32
MAKALAH KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF DIPRESENTASIKAN PADA KULIAH STUDY AL-HADITS DOSEN PENGAMPU PROF. DR. H. SULAIMAN ABDULLAH OLEH : BENPANI KONSENTRASI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

KEHUJJAHAN HADITS - Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

  • Upload
    vuhuong

  • View
    267

  • Download
    25

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

MAKALAHKRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS

SHAHIH, HASAN, DHAIF

DIPRESENTASIKAN PADA KULIAH STUDY AL-HADITS

DOSEN PENGAMPUPROF. DR. H. SULAIMAN ABDULLAH

OLEH :

BENPANI

KONSENTRASI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2011

Page 2: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

BAB I

PENDAHULUAN

Hadis atau Sunnah adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah

Alqur’an. Dimana keduanya merupakan pedoman dan pengontrol segala tingkah

laku dan perbuatan manusia. Untuk Alqur’an semua periwayatan ayat-ayatnya

mempunyai kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya sedangkan

hadis Nabi belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi

atau tidak.

Namun demikian hadis memiliki peranan dalam menjelaskan setiap ayat-

ayat Alqur’an yang turun baik yang bersifat Muhkamat maupun Mutasabihat.

Sehingga hadis ini sangat perlu untuk dijadikan sebagai sandaran umat Islam

dalam menguasai inti-inti ajaran Islam.

Dalam kondisi faktualnya terdapat hadis-hadis yang dalam periwatannya

yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah

hadis atau yang dikenal dengan hadis maqbul (diterima); Shahih dan hasan.

Namun disisi lain terdapat hadis-hadis yang dalam periwayatannya tidak

memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadis mardud

(ditolak); dhaif atau bahkan ada yang palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan setelah

adanya upaya penelitian kritik Sanad maupun Matan oleh para ulama untuk yang

memiliki komitmen tinggi terhadap sunnah.

Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun

meriwayatkan hadis Rasulullah. Berbagai macam hadis yang menimbulkan

kontraversi dari berbagai kalangan. berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadis

baik dari segi putusnya Sanad dan tumpah tindihnya makna dari Matan pun

bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah hadis.

Dari uraian diatas maka perlu mengetahui dan menindaklanjuti metode-

metode yang digunakan oleh para ulama hadis dalam menentukan kualitas sebuah

hadis, sehingga kita dapat membedakan mana hadis sahih,hasan dan dhaif serta

dapat mengetahui permasalahan-permasalahannya.

Page 3: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

BAB II

PEMBAHASAN

I. Hadits Shahih

A. Definisi Hadits Shahih

Kata Shahih ((الصحيخ dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari

kata as-saqim ( (السقيم=  orang yang sakit jadi yang dimaksud hadits shahih

adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.1

هو ما اتصل سنده بنكل العدل الضابط ضبطاكامال عن مثله وخال ممن الشذوذ و العلة

hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan

dhobith(kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari

kejanggalan (syadz), dan cacat (‘ilat).

Imam Al-Suyuti mendifinisikan hadis shahih dengan “hadis yang

bersambung sanadnya, dfiriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak

syadz dan tidak ber’ilat”.

Defisi hadis shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i

memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:

pertama, apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya

pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadis

yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadis bila terjadi

perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadis secara lafad, terpelihara

hafalannya bila meriwayatkan hadis secara lafad, bunyi hadis yang Dia

riwayatkan sama dengan hadis yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari

tadlis (penyembuyian cacat). kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai

kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.2

1 Muhammad Ajaz al-Khatib, Ushul al-Hadits, hal. 602 DR.H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, (Ahzam,Jakarta,2008),148-149

Page 4: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis shahih

sebagai berikut:

1)    Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perowi

pertama sampai perowi terakhir.

