42
Hipertensi David.G.P.(406067006) HIPERTENSI PENDAHULUAN Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat terpenting pada negara-negara berkembang. Di Indonesia, masalah hipertensi perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat panjang yang ditimbulkannya. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien sedang dalam pengobatan antihipertensi (Menurut The Six Report of the joint National Comittee on prevention, Detection, Evaluation and treatment of High Blood Pressure, 1997). 1 Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 2 1. Hipertensi primer atau hipertensi essensial yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 85-90% kasus. Banyak faktor Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso FK-UNTAR 1

HIPERTENSI ss.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

HIPERTENSI

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat terpenting pada negara-

negara berkembang. Di Indonesia, masalah hipertensi perlu diperhatikan oleh dokter

yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi

dan akibat panjang yang ditimbulkannya. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien sedang dalam

pengobatan antihipertensi (Menurut The Six Report of the joint National Comittee on

prevention, Detection, Evaluation and treatment of High Blood Pressure, 1997). 1

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:2

1. Hipertensi primer atau hipertensi essensial yang tidak diketahui penyebabnya,

disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 85-90% kasus. Banyak faktor

yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas sistem saraf

simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca

intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol,

merokok, stres, asupan garam yang tinggi, gaya hidup yang tidak aktif (malas

berolah raga), serta polisitemia.

2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab

spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

1

Page 2: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma,

koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.

Beberapa dekade belakangan ini, angka mortalitas dan morbiditas akibat kerusakan

multiorgan yang disebabkan oleh hipertensi telah menurun. Hal ini disebabkan oleh

banyaknya penelitian yang dilakukan secara intensif, pengetahuan yang dimiliki pasien

dan usaha-usaha dari tenaga medis profesional yang bekerja di unit-unit kesehatan.

Hipertensi merupakan faktor resiko penting yang dapat menimbulkan penyakit jantung

koroner, gagal jantung kongestif (penyebab kematian tertinggi di Amerika Utara), gagal

ginjal dan penyakit pembuluh darah perifer. Oleh karena itu, tenaga medis profesional

bertugas untuk memberikan penyuluhan mengenai pola hidup sehat dan strategi untuk

mencegah penyakit ini, selain mengobati pasien tersebut. Hal ini akan menurunkan

angka prevalensi hipertensi dalam populasi. 3

EPIDEMIOLOGI

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan

penanggulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi

hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat

hipertensi dalam keluarga. Dari penyelidikan yang ada, terlihat adanya kecenderungan

bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan

masyarakat pedesaan. Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata wanita

lebih banyak menderita hipertensi. 1

Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi

usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan

bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan

diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun. Selain

itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade

terakhir tidak menunjukan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan pengendalian

tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.4

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara-

negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination

Survey (NHNES) menujukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada

orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

2

Page 3: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991.

Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari kasus hipertensi. 4

KLASIFIKASI

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Preventoin,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi 4 yaitu: 4

Klasifikasi Tekanan Darah (menurut JNC VII):

Kategori Sistolic (mmHg) Diastolic (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi derajat I 140-159 atau 90-99

Hipertensi derajat II >160 atau >100

Klasifikasi Hipertensi (menurut JNC VI): 2

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 dan < 80

Normal < 130 dan < 85

Normal Tinggi 130-139 atau 85-89

Hipertensi grade I 140-159 atau 90-99

Hipertensi grade II 160-179 atau 100-109

Hipertensi grade III ≥ 180 atau ≥ 110

Batasan tersebut diatas untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun, tidak dalam

pengobatan antihipertensi, dan tidak dalam keadaan sakit mendadak. Dikatakan

hipertensi, jika pada 2 kali atau lebih kunjungan yang berbeda waktu didapatkan

tekanan darah rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastolik 90

mmhg atau lebih atau sistolik 140 mmhg atau lebih.. Pengukuran yang pertama kali

belum dapat memastikan adanya hipertensi, akan tetapi dapat merupakan petunjuk

untuk dilakukan observasi lebih lanjut. 1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

3

Page 4: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko untuk hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : 5

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik

kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin pria

atau wanita pasca menopause.

2. Faktor risiko yang dapat diubah, seperti dislipidemia, merokok, diabetes

melitus, obesitas (IMT ≥ 30 kg/m2), inaktivitas fisik, peningkatan asam urat

darah, dan penggunaan estrogen sintetis.

KERUSAKAN ORGAN TARGET

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien

hipertensi adalah: 4

1. Jantung.

Hipertrofi ventrikel kiri.

Angina atau Infark Miokard Akut.

Gagal jantung.

2. Otak.

Stroke atau Transient Ischemic Akut (TIA).

