Upload
almira-zada-neysan-susanto
View
118
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hipoksia
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL B
BLOK 7
disusun oleh:
Kelompok II
Anggota:
Reska Afrianti 04121001005
Zakiah Khoirunnisa 04121001007
M. Iqbal Mahfud 04121001016
Hardianti Sri Utami 04121001017
Ismel Tria Pratiwi 04121001031
Sekar Ayu Putri K 04121001038
Eva Fitria Zumna 04121001048
Liana Alviah Saputri 04121001049
Imanuel 04121001054
M. Salman Alfarisi 04121001060
Devuandre Naziat 04121001061
Almira Zada N. S. 04121001130
Rafiqy S. F. 04121001140
Tutor : dr. Dalilah
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
Kata Pengantar
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario B blok 7
dengan baik.
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, kegiatan tutorial skenario B kelompok 7 ini
merupakan laporan yang dibuat setelah kami mengikuti rangkaian kegiatan tutorial yang
dilaksanakan pada Hari Senin, 25 Maret 2013 dan Rabu, 27 Maret 2013.
Laporan ini berisikan hasil kegiatan tutorial yang telah kami lakukan dengan seksama.
Bahan laporan ini kami dapatkan setelah melakukan diskusi antar anggota kelompok.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, orang tua,
dan kepada dr. Dalilah selaku tutor kelompok 2 yang telah membimbing kami semua dalam
pelaksanaan tutorial kali ini. Kami sadar bahwa dalam laporan yang telah kami buat masih
banyak kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan
kritik yang dapat membangun demi perbaikan laporan pada kesempatan mendatang. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.
Palembang, 28 Maret 2013
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................................................................3
Kegiatan Tutorial..............................................................................................................................................4
Skenario B Blok 7..............................................................................................................................................5
I. Klarifikasi Istilah.............................................................................................................................................5
II. Identifikasi Masalah......................................................................................................................................5
Kegiatan Tutorial
Ruang : Ruangan Tutorial 2, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
Madang
Tutor : dr. Dalilah
Moderator : Devuandre Naziat
Sekretaris Meja : Hardianti Sri Utami
Sekretaris Papan : Ismel Tria Pratiwi
Pelaksanaan : 25 Maret 2013 dan 27 Maret 2013
Waktu pelaksanaan : 07.30-10.00
SKENARIO B BLOK 7
Setelah pensiun sebagai Direktur PT. Batubara Palembang, Ir. Cek Nang (56 tahun),
ingin memenuhi cita-cita masa kecilnya yaitu berlibur ke pegunungan Alpen di Swiss. Ia
pergi ke resort “Verbier Les-Quartre” di dekat kota St-Bernard yang memiliki ketinggian
3200 meter di atas permukaan laut.
Setelah 1 hari sampai di sana, ia mengeluh mengalami sesak nafas, sakit kepala,
terasa melayang serta susah tidur. Sesak tetap terjadi meski sedang duduk dan bertambah
berat bila berjalan/naik tangga. Ia juga mengeluh mual.
Selama ini ia tidak pernah mengalamai gangguan respirasi ataupun gangguan
kardiavaskular. Ir. Cek Nang perki ke klinik resort.
Pemeriksaan Vital Sign menunjukkan :
Temp. 36,3’C, HR: 101x/min, RR: 36x/min, TD: 110/80 mmHg,
Pemeriksaan Fisik :
Tampak pernafasan cepat dan pendek (tachypneu) dan terlihat kebiruan pada kuku jari
Hasil pemeriksaan lab:
EKG : Tampak normal
Tekanan gas arteri : PO2: 60 mmHg, PCO2: 30 mmHg,
Dokter yang merawat menyatakan bahwa, Ir. Cek Nang tidak mengidap penyakit
jantung/paru-paru dan hanya tidak terbiasa dengan ketinggian.
1. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Sesak nafas : pernafasan yang sukar atau sesak
2. Terasa melayang : perasaan berputar / bergerak pada diri seseorang
3. Mual (nausea) : sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan
abdomen dengan kecenderungan untuk muntah
4. Respirasi : pertukaran O2 dn CO2 antara atmosfer dan sel tubuh
5. Kardiovaskuler : berkenaan dengan jantung dan pembuluh darah
6. Klinik : bagian rumah sakit / lembaga kesehatan tempat orang berobat
dan memperoleh advis medis serta tempat mahasiswa kedokteran
melakukan pengamatan terhadap kasus penyakit yang diderita pasien
7. Vital sign : tanda penting yang berkenaan dengan kehidupan
8. HR (heart beat) : siklus jantung lengkap mulai dari penghantar impuls listrik
sampai terjadinya kontraksi mekanik
9. RR (respiratory rate) : frekuensi bernafas per satuan waktu
10. TD (tekanan darah) : tekanan pada dinding arteri
11. EKG : grafik yang menelusuri variasi potensial listrik yang
disebabkan oleh eksitasi oleh otot jantung dan dideteksi oleh permukaan
tubuh
12. Tachypneu : pernafasan yang sangat cepat
13. IDENTIFIKASI MASALAH
NO Masalah Concern
1. Setelah 1 hari berlibur di pegunungan Alpen yg
memiliki 3200 meter, Cek Nang mengeluh sakit
kepala, terasa melayang, susah tidur, mual, serta
sesak nafas yang terjadi saat sedang duduk
maupun berjalan/ menaiki tangga.
V
2. Selama ini ia tidak pernah mengalami gangguan
respirasi ataupun gangguan kardiovaskular.
V
3. Hasil Pemeriksaan :
1. Vital sign
Temp. 36,3’C, HR: 101x/min, RR:
36x/min, TD: 110/80 mmHg,
2. Fisik
Tampak pernafasan cepat dan pendek
(tachypneu) dan terlihat kebiruan pada kuku jari
3. Lab
EKG : Tampak normal
Tekanan gas arteri : PO2: 60 mmHg,
PCO2: 30 mmHg,
VV
4. Dokter yang merawat menyatakan bahwa Ir. cek
Nang tidak mengidap penyakit jantung/paru-paru
dan hanya tidak terbiasa dengan ketinggian.
VVV
4. ANALISIS MASALAH
1. A. Bagaimana kondisi lingkungan di ketinggian 3200 meter?
B. Bagaimana adaptasi tubuh terhadap ketinggian untuk mempertahankan homeostasis?
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi tubuh?
