Upload
trancong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
Penelitian dilakukan selama 6 bulan, yaitu pada bulan
Desember 2011 hingga Mei 2012. Penelitian pertama kali
dilaksanakan dengan melakukan observasi. Observasi
dilaksanakan selama 5 hari pada tanggal 6-10 Desember
2011. Jadwal dimana peneliti melakukan observasi
merupakan minggu terakhir mahasiswa PSIK FIK UKSW
melaksanakan praktek klinik yang bertempat di Rumah Sakit
Panti Wilasa Citarum Semarang. Saat melakukan observasi,
mahasiswa terbagi di beberapa ruangan antara lain ruang
Cempaka, ruang Anggrek, ruang Dahlia, ruang Peristi dan
Unit Gawat Darurat. Ruang Cempaka merupakan ruang
rawat inap pasien penyakit dalam, ruang Anggrek merupakan
ruang rawat inap pasien medikal bedah, ruang Dahlia
merupakan ruang rawat inap anak, ruang Peristi merupakan
ruang perawat bayi baru lahir yang beresiko tinggi,
sedangkan Unit Gawat Darurat merupakan unit dimana
pasien yang masuk adalah pasien yang mendapatkan
pertolongan emergency. Jadi, berdasarkan karakterisitik
partisipan yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti,
30
dimana riset partisipan yang akan diamati adalah mahasiswa
PSIK FIK UKSW yang sedang menjalankan praktik klinik di
Rumah Sakit yang melakukan interaksi dengan pasien dan
berasal dari luar Jawa, maka peneliti memilih untuk
melakukan observasi pada mahasiswa yang berada di
ruangan Cempaka dan Anggrek dengan pertimbangan bahwa
kedua ruangan ini merupakan ruang rawat inap pasien
dewasa, dimana mahasiswa akan lebih banyak melakukan
interaksi dengan pasien.
Peneliti melakukan observasi pada pagi dan sore hari.
Selama melakukan observasi, interaksi mahasiswa dengan
pasien lebih sering dilakukan pada saat melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) yang meliputi
pemeriksaan tekanan darah, menghitung nadi dan mengukur
suhu tubuh. Selain pemeriksaan TTV, komunikasi dengan
pasien dilakukan ketika memandikan pasien atau mengganti
cairan infus. Melalui wawancara dengan mahasiswa,
mengatakan bahwa jadwal dimana peneliti melakukan
observasi, merupakan minggu terakhir mahasiswa
melaksanakan praktek klinik sehingga pengkajian ataupun
tindakan perawatan kepada pasien khusus yang dirawat oleh
mahasiswa, sudah tidak lagi dilaksanakan dan pasien yang
31
dirawat oleh mahasiswa pada minggu sebelumnya sudah
keluar dari rumah sakit.
Dari hasil observasi yang dilakukan selama 5 hari,
peneliti menjumpai 11 mahasiswa yang sesuai dengan
karakteristik riset partisipan yang telah ditentukan sebelumnya
oleh peneliti. Setelah melakukan observasi, peneliti
menjadwalkan untuk melakukan wawancara yang
dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2012. Ketika
peneliti melakukan wawancara, mahasiswa sudah tidak
melaksanakan praktek klinik karena praktek klinik berakhir
pada tanggal 10 Desember 2011. Selesai melaksanakan
praktek klinik, mahasiswa mendapatkan jadwal liburan
sehingga peneliti dapat melanjutkan penelitian berupa
wawancara yang dimulai pada bulan Januari 2012. Dari 11
mahasiswa yang dijumpai saat melaksanakan observasi dan
memenuhi kriteria, hanya 9 mahasiswa yang bersedia
menjadi riset partisipan sehingga peneliti hanya melakukan
wawancara pada 9 mahasiswa, dengan melakukan kontrak
waktu terlebih dahulu.
32
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Riset Partisipan 1 (RP1)
4.2.1.1 Gambaran Umum RP1
RP1 berinisial Sdri. F dan saat ini partisipan berusia
22 tahun. RP1 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga
sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisik RP1 yaitu tinggi badan ± 165
cm, rambut panjang dan kulit sawo matang. Menurut RP1,
saat melaksanakan praktek klinik di rumah sakit, RP1
menemukan pasien yang kebanyakan bisa menggunakan
bahasa Indonesia, sehingga tidak mengalami kendala dalam
hal bahasa. Kendala dalam hal bahasa, biasanya dijumpai
pada pasien lansia yang menggunakan bahasa daerah
sehingga untuk mengatasi kendala tersebut, RP1 meminta
bantuan keluarga membantu menjelaskan informasi yang
disampaikan oleh RP1 kepada pasien, demikian sebaliknya.
Menurut RP1, hubungan yang terjalin dengan pasien yang
menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi, akan
lebih akrab jika dibandingkan dengan pasien yang
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah.
Menyadari kondisi perbedaan budaya antara RP1 dan pasien,
biasanya RP1 terbuka dengan pasien dengan kondisi latar
belakang budayanya. RP1 mengatakan bahwa kecepatan
bicara saat melakukan komunikasi terkadang masih seperti
33
logat asalnya yang cendrung cepat. Akan tetapi, melalui
pergaulan dengan teman-teman yang berasal dari Jawa
sebelum melaksanakan praktek klinik, RP1 belajar untuk
menyesuaikan diri dengan cara bicara kebudayaan Jawa
yang menurut RP1 hal tersebut tidak terlalu sulit untuk
disesuaikan. RP1 lebih sering berkomunikasi dengan pasien
ketika melakukan tindakan atau memanfaatkan waktu luang
dengan bertemu pasien, hal tersebut dilakukan sebagai salah
satu bentuk menjalin hubungan saling percaya dengan pasien
dan keluarga.
4.2.1.2 Analisa Data RP1
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP1, sebagai berikut:
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
Selama melaksanakan praktek klinik, RP1
melakukan komunikasi dengan kata-kata yang
diucapkan secara langsung dan menggunakan
bahasa Indonesia. Meskipun pasien menggunakan
bahasa daerah ketika berkomunikasi, RP1 akan
34
merespon dengan menggunakan bahasa Indonesia
dengan meminta bantuan keluarga untuk membantu
menerjemahkan. Menurut RP1, kecepatan bicaranya
terkadang masih cepat karena terbawa logat
asalnya. Namun partisipan berusaha untuk
menyesuaikan kecepatan dan penggunaan logat
bicara pasien yang dijumpai. Jika menurut pasien,
partisipan berbicara terlalu cepat maka pasien akan
memberitahukan bahwa partisipan berbicara terlalu
cepat.
2) Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan oleh
RP1 setiap kali bertemu dengan pasien yaitu
tersenyum serta melakukan kontak mata selama
berinteraksi dengan pasien. RP1 akan memberikan
sentuhan jika dirasa perlu, seperti ketika
menenangkan pasien.
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP1
ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai
berikut:
35
1) Mengajukan Pertanyaan
RP1 mengajukan pertanyaan yang berhubungan
dengan perasaan dan keadaan pasien. Bentuk
pertanyaan yang digunakan adalah bentuk
pertanyaan terbuka, seperti:
“Bagaimana Bu perasaannya? Apa yang sakit?” (RP1, 68-69). “Trus gimana Ibu, perasaannya sekarang? Apa udah baikan belum? Apa yang masih sakit?” (RP1, 83-85). “Bagaimana Bu? Apa kabar” (RP1, 151).
Mengajukan pertanyaan dilakukan RP1 untuk
memulai pembicaraan ataupun diajukan ditengah
pembicaraan dengan pasien.
2) Mendengarkan
Respon yang diberikan oleh RP1 terhadap
pembicaraan yang dilakukan dengan pasien
berbeda-beda. RP1 lebih banyak mendengarkan
dan memberikan respon jika dirasa perlu.
Cuma dengar aja terus kalau ada misalnya yang menurut saya harus diberikan motivasi, nanti diberikan motivasi. Nanti kalau misalnya cuma untuk dengar, jadi pendengar, yasudah jadi pendengar yang baik. Ga nambah-nambah “Ga boleh Bu, Ibu tu mesti begini-begini-begini lho.” Kalau itu, ga sich. (RP1, 155-160)
36
3) Menetapkan Observasi
Menetapkan observasi dilakukan RP1 ketika bertemu
dengan pasien yang sedang sendirian. Bentuk
menetapkan observasi yang dilakukan oleh RP1
dengan mengajukan pertanyaan untuk memastikan
keadaan pasien pada saat itu.
