10
Hadits Hasan Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Hadits Hasan (bahasa Arab : ن س ح ل ا ث ي حد ل اAl-Hadîts al-Ḥasan) adalah tingkatan hadits yang ada dibawah hadits Shahih . Menurut Imam Tirmidzi , hadits Hasan adalah hadits yang tidak berisi informasi yang bohong, tidak bertentangan dengan hadits lain dan Al-Qur'an dan informasinya kabur, serta memiliki lebih dari satu Sanad . Selain itu, menurut Abdul Karim , hadits Hasan juga merupakan hadits yang diriwayatkan oleh rawi terkenal dan disetujui keakuratannya oleh sebagian besar pakar hadits. Syarat Syarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir sama dengan syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan yaitu: 1.Periwayat (Sanad) bersambung, 2. Diriwayatkan oleh rawi yang adil 3.Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (dhabith), tapi tingkat kehafalannya masih dibawah hadits Shahih , 4.Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya lebih tinggi atau Al-Qur'an,

Hadits Hasan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ini pengertian Hadist Hasan

Citation preview

Hadits HasanDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasHadits Hasan (bahasa Arab: Al-Hadts al-asan) adalah tingkatan hadits yang ada dibawah hadits Shahih. Menurut Imam Tirmidzi, hadits Hasan adalah hadits yang tidak berisi informasi yang bohong, tidak bertentangan dengan hadits lain dan Al-Qur'an dan informasinya kabur, serta memiliki lebih dari satu Sanad. Selain itu, menurut Abdul Karim, hadits Hasan juga merupakan hadits yang diriwayatkan oleh rawi terkenal dan disetujui keakuratannya oleh sebagian besar pakar hadits.SyaratSyarat-syarat hadits disebut Hasan secara keseluruhan hampir sama dengan syarat-syarat hadits Shahih. 5 syarat hadits Hasan yaitu:1. Periwayat (Sanad) bersambung,2. Diriwayatkan oleh rawi yang adil3. Diriwayatkan oleh rawi yang hafal (dhabith), tapi tingkat kehafalannya masih dibawah hadits Shahih,4. Tidak bertentangan dengan hadits dengan rawi yang tingkat dipercayanya lebih tinggi atau Al-Qur'an,5. Tidak terdapat cacat.Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada kedhabithannya. Jika hadits Shahih tingkat dhabithnya harus tinggi, maka hadits hasan tingkat kedhabithannya berada dibawahnya. Contoh hadits Hasan adalah seperti hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Amr bin al-Qamah, dari Salamah, dari Abu Hurairah. Dalam hadits ini, hadits dikategorikan hasan dikarenakan Muhammad bin Amr bin al-Qamah dikenal tingkat hafalannya yang tidak luar biasa.[2]

Apa Itu Hadits Hasan ?

