Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAYA BAHASA DALAM NOVEL NEW CATATAN HATI SEORANG ISTRI KARYA ASMA NADIA
(Suatu Tinjauan Stilistika)
STYLE LANGUAGE IN THE NOVEL
NEW NOTES TO THE HEART OF A WIFE WORKS ASMA NADIA (An Overview Stilistika)
Tesis
Oleh: NURLIAH SAMAD
Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.879.2013
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR TAHUN 2015
ii
GAYA BAHASA DALAM NOVEL NEW CATATAN HATI SEORANG ISTRI KARYA ASMA NADIA
(Suatu Tinjauan Stilistika)
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun dan Diajukan oleh
Nurliah Samad Nomor Induk Mahasiswa: 04.08.879.2013
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN 2015
iii
TESIS
GAYA BAHASA DALAM NOVEL
NEW CATATAN HATI SEORANG ISTRI KARYA ASMA NADIA (Suatu Tinjauan Stilistika)
Yang disusun dan diajukan oleh
Nurliah Samad NIM: 04.08.879.2013
Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Tesis
pada tanggal 31 Mei 2015
Menyetujui
Komisi Pembimbing Pembimbing I,
Prof. Dr. Anshari, M.Hum.
Pembimbing II,
Dr. St. Aida Azis, M.Pd.
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana Unismuh Makassar
Prof. Dr. H. M. Ide Said. D.M., M.Pd. NBM. 988463
Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Hum. NBM.922699
iv
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI
Judul Tesis : Gaya Bahasa dalam Novel New Catatan Hati Seorang Istri Karya Asma Nadia (Suatu Tinjauan stilistika) Nama : Nurliah Samad NIM : 04.08.879.2013
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Program : Pascasarjana
Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia Penguji Tesis pada tanggal 31
Mei 2015 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan dan dapat diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 1 Juni 2015
TIM Penguji :
Prof. Dr. H. M. Ide Said D.M., M.Pd. ......................................................
(Ketua/ Penguji)
Dr. Abd. Rahman Rahim, M.Hum. ......................................................
( Sekretaris/Penguji)
Prof. Dr. Anshari, M.Hum. .....................................................
( Pembimbing)
Dr. Siti Aida Azis, M.Pd. ....................................................
( Pembimbing)
v
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Dengan penuh kesadaran, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurliah Samad
NIM : 04.08.879.2013
Prog. Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Tesis : Gaya Bahasa dalam Novel New Catatan Hati Seorang istri Karya Asma Nadia (Suatu Tinjauan Stilistika)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang penulis buat
adalah benar karya sendiri.Jika di kemudian hari terbukti bahwa tesis ini
merupakan duplikat atau plagiat, maka saya bersedia dituntut secara
hukum.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Makassar, 1 Juni 2015 Yang Berjanji, Nurliah Samad
vi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN....................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ...................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... ix
ABSTRAK ................................................................................................ xi
ABSTRACT .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 9
A. Tinjuan Pustaka .................................................................... 9
1. Pengertian Novel .............................................................. 9
2. Jenis-jenis Novel .............................................................. 10
3. Unsur Pembangun Novel ................................................. 12
4. Gaya Bahasa dan Majas ................................................ 20
5. Stilistika Sastra ................................................................ 25
vii
6. Pendekatan Stilistika Sastra ............................................ 27
B. Penelitian yang Relevan ........................................................ 34
C. Nilai Pendidikan dalam Novel New Catatan Hati Seorang Istri ......................................................................... 35
D. Kerangka Pikir ..................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 40
A. Jenis Penelitian ................................................................... 40
B. Batasan Istilah ...................................................................... 41
C. Data dan Sumber Data ......................................................... 42
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 42
E. Teknik Analisis Data ............................................................. 43
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .......................................... 46
A. Hasil Penelitian..................................................................... 46
1. Gaya Bahasa atau Majas Perbandingan .......................... 46
2. Gaya Bahasa atau Majas Penegasan .............................. 72
3. Gaya Bahasa atau Majas Majas Pertentangan ................ 143
4. Gaya Bahasa Atau Majas Sindiran .................................. 152
B. Pembahasan ........................................................................ 152
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 158
A. Simpulan ............................................................................... 158
B. Saran ..................................................................................... 158
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 160
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... 163
viii
LAMPIRAN KORPUS DATA .................................................................... 164
LAMPIRAN SINOPSIS ............................................................................. 201
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt, atas limpahan taufik
dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Dalam penulisan
tesis ini banyak kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi, namun atas izin
Allah Swt., dorongan serta bimbingan dari banyak pihak, baik moral maupun
materil yang tulus dan ikhlas sehingga semua kesulitan dan hambatan dapat
penulis hadapi.
Prof. Dr. Anshari, M.Hum. dan Dr. St. Aida Azis, M.Pd. masing-
masing pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
saran dan dorongan kepada penulis, sejak penyusunan proposal sehingga
penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada ayahanda Abd. Samad Dg. Nompo dan Ibunda Sinar Dg. Bau yang
telah membesarkan, mendidik, menyekolahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi pada jenjang starata dua.
Dalam penulisan tesis ini, penulis juga banyak memeroleh dorongan
dan bimbingan suami tercinta Hasim, S.Pd., yang banyak memberi
semangat serta dorongan kepada penulis demi membangun kelanjutan
pendidikan pada Program Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia di Unismuh Makassar serta ananda tercinta Jihan Aulia
x
Hasim yang telah memberi semangat dan doa atas kelangsungan
perkuliahan penulis hingga sampai pada tahap penyusunan tesis ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih.