Pernah ada satu Ibu, aku datang untuk kasi suntikan. Nah.. pas aku selesai kasi suntikan, aku tanya “Bu, sendiri aja? Ga ada yang temani Ibu?” Ibunya langsung nangis. “Lho…Bu, kenapa nangis?” Aku yang nanya, langsung aduh kayaknya udah salah ngomong. Jadi akhirnya ga bisa ke kamar sebelah dulu, jadi aku tetap sama Ibunya dulu. Aku tenangi “Ibu sendiri?” “Iya De, anak saya jauh-jauh semua. Kemarin ada yang jengukin aku tapi katanya mesti balik, ga bisa ditinggalin kerjaannya. Saya di Rumah Sakit sendirian, ga ada yang jagain.” Jadi aku cuma elus-elus aja bahunya sambil dibilangin “Udah Bu, ga apa-apa. Ibu di sini ga sendiri kok, ada kita kalau misalnya Ibu perlu bantuan atau mau ngapain, nanti tinggal pencet bel aja. Nanti kita datang, kalau bukan aku pasti ada teman-teman ku atau ada perawat ruangan yang bakal datang temani Ibu. Jadi ga usah khawatir.” (RP1, 205-220)
Keberadaan RP1 untuk tetap bersama dengan
pasien menunjukkan kesediaan untuk menanggapi
keluhan yang dirasakan oleh pasien dan RP1
berusaha untuk menenangkan pasien dengan
memberikan sentuhan.
37
4.2.2 Riset Partisipan 2 (RP2)
4.2.2.1 Gambaran Umum RP2
RP2 berinisial Sdri. V dan saat ini partisipan berusia
23 tahun. RP2 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga
sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisik RP2 yaitu tinggi badan ± 163
cm, rambut lurus dan panjang, kulit sawo matang. Meskipun
berasal dari Ambon, namun RP2 telah beberapa kali pindah
tempat tinggal sehingga berinteraksi dengan orang yang
berbeda budaya merupakan hal yang sudah biasa bagi
dirinya. Bahkan mempelajari bahasa Jawa sudah pernah
dilakukan dan menurut RP2, belajar bahasa Jawa cukup sulit
terutama Jawa kromo, namun untuk mengerti bahasa Jawa
yang digunakan sehari-hari, RP2 cukup bisa memahami
karena pernah tinggal di Biara bersama Suster yang berasal
dari Jawa. Pada saat melaksanakan praktek klinik di rumah
sakit, menurut RP2 kendala datang dari pasien yang tidak
bisa menggunakan bahasa Indonesia, namun demikian RP2
tetap menghargai perbedaan antara RP2 dengan pasien dan
mencoba untuk menyesuaikan diri dengan pasien seperti
intonasi bicara lebih diperkecil dan dibuat sehalus mungkin.
Jika bertemu dengan pasien yang menggunakan bahasa
daerah, maka RP2 akan meminta bantuan oranglain untuk
mempermudah komunikasi, akan tetapi jika tidak ada yang
38
membantu maka RP2 akan menggunakan bahasa non verbal
dengan menggunakan gerakan tangan dan berusaha
menyimak pasien untuk memahami maksud yang ingin
disampaikan pasien. Pendekatan pada pasien dilakukan
berbeda-beda oleh RP2 sesuai dengan tingkat usia pasien.
Pada pasien anak, biasanya RP2 melakukan komunikasi
dengan bantuan orangtuanya. Untuk menjalin hubungan
yang baik dengan pasien, RP2 biasanya menemui pasien
ketika waktu luang dan sebelum bertemu dengan pasien, RP2
menenangkan diri terlebih dahulu.
4.2.2.2 Analisa Data RP2
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP2, sebagai berikut:
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
Selama melaksanakan praktek klinik, RP2
melakukan komunikasi dengan kata-kata yang
diucapkan secara langsung dan menggunakan
bahasa Indonesia. Menurut RP2, kecepatannya
39
menjadi lebih pelan sejak tinggal di Jawa sehingga
dari dirinya tidak mengalami kendala.
2) Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan oleh
RP2 selama komunikasi antara lain seperti senyum,
sentuhan, melakukan kontak mata. Menurut RP2,
ketika tersenyum dengan pasien maka pasien akan
membalas dan menjadikan suasana lebih nyaman.
Partisipan juga biasa menggunakan gerakan tangan
untuk membantu komunikasi saat mengalami
kendala dengan penggunaan komunikasi verbal,
terutama ketika tidak ada orang yang bisa membantu
pada situasi tersebut.
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP2
ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai
berikut:
1) Mengajukan Pertanyaan
Bentuk pertanyaan yang diajukan kepada pasien
adalah pertanyaan yang berkaitan dengan keadaan
dan apa yang dirasakan oleh pasien. Cara RP2
mengajukan pertanyaan berbeda-beda, bergantung
pada tingkat usia pasien.
40
Kalau pas datang itu langsung “Selamat pagi Pak, bagaimana keadaannya hari ini? Atau apa yang dirasakan?” Tergantung sich, kita lihat pasiennya. Kalau anak muda, memang katanya harus formal tapi ga lucu kalau kita tanya “Gimana keadaannya hari ini?” Akhirnya ga dekat. Kita kalau diajarkan memang harus terapeutik, bahasanya formal tapi kan tidak sesuai dengan di lapangan. Kalau yang orang tua, saya biasa pake kayak gitu “Bagaimana keadaannya hari ini, Pak? Apa yang Bapak rasakan?” Tapi kalau sama anak muda, “Gimana Mas? Apa yang dirasain?” Langsung aja, kalau kita tanyain formal nanti malah ga dekat. Kalau formal, kita terkesan membatasi diri. (RP2, 110-120)
2) Mendengarkan
Ketika pasien bercerita, maka RP2 akan fokus untuk
mendengarkan, kecuali pada pasien yang mengalami
gangguan jiwa karena RP2 mengalami kebingungan
dengan apa yang diceritakan oleh pasien. Selain
mendengarkan, RP2 biasanya merespon pasien
dengan memberikan solusi jika dirasa perlu dengan
bersikap empati.
Fokus untuk mendengarkan pasien, tetapi untuk pasien jiwa yang waham, saya kurang fokus karena bingung mau mendengarkannya yang mana. Hehehehe.... (RP2, 125) Kalau memang saya bisa kasi solusi, kasi solusi. Tapi kalau tidak, saya cukup mendengarkan dan mungkin kasi beberapa tanggapan. Kalau saya juga mungkin mau, bukan maksudnya bukan mau mengerti sich tapi saya bisa mengerti apa yang pasien rasakan. (RP2, 90)
41
3) Menyimpulkan dan Memberikan Informasi
Kesimpulan dilakukan setelah RP2 melakukan
tindakan, sehingga bentuk kesimpulan yang
dilakukan merupakan kesimpulan hasil tindakan
yang dikaitkan dengan menanyakan kondisi
ataupun aktivitas pasien sebelumnya. Setelah
melakukan kesimpulan dan bertanya, selanjutnya
RP2 memberikan informasi dan penjelasan terkait
kondisi pasien dan hasil tindakan.
Kesimpulan kalau saya lakukan tindakan, saya langsung kasi tau. Jadi sebelum mau permisi, hasilnya sudah dikasi tau duluan. Jadi kayak tensi, selesai tensi nanti saya kasi tau “Pak, ini tensinya segini.” Kalau misalnya rendah, nanti tanya “Bapak, tidurnya semalam gimana?” Jadi pada saat melakukan tindakan dan sudah dapat hasil, saya langsung menjelaskan sich. (RP2, 145-150)
4) Mengklarifikasi
Klarifikasi dilakukan ketika ada informasi yang kurang
jelas dari pasien maka RP2 akan meminta pasien
untuk mengulang kembali. Ketika bertemu dengan
pasien yang tidak bisa melakukan komunikasi karena
penyakit yang dialami, RP2 melakukan komunikasi
dengan keluarga. Hal tersebut peneliti dapatkan saat
melakukan observasi.
42
5) Humor
Menurut RP2, orang yang sakit perlu diajak tertawa
sehingga sesekali RP2 mengajak pasien untuk
bercanda.
Kalau saya, biasa saya ajak bercanda karena orang sakit itu perlu tertawa. Hehehehe… Tapi bukan berarti ga ada isinya gitu lho tapi ya sesekali kita bikin mereka ketawa supaya ya jangan semakin sakit lah. (RP2, 130)
4.2.3 Riset Partisipan 3 (RP3)
4.2.3.1 Gambaran Umum RP3
RP3 berinisial Sdri. L dan saat ini partisipan berusia
21 tahun. RP3 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga
sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisk RP3 yaitu tinggi badan ± 158
cm, rambut lurus dan panjang, kulit sawo matang. Menurut
RP3, ketika melakukan komunikasi dengan pasien saat
melaksanakan praktek klinik, RP3 berbicara lebih tenang,
lembut dan halus. Menurut RP3, hal tersebut dipengaruhi
oleh lamanya tinggal di Salatiga dan lingkungan tempat
tinggal yang mayoritas orang Jawa sehingga ketika pasien
berbicara menggunakan bahasa Jawa, RP3 dapat mengerti
sedikit-sedikit. RP3 biasanya terbuka dengan pasien tentang
latar belakang budayanya dan keterbatasan untuk memahami
bahasa Jawa. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, RP3
43
biasanya meminta bantuan oranglain ataupun menggunakan
bahasa tubuh untuk dapat berkomunikasi dengan pasien.