2. Bagaimana pengaruh perubahan ketinggian tersebut terhadap sistem tubuh?
E. Bagaimana mekanisme sesak napas?
F. Bagaimana mekanisme sakit kepala?
G. Bagaimana mekanisme terasa melayang?
H. Bagaimana mekanisme susah tidur?
I. Bagaimana mekanisme mual?
J. Mengapa sesak terjadi meski sedang duduk dan tambah berat bila jalan/naik tangga?
K. Bagaimana gejala-gejala di atas jika tidak segera ditangani?
2. A. Bagaimana fisiologi kardiovaskuler yang normal?
B. Bagaimana fisiologi respirasi yang normal?
3. A. Bagaimana HR yang normal? RR normal? TD normal?
B. Interpretasi dari data vital sign dari pemeriksaan Ir. Cek Nang?
C. Bagaimana mekanisme terjadinya tachypneu pada kasus ini?
D. Mekanisme cyanosis pada kasus ini?
E. Bagaimana tekanan gas normal?
F. Bagaimana EKG yang normal?
G. Interpretasi dari hasil pemeriksaan lab?
4. A. Bagaimana patofisiologi hipoksia?
B. Apa saja jenis-jenis hipoksia?
C. Gejala-gejala hipoksia?
3. KERANGKA KONSEP
4. LEARNING ISSUE
No Topic What I know What I don’t
know
What I have
to prove
How I learn
1. Adaptasi Definisi 1. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
Adaptasi
1. Bentuk
adaptasi tubuh
Textbook,
Jurnal, Internet
2. Hipoksia Definisi 1. Mekanisme
2. Jenis-jenis
3. Penyebab
4. Efek
3. Sistem Respirasi 1. Definisi
2. Organ
3. Saluran
1. Proses
pertukaran gas
(Fisiologi)
2. Difusi oksigen
3. Tahap-tahap
respirasi
Pengaruh
ketinggian
dengan
respirasi
4. Sistem Kardiovaskuler 1. Definisi
2. Organ
1. Fisiologi
kardiovaskuler
2. Histologi
kardiovaskuler
Pengaruh
ketinggian
dengan
kardiovaskuler
5. SSP 1. Definisi
2. Organ
Fisiologi SSP Hubungan
SSP dengan
hipoksia
5. SINTESIS
1. ADAPTASI
Adaptasi merupakan konsep sentral dalam ekologi kesehatan, yaitu penyesuaian dan
perubahan yang memungkinkan suatu populasi untuk menjaga atau memelihara dirinya sendiri
dalam lingkungannya. Karena hubungan dengan lingkungan dan ekologi berubah seiring waktu
karena adaptasi merupakan proses yang terus menerus. Adaptasi meliputi baik kontinuitas dan
perubahan retensi dari sifat yang dapat bertahan hidup dan seleksi untuk varian yang
menguntungkan.
1. Respon tubuh terhadap stres adalah sistem simpatis meningkatkan respon-respon yang
mempersiapkan tubuh untuk melakukan aktifitas fisik yang berat dalam menghadapi situasi
penuh stress atau darurat, misalnya ancaman fisik dari lingkungan luar. Respon semacam ini
biasanya disebut sebagai fight-or-flight response karena system simpatis mempersiapkan
tubuh untuk melawan atau melarikan diri dari ancaman. Respon tubuh terhadap stress :
1. Jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat.
2. Tekanan darah meningkat karena konstriksi umum pembuluh darah
3. Saluran pernapasan terbuka lebar untuk memungkinkan aliran udara maksimal.
4. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi otot-otot rangka berdilatasi (terbuka
lebih lebar)
Semua respon ini ditujukan untuk meningkatkan aliran darah yang kaya oksigen dan nutrisi
ke otot-otot rangka sebagai antisipasi terhadap stress. Selanjutnya pupil berdilatasi, dan
terjadi peningkatan keringat.
Definisi dari high altitude:
1. High altitude: 1500-3000m above sea level (5000-11500 ft)
2. Very high altitude: 3000-5000m (11500-18000 ft)
3. Extreme altitude: above 5000m
4. “Death zone”: above 8000m
Kadar oksigen daerah pegunungan biasanya lebih tipis, tergantung dari ketinggian
daerah, semakin tinggi daerah pegunungan tersebut maka kadar oksigen yang terkandung dalam
atmosfer akan semakin menipis. Selain itu temperatur udara daerah pegunungan memiliki tingkat
kelembaman yang cukup tinggi. Semakin tinggi suatu dataran akan semakin rendah kerapatan
udaranya dan semakin tinggi tekanan udaranya.
Grafik penurunan kadar oksigen pada beberapa ketinggian :
Kontur alam daerah pegunungan merupakan daerah yang memilik tingkat kesulitan yang
tinggidikarenakan wilayah pegunungan terdiri dari bukit-bukit dan lembah. Dalam melakukan
aktifitas jasmani di daerah pegunungan memerlukan fisik yang prima, dikarenakan beban tubuh
saat melakukan aktifitas menjadi dua kali lipat. Beban tubuh pada saat melakukan aktifitas
jasmani di daerah pegunungan menjadi dua beban yaitu beban eksternal dan beban internal.
Beban internal berupa beban dari aktifitas yang dilakukan dan eksternal adalah beban dari kontur
alam. Sebagai contoh, misalnya pada saat berjalan, beban yang pertama adalah aktifitas jalan dan
yang keduanya adalah kontur alam yang berupa tanjakan dan turunan.
Seseorang yang tinggal di tempat tinggi selama beberapa hari, minggu atau
tahun,menjadi semakin teraklimatisasi terhadap tekanan oksigen (PO2) yang rendah, sehingga
efek buruknya terhadap tubuh makin lam akan semakin berkurang, dan memungkinkan orang
tersebut bekerja lebih berat tanpa mengalami efek hipoksia atau untuk naik ke tempat yang lebih
tinggi. Prinsip-prinsip utam yang terjadi pada aklimatisasi ialah:
1. Peningkatan ventilasi paru yang besar – peran kemoreseptor arteri
Pajanan PO2 rendah secara mendadak akan merangsang kemoreseptor arteri sehingga
kemoreseptor tersebut akan meningkatkan ventilasi alveolus menjadi sekitar 1,65 kali di atas
normal. Jadi, kompensasi terjadi segera dalam hitungan detik ketika naik ke tempat tinggi.
Kenaikan ventilasi paru yang mendadak pada saat kita naik ke tempat tinggin akan
menghilangkan sejumlah besar karbon dioksida, sehingga PCO2 turun, dan meningkatkan pH
cairan tubuh. Semua perubahan tersebut akan menghambat pusat pernapasan batang otak dan
dengan demikian melawan efek PO2 yang rendah untuk meangsang pernapasan menggunakan
kemoreseptor pernapasan perifer di badan karotid dan badan aortik. Namun, efek hambatan ini
perlahan-lahan hilang dalam waktu dua sampai 5 hari, sehingga pusat pernapasan dapat
mengadakan respons maksimal terhadap rangsangan kemoreseptor sebagai akibat dari hipoksia,
dan ventilasi meningkat sekitar lima kali normal.
2. Peningkatan jumlah sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin selama aklimatisasi
Ketika seseorang terpajan oleh kadar oksigen rendah selama bermingu-minggu,
hematokrit dapat meningkat perlahan-lahan dari nilai normal yang berkisar 40-45 menjadi rata-
rata 60m dan ini sesuai dengan peningkatan kadar hemoglobin dari nilai normal 1,5 g/dl menjadi
20 g/dl,
Selain itu volume darah juga bertambah, seringkali meningkat 20-30 % dan penongkatan
ini di kali dengan peningkatan konsentrasi hemoglobin darah menghasilkan peningkatan total
hemoglobin tubuh menjadi 50% atau lebih.
3. Peningkatan kapasitas difusi paru
Kapasitas difusi normal untuk oksigen ketika melalui membran paru kira-kira 21
ml/mmHg/menit, dan kapasitas difusi ini meningkat 3 kali lipat di tempat tinggi. Sebagian dari
peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan voume darah paru , yang menyebabkan terjadinya
pelebaran kapiler dan peningkatan luas daerah permukaan tempat oksigen berdifusi ke dalam
darah. Sebagian lagi disebabkqan oleh peningkatan volue udara paru yang mengakibatkan
antarmuka kapiler-alveolus lebih meluas lagi. Bagian akhir yang menyokong adalah peningkatan
tekanan darah arteri paru. Tekanan ini akan mendorong darah untuk melalui lebih banyak kapiler
alveolus daripada dalam keadaan normal
4. Peningkatan vaskularisasi jaringan perifer – peningkatan kapilaritas jaringan
Segera setelah mencapai tempat tinggi, curah jantung seringkali meningkat sampai 30%,
tetapi kemudian turun kembali menjadi normal dalam hitungan minggu seiring terjadinya
peningkatan hematokrit darah, jadi jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan tubuh perifer tetap
dalam kisaran normal
Adaptasi sirkulasi yang lainnya adalah peningkatan jumlah pertumnbuhan kapiler yang
bersirkulasi secara sistemik di jaringan non paru, yang disebut sebagai peningkatan kapilaritas
jaringan (angiogenesis)
5. Peningkatan kemampuan sel dalam menggunakan oksigen sekalipun nilai PO2 rendah
Pada binatang yang secara alami hidup di ketinggian 13.000 sampai 17.000 kaki, sistem
mitokondria sel dan enzim oksidatif sel sedikit lebih banyak daripada binatang yang menghuni
daerah setinggi permukaan laut. Oleh karena itu diduga sel-sel jaringan orang yang
teraklimatisasi oleh ketinggian juga dapat menggunakan oksigen lebih efektif dibandingkan
sesamanya yang tinggal di tempat setinggi permukaan laut.