2)    Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal siqat, dalam

arti adil dan dhobith,

3)   Hadisnya terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal), dan

4)   Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.3

B. Syarat-Syarat Hadis Shahih

Berdasarkan definisi hadis shahih diatas, dapat dipahami bahwa syarat-

syarat hadis shahih dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Sanadnya Bersambung

Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya benar-benar

mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga

akhir sanadnya.

Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad,

biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja sebagai berikut;

1. Mencatat semua periwayat yang diteliti,

2. Mempelajari hidup masing-masing periwayat,

3. Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan

periwayat yang     terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang

terpakai berupa haddasani, haddasani, akhbarana, akhbarani, ‘an,anna,

atau kata-kata lainnya. 4

b. Perawinya Bersifat Adil

Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim, bersetatus

Mukallaf  (baligh), bukan fasiq dan tidak pula jelek prilakunya.

3 Dr. Mahmud Thohan, ulumul hadis studi kompleksitas hadis nabi, (Titian Ilahi Pres, Yogyakarta, 1997), 40.

4 T.m. Hasbhi al-Shiddiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, hal. 61

Page 5: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu

teknik berikut:

1. keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu

bersifat adil, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-

ta’dil.

2. ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, sdeperti imam empat

Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.

Khusus mengenai perawi hadis pada tingkat sahabat, jumhur ulama

sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari

golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam

pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.5

c. Perowinya Bersifat Dhobith

Maksudnya masing-masing perowinya sempurna daya ingatannya, baik

berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab (tulisan).

Dhobith dalam dada ialah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak

ia maneriama hadis sampai meriwayatkannya kepada orang lain, sedang,

dhobith dalam kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui

tulisan.

Adapun sifat-sifat kedhobitan perowi, nmenurut para ulama, dapat

diketahui melalui:

1. kesaksian para ulama

2. berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat dari orang lain yang

telah dikenal kedhobithannya.

d. Tidak Syadz

Maksudnya ialah hadis itu benar-benar tidak syadz, dalam arti

bertentangan atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya. Menurut al-

Syafi’i, suatu hadis tidak dinyastakan sebagai mengandung syudzudz, bila hadis

itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat

yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Artinya, suatu hadis

dinyatakan syudzudz, bila hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat 5 ibid

Page 6: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

yang tsiqah tersebut bertentengan dengan hadis yang dirirwayatkan oleh

banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.

e. Tidak Ber’ilat

Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab

yang menutup tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadis,

sementara dhahirnya selamat dari cacat.

‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad mapun pada matan atau pada

keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak

terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis yang

munqati’ atau mursal.6

C. Pembagian Hadis Shahih

Para ahli hadis membagi hadis shahih kepada dua bagian, yaitu shahih li-

dzati dan shahih li-ghoirih. perbedaan antara keduanya terletak pada segi

hafalan atau ingatan perowinya. pada shahih li-dzatih, ingatan perowinya

sempurna, sedang pada hadis shahih li-ghoirih, ingatan perowinya kurang

sempurna.7

a. Hadis Shahih li dzati

Maksudnya ialah syarat-syarat lima tersebut benar-benar telah terbukti

adanya,bukan dia itu terputus tetapi shahih dalam hakikat masalahnya, karena

bolehnya salah dan khilaf bagi orang kepercayaan.

b. Hadis Shahih Li Ghoirihi

Maksudnya ialah hadis tersebut tidak terbukti adanya lima syarat hadis

shahih tersebut baik keseluruhan atau sebagian. Bukan berarti sama sekali

dusta, mengingat bolehnya berlaku bagi orang yang banyak salah. Hadis shahih

li-ghoirih, adalah hadis hasan li-dzatihi apabila diriwayatkan melamui jalan

yang lain oleh perowi yang sama kualitasnya atau yang lebih kuat dari

padanya.8

D. Kehujahan Hadis Shahih

6 ibid7 Prof. Dr. H.M.Noor Sulaiman P, Antologi Ilmu Hadits, hal. 248 ibid

Page 7: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan

sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis dan sebagian

ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan

dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang

berhubungan dengan aqidah.

Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran

dan hadis mutawatir. oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah

untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.9

E. Tingkatan Hadis Shahih

Perlu diketahui bahwa martabat hadis shahih itu tergantung tinggi dan

rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilan para perowinya. Berdasarkan

martabat seperti ini, para muhadisin membagi tingkatan sanad menjadi tiga

yaitu: Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi

derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’

mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar. Kedua,

ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang yang tingkatannya dibawash

tingkat pertama diatas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah

dari Tsabit dari Anas. Ketiga. ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis

yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan

Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.10

Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh

tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:

a)    Hadis yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),

b)    Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,

c)    Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,

d)    Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari

dan Muslim,

9 H.M.Fadlil Said,alih bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustholahul Hadits, (Al-Hidayah,Surabaya, 2007), 21.

10 ibid

Page 8: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

e)    Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari

saja,

f)    Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,

g)    Hadis yang dinilai shahih menurut ilama hadis selain Al-Bukhari dan

Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu

Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.

Kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis shahih secara berurutan

sebagai berikut:

1. Shahih Al-Bukhari (w.250 H).

2. Shahih Muslim (w. 261 H).

3. Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).

4. Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).

5. Mustadrok Al-hakim (w. 405).

6. Shahih Ibn As-Sakan.

7. Shahih Al-Abani.11

2. HADITS HASAN

A. Pengertian Hadis Hasan

Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat

juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu.

Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan

karena melihat bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadis

dha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu

bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:

1. Definisi al- Chatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan

telah mashur rawi-rawi sanadnya, dan kepadanya tempat berputar

kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang

dipakai oleh umumnya fukoha’

2. Definisi Tirmidzi: yaitu semua hadis yang diriwayatkan, dimana dalam

sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz 11 ibid

Page 9: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

(kejangalan), dan diriwatkan dari selain jalan sepereti demikian, maka dia

menurut kami adalah hadis hasan.

3. Definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah hadis ahad yang diriwayatkan

oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersanbung sanadnya, tidak

cacat, dan tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahih li-dzatihi,

lalu jika ringan ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan li dszatihi.12

Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya

hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu hadis shahih lebih sempurna

ke-dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan

dengan ke-dhabit-an perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an

perawi hadis hasan lebih unggul.

B. Macam-Macam Hadis Hasan

Sebagaimana hadis shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadis

hasasn pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan li-dzatih dan hasan li-

ghairih;

a. Hasan Li-Dzatih

Hadis hasan li-dzatih adalah hadis yang telah memenuhi persyaratan

hadis hasan yang telah ditentukan. pengertian hadis hasan li-dzatih

sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

b. Hasan Li-Ghairih

Hadis hasan yang tidak memenuhi persyaratan secara sempurna. dengan

kata lain, hadis tersebut pada dasarnya adalah hadis dha’if, akan tetapi karena

adanya sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau muttabi’),

maka kedudukan hadis dha’if tersebut naik derajatnya menjadi hadis hasan li-

ghairih.13

12 Dr. H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, 149

13 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Rasail, Semarang, 2007), 122

Page 10: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

C. Kehujahan Hadis Hasan

Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya

dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan

sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal.

Paraulama hadis, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan

hadis hasan.

3. HADITS DHAIF

A. Definisi Hadist Dhaif

Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang

lemah. Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari

Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari

Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif

sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memuat / menghimpun

sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.

B. Macam-macam hadits dhaif

Hadist dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : hadits

dhaif karena gugurnya rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya

cacat pada rawi atau matan.

a. Hadits dhaif karena gugurnya rawi

Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau

beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan

sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi

hadits dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu :

1) Hadits Mursal

Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para

ulama memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur

rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan rawi di akhir sanad ialah rawi

Page 11: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

pada tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan

hadits dari Rasulullah SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan

melihat dari rawi yang terdekat dengan imam yang membukukan hadits,

seperti Bukhari, sampai kepada rawi yang terdekat dengan Rasulullah). Jadi,

hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat

Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.