Selanjutnya, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar, Direktur Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Bahasa Indonesia serta para karyawan Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Semua pihak yang terlibat demi terselesaikannya tesis ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala saran dan
semangat yang telah tercurah untuk penulis. Akhirnya, semoga apa yang
telah Bapak/Ibu berikan dalam terlaksananya penelitian jurusan ini bernilai
ibadah di sisi Allah Swt. Semoga Allah Swt. membalas-Nya dengan berkah
dan rahmat yang tiada terhitung Amin.
Makassar, 1 Juni 2015
Penulis
xi
ABSTRAK
Nurliah Samad 2015. Analisis Gaya Bahasa dalam Novel New Catatan Hati Seorang Istri Karya Asma Nadia (Suatu Tinjauan Stilistika). Karya Asma Nadia dibimbing oleh Anshari dan Aida Azis Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan tujuan untuk mengkaji dan mendeskripsikan aspek gaya bahasa dalam novel Catatan Hati Seorang istri. Data yang dianalisis dalam penelitian ini berasal dari kutipan isi novel New Catatan Hati Seorang Istri yang mengandung majas. Dari novel setebal tiga ratus halaman tersebut diambil data sejumlah seratus delapan puluh buah dari empat belas catatan secara acak. Dari seratus delapan puluh data yang dianalisis terdapat lima puluh empat data yang mengandung majas perbandingan yang terbagi dalam delapan jenis majas (simile, personifikasi, sinestesia, alusio, antonomasia, depersonifikasi, metafora, dan alegori), seratus dua data mengandung majas penegasan yang terbagi dalam sembilan jenis majas (repetisi, retoris, elipsis, polisindenton, pararima, tautologi, pleonasme, antiklimaks, dan apofasis), dua puluh tiga data mengandung majas pertentangan yang terdiri dari tiga jenis majas (hiperbola, antitesis, dan kontradiksi interminus), dan satu data mengandung jenis majas sindiran (sarkasme). Asma Nadia menggunakan dua puluh satu jenis majas dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri. Berdasarkan hasil pengkajian peneliti maka disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: gaya bahasa perbandingan di lima puluh empat data yang terbagi dalam delapan jenis majas yaitu majas simile, personifikasi, sinestesia, alusio, antonomasia, depersonifikasi, metafora, dan alegori. Penegasan seratus dua data yang terbagi dalam sembilan jenis majas yaitu repetisi, retoris, elipsis, polisindenton, pararima, tautologi, pleonasme, antiklimaks, dan apofasis. Pertentangan di dua puluh tiga data yang terdiri dari tiga jenis majas yaitu hiperbola, antitesis, dan kontradiksi interminus. Sindiran di satu data yang bermajas sarkasme.
xii
ABSTRACT
NURLIAH SAMAD 2015. Analysis of Language Style in Novels “Catatan Hati Seorang Istri” Written by Asma Nadia (Stylistics Overview). written by Asma Nadia, Supervised by Anshari and Aida Aziz. The research was research library with the aimed to assess and describe the stylistic aspects of the novel “Catatan Hati Seorang Istri” The data analyzed in this study was derived from the contents of the novel excerpt “New Catatan Hati Seorang Istri” containing the figure of speech. There were three hundred pages thick novel was taken the data amount of one hundred and eighty pieces of fourteen random notes. The one hundred and eighty analyzed data contained fifty-four data containing comparison figure of speech which was divided into eight kinds of figure of speech (simile, personification, synesthesia, allusion, antonomasia, depersonification, metaphors, and allegories), the data contains two hundred assertion figure of speech which was divided into nine kinds of figure of speech (repetition, rhetorical, ellipsis, polisindenton, pararima, tautology, redundancy, anticlimactic, and apophasis), twenty-three opposition figure of speech which contains the data consists of three types of figure of speech (hyperbole, antithesis, and contradictions interments), and one data contains a type of figure of speech satire (sarcasm). Asma Nadia using twenty-one type of figure of speech in the New “Catatan Hati Seorang Istri”. Based on the assessment results, the researchers concluded the following results: stylistic comparisons in fifty-four data were divided into eigth kinds of figure of speech that figure of speech simile, personification, synesthesia, allusion, antonomasia, depersonification, metaphors, and allegories. The assertion hundred two data types were divided into nine figure of speech that were repetition, rhetorical, ellipsis, polisindenton, pararima, tautology, redundancy, anticlimactic, and apophasis. Contention in the twenty-three data consisted of three types of figure of speech that was hyperbole, antithesis, and contradictions interments. Satire in the data figure as sarcasm.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kelangsungan Interaksi sosial di masyarakat akan terbangun dengan
baik jika kemampuan masyarakat tersebut menggunakan bahasa yang baik
dan memudahkan penutur dan petuturnya memahami bahasa tersebut.
Sebagai alat komunikasi yang paling efektif di masyarakat, bahasa memiliki
sifat universal dan arbitrer, artinya bahasa dapat digunakan oleh penuturnya
berdasarkan kondisi sosial yang berlangsung atau sesuai dengan tradisi
berbahasa yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Selain itu, tentu
bahasa dapat dikatakan sebagai media efektif karena bahasa merupakan
produk yang lahir berdasarkan sarana konvensi yang berlaku di masyarakat.
Kehidupan ini tidak dapat dipungkiri bahwa peran bahasa sangat
dirasakan, hampir dalam semua kegiatan manusia memerlukan kegiatan
bantuan bahasa. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi,
seseorang dapat saling berinteraksi dan berhubungan dengan masyarakat
dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, manusia dapat mengungkapkan
pikiran, gagasan, isi hati, ataupun perasaan melalui bahasa, kemudian
ditangkap oleh orang lain kemudian terjadi hubungan timbal balik antara
manusia dan kehidupan sosial.