Faktor yang mempengaruhi adaptasi yaitu :
1. Sifat stressor.
Sifat stressor dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur dan dapat mempengaruhi
respons seseorang dalam menghadapi stress, tergantung mekanisme yang dimiliknya.
2. Durasi stressor. Lamanya stressor yang dialami seseorang dapat mempengaruhi respons
tubuh. Apabila stressor yang dialami lebih lama, maka respons juga akan lebih lama,
tentunya dapat mempengaruhi fungsi tubuh.
3. Jumlah stressor. Semakin banyak stressor yang dialami seseorang, semakin besar
dampaknya bagi fungsi tubuh.
4. Pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lalu seseorang dalam menghadapi stress dapat
menjadi bekal dalam menghadapi stress berikutnya karena individu memilki kemampuan
beradaptasi/mekanisme koping yang lebih baik.
5. Tipe kepribadian. Tipe kepribadian seseorang diyakini juga dapat mempengaruhi respons
terhadap stressor. Menurut Friedman dan Rosenman, 1974, terdapat dua tipe kepribadian, yaitu
Tipe A dan Tipe B. Orang dengan tipe kepribadian A lebih rentan terkena stress apabila
dibandingkan dengan orang yang memiliki tipe kepribadian B.
6. Tahap perkembangan. Tahap perkembangan individu dapat membentuk kemampuan
adaptasi yang semakin baik terhadap stressor. Stressor yang dialami individu berbeda pada
setiap tahap perkembangan usia.
6. HIPOKSIA
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah tingkat
fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memedai. Etiologi Hipoksia dapat terjadi karena
defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-sel tidak cukup memperoleh oksigen
sehingga metabolisme sel akan terganggu.
Hipoksia dapat disebabkan karena:
(1) oksigenasi paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik, bisa karena
kekurangan oksigen dalam atmosfer atau karena hipoventilasi (gangguan syaraf otot),
(2) penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran napas atau
compliance paru menurun. Rasio ventilasi –perfusi tidak sama (termasuk peningkatan
ruang rugi fisiologik dan shunt fisiologik). Berkurangnya membran difusi respirasi,
(3) shunt vena ke arteri (shunt dari “kanan ke kiri’ pada jaringan),
(4) transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memedai (inadekuat). Hal ini terjadi pada
anemia, penurunan sirekulasi umum, penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral,
pembuluh darah jantung), edem jaringan,
(5) pemakaian oksigen yang tidak memedai pada jaringan, misal pada keracunan enzim
sel, kekurangan enzim sel karena defisiensi vitamin B.
Gejala-gejala hipoksia yaitu :
1. Gas darah arteri:
PaO2 : 80-100 mmHg(normal)
60-80 mmHg(hipoksemia ringan)
40-60 mmHg(hipoksemia sedang)
< 40 mmHg(hipoksemia berat)
SaO2 : 95%-97% (normal)
< 90% (dapat mengindikasi hipoksemia)
pH : 7,35-7,45 (normal)
< 7,35 (asidemia)
> 7,45 (alkalemia)
PaCO2: 35-45 mmHg (normal)
> 45 mmHg (hipoventilasi)
< 35 mmHg (hiperventilasi)
2. System pernapasan
Tachypnea, menurunya volum tidal, dyspnea, menguap menggunakan otot2 pernapasan
tambahan, lubang hidung melebar
3. Sistemsaraf pusat
Sakit kepala (akibat vasodilatasi cerebral), kekacauan mental, tingkah laku yang aneh, gelisah,
mudah terangsang, ekspresi wajah cemas, berkeringat, rasa menagntuk yang dapat berlanjut
menjadi koma jika hipoksia menjadi barat
4. System kardiovaskuler
Mula-mula takikardia, kemudian bradikardia jika otot jantung tidak cukup mendapatkan O2,
peningkatan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan tekanan darah jika hipoksia tidak
diatasi, disritmia
5. Kulit
Sianosis pada bibir, mukosa mulut dan dasar kuku
Hipoksia di bagi dalam 4 tipe :
1. Hipoksia anemik: hipoksia karena trasi konsentrasi-penurunan hemoglobin fungsional
atau berkurangnya jumlah sel darah merah, seperti yang terlihat pada anemia dan
perdarahan (PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk
mengangkut oksigen berkurang)
2. Hipoksia hipoksik: hipoksia akibat mekanisme cacat oksigenasi di paru-paru, seperti
yang disebabkan oleh rendah ketegangan oksigen, fungsi paru yang abnormal, udara-cara
obstruksi, atau shunt kanan-ke-kiri dalam hati, (PO2 darah arteri berkurang)
3. Hipoksia stagnant atau iskemik, dimana aliran darah ke jaringan sangat lambat sehingga
oksigen yang adekuat tidak di kirim ke jaringan walaupun PO2 konsentrasi hemoglobin
normal
4. Hipoksia histotoksik dimana jumlah oksigen yang dikirim ke suatu jaringan adalah
adekuat tetapi oleh karene kerja zat yang toksik sel-sel jaringan tidak dapat memakai
oksigen yang disediakan.
Pada kasus ini, terjadi tachypneu. Mekanisme tachypneu yaitu pada kondisi oksigen yang
sedikit, terjadi hipoksia yang akan menyebabkan pembuluh darah pada jaringan perifer
berdilatasi. Selanjutnya hal ini akan meningkatkan jumlah darah yang kembali ke jantung dan
meningkatkan curah jantung sampai nilai yang lebih tinggi. Penigkatan curah jantung ini akan
menyebabkan pernafasan lebih cepat dan pendek untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
disebut sebagai tachypneu.
Ketika kita menghirup udara pada permukaan laut, tekanan atmosfer sekitar 1,04 kg per
cm2. Yang menyebabkan oksigen dengan mudah melewati membran permiabel selektif paru
menuju Darah. Pada ketinggian, tekanan udara yang lebih rendah membuat oksigen sulit untuk
memasuki sistem vaskular tubuh. Hasilnya berdampak pada timbulnya hipoksia, atau kekurangan
oksigen. Gejala awal hipoksia berupa ketidakmampuan melakukan aktivitas yang normal seperti
menaiki tangga pendek tanpa disertai rasa lelah. Selain itu, gejala yang dapat timbul meliputi
berkurangnya nafsu makan, pandangan yang kabur, kesulitan mengingat
dan berpikir jernih.
Pada kasus yang lebih berat, terjadi gejala edema pulmoner (pneumonia- like symptoms) dan
akumulasi abnormal cairan di sekitar otak (edema serebral) yang dapat berakibat kematian
dalam beberapa hari jika tidak dikembalikan ketekanan darah yang normal. Resiko untuk gagal
jantung juga meninggi disebabkan stres yang terjadi pada paru-paru, jantung, dan pembuluh
darah arteri di ketinggian.
Ketika kita bepergian ke daerah yang tinggi, tubuh kita mulai membentuk respon fisiologis yang
inefisien. Terdapat kenaikan frekuensi pernapasan dan denyut Jantung hingga dua kali lipat
walaupun saat istirahat. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat karena jantung memompa
lebih kuat untuk mendapatkan lebih banyak oksigen. Kemudian, tubuh mulai membentuk respon
pengerjaannya efisien secara normal, yaitu aklimatisasi. Sel darah merah dan kapiler lebih
banyak diproduksi untuk membawa oksigen lebih banyak. Paru-paru akan bertambah ukurannya
untuk memfasilitasi osmosis oksigen dan karbondioksida. Terjadi pula peningkatan vaskularisasi
otot yang memperkuat tranfer gas.