MukaddimahYang dimaksud dalam kajian ini adalah bagian ke-dua dari klasifikasi berita yang diterima, yaitu Hasan Li Dztihi (Hasan secara independen). Barangkali sebagian kita sudah pernah membaca atau mendengar tentang istilah ini, namun belum mengetahui secara persis apa yang dimaksud dengannya, siapa yang pertama kali mempopulerkannya, buku apa saja yang banyak memuat bahasan tentangnya? Itulah yang akan kita coba untuk mengulasnya secara ringkas tapi padat, insya Allah.Definisi A. Secara bahasa (etimologi) Kata Hasan () merupakan Shifah Musyabbahah dari kata al-Husn () yang bermakna al-Jaml (): kecantikan, keindahan.B. Secara Istilah (teriminologi) Sedangkan secara istilah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama hadits mengingat pretensinya berada di tengah-tengah antara Shahh dan Dlaf. Juga, dikarenakan sebagian mereka ada yang hanya mendefinisikan salah satu dari dua bagiannya saja.Berikut beberapa definisi para ulama hadits dan definisi terpilih: 1. Definisi al-Khaththby : yaitu, setiap hadits yang diketahui jalur keluarnya, dikenal para periwayatnya, ia merupakan rotasi kebanyakan hadits dan dipakai oleh kebanyakan para ulama dan mayoritas ulama fiqih. (Malim as-Sunan:I/11) 2. Definisi at-Turmudzy : yaitu, setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya tidak ada periwayat yang tertuduh sebagai pendusta, hadits tersebut tidak Sydzdz (janggal/bertentangan dengan riwayat yang kuat) dan diriwayatkan lebih dari satu jalur seperti itu. Ia-lah yang menurut kami dinamakan dengan Hadts Hasan. (Jmi at-Turmudzy beserta Syarah-nya, [Tuhfah al-Ahwadzy], kitab al-Ilal di akhirnya: X/519) 3. Definisi Ibn Hajar: yaitu, Khabar al-Ahd yang diriwayatkan oleh seorang yang adil, memiliki daya ingat (hafalan), sanadnya bersambung, tidak terdapat illat dan tidak Sydzdz, maka inilah yang dinamakan Shahh Li Dztih (Shahih secara independen). Jika, daya ingat (hafalan)-nya kurang , maka ia disebut Hasan Li Dztih (Hasan secara independen). (an-Nukhbah dan Syarahnya: 29)Syaikh Dr.Mahmd ath-Thahhn mengomentari, Menurut saya, Seakan Hadits Hasan menurut Ibn Hajar adalah hadits Shahh yang kurang pada daya ingat/hafalan periwayatnya. Alias kurang (mantap) daya ingat/hafalannya. Ini adalah definisi yang paling baik untuk Hasan. Sedangkan definisi al-Khaththby banyak sekali kritikan terhadapnya, sementara yang didefinisikan at-Turmudzy hanyalah definisi salah satu dari dua bagian dari hadits Hasan, yaitu Hasan Li Ghairih (Hasan karena adanya riwayat lain yang mendukungnya). Sepatutnya beliau mendefinisikan Hasan Li Dztih sebab Hasan Li Ghairih pada dasarnya adalah hadits lemah (Dlaf) yang meningkat kepada posisi Hasan karena tertolong oleh banyaknya jalur-jalur periwayatannya. Definisi TerpilihDefinisi ini berdasarkan apa yang disampaikan oleh Ibn Hajar dalam definisinya di atas, yaitu: Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang adil, yang kurang daya ingat (hafalannya), dari periwayat semisalnya hingga ke jalur terakhirnya (mata rantai terakhir), tidak terdapat kejanggalan (Syudzdz) ataupun Illat di dalamnya. Hukumnya Di dalam berargumentasi dengannya, hukumnya sama dengan hadits Shahh sekalipun dari sisi kekuatannya, ia berada di bawah hadits Shahih. Oleh karena itulah, semua ahli fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya. Demikian juga, mayoritas ulama hadits dan Ushul menjadikannya sebagai hujjah kecuali pendapat yang aneh dari ulama-ulama yang dikenal keras (al-Mutasyaddidn). Sementara ulama yang dikenal lebih longgar (al-Mutashiln) malah mencantumkannya ke dalam jenis hadits Shahh seperti al-Hkim, Ibn Hibbn dan Ibn Khuzaimah namun disertai pendapat mereka bahwa ia di bawah kualitas Shahih yang sebelumnya dijelaskan. (Tadrb ar-Rwy:I/160)

Contohnya Hadits yang dikeluarkan oleh at-Turmudzy, dia berkata, Qutaibah menceritakan kepada kami, dia berkata, Jafar bin Sulaiman adl-Dlubaiy menceritakan kepada kami, dari Abu Imrn al-Jawny, dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asyariy, dia berkata, Aku telah mendengar ayahku saat berada di dekat musuh berkata, Rasulullah SAW., bersabda, Sesungguhnya pintu-pintu surga itu berada di bawah naungan pedang-pedang (Sunan at-Turmudzy, bab keutamaan jihad:V/300) Hadits ini adalah Hasan karena empat orang periwayat dalam sanadnya tersebut adalah orang-orang yang dapat dipercaya (Tsiqt) kecuali Jafar bin Sulaiman adl-Dlubiy yang merupakan periwayat hadits Hasan sebagaimana yang dinukil oleh Ibn Hajar di dalam kitab Tahdzb at-Tahdzb-. Oleh karena itu, derajat/kualitasnya turun dari Shahh ke Hasan.Tingkatan-Tingakatannya Sebagaimana hadits Shahih yang memiliki beberapa tingkatan yang karenanya satu hadits shahih bisa berbeda dengan yang lainnya, maka demikian pula halnya dengan hadits Hasan yang memiliki beberapa tingkatan. Dalam hal ini, ad-Dzahaby menjadikannya dua tingkatan: Pertama, (yang merupakan tingkatan tertinggi), yaitu: riwayat dari Bahz bin Hakm dari ayahnya, dari kakeknya; riwayat Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya; Ibn Ishaq dari at-Tmiy. Dan semisal itu dari hadits yang dikatakan sebagai hadits Shahih padahal di bawah tingkatan hadits Shahih.Ke-dua, hadits lain yang diperselisihkan ke-Hasan-an dan ke-Dlaf-annya, seperti hadits al-Hrits bin Abdullah, Ashim bin Dlumrah dan Hajjj bin Arthaah, dan semisal mereka.Tingkatan Ucapan Ulama Hadits, Hadits yang shahh sanadnya atau Hasan sanadnya 1. Ucapan para ulama hadits, Ini adalah hadits yang shahih sanadnya adalah di bawah kualitas ucapan mereka, Ini adalah hadits Shahih.2. Demikian juga ucapan mereka, Ini adalah hadits yang Hasan sanadnya adalah di bawah kualitas ucapan mereka, Ini adalah hadits Hasan karena bisa jadi ia Shahih atau Hasan sanadnya tanpa matan (redaksi/teks)nya akibat adanya Syudzdz atau Illat.Seorang ahli hadits bila berkata, Ini adalah hadits Shahih, maka berarti dia telah memberikan jaminan kepada kita bahwa ke-lima syarat keshahihan telah terpenuhi pada hadits ini. Sedangkan bila dia mengatakan, Ini adalah hadits yang shahih sanadnya, maka artinya dia telah memberi jaminan kepada kita akan terpenuhinya tiga syarat keshahihan, yaitu: sanad bersambung, keadilan si periwayat dan kekuatan daya ingat/hafalan (Dlabth)-nya, sedangkan ketiadaan Syudzdz atau Illat pada hadits itu, dia tidak bisa menjaminnya karena belum mengecek kedua hal ini lebih lanjut. Akan tetapi, bila seorang Hfizh (penghafal banyak hadits) yang dipegang ucapannya hanya sebatas mengatakan, Ini adalah hadits yang shahih sanadnya, tanpa menyebutkan illat (penyakit/alasan yang mencederai bobot suatu hadits); maka pendapat yang nampak (secara lahiriah) adalah matannya juga Shahh sebab asal ucapannya adalah bahwa tidak ada Illat di situ dan juga tidak ada Syudzdz.

Makna Ucapan at-Turmudzy Dan Ulama Selainnya, Hadits Hasan Shahh Secara implisit, bahwa ungkapan seperti ini agak membingungkan sebab hadits Hasan kurang derajatnya dari hadits Shahh, jadi bagaimana bisa digabung antara keduanya padahal derajatnya berbeda?. Untuk menjawab pertanyaan ini, para ulama memberikan jawaban yang beraneka ragam atas maksud dari ucapan at-Turmudzy tersebut. Jawaban yang paling bagus adalah yang dikemukakan oleh Ibn Hajar dan disetujui oleh as-Suythy, ringkasannya adalah:1. Jika suatu hadits itu memiliki dua sanad (jalur transmisi/mata rantai periwayatan) atau lebih; maka maknanya adalah Ia adalah Hasan bila ditinjau dari sisi satu sanad dan Shahh bila ditinjau dari sisi sanad yang lain. 2. Bila ia hanya memiliki satu sanad saja, maka maknanya adalah Hasan menurut sekelompok ulama dan Shahh menurut sekelompok ulama yang lain. Seakan Ibn Hajar ingin menyiratkan kepada adanya perbedaan persepsi di kalangan para ulama mengenai hukum terhadap hadits seperti ini atau belum adanya hukum yang dapat dikuatkan dari salah satu dari ke-duanya. Pengklasifikasian Hadits-Hadits Yang Dilakukan Oleh Imam al-Baghawy Dalam Kitab Mashbh as-SunnahDi dalam kitabnya, Mashbh as-Sunnah imam al-Baghawy menyisipkan istilah khusus, yaitu mengisyaratkan kepada hadits-hadits shahih yang terdapat di dalam kitab ash-Shahhain atau salah satunya dengan ungkapan, Shahh dan kepada hadits-hadits yang terdapat di dalam ke-empat kitab Sunan (Sunan an-Nas`iy, Sunan Abi D`d, Sunan at-Turmdzy dan Sunan Ibn Mjah) dengan ungkapan, Hasan. Dan ini merupakan isitlah yang tidak selaras dengan istilah umum yang digunakan oleh ulama hadits sebab di dalam kitab-kitab Sunan itu juga terdapat hadits Shahh, Hasan, Dlaf dan Munkar.Oleh karena itulah, Ibn ash-Shalh dan an-Nawawy mengingatkan akan hal itu. Dari itu, semestinya seorang pembaca kitab ini ( Mashbh as-Sunnah ) mengetahui benar istilah khusus yang dipakai oleh Imam al-Baghawy di dalam kitabnya tersebut ketika mengomentari hadits-hadits dengan ucapan, Shahih atau Hasan. Kitab-Kitab Yang Di Dalamnya Dapat Ditemukan Hadits HasanPara ulama belum ada yang mengarang kitab-kitab secara terpisah (tersendiri) yang memuat hadits Hasan saja sebagaimana yang mereka lakukan terhadap hadits Shahh di dalam kitab-kitab terpisah (tersendiri), akan tetapi ada beberapa kitab yang di dalamnya banyak ditemukan hadits Hasan. Di antaranya yang paling masyhur adalah: 1. Kitab Jmi at-Turmudzy atau yang lebih dikenal dengan Sunan at-Turmudzy. Buku inilah yang merupakan induk di dalam mengenal hadits Hasan sebab at-Turmudzy-lah orang pertama yang memasyhurkan istilah ini di dalam bukunya dan orang yang paling banyak menyinggungnya. Namun yang perlu diberikan catatan, bahwa terdapat banyak naskah untuk bukunya tersebut yang memuat ungkapan beliau, Hasan Shahh, sehingga karenanya, seorang penuntut ilmu harus memperhatikan hal ini dengan memilih naskah yang telah ditahqiq (dianalisis) dan telah dikonfirmasikan dengan naskah-naskah asli (manuscript) yang dapat dipercaya. 2. Kitab Sunan Abi D`d. Pengarang buku ini, Abu D`d menyebutkan hal ini di dalam risalah (surat)-nya kepada penduduk Mekkah bahwa dirinya menyinggung hadits Shahih dan yang sepertinya atau mirip dengannya di dalamnya. Bila terdapat kelemahan yang amat sangat, beliau menjelaskannya sedangkan yang tidak dikomentarinya, maka ia hadits yang layak. Maka berdasarkan hal itu, bila kita mendapatkan satu hadits di dalamnya yang tidak beliau jelaskan kelemahannya dan tidak ada seorang ulama terpecayapun yang menilainya Shahih, maka ia Hasan menurut Abu D`d.

3. Kitab Sunan ad-Druquthny. Beliau telah banyak sekali menyatakannya secara tertulis di dalam kitabnya ini.