Agar terjalin hubungan yang baik, ketika bertemu dengan
pasien biasanya RP3 memberikan senyuman, sapaan,
memperkenalkan diri dan menanyakan nama pasien.
4.2.3.2 Analisa Data RP3
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP3, sebagai berikut:
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
Selama melaksanakan praktek klinik, RP3
melakukan komunikasi dengan kata-kata yang
diucapkan secara langsung dan menggunakan
bahasa Indonesia.
2) Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan oleh
RP3 saat melakukan komunikasi antara lain seperti
senyum ketika bertemu dengan pasien, melakukan
kontak mata dan menggunakan gerakan tangan
untuk membantu komunikasi verbal.
44
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP3 ketika
melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:
1) Mengajukan Pertanyaan
Bentuk pertanyaan yang diajukan kepada pasien adalah
pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi pasien,
sebagai berikut:
“Bu, bagaimana kondisinya? Bagaimana tidurnya tadi malam?” (RP3, 68-69)
Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh RP3
memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menceritakan kondisi yang dialaminya.
2) Mendengarkan
Terhadap permasalah yang diceritakan oleh pasien,
RP3 fokus dan bersedia untuk mendengarkan apa yang
diceritakan oleh pasien.
Kita mendengarkan. Tapi saya pernah, waktu saya tensi kan pake stetoskop jadi ga dengar. Pas sementara Ibunya berbicara, saya bilang “Ibu, sebentar ya Bu.” Nanti kalau udah selesai tensi, baru lanjut berbicara lagi. Tapi saya pernah bilang kok “Sebentar ya Ibu”. Setelah itu baru fokus mendengarkan pasien. (RP3, 115-122) Pokoknya ketika saya datang, yang pertama salam. Kalau salam kan mereka pasti senyum. Setelah itu saya kan fokus dengan apa yang mereka bicarakan, terus berikan tindakan juga sambil berbicara. (RP3, 125-130)
45
3) Mengulang dan Memberi Informasi
RP3 biasanya mengulangi kembali informasi yang
disampaikan oleh pasien, seperti ketika pasien
menceritakan kondisinya. RP3 akan mengulang
kembali apa yang disampaikan sambil memberi
informasi tambahan.
Saya bertanya, kayak “Bu, bagaimana kondisinya? Bagaimana tidurnya tadi malam?” Jadi Ibunya menjawab “Baik, begini…. Tapi tadi malam kayak ga bisa tidur.” Nanti saya mengulangi lagi apa yang dikatakan oleh pasien tersebut. Jadi kayak, “Oh...jadi tadi malam Ibu kayak gini ya? Lain kali tidurnya dijaga ya Bu.” Atau kayak misalnya makan, orang yang sakit maag itu biasanya kan ga suka makan, jadi nanti kita kasi tau walaupun Ibunya ga mau makan, tapi makan aja sedikit-sedikit tapi sering. Jadi apa yang dibilang pasien, nanti saya mengulanginya. (R3, 100-105)
4.2.4 Riset Partisipan 4 (RP4)
4.2.4.1 Gambaran Umum RP4
RP4 berinisial Sdra. P dan saat ini partisipan berusia
22 tahun. RP4 berasal dari Kupang dan tinggal di Salatiga
sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisik RP4 yaitu tinggi badan ± 167
cm, rambut keriting dan kulit sawo matang. Menurut RP4,
melakukan komunikasi dengan pasien yang berbeda budaya
dengan dirinya merupakan suatu hal yang cukup rumit karena
sering terjadi kebingungan yang disebabkan karena
46
perbedaan bahasa. Pasien biasanya melakukan komunikasi
dengan bahasa daerah. Selain keadaan dimana pasien
menggunakan bahasa daerah, kendala juga datang dari RP4
dimana RP4 melakukan komunikasi dengan menggunakan
bahasa Indonesia, namun logat RP4 masih dipengaruhi oleh
logat daerah asalnya yaitu Kupang. RP4 mengatakan bahwa
dalam kesehariaannya lebih sering bergaul dengan teman-
teman dari Kupang. Sehingga ketika berkomunikasi dengan
pasien, RP4 mengulang kembali dengan memperjelas
maksud yang ingin disampaikan. Sedangkan, jika kendala
datang dari pasien yang menggunakan bahasa daerah maka
RP4 akan meminta bantuan oranglain untuk membantu
proses komunikasi. RP4 mengatakan bahwa komunikasi
lebih sering dilakukan dengan pasien yang merupakan pasien
khusus yang dirawat RP4 saat pengkajian dan ketika dikaji,
pasien terbuka. Menurut RP4, keterbukaan pasien
dikarenakan kemampuan untuk merespon pembicaraan
pasien serta melakukan kontak mata.
4.2.4.2 Analisa Data RP4
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
47
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP4, sebagai berikut:
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
Selama melaksanakan praktek klinik, RP4
melakukan komunikasi dengan kata-kata yang
diucapkan secara langsung dan menggunakan
bahasa Indonesia. RP4 sendiri mengakui kalau
kendala yang dialami tidak hanya dari pasien yang
menggunakan bahasa Jawa, akan tetapi dari dirinya
yang merasa lebih sering bergaul dengan orang-
orang Kupang sehingga logatnya masih tetap
meskipun menggunakan bahasa Indonesia, namun
sesekali keceplosan dengan bahasa Kupang.
Menurut RP4, pasien mengalami kesulitan untuk
menangkap pembicaraan dari RP4 sehingga
dilakukan berulang-ulang untuk memperjelas.
2) Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi non verbal yang sering
ditunjukkan RP4 pada pasien, antara lain senyum,
kontak mata, ekspresi wajah yang menyesuaikan
situasi pasien saat itu. Kontak mata dilakukan
48
sebagai salah satu bentuk membangun hubungan
saling percaya.
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP4 ketika
melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai berikut:
1) Mengajukan Pertanyaan
Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh RP4, yaitu
menanyakan keadaan dan apa yang dirasakan oleh
pasien.
Yang saya lakukan yaitu sapa, terus menanyakan keadaan terus apa yang dirasakan. Jadi itu yang saya lakukan, mengerti keadaan pasien kan? Terapeutik kan, mengerti keadaan pasien. Menanyakan keadaannya seperti apa. Begitu saja. (RP4,115)
2) Mendengarkan
RP2 bersedia untuk mendengarkan apa yang pasien
ceritakan, akan tetapi RP2 terkadang mengalami
kebingungan. Kebingungan yang dialami oleh RP4
dikarenakan pasien yang menggunakan bahasa daerah
ataupun karena RP4 kurang menguasai materi yang
menjadi permasalahan pasien, namun RP4 tetap
menyimak dan merespon. RP4 lebih banyak melakukan
komunikasi pada pasien yang menjadi pasien khusus
49
yang akan dirawat oleh RP4 karena lebih sering
melakukan pengkajian.
Iya. Saya memang mendengarkan, menyimak tapi kebingungannya itu luar biasa, pertama kali pengkajian, mereka tanya. Baru pengkajian beikutnya saya jelaskan begini begini. Tapi waktu itu saya menyimak karna bagaimana ya, itu merupakan saya punya pasien untuk saya kaji jadi apa yang dia kasi tau, saya perlu untuk merespon balik dengan menyimak, data yang saya dapat tidak akan sepenuhnya kalau saya tidak menyimak jadi kebanyakan saya komunikasi sama pasien yang saya kaji. Selain itu tidak pernah, ya begitu. Komunikasi itu kebanyakan pasien yang saya kaji saja. (RP4, 170-180)
3) Mengulang
Mengulang kembali informasi, dilakukan ketika RP4
memberikan respon. Ketika pasien bertanya kepada
RP4, maka RP4 akan menjawab dengan mengulang
kembali pertanyaan yang disampaikan oleh pasien.
Mereka biasa ini kasi pertanyaan jadi saya ulang kembali dia punya kata-kata sambil kasi dia punya jawaban. (RP4, 70)
4) Menyimpulkan
Bentuk kesimpulan yang dilakukan RP4 yaitu dengan
memberikan kesimpulan tentang kondisi pasien ketika
data mencukupi setelah dilakukan beberapa kali
pengkajian oleh RP4.