Ketika kembali pada permukaan laut setelah terjadi aklimatisasi yang sukses terhadap
ketinggian, tubuh mempunyai lebih banyak akan sel darah merah dan kapasitas paru yang lebih
besar. Akan tetapi, perubahan fisiologik ini hanya berlangsung singkat. Pada beberapa minggu,
tubuh akan kembali pada kondisi normal
5. SISTEM RESPIRASI
Anatomi
Sistem respirasi manusia terdiri dari bagian superior dan bagian inferior. Bagian superior yaitu hidung
dan faring, sedangkan bagian inferior yaitu laring, trakea, bronkus dan alveolus.
NASI
Nasi (hidung) dibentuk oleh os nasale dan tulang rawan. Terdapat nares anterior yang menghubungkan
rongga hidung atau cavum nasi dengan dunia luar dan akan bermuara menuju vestibulum nasi. Cavum
nasi dilapisi selaput lendir yang sangat kaya pembuluh darah, dan berhubungan dengan pharynx dan
selaput lendir pada sinus yang mempunyai lubang yang berhubungan dengan rongga hidung. Septum
nasi memisahkan cavum nasi menjadi dua. Struktur tipis ini terdiri dari tulang keras dan tulang rawan,
dapat membengkok ke satu sisi lain, dan kedua sisinya dilapisi oleh membran mukosa. Di bagian
posterior septum nasi, terdapat os ethmoidale di superior dan vomer di inferiornya.
Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh os maxilla, os palatinum, sebagian os frontale, dan sebagian os
sphenoidale. Terdapat tiga tulang yang melengkung halus dan melekat pada dinding lateral dan
menonjol ke cavum nasi adalah : (1) concha superior (2) concha media, dan (3) concha inferior. Tulang-
tulang ini dilapisi oleh membran mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os maxilla dan os palatinum sedangkan atapnya merupakan celah
sempit yang dibentuk oleh sebagian os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfactorius,
pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang
mendeteksi bau yaitu nervus olfactorius. N. olfactorius ini melewati lamina cribrosa os frontale dan ke
dalam bulbus olfactorius nervus cranialis I.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi,
sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang
membuka ke dalam cavum nasi : (1) nares anterior (2) sinus sphenoidalis, diatas concha superior (3)
sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha
media dan inferior (4) sinus frontalis, diantara concha media dan superior (5) ductus nasolacrimalis,
dibawah concha inferior. Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasopharynx melalui
apertura nasalis posterior.
Pharynx
Pharynx adalah saluran berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesophagus sebatas tulang rawan cricoid. Pharynx terletak antara internal nares sampai
kartilago krikoid dan memiliki panjang kurang kebih 13 cm dan berfungsi sebagai saluran
respirasi dan saluran pencernaan. Pharynx terdiri dari:
1. Nasopharynx adalah pharynx yang berbatasan dengan rongga hidung,mempunyai 4
saluran (2 saluran ke internal nares dan 2 saluran ke tuba eustachius). Nasopharynx
adalah tempat bertukarnya partikel udara melalui tuba eustachius untuk keseimbangan
tekanan udara faring dan telinga tengah.
2. Oropharynx adalah pharynx yang berbatasan dengan mulut. Terletak dibelakang rongga
mulut dekat soft palate.
3. Laryngopharyngeal adalah faring yang berbatasan dengan laring. Letaknya dimulai dari
hyoid bone ke esophagus dan laring.
Larynx
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula thyroidea, dan
beberapa otot kecil, dan didepan larynxopharynx dan bagian atas oesophagus. Membrana
mukosa
larynx sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia.
Larynx merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:
1. Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan dua cartilago
arytenoidea.
2. Membrana yang menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os hyoideum,
membrana mukosa, plika vocalis, dan otot yang bekerja pada plica vocalis.
Cartilago thyroidea berbentuk “V” yang menonjol ke depan leher membentuk jakun. Ujung batas
posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum,
dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat berartikulasi dengan bagian luar cartilago
cricoidea.
Membrana thyroidea menghubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.
Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.
Epiglottis adalah cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah.
Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica,
berjalan ke belakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk
batas jalan masuk larynx. Cartilago cricoidea adalah cartilago berbentuk cincin signet dengan
bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago thyroidea, berhubungan melalui
membrana cricothyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago
thyroidea pada setiap sisi. Membrana cricothyroideus menghubungkan batas bawahnya dengan
cincin trachea.
Cartilago arytenoidea adalah dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis
cartilago cricoidea. Plica vocalis pada tiap sisi melekat dibagian posterior sudut piramid yang
menonjol kedepan. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamentum vocale,
dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan
cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana
mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan
kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut
diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-
masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar. Fonasi suara dihasilkan oleh vibrasi
plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle,
pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.
TRACHEA
Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium
sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai
kira-kira ketinggian vertebrata thoracicae V dan bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 cincin terbuka yang terbentuk dari tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkarannya di sebelah belakang trachea,
selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
BRONCHUS
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrae thoracicae
V, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronchi
(jamak) berjalan ke bawah dan menyamping, ke arah hilus pulmonalis. Bronchus kanan lebih
pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama di bawah arteri, disebut bronchus lobus
inferior. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah
arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus pulmo atas
dan bawah.
Cabang utama bronchus principalis dextra et sinistra bercabang menjadi bronchus lobaris sesuai
dengan banyak lobus yang ada di pulmo dextra ataupun sinistra, kemudian menjadi lobus
segmentalis sesuai dengan banyak segmen yang ada. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronchiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan.
Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke
bawah sampai tingkat bronchiolus terminalis berfungsi utama sebagai penghantar udara ke
tempat pertukaran gas pulmo.
Alveolus
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas asinus terdiri dari bronchiolus dan respiratorius yang terkadang
memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh
alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir pulmo, asinus memiliki tangan kira-kira 0,5-1
cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai saccus alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Didalam alveoli terdapat cairan alveolar yang di
sebut surfaktan. Dinding alveoli terdiri dari 2 tipe sel epitel alveolar, yaitu:
1. Tipe I : sel epitel simple squamosa sebagai pusat petukaran gas
2. Tipe II : sel septal yang terdiri dari mukrofili dan secret alveolar untuk menjaga
permukaan antara sel dan udara tetap lembab.
PULMO
Pulmo terdapat dalam rongga thorax kiri dan kanan. Pulmo memilki :
1.Apex, apex pulmo meluas ke dalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2.Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3.Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung
4.Basis, berhadapan dengan diafragma
Pulmo dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi dan mencegah uap-uap H2O yang ada di
alveolus saling tarik-menarik. Pulmo kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius
dan inferior sedangkan pulmo kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior dan satu
lingula pulmo sebagai bakal lobus media yang tidak sempurna. Tiap lobus dibungkus oleh
jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus
alveolar, saccus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap pulmo mengandung 150 juta
alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran
gas. Pulmo mendapat suplai darah dari arteri pulmonalis dan arteri bronchialis yang bercabang-
cabang sesuai segmennya. Serta diinnervasi oleh saraf parasimpatis melalui nervus vagus dan
simpatis melalui truncus simpaticus.
Histologi
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis.
Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga
ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan
pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris
bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5
macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel
basal, dan sel granul kecil.
epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat
kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel
respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh
septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing
dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka
superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel
olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar
dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai
reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel
basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman
menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses
neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga
hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan
penghangatan sebelum masuk lebih jauh.
epitel olfaktori, khas pada konka superior.
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya
berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi
yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang
mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum.
Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.
Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole,
sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria
laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah
masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan
juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal.
Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan
laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat
kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:
pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel
respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri
dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot
rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang
berbeda-beda.
epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa
epitel respiratori
Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina
propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya
berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar
membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing.
Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung
terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut
terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan
lumen dan mencegah distensi berlebihan.
epitel trakea dipotong memanjang epitel trakea, khas adanya tulang rawan hialin yang
berbentuk tapal kuda ("c-shaped")
Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang
mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada
bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar,
cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah
bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.
epitel bronkus
Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria
mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet
dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris
bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris
bersilia atauselapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara
pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan
mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang
kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.
epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada
lamina propria
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus
terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus
respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus,
epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin
bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan
jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus,
hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat
anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal
duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke
atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang
mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang
sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah
terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan
septa alveolar yang tipis.
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli
Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara
udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum
tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin,
matriks dan sel jaringan ikat.
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk
membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya
mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang
dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel
alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan
dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut
kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan
dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri
mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan
tegangan alveolus paru.
Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan,
fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi
kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.
alveolus
Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina
basalis, dan sitoplasma sel endothel.
sawar udara-kapiler
Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas
dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada
di atas serat kolagen dan elastin.
Fisiologi
Fungsi utama sistem respirasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen jaringan tubuh dan
membuang karbondioksida sebagai sisa metabolisme serta berperan dalam menjaga
keseimbangan asam dan basa.
Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :
1.Ventilasi
2.Difusi
3. Transportasi
Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini terdiri
dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-paru).
Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan
intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke
dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari
atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat
kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari otot-otot
insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi dari tulang-
tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga dada), secara
bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra pulmonal menurun dan
udara terhirup ke dalam paru-paru.
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik nafas
dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu muskulus
sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax
akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah ekspirasi.
Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena
adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus
abdominis.
Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan (medula
oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan ekspirasi.
Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-neuron ekspirasi
serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa inspirasi yang
diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat pada daerah
berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan berjalan teratur
dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).
Ventilasi dipengaruhi oleh :
1.Kadar oksigen pada atmosfer
2.Kebersihan jalan nafas
3.Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan.
Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian
epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena
daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan
monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 – 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh.
Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.
Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan normal.
IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-paru setelah
inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih bisa
diekshalasi setelah ekspirasi normal. Sedangkan RV (volume sisa) adalah volume udara yang
masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.
Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler
paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan
rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis
dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak
dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan
dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan
dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut
terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler
paru. Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial. Tekanan udara
luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di alveolus sebesar ± 104 mmHg.
Tekanan parsial pada kapiler darah arteri pulmonales ± 104 mmHg, dan di vena pulmonales ± 40
mmHg. Hal ini menyebabkan O2 dari alveolus berdifusi ke dalam vena pulmonales.
Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena ± 45 mmHg, tekanan parsial CO2 dalam arteri ±
40 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam alveolus ± 40 mmHg. Adanya perbedaan tekanan
parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat berdifusi dari vena pulmonales ke alveolus.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan
sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan
istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat
karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang menyebabkan luas
permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah
400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi
4. Perbedaan tekanan parsial
Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan
melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.
Sekitar 97 – 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb
(HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7% karbondioksida larut dalam
plasma, 23 – 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 – 70% dalam
bentuk HCO3 (ion bikarbonat).
Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung
5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit. Saat olah
raga berat dapat meningkat 15 – 20 kali lipat.
Transportasi gas dipengaruhi oleh :
1.CardiacOutput
2.Jumlaheritrosit
3.Aktivitas Hematokrit darah
Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan
terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena
O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.
Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat terjadi, karena
tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah dibandingkan di dalam darah. Hal ini
disebabkan karena sel-sel secara terus menerus menggunakan oksigen dalam respirasi selular.
Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi ± 95 mmHg dan tekanan
parsial O2 dalam jaringan tubuh <40 mmHg. Sebaliknya tekanan karbon dioksida tinggi, karena
karbon dioksida secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel tubuh. Tekanan parsial CO2 dalam
jaringan ± 46 mmHg dan dalam kapiler darah ± 40 mmHg. Hal inilah yang menyebabkan O2
dapat berdifusi ke dalam jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan.
Tabel Tekanan PO2 di udara dalam berbagai ketinggian
Ketinggian (m)
PO2 di Udara (mmHg)
Menghirup UdaraPCO2 dalam
Alveoli (mmHg)
PO2 dalam Alveoli (mmHg)
0 159 40 1043048 110 36 676096 73 24 409144 47 24 1812192 2915240 18
Sesak nafas dapat terjadi karena oksigenasi jaringan menurun. Keadaan ini yang menyebabkan
kecepatan pengiriman oksigen ke jaringan berkurang seperti hipoksia. Penyakit atau keadaan
tertentu secara akut dapat menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen ke seluruh jaringan
menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini akan meningkatkan sesak napas. Karena transportasi
oksigen tergantung dari sirkulasi darah dan kadar hemoglobin, maka beberapa keadaan seperti
perdarahan, animea (hemolisis), perubahan hemoglobin (sulfhemoglobin, methemoglobin,
karboksihemoglobin) dapat menyebabkan sesak napas.
Sesak nafas yang dialami Cek Nang terjadi karena kebutuhan oksigen bagi jaringan tubuhnya tidak
terpenuhi karena kandungan oksigen di tempat dengan ketinggian 3.200 meter sangatlah tipis. Hal ini
mengakibatkan ia mengalami sesak nafas walaupun sedang duduk (tidak melakukan aktifitas). Sesaknya
tentu akan bertambah parah ketika ia sedang melakukan aktifitas seperti berjalan maupun menaiki tangga
karena konsumsi oksigen bagi jaringan tubuhnya akan meningkat.
EKG yang normal
1. Gelombang pertama yang berukuran kecil disebut gelombang P. Gelombang P merupakan sinyal listrik yang dimulai dalam kelompok sel yang disebut nodus sinoatrial (nodus SA). Sinyal ini kemudian akan berjalan melalui atrium menyebabkan kedua atrium berkontraksi dan mendorong darah ke ventrikel di bawahnya.
2. PR Interval merupakan perlambatan sinyal pada kelompokan sel yang disebut nodus atrioventrikular (nodus AV). Perlambatan ini memberikan waktu bagi atrium untuk mengosongkan darah di dalamnya ke dalam ventrikel.
3. Sinyal listrik kemudian berlanjut ke berkas His lalu berpisah menuju cabang di kiri dan kanan, dan akhirnya sampai ke serat Purkinje. Sinyal listrik kemudian merangsang ventrikel berkontraksi dan memompa darah ke paru-paru dan seluruh tubuh. Perjalanan sinyal listrik ini diwakili oleh komplek QRS dari EKG.
4. Sedangkan gelombang T adalah proses yang menggambarkan ketika ventrikel mengalami repolarisasi.
Pola ini disebut irama sinus normal. Dan merupakan gambaran dasar dari setiap EKG jantung sehat yang normal
Tekanan gas normal
Tekanan oksigen pada darah arteri (PaO2)tergantung pada tekanan oksigen alveoli (PAO2),
sedangkan PA (tekanan udara pada alveoli ) ditentukan oleh tekanan gas yang ada pada alveoli.
4.
SISTEM KARDIOVASKULER
Anatomi
Kardiovaskular (kardi=jantung dan vascular = pembuluh darah) adalah bagian dari
system sirkulasi (selain aliran limf) yang berfungsi untuk mensuplai oksigen dan nutrisi ke
seluruh tubuh.
Kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah. Jantung adalah organ tang
terletak di thorax cavity tepatnya di mediastinum. Jantung berukuran sebesar kepalan tangan.
Janutng terdiri dari 4 ruangan yg berfungsi spesifik. Ruangan tersebut adalah atrium dextrum,
atrium sinistrum, ventrikel dextra dan ventrikel sinistra.
Atrium berfungsi untuk mempompa darah menuju ventrikel dan ventrikel untuk
mempompa menuju keluar jantung. Ventrikel dexta memompa darah menuju pulmo dan atrium
sinistra memompa darah keseluruh tubuh. Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu picardium
(pericardium) , myocardium , dan endocardium.
Fisiologi Kardiovaskuler
Aktivitas Listrik Jantung
Untuk dapat memompa darah, jantung harus berkontraksi yang dicetuskan oleh potensial aksi
yang menyebar melalui membran sel – sel otot. Jantung berkontraksi secara berirama akibat
potensial aksi yang ditimbulkannya sendiri, disebut sebagai otoritmisitas.
Terdapat dua jenis sel otot jantung :
1. Sel kontraktil (99 %) merupakan sel yang memiliki fungsi mekanik (memompa darah),
dalam keadaan normal tidak dapat menghasilkan sendiri potensial aksinya
2. Sel otoritmik berfungsi mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang
bertanggung jawab untuk kontraksi sel – sel pekerja. Sel otoritmik ini dapat ditemukan di
lokasi – lokasi berikut :
1. Nodus sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat muara vena
cava superior
2. Nodus atrioventrikel (AV), terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas
hubungan antara atrium dan ventrikel
3. Berkas His (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel – sel khusus yang berasal dari nodus
AV dan masuk ke septum interventrikular. Pada septum interventrikular jaras ini
bercabang dua (kanan dan kiri), kemudian berjalan ke bawah melalui septum, melingkari
ujung ventrikel dan kembali ke atrium di sepanjang dinding luar.
4. Serat Purkinje, merupakan serat terminal halus yang berjalan dari berkas His dan
menyebar ke seluruh miokardium ventrikel.
Sel – sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat melainkan mereka memiliki
aktivitas pacemaker yaitu depolarisasi yang terjadi secara perlahan pada membrane sel – sel
tersebut hingga mencapai ambang dan kemudian menimbulkan potensial aksi. Penyebab
terjadinya depolarisasi ini diperkirakan sebagai akibat dari :
1. Arus keluar K+ yang berkurang diirngi dengan arus masuk Na+ yang konstan
Permeabilitas membrane terhadap K+ menurun antara potensial – potensial aksi, karena saluran
K+ diinaktifkan sehingga aliran keluar ion positif menurun. Sementara itu, influks pasif Na+
dalam jumlah kecil tidak berubah akibatnya bagian dalam membrane menjadi lebih positif dan
secara bertahap mengalami depolarisasi hingga mencapai ambang.
2. Peningkatan arus masuk Ca2+
Setelah mencapai ambang dan saluran Ca2+ terbuka, terjadi influks Ca2+ secara cepat
menimbulkan fase naik dari potensial aksi spontan.
Sel – sel otoritmik berbeda kecepatannya untuk menghasilkan potensial aksi karena terdapat
perbedaan kecepatan depolarisasi. Sel – sel jantung yang terletak di nodus SA memiliki
kecepatan pembentukan potensial aksi tertinggi. Sekali potensial aksi timbul di salah satu sel otot
jantung, potensial aksi tersebut akan menyebar ke seluruh miokardium melalui gap junction dan
penghantar khusus.
Penjalaran Impuls Jantung ke Seluruh Jantung
potensial aksi dimulai di nodus SA kemudian menyebar ke seluruh jantung. Agar jantung
berfungsi secara efisien, penyebaran eksitasi harus memenuhi 3 kriteria :
1. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai.
2. Eksitasi serat – serat otot jantung harus dikoordinasi untuk memastikan bahwa setiap
bilik jantung berkontraksi sebagai suatu kesatuan untuk menghasilkan daya pompa yang
efisien. Apabila serat – serat otot di bilik jantung tereksitasi dan berkontraksi secara acak,
tidak simultan dan terkoordinasi (fibrilasi) maka darah tidak akan dapat terpompa.
3. Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus secara fungsional terkoordinasi,
sehingga kedua pasangan tersebut berkontaksi secara simultan. Hal ini memungkinkan
darah terpompa ke sirkulasi paru dan sistemik
Eksitasi atrium. Suatu potensial aksi yang berasal dari nodus SA pertama kali menyebar ke
kedua atrium, terutama dari sel ke sel melalui gap junction. Selain itu, terdapat jalur penghantar
khusus yang mempercepat penghantaran impuls dari atrium, yaitu :
1. Jalur antaratrium, berjalan dari nodus SA di atrium kanan ke atrium kiri.
2. Jalur antarnodus, berjalan dari nodus SA ke nodus AV. Karena atrium dan ventrikel
dihubungkan oleh jaringan ikat yang tidak menghantarkan listrik, maka satu – satunya
cara agar potensial aksi dapat menyebar ke ventrikel adalah dengan melewati nodus AV.
Transmisi antara Atrium dan Ventrikel. Potensial aksi dihantarkan relative lebih lambat
melalui nodus AV. Kelambanan ini memberikan waktu untuk memungkinkan atrium mengalami
depolarisasi sempurna dan berkontraksi sebelum depolarisasi dan kontraksi ventrikel terjadi. Hal
ini bertujuan agar ventrikel dapat terisi sempurna.
Eksitasi ventrikel. Setelah perlambatan itu, kemudian impuls dengan cepat berjalan melalui
berkas His dan ke seluruh miokardium ventrikel melalui serat – serat purkinje. Sistem
penghantar ventrikel lebih terorganisasi dan lebih penting daripada jalur antaratrium dan
antarnodus, karena massa ventrikel jauh lebih besar daripada massa atrium.
Potensial Aksi Pada Sel Kontraktil Otot Jantung
Potensial aksi yang terjadi pada sel kontraktil otot jantung memperlihatkan fase datar (plateu)
yang khas. Pada saat membran mengalami eksitasi, terjadi perubahan gradien membran secara
cepat akibat masuknya Na+. Membran pun mengalami potensial aksi. Segera setelah potensial
aksi dicapai, permeabilitas membran terhadap Na+ berkurang. Namun uniknya, membran
potensial dipertahankan selama beberapa ratus milidetik sehingga menghasilkan fase datar
(plateu) potensial aksi.Perubahan voltase yang mendadak selama fase naik menuju potensial aksi
menimbulkan 2 perubahan yang turut serta mempertahankan fase datar tersebut, yaitu
pengaktifan slow L-type Ca2+ channel dan penurunan permeabilitas K+. Pembukaan Ca2+ channel
menyebabkan influks Ca2+ yang bermuatan positif. Penurunan aliran K+ mencegah repolarisasi
cepat membran sehingga mempertahankan fase datar. Fase turun potensial aksi yang berlangsung
cepat terjadi akibat inaktivasi Ca2+ channel dan peningkatan permeabilitas K+.
Mekanisme dasar terjadinya kontraksi sel miokardium apabila terdapat potensial aksi serupa
dengan proses eksitasi-kontraksi otot rangka. Bedanya, selama potensial aksi sel miokardium
berlangsung, sejumlah besar ion Ca akan berdifusi dari ekstrasel ke sitosol, menembus membran
plasma untuk mempertahankan potensial aksi sel miokardium, melewati T-tubule dan memicu
terbukanya kanal ion Ca dari lateral sacs retikulum sarkoplasma à memperpanjang masa
kontraksi à cukup waktu untuk memompa darah. Peran Ca2+ di sitosol adalah untuk berikatan
dengan kompleks troponin-tropomiosin sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi.
Siklus Jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari denyutan
selanjutnya. Setiap siklus dimulai oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di nodus sinus.
Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. Sistol adalah periode kontraksi dari
ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari
ventrikel, dimana terjadi pengisian darah.
Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan ventricular filling.
Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai relaksaasi, katup semilunar dan katup
atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular filling
dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup mitral dan katup
trikuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium
berkontraksi. Volume total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic Volume .
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi ventrikel. Pada
kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup tetap tertutup. Tekanan
juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel ,
tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner
sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke seluruh
tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut
End Systolic Volume.
Cardiac Output. Merupakan volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per menitnya.
CO dari setiap ventrikel secara normal sama, walaupun terdapat sedikit variasi. Penentu utama
CO adalah detak jantung dan stroke volume (= Volume darah yang dikeluarkan masing-masing
ventrikel). Jika dalam keadaan istirahat, detak jantung = 70 x/menit dan SV = 70 ml/detak, maka:
Cardiac Output= Detak jantung x SV. Dalam keadaan istirahat, curah jantung (cardiac output)
dapat mencapai 5 L per menit. Saat berolahraga, curah jantung yang dihasilkan dapat mencapai
sekitar 20-25 L per menit. Selisih antara curah jantung saat istirahat dengan curah jantung
maksimal disebut cardiac reserve.
faktor yang mempengaruhi CO : Heart Rate (detak Jantung). Dalam keadaan normal nodus SA
merupakan pacemaker jantung dan mengatur HR. Karena nodus SA ini dipersarafi oleh Saraf
otonom (simpatis dan parasimpatis) maka secara tidak langsung HR juga dipengaruhi oleh saraf
otonom.
Stroke Volume. Diatur oleh dua factor , yaitu intrinsic (aliran vena) dan ekstrinsik (stimulasi
simpatik). Factor intrinsic diatur oleh mekanisme hukum Franks Starling pada jantung.
Semakin banyak aliran vena yang masuk ke dalam jantung semakin besar pula volume
diastole akhir dan jantung menjadi semaikn tertarik dan melebar. Karena keadaan otot
jantung yang semakin panjang sebelum kontraksi ini, maka semakin kuat pula
kontraksinya.
Kemungkinan besar penyebab sakit kepala pada kasus ini adalah karena edema serebri
akut. Hal ini dipercaya terjadi karena pembuluh darah otak mengalami vasodilatasi local akibat
hipoksia. Dilatasi arteriol-arteriol akan meningkatkan aliran darah menuju kapiler, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, yang pada gilirannya menyebabkan perembesan cairan ke
jaringan otak. Edema serebri kemudian dapat menimbulkan disorientasi berat dan efek-efek lain
yang berhubungan dengan disfungsi otak.
Heart rate yang normal pada orang dewasa yang tidak sedang bekerja adalah 60-100 x per
menit. Respiration rate sekitar 12-20 kali permenit. Dan tekanan darah yang normal pada sitolik
120-139mmHg dan diastolic 80-89 mmHg
Interpretasi pemeriksaan vital sign
HR dan RR yang meningkat sesuai dengan kasus menunjukan tubuh sedang
melakukan homeostasis akibat kurangnya oksigen didalam tubuh, HR
ditingkatkan agar sel cepat mendapatkan pasokan oksigen. RR yang
ditingkatkan agar tubuh mendapatkan pasokan oksigen yang cukup . TD
yang menurun menunjukan adanya dilatasi pada pembuluh darah agar
darah cepat mengalir memasok oksigen .
Heart rate yang sudah melebati batas normal yang berarti jantung bekerja lebih keras
untuk mensuplai darah ke seluruh tubuh, hal ini terjadi karena pada tubuh penderita kekurangan
suplai oksigen, hl ini terjadi karena respiratory ratenya juga melebihi batas.
Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab ?
Tekana gas arteri yang normal untuk PO2 adalah 95mmHg dan PCO2 40 mmHg. Dan pada
kasus ini tekana gas arteri dibawah keadaan normal, yang dapat mengakibatkan kurangnya
pasokan Oksigen ke dalam tubuh. Banay kakibat yang dapat timbul jika jika hal ini terjadi.
Penderita adalah sesak nafas, jantung bedegup kencang, dan lemas.
Cyanosis adalah perubahan warna biru keunguan yang tampak pada
permukaan tubuh seperti di kuku dan di bibir . Perubahan warna disebabkan
oleh turunnya kadar oksigen sehingga hemoglobin sedikit mengikat oksigen.
Pada saat turunnya kadar oksigen ginjal mengeluarkan eritropoetin agar
banyak RBC yang dihasilkan. Warna asli dari hemoglobin adalah biru
keunguan dan menjadi merah ketika berikatan dengan oksigen. Turunnya
kadar oksigen ini menyebabkan hemoglobin sedikit mengikat oksigen
sehingga hemoglobin menunjukkan warna aslinya yang biasa di tunjukkan
pada kuku dan bibir.
Interpretasi pemeriksaan lab
Turunnya tekanan parsial oksigen disebabkan oleh banyak factor.
Berdasarkan scenario, penurunan ini disebabkan oleh turunnya kadar
oksigen di tempat yang tinggi. Penurunan tekanan parsial oksigen ini juga
sebagai tanda kalau seseorang terkena hypoxia
5. SISTEM SARAF PUSAT
SUSUNAN SARAF PUSAT
Sistem saraf tersusun menjadi susunan saraf pusat, terdiri atas otak dan medulla
spinalis, dan susunan saraf tepi, terdiri atas 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal
beserta ganglianya.
Susunan saraf pusat terdiri atas banyak sel saraf dan tonjolan-tonjolannya dan disokong
oleh jaringan khusus disebut neuroglia. Neuron adalah nama yang diberikan untuk sel saraf
beserta seluruh processusnya. Bagian dalam susunan saraf pusat disusun dalam substantia grisea
dan substantia alba. Substantia grisea terdiri atas sel-sel neuron yang tertanam di dalam
neuroglia. Substantia alba terdiri atas serabut-serabut saraf(axon) yang terbenam di dalam
neuroglia.
Sebanyak 100 milyar neuron yang diperkirakan terdapat di otak tersusun membentuk
anyaman kompleks yang memungkinkan kita (1) secara bawah sadar mengatur lingkungan
internal melalui sistem saraf, (2) mengalami emosi, (3) secara sadar mengontrol gerakan kita, (4)
menyadari(mengetahui dengan kesadaran) tubuh kita sendiri dan lingkungan kita, dan (5)
melakukan fungsi-fungsi kognitif yang lebih luhur misalnya berpikir dan mengingat. Kata
kognisi (cognition) merujuk kepada tindakan atau proses “mengetahui”, termasuk kesadaran dan
penilaian.
OTAK
Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavum cranii, dilanjutkan
sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen magnum. Tidak ada bagian otak yang bekerja
sendiri terpisah dari bagian-bagian otak lain, karena anyaman neuron-neuron terhubung secara
anatomis oleh sinaps, dan neuron-neuron di seluruh otak berkomunikasi secara ekstensif satu
sama lain dengan cara listrik atau kimiawi. Akan tetapi, neuron-neuron yang bekerja sama untuk
akhirnya melaksanakan fungsi tertentu cenderung tersusun dalam lokasi yang terpisah. Karena
itu, meskipun merupakan suatu keseluruhan yang fungsional, otak tersusun menjadi bagian-
bagian yang berbeda. Bagian-bagian otak dapat dikelompokkan menjadi:
1. Batang otak
2. Serebelum
3. Otak depan (forebrain)
a. Diensefalon
- hipothalamus
- talamus
b. Serebrum
- nukleus basal
- korteks serebri
Batang otak, bagian otak paling tua bersambungan dengan medulla spinalis. Bagian ini
terdiri dari otak tengah, pons, dan medula.