Contoh hadits mursal :

Artinya :

Rasulullah bersabda, “ Antara kita dan kaum munafik munafik (ada batas),

yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh; mereka tidak sanggup

menghadirinya”.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Abdurrahman, dari

Harmalah, dan selanjutnya dari Sa’id bin Mustayyab. Siapa sahabat Nabi

yang meriwayatkan hadits itu kepada Sa’id bin Mustayyab, tidaklah

disebutkan dalam sanad hadits di atas.14

Kebanyakan Ulama memandang hadits mursal ini sebagai hadits

dhaif, karena itu tidak bisa diterima sebagai hujjah atau landasan dalam

beramal. Namun, sebagian kecil ulama termasuk Abu Hanifah, Malik bin

Anas, dan Ahmad bin Hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah

asalkan para rawi bersifat adil.

2)      Hadits Munqathi’

Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para

ulama memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur

satu atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila

rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad

adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat sahabat

yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in. Bila dua rawi yang gugur,

maka kedua rawi tersebut tidak beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang

gugur itu adalah tabi’in.

contoh hadits munqathi’ :

14 ibid

Page 12: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Artinya :

Rasulullah SAW. bila masuk ke dalam mesjid, membaca “dengan nama

Allah, dan sejahtera atas Rasulullah; Ya Allah, ampunilah dosaku dan

bukakanlah bagiku segala pintu rahmatMu”.

Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin Ali

Syaibah, dari Ismail bin Ibrahim, dari Laits, dari Abdullah bin Hasan, dari

Fatimah binti Al-Husain, dan selanjutnya dari Fathimah Az-Zahra. Menurut

Ibnu Majah, hadits di atas adalah hadits munqathi’, karena Fathimah Az-

Zahra (putri Rasul) tidak berjumpa dengan Fathimah binti Al-Husain. Jadi

ada rawi yang gugur (tidak disebutkan) pada tingkatan tabi’in.

3)      Hadits Mu’dhal

Menurut bahasa, hadits mu’dhal adalah hadits yang sulit dipahami.

Batasan yang diberikan para ulama bahwa hadits mu’dhal adalah hadits yang

gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.

Contohnya adalah hadits Imam Malik mengenai hak hamba, dalam kitabnya

“Al-Muwatha” yang berbunyi : Imam Malik berkata : Telah sampai

kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Artinya :

Budak itu harus diberi makanan dan pakaian dengan baik.

Di dalam kitab Imam Malik tersebut, tidak memaparkan dua orang

rawi yang beriringan antara dia dengan Abu Hurairah. Kedua rawi yang

gugur itu dapat diketahui melalui riwayat Imam Malik di luar kitab Al-

Muwatha. Imam Malik meriwayatkan hadits yang sama : Dari Muhammad

bin Ajlan , dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah. Dua rawi yang

gugur adalah Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.

4)      Hadits mu’allaq

Menurut bahasa, hadits mu’allaq berarti hadits yang tergantung. Batasan para

ulama tentang hadits ini ialah hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal

sanad atau bisa juga bila semua rawinya digugurkan ( tidak disebutkan ).

Contoh :

Page 13: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Bukhari berkata : Kata Malik, dari Zuhri, dan Abu Salamah dari Abu Huraira,

bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Artinya :

Janganlah kamu melebihkan sebagian nabi dengan sebagian yang lain.15

Berdasarkan riwayat Bukhari, ia sebenarnya tidak pernah bertemu

dengan Malik. Dengan demikian, Bukhari telah menggugurkan satu rawi di

awal sanad tersebut. Pada umumnya, yang termasuk dalam kategori hadits

mu’allaq tingkatannya adalah dhaif, kecuali 1341 buah hadits muallaq yang

terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. 1341 hadits tersebut tetap dipandang

shahih, karena Bukhari bukanlah seorang mudallis ( yang menyembunyikan

cacat hadits ). Dan sebagian besar dari hadits mu’allaqnya itu disebutkan

seluruh rawinya secara lengkap pada tempat lain dalam kiab itu juga.

b. Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi

Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan.