Kalau saya sich biasanya pertemuan kedua baru memberikan kesimpulan. Jadi kalau ini
50
menurut saya begini, begini, begini jadi kesimpulannya itu pertemuan pengkajian kedua. Kalau pertemuan pertama itu jarang saya langsung “Ooo…terimakasih atas informasinya.” Begitu, langsung pulang. Biasanya pengkajian kedua atau pengkajian terakhir di orang yang dikaji begitu. Dipertemuan selanjutnya, jadi sudah akhir. Data yang saya data sudah cukup untuk saya kaji, itu baru saya kasi kesimpulan. (R4, 215-220)
5) Empati
Jika pasien menceritakan hal yang sedih maka RP4
akan menunjukkan ekspresi wajah yang sedih,
sedangkan jika pasien dalam keadaan senang maka
pasien akan menunjukkan ekspresi wajah yang senang.
Menurut peneliti, respon tersebut merupakan salah satu
cara menunjukkan empati dengan keadaan pasien.
Kalau saya ini menciptakan suasana, kayak humor itu jarang paling kayak ekspresi wajah saja yang saya ciptakan. Mungkin kalau cerita sedih, buat muka sedih. Kalau mereka senang, buat muka senang. Selama cerita-cerita dengan pasien itu kurang, suasana hanya dengan saya punya ekspresi wajah saja jadi kalau mereka cerita sedih, sedih. Cerita senang, ikut senang. Hehehehe… (RP4, 185-190)
4.2.5 Riset Partisipan 5 (RP5)
4.2.5.1 Gambaran Umum RP5
RP5 berinisial Sdri. Y dan saat ini partisipan berusia
22 tahun. RP5 berasal dari Sumba dan tinggal di Salatiga
51
sejak tahun 2007. Ciri-ciri fisik RP5 yaitu tinggi badan ± 160
cm, rambut panjang dan kulit sawo matang. Menurut RP5,
kebiasaan cara bicara dari daerah Timur seperti daerah
asalnya, ketika melakukan komunikasi, intonasi bicara agak
tinggi dan cepat. Namun, karena tinggal di Jawa dan
melaksanakan praktek klinik di Jawa maka saat melakukan
komunikasi, lebih menyesuaikan dengan cara bicara orang
Jawa yang cenderung lebih pelan. RP5 biasanya terbuka
dengan pasien tentang latar belakang budayanya yang
berbicara agak cepat. Ketika bertemu dengan pasien yang
berbicara menggunakan bahasa daerah, RP5 meminta
bantuan kepada oranglain seperti keluarga pasien untuk
membantu komunikasi dan pada pasien yang tidak dapat
melakukan komunikasi, maka RP5 akan melakukan
komunikasi dengan keluarga untuk membahas kondisi dan
perkembangan pasien.
4.2.5.2 Analisa Data RP5
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP5, sebagai berikut:
52
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
Saat melaksanakan praktek klinik, RP5 melakukan
komunikasi dengan kata-kata yang diucapkan secara
langsung menggunakan bahasa Indonesia dan
menyesuaikan dengan dialeg Jawa. Menurut RP5,
kecepatan bicaranya diusahakan untuk pelan dan
diperlambat, namun terkadang cepat dan diingatkan
oleh pasien kalau partisipan berbicara cepat. Agar
pasien dapat memahami maksud dari pesan yang
akan disampaikan, RP5 melakukan komunikasi
dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien.
2) Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan RP5
saat melakukan komunikasi dengan pasien, antara
lain melakukan kontak mata dan melakukan
sentuhan.
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP5
ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai
berikut:
53
1) Mengajukan Pertanyaan dan Memberi Informasi
Bentuk pertanyaan yang diajukan RP5 kepada
pasien adalah pertanyaan yang berkaitan dengan
kondisi pasien. Ketika pasien memberikan informasi
kondisinya, maka RP5 akan merespon dengan
memberikan informasi terkait keadaan pasien.
Biasanya kalau kita habis TTV, kalau kayak pasien yang tekanan darahnya tinggi atau tekanan darahnya terlalu rendah biasanya ditanya dulu “Bu, tekanan darahnya sebelum ini, terakhir berapa?” Kalau dia sampaikan berapa, kalau naik atau turun ditanya dulu tidurnya seperti apa. Jadi palingan kalau tensi darahnya tinggi, disuruh kurangi makanan yang agak bergaram tapi itu kan sudah diatur rumah sakit biasanya jadi istirahatnya harus baik, bagus. Tidak boleh banyak kepikiran. Sama orang yang darahnya rendah juga begitu. Istirahatnya cukup sama tidak terlalu banyak kepikiran, itu saja. Kadang juga saya kasi tau, cara-cara misalnya seperti yang biasalah kalau orang sakit, istirahatnya bagus jadi lebih kepada cara dia mengatasi sakitnya sendiri supaya pemulihannya lebih bagus. (RP5, 145-160)
2) Mendengarkan dan Menyimpulkan
Ketika pasien bercerita, RP5 lebih memilih untuk
mendengarkan dan memberikan respon jika dirasa
perlu. Setelah mendengarkan, RP5 menyimpulkan
dan melaporkan kepada perawat ruangan untuk
menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi pasien.
54
Tergantung keadaan pasien, kalau pasiennya lagi cerita biasanya cuma mendengarkan. Misalnya kalau dia minta untuk perlu dikasi respon ya kasi respon. Tapi kalau tidak ya cukup mendengarkan saja. Intinya kalau misalnya pasien menceritakankan masalah yang dihadapi selama di rumah sakit kan pada saat kita mendengarkan, misalnya setelah mendengarkan disimpulkan. Kalau saya sich, setelah saya dengarkan, saya simpulkan, nanti keluar dari situ saya laporkan dengan perawat yang bekerja di rumah sakit. Tadi pasiennya bilang begini-begini. Bagaimana solusinya, biasanya seperti itu.(RP5,120-130)
4.2.6 Riset Partisipan 6 (RP6)
4.2.6.1 Gambaran Umum RP6
RP6 berinisial Sdra. S dan saat ini partisipan berusia
22 tahun. RP6 berasal dari Papua dan tinggal di Salatiga
sejak tahun 2008. Ciri-ciri fisik RP6 yaitu tinggi badan ± 169
cm, rambut gelombang dan kulit coklat. Menurut RP6, ketika
melaksanakan praktek klinik dan berinteraksi dengan pasien,
perbedaan bahasa ditanggapi RP6 dengan cukup serius
sehingga jika ada kata atau kalimat yang tidak dimengerti,
maka RP6 akan segera bertanya atau meminta bantuan
oranglain untuk menerjemahkan maksud yang disampaikan
oleh pasien, demikian sebaliknya. Meminta bantuan
keluarga untuk melakukan komunikasi, dapat dijadikan
sebagai salah satu cara untuk menjalin hubungan yang baik
55
juga dengan keluarga. RP6 mengatakan bahwa melakukan
interaksi dengan pasien, ada pasien yang menolak untuk
melakukan komunikasi sehingga keluarga merupakan sarana
untuk melakukan pendekatan kepada pasien dan jika
dikaitkan dengan kebiasaan yang dimiliki oleh RP6 jika ada
orang yang menolak, maka RP6 akan bersikap cuek. Akan
tetapi, saat melaksanakan praktek klinik, ketika ada pasien
yang menolak maka RP6 akan berusaha untuk tetap
melakukan komunikasi.
4.2.6.2 Analisa Data RP6
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP6, sebagai berikut:
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
Selama melaksanakan praktek klinik, komunikasi
yang digunakan oleh RP6 diucapkan secara
langsung dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Jika ada pasien yang melakukan komunikasi dengan
menggunakan bahasa daerah, maka RP6 akan
merespon dengan menggunakan bahasa Indonesia.
56
Menurut partisipan, kecepatannya bisa dikontrol
namun terkadang kebiasaan bicara cepat karena
gugup. Agar maksud yang ingin disampaikan dapat
diterima oleh pasien, RP6 akan berbicara dengan
selambat-lambatnya dan menggunakan bahasa yang
dimengerti oleh pasien.
2) Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi non verbal yang ditunjukkan RP6
kepada pasien yaitu senyum. RP6 memberikan
senyuman sebagai salah satu cara untuk membuat
pasien merasa lebih tenang. Selain senyum, RP6
menggunakan gerakan tangan.
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP6
ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai
berikut:
1) Mengajukan Pertanyaan
Pasien yang dijumpai RP6 merupakan pasien yang
sering menceritakan permasalahannya dan aktif
untuk bertanya, sedangkan bentuk pertanyaan yang
diajukan RP6 kepada pasien merupakan pertanyaan
yang berkaitan dengan kondisi dan aktivitas pasien.
Biasanya itu membalas seperti “Oh…begitu ya Bu?” terus macam Ibunya berkata begitu,
57
misalnya ada pertanyaan yang diberikan dari orang yang menyampaikan informasi itu, saya merespon dengan menjawab. Biasa juga ada pasien yang tanya, “Ini kapan sich sembuhnya?”, “Ini obat apa yang diberikan?”, terus “Mas,kalau tensinya rendah itu tambah parah atau tidak?” biasa mereka bertanya, misalnya saat kita memberikan obat nanti mereka tanya “Ini obat apa, bagus tidak untuk kesembuhan?” terus kalau misalnya kita tensi, kemudian kita mengatakan tensinya, mereka suka bilang kalau dikaitkan dengan penyakit mereka itu tambah parah atau gimana. Misalnya kalau tensinya tinggi, nanti ditanya tadi malam tidurnya nyenyak atau tidak gitu terus ditanya “Pak, ini udah makan atau belum?” (RP6, 100-115)
2) Mendengarkan
RP6 sangat antusias kepada pasien yang
menceritakan permasalahannya sehingga selalu
bersedia untuk mendengarkan. Menurut RP6, hal
tersebut merupakan salah satu cara menjalin
hubungan yang baik dengan pasien.
Biasanya saya sangat antusias kepada pasien yang berani memberikan curhatnya karna dengan begitu hubungan timbal balik pasti terjalin dengan baik. Jadi saya selalu mendengarkannya. (RP6, 95)
Untuk dapat menerima dan mengerti informasi yang
disampaikan oleh pasien, RP6 akan menyimak
terutama ketika mengalami kendala perbedaan
bahasa.
58
Biasanya sich mengerti. Awalnya memang tidak mengerti tapi lama kelamaan mulai ngerti, jadi kalau cerita itu kan mulai dari awal walaupun bahasanya berbeda tapi kalau kita menyimak terus-terus kan lama-lama kita mengerti. (RP6, 120)
3) Mengklarifikasi
Klarifikasi dilakukan jika ada informasi dari pasien
yang tidak dimengerti, maka RP6 akan bertanya
kembali kepada pasien.
Biasanya sich kalau saya tidak mengerti, saya akan bertanya dulu. Saya mengklarifikasikan, tapi kalau klarifikasi saya salah maka mereka akan membenarkan. Kalau saya mengerti, ya lanjut (RP6, 135)
4) Memberi informasi
RP6 biasanya memberikan informasi seperti
pendidikan kesehatan yang sederhana kepada
pasien sesuai dengan apa yang dimiliki karena
menurut RP6, dirinya masih mahasiswa jadi tidak
berani memberikan banyak informasi kepada pasien
karena takut salah.
Mungkin seperti masalah yang pasien tanyakan, kita memberikan solusinya gitu terus misalnya seperti pasien yang infusnya, darahnya naik itu biasanya saya anjurkan kalau mau jalan, infusnya diberikan agak tinggi dari tangan yang ada infusnya. Kalau ke kamar mandi, usahakan menggunakan tiang. Biasanya juga saya kasi penkes (pendidikan kesehatan) yang sederhana saja. Masih tingkat mahasiswa kayak gini, saya takut memberikan informasi yang salah
59
jadi ya biasa memberikan informasi apa adanya. Seperti misalnya yang ceritakan tadi, tentang infus yang darahnya sampai naik. Terus obat, makannya jangan terlalu sedikit karna obatnya keras, misalnya kalau ada jenis-jenis obat yang keras, makannya harus diimbangi. Terus buat pasien yang harus banyak minum, dianjurkan banyak minum. (RP6, 140-150)
5) Empati
RP6 antusias kepada pasien yang ingin
menceritakan permasalahannya dan RP6 berempati
dengan keadaan pasien. Teknik tersebut juga
digunakan untuk menciptkan suasana yang nyaman
selama melakukan komunikasi dengan pasien.
Menciptakan suasana dalam komunikasi, jadi saya membuka dirilah jadi saya pun ikut empati dengan keadaan pasien. (RP6, 155)
6) Mengulang dan Menyimpulkan
RP6 biasanya mengulang sekaligus memberi
kesimpulan tentang keluhan pasien yang selanjutnya
ditulis pada buku laporan pasien.
Biasanya kalau macam pasien bilang “Saya sudah sakit segini, begini-begini.” Jadi saya bilang “Oh...jadi gitu ya Pak? Bapak gini-gini. Oya, nanti saya tanya kan atau tulis di buku laporannya.” begitu. Biasa ada keluhan-keluhan, jadi saya ulangi lagi. “Oh…jadi Bp keluhannya begini-begini.” Jadi nanti saya tuliskan dibuku laporan tensinya, itu ada keterangan. Disitu biasa kita nulis biar bisa dibaca. (RP6,170-175)
60
7) Humor
Salah satu cara yang dilakukan oleh RP6 untuk
menciptakan suasana selama komunikasi, selain
membuka diri dan berempati, RP6 biasanya
melakukan humor dengan pasien.
Biasanya juga kalau saya biasa bawa dengan hal-hal yang funny begitu, lucu biar pasiennya menanggapinya baik. Selama ini pasiennya ya menanggapinya dengan baik, malahan ada yang mengajak guyon gitu. (RP6,165)
4.2.7 Riset Partisipan 7 (RP7)
4.2.7.1 Gambaran Umum RP7
RP7 berinisial Sdra. R dan saat ini partisipan berusia
21 tahun. RP7 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga
sejak tahun 2008. Ciri-ciri fisik RP7 yaitu adalah tinggi badan
± 170 cm, rambut pendek dan kulit sawo matang. Menurut
RP7, kecepatan bicaranya masih cendrung cepat karena
dipengaruhi kebudayaan asalnya yaitu cepat. Meskipun
belum banyak menguasai tentang kebudayaan Jawa, RP7
mencoba mempelajari kebudayaan kebudayaan Jawa melalui
kehidupan sehari-hari selama tinggal di Jawa dan melalui
Mama RP7 yang berasal dari Jawa, sehingga saat
berkomunikasi dengan pasien, RP7 berbicara lebih
diperlambat. Ketika menemui pasien yang menggunakan
61
bahasa daerah maka RP7 akan meminta bantuan oranglain
untuk melakukan komunikasi. Selain itu, RP7 juga biasanya
terbuka dengan pasien tentang latar belakang budayanya
dengan harapan pasien juga dapat mengerti. RP7 menemui
pasien dan melakukan komunikasi, selain ketika melakukan
tindakan, interaksi dengan pasien dilakukan ketika waktu
luang. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan hubungan saling percaya.
4.2.7.2 Analisa Data RP7
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP7, sebagai berikut:
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
RP7 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang
diucapkan secara langsung dan menggunakan
bahasa Indonesia. Menurut RP7, kecepatan bicara
masih dipengaruhi kebudayaan asalnya yaitu agak
cepat. RP7 juga mengatakan kalau pasien pernah
mengutarakan langsung bahwa kecepatan bicaranya
terkadang cepat.
62
2) Komunikasi Non Verbal
Bentuk komunikasi non verbal yang biasa
ditunjukkan oleh RP7 seperti melakukan kontak
mata, senyum, memberikan sentuhan dan
menggerakkan tangan.
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP7
ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai
berikut:
1) Mengajukan Pertanyaan
Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh RP7 kepada
pasien bergantung pada tujuan ketika akan bertemu
pasien dan sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan oleh pasien.
Tergantung sich kebutuhan apa di pasien. Kalau misalnya datang untuk TTV, ya bilang mau tensi trus tanya kabarnya gimana, udah baikan belum. Tanya-tanya begitu biasa trus sapaan juga. Tergantung apa yang dibutuhkan. (RP7, 90)
2) Mengklarifikasi
Ketika bertemu dengan pasien, RP7 akan
mendengarkan apa yang disampaikan oleh pasien.
Jika ada informasi yang tidak dimengerti, RP7 akan
mengklarifikasi dengan menanyakan maksud yang
ingin disampaikan oleh pasien melalui keluarga. Hal
63
tersebut dilakukan oleh RP7 ketika menemukan
pasien lansia dan menggunakan bahasa daerah.
Pertama itu mungkin faktor usia, terus faktor yang itulah kalau bicara sedikit-sedikit pake bahasa Jawa, sedikit-sedikit pake bahasa Indonesia. Itu yang parah. Trus di depan pasien mendengar. Menyimak kalau ada yang tidak dimengerti, menanyakan kembali maksudnya apa karna kalau mau laporan, kami kan harus pahami to karna mau melanjutkan informasi lagi. Sebagian besar, kami harus mencari informasi dari pasien atau dari dia punya keluarga. (RP7, 100-105)
3) Mendengarkan
Jika informasi yang disampaikan oleh pasien
berhubungan dengan kondisi kesehatan pasien, RP7
akan bersedia untuk mendengarkan dan jika dirasa
perlu diberikan respon maka RP7 akan memberikan
respon , akan tetapi jika RP7 dalam kondisi capek,
biasanya terlihat lemah, tidak bergairah didepan
pasien serta tidak fokus dan terkadang menolak
untuk melakukan komunikasi, apalagi jika cerita yang
disampaikan oleh pasien dirasa kurang penting
seperti masalah keluarga ataupun ekonomi.