Batang otak adalah penghubung vital antara medula spinalis dan bagian-bagian otak yang
lebih tinggi. Semua serat datang dan pergi yang berjalan antara perifer dan pusat-pusat yang
lebih tinggi di otak harus melewati batang otak, dengan serat datang memancarkan informasi
sensorik ke otak dan serat pergi membawa sinyal perintah dari otak ke organ eferen. Beberapa
serat hanya lewat, tetapi sebagian besar bersinaps di dalam batang otak untuk suatu proses
penting. Karena itu, batang otak adalah jalur penghubung penting antara bagian otak lain dan
medulla spinalis. Fungsi batang otak mencakup berikut:
1. Di batang otak terkumpul kelompok-kelompok neuron, atau “pusat”, yang mengontrol
fungsi jantung dan pembuluh darah, pernafasan, dan banyak aktivitas pencernaan.
2. Batang otak berperan dalam mengatur refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan
postur.
3. Pusat-pusat yang mengatur tidur secara tradisional dianggap terdapat di dalam batang
otak, meskipun bukti-bukti terakhir mengisyaratkan bahwa pusat yang mendorong tidur
gelombang lambat terletak di hipotalamus.
MEDULLA SPINALIS
Medulla spinalis adalah suatu silinder panjang langsing jaringan saraf yang berjalan dari
batang otak. Struktur ini memiliki panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm.
Medulla spinalis keluar melalui sebuah lubang besar di dasar tengkorak, dibungkus oleh
kolumna vertebralis protektif sewaktu turun melalui kanalis vertebralis.
Dari medulla spinalis keluar pasangan-pasangan nervus spinalis melalui ruang-ruang
yang terbentuk antara lengkung tulang berbentuk sayap vertebra-vertebra yang berdekatan.
Nervus spinalis diberi nama sesuai bagian dari kolumna vertebralis tempat keluarnya: terdapat 8
pasang nervus servikalis(leher yaitu C1-C8), 12 pasang nervus torakalis(dada), 5 pasang nervus
lumbalis(perut), 5 pasang nervus sakralis(panggul), dan 1 pasang nervus koksigeus(tulang ekor.
Medulla spinalis memiliki dua fungsi vital. Pertama, bagian ini berfungsi sebagai
jaringan saraf penghubung antara otak dan susunan saraf tepi. Semua komunikasi naik dan turun
melalui medulla spinalis terletak di jaras (traktus asendens dan desendens) di substansia alba
medula spinalis.
Kedua, bagian ini adalah pusat integrasi untuk refleks spinal, termasuk sebagian dari refleks
postural dan protektif dasar serta refleks berkaitan dengan pengosongan organ-organ panggul.
Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (PNS). SSP terdiri dari
otak dan medulla spinalis. SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang.
Selanjutnya, SSP dilindungi pula oleh suspensi dalam cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid,
CSF) yang diproduksi dalam ventrikel otak. SSP juga diliputi oleh tiga lapis jaringan yang secara
bersama-sama disebut sebagai meninges (dura mater, araknoid, pia mater).
Otak dibagi menjadi otak depan, otak tengah, dan otak belakang berdasarkan perkembangan
embriologik. Kategori ini kemudian dibagi lagi berdasarkan susuna anatomi otak dewasa. Otak
tengah, pons, dan medulla oblongata bersama-sama dinamakan: batang otak.
Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula
oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai
setinggi vertebra lumbalis pertama (L1) orang dewasa. Medula spinalis terbagi menjadi 31
segmen yang menjadi tempat asal dari 31 pasang saraf spinal. Segmen-segmen tersebut diberi
nama sesuai dengan vertebra tempat keluarnya radiks saraf yang bersangkutan, sehingga medula
spinalis dibagi menjadi bagian servikal, torakal, lumbal, dan sakral.
Terdapat pandangan yang mengatakan bahwa batang otak merupakan perluasan dari medula
spinalis ke arah atas menuju rongga kranial, karena batang otak juga mengandung nuklei
sensorik dan motoril yang membentuk fungsi motorik dan sensorik untuk regio wajah dan
kepala, yaitu fungsi ini juga dilakukan dalam cara yang sama oleh medula spinalis dalam
membentuk fungsi-fungsi untuk leher ke bawah. Tetapi pandangan lain mengatakan bahwa
batang otak justru adalah masternya sendiri, karena batang otak memiliki banyak fungsi kendali
khusus, seperti sebagai berikut:
1. Mengatur pernapasan
2. Mengatur sistem kardiovaskular
3. Mengatur sebagian fungsi gastrointestinal
4. Mengatur banyak gerakan tubuh yang stereotipi
5. Mengatur keseimbangan
6. Mengatur gerakan mata
batang otak bertindak sebagai tempat simpangan (way station) untuk “sinyal perintah” dari
pusat-pusat saraf yang lebih tinggi.
Penderita hipoksia dapat juga dideteksi melalui gangguan pada sistem saraf pusatnya. Hipoksia
sendiri diakibatkan oleh suplai oksigen yang tidak adekuat untuk memenuhi asupan oksigen
tubuh untuk memungkinkan terjadinya metabolisme tubuh. Pada umunya, jaringan-jaringan lain
akan melakukan respirasi anaerob bila suplai oksigen tidak adekuat untuk menghasilkan ATP,
meskipun ATP yang dihasilkan lebih sedikit. Jaringan otak (otak) hanya bergantung pada suplai
oksigen dan glukosa yang diberikan darah. Otak tidak dapat melangsungkan respirasi anaerob
untuk mengahasilkan ATP yang diperlukan otak untuk mengatur metabolisme tubuh. Maka dari
itu, dapat dikatakan bahwa, bila seseorang mengalami hipoksia, maka sistem saraf pusat orang
tersebut juga dapat terganggu. Berikut ini merupakan gejala-gejala terganggunya sistem saraf
pusat akibat hipoksia:
1. Sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral)
2. Kekacauan mental, tingkah laku yang aneh, gelisah
3. Mudah terangsang, ekspresi wajah cemas, berkeringat
4. Rasa mengantuk yang dapat berlanjut menjadi koma jika hipoksia menjadi berat
Mekanisme Mual
Mual sering kali menjadi gejala awal dari muntah. Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap
eksitasi bawah sadar pada daerah medula yang secara era berhubungan dengan atau merupakan
bagian dari pusat muntah, dan mual dapat disebabkan oleh,
1. Impuls iritatif yang datang dari traktus gastrointestinal
2. Impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness
3. Impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah
Muntah kadang terjadi tanpa didahului perangsangan prodromal mual, yang menunjukan bahwa
hanya bagian-bagian tertentu dari pusat muntah yang berhubungan dengan perangsangan mual.
Mekanisme terasa melayang
Normalnya, saraf aferen dari organ otolit dan kanalis semisirkularis di telinga
mengatur keseimbangan jaras yang berjalan ke nukleus vestibularis. Gangguan yang
asimetris dari aktivitas vestibular baik di perifer maupun sentral, dapat menyebabkan
vertigo (vertigo merupakan bagian dari dizziness). Pada kasus ini, dizziness dikaitkan
dengan hipoksia yang menyebabkan jaras formatio retikularis otak menurunkan aktivitas
sinyal listrik di tubuh sehingga mengakibatkan terasa melayang.
Mekanisme susah tidur:
Aktivitas dalam korteks masih tinggi otot-otot tubuh tegang dan kerja antara pikiran&otot
tidak berjalan seiring susah tidur.
1. Terganggu tidur / insomnia berarti kerja pikiran & otot tdk berjalan seiring.
2. Pikiran kita akan sulit tertidur bila otot masih tegang.
3. Sebaliknya, sulit bagi otot utk tertidur bila pikiran masih terjaga, tegang, dsb.