1
2
Bahasa yang digunakan dalam suatu kelompok masyarakat atau
kelompok sosial tertentu muncul atas kesepakatan dan perjanjian
masyarakat. Interaksi antar kelompok tidak akan terjalin dengan baik tanpa
mereka memaknai dan mengerti bahasa yang digunakan. Bahkan bahasa
bukan sekadar berupa kumpulan unsur-unsur yang tersusun secara tidak
beraturan, melainkan bahasa merupakan suatu sistem yang tersusun.
Masyarakat sebagai pengguna bahasa, tentu terdapat hubungan erat
di antara keduanya. Dikatakan memiliki hubungan yang erat oleh karena
bahasa merupaka sarana pengungkap kebudayaan yang terbangun dalam
masyarakat. Kebudayaan akan terungkap melalui keberadaan bahasa
sebagai alat yang paling efektif yang berlaku di masyarakat. Bahasa menjadi
media utama untuk saling memahami antara satu dengan yang lainnya.
Dengan bahasa seseorang dapat diketahui identitasnya. Seperti orang
Makassar dengan simbol bahasanya yang berbeda dengan bahasa Jawa,
Orang Bugis dengan simbol bahasanya berbeda dengan simbol bahasa
orang Bima. Dengan demikian, bahasa dapat dikatakan sebagai sebuah
simbol yang digunakan berkomunikasi sehari-hari dan merupakan cerminan
kebudayaan yang dapat membedakannya dengan setiap pengguna bahasa
yang berbeda. Menurut Syamsuri (2011:15) bahasa merupakan lambang
identitas serta alat pemersatu antar masyarakat. Apa yang dikatakan oleh
Syamsuri sejalan dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai
3
bahasa nasional yaitu bahasa pemersatu antar seluruh warga negara
Indonesia. Sebagai bahasa nasional tentu mengikat keseluruhan kelompok
pengguna bahasa daerah di tanah air Indonesia ini dan menjadi simbol
kebudayaan masyarakat Indonesia. Sebagai sarana pengungkap
kebudayaan bahasa merupakan sebuah sistem simbol yang berlaku di setiap
kelompok pengguna bahasa seprti bahasa yang berjalan dalam setiap
rumpun warga, suku ataupun komunitas
Bahasa sebagai sebuah sistem, merupakan kekhasan bagi
masyarakat penggunanya. Karena dengan bahasa, maka akan tercermin
budaya seseorang. Dengan bahasa akan menampakkan identitas seseorang,
hal itu sejalan dengan pendapat Brown yang menyatakan bahwa fungsi
bahasa untuk mengungkapkan isi dideskripsikan sebagai fungsi bahasa
transaksional, sedangkan fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan
hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi dideskripsikan sebagai fungsi
bahasa interaksional (Brown, 1996: 1). Apa yang dikemukakan oleh Brown
dapat dilihat dalam praktik kehidupan sosial bagaimana bahasa digunakan
oleh kelompok sosial seperti bahasa Makassar dan Bugis digunakan untuk
mengungkap simbol-simbol kebudayaannya.
Bahasa sebagai suatu simbol, merupakan kekhasan bagi masyarakat
penggunanya yang dijadikan sebagai media interaksi untuk menyampaikan
ide, pesan, ekspresi juga bersifat universal. Oleh karena sifat, universal
4
bahasa tersebut, maka di dalam mengekspresikan sebuah pesan pengguna
bahasa dapat menggunakan bahasa berdasarkan standar penggunanya. Hal
itu dapat dijumpai dalam bahasa sastra yang digunakan oleh seorang
sastrawan untuk menyampaikan ekspresinya kepada khalayak (Azis
2011:77-78). Oleh Azis diuraikan bahwa bahasa karya sastra seperti novel
dibangun dari beberapa unsur, seperti tema, plot, latar, karakter/penokohan,
titik pengisah dan gaya bahasa. Ketujuh unsur tersebut dapat dibedakan,
tetapi sukar dipisahkan. Artinya, dalam sebuah novel ketujuh unsur ini dapat
ditemukan namun tidak berdiri sendiri. Pemunculan dalam cerita ada yang
bersamaan, namun mungkin ada salah satu diantaranya yang mendapat
perhatian khusus dari pengarang. Unsur gaya bahasa memiliki peran yang
dapat menentukan sebuah ekspresi yang dimaksudkan oleh pengarangnya.
Unsur keindahan dalam bahasa (gaya bahasa) merupakan
penopang terjadinya komunikasi yang berarah pada praktik retorik yang
dapat menyenangkan pembacanya atau pendengarnya demi tersalurkannya
pesan dengan baik. Pembicaraan tentang gaya bahasa selalu identik dengan
keindahan bahasa. Dalam karya sastra misalnya, penulis sastra harus
didukung dengan bahasa untuk menunjang karyanya. Bahasa sebagai media
dalam mencipta karya sastra sehingga efek dari sastra yang dicipta oleh
pengarangnya mula-mula dirasakan oleh pembaca lewat gaya bahasa yang
5
digunakan pengarang. Istilah gaya bahasa diangkat dari istilah style yang
berasal dari bahasa stilus dan mengandung arti leksikal alat untuk menulis.
Berdasarkan uraian tersebut bahwa bahasa merupakan alat yang
paling efektif untuk menyampaikan ekspersi atau alat interakasi yang paling
dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam sastra pengarang menyampaikan
pesannya melalui sajian bahasanya. Gaya bahasa adalah alat untuk
manampilkan ide atau gagasan yang memiliki nilai estetik dan dapat menarik
pembacanya. Penggunaan gaya bahasa, selain untuk menimbulkan nilai
estetika juga merupakan wahana menyampaikan pesan ke arah yang lebih
menarik sehingga tujuan utama dari sebuah ide dapat terealisasi
berdasarkan pemahaman makna oleh pembaca. Pembicaraan tentang gaya
bahasa dalam sastra seperti, novel, puisi dan cerpen selalu identik dengan
keindahan bahasa. Dalam karya sastra, penulis sastra harus didukung
dengan bahasa untuk menunjang karyanya.