Tergantung. Kalau sibuk, tidak. Kalau tidak sibuk, bersedia. Tapi kalau lagi sibuk dan penting, mau. Tapi kalau tidak sibuk dan tidak penting, kadang-kadang tidak mau. (RP7, 110); Kalau dia sakit, itu penting. Kalau yang tidak penting itu biasanya dia cerita masalah keluarga, itu tidak penting.
64
Kalau bicara soal kesehatan, itu penting. Kalau menceritakan dirinya tentang kesehatan, itu masih masuk akal tapi kalau menceritakan untuk sampai ke sini, ke sana, kayak keluarga begini-begini kayaknya kurang penting. Ekonomilah, malas. (R7, 120); Kalau bersedia kayak tadi, iya-iya terus kalau ada pendapat yang bisa diutarakan, ya dikasi. Biasa kalau menolak, bilang ini hanya mau tensi, beri suntik atau beri obat. Itukan untuk memberi alasan. Tapi kalau sudah capek, saya sudah tidak fokus lagi. Didepan pasien itu kelihatan lemah, tidak bergairah. (RP7, 130)
4) Menyimpulkan
Bentuk kesimpulan yang dilakukan oleh RP7 yaitu
dengan menjelaskan penyebab dari keluhan yang
disampaikan oleh pasien.
Biasa iya, kadang-kadang kalau pasien tidak bisa tidur, dia kan cerita-cerita to. Nanti dikasi tau “Ooo,,,itu karna tekanan darah yang berpengaruh” kayak gitu. Biasa dikasi kesimpulan. (RP7, 150)
4.2.8 Riset Partisipan 8 (RP8)
4.2.8.1 Gambaran Umum RP8
RP8 berinisial Sdri. L dan saat ini partisipan berusia
21 tahun. RP8 berasal dari Ambon dan tinggal di Salatiga
sejak tahun 2008. Ciri-ciri fisik RP8 yaitu tinggi badan ± 151
cm, rambut lurus dan panjang, kulit sawo matang. Menurut
RP8, kendala melakukan komunikasi biasanya terjadi pada
pasien lansia dan kurang mengerti bahasa Indonesia
65
sehingga untuk mengatasi kendala tersebut, RP8 meminta
bantuan oranglain serta menggunakan bahasa verbal dan
non verbal. Untuk menjalin hubungan yang baik dengan
pasien, RP8 melakukan pertemuan beberapa kali dengan
pasien.
4.2.8.2 Analisa Data RP8
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP8, sebagai berikut:
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
RP8 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang
diucapkan secara langsung dan menggunakan
bahasa Indonesia. Meskipun pasien merespon
dengan menggunakan bahasa Jawa, jika RP8
mengerti yang dimaksud oleh pasien maka RP8 akan
memberikan merespon dengan menggunakan
bahasa Indonesia. Menurut RP8, kecepatan bicara
disesuaikan dengan pasien sehingga keceapatan
bicaranya diperlambat.
66
2) Komunikasi Non Verbal
Penggunaan bahasa tubuh yang biasa ditunjukkan
oleh partisipan antara lain melakukan kontak mata,
memberikan sentuhan dan menggunakan gerakan
tangan. Gerakan tangan dilakukan RP8 untuk
membantu komunikasi verbal.
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP8
ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai
berikut:
1) Mendengarkan
RP8 merespon pasien ketika bercerita dengan
mendengarkan dan memberikan respon.
Kita mendengarkan terus biasanya kalau pasien kasi jawaban gitu dari pertanyaan, ya kita respon “Oh, iya Ibu.” Ada pertanyaan balik, respon balik. “Terus ini gimana?” Ada respon baliklah. (RP8, 72)
2) Mengajukan Pertanyaan
Bentuk pertanyaan yang diajukan kepada pasien
adalah pertanyaan yang terkait dengan kondisi
kesehatan pasien.
Setiap kali mau masuk tindakan, selalu tanya keadaannya. Apakah hari ini dengan kemarin, ada beda. Maksudnya lebih baik atau kah bagaimana. (RP8, 78) Tingkatkan BHSPnya ke pasien, terus setiap kali datang ke pasien, ajak ngobrol.
67
Pendekatan ke pasien, beberapa hari nanti lama kelamaan, baru dia terbuka dengan kita. Kita juga memancing pertanyaan. Kalau misalnya pengkajian tu kan, kalau misalnya cuma tanya misalnya kalau cuma tanya awal penyakit kan, kalau misalnya asma begitu. Trus “Ibu merasa kayak bagaimana to? Sebelum merasa sesak napas, Ibu ngapain?” Dia cuma bilang masak, begitu. Tidak menjelaskan masaknya tu masak apa-apa. Nanti baru kita tanya “Ibu masaknya masak apa” misalnya masak pedas begitu? “Sudah sering kah ibu merasa sesak napas?” Baru dia cerita biasanya begini-begini. (RP8, 125-135)
Mengajukan pertanyaan dilakukan RP8 dengan
tujuan untuk mendapatkan informasi dari pasien.
Untuk dapat melakukan pengkajian kepada pasien,
RP8 terlebih dahulu melakukan pertemuan beberapa
kali dengan pasien, hal tersebut juga dilakukan
sebagai salah satu bentuk membina hubungan saling
percaya.
3) Mengklarifikasi
Jika ada informasi yang kurang dimengerti dari
pasien, RP8 akan melakukan klarifikasi dengan
menanyakan kembali kepada pasien ataupun
keluarga.
Menanyakan kembali kepada pasien, ini maksudnya kayak gimana atau tanya ke keluarganya. (R8, 87)
68
4) Menyimpulkan
Bentuk kesimpulan yang dilakukan oleh RP8 yaitu
menyimpulkan pembicaraan yang dilakukan dengan
pasien, namun hal ini tidak selalu dilakukan.
Kadang memberikan kesimpulan, kayak “Oh..jadi begini, begini, begini ya Bu?” tapi ada kalanya juga tidak. (R8, 112)
4.2.9 Riset Partisipan 9 (RP9)
4.2.9.1 Gambaran Umum RP9
RP9 berinisial Sdri. E dan saat ini partisipan berusia
22 tahun. RP9 berasal dari Toraja dan tinggal di Salatiga
sejak tahun 2008. Ciri-ciri fisik riset partisipan yaitu tinggi
badan ± 158 cm, rambut pendek, tomboy dan kulit sawo
matang. Menurut RP9, dirinya berasal dari Indonesia Tengah
dengan cara bicara yang tidak begitu cepat. Akan tetapi, jika
dibandingkan dengan kecepatan bicara pasien, kecepatan
bicaranya lebih cepat sehingga RP9 lebih menyesuaikan
kecepatan bicaranya dengan kecepatan bicara pasien
dengan lebih diperlambat. Jika menemukan pasien yang
menggunakan bahasa daerah, maka RP9 akan meminta
bantuan oranglain untuk melakukan komunikasi. Sedangkan
komunikasi pada anak kecil, dilakukan melalui orangtuanya.
Bergaul dengan teman-teman kuliah yang berasal dari Jawa
dan berada pada lingkungan tempat tinggal orang Jawa,
69
secara tidak langsung telah membentuk RP9 untuk
menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang dihadapi.
4.2.9.2 Analisa Data RP9
Data yang didapat dari hasil wawancara dan
observasi, dianalisa mana yang termasuk keterampilan
komunikasi berdasarkan teknik komunikasi yang dilakukan
oleh riset partisipan. Adapun keterampilan komunikasi yang
dilakukan oleh RP9, sebagai berikut:
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
RP9 melakukan komunikasi dengan kata-kata yang
diucapkan secara langsung dan menggunakan
bahasa Indonesia. Menurut RP9, kecepatan
bicaranya tidak terlalu cepat karena dirinya berasal
dari daerah Indonesia Tengah dan ketika berbicara
dengan pasien, kecepatan bicaranya lebih
diperlambat.
2) Komunikasi Non Verbal
Penggunaan bahasa tubuh yang sering ditunjukkan
saat melakukan komunikasi, mempertahankan
kontak mata, memberikan sentuhan pada bagian
yang tidak sensitif serta tidak membuat pasien
merasa risih.