Seperti pendusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang masing-

masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi. Sering keliru, banyak

waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya, dan

menyalahi rawi-rawi yang dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith

pada perawi. Adapun cacat pada matan, misalkan terdapat sisipan di tengah-

tengah lafadz hadits atau diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang

berbeda dari maksud lafadz yang sebenarnya.

Contoh-contoh hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi :

1)      Hadits Maudhu’

Menurut bahasa, hadits ini memiliki pengertian hadits palsu atau

dibuat-buat. Para ulama memberikan batasan bahwa hadis maudhu’ ialah

hadits yang bukan berasal dari Rasulullah SAW. Akan tetapi disandarkan

kepada dirinya. Golongan-golongan pembuat hadits palsu yakni musuh-

musuh Islam dan tersebar pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam,

yakni kaum yahudi dan nashrani, orang-orang munafik, zindiq, atau sangat

fanatic terhadap golongan politiknya, mazhabnya, atau kebangsaannya .

15 Ibid 123

Page 14: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Hadits maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadits dhaif. Peringatan

Rasulullah SAW terhadap orang yang berdusta dengan hadits dhaif serta

menjadikan Rasul SAW sebagai sandarannya.

“Barangsiapa yang sengaja berdusta terhadap diriku, maka hendaklah ia

menduduki tempat duduknya dalam neraka”.

Berikut dipaparkan beberapa contoh hadits maudhu’:

a) Hadits yang dikarang oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; ia katakana

bahwa hadits itu diterima dari ayahnya, dari kakeknya, dan selanjutnya

dari Rasulullah SAW. berbunyi : “Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf

mengelilingi ka’bah, tujuh kali dan shalat di maqam Ibrahim dua rakaat”

Makna hadits tersebut tidak masuk akal.

b) Adapun hadits lainnya : “anak zina itu tidak masuk surga tujuh turunan”.

Hadits tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an. ” Pemikul dosa itu

tidaklah memikul dosa yang lain”. ( Al-An’am : 164 )

c) “Siapa yang memperoleh anak dan dinamakannya Muhammad, maka ia

dan anaknya itu masuk surga”. “orang yang dapat dipercaya itu hanya tiga,

yaitu: aku ( Muhammad ), Jibril, dan Muawiyah”.16

Demikianlah sedikit uraian mengenai hadits maudhu’. Masih banyak

hadits-hadits lainnya yang sengaja dibuat oleh pihak kufar. Sedikit sejarah,

berdasarkan pengakuan dari mereka yang memalsukan, seperti Maisarah bin

Abdi Rabbin Al-Farisi, misalnya, ia mengaku telah membuat beberapa hadits

tentang keutamaan Al-Qur’an dan 70 buah hadits tentang keutamaan Ali bin

Abi Thalib. Abdul Karim, seorang zindiq, sebelum dihukum pancung ia telah

memalsukan hadits dan mengatakan : “aku telah membuat 3000 hadits; aku

halalkan barang yang haram dan aku haramkan barang yang halal”.

2)      Hadits matruk atau hadits mathruh

Hadits ini, menurut bahasa berarti hadits yang ditinggalkan / dibuang.

Para ulama memberikan batasan bahwa hadits matruk adalah hadits yang

diriwayatkan oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta ( baik berkenaan

dengan hadits ataupun mengenai urusan lain ), atau pernah melakukan maksiat,

16 Ibid 124

Page 15: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

lalai, atau banyak wahamnya.