Penulis novel banyak menggunakan bahasa figuratif untuk mewakilkan
suatu pesan kepada pembaca. Bahasa figuratif (majas) adalah bahasa yang
digunakan pengarang untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak
biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna, kata atau
bahasanya bermakna kias atau makna lambang. Bahasa figuratif
menyebabkan karya sastra menjadi prismatis artinya memancarkan banyak
makna atau kaya akan makna. Pengarang umumnya menggunakan struktur
6
sintaksis pada larik-larik atau kalimat yang berurutan untuk memperoleh efek
tertentu. Dengan pandangan tersebut tentu dalam karya sastra terdapat gaya
bahasa. Untuk itu, melalui asumsi-asumsi tersebut, penulis bermaksud
mengkaji gaya bahasa pada novel New Catatan Hati seorang Istri karya
Asma Nadia.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian pada latar belakang di atas maka, penulis
merumuskan masalah pokok yaitu bagaimanakah unsur yang terdapat dalam
novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia. Masalah unsur
akan dianalisis berdasarkan gaya bahasa perbandingan, penegasan,
pertentangan,dan gaya bahasa sindiran. Untuk itu penulis menetapkan sub
masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah penggunaan gaya bahasa perbandingan yang terdapat
dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia?
1. Bagaimanakah penggunaan gaya bahasa model penegasan yang
terdapat dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma
Nadia?
2. Bagaimanakah penggunaan gaya bahasa model pertautan yang
terdapat dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma
Nadia?
7
3. Bagaimanakah penggunaan gaya bahasa model sindiran yang
terdapat dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma
Nadia?
C. Tujuan Penelitian
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
deskripsi tentang:
1. Penggunaan gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam novel
New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia.
2. Penggunaan gaya bahasa model penegasan yang terdapat dalam
novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia.
3. Penggunaan gaya bahasa model pertautan yang terdapat dalam novel
New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia.
4. Penggunaan gaya bahasa model sindiran yang terdapat dalam ovel
New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik bersifat teoretis
maupun bersifat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
a. Hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi bagi pengkaji
sastra dan praktisi.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan pengembangan teori
pengkajian kesusastraan.
c. Hasil penelitian ini dapat pula dijadikan pembanding bagi penelitian
selanjutnya pada objek yang sama tetapi menggunakan kajian
yang berbeda.
2. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagi mahasiswa, sebagai masukan untuk mendalami kajian
tentang gaya bahasa melalui kajian stilistika.
b. Bagi pembaca, diharapkan menjadi referensi terbaru yang
dapat memberi informasi demi pengembangan kajian
kesusastraan.
c. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan pengetahuan,
pengalaman, dan meningkatkan kemampuan apresiasi
terhadap karya sastra.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Inggris yaitu novelet yang berarti
sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang,
namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiantoro 2007:9-10). Nurgiantoro
memandang bahwa novel merupakan karya fiksi yang dibangun dengan
unsure intrinsik dan unsur ekstrinsik. Selanjutnya Abrams (dalam
Nurgiantoro, 2007:9) mengatakan bahwa, novel dan cerpen mengandung
pengertian yang sama yaitu karya prosa fiksi.
Novel adalah karya fiksi yang memunyai ruang gerak yang luas,
jalan cerita tentang pelaku lebih panjang. Novel tidak memusatkan pada
salah satu fokus cerita, melainkan memuat perincian yang lebih lengkap.
Menurut Wellek dan Werren, (2014: 216) novel adalah suatu lukisan
kehidupan dan perilaku yang sesungguhnya, dan lukisan tentang waktu pada
saat novel tersebut ditulis.
Dalam sebuah novel, dapat muncul berbagai aspek kehidupan yang
di dalamnya terdapat amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang pada
pembaca. Oleh karena itu, sebuah novel pada dasarnya merupakan cerita
atau laporan mengenai kejadian atau suatu pengalaman.
9
10
Novel bertujuan menunjukan motif-motif dan pengaruh-pengaruh
yang menguasai kehidupan manusia, efek-efek pilihan pribadi terhadap
watak dan nasib seperti itulah novel yang benar. Dengan demikian novel
membuka suatu bidang yang lebih luas, lebih menarik dari tipe sastra lainnya
dan adapun wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan atau memfokuskan
kehidupan dalam suatu krisis yang menentukan. Disisi lain novel hanya
menceritakan salah satu sendi kehidupan sang tokoh yang benar-benar
istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib, baik segi
ceritanya, ketamakannya, dan kerakusannya.
2. Jenis-Jenis Novel
Menurut hasil penelitian Hamsidar (2003: 7), novel dapat dibagi
menjadi tiga golongan besar, yakni novel percintaan, novel petualangan,
novel fantasi, kemudian diperinci lagi sebagai berikut:
a. Novel percintaan
Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara
seimbang, bahkan kadang-kadang peran wanita lebih dominan.
b. Novel petualangan
Novel petualangan, sedikit sekali memasukkan peranan wanita.