70
b. Teknik Komunikasi
Adapun teknik komunikasi yang dilakukan oleh RP9
ketika melakukan komunikasi dengan pasien, sebagai
berikut:
1) Memberi Informasi
RP9 memberikan informasi kepada pasien yang
berkaitan dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan
pasien.
Iya, disitu memberikan komunikasi terapeutik sambil memberikan penkes (pendidikan kesehatan) juga tentang strokenya itu kenapa sampai Bapak harus berbaring untuk sementara dan setiap Bapak membutuhkan, pokoknya kalau dia mau mandi atau buang air besar atau buang air kecil itu harus pake pispot. Nah...disitu perawat melakukan tugasnya memberikan e membantu Bapak tadi. Membantu Bapaknya kalau mau membuang air besar menggunakan pispot trus sibinnya trus mem\berikan makan, obat injeksi, yang lewat oral, TTV setiap hari. (RP9, 50-55)
2) Mendengarkan
RP9 fokus untuk mendengarkan permasalahan yang
diceritakan pasien, memberikan masukan dan
semangat.
Selama praktek kemarin, fokus mendengarkan curhatan terus bagaimana dengan peningkatan kesehatan mereka, mulai dari awal masuk sampai pada saat hari-hari terakhir mereka mengalami kesembuhan total untuk bisa diijinkan pulang, karna itu kan sudah merupakan
71
tugas dan kewajiban kita dalam melayani klien. Jadi saat pasien bercerita tentang bagaimana kemajuan kesehatannya, saya mengatakan kepada pasien. misalnya seperti ini “Oya Bu, selama Ibu dalam masa perawatan seperti ini, Ibu harus mematuhi pesan-pesan dari perawat dan dokter, obat-obat yang disarankan untuk diminum sampai habis kalau bisa Ibu habiskan, supaya Ibu cepat sembuh. Terus setelah Ibu sembuh nanti, Ibu sebaiknya mengikuti saran-saran seperti Ibu tidak melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit Ibu kambuh lagi atau makan-makanan yang dipantangi untuk penyaitnya Ibu, itu jangan diulang lagi, dimakan lagi seperti kemarin supaya penyakit Ibu tidak kambuh lagi.” (RP9, 180-200) Nanti kalau pasien bercerita, saya selalu duduk, mendengarkan terus memberikan masukan kalau pasien membutuhkan masukan atau kadang mereka hanya membutuhkan kita untuk mendengarkan saja. Adakan pasien yang merasa sudah senang kalau kita mendengarkan dan mengiyakan dan memberikan semangat. Itu aja sich. Kebetulan yang seperti itu hanya beberapa, tidak banyak yang curhat. (RP9, 245-250)
3) Mengklarifikasi
Klarifikasi dilakukan dengan meminta pasien untuk
mengulang kembali informasi yang disampaikan
ketika ada yang tidak dimengerti. Hal tersebut
dilakukan pada pasien yang biasanya menggunakan
bahasa daerah.
Tapi sebelumnya coba minta pasien untuk mengulang kembali maksudnya dia tapi kalau ada yang tidak dimengerti, tidak dimengertinya itu kalau mereka
72
menggunakan bahasa Jawa gitu. (RP9, 285)
4) Mengevaluasi
RP9 melakukan evaluasi dengan menanyakan
kembali kepada pasien tentang informasi yang telah
disampaikan oleh RP9. Hal tersebut dilakukan untuk
memastikan informasi yang disampaikan oleh RP9,
sudah dimengerti oleh pasien.
Biasanya kalau habis memberikan, kayak misalnya memberikan saran atau apa gitu, saya itu biasa menanyakan kembali. “Ibu, Mbah, Bapak, Mas sudah mengerti?” Kalau sudah mengerti, saya langsung bilang “Ooo…yasudah, kalau Ibu, Mbah, Bapak, Mas sudah mengerti, bisa diulang ga apa yang tadi saya bilang?” Kadang mereka lupa setengahnya, kalau mereka lupa, saya ulangi. Tapi biasa mereka langsung ingat sich, walaupun kadang mereka ngomongnya kayak terbata-bata. Mencoba mengingat kembali apa yang kita bilang. Yasudah, habis itu saya pamit dan bilang, “Kalau masih membutuhkan bantuan lagi, langsung panggil perawat aja.” (RP9, 320-330)
5) Mengajukan Pertanyaan
Bentuk pertanyaan yang diajukan oleh RP9 adalah
pertanyaan yang berkaitan dengan perkembangan
kesehatan pasien.
Nanti berikan salam dan tanya, “Selamat pagi Ibu. Bagaimana keadaannya? Masih seperti yang kemarin atau sudah ada perubahan.” Kalau Ibunya mengatakan seperti kemarin, nanti kita berikan support, terus ingatkan untuk minum obat serta
73
banyak makan dan minum. Harus semangat untuk kesembuhannya sendiri. (RP9, 360)
4.3 Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dilakukan dengan menggunakan
triangulasi teknik dan sumber. Triangulasi teknik dilakukan
dengan membandingkan hasil wawancara dan hasil
observasi, sedangkan triangulasi sumber dilakukan dengan
melakukan wawancara pada pasien, keluarga pasien dan
pembimbing klinik mahasiswa.
4.4 Pembahasan
a. Bentuk Komunikasi
1) Komunikasi Verbal
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan,
mahasiswa melakukan komunikasi kepada pasien
dengan kata-kata yang diucapkan secara langsung
dan menggunakan bahasa Indonesia. Ketika pasien
memberikan respon dengan menggunakan bahasa
daerah, mahasiswa menanggapi dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Beberapa
mahasiswa mengatakan bahwa kecepatan bicara
masih cenderung cepat karena kebiasaan yang
merupakan bagian dari pengaruh budaya.
74
Sedangkan menurut Forsyth (dalam Suryani, 2005),
kecepatan bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Sehingga
permasalahan yang terjadi pada bentuk komunikasi
verbal adalah perbedaan bahasa dan kecepatan
bicara, namun mahasiswa mengatasi hal tersebut
dengan meminta bantuan oranglain dan
menyesuaikan kecepatan bicara untuk lebih lambat.
2) Komunikasi Non Verbal
Melakukan kontak mata, sentuhan dan senyum
merupakan bentuk komunikasi non verbal yang
sering dilakukan oleh mahasiswa. Mempertahankan
kontak mata merupakan salah satu bahasa tubuh
yang menunjukkan kesediaan untuk mendengarkan
pasien dengan penuh perhatian. Menurut Stuart
(dalam Suryani, 2005) mengemukakan bahwa kontak
mata pada level yang sama atau sejajar berarti
menghargai pasien dan mengatakan keinginan untuk
tetap berkomunikasi, sedangkan sentuhan yang
dilakukan pada saat pasien merasa sangat sedih,
memiliki arti empati. Pada pelaksanaanya sangat
perlu untuk memahami siapa, kapan dan mengapa
sentuhan dilakukan karena komunikasi non verbal ini
75
mempunyai efek yang berbeda pada setiap individu
(Brammer & Mc Donald, dalam Suryani, 2005).
Penggunaan kontak mata dan sentuhan harus
diperhatikan karena ada kebudayaan tertentu,
melakukan kontak mata atau sentuhan merupakan
hal yang tidak sopan. Selain itu, partisipan
menggunakan gerakan tangan untuk membantu
menjelaskan informasi yang disampaikan kepada
pasien sebagai bentuk penekanan terhadap
komunikasi verbal.
b. Teknik Komunikasi
Dari hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, setiap
mahasiswa melakukan teknik komunikasi yang berbeda-
beda. Adapun teknik komunikasi yang dilakukan
mahasiswa yaitu mengajukan pertanyaan,
mendengarkan, menyimpulkan, mengklarifikasi,
membuka diri, memberi informasi, mengulang, empati,
humor, menyampaikan observasi dan mengevaluasi.
1) Mengajukan Pertanyaan
Mengajukan pertanyaan merupakan teknik yang
dilakukan oleh semua mahasiswa dan bentuk
pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang
berkaitan dengan kondisi pasien seperti bagaimana
76
keadaan pasien hari ini dan apa yang dirasakan.
Bentuk pertanyaan tersebut merupakan bentuk
pertanyaan yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi dari pasien tentang kondisi kesehatannya
serta memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi perasaan dan pikirannya.
2) Mendengarkan
Selain mengajukan pertanyaan, teknik komunikasi
yang juga dilakukan oleh mahasiswa yang terlibat
dalam penelitian ini adalah mendengarkan. Menurut
Stuart (dalam Suryani, 2005) mengungkapkan bahwa
mendengarkan berarti mengkomunikasikan kepada
pasien tentang minat dan penerimaan perawat
secara nonverbal. Dengan demikian,
mendengarkan merupakan teknik yang efektif dalam
proses komunikasi karena pasien akan merasa
dihargai dan diterima sehingga dapat meningkatkan
hubungan saling percaya. Mahasiswa lebih sering
memilih untuk mendengarkan saja dan memberikan
tanggapan atau respon jika dirasa perlu, seperti
memberikan motivasi yang bergantung pada kondisi
dan pembicaraan yang dilakukan dengan dan
pasien.