Contoh hadits matruk : “Rasulullah Saw bersabda, sekiranya tidak ada wanita,

tentu Allah dita’ati dengan sungguh-sungguh”.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ya’qub bin Sufyan bin ‘Ashim

dengan sanad yang terdiri dari serentetan rawi-rawi, seperti : Muhammad bin

‘Imran, ‘Isa bin Ziyad, ‘Abdur Rahim bin Zaid dan ayahnya, Said bin

mutstayyab, dan Umar bin Khaththab. Diantara nama-nama dalam sanad

tersebut, ternyata Abdur Rahim dan ayahnya pernah tertuduh berdusta. Oleh

karena itu, hadits tersebut ditinggalkan / dibuang.

3)      Hadits Munkar

Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau tidak

dikenal. Batasan yang diberikan para ‘ulama bahwa hadits munkar ialah hadits

yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat,

contoh :

Artinya: “Barangsiapa yang mendirikan shalat, membayarkan zakat,

mengerjakan haji, dan menghormati tamu, niscaya masuk surga. ( H.R

Riwayat Abu Hatim )”

Hadits di atas memiliki rawi-rawi yang lemah dan matannya pun

berlainan dengan matan-matan hadits yang lebih kuat.

4)      Hadits Mu’allal

Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat . Para

ulama memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang mengandung

sebab-sebab tersembunyi , dan illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat pada

sanad, matan, ataupun keduanya. Contoh :

Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama mereka

belum berpisah”.

Hadits di atas diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid dengan bersanad pada

Sufyan Ats-Tsauri, dari ‘Amru bin Dinar, dan selanjutnya dari Ibnu umar.

Matan hadits ini sebenarnya shahih, namun setelah diteliti dengan seksama,

sanadnya memiliki illat. Yang seharusnya dari Abdullah bin Dinar menjadi

‘Amru bin Dinar.

Page 16: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

5)      Hadits mudraj

Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang

sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh :

Rasulullah bersabda : “Saya adalah za’im ( dan za’im itu adah penanggung

jawab ) bagi orang yang beriman kepadaku, dan berhijrah; dengan tempat

tinggal di taman surga”.

Kalimat akhir dari hadits tersebut adalah sisipan ( dengan tempat

tinggal di taman surga ), karena tidak termasuk sabda Rasulullah SAW.

6)      Hadits Maqlub

Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama

menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama

rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.

Contoh :

Rasulullah SAW bersabda : Apabila aku menyuruh kamu mengerjakan sesuatu,

maka kerjakanlah dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka

jauhilah ia sesuai kesanggupan kamu. (Riwayat Ath-Tabrani)

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,

semestinya hadits tersebut berbunyi : Rasulullah SAW bersabda : “Apa yang

aku larag kamu darinya, maka jauhilah ia, dan apa yang aku suruh kamu

mengerjakannya, maka kerjakanlah ia sesuai dengan kesanggupan kamu”.

7) Hadits Syadz

Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang

diberikan para ulama, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi

yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-hadits yang

diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung

keganjilan dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang kuat. Keganjilan itu

bisa pada sanad, pada matan, ataupun keduanya.

Contoh :

“Rasulullah bersabda : “Hari arafah dan hari-hari tasyriq adalah hari-hari

makan dan minum.”

Page 17: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Hadits di atas diriwayatkan oleh Musa bin Ali bin Rabah dengan sanad

yang terdiri dari serentetan rawi-rawi yang dipercaya, namun matan hadits

tersebut ternyata ganjil, jika dibandingkan dengan hadits-hadits lain yang

diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga dipercaya. Pada hadits-hadits lain tidak

dijumpai ungkapan . Keganjilan hadits di atas terletak pada adanya ungkapan

tersebut, dan merupakan salah satu contoh hadits syadz pada matannya. Lawan

dari hadits ini adalah hadits mahfuzh.

3. Kehujahan Hadits dhaif

Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-

Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh

digunakan, dengan beberapa syarat:

1. Level Kedhaifannya Tidak Parah

Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan

banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih

atau hasan.

Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa

dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum

halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh

digunakan untuk perkara fadahilul a’mal (keutamaan amal).

2. Berada di bawah Nash Lain yang Shahih

Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar

dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan

hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok,

tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.

3. Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya

Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh

meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan

Page 18: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas

kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.17

Sikap Ulama Terhadap Hadits Dhaif :

Sebenarnya kalau kita mau jujur dan objektif, sikap ulama terhadap

hadits dhaif itu sangat beragam. Setidaknya kami mencatat ada tiga kelompok

besar dengan pandangan dan hujjah mereka masing-masing. Dan menariknya,

mereka itu bukan orang sembarangan. Semuanya adalah orang-orang besar

dalam bidang ilmu hadits serta para spesialis.

Maka posisi kita bukan untuk menyalahkan atau menghina salah satu

kelompok itu. Sebab dibandingkan dengan mereka, kita ini bukan apa-apanya

dalam konstalasi para ulama hadits.

1) Kalangan Yang Menolak Mentah-mentah Hadits Dhaif

Namun harus kita akui bahwa di sebagian kalangan, ada juga pihak-

pihak yang ngotot tetap tidak mau terima kalau hadits dhaif itu masih bisa

ditolelir. Bagi mereka hadits dhaif itu sama sekali tidak akan dipakai untuk

apa pun juga. Baik masalah keutamaan (fadhilah), kisah-kisah, nasehat atau

peringatan. Apalagi kalau sampai masalah hukum dan aqidah. Pendeknya,

tidak ada tempat buat hadits dhaif di hati mereka. Di antara mereka terdapat

nama Al-Imam Al-Bukhari, Al-Imam Muslim, Abu Bakar Al-Arabi, Yahya

bin Mu’in, Ibnu Hazm dan lainnya. Di zaman sekarang ini, ada tokoh seperti

Al-Albani dan para pengikutnya.

2) Kalangan Yang Menerima Semua Hadits Dhaif

Jangan salah, ternyata ada juga kalangan ulama yang tetap menerima

semua hadits dhaif. Mereka adalah kalangan yang boleh dibilang mau

menerima secara bulat setiap hadits dhaif, asal bukan hadits palsu (maudhu’).

Bagi mereka, sedhai’f-dha’if-nya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi

derajatnya dari akal manusia dan logika.

17 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejarah dan pengantar ilamu hadis, (pt. pustaska Rizki Putra,Semarang, 1999), 349

Page 19: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Di antara para ulama yang sering disebut-sebut termasuk dalam

kelompok ini antara lain Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab

Hanbali. Mazhab ini banyak dianut saat ini antara lain di Saudi Arabia. Selain

itu juga ada nama Al-Imam Abu Daud, Ibnul Mahdi, Ibnul Mubarok dan yang

lainnya.

Al-Imam As-Suyuthi mengatakan bawa mereka berkata, ‘Bila kami

meriwayatkan hadits masalah halal dan haram, kami ketatkan. Tapi bila

meriwayatkan masalah fadhilah dan sejenisnya, kami longgarkan.”

3) Kalangan Menengah

Mereka adalah kalangan yang masih mau menerima sebagian dari

hadits yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu. Mereka adalah

kebanyakan ulama, para imam mazhab yang empat serta para ulama salaf dan

khalaf.18

Syarat-syarat yang mereka ajukan untuk menerima hadits dhaif antara

lain, sebagaimana diwakili oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dan juga Al-Imam An-

Nawawi rahimahumalah, adalah:

Hadits dhaif itu tidak terlalu parah kedhaifanya. Sedangkan hadits dha’if

yang perawinya sampai ke tingkat pendusta, atau tertuduh sebagai

pendusta, atau parah kerancuan hafalannya tetap tidak bisa diterima.

Hadits itu punya asal yang menaungi di bawahnya

Hadits itu hanya seputar masalah nasehat, kisah-kisah, atau anjuran amal

tambahan. Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan

masalah hukum.