3. Penyakit ginjal kronik.

4. Peripheral arterial disease.

5. Retinopati.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

4

Page 5: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

PATOGENESIS

Sampai saat ini pengetahuan tentang patofisiologi hipertensi esensial terus

berkembang, karena belum terdapat jawaban yang memuaskan, yang dapat

menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi curah

jantung dan tahanan perifer, sehingga semua faktor yang mempengaruhi curah jantung

dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah. Kaplan menggambarkan

beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah, yang mempengaruhi

rumus dasar tekanan darah. 1

Rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer

Selain curah jantung dan tahanan perifer, sebenarnya tekanan darah dipengaruhi

juga oleh tekanan atrium kanan, akan tetapi karena atrium kanan mendekati nol, nilai

tersebut tidak mempunyai banyak pengaruh. 1

Berbagai hal seperti faktor genetik, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-

angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan

metabolisme natrium dalam ginjal, aldosteron, serta obesitas dan faktor endotel

dibuktikan mempunyai kaitan dengan peningkatan tekanan darah pada hipertensi

essensial/hipertensi primer. 1

Pada tahap awal hipertensi esensial, curah jantung meninggi, sedangkan tahanan

perifer normal. Keadaan ini disebabkan oleh karena peningkatan aktivitas tonus

simpatis. Pada tahap selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan tahanan

perifer meningkat yang disebabkan refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks

autoregulasi ialah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik

yang normal. Oleh karena curah jantung meningkat, terjadi konstriksi sfingter

prekapiler, yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan

perifer. Oleh karena peningkatan tahanan perifer pada hipertensi esensial terjadi secara

bertahap dan dalam waktu yang lama, sedangkan proses autoregulasi seharusnya terjadi

dalam waktu yang singkat, diduga terdapat faktor lain disamping faktor hemodinamik

yang berperan terhadap hipertensi esensial. Secara pasti belum diketahui apakah faktor

hormonal atau perubahan anatomis yang terjadi pada pembuluh darah, yang

berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

5

Page 6: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

struktural mengenai pembuluh darah dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi

hipertrofi dinding sedangkan pada jantung terjadi pula penebalan dinding ventrikel. 1

Berbagai promotor pressor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel

yang mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peninggian tahanan perifer

dan peningkatan tekanan darah. 1

Selain faktor tersebut di atas, di dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi

mencegah perubahan tekanan darah secara akut akibat gangguan sirkulasi, dan

mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan

kecepatan reaksi, sistem kontrol tersebut dibedakan menjadi golongan yang bereaksi

segera, kurang cepat dan yang bereaksi jangka panjang. Refleks kardiovaskuler melalui

sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Sebagai contoh adalah

baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus aorta, yang bertugas mendeteksi

perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem kontrol saraf terhadap tekanan darah yang

bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat dan

refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis dan otot polos. 1

Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang

dikontrol oleh hormon, seperti angiotensin atau vasopresin, termasuk sistem kontrol

yang bereaksi kurang cepat, sedangkan sistem kontrol yang mempertahankan kestabilan

tekanan darah dalam jangka panjang diatur oleh cairan tubuh, yang melibatkan berbagai

organ, terutama ginjal. Jadi jelas, bahwa sistem kontrol tekanan darah sangat kompleks,

dimulai dengan kontrol yang bereaksi segera, diikuti oleh sistem yang bereaksi kurang

cepat, kemudian oleh sistem kontrol yang poten dan berlangsung dalam jangka

panjang.1

Sistem renin, angiotensin dan aldosteron diketahui berperan terhadap timbulnya

hipertensi. Produksi renin dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain stimulasi saraf

simpatis. Renin berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

dengan mengaktifkan angiotensin converting enzym. Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama: 6

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan

rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja

pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan

meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

6

Page 7: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk

mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan

cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah

meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada

ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari

tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan

cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah.

Mengenai peran sistem renin, angiotensin dan aldosteron terhadap timbulnya

hipertensi esensial masih merupakan perdebatan. Hal ini timbul oleh karena pada

kenyataannya 20-30% penderita hipertensi mempunyai renin rendah, 50-60% golongan

renin normal sedangkan golongan tinggi renin hanya pada 15%.1

Pada hipertensi esensial, kadar natrium dalam darah dan jaringan lain

meningkat. Hal ini terjadi karena abnormalitas dari pertukaran Na-K dan transpor lain

dari Na. Peningkatan Na intraseluler dapat meningkatkan kontraksi otot polos dari

pembuluh darah. Normalnya ekskresi natrium ditingkatkan oleh ginjal sebagai respon

terhadap peningkatan tekanan arterial dan intake natrium. Pada orang hipertensi,

walaupun tekanan darah normal, kemampuan untuk mengekskresikan natrium

berkurang. 7

Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi

natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler

meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume

cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut

menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya

hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber

natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan

(monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur

(mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan

satu sendok teh. Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

7

Page 8: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium.

Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan

intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan

menurunkan tekanan darah. Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi

dengan kalium. Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1.

Sumber kalium yang baik adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain. 6

Disamping faktor yang disebutkan di atas, faktor lingkungan seperti stres

psikososial, obesitas, kurang olahraga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi

esensial. Berdasarkan penyelidikan epidemiologis dibuktikan bahwa kegemukan

merupakan ciri khas populasi hipertensi, dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai

kaitan dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Belum terdapat mekanisme pasti,

yang dapat menjelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, akan tetapi

pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita

obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai

berat badan yang normal. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal,

sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi, dengan aktivitas renin plasma yang

rendah. 1

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatik,

yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres menjadi

berkepanjangan, dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti

belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap

stres membuat binatang tersebut menjadi hipertensi. Pada survei hipertensi, pada

masyarakat kota didapatkan angka prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

masyarakat pedesaan. Hal tersebut mungkin dapat dikaitkan dengan pengaruh stres

psikososial yang lebih banyak dialami oleh kelompok masyarakat yang tinggal di kota

dibandingkan masyarakat pedesaan. 1

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena

olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan

tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Dengan

kurangnya olahraga, kemungkinan timbulnya obesitas akan meningkat dan apabila

asupan garam bertambah akan mudah timbul hipertensi. 1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

8

Page 9: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi, walaupun pada manusia mekanisme

secara pasti belum diketahui. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko

kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Merokok meningkatkan tekanan darah dengan

cara meningkatkan norepinefrin plasma. 7

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi, peminum alkohol berat akan

cenderung hipertensi, walaupun mekanisme timbulnya hipertensi secara pasti belum

diketahui. Hipertensi menjadi sulit dikontrol pada pasien yang mengkonsumsi >40 g

etanol / hari. 7

Dari seluruh faktor tersebut di atas, sampai saat ini masih tetap dianut pendapat

bahwa hipertensi timbul akibat multifaktorial atau lebih dikenal dengan istilah faktor

mozaik. 1

Hipertensi sekunder biasanya diderita oleh orang usia muda tanpa adanya

riwayat keluarga atau yang pertama kali di diagnosa hipertensi pada usia > 50 tahun

atau pada orang-orang yang biasanya terkontrol tetapi menjadi refrakter terhadap terapi.

Sedangkan patogenesis dari hipertensi sekunder, antara lain: 7

1. Penggunaan estrogen

Penggunaan estrogen mengakibatkan peningkatan aktivitas sistem renin

(peningkatan sintesis renin di hepar)-angiotensin-aldosteron sehingga volume darah

meningkat. Penggunaan kontrasepsi yang berhubungan dengan hipertensi biasanya

pada wanita > 35 tahun, memakai >5 tahun dan obesitas. Biasanya peningkatan

tekanan darah akan reversibel bila obat dihentikan tapi hal ini butuh waktu beberapa

minggu.

2. Penyakit ginjal / hipertensi renal

Selain meningkatkan aktivitas sistem renin-angiotensin, diterangkan juga bahwa

ginjal yang rusak memproduksi suatu substrat vasopresor lain selain renin, gagal

untuk memproduksi substansi vasodilator (prostaglandin atau bradikinin), gagal

untuk menginaktivasi substansi vasopresor yang beredar, dan tidak efektif dalam

membuang natrium. Pada nefrobtastoma terjadi sekresi renin yang berlebihan dari

juksta glomerulus.

3. Hipertensi endokrin / hipertensi adrenal

Pada hiperaldosteronisme primer, telah jelas hubungan antara aldosteron dengan

retensi natrium dan hipertensi. Pada Cushing syndrome, jumlah besar

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

9

Page 10: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

glukokortikoid mempunyai efek meretensi natrium serta menginduksi produksi

substrat renin. Pada feokromositoma (tumor medula adrenal), peningkatan sekresi

epinefrin dan norepinefrin menyebabkan stimulasi reseptor sistem adrenergik yang

meningkatkan vasokonstriksi perifer dan stimulasi pada jantung.

4. Hiperkalsemia

Peningkatan kalsium mempunyai efek vasokonstriksi. Pada beberapa kasus

hipertensi dapat membaik apabila kelebihan kalsium dapat dikoreksi.

5. Coartatio Aorta

Menyebabkan hipertensi akibat dari penyempitan aorta itu sendiri ataupun karena

perubahan dalam sirkulasi renal.

Patofisiologi Hipertensi pada Lansia

Pada usia lanjut patogenesis terjadinya hipertensi sedikit berbeda dengan yang

terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia lanjut terutama adalah :

Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi peningkatan

tekanan darah sistolik tanpa/sedikit perubahan tekanan darah diastolik. Peningkatan

tekanan darah sistolik akan meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya akan

mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha kompensasi/adaptasi.

Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-kelamaan malah

akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu proses patologis.

Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga kadar

renin darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga BUKAN sebagai

penyebab hipertensi pada lansia.

Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia makin

sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.

Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor α-adrenergik

masih berespons tapi reseptor ß-adrenergik menurun responsnya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

10

Page 11: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Terjadi disfungsi endotel yang mengakibatkan terjadinya penurunan elastisitas

pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah

perifer.

Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi hipotensi postural

(penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg atau lebih yang terjadi akibat

perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri). Ini terjadi akibat berkurangnya

sensitivitas baroreseptor dan menurunnya volume plasma.

Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi.

GEJALA KLINIK

Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada

hipertensi primer. Bergantung pada tingginya tekanan darah, gejala yang timbul dapat

berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul

gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak, dan

jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing atau migren sering

ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi esensial. 1

Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut : 1

o Pusing

o Telinga berdengung

o Mimisan (jarang)

o Sukar tidur

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

11

Page 12: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

o Sesak nafas

o Rasa berat di tengkuk

o Mudah lelah

o Mata berkunang-kunang

Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti gangguan

penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung, dan gangguan fungsi ginjal tidak jarang

dijumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi

berat atau hipertensi maligna yang umumnya juga disertai gangguan fungsi ginjal

bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan serebral yang disebabkan oleh hipertensi dapat

berupa kejang atau gejala akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa

kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Timbulnya gejala tersebut

merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu segera diturunkan. 1

EVALUASI4

Evaluasi pada pasien penderita hipertensi bertujuan untuk:

1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular lainnya

atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan

menentukan pengobatan.2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler.

Evaluasi pada pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan

pasien, riwayat penyakit dahulu, dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan penunjang.

A. Anamnesis.

Meliputi:

1. Lama penderita menderita hipertensi dan derajat tekanan darah.2. Indikasi adanya hipertensi sekunder.

Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik).

Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian

obat-obat analgesik dan obat atau bahan lain.

Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi

(feokromositoma).

Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

12

Page 13: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

3. Faktor-faktor resiko:

Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau

keluarga pasien.

Riwayat hiperlipidemi pada pasien atau keluarganya.

Riwayat DM pada pasien atau keluarganya.

Kebiasaan merokok.

Pola makan.

Kegemukan, intensitas olah raga.

Kepribadian.

4. Gejala kerusakan organ.

a. Otak dan mata : Sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA, defisit

sensoris atau motoris.

b. Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bnengkak kaki.

c. Ginjal: poliuria, nokturia, hematuri.

d. Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten.

5. Pengobatan hipertensi sebelumnya.

6. Faktor-faktor pribadi, keluarga dan lingkungan.

B. Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah juga untuk evaluasi adanya

penyakit penyerta, kerusakan organ target, serta kemungkinan adanya hipertensi

sekunder.

Pengukuran Tekanan darah:

Pengukuran rutin di kamar pemeriksa.

Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring /ABPM).

Indikasi pengukuran TD 24 jam (ABPM):

1. Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik.

2. Hipertensi sekunder.

3. Sebagai pedoman pemilihan obat antihipertensi.

4. Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi.

Pengukuran sendiri oleh pasien.

Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah

pasien istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

13

Page 14: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

jantung. Ukuran dan peletakan manset ( panjang 12-13 cm, lebar 35 cm untuk

standar orang dewasa). Pengukuran dilakukan 2 kali, dengan sela antara 1-5

menit. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik) dilakukan

saat duduk segera setelah pengukuran tekanan darah. Pada orang usia lanjut,

diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi ortostatik, perlu

dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.

C. Pemeriksaan Penunjang.

Tes darah rutin.

Glukosa darah (sebaiknya puasa).

Kolesterol total serum.

Kolesterol HDL dan LDL serum.

Trigliserida serum (puasa).

Asam urat serum.

Kreatinin serum.

Kalium serum.

Urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin).

Elektrokardiogram.

Beberapa pedoman penanganan hipertensi menganjurkan tes lain, seperti:

Ekokardiogram.

USG carotis (dan femoral).

C-Reactive protein.

Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin.

Proteinuria kuantitatif (jika uji carik positif).

Funduskopi pada hipertensi berat.

PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah: 4

1. Target tekanan darah < 140/90 mmhg, untuk individu resiko tinggi (diabetes, gagal

ginjal, proteinuria) <130/80 mmhg.

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.

3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

14

Page 15: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta

lainnya seperti diabetes atau dislipidemia juga harus dilaksanakan.

Alogaritma Penatalaksanaan Hipertensi (menurut JNC VII) 1

Penatalaksanaan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu: 1

1. Penatalaksanaan non farmakologis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

15

TDD : tekanan darah diastolik ; TDS : tekanan darah sistolikSingkatan obat : ACEI : angiotensin converting enzyme inhibitor ; ARB : angiotensin receptor blocker ; BB : beta-bloker ; CCB : calsium channel bloker

Modifikasi Gaya Hidup

Target TD tidak tercapai (< 140/90 mmHg)(< 130/80 mmHg untuk pasien diabetes atau gagal ginjal kronik)

Pemilihan Obat Awal

Tanpa Indikasi Mendesak

Dengan Indikasi Mendesak

Hipertensi Stage 1(TDS 140-159 / TDD 90-99mmHg)Diuretik-Tiazid

(paling umum)Pertimbangkan :

ACEI,ARB,BB,CCB atau kombinasi

Hipertensi Stage 2(TDS ≥ 160 / TDD ≥ 100 mmHg)Kombinasi 2 obat (biasanya diuretik-tiazid dan ACEI/ ARB/BB/CCB)

Obat-obat u/ indikasi mendesak.Obat-obat antihipertensi lainnya : diuretic, ACEI, ARB, BB, CCB jika diperlukan diperlukan

Target Tidak Tercapai

Optimalkan dosis atau beri obat-obat tambahan hingga target tekanan darah tercapai Pertimbangkan konsultasi dengan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Page 16: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan

tujuan menurunkan tekanan darah mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit

penyerta lainnya.

Pengobatan non farmakologis yang utama terhadap hipertensi adalah modifikasi

gaya hidup yang efektif. Penatalaksanaan non farmakologis atau modifikasi gaya

hidup meliputi :

Jaga berat badan ideal. Turunkan berat badan bila IMT ≥ 27

Membatasi alkohol.

Olahraga teratur sesuai dengan kondisi tubuh.

Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na, atau 2.4 g Na , atau 6 g NaCl/hari)

Mempertahankan asupan kalium (90 mmol/hari), kalsium dan magnesium yang

adekuat.

Berhenti merokok.

Kurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan. Modifikasi gaya hidup untuk mengontrol hipertensi 1,5

Modifikasi Rekomendasi Penurunan rata-rata

sistolik

Penurunan berat badan Menjaga berat badan normal

(IMT 18,5 – 24,9)

5 – 20 mmHg tiap

penurunan 10 kg

DASH (Dietary Approach

to Stop Hypertension)

Diet tinggi buah, sayur, batasi

lemak

8 – 14 mmHg

Konsumsi garam sehari < 100 mEq / L (2,4 g Na atau

6 g NaCl)

2 – 8 mmHg

Aktivitas fisik Olahraga teratur seperti jalan

santai min 30 mnt / hari

4 – 9 mmHg

Konsumsi alkohol < 2 gelas / hari (30 ml etanol) 2 - 4 mmHg

2. Penatalaksanaan farmakologis4

Penatalaksanaan dengan obat hipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai

dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur,

kebutuhan dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih

disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

16

Page 17: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

mengontrol hipertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap

resiko dari kematian mendadak, serangan jantung, dan stroke akibat peningkatan

tekanan darah mendadak saat bangun tidur.

Tatalaksana Hipertensi menurut JNC VII 4

Klasifikasi TD

Modifikasi Gaya Hidup

Tanpa Indikasi Memaksa

Dengan Indikasi Memaksa

Normal Diperlukan - -Prehipertensi Perlu Tidak perlu OAH OAH untuk indikasi

memaksaHT stage 1 Perlu Diuretik jenis Tiazid,

boleh juga ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi

OAH untuk indikasi memaksa

HT stage 2 Perlu Dua atau lebih kombinasi (Tiazid + ACEI / ARB / BB / CCB)

OAH yang lain (diuretik,ACEI,ARB,BB, CCB) sesuai yang diperlukan

Prinsip pemberian obat anti hipertensi pada lansia : Dimulai dengan 1 macam obat dengan dosis kecil (START LOW GO SLOW) Penurunan tekanan darah sebaiknya secara perlahan, untuk penyesuaian

autoregulasi guna mempertahankan perfusi ke organ vital. Regimen obat harus sederhana dan dosis sebaiknya sekali sehari Antisipasi efek samping obat-obat antihipertensi Pemantauan tekanan darah untuk evaluasi efektivitas pengobatan Setelah tercapai target maka pemberian obat harus disesuaikan kembali untuk

maintenance (Gambar 2)

Gambar 2. Alogaritma Pengobatan Hipertensi pada Lansia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

17

Page 18: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Pemberian antihipertensi pada lansia harus hati-hati karena pada lansia terdapat : Penurunan refleks baroreseptor sehingga meningkatkan risiko hipotensi ortostatik. Gangguan autoregulasi otak sehingga iskemia serebral mudah terjadi dengan hanya

sedikit penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan fungsi ginjal dan hati sehingga terjadi akumulasi obat. Pengurangan volume intravaskular sehingga sensitif terhadap deplesi cairan. Sensitivitas terhadap hipokalemi sehingga mudah terjadi aritmia dan kelemahan

otot. Pemberian obat juga harus dipikirkan mengenai penyakit komorbid yang ada pada

lansia itu. Jangan sampai obat antihipertensif yang kita beri mempunyai efek samping yang dapat memperberat gejala penyakit komorbid.

Obat-obat Antihipertensi : 1

1 Diuretik

Diuretik merupakan pilihan pertama karena murah, pemakaiannya sederhana,

cukup efektif dan mudah dikombinasi dengan obat lain. Menurunkan tekanan

darah dengan cara menurunkan volume plasma (mensupresi reabsorbsi Na di

tubular sehingga meningkatkan ekskresi Na dan air) dan menurunkan curah

jantung, tapi pada terapi yang lama efeknya menurunkan resistensi perifer.

a. Tiazid

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

18

Page 19: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Menghambat reabsorbsi natrium di segmen kortikal ascending limb, loop henle,

dan pada bagian awal tubulus distal.

- Hidroklorotiazid

Merupakan jenis yang sering dipakai untuk pengobatan hipertensi. Pada

pemberian peroral obat ini mulai bekerja setelah 1 jam dan durasinya 8-12

jam.

Dosisnya 1-2 kali 25-50 mg / hari.

- Klortalidon

Mempunyai cara kerja yang sama tapi durasinya lebih lama.

Dosisnya 25-100 mg / hari.

Efek samping golongan ini adalah hipokalemi, hiponatremi, hiperuricemia,

kelemahan otot, muntah, pusing, kemerahan kulit, leukopenia, trombositopenia

dan hiperglikemia.

b. Golongan loop diuretik

Termasuk diuretik kuat yang bekerja pada segmen tebal medullary ascending

limb dan loop henle. Golongan ini biasanya digunakan bila tidak ada gangguan

fungsi ginjal.

- Furosemid

Dosisnya 40-160 mg / hari.

- Asam etakrinid

Dosis awalnya 50 mg setiap pagi, dapat dinaikan sesuai kebutuhan.

c. Golongan potassium sparing diuretik

Cara kerjanya menghambat eksresi natrium, sekresi kalium pada tubulus

distal.

- Aldakton

Dosisnya 1-2 kali 50-100 mg / hari.

- Triamteren

Dosisnya 2 kali 50-100 mg / hari

Efek samping yang dapat terjadi adalah hiperkalemia sehingga jarang dipakai

pada hipertensi primer dengan komplikasi penurunan fungsi ginjal.

2. Golongan penghambat simpatis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

19

Page 20: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vasomotor (metildopa dan

guanidin) atau pada ujung saraf perifer (reserpin dan guanitidin).

a. Metildopa

Mempunyai efek antihipertensi dengan menurunkan tonus simpatis secara

sentral dan mengganti norepinefrin di saraf perifer dengan metabolit-metabolit

metildopa yang kurang poten. Efek hipotensinya lambat dan baru mencapai

mencapai puncak pada hari ke 2 sampai ke 4.

Dosisnya 2-3 kali 250 mg / hari. Maksimal 2000 mg / hari.

Efek samping: anemia hemolitik, gangguan faal hati, hepatitis kronis,

leukopenia.

Keuntungannya dapat diberikan pada wanita hamil tanpa menimbulkan efek

samping.

b. Klonidin

Cara kerja sama dengan metildopa.

Dosisnya 0,1 -1,2 mg / hari dosis terbagi.

Efek samping: sedasi, rasa lelah, kering pada mukosa mulut dan bibir,

hipotensi dan pusing. Obat ini tidak boleh dihentikan pemberiannya secara

mendadak karena adanya rebound effect. Keuntungannya dapat diberikan

parenteral dengan onset cepat sehingga dapat digunakan pada kegawatan

hipertensi.

c. Reserpin

Mempunyai efek sentral. Dapat pula diberikan parenteral akan tetapi

penurunan tekanan darah yang terjadi sulit diduga sehingga jarang digunakan

sebagai obat anti hipertensi parenteral.

3. Beta bloker

Secara garis besar dibedakan menjadi dua jenis :

Penghambat reseptor beta 1

Penghambat reseptor beta 2

Beta bloker yang kardioselektif, berarti hanya menghambat reseptor beta 1(terutama

ditemukan pada jantung dan jaringan adiposa) saja. Akan tetapi, dengan dosis tinggi

reseptor beta 2(terutama pada otot polos PD dan bronkus) dapat pula dihambat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

20

Page 21: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

sehingga beta bloker tidak dianjurkan pada penderita yang diketahui mengidap

gangguan pernafasan.

Cara kerjanya melalui penurunan curah jantung dan penekanan sekresi renin.

Kontraindikasi beta bloker adalah asma bronkial, gagal jantung dan blok AV.

Berdasarkan kelarutannya, beta bloker dibedakan menjadi 2 golongan :

a. Golongan yang larut dalam lemak

Seperti asebutolol, alprenolol, metoprolol, oksprenolol, pindolol, propanolol

dan timolol. Mempunyai waktu paruh yang relatif pendek yaitu 2-6 jam.

b. Golongan yang larut dalam air dan dieliminasi melalui ginjal

Seperti atenolol, nadolol, laktolol, dan sotalol. Mempunyai waktu paruh yang

lebih panjang yaitu 6-24 jam sehingga dapat diberikan 1 kali 1 sehari.

4. Vasodilator

Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot

polos yang mengakibatkan penurunan resistensi vaskular.

a. Hidralazin

Bekerja pada arteri sehingga penurunan resistensi vaskular akan diikuti oleh

peninggian aktivitas simpatik. Peninggian aktivitas simpatik ini akan

menimbulkan takikardia dan peninggian kontraktilitas otot miokard yang akan

mengakibatkan peningkatan curah jantung.

Dosis : peroral 10-25 mg / hari yang dapat dinaikkan 10-25 mg tiap kali

sampai tercapai penurunan tekanan darah yang diinginkan. Dosis maksimal

200 mg secara terbagi. Pemberian i.v. biasanya dengan dosis 10-20 mg dan

jika diperlukan dapat dinaikkan sampai 40 mg. Untuk hipertensi pada

kehamilan, dosis hidralazin 3x10 mg.

b. Minoksidil

Cara kerja sama dengan hidralazin, hanya lebih kuat. Digunakan pada pasien

hipertensi yang sulit dikendalikan oleh obat lain.

Dosis : 2,5-25 mg / hari, dosis tunggal.

c. Diazoksid

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

21

Page 22: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Cara kerja sama dengan hidralazin. Dapat diberikan secara parenteral sehingga

dapat dipakai pada kedaruratan hipertensi.

Dosis awal 300 mg, diberikan bolus i.v. Pemberiannya harus hati-hati agar

tidak terjadi ekstravasasi yang akan menimbulkan iritasi yang hebat.

d. Doksazosin

Termasuk α1 reseptor bloker yang mempunyai efek penurunan tekanan darah

selama 24 jam sehingga dapat diberikan sekali sehari dengan dosis l-4mg.

e. Prazosin

Mempunyai jangka waktu kerja yang pendek. Kombinasi dengan diuretik akan

meningkatkan efek kerja obat. Banyak digunakan pada hipertensi ringan dan

sedang.

Dosis : 2,5-7,5 mg / hari.

f. Sodium nitroprusid

Merupakan vasodilator yang poten terhadap otot polos.

Biasanya diberikan dengan infus dengan kecepatan rata-rata 3 µg / kgBB

/menit dengan kisaran 0,5-8 µg / kgBB / menit.

5. ACE (Angiotensin Converting Enzyme) Inhibitor

Enzim konversi angiotensin mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang

aktif dan mempunyai efek vasokonstriksi pembuluh darah.

Kaptopril

Dapat dberikan oral dengan penurunan tekanan darah yang terjadi akibat efek

penghambatan enzim konversi angiotensin, sehingga terjadi penurunan kadar

angiotensin II, yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan terjadi dilatasi

arteriol. Selain menghambat enzim konversi angiotensin, obat ini juga

menghambat degradasi bradikinin yang merupakan vasodilator kuat yang akan

memperkuat efek antihipertensinya.

Pada hpertensi ringan dan sedang dapat diberikan dosis : 2 kali 12,5 mg / hari.

Dosis yang biasa adalah 25-50 mg / hari. Penggunaan dosis yang > 50 mg

pada pasien dengan kreatinin serum > 1,5 mg% perlu berhati-hati.

Efek samping : kemerahan kulit, gangguan pengecap, agranulositosis,

proteinuria dan gagal ginjal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

22

Page 23: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

6. Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium,

menghambat pengeluaran kalsium dari pemecahan retikulum sarkoplasma, dan

mengikat kalsium pada otot polos pembuluh darah. Golongan obat ini (nifedipin,

diltiazem, dan verapamil) menurunkan curah jantung dengan menghambat

kontraktilitas yang akan menurunkan tekanan darah.

Nifedipin

Obat ini menurunkan resistensi pembuluh darah koroner dan menurunkan

kebutuhan oksigen miokard. Untuk mendapatkan efek yang lebih baik,

nifedipin dapat dikombinasi dengan metildopa atau beta bloker.

7. ARBs (Angiotensin II Reseptor Bloker)

a. Losartan

Terbukti efektif menurunkan tekanan darah secara oral karena memblok efek

presor angiotensin II. Obat golongan ini menimbulkan efek hemodinamik

seperti penghambat ACE, tetapi tidak menimbulkan efek samping batuk

karena tidak meningkatkan kadar bradikinin.

b. Valsartan dan Irbesartan

KOMPLIKASI

Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu pada tekanan diastolik >

130 mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dan tinggi

Kebanyakan pasien hipertensi meninggal akibat penyakit jantung, stroke dan/atau gagal

ginjal, selain itu juga dapat ditemukan komplikasi retinopati.1,6

1. Komplikasi jantung

Jantung mengalami peningkatan kerja akibat peningkatan tekanan darah sistemik

mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri. Kemudian katup akan mengalami

kemunduran fungsi, dilatasi kavitas, sehingga gejala dan tanda gagal jantung akan

muncul. Selain itu, komplikasi yang lain adalah angina pektoris dan infark miokard.

2. Komplikasi neurologi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

23

Page 24: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Pada otak, sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya

mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Komplikasi yang sering

terjadi adalah Perdarahan intraserebral, Infark lakunar, Encephalopati, TIA

(Transient Ischemic Attack), Strok.

3. Komplikasi ginjal

Yang sering terjadi adalah penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) dan

disfungsi tubular, proteinuri dan hematuri mikroskopik (10%) , Nefrosklerosis,

Stenosis arteri renalis. Gagal ginjal sering dijumpa sebagai komplikasi hipertensi

yang lama dan proses akut seperti pada hipertensi maligna.

4. Komplikasi mata

Pada hipertensi ringan dan sedang, dapat terjadi komplikasi pada mata berupa

perdarahan retina, papilledema gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan.

Pilihan Obat Antihipertensi untuk Kondisi tertentu 4

Indikasi yang memaksa Pilihan Terapi Awal

Gagal jantung

Pasca Infark Miokard

Resiko penyakit pembuluh darah koroner

Diabetes

Penyakit Ginjal kronis

Pencegahan strok berulang

Thiaz, BB, ACEI, ARB, Aldo Ant

BB, ACEI, Aldo Ant

Thiaz, BB, ACEI, CCB

Thiaz, BB, ACEI, ARB, CCB

ACEI, ARB

Thiaz, ACEI

PROGNOSIS3

Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan angka mortalitas.

Hipertensi sering digambarkan sebagai silent killer.

Hipertensi ringan-sedang, jika tidak diberikan pengobatan, maka dalam 8-10

tahun setelah onset dapat menyebabkan terjadinya kerusakan organ (pada 50%

penderita). Adanya kerusakan organ target pada pembuluh darah akan

memperburuk prognosis pasien hipertensi.

KRISIS HIPERTENSI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

24

Page 25: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan

darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi

kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi

yang tidak atau lalai memakai obat antihipertensi. 8

Krisis Hipertensi meliputi 2 kelompok: 8

1. Hipertensi Darurat (emergency hypertension): Selain tekanan darah yang sangat

tinggi, juga terdapat kelainan/kerusakan target organ yang bersifat progresif sehingga

tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam beberapa menit atau jam) agar

dapat mencegah /membatasi kerusakan target organ yang terjadi.

2. Hipertensi mendesak (Urgency Hypertension): Dimana terdapat tekanan darah

yang sangat tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan target organ yang progresif,

sehingga penurunan tekanan darah dapat dilakukan lebih lambat (dalam hitungan

jam /hari).

GEJALA

Gejala krisis hipertensi merupakan gejala dari organ target yang terganggu, diantaranya

nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur pada

papiledema; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan

otak,; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal. 8

DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala, dan tanda keterlibatan organ target. Selain pemeriksaan fisik,

laboratorium juga ikut membantu diagnosis dan perencanaan. Urin menunjukkan adanya hematuria, proteinuria dan silinder. Selain itu ureum dan

kreatinin dapat menngkat. Gangguan elektrolit dapat terjadi pada hipertensi sekunder dan berpotensi menimbulkan aritmia. Pemeriksaan penunjang

yang dilakukan adalah EKG (untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri atau gangguan koroner) dan USG untuk melihat struktur ginjal.8

Kelompok Biasa Mendesak Darurat

TD >180/110 >180/110 >220/140

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

25

Page 26: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

Gejala

PF

Pengobatan

Rencana

Tidak ada, kadang-kadang sakit kepala.Organ target taa

Awasi 1-3 jam Mulai/teruskan obat oral, naikkan dosisPeriksa ulang dalam 3 hari

Sakit kepala hebat, sesak napas.

Gangguan organ target

Awasi 3-6 jam, obat oral berjangka kerja pendek

Periksa ulang dalam 24 jam

Sesak napas, nyeri dada, kacau,gangguan kesadaran.Ensefalopati, edema paru, gangguan fungsi ginjal, CVA, iskemia jantungPasang jalur IV, Px. Lab standar, terapi obat IV

Rawat ruangan ICU

PENGOBATAN

Pengobatan hipertensi mendesak cukup dengan obat oral yang bekerja cepat sehingga

menurunkan TD dalam beberapa jam. 8

Obat antihipertensi oral yang dipakai di Indonesia8

Obat Dosis Efek Lama kerja Perhatian khusus

Nifedipin 5-10mg, ulang

15mnt

5-15mnt 4-6 jam Ggg koroner

Kaptopril 12,5-25mg, ulang

per ½ jam

15-30 mnt 6-8 jam Stenosis

A.renalis

Klonidin 75-100µg, ulang

per ½ jam

30-60 mnt 8-16 jam Mulut kering,

ngantuk

Propanolol 10-40mg, ulang per

½ jam

15-30mnt 3-6 jam Bronkokonstriksi,

blok jantung

Pengobatan hipertensi darurat memerlukan pengobatan yang segera menurunkan

tekanan darah dalam menit sampai jam sehingga umumnya bersifat parenteral. 8

Obat antihipertensi parenteral yang dipakai di Indonesia8

Obat Dosis Efek Lama kerja Perhatian

khusus

Klonidin 6 amp per 250 cc 30-6- menit 24 jam Ensefalopati

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

26

Page 27: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

150µg Glukosa 5 %

microdrip

dengan

gangguan

koroner

Nitrogliserin 10-50 µg

100µg/cc per 500cc

2-5 menit 5-10 menit

Nikardipin 0,5-6 µg/kg/menit 1-5 menit 15-30 menit

Nitroprusid 0,25µg/kg/menit Langsung 2-3 menit Selang infus

lapis perak

Diltiazem 5-15 µg/kg/menit

lalu 1-5µg/kg/menit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

27

Page 28: HIPERTENSI ss.doc

Hipertensi David.G.P.(406067006)

DAFTAR PUSTAKA

1. Fisher, Naomi D. L., Williams, Gordon H. Hypertensive Vascular Disease.

Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. McGraw Hill. USA.

2005.

2. Sausalit, Endang. Hipertensi Primer dan Hipertensi Sekunder. Buku Ajar Ilmu

Penyakil Dalam. Jilid II. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK.UI. Jakarta. 2001. Hal

453-482.

3. Massie, Barry M. Systemic Hypertension. Current Medical Diagnosis and

Treatment 2004. International Edition. 43rd Edition. Lange medical Books /

McGraw-Hill. USA. 2004. Hal 401-427.

4. Chobanian, Aram V., Bakris, George L., Black, Henry K., et al. 'l'he Seventh

Report of The Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation,

and Treatment of High Blood Pressure. The JNC 7 Report. American

MedicalAssociation. 2003.

5. Mansjoer, Arif. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang llmu Penyakit Dalam.

Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2000. Hal 70-73.

6. Mansjoer A., et al, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Media Aesculapius,

FKUI : Jakarta, 2001.

7. Setiati F., et al, Current Diagnosis & Treatment in Internal Medicine, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.

8. Martono, H. (2004). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut, Buku Ajar

Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti SarosoFK-UNTAR

28