77
3) Menyimpulkan
Mahasiswa melakukan kesimpulan pada situasi yang
berbeda-beda. Ada mahasiswa yang memberikan
kesimpulan terhadap hasil tindakan yang dilakukan,
memberikan kesimpulan tentang kondisi pasien
setelah dilakukan beberapa kali pengkajian serta
melakukan kesimpulan dari hasil pembicaraan atau
keluhan pasien. Kesimpulan juga dilakukan dengan
tujuan untuk memastikan inti informasi yang
diberikan pasien telah sesuai dengan yang
dimaksudkan. Informasi yang diberikan oleh pasien,
selanjutnya akan dilaporan pada perawat di ruangan.
Menurut Suryani (2005), menyimpulkan merupakan
teknik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi point penting dari interaksi.
Sehingga kesimpulan akan lebih tepat jika dilakukan
dengan mengulang kembali inti dari pembicaraan
yang telah dilakukan. Menyimpulkan dapat
meningkatkan rasa kepercayaan pasien karena
dapat menunjukkan bahwa mahasiswa telah
memahami pesan yang disampaikan.
78
4) Mengklarifikasi
Klarifikasi lebih sering dilakukan mahasiswa jika ada
informasi yang kurang jelas dari pasien, sehingga
mahasiswa seringkali meminta pasien untuk
mengulang kembali. Geldard (dalam Suryani, 2005)
mengatakan bahwa klarifikasi berarti menjelaskan
kembali ide atau pikiran yang tidak jelas atau
meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya. Kurang jelasnya informasi, lebih
sering ditemui karena faktor usia ataupun bahasa,
sehingga tidak jarang klarifikasi dibantu oleh
keluarga pasien.
5) Memberi informasi
Memberi informasi yang ditemukan dalam penelitian
ini yaitu mahasiswa memberikan pendidikan
kesehatan kepada pasien. Untuk dapat memberikan
pendidikan kesehatan yang tepat sesuai dengan
kebutuhan pasien, mahasiswa harus mengetahui
permasalahan kesehatan pasien dengan melakukan
pengkajian terlebih dahulu. Geldard (dalam Suryani,
2005) mengatakan bahwa sebelum memberikan
informasi kepada pasien, seharusnya dilakukan
pengkajian terlebih dahulu untuk mengetahui
79
informasi apa yang dibutuhkan oleh pasien.
Pengkajian dilakukan oleh mahasiswa dengan
mengajukan pertanyaan kepada pasien tentang
keadaan pasien. Setelah pasien menjelaskan
kondisi ataupun perkembangan kesehatannya, maka
mahasiswa akan merespon dengan memberikan
informasi atau pendidikan kesehatan yang berkaitan
dengan keluhan pasien, berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki oleh mahasiswa. Selain memberikan
informasi tambahan yang berkaitan dengan
kesehatan pasien, menurut Potter & Perry (2005)
memberikan informasi akan mendorong timbulnya
respon lebih lanjut sehingga komunikasi yang
berjalan akan lebih efektif.
6) Mengulang
Teknik mengulang dilakukan ketika mahasiswa
memberikan respon atau menjawab petanyaan klien
dengan mengulang kembali pertanyaan yang
diberikan oleh pasien. Menurut Suryani (2005)
mengulang berarti menunjukkan bahwa perawat
mendengarkan dan memvalidasi, menguatkan dan
mengembalikan perhatian pasien pada sesuatu yang
telah diucapkan.
80
7) Empati
Empati menururt Wiseman (dalam Suryani, 2005)
merupakan kesadaran yang objektif akan pikiran dan
perasaan orang lain. Sedangkan menurut Taufik &
Juliane (2010) empati merupakan suatu perasaan
dan penerimaan terhadap perasaan yang dialami
oleh pasien dan kemampuan dalam dunia pribadi
pasien. Mahasiswa membuka diri dan berempati
ketika pasien menceritakan permasalahannya.
Empati juga dilakukan dengan menunjukkan ekspresi
wajah. Wheeler dan Wolberg (dalam Suryani, 2005)
mengatakan bahwa empati terbagi atas 2 tipe yaitu
empati dasar yang merupakan respon alamiah
seseorang untuk memahami orang lain dan empati
terlatih yang didapatkan melalui training.
Potter & Perry (2005) mengungkapkan bahwa empati
telah diterima secara luas sebagai komponen klinis
dalam hubungan yang membantu. Dengan
demikian, empati merupakan hal yang penting dalam
hubungan antara perawat dan pasien sebagai suatu
hubungan membantu, dalam hal ini empati dari
seorang perawat akan membantu pasien
menjelaskan dan mengkaji perasaannya sehingga
81
pemecahan permasalahan yang dihadapi pasien
dapat terjadi.
8) Humor
Meskipun tidak banyak dilakukan oleh mahasiswa,
akan tetapi humor merupakan salah satu teknik yang
diterapkan oleh mahasiswa. Mengajak pasien untuk
bercanda dilakukan mahasiswa dengan tujuan agar
pasien tertawa dan merasa terhibur. Menurut
Sullivan-Dean (dalam Taufik & Juliane, 2010) humor
merangsang kotekolamin sehingga seorang merasa
sehat. Tertawa dapat mengurangi ketegangan dan
rasa sakit. Menurut Anonyomus (dalam Suryani,
2005) humor dapat meningkatkan kesadaran mental
dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan
nadi. Stuart (2006) mengungkapkan bahwa humor
dapat meningkatkan pemahaman dengan
menekankan topik secara sadar, dapat mengatasi
paradoks, agresi kemarahan dan memberikan pilihan
baru, merupakan bentuk sublimasi yang paling dapat
diterima secara sosial.
9) Menetapkan Observasi
Mahasiswa menetapkan observasi dengan
mengajukan pertanyaan seperti ketika melihat pasien
82
sendirian dan setelah diajukan pertanyaan, pasien
menangis dan mengungkapkan perasaannya.
Dengan demikian, mahasiswa telah mampu
menetapkan observasi karena telah menguraikan
kesan yang ditimbulkan oleh syarat non verbal
pasien (Taufik & Juliane, 2010).
10) Mengevaluasi
Mahasiswa melakukan evaluasi untuk memastikan
informasi yang disampaikan telah dimengerti oleh
pasien dengan mengajukan pertanyaan. Evaluasi
dilakukan sebelum mahasiswa meninggalkan pasien.
Brammer & Mc Donald (dalam Suryani, 2005)
menyatakan bahwa meminta pasien untuk
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan
merupakan sesuatu yang sangat berguna pada
tahap terminasi. Dalam melakukan evaluasi,
sebaiknya tidak terkesan menguji kemampuan
pasien, akan tetapi terkesan sekedar mengulang dan
menyimpulkan.
Komunikasi merupakan proses yang terus dipelajari dan
dikembangkan, seperti yang dikatakan oleh Sheldon
(2009) bahwa cara perawat menggunakan keterampilan
komunikasinya dengan pasien, akan berkembang seiring
83
dengan waktu dan pengalaman. Jika dilihat pada aspek
komunikasi antarbudaya, perbedaan secara verbal
merupakan perbedaan yang sangat mudah untuk
dirasakan ketika mahasiswa melakukan komunikasi
dengan pasien, baik dari bahasa maupun kecepatan
bicara, namun demikian mahasiswa melakukan
komunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia dan
memperlambat kecepatan bicaranya untuk
mempertahankan proses komunikasi.
Sheldon (2009) mengemukakan bahwa keterampilan
yang baik dalam melakukan komunikasi, tidak hanya
penting untuk menyampaikan informasi, akan tetapi dapat
menciptakan kepercayaan, menunjukkan rasa hormat
terhadap kebutuhan dan perasaan pasien, serta
memperoleh penghargaan dalam berhubungan dengan
pasien. Selain itu, kata-kata yang diberikan perawat
dapat meringankan penderitaan pasien, menciptakan
hubungan yang baik, melihat kondisi dan masalah pasien
secara akurat, memberikan dukungan, membantu
membuat keputusan dan melaksanakan intervensi yang
efektif. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya
sebuah keterampilan komunikasi seorang perawat dalam
memberikan pelayanan kepada pasien karena dengan
84
memiliki keterampilan dalam berkomunikasi, perawat
diharapkan akan lebih mudah menjalin hubungan saling
percaya sehingga akan lebih efektif dalam mencapai
tujuan asuhan keperawatan.