017

Ismel Tria Pratiwi 04121001031

Sekar Ayu Putri K 04121001038

Eva Fitria Zumna 04121001048

Liana Alviah Saputri 04121001049

Imanuel 04121001054

M. Salman Alfarisi 04121001060

Devuandre Naziat 04121001061

Almira Zada N. S. 04121001130

Rafiqy S. F. 04121001140

Tutor : dr. Dalilah

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2012

Page 2: Hipoksia

Kata Pengantar

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario B blok 7

dengan baik.

Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, kegiatan tutorial skenario B kelompok 7 ini

merupakan laporan yang dibuat setelah kami mengikuti rangkaian kegiatan tutorial yang

dilaksanakan pada Hari Senin, 25 Maret 2013 dan Rabu, 27 Maret 2013.

Laporan ini berisikan hasil kegiatan tutorial yang telah kami lakukan dengan seksama.

Bahan laporan ini kami dapatkan setelah melakukan diskusi antar anggota kelompok.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, orang tua,

dan kepada dr. Dalilah selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami semua dalam

pelaksanaan tutorial kali ini. Kami sadar bahwa dalam laporan yang telah kami buat masih

banyak kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan

kritik yang dapat membangun demi perbaikan laporan pada kesempatan mendatang. Semoga

laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.

Palembang, 28 Maret 2013

Penyusun

Page 3: Hipoksia

Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................................................................2

Daftar Isi...........................................................................................................................................................3

Kegiatan Tutorial..............................................................................................................................................4

Skenario B Blok 7..............................................................................................................................................5

I. Klarifikasi Istilah.............................................................................................................................................5

II. Identifikasi Masalah......................................................................................................................................5

Page 4: Hipoksia

Kegiatan Tutorial

Ruang : Ruangan Tutorial 2, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,

Madang

Tutor : dr. Dalilah

Moderator : Devuandre Naziat

Sekretaris Meja : Hardianti Sri Utami

Sekretaris Papan : Ismel Tria Pratiwi

Pelaksanaan : 25 Maret 2013 dan 27 Maret 2013

Waktu pelaksanaan : 07.30-10.00

Page 5: Hipoksia

SKENARIO B BLOK 7

Setelah pensiun sebagai Direktur PT. Batubara Palembang, Ir. Cek Nang (56 tahun),

ingin memenuhi cita-cita masa kecilnya yaitu berlibur ke pegunungan Alpen di Swiss. Ia

pergi ke resort “Verbier Les-Quartre” di dekat kota St-Bernard yang memiliki ketinggian

3200 meter di atas permukaan laut.

Setelah 1 hari sampai di sana, ia mengeluh mengalami sesak nafas, sakit kepala,

terasa melayang serta susah tidur. Sesak tetap terjadi meski sedang duduk dan bertambah

berat bila berjalan/naik tangga. Ia juga mengeluh mual.

Selama ini ia tidak pernah mengalamai gangguan respirasi ataupun gangguan

kardiavaskular. Ir. Cek Nang perki ke klinik resort.

Pemeriksaan Vital Sign menunjukkan :

Temp. 36,3’C, HR: 101x/min, RR: 36x/min, TD: 110/80 mmHg,

Pemeriksaan Fisik :

Tampak pernafasan cepat dan pendek (tachypneu) dan terlihat kebiruan pada kuku jari

Hasil pemeriksaan lab:

EKG : Tampak normal

Tekanan gas arteri : PO2: 60 mmHg, PCO2: 30 mmHg,

Dokter yang merawat menyatakan bahwa, Ir. Cek Nang tidak mengidap penyakit

jantung/paru-paru dan hanya tidak terbiasa dengan ketinggian.

1. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Sesak nafas : pernafasan yang sukar atau sesak

2. Terasa melayang : perasaan berputar / bergerak pada diri seseorang

3. Mual (nausea) : sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan

abdomen dengan kecenderungan untuk muntah

4. Respirasi : pertukaran O2 dn CO2 antara atmosfer dan sel tubuh

5. Kardiovaskuler : berkenaan dengan jantung dan pembuluh darah

6. Klinik : bagian rumah sakit / lembaga kesehatan tempat orang berobat

dan memperoleh advis medis serta tempat mahasiswa kedokteran

melakukan pengamatan terhadap kasus penyakit yang diderita pasien

7. Vital sign : tanda penting yang berkenaan dengan kehidupan

8. HR (heart beat) : siklus jantung lengkap mulai dari penghantar impuls listrik

Page 6: Hipoksia

sampai terjadinya kontraksi mekanik

9. RR (respiratory rate) : frekuensi bernafas per satuan waktu

10. TD (tekanan darah) : tekanan pada dinding arteri

11. EKG : grafik yang menelusuri variasi potensial listrik yang

disebabkan oleh eksitasi oleh otot jantung dan dideteksi oleh permukaan

tubuh

12. Tachypneu : pernafasan yang sangat cepat

13. IDENTIFIKASI MASALAH

NO Masalah Concern

1. Setelah 1 hari berlibur di pegunungan Alpen yg

memiliki 3200 meter, Cek Nang mengeluh sakit

kepala, terasa melayang, susah tidur, mual, serta

sesak nafas yang terjadi saat sedang duduk

maupun berjalan/ menaiki tangga.

V

2. Selama ini ia tidak pernah mengalami gangguan

respirasi ataupun gangguan kardiovaskular.

V

3. Hasil Pemeriksaan :

1. Vital sign

Temp. 36,3’C, HR: 101x/min, RR:

36x/min, TD: 110/80 mmHg,

2. Fisik

Tampak pernafasan cepat dan pendek

(tachypneu) dan terlihat kebiruan pada kuku jari

3. Lab

EKG : Tampak normal

Tekanan gas arteri : PO2: 60 mmHg,

PCO2: 30 mmHg,

VV

4. Dokter yang merawat menyatakan bahwa Ir. cek

Nang tidak mengidap penyakit jantung/paru-paru

dan hanya tidak terbiasa dengan ketinggian.

VVV

Page 7: Hipoksia

4. ANALISIS MASALAH

1. A. Bagaimana kondisi lingkungan di ketinggian 3200 meter?

B. Bagaimana adaptasi tubuh terhadap ketinggian untuk mempertahankan homeostasis?

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi tubuh?

2. Bagaimana pengaruh perubahan ketinggian tersebut terhadap sistem tubuh?

E. Bagaimana mekanisme sesak napas?

F. Bagaimana mekanisme sakit kepala?

G. Bagaimana mekanisme terasa melayang?

H. Bagaimana mekanisme susah tidur?

I. Bagaimana mekanisme mual?

J. Mengapa sesak terjadi meski sedang duduk dan tambah berat bila jalan/naik tangga?

K. Bagaimana gejala-gejala di atas jika tidak segera ditangani?

2. A. Bagaimana fisiologi kardiovaskuler yang normal?

B. Bagaimana fisiologi respirasi yang normal?

3. A. Bagaimana HR yang normal? RR normal? TD normal?

B. Interpretasi dari data vital sign dari pemeriksaan Ir. Cek Nang?

C. Bagaimana mekanisme terjadinya tachypneu pada kasus ini?

D. Mekanisme cyanosis pada kasus ini?

E. Bagaimana tekanan gas normal?

F. Bagaimana EKG yang normal?

G. Interpretasi dari hasil pemeriksaan lab?

4. A. Bagaimana patofisiologi hipoksia?

B. Apa saja jenis-jenis hipoksia?

C. Gejala-gejala hipoksia?

3. KERANGKA KONSEP

4. LEARNING ISSUE

Page 8: Hipoksia

No Topic What I know What I don’t

know

What I have

to prove

How I learn

1. Adaptasi Definisi 1. Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

Adaptasi

1. Bentuk

adaptasi tubuh

Textbook,

Jurnal, Internet

2. Hipoksia Definisi 1. Mekanisme

2. Jenis-jenis

3. Penyebab

4. Efek

3. Sistem Respirasi 1. Definisi

2. Organ

3. Saluran

1. Proses

pertukaran gas

(Fisiologi)

2. Difusi oksigen

3. Tahap-tahap

respirasi

Pengaruh

ketinggian

dengan

respirasi

4. Sistem Kardiovaskuler 1. Definisi

2. Organ

1. Fisiologi

kardiovaskuler

2. Histologi

kardiovaskuler

Pengaruh

ketinggian

dengan

kardiovaskuler

5. SSP 1. Definisi

2. Organ

Fisiologi SSP Hubungan

SSP dengan

hipoksia

5. SINTESIS

1. ADAPTASI

Adaptasi merupakan konsep sentral dalam ekologi kesehatan, yaitu penyesuaian dan

perubahan yang memungkinkan suatu populasi untuk menjaga atau memelihara dirinya sendiri

dalam lingkungannya. Karena hubungan dengan lingkungan dan ekologi berubah seiring waktu

karena adaptasi merupakan proses yang terus menerus. Adaptasi meliputi baik kontinuitas dan

perubahan retensi dari sifat yang dapat bertahan hidup dan seleksi untuk varian yang

menguntungkan.