Jenis petualangan ini adalah bacaan kaum pria, karena tokoh di dalamnya
dengan sendirinya melibatkan masalah laki-laki yang tidak ada
hubungannya dengan wanita. Meskipun dalam jenis novel ini sering ada
11
percintaan, namun hanya bersifat sampingan belaka, artinya novel itu
tidak semata-mata berbicara soal cinta.
c. Novel fantasi
Novel fantasi bercerita tentang hal tidak realistis dan serba tidak
mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari jenis novel ini mementingkan
ide konsep, dan gagasan sastrawannya yang hanya dapat jelas kalau
diutarakan dalam bentuk cerita fantastisnya artinya menyalahi hukum
empiris, hukum pengalaman sehari-hari.
Berdasarkan isinya, novel dapat dibedakan menjadi :
1) Novel sosial adalah novel yang isinya menceritakan tentang kehidupan
dan penghidupan masyarakat, adat istiadat, kepercayaan, masyarakat
kota dan masyarakat desa. Dapat pula menceritakan kepentingan
masyarakat.
2) Novel bertendens adalah novel yang isinya mengungkapkan tendens
atau tujuan tertentu untuk membuat keadaan menjadi baik atau lebih
baik.
3) Novel sejarah adalah novel yang ceritanya erat atau berhubungan
peristiwa sejarah.
4) Novel psikologi adalah novel yang mengutamakan pengungkapan
tokoh, pelaku dari aspek kejiwaannya mengungkapkan pergolakan
jiwa, batin, dan pendirian para tokoh dalam cerita.
12
5) Novel detektif adalah novel yang isinya mengungkapkan peristiwa
yang bersifat detektif. Menceritakan kelihaian pelaku, melakukan taktik
tertentu untuk membantu dan menenangkan pihak yang hancur.
6) Novel adat adalah novel yang berisi masalah adat biasanya
mengisahkan pertentangan adat istiadat dengan perubahan yang
diinginkan muda-mudi sebagai upaya merombak tradisi berkemajuan.
7) Novel percintaan adalah novel yang mengisahkan hubungan
percintaan antara pria dan wanita dengan berbagai rintangan dan
cobaan.
8) Novel anak-anak adalah novel yang isinya menceritakan dunia anak
biasanya mengenai perilaku anak-anak kecerdikannya pengalaman
dan suka dukanya.
9) Novel simbolik adalah novel yang isinya melambangkan disimbulkan
terhadap sesuatu yang dikisahkan atau diceritakan.
3. Unsur Pembangun Novel
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa sebuah karya sastra
dikaji dan dianalisis berdasarkan atas unsurnya. Unsur sastra (novel) ada
dua, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang
secara langsung membangun cerita dari dalam novel itu sendiri, seperti
tema, amanah, alur, tokoh, latar, sudut pandang (point of view) gaya
13
bahasa. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra
itu, seperti ekonomi, politik agama, kebudayaan dan adat istiadat.
b. Tema
Menurut Semi (1989: 42), tema ialah masalah yang menjadi
pokok pembicaran atau yang menjadi inti topik dalam suatu pembahasan.
Di dalam suatu novel merupakan pokok persoalan yang menguasai
pikiran pengarang sehingga mempengaruhi semua unsur cerita
c. Amanat
Perwujudan pengarang, ekspresi dan tanggapan pengarang
menghadapi suatu permasalahan menarik karya sastra yang merupakan
dasar bagi pengarang menuangkan ide, tanggapan, pesan, dan kesan
bahkan melalui karya sastra, sastrawan menggambarkan dari sebuah
permasalahan
Dengan demikian, dalam karya sastra ada pesan khusus yang ingin
pengarang sampaikan kepada pembaca, pesan khusus yang dimaksud
adalah pesan yang dapat dijadikan pengarang agar lebih aktif dalam
meniti hidup seandainya pembaca mengalami, menemui dan menghadapi
permasalahan yang sama dengan cerita dalam karya itu. Pesan khusus
itulah yang disebut amanah.
14
d. Alur cerita/plot
Plot merupakan sesuatu yang cukup di dalam karya satra berbentuk
prosa. Berhasil tidaknya sebuah roman, novel, atau cerita pendek
ditentukan pula oleh plot di dalam karya tersebut. Plot secara tradisional
merupakan susunan cerita
Sebuah cerita merupakan rangkaian peristiwa. Peristiwa yang
dirangkaikan itu adalah susunan peristiwa yang lebih kecil novel misalnya
terdiri dari bagian-bagian atau bab ini merupakan rangkaian alinea yang
berisi peristiwa-peristiwa yang lebih kecil. Peristiwa-peristiwa itu oleh
pengarang disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah
cerita. Penyusunan tidak hanya sekedar membariskan peristiwa, tetapi
memilih dan mengatur menjadi rangkaian sebab akibat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa plot adalah struktur penyusunan kejadian-kejadian
yang disusun secara logis.
Junaede dalam Yuliani (2000: 8) mengemukakan bahwa alur adalah
rangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk
satu kesatuan yang utuh. Hubungan unsur cerita yang satu dengan
peristiwa yang lain bersifat logis, juga mengandung hubungan kualitas,
yaitu peristiwa yang satu menjadi penyebab timbulnya peristiwa yang lain.
Sedangkan menurut Atmaja (1993: 38), cara menentukan alur cerita
dilakukan dengan menguji sebab akibat peristiwa pokok. Sebab alur cerita
15
adalah sambung-sinambung peristiwa berdasarkan hubungan sebab
akibat.
e. Latar
Dengan karya fiksi, latar bukan hanya berfungsi logis melainkan pula
memiliki fungsi psikologis sehingga latar pun mampu menuangkan makna
tertentu. Sastra mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang
menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya.