Ketika mengamalkannya jangan disertai keyakinan atas tsubut-nya hadits

itu, melainkan hanya sekedar berhati-hati.

Semua keterangan di atas, jelas bukan pendapat kami. Semua itu

adalah pendapat para ulama pakar ilmu hadits. Kami ini bukan berada dalam

posisi untuk mengkritisi salah satunya. Sebab beda maqam dan beda posisi.

BAB III

KESIMPULAN

18 ibid

Page 20: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

 Hadits yang berkualitas shahih, para ulama sepakat dapat dijadikan hujjah

untuk masalah hukum dan lainnya.

1. Hadits hasan, Imam Bukhari dan Ibnul Araby, menolaknya sebagai dalili

untuk menetapkan hukum, namun ulama lain seperti al-Hakim, Ibnu Hibban,

dan Ibnu Khuzainah, dapat menerimanya sebagai hujjah, dengan syarat

apabila hadits hasan tersebut ternyata isinya bertentangan dengan hadits yang

berkualitas shahih, maka yang diambil haruslah hadits yang berkualitas

shahih.

2. Hadits dha’if, ada dua pendapat boleh atau tidaknya dijadikan sebagai hujjah.

Pertama, Imam Bukhari, Muslim, Ibnu Hazm dan Abu Bakar Ibnul Araby

menyatakan, hadits dha’if sama sekali tidak boleh diamalkan, atau dijadikan

hujjah, baik untuk masalah yang berhubungan dengan hukum maupun untuk

amaliyah. Kedua, Imam Ahmad Ibn Hambal, Abdur Rahman bin Mahdi dan

Ibnu Hajar al-Asqalany menyatakan, bahwa hadits dha’if dapat dijadikan

hujjah (diamalkan) hanya untuk dasar keutamaan amal (Fadla’il amal)

dengan syarat:

a. Para rawi yang meriwayatkan  hadits itu tidak terlalu lemah

b. Masalah yang dikemukakan hadits itu mempunyai dasar pokok yang

ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Hadits shahih

c. Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.

d. Kandungan hadits tersebut berkenaan dengan kisah, nasihat, keutamaan,

dan sejenisnya, serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat

Al-Qur’an, hukum halal dan haram

e. Kedha’ifan hadits yang bersangkutan tidak terlalu parah

f. Ada dalil lain (yang kuat atau memenuhi syarat) yang menjadi dasar

pokok bagi hadits dha’if tersebut

g. Amal yang dilakukan tidak diniatkan atas dasar petunjuk dari hadits

dha’if tersebut, tetapi diniatkan atas dasar kehati-hatian (ihtiyath)

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: KEHUJJAHAN HADITS -    Web viewMAKALAH. KRITERIA DAN STATUS KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH, HASAN, DHAIF. ... serta tidak berkaitan dengan sifat-sifat Allah, tafsir ayat Al-Qur’an,

Hadits-Ilmu Hadits. Departemen Agama RI. Jakarta, Oktober 1992.

www.eramuslim.com

http://ronyramadhanputra.blogspot.com/2009/04/hadits-dhaif.html

Muhammad Ajaz al-Khatib, Ushul al-Hadits, hal. 60

T.M.Hasbhi al_Shiddiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, hal. 61

Prof. Dr.M.Noor.Sulaiman P, Antologi Ilmu Hadits, hal 24

DR.H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ulumul Hadis, (Ahzam,Jakarta,2008),148-149

Dr. Mahmud Thohan, ulumul hadis studi kompleksitas hadis nabi, (Titian Ilahi

Pres, Yogyakarta, 1997), 40.

H.M.Fadlil Said,alih bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustholahul Hadits,

(Al-Hidayah,Surabaya, 2007), 21.

Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Rasail, Semarang, 2007), 122

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejarah dan pengantar ilamu hadis, (pt.

pustaska Rizki Putra,Semarang, 1999), 349