1. Respon tubuh terhadap stres adalah sistem simpatis meningkatkan respon-respon yang

mempersiapkan tubuh untuk melakukan aktifitas fisik yang berat dalam menghadapi situasi

Page 9: Hipoksia

penuh stress atau darurat, misalnya ancaman fisik dari lingkungan luar. Respon semacam ini

biasanya disebut sebagai fight-or-flight response karena system simpatis mempersiapkan

tubuh untuk melawan atau melarikan diri dari ancaman. Respon tubuh terhadap stress :

1. Jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat.

2. Tekanan darah meningkat karena konstriksi umum pembuluh darah

3. Saluran pernapasan terbuka lebar untuk memungkinkan aliran udara maksimal.

4. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi otot-otot rangka berdilatasi (terbuka

lebih lebar)

Semua respon ini ditujukan untuk meningkatkan aliran darah yang kaya oksigen dan nutrisi

ke otot-otot rangka sebagai antisipasi terhadap stress. Selanjutnya pupil berdilatasi, dan

terjadi peningkatan keringat.

Definisi dari high altitude:

1. High altitude: 1500-3000m above sea level (5000-11500 ft)

2. Very high altitude: 3000-5000m (11500-18000 ft)

3. Extreme altitude: above 5000m

4. “Death zone”: above 8000m

Kadar oksigen daerah pegunungan biasanya lebih tipis, tergantung dari ketinggian

daerah, semakin tinggi daerah pegunungan tersebut maka kadar oksigen yang terkandung dalam

atmosfer akan semakin menipis. Selain itu temperatur udara daerah pegunungan memiliki tingkat

kelembaman yang cukup tinggi. Semakin tinggi suatu dataran akan semakin rendah kerapatan

udaranya dan semakin tinggi tekanan udaranya.

Grafik penurunan kadar oksigen pada beberapa ketinggian :

Page 10: Hipoksia

Kontur alam daerah pegunungan merupakan daerah yang memilik tingkat kesulitan yang

tinggidikarenakan wilayah pegunungan terdiri dari bukit-bukit dan lembah. Dalam melakukan

aktifitas jasmani di daerah pegunungan memerlukan fisik yang prima, dikarenakan beban tubuh

saat melakukan aktifitas menjadi dua kali lipat. Beban tubuh pada saat melakukan aktifitas

jasmani di daerah pegunungan menjadi dua beban yaitu beban eksternal dan beban internal.

Beban internal berupa beban dari aktifitas yang dilakukan dan eksternal adalah beban dari kontur

alam. Sebagai contoh, misalnya pada saat berjalan, beban yang pertama adalah aktifitas jalan dan

yang keduanya adalah kontur alam yang berupa tanjakan dan turunan.

Seseorang yang tinggal di tempat tinggi selama beberapa hari, minggu atau

tahun,menjadi semakin teraklimatisasi terhadap tekanan oksigen (PO2) yang rendah, sehingga

efek buruknya terhadap tubuh makin lam akan semakin berkurang, dan memungkinkan orang

tersebut bekerja lebih berat tanpa mengalami efek hipoksia atau untuk naik ke tempat yang lebih

tinggi. Prinsip-prinsip utam yang terjadi pada aklimatisasi ialah:

1. Peningkatan ventilasi paru yang besar – peran kemoreseptor arteri

Pajanan PO2 rendah secara mendadak akan merangsang kemoreseptor arteri sehingga

kemoreseptor tersebut akan meningkatkan ventilasi alveolus menjadi sekitar 1,65 kali di atas

normal. Jadi, kompensasi terjadi segera dalam hitungan detik ketika naik ke tempat tinggi.

Kenaikan ventilasi paru yang mendadak pada saat kita naik ke tempat tinggin akan

menghilangkan sejumlah besar karbon dioksida, sehingga PCO2 turun, dan meningkatkan pH

cairan tubuh. Semua perubahan tersebut akan menghambat pusat pernapasan batang otak dan

dengan demikian melawan efek PO2 yang rendah untuk meangsang pernapasan menggunakan

kemoreseptor pernapasan perifer di badan karotid dan badan aortik. Namun, efek hambatan ini

Page 11: Hipoksia

perlahan-lahan hilang dalam waktu dua sampai 5 hari, sehingga pusat pernapasan dapat

mengadakan respons maksimal terhadap rangsangan kemoreseptor sebagai akibat dari hipoksia,

dan ventilasi meningkat sekitar lima kali normal.

2. Peningkatan jumlah sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin selama aklimatisasi

Ketika seseorang terpajan oleh kadar oksigen rendah selama bermingu-minggu,

hematokrit dapat meningkat perlahan-lahan dari nilai normal yang berkisar 40-45 menjadi rata-

rata 60m dan ini sesuai dengan peningkatan kadar hemoglobin dari nilai normal 1,5 g/dl menjadi

20 g/dl,

Selain itu volume darah juga bertambah, seringkali meningkat 20-30 % dan penongkatan

ini di kali dengan peningkatan konsentrasi hemoglobin darah menghasilkan peningkatan total

hemoglobin tubuh menjadi 50% atau lebih.

3. Peningkatan kapasitas difusi paru

Kapasitas difusi normal untuk oksigen ketika melalui membran paru kira-kira 21

ml/mmHg/menit, dan kapasitas difusi ini meningkat 3 kali lipat di tempat tinggi. Sebagian dari

peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan voume darah paru , yang menyebabkan terjadinya

pelebaran kapiler dan peningkatan luas daerah permukaan tempat oksigen berdifusi ke dalam

darah. Sebagian lagi disebabkqan oleh peningkatan volue udara paru yang mengakibatkan

antarmuka kapiler-alveolus lebih meluas lagi. Bagian akhir yang menyokong adalah peningkatan

tekanan darah arteri paru. Tekanan ini akan mendorong darah untuk melalui lebih banyak kapiler

alveolus daripada dalam keadaan normal

4. Peningkatan vaskularisasi jaringan perifer – peningkatan kapilaritas jaringan

Segera setelah mencapai tempat tinggi, curah jantung seringkali meningkat sampai 30%,

tetapi kemudian turun kembali menjadi normal dalam hitungan minggu seiring terjadinya

peningkatan hematokrit darah, jadi jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan tubuh perifer tetap

dalam kisaran normal

Adaptasi sirkulasi yang lainnya adalah peningkatan jumlah pertumnbuhan kapiler yang

bersirkulasi secara sistemik di jaringan non paru, yang disebut sebagai peningkatan kapilaritas

jaringan (angiogenesis)

5. Peningkatan kemampuan sel dalam menggunakan oksigen sekalipun nilai PO2 rendah

Pada binatang yang secara alami hidup di ketinggian 13.000 sampai 17.000 kaki, sistem

mitokondria sel dan enzim oksidatif sel sedikit lebih banyak daripada binatang yang menghuni

daerah setinggi permukaan laut. Oleh karena itu diduga sel-sel jaringan orang yang

teraklimatisasi oleh ketinggian juga dapat menggunakan oksigen lebih efektif dibandingkan

sesamanya yang tinggal di tempat setinggi permukaan laut.

Faktor yang mempengaruhi adaptasi yaitu :

1.   Sifat stressor. 

Page 12: Hipoksia

Sifat stressor dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur dan dapat mempengaruhi

respons seseorang dalam menghadapi stress, tergantung mekanisme yang dimiliknya.

2.   Durasi stressor. Lamanya stressor yang dialami seseorang dapat mempengaruhi respons

tubuh. Apabila stressor yang dialami lebih lama, maka respons juga akan lebih lama,

tentunya dapat mempengaruhi fungsi tubuh.

3.   Jumlah stressor. Semakin banyak stressor yang dialami seseorang, semakin besar

dampaknya bagi fungsi tubuh.

4.   Pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lalu seseorang dalam menghadapi stress dapat

menjadi bekal dalam  menghadapi stress berikutnya karena individu memilki kemampuan

beradaptasi/mekanisme koping yang lebih baik.

5.   Tipe kepribadian. Tipe kepribadian seseorang diyakini juga dapat mempengaruhi respons

terhadap stressor. Menurut Friedman dan Rosenman, 1974, terdapat dua tipe kepribadian, yaitu

Tipe A dan Tipe B. Orang dengan tipe kepribadian A lebih rentan terkena stress apabila

dibandingkan dengan orang yang memiliki tipe kepribadian B.

6. Tahap perkembangan. Tahap perkembangan individu dapat membentuk kemampuan

adaptasi yang semakin baik terhadap stressor. Stressor yang dialami individu berbeda pada

setiap tahap perkembangan usia.

6. HIPOKSIA

Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah tingkat

fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memedai. Etiologi Hipoksia dapat terjadi karena

defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-sel tidak cukup memperoleh oksigen

sehingga metabolisme sel akan terganggu.

Hipoksia dapat disebabkan karena:

(1) oksigenasi paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik, bisa karena

kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena hipoventilasi (gangguan syaraf otot),

(2) penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran napas atau

compliance paru menurun. Rasio ventilasi –perfusi tidak sama (termasuk peningkatan

ruang rugi fisiologik dan shunt fisiologik). Berkurangnya membran difusi respirasi,

(3) shunt vena ke arteri (shunt dari “kanan ke kiri’ pada jaringan),

(4) transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memedai (inadekuat). Hal ini terjadi pada

anemia, penurunan sirekulasi umum, penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral,

pembuluh darah jantung), edem jaringan,

(5) pemakaian oksigen yang tidak memedai pada jaringan, misal pada keracunan enzim

sel, kekurangan enzim sel karena defisiensi vitamin B.

Gejala-gejala hipoksia yaitu :

1. Gas darah arteri:

PaO2 : 80-100 mmHg(normal)

Page 13: Hipoksia

60-80 mmHg(hipoksemia ringan)

40-60 mmHg(hipoksemia sedang)

< 40 mmHg(hipoksemia berat)

SaO2 : 95%-97% (normal)

< 90% (dapat mengindikasi hipoksemia)

pH : 7,35-7,45 (normal)

< 7,35 (asidemia)

> 7,45 (alkalemia)

PaCO2: 35-45 mmHg (normal)

> 45 mmHg (hipoventilasi)

< 35 mmHg (hiperventilasi)

2. System pernapasan

Tachypnea, menurunya volum tidal, dyspnea, menguap menggunakan otot2 pernapasan

tambahan, lubang hidung melebar

3. Sistemsaraf pusat

Sakit kepala (akibat vasodilatasi cerebral), kekacauan mental, tingkah laku yang aneh, gelisah,

mudah terangsang, ekspresi wajah cemas, berkeringat, rasa menagntuk yang dapat berlanjut

menjadi koma jika hipoksia menjadi barat

4. System kardiovaskuler

Mula-mula takikardia, kemudian bradikardia jika otot jantung tidak cukup mendapatkan O2,

peningkatan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan tekanan darah jika hipoksia tidak

diatasi, disritmia

5. Kulit

Sianosis pada bibir, mukosa mulut dan dasar kuku

Hipoksia di bagi dalam 4 tipe :

1. Hipoksia anemik: hipoksia karena trasi konsentrasi-penurunan hemoglobin fungsional

atau berkurangnya jumlah sel darah merah, seperti yang terlihat pada anemia dan

perdarahan (PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk

mengangkut oksigen berkurang)

Page 14: Hipoksia

2. Hipoksia hipoksik: hipoksia akibat mekanisme cacat oksigenasi di paru-paru, seperti

yang disebabkan oleh rendah ketegangan oksigen, fungsi paru yang abnormal, udara-cara

obstruksi, atau shunt kanan-ke-kiri dalam hati, (PO2 darah arteri berkurang)

3. Hipoksia stagnant atau iskemik, dimana aliran darah ke jaringan sangat lambat sehingga

oksigen yang adekuat tidak di kirim ke jaringan walaupun PO2 konsentrasi hemoglobin

normal

4. Hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah

adekuat tetapi oleh karene kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai

oksigen yang disediakan.

Pada kasus ini, terjadi tachypneu. Mekanisme tachypneu yaitu pada kondisi oksigen yang

sedikit, terjadi hipoksia yang akan menyebabkan pembuluh darah pada jaringan perifer

berdilatasi. Selanjutnya hal ini akan meningkatkan jumlah darah yang kembali ke jantung dan

meningkatkan curah jantung sampai nilai yang lebih tinggi. Penigkatan curah jantung ini akan

menyebabkan pernafasan lebih cepat dan pendek untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan

disebut sebagai tachypneu.

Ketika kita menghirup udara pada permukaan laut, tekanan atmosfer sekitar 1,04 kg per

cm2. Yang menyebabkan oksigen dengan mudah melewati membran permiabel selektif paru

menuju Darah. Pada ketinggian, tekanan udara yang lebih rendah membuat oksigen sulit untuk

memasuki sistem vaskular tubuh. Hasilnya berdampak pada timbulnya hipoksia, atau kekurangan

oksigen. Gejala awal hipoksia berupa ketidakmampuan melakukan aktivitas yang normal seperti

menaiki tangga pendek tanpa disertai rasa lelah. Selain itu, gejala yang dapat timbul meliputi

berkurangnya nafsu makan, pandangan yang kabur, kesulitan mengingat

dan berpikir jernih.

Pada kasus yang lebih berat, terjadi gejala edema pulmoner (pneumonia- like symptoms) dan

akumulasi abnormal cairan di sekitar otak (edema serebral) yang dapat berakibat kematian

dalam beberapa hari jika tidak dikembalikan ketekanan darah yang normal. Resiko untuk gagal

jantung juga meninggi disebabkan stres yang terjadi pada paru-paru, jantung, dan pembuluh

darah arteri di ketinggian.

Ketika kita bepergian ke daerah yang tinggi, tubuh kita mulai membentuk respon fisiologis yang

inefisien. Terdapat kenaikan frekuensi pernapasan dan denyut Jantung hingga dua kali lipat

walaupun saat istirahat. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat karena jantung memompa

lebih kuat untuk mendapatkan lebih banyak oksigen. Kemudian, tubuh mulai membentuk respon

pengerjaannya efisien secara normal, yaitu aklimatisasi. Sel darah merah dan kapiler lebih

banyak diproduksi untuk membawa oksigen lebih banyak. Paru-paru akan bertambah ukurannya

untuk memfasilitasi osmosis oksigen dan karbondioksida. Terjadi pula peningkatan vaskularisasi

otot yang memperkuat tranfer gas.

Page 15: Hipoksia

Ketika kembali pada permukaan laut setelah terjadi aklimatisasi yang sukses terhadap

ketinggian, tubuh mempunyai lebih banyak akan sel darah merah dan kapasitas paru yang lebih

besar. Akan tetapi, perubahan fisiologik ini hanya berlangsung singkat. Pada beberapa minggu,

tubuh akan kembali pada kondisi normal

5. SISTEM RESPIRASI

Anatomi

Sistem respirasi manusia terdiri dari bagian superior dan bagian inferior. Bagian superior yaitu hidung

dan faring, sedangkan bagian inferior yaitu laring, trakea, bronkus dan alveolus.

NASI

Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Terdapat nares anterior yang menghubungkan

rongga hidung atau cavum nasi dengan dunia luar dan akan bermuara menuju vestibulum nasi. Cavum

nasi dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh darah, dan berhubungan dengan pharynx dan

selaput lendir pada sinus yang mempunyai lubang yang berhubungan dengan rongga hidung. Septum

nasi memisahkan cavum nasi menjadi dua. Struktur tipis ini terdiri dari tulang keras dan tulang rawan,

dapat membengkok ke satu sisi lain, dan kedua sisinya dilapisi oleh membran mukosa. Di bagian

posterior septum nasi, terdapat os ethmoidale di superior dan vomer di inferiornya.

Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh os maxilla, os palatinum, sebagian os frontale, dan sebagian os

sphenoidale. Terdapat tiga tulang yang melengkung halus dan melekat pada dinding lateral dan

menonjol ke cavum nasi adalah : (1) concha superior (2) concha media, dan (3) concha inferior. Tulang-

tulang ini dilapisi oleh membran mukosa.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum sedangkan atapnya merupakan celah

sempit yang dibentuk oleh sebagian os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfactorius,

pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang

mendeteksi bau yaitu nervus olfactorius. N. olfactorius ini melewati lamina cribrosa os frontale dan ke

Page 16: Hipoksia

dalam bulbus olfactorius nervus cranialis I.

Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi,

sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang

membuka ke dalam cavum nasi : (1) nares anterior (2) sinus sphenoidalis, diatas concha superior (3)

sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha

media dan inferior (4) sinus frontalis, diantara concha media dan superior (5) ductus nasolacrimalis,

dibawah concha inferior. Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasopharynx melalui

apertura nasalis posterior.

Pharynx

Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya

dengan oesophagus sebatas tulang rawan cricoid. Pharynx terletak antara internal nares sampai

kartilago krikoid dan memiliki panjang kurang kebih 13 cm dan berfungsi sebagai saluran

respirasi dan saluran pencernaan. Pharynx terdiri dari:

1. Nasopharynx adalah pharynx yang berbatasan dengan rongga hidung,mempunyai 4

saluran (2 saluran ke internal nares dan 2 saluran ke tuba eustachius). Nasopharynx

adalah tempat bertukarnya partikel udara melalui tuba eustachius untuk  keseimbangan

tekanan udara faring dan telinga tengah.

2. Oropharynx adalah pharynx yang  berbatasan dengan mulut. Terletak dibelakang rongga

mulut dekat soft palate.

3. Laryngopharyngeal  adalah faring yang berbatasan dengan laring. Letaknya dimulai dari

hyoid bone ke esophagus dan laring.

Larynx

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula thyroidea, dan

beberapa otot kecil, dan didepan larynxopharynx dan bagian atas oesophagus. Membrana

mukosa

Page 17: Hipoksia

larynx sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia.

Larynx merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:

1. Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan dua cartilago

arytenoidea.

2. Membrana yang menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os hyoideum,

membrana mukosa, plika vocalis, dan otot yang bekerja pada plica vocalis.

Cartilago thyroidea berbentuk “V” yang menonjol ke depan leher membentuk jakun. Ujung batas

posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum,

dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat berartikulasi dengan bagian luar cartilago

cricoidea.

Membrana thyroidea menghubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.

Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.

Epiglottis adalah cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah.

Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica,

berjalan ke belakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk

batas jalan masuk larynx. Cartilago cricoidea adalah cartilago berbentuk cincin signet dengan

bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago thyroidea, berhubungan melalui

membrana cricothyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago

thyroidea pada setiap sisi. Membrana cricothyroideus menghubungkan batas bawahnya dengan

cincin trachea.

Cartilago arytenoidea adalah dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis

cartilago cricoidea. Plica vocalis pada tiap sisi melekat dibagian posterior sudut piramid yang

menonjol kedepan. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamentum vocale,

dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan

cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana

mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan

kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut

diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).

Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-

masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar. Fonasi suara dihasilkan oleh vibrasi

plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle,

pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

Page 18: Hipoksia

TRACHEA

Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea

berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium

sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai

kira-kira ketinggian vertebrata thoracicae V dan bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).

Trachea tersusun atas 16 - 20 cincin terbuka yang terbentuk dari tulang rawan yang diikat

bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkarannya di sebelah belakang trachea,

selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

BRONCHUS

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrae thoracicae

V, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronchi

(jamak) berjalan ke bawah dan menyamping, ke arah hilus pulmonalis. Bronchus kanan lebih

pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri

pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama di bawah arteri, disebut bronchus lobus

inferior. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah

arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus pulmo atas

dan bawah.

Cabang utama bronchus principalis dextra et sinistra bercabang menjadi bronchus lobaris sesuai

dengan banyak lobus yang ada di pulmo dextra ataupun sinistra, kemudian menjadi lobus

segmentalis sesuai dengan banyak segmen yang ada. Percabangan ini berjalan terus menjadi

bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu

saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronchiolus terminalis

memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan.

Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke

bawah sampai tingkat bronchiolus terminalis berfungsi utama sebagai penghantar udara ke

tempat pertukaran gas pulmo.

Page 19: Hipoksia
Page 20: Hipoksia

Alveolus

Alveolus yaitu tempat pertukaran gas asinus terdiri dari bronchiolus dan respiratorius yang terkadang

memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh

alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir pulmo, asinus memiliki tangan kira-kira 0,5-1

cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai saccus alveolaris. Alveolus

dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Didalam alveoli terdapat cairan alveolar yang di

sebut surfaktan. Dinding alveoli terdiri dari 2 tipe sel epitel alveolar, yaitu:

1. Tipe I : sel epitel simple squamosa sebagai pusat petukaran gas

2. Tipe II : sel septal yang terdiri dari mukrofili dan secret alveolar untuk menjaga

permukaan antara sel dan udara tetap lembab.

PULMO

Pulmo terdapat dalam rongga thorax kiri dan kanan. Pulmo memilki :

1.Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula

Page 21: Hipoksia

2.Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada

3.Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung

4.Basis, berhadapan dengan diafragma

Pulmo dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura

terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi dan mencegah uap-uap H2O yang ada di

alveolus saling tarik-menarik. Pulmo kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius

dan inferior sedangkan pulmo kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior dan satu

lingula pulmo sebagai bakal lobus media yang tidak sempurna. Tiap lobus dibungkus oleh

jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus

alveolar, saccus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap pulmo mengandung 150 juta

alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran

gas. Pulmo mendapat suplai darah dari arteri pulmonalis dan arteri bronchialis yang bercabang-

cabang sesuai segmennya. Serta diinnervasi oleh saraf parasimpatis melalui nervus vagus dan

simpatis melalui truncus simpaticus.

Histologi

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan

mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis.

Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga

Page 22: Hipoksia

ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan

pembuluh darah.

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus

dan bronkiolus terminalis

2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris

bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5

macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel

basal, dan sel granul kecil.

epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet

Rongga hidung

Page 23: Hipoksia

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat

kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel

respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh

septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing

dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka

superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel

olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar

dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai

reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),  sel

basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman

menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses

neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga

hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan

penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

epitel olfaktori, khas pada konka superior.

Sinus paranasalis

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya

berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi

yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang

mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum.

Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole,

sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria

laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah

masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan

juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal.

Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan

Page 24: Hipoksia

laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat

kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:

pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel

respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri

dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot

rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang

berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa

epitel respiratori

Trakea

Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina

propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya

berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar

membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing.

Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung

terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut

terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan

lumen dan mencegah distensi berlebihan.

Page 25: Hipoksia

epitel trakea dipotong memanjang epitel trakea, khas adanya tulang rawan hialin yang

berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

Bronkus

Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang

mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada

bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar,

cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah

bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

epitel bronkus

Bronkiolus

Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria

mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet

dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris

bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris

bersilia atauselapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara

pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang  memiliki granul sekretori dan

mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang

kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada

lamina propria

Page 26: Hipoksia

Bronkiolus respiratorius

Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus

terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus

respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus,

epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin

bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan

jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.

Duktus alveolaris

Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus,

hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat

anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal

duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke

atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang

mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang

sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah

terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan

septa alveolar yang tipis.

bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli

Alveolus

Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara

udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum

tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin,

matriks dan sel jaringan ikat. 

Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk

membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya

mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang

dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel

alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan

dari jaringan ke ruang udara.

Page 27: Hipoksia

Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut

kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan

dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri

mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan

tegangan alveolus paru.

Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan,

fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi

kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

alveolus

Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina

basalis, dan sitoplasma sel endothel.

Page 28: Hipoksia

sawar udara-kapiler

Pleura

Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas

dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada

di atas serat kolagen dan elastin.

Fisiologi

Fungsi utama sistem respirasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen jaringan tubuh dan

membuang karbondioksida sebagai sisa metabolisme serta berperan dalam menjaga

keseimbangan asam dan basa.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :

1.Ventilasi

2.Difusi

3. Transportasi

Ventilasi

Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini terdiri

dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-paru).

Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan

intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke

dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari

atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.

Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat

kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari otot-otot

insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi dari tulang-

tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga dada), secara

Page 29: Hipoksia

bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra pulmonal menurun dan

udara terhirup ke dalam paru-paru.

Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik nafas

dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu muskulus

sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.

Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax

akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah ekspirasi.

Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena

adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus

abdominis.

Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan (medula

oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan ekspirasi.

Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-neuron ekspirasi

serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa inspirasi yang

diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat pada daerah

Page 30: Hipoksia

berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan berjalan teratur

dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).

Ventilasi dipengaruhi oleh :

1.Kadar oksigen pada atmosfer

2.Kebersihan jalan nafas

3.Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru

4. Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan.

Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian

epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena

daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan

monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh.

Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.

Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan normal.

IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-paru setelah

inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih bisa

diekshalasi setelah ekspirasi normal. Sedangkan RV (volume sisa) adalah volume udara yang

masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.

Page 31: Hipoksia

Difusi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler

paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan

rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis

dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak

dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan

dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.

Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat

inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan

dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut

terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler

paru. Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial. Tekanan udara

luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di alveolus sebesar ± 104 mmHg.

Tekanan parsial pada kapiler darah arteri pulmonales ± 104 mmHg, dan di vena pulmonales ± 40

mmHg. Hal ini menyebabkan O2 dari alveolus berdifusi ke dalam vena pulmonales.

Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 45 mmHg, tekanan parsial CO2 dalam arteri ±

40 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam alveolus ± 40 mmHg. Adanya perbedaan tekanan

parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat berdifusi dari vena pulmonales ke alveolus.

Page 32: Hipoksia

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan

sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan

istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat

karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang menyebabkan luas

permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah

400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.

Difusi dipengaruhi oleh :

1. Ketebalan membran respirasi

2. Koefisien difusi

3. Luas permukaan membran respirasi

4. Perbedaan tekanan parsial

Transportasi

Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan

melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.

Sekitar 97 – 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb

(HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7% karbondioksida larut dalam

plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 – 70% dalam

bentuk HCO3 (ion bikarbonat).

Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung

5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit. Saat olah

raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.

Transportasi gas dipengaruhi oleh :

Page 33: Hipoksia

1.CardiacOutput

2.Jumlaheritrosit

3.Aktivitas Hematokrit darah

Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan

terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena

O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2)

intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.

Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat terjadi, karena

tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah dibandingkan di dalam darah. Hal ini

disebabkan karena sel-sel secara terus menerus menggunakan oksigen dalam respirasi selular.

Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi ± 95 mmHg dan tekanan

parsial O2 dalam jaringan tubuh <40 mmHg. Sebaliknya tekanan karbon dioksida tinggi, karena

karbon dioksida secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel tubuh. Tekanan parsial CO2 dalam

jaringan ± 46 mmHg dan dalam kapiler darah ± 40 mmHg. Hal inilah yang menyebabkan O2

dapat berdifusi ke dalam jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan.

Tabel Tekanan PO2 di udara dalam berbagai ketinggian

Ketinggian (m)

PO2 di Udara (mmHg)

Menghirup UdaraPCO2 dalam

Alveoli (mmHg)

PO2 dalam Alveoli (mmHg)

0 159 40 1043048 110 36 676096 73 24 409144 47 24 1812192 2915240 18

Sesak nafas dapat terjadi karena oksigenasi jaringan menurun. Keadaan ini yang menyebabkan

kecepatan  pengiriman oksigen  ke jaringan berkurang seperti hipoksia. Penyakit atau keadaan

tertentu secara akut dapat menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen ke seluruh jaringan

menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini akan meningkatkan sesak napas. Karena transportasi

oksigen tergantung dari sirkulasi darah dan kadar hemoglobin, maka beberapa keadaan seperti

Page 34: Hipoksia

perdarahan, animea (hemolisis), perubahan hemoglobin (sulfhemoglobin, methemoglobin,

karboksihemoglobin) dapat menyebabkan sesak napas.

Sesak nafas yang dialami Cek Nang terjadi karena kebutuhan oksigen bagi jaringan tubuhnya tidak

terpenuhi karena kandungan oksigen di tempat dengan ketinggian 3.200 meter sangatlah tipis. Hal ini

mengakibatkan ia mengalami sesak nafas walaupun sedang duduk (tidak melakukan aktifitas). Sesaknya

tentu akan bertambah parah ketika ia sedang melakukan aktifitas seperti berjalan maupun menaiki tangga

karena konsumsi oksigen bagi jaringan tubuhnya akan meningkat.

EKG yang normal

1. Gelombang pertama yang berukuran kecil disebut gelombang P. Gelombang P merupakan sinyal listrik yang dimulai dalam kelompok sel yang disebut nodus sinoatrial (nodus SA). Sinyal ini kemudian akan berjalan melalui atrium menyebabkan kedua atrium berkontraksi dan mendorong darah ke ventrikel di bawahnya.

2. PR Interval merupakan perlambatan sinyal pada kelompokan sel yang disebut nodus atrioventrikular (nodus AV). Perlambatan ini memberikan waktu bagi atrium untuk mengosongkan darah di dalamnya ke dalam ventrikel.

3. Sinyal listrik kemudian berlanjut ke berkas His lalu berpisah menuju cabang di kiri dan kanan, dan akhirnya sampai ke serat Purkinje. Sinyal listrik kemudian merangsang ventrikel berkontraksi dan memompa darah ke paru-paru dan seluruh tubuh. Perjalanan sinyal listrik ini diwakili oleh komplek QRS dari EKG.

4. Sedangkan gelombang T adalah proses yang menggambarkan ketika ventrikel mengalami repolarisasi.

Page 35: Hipoksia

Pola ini disebut irama sinus normal. Dan merupakan gambaran dasar dari setiap EKG jantung sehat yang normal

Tekanan gas normal

Tekanan oksigen pada darah arteri (PaO2)tergantung pada tekanan oksigen alveoli (PAO2),

sedangkan PA (tekanan udara pada alveoli ) ditentukan oleh tekanan gas yang ada pada alveoli.

4.

SISTEM KARDIOVASKULER

Anatomi

Kardiovaskular (kardi=jantung dan vascular = pembuluh darah) adalah bagian dari

system sirkulasi (selain aliran limf) yang berfungsi untuk mensuplai oksigen dan nutrisi ke

seluruh tubuh.

Kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah. Jantung adalah organ tang

terletak di thorax cavity tepatnya di mediastinum. Jantung berukuran sebesar kepalan tangan.

Janutng terdiri dari 4 ruangan yg berfungsi spesifik. Ruangan tersebut adalah atrium dextrum,

atrium sinistrum, ventrikel dextra dan ventrikel sinistra.

Atrium berfungsi untuk mempompa darah menuju ventrikel dan ventrikel untuk

mempompa menuju keluar jantung. Ventrikel dexta memompa darah menuju pulmo dan atrium

sinistra memompa darah keseluruh tubuh. Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu picardium

(pericardium) , myocardium , dan endocardium.

Page 36: Hipoksia

Fisiologi Kardiovaskuler

Aktivitas Listrik Jantung

Untuk dapat memompa darah, jantung harus berkontraksi yang dicetuskan oleh potensial aksi

yang menyebar melalui membran sel – sel otot. Jantung berkontraksi secara berirama akibat

potensial aksi yang ditimbulkannya sendiri, disebut sebagai otoritmisitas.

Terdapat dua jenis sel otot jantung :

1. Sel kontraktil (99 %) merupakan sel yang memiliki fungsi mekanik (memompa darah),

dalam keadaan normal tidak dapat menghasilkan sendiri potensial aksinya

2. Sel otoritmik berfungsi mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang

bertanggung jawab untuk kontraksi sel – sel pekerja. Sel otoritmik ini dapat ditemukan di

lokasi – lokasi berikut :

1. Nodus sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat muara vena

cava superior

2. Nodus atrioventrikel (AV), terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas

hubungan antara atrium dan ventrikel

3. Berkas His (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel – sel khusus yang berasal dari nodus

AV dan masuk ke septum interventrikular. Pada septum interventrikular jaras ini

bercabang dua (kanan dan kiri), kemudian berjalan ke bawah melalui septum, melingkari

ujung ventrikel dan kembali ke atrium di sepanjang dinding luar.

4. Serat Purkinje, merupakan serat terminal halus yang berjalan dari berkas His dan

menyebar ke seluruh miokardium ventrikel.

Sel – sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat melainkan mereka memiliki

aktivitas pacemaker yaitu depolarisasi yang terjadi secara perlahan pada membrane sel – sel

Page 37: Hipoksia

tersebut hingga mencapai ambang dan kemudian menimbulkan potensial aksi. Penyebab

terjadinya depolarisasi ini diperkirakan sebagai akibat dari :

1. Arus keluar K+ yang berkurang diirngi dengan arus masuk Na+ yang konstan

Permeabilitas membrane terhadap K+ menurun antara potensial – potensial aksi, karena saluran

K+ diinaktifkan sehingga aliran keluar ion positif menurun. Sementara itu, influks pasif Na+

dalam jumlah kecil tidak berubah akibatnya bagian dalam membrane menjadi lebih positif dan

secara bertahap mengalami depolarisasi hingga mencapai ambang.

2. Peningkatan arus masuk Ca2+

Setelah mencapai ambang dan saluran Ca2+ terbuka, terjadi influks Ca2+ secara cepat

menimbulkan fase naik dari potensial aksi spontan.

Sel – sel otoritmik berbeda kecepatannya untuk menghasilkan potensial aksi karena terdapat

perbedaan kecepatan depolarisasi. Sel – sel jantung yang terletak di nodus SA memiliki

kecepatan pembentukan potensial aksi tertinggi. Sekali potensial aksi timbul di salah satu sel otot

jantung, potensial aksi tersebut akan menyebar ke seluruh miokardium melalui gap junction dan

penghantar khusus.

Penjalaran Impuls Jantung ke Seluruh Jantung

potensial aksi dimulai di nodus SA kemudian menyebar ke seluruh jantung. Agar jantung

berfungsi secara efisien, penyebaran eksitasi harus memenuhi 3 kriteria :

1. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai.

2. Eksitasi serat – serat otot jantung harus dikoordinasi untuk memastikan bahwa setiap

bilik jantung berkontraksi sebagai suatu kesatuan untuk menghasilkan daya pompa yang

efisien. Apabila serat – serat otot di bilik jantung tereksitasi dan berkontraksi secara acak,

tidak simultan dan terkoordinasi (fibrilasi) maka darah tidak akan dapat terpompa.

3. Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus secara fungsional terkoordinasi,

sehingga kedua pasangan tersebut berkontaksi secara simultan. Hal ini memungkinkan

darah terpompa ke sirkulasi paru dan sistemik

Eksitasi atrium. Suatu potensial aksi yang berasal dari nodus SA pertama kali menyebar ke

kedua atrium, terutama dari sel ke sel melalui gap junction. Selain itu, terdapat jalur penghantar

khusus yang mempercepat penghantaran impuls dari atrium, yaitu :

1. Jalur antaratrium, berjalan dari nodus SA di atrium kanan ke atrium kiri.

2. Jalur antarnodus, berjalan dari nodus SA ke nodus AV. Karena atrium dan ventrikel

dihubungkan oleh jaringan ikat yang tidak menghantarkan listrik, maka satu – satunya

cara agar potensial aksi dapat menyebar ke ventrikel adalah dengan melewati nodus AV.

Page 38: Hipoksia

Transmisi antara Atrium dan Ventrikel. Potensial aksi dihantarkan relative lebih lambat

melalui nodus AV. Kelambanan ini memberikan waktu untuk memungkinkan atrium mengalami

depolarisasi sempurna dan berkontraksi sebelum depolarisasi dan kontraksi ventrikel terjadi. Hal

ini bertujuan agar ventrikel dapat terisi sempurna.

Eksitasi ventrikel. Setelah perlambatan itu, kemudian impuls dengan cepat berjalan melalui

berkas His dan ke seluruh miokardium ventrikel melalui serat – serat purkinje. Sistem

penghantar ventrikel lebih terorganisasi dan lebih penting daripada jalur antaratrium dan

antarnodus, karena massa ventrikel jauh lebih besar daripada massa atrium.

Potensial Aksi Pada Sel Kontraktil Otot Jantung

Potensial aksi yang terjadi pada sel kontraktil otot jantung memperlihatkan fase datar (plateu)

yang khas. Pada saat membran mengalami eksitasi, terjadi perubahan gradien membran secara

cepat akibat masuknya Na+. Membran pun mengalami potensial aksi. Segera setelah potensial

aksi dicapai, permeabilitas membran terhadap Na+ berkurang. Namun uniknya, membran

potensial dipertahankan selama beberapa ratus milidetik sehingga menghasilkan fase datar

(plateu) potensial aksi.Perubahan voltase yang mendadak selama fase naik menuju potensial aksi

menimbulkan 2 perubahan yang turut serta mempertahankan fase datar tersebut, yaitu

pengaktifan slow L-type Ca2+ channel dan penurunan permeabilitas K+. Pembukaan Ca2+ channel

menyebabkan influks Ca2+ yang bermuatan positif. Penurunan aliran K+ mencegah repolarisasi

cepat membran sehingga mempertahankan fase datar. Fase turun potensial aksi yang berlangsung

cepat terjadi akibat inaktivasi Ca2+ channel dan peningkatan permeabilitas K+.

Mekanisme dasar terjadinya kontraksi sel miokardium apabila terdapat potensial aksi serupa

dengan proses eksitasi-kontraksi otot rangka. Bedanya, selama potensial aksi sel miokardium

berlangsung, sejumlah besar ion Ca akan berdifusi dari ekstrasel ke sitosol, menembus membran

plasma untuk mempertahankan potensial aksi sel miokardium, melewati T-tubule dan memicu

terbukanya kanal ion Ca dari lateral sacs retikulum sarkoplasma à memperpanjang masa

kontraksi à cukup waktu untuk memompa darah. Peran Ca2+ di sitosol adalah untuk berikatan

dengan kompleks troponin-tropomiosin sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi.

Siklus Jantung

Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari denyutan

selanjutnya. Setiap siklus dimulai oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di nodus sinus.

Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. Sistol adalah periode kontraksi dari

ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari

ventrikel, dimana terjadi pengisian darah.

Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan ventricular filling.

Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai relaksaasi, katup semilunar dan katup

Page 39: Hipoksia

atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular filling

dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup mitral dan katup

trikuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium

berkontraksi. Volume total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic Volume .

Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi ventrikel. Pada

kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup tetap tertutup. Tekanan

juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel ,

tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner

sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke seluruh

tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut

End Systolic Volume.

Cardiac Output. Merupakan volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per menitnya.

CO dari setiap ventrikel secara normal sama, walaupun terdapat sedikit variasi. Penentu utama

CO adalah detak jantung dan stroke volume (= Volume darah yang dikeluarkan masing-masing

ventrikel). Jika dalam keadaan istirahat, detak jantung = 70 x/menit dan SV = 70 ml/detak, maka:

Cardiac Output= Detak jantung x SV. Dalam keadaan istirahat, curah jantung (cardiac output)

dapat mencapai 5 L per menit. Saat berolahraga, curah jantung yang dihasilkan dapat mencapai

sekitar 20-25 L per menit. Selisih antara curah jantung saat istirahat dengan curah jantung

maksimal disebut cardiac reserve.

faktor yang mempengaruhi CO : Heart Rate (detak Jantung). Dalam keadaan normal nodus SA

merupakan pacemaker jantung dan mengatur HR. Karena nodus SA ini dipersarafi oleh Saraf

otonom (simpatis dan parasimpatis) maka secara tidak langsung HR juga dipengaruhi oleh saraf

otonom.

Stroke Volume. Diatur oleh dua factor , yaitu intrinsic (aliran vena) dan ekstrinsik (stimulasi

simpatik). Factor intrinsic diatur oleh mekanisme hukum Franks Starling pada jantung.

Semakin banyak aliran vena yang masuk ke dalam jantung semakin besar pula volume

diastole akhir dan jantung menjadi semaikn tertarik dan melebar. Karena keadaan otot

jantung yang semakin panjang sebelum kontraksi ini, maka semakin kuat pula

kontraksinya.

Kemungkinan besar penyebab sakit kepala pada kasus ini adalah karena edema serebri

akut. Hal ini dipercaya terjadi karena pembuluh darah otak mengalami vasodilatasi local akibat

hipoksia. Dilatasi arteriol-arteriol akan meningkatkan aliran darah menuju kapiler, sehingga

meningkatkan tekanan kapiler, yang pada gilirannya menyebabkan perembesan cairan ke

jaringan otak. Edema serebri kemudian dapat menimbulkan disorientasi berat dan efek-efek lain

yang berhubungan dengan disfungsi otak.

Page 40: Hipoksia

Heart rate yang normal pada orang dewasa yang tidak sedang bekerja adalah 60-100 x per

menit. Respiration rate sekitar 12-20 kali permenit. Dan tekanan darah yang normal pada sitolik

120-139mmHg dan diastolic 80-89 mmHg

Interpretasi pemeriksaan vital sign

HR dan RR yang meningkat sesuai dengan kasus menunjukan tubuh sedang

melakukan homeostasis akibat kurangnya oksigen didalam tubuh, HR

ditingkatkan agar sel cepat mendapatkan pasokan oksigen. RR yang

ditingkatkan agar tubuh mendapatkan pasokan oksigen yang cukup . TD

yang menurun menunjukan adanya dilatasi pada pembuluh darah agar

darah cepat mengalir memasok oksigen .

Heart rate yang sudah melebati batas normal yang berarti jantung bekerja lebih keras

untuk mensuplai darah ke seluruh tubuh, hal ini terjadi karena pada tubuh penderita kekurangan

suplai oksigen, hl ini terjadi karena respiratory ratenya juga melebihi batas.

Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab ?

Tekana gas arteri yang normal untuk PO2 adalah 95mmHg dan PCO2 40 mmHg. Dan pada

kasus ini tekana gas arteri dibawah keadaan normal, yang dapat mengakibatkan kurangnya

pasokan Oksigen ke dalam tubuh. Banay kakibat yang dapat timbul jika jika hal ini terjadi.

Penderita adalah sesak nafas, jantung bedegup kencang, dan lemas.

Cyanosis adalah perubahan warna biru keunguan yang tampak pada

permukaan tubuh seperti di kuku dan di bibir . Perubahan warna disebabkan

oleh turunnya kadar oksigen sehingga hemoglobin sedikit mengikat oksigen.

Pada saat turunnya kadar oksigen ginjal mengeluarkan eritropoetin agar

banyak RBC yang dihasilkan. Warna asli dari hemoglobin adalah biru

keunguan dan menjadi merah ketika berikatan dengan oksigen. Turunnya

kadar oksigen ini menyebabkan hemoglobin sedikit mengikat oksigen

sehingga hemoglobin menunjukkan warna aslinya yang biasa di tunjukkan

pada kuku dan bibir.

Interpretasi pemeriksaan lab

Turunnya tekanan parsial oksigen disebabkan oleh banyak factor.

Berdasarkan scenario, penurunan ini disebabkan oleh turunnya kadar

oksigen di tempat yang tinggi. Penurunan tekanan parsial oksigen ini juga

sebagai tanda kalau seseorang terkena hypoxia

5. SISTEM SARAF PUSAT

SUSUNAN SARAF PUSAT

Page 41: Hipoksia

Sistem saraf tersusun menjadi susunan saraf pusat, terdiri atas otak dan medulla

spinalis, dan susunan saraf tepi, terdiri atas 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal

beserta ganglianya.

Susunan saraf pusat terdiri atas banyak sel saraf dan tonjolan-tonjolannya dan disokong

oleh jaringan khusus disebut neuroglia. Neuron adalah nama yang diberikan untuk sel saraf

beserta seluruh processusnya. Bagian dalam susunan saraf pusat disusun dalam substantia grisea

dan substantia alba. Substantia grisea terdiri atas sel-sel neuron yang tertanam di dalam

neuroglia. Substantia alba terdiri atas serabut-serabut saraf(axon) yang terbenam di dalam

neuroglia.

Sebanyak 100 milyar neuron yang diperkirakan terdapat di otak tersusun membentuk

anyaman kompleks yang memungkinkan kita (1) secara bawah sadar mengatur lingkungan

internal melalui sistem saraf, (2) mengalami emosi, (3) secara sadar mengontrol gerakan kita, (4)

menyadari(mengetahui dengan kesadaran) tubuh kita sendiri dan lingkungan kita, dan (5)

melakukan fungsi-fungsi kognitif yang lebih luhur misalnya berpikir dan mengingat. Kata

kognisi (cognition) merujuk kepada tindakan atau proses “mengetahui”, termasuk kesadaran dan

penilaian.

OTAK

Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavum cranii, dilanjutkan

sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen magnum. Tidak ada bagian otak yang bekerja

sendiri terpisah dari bagian-bagian otak lain, karena anyaman neuron-neuron terhubung secara

anatomis oleh sinaps, dan neuron-neuron di seluruh otak berkomunikasi secara ekstensif satu

sama lain dengan cara listrik atau kimiawi. Akan tetapi, neuron-neuron yang bekerja sama untuk

akhirnya melaksanakan fungsi tertentu cenderung tersusun dalam lokasi yang terpisah. Karena

Page 42: Hipoksia

itu, meskipun merupakan suatu keseluruhan yang fungsional, otak tersusun menjadi bagian-

bagian yang berbeda. Bagian-bagian otak dapat dikelompokkan menjadi:

1. Batang otak

2. Serebelum

3. Otak depan (forebrain)

a. Diensefalon

- hipothalamus

- talamus

b. Serebrum

- nukleus basal

- korteks serebri

Batang otak, bagian otak paling tua bersambungan dengan medulla spinalis. Bagian ini

terdiri dari otak tengah, pons, dan medula.

Batang otak adalah penghubung vital antara medula spinalis dan bagian-bagian otak yang

lebih tinggi. Semua serat datang dan pergi yang berjalan antara perifer dan pusat-pusat yang

lebih tinggi di otak harus melewati batang otak, dengan serat datang memancarkan informasi

sensorik ke otak dan serat pergi membawa sinyal perintah dari otak ke organ eferen. Beberapa

serat hanya lewat, tetapi sebagian besar bersinaps di dalam batang otak untuk suatu proses

penting. Karena itu, batang otak adalah jalur penghubung penting antara bagian otak lain dan

medulla spinalis. Fungsi batang otak mencakup berikut:

Page 43: Hipoksia

1. Di batang otak terkumpul kelompok-kelompok neuron, atau “pusat”, yang mengontrol

fungsi jantung dan pembuluh darah, pernafasan, dan banyak aktivitas pencernaan.

2. Batang otak berperan dalam mengatur refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan

postur.

3. Pusat-pusat yang mengatur tidur secara tradisional dianggap terdapat di dalam batang

otak, meskipun bukti-bukti terakhir mengisyaratkan bahwa pusat yang mendorong tidur

gelombang lambat terletak di hipotalamus.

MEDULLA SPINALIS

Medulla spinalis adalah suatu silinder panjang langsing jaringan saraf yang berjalan dari

batang otak. Struktur ini memiliki panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm.

Medulla spinalis keluar melalui sebuah lubang besar di dasar tengkorak, dibungkus oleh

kolumna vertebralis protektif sewaktu turun melalui kanalis vertebralis.

Dari medulla spinalis keluar pasangan-pasangan nervus spinalis melalui ruang-ruang

yang terbentuk antara lengkung tulang berbentuk sayap vertebra-vertebra yang berdekatan.

Nervus spinalis diberi nama sesuai bagian dari kolumna vertebralis tempat keluarnya: terdapat 8

pasang nervus servikalis(leher yaitu C1-C8), 12 pasang nervus torakalis(dada), 5 pasang nervus

lumbalis(perut), 5 pasang nervus sakralis(panggul), dan 1 pasang nervus koksigeus(tulang ekor.

Page 44: Hipoksia

Medulla spinalis memiliki dua fungsi vital. Pertama, bagian ini berfungsi sebagai

jaringan saraf penghubung antara otak dan susunan saraf tepi. Semua komunikasi naik dan turun

melalui medulla spinalis terletak di jaras (traktus asendens dan desendens) di substansia alba

medula spinalis.

Page 45: Hipoksia

Kedua, bagian ini adalah pusat integrasi untuk refleks spinal, termasuk sebagian dari refleks

postural dan protektif dasar serta refleks berkaitan dengan pengosongan organ-organ panggul.

Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (PNS). SSP terdiri dari

otak dan medulla spinalis. SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang.

Selanjutnya, SSP dilindungi pula oleh suspensi dalam cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid,

CSF) yang diproduksi dalam ventrikel otak. SSP juga diliputi oleh tiga lapis jaringan yang secara

bersama-sama disebut sebagai meninges (dura mater, araknoid, pia mater).

Otak dibagi menjadi otak depan, otak tengah, dan otak belakang berdasarkan perkembangan

embriologik. Kategori ini kemudian dibagi lagi berdasarkan susuna anatomi otak dewasa. Otak

tengah, pons, dan medulla oblongata bersama-sama dinamakan: batang otak.

Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula

oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai

setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) orang dewasa. Medula spinalis terbagi menjadi 31

segmen yang menjadi tempat asal dari 31 pasang saraf spinal. Segmen-segmen tersebut diberi

nama sesuai dengan vertebra tempat keluarnya radiks saraf yang bersangkutan, sehingga medula

spinalis dibagi menjadi bagian servikal, torakal, lumbal, dan sakral.

Terdapat pandangan yang mengatakan bahwa batang otak merupakan perluasan dari medula

spinalis ke arah atas menuju rongga kranial, karena batang otak juga mengandung nuklei

Page 46: Hipoksia

sensorik dan motoril yang membentuk fungsi motorik dan sensorik untuk regio wajah dan

kepala, yaitu fungsi ini juga dilakukan dalam cara yang sama oleh medula spinalis dalam

membentuk fungsi-fungsi untuk leher ke bawah. Tetapi pandangan lain mengatakan bahwa

batang otak justru adalah masternya sendiri, karena batang otak memiliki banyak fungsi kendali

khusus, seperti sebagai berikut:

1. Mengatur pernapasan

2. Mengatur sistem kardiovaskular

3. Mengatur sebagian fungsi gastrointestinal

4. Mengatur banyak gerakan tubuh yang stereotipi

5. Mengatur keseimbangan

6. Mengatur gerakan mata

batang otak bertindak sebagai tempat simpangan (way station) untuk “sinyal perintah” dari

pusat-pusat saraf yang lebih tinggi.

Penderita hipoksia dapat juga dideteksi melalui gangguan pada sistem saraf pusatnya. Hipoksia

sendiri diakibatkan oleh suplai oksigen yang tidak adekuat untuk memenuhi asupan oksigen

tubuh untuk memungkinkan terjadinya metabolisme tubuh. Pada umunya, jaringan-jaringan lain

akan melakukan respirasi anaerob bila suplai oksigen tidak adekuat untuk menghasilkan ATP,

meskipun ATP yang dihasilkan lebih sedikit. Jaringan otak (otak) hanya bergantung pada suplai

oksigen dan glukosa yang diberikan darah. Otak tidak dapat melangsungkan respirasi anaerob

Page 47: Hipoksia

untuk mengahasilkan ATP yang diperlukan otak untuk mengatur metabolisme tubuh. Maka dari

itu, dapat dikatakan bahwa, bila seseorang mengalami hipoksia, maka sistem saraf pusat orang

tersebut juga dapat terganggu. Berikut ini merupakan gejala-gejala terganggunya sistem saraf

pusat akibat hipoksia:

1. Sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral)

2. Kekacauan mental, tingkah laku yang aneh, gelisah

3. Mudah terangsang, ekspresi wajah cemas, berkeringat

4. Rasa mengantuk yang dapat berlanjut menjadi koma jika hipoksia menjadi berat

Mekanisme Mual

Mual sering kali menjadi gejala awal dari muntah. Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap

eksitasi bawah sadar pada daerah medula yang secara era berhubungan dengan atau merupakan

bagian dari pusat muntah, dan mual dapat disebabkan oleh,

1. Impuls iritatif yang datang dari traktus gastrointestinal

2. Impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness

3. Impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah

Muntah kadang terjadi tanpa didahului perangsangan prodromal mual, yang menunjukan bahwa

hanya bagian-bagian tertentu dari pusat muntah yang berhubungan dengan perangsangan mual.

Mekanisme terasa melayang

Normalnya, saraf aferen dari organ otolit dan kanalis semisirkularis di telinga

mengatur keseimbangan jaras yang berjalan ke nukleus vestibularis. Gangguan yang

asimetris dari aktivitas vestibular baik di perifer maupun sentral, dapat menyebabkan

vertigo (vertigo merupakan bagian dari dizziness). Pada kasus ini, dizziness dikaitkan

dengan hipoksia yang menyebabkan jaras formatio retikularis otak menurunkan aktivitas

sinyal listrik di tubuh sehingga mengakibatkan terasa melayang.

Mekanisme susah tidur:

Aktivitas dalam korteks masih tinggi otot-otot tubuh tegang dan kerja antara pikiran&otot

tidak berjalan seiring susah tidur.

1. Terganggu tidur / insomnia berarti kerja pikiran & otot tdk berjalan seiring.

2. Pikiran kita akan sulit tertidur bila otot masih tegang.

3. Sebaliknya, sulit bagi otot utk tertidur bila pikiran masih terjaga, tegang, dsb.

Page 48: Hipoksia