Menurut Aminuddin (1991: 67), latar adalah peristiwa dalam karya
fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi
fisikal dan fungsi psikologis. Latar dalam karya fiksi bukan hanya berupa
tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan
tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan
dengan sikap, jalan pikiran prasangka, maupun gaya hidup suatu
masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu.
f. Perwatakan/penokohan
Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan
sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku
yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu
mampu menjalin suatu cerita disebut tokoh. Sedangkan cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan.
16
Tokoh dalam karya sastra adalah manusia yang ditampilkan oleh
pengarang dan memiliki sifat-sifat yang ditafsirkan dan dikenal
pembacanya melalui apa yang mereka katakan atau apa yang mereka
lakukan. Forster (dalam Tang, 2008: 34), mengemukakan bahwa tokoh
dalam sebuah cerita biasanya manusia; hewan-hewan pun pernah
diperkenalkan tetapi dengan tingkat keberhasilan yang terbatas karena
tidak banyak dipahami menyangkut masalah psikologinya.
Watak sering disamakan dengan karakter. Karakter adalah sifat batin
manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perasaannya. Tokoh
dalam cerita seperti halnya dengan manusia dalam kehidupan sehari-hari
selalu memiliki watak-watak tertentu.
Menurut Boulton dalam Aminuddin (1995: 79) cara pengarang
menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam.
Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya
hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam
mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan
kehidupan manusia yang sebenarnya maupun yang egois, kacau dan
mementingkan diri sendiri.
Sehubungan dengan watak itu, telah diketahui pelaku protogonis
yaitu pelaku yang memiliki watak yang baik dan pelaku antagonis yaitu
pelaku yang memiliki watak yang jahat.
17
g. Sudut Pandang (point of view)
Menurut Brooks (dalam Tang, 2008:24), penggunaan satu istilah
dalam makna cukup membingungkan. Oleh karena itu, ia menyarankan
agar point of view digunakan untuk menyatakan gagasan atau sikap batin
pengarang di jelmakan di dalam karya sastranya. Sedangkan kalau kita
berbicara tentang siapa yang mengamati peristiwa dan menyampaikan
cerita, sebaiknya digunakan istilah fokus pengisahan atau Focus of
narration. Jadi, menurut Brooks, Point of view bertautan dengan
pengarang yang bertalian dengan pendidikannya, keadaan sosialnya,
moral masyarakat ketika karya diciptakan; pendeknya dengan hal-hal di
luar karya sastra itu sendiri. Ada pun mengenai focus or narration, hal ini
bertautan dengan pencerita dan kisahannya.
Brooks kemudian membedakan empat perwujudan fokus pengisahan,
yaitu: 1) tokoh utama menyampaikan kisah diri, jadi, kisahan oleh tokoh
utama dengan sorotan pada tokoh utama pula; 2) tokoh bawahan
menyampaikan kisah tentang tokoh utama; jadi, kisahan oleh tokoh
bawahan dengan sorotan pada tokoh utama; 3) pengarang pengamat
(observer-author) menyampaikan kisah; sorotan terutama pada tokoh
utama; 4) pengarang serba tahu (ommmscient author) menyampaikan
kisah dari segala sudut, sorotan utama pada tokoh utama (Brooks dalam
Tang, 2008).
18
Sehubungan dengan masalah sudut pandang tersebut, dapat
dikatakan bahwa pencerita menyampaikan dari sudut pandangannya
sendiri. Pencerita yang berbeda memiliki sudut pandang yang berbeda
pula, dan sudut pandang yang berbeda itu biasanya melahirkan versi
cerita yang berbeda pula.
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku
dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandang atau biasa diistilahkan
dengan point of view atau titik kisah meliputi (1) narator omniscient (2)
narator observer, penjelasan lebih lanjut dari sejumlah jenis titik pandang
sebagai berikut.
Narator omniscient adalah narator atau pengisah yang juga berfungsi
sebagai pelaku cerita, karena pelaku juga adalah pengisah, maka
akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu tentang apa
yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya,
baik secara fisikal maupun psikologis.
Narator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai
pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam
batas tertentu dalam perilaku batiniah para pelaku narator observer
pengarang menyebutkan nama pelaku dengan ia, dia, nama-nama lain
maupun dengan mereka.
19
h. Gaya Bahasa
Istilah gaya bahasa diangkat dari istilah style yang berasal dari
bahasa stilus dan mengandung arti leksikal “alat untuk menulis”. Dalam
karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seorang
pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media
bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan
suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
Novel sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang
berisi modal kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun
melalui berbagai unsur. Novel dapat juga memberikan ide atau wawasan
yang lebih luas dari sekedar fakta yang bersifat pengetahuan. Dari novel
mungkin manusia akan mendapatkan nilai-nilai dari sesuatu yang
mungkin di luar perhatian manusia. Nilai-nilai yang dimaksudkan dalam
novel adalah persepsi dan beberapa pengertian yang diperoleh pembaca
lewat sastra seperti nilai “pendidikan, agama, budaya dan lain-lain.
Beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
dapat ditarik kesimpulan isi novel Cinta Dalam Gelas dengan nilai-nilai
religius karena itu, dalam penelitian ini penulis dapat pula memberikan
gambaran pengertian religi untuk ajaran agama.
20
4. Gaya Bahasa dan Majas
Mengkaji aspek gaya bahasa atau majas maka seseorang harus
terlebih dahulu memahami bahasa secara umum, oleh karena bahasa yang
digunakan dalam sastra adalah sebuah sistem yang dibangun untuk
mewakilkan simbol dan makna. Bahasa menurut para pakar bahasa pada
masa pergantian abad ini (abad XIX ke abad XX) mencoba mencari jawaban
atas pertanyaan “apa bahasa itu?” dengan membandingkannya dengan objek
fisik. Mereka sudah tidak tertarik pada pemerian fase awal perkembangan
bahasa yang disebut oleh Ferdinand de Saussure pendekatan diakronik.
Mereka berusaha menerangkan bahasa secara sinkronik yang melihat
struktur bahasa masa sekarang.
Saussure membedakan bahasa atas langage, langue, dan parole.
Langue adalah bahasa yang umumnya. Dalam konteks ilmu bahasa, bahasa
sama pergertiannya dengan langage menurut Saussure. Bahasa dalam
konteks tersebut menyangkut semua bahasa karena ilmu bahasa tidak
terbatas pada penelitian satu atau beberapa meneliti karakteristik serta
menunjukkan kesamaannya sehingga generalisasi terhadapnya dapat ditarik.
Langage mengandung pengertian bahasa yang paling abstrak. Langue dan
parole keduanya merujuk pengertian bahasa tertentu. Dalam konteks bahasa
Indonesia kata bahasa disini mencangkup baik langue maupun parole.
21
Pemisahan antara langue dan parole oleh Saussure dilihat orang
persamaannya dengan pandangan linguist Amerika, Noam Chomsky dan
para pengikutnya sekitar tahun 1960-an. Chomsky (dalam Hambali 2005: 18)
memisahkan perilaku bahasa atas competence dan performance adalah
pengetahuan pemakai bahasa yang ideal tentang kaidah gramatika,
sedangkan performance adalah realisasi nyata pengetahuan penutur dalam
tuturan, dan di dalamnya mencangkup berbagai faktor sosial, fisik, dan
kejiwaan.
Chomsky dan Saussure terlihat sedikit perbedaan, Saussure
memberikan langue sebagai produk masyarakat, yakni kumpulan
kesepakatan yang penting-penting yang diakui oleh kelompok, sedangkan
competence merupakan kualitas pikiran individu yang dikembangkan dalam
rangka proses pendewasaan secara umum. Akan tetapi, baik de Saussure
dan Chomsky keduanya memiliki pendapat bahwa tujuan utama studi
linguistik terhadap bahasa adalah menggambarkan karakteristik aturan
regular atau gramatikal umum dan tidak bermaksud memberikan tuturan
yang beraneka ragam yang dihasilkan oleh setiap pemakai bahasa baik itu
lisan maupun tulisan.
Selanjutnya bahasa sebagai sebuah sistem juga memuat bidang
kajian yang sangat luas seperti tataran fonologi dan bunyi bahasa.
Kedudukan fonologi dalam studi bahasa dapat dilihat dari hubungan antara
22
bentuk dan makna dalam bahasa. Jika bahasa dibagi secara sederhana atas
dua ranah: bentuk dan makna, maka fonologi berada pada tataran bentuk.
Bahasa juga dapat dibagi atas tiga tataran, yakni: pengucapan
(pronunciation), tatabahasa (grammar) dan semantik (semantics). Dari
perefektif ini fonologi ditempatkan pada tataran pertama. Pembagian yang
lebih eksplisit menempatkan fonologi dalam linguistik adalah pengembangan
terhadap pembagian terakhir sebelumnya menjadi empat tataran, dengan
memecah tataran pengucapan kepada fonetik dan fonologi.
Menurut Halliday, fonologi merupakan penghubung antara substansi
bahasa dan bentuk bahasa. Substansi bahasa adalah fonetik sementara
bentuk bahasa adalah tatabahasa (grammar) dan leksis (lexis). Halliday
sendiri membagi bahasa atas lima tataran, yang terdiri atas tiga tataran
utama, yaitu: isi (substance), bentuk (form), dan situasi ekstralinguistik
(extralinguistik situation), ditambah dua tataran antara (interlevels), yakni
fonologi dan konteks.
Crystal membagi bahasa kepada enam tataran, yaitu: fonetik, fonologi,
morfologi, sintaksis, leksikon, dan wacana. Fonetik dan fonologi berada pada
kelompok tataran medium transmisi; morfologi dan sintaksis pada kelompok
tataran tatabahasa; leksikon dan wacana pada kelompok tataran makna.
Crystal menempatkan fonologi bersama dengan fonetik sebagai medium
transmisi antara tatabahasa dan makna bahasa.
23
Sebagai teori yang digunakan dalam pengkajian ini, peneliti akan
menguraikan berbagai pendapat pakar tentang pengertian gaya bahasa dan
majas. Gaya bahasa digunakan dalam setiap penggunaan bahasa baik itu
secara lisan maupun tulisan (Munira, 2004:32). Selnjutnya Aida Asis 2011: 54
mengatakan bahwa setiap pengarang tidak dapat dipisahkan dari
kemampuannya menyajikan gaya bahasa dalam karangannya.
Dengan gaya bahasa, seorang penyair dapat memperkaya makna
sehingga ia dapat menggapai pesan yang diinginkan secara lebih intensif
hanya dengan sedikit kata. Keraf (2009: 117) mengungkapkan bahwa
berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang
paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat
tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam
masyarakat. Artinya, gaya bahasa mempersoalkan ketepatan dan
kesesuaian dalam menghadapi situasi tertentu.
Menurut Siswantoro (2010: 115), gaya bahasa (figure of speech)
adalah suatu gerak membelok dari bentuk ekspresi sehari-hari atau aliran
ide-ide yang biasa untuk menghasilkan suatu efek yang luar biasa. Dengan
demikian gaya adalah kualitas bahasa yang merupakan ekspresi langsung
pikiran dan perasaan. Tanpa adanya proses hubungan yang harmonis antara
kedua gejala tersebut, maka gaya bahasa tidak ada. Dalam aktivitas kreatif
komunikasi antara pikiraan dan perasaan diproduksi secara terus-menerus
24
sejak awal hingga akhir cerita, sehingga keseluruhan karya dapat dianggap
sebagai memiliki gaya bahasa.
Aminuddin (2008) menegaskan bahwa gaya merupakan perwujudan
penggunaan bahasa seorang penulis untuk mengemukakan gambaran,
gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya
sebagaimana cara yang digunakannya. Dalam penelitian ini, fokus kajian
adalah aspek agaya bahasa atau majas perbandingan, majas pertentangan,
majas penegasan dan majas sindiran.
a. Majas Perbandingan
Majas perbandingan meliputi, personifikasi, hiperbola, metafora,
eufemisme, sinekdok, litotes, asosiasi, metonimia, alegori, alusio dan
simbolik.
b. Majas Penegasan
Khusus kajian majas penegasan peneliti memfokuskan pada aspek,
pleonasme, retorik, paralelisme, repetisi, klimaks, antiklimaks,
asidenton, polisidenton, dan tautologi.
c. Majasa Pertentangan
Majas pertentangan meliputi: antithesis, paradok, kontradiksi
intermimis.
d. Majas Sindiran. Majas sindiran meliputi: ironi, sinisme dan sarkasme.
25
5. Stilistika Sastra
Stilistika menurut Wellek dan Werren (2014: 206), Stilistika merupakan
bagian ilmu sastra, dan akan menjadi bagian penting, hanya metode
stilistikalah yang dapat menggambarkan ciri-ciri khusus karya sastra. Ada
dua kemungkinan pendekatan stelistika semacam itu, yang pertama di mulai
dengan analisis sistematis tentang sistem linguistik karya sastra, dilanjutkan
dengan interpretasi tentang ciri-cirinya dilihat dari tujuan estetis karya
tersebut sebagai ”makna total” di sini gaya akan muncul sebagai sistem
linguistik yang khas dari karya atau sekolompok karya.
Pendekatan yang kedua yang bertentangan dengan yang pertama
mempelajari sejumlah ciri khas perbedaan sistem satu dengan sistem-sistem
yang lain di sini, metodenya adalah mengontraskan. Kita mengamati deviasi
dan distorsi terhadap pemakaian bahasa yang normal dan berusaha
menemukan tujuan estetisnya dalam bahasa untuk komunikasi biasa,
perhatian tidak diarahkan pada bunyi atau kata, atau susunan kata (di dalam
bahasa Inggris, susunan kata dimulai dari pelaku, diikuti oleh tindakan) atau
struktur kalimat (enumerative, koordinat). Langkah pertama yang lazim
diambil dalam analisis stilistika adalah mengamati deviasi-deviasi seperti
pengulangan bunyi. Inverse susunan kata, susunan hierarki klausa yang
semuanya mempunyai fungsi estetis seperti penekanan, atau membuat
26
kejelasan, atau justru sebaliknya: usaha estesis untuk mengaburkan dan
membuat makna menjadi tidak jelas.
Kajian Stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan
pendekatan objektif. Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian
dan penjelasan yang dibuahkan, kajian stilistika merupakan kajian yang
berfokus pada wujud penggunaan sistem tanda dalam karya sastra yang
diperoleh secara rasional-empirik dapat dipertanggung jawabkan. Landasan
empirik merujuk pada kesesuian landasan konseptual dengan cara kerja
yang digunakan bila dihubungkan dengan karakteristik fakta yang dijadikan
sasaran kajian. Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren,
Stilistika perhatian utamanya adalah kontras sistem bahasa pada zamannya
(Wellek dan Warren : 1990 : 221).
Stilistika menurut Sudjiman (dalam Satoto, 1995: 6) adalah ilmu yang
meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Sangat
menarik bahwa dalam perkembangan linguistik terapan munculnya minat
bahkan kesungguhan hati para pakar linguis untuk menerapkan teori dan
pendekatan linguistik dalam rangka pengkajian sastra (Satoto, 1995:6).
Begitu eratnya pengkajian bahasa dan sastra, sehingga bidang studi stilistika
menjadi incaran yang menggairahkan bagi para ahli bahasa dan ahli sastra.
Stilistika adalah studi yang menjembatani pengkajian bahasa dan sastra
27
dengan mengkaji apa sebenarnya hubungan antara bahasa dan sastra
(Satoto, 1995:6).
Ciri khas sebuah karya sastra tidak saja dilihat berdasarkan genrenya,
tetapi dapat pula dilihat melalui konvensi sastra maupun konvensi
bahasanya. Khusus dalam kaitan bahasa dalam sastra, pengarang
mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk menyampaikan gagasannya
dengan tujuan tertentu. Menurut Aminuddin (2008), gaya merupakan
perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan
gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi
penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud cara
menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang
berhubungan dengan rentetan kata, kalimat dan berbagai kemungkinan
manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Jadi, gaya merupakan
simbol verbal. Stilistika dalam kajian karya sastra mamiliki hubungan yang
sangat erat karena dalam sebuah karya sastra terdapat style sedangkan
stilistika merupakan cabang ilmu sastra yang mengkaji tantang style atau
gaya.
6. Pendekatan Stilistika dalam Sastra
Penelitian sastra sering disejajarkan dengan kajian, telaah, studi, dan
kritik akademis. Istilah-istilah ini sebenarnya mengacu pada penelitian sastra.
Hanya saja, yang sedikit berbeda adalah kritik sastra. Sedangkan kajian,
28
telaah, dan studi kurang lebih memiliki tujuan yang sama yaitu memahami
karya sastra. Sastra adalah manifestasi kehidupan manusia. Potret tata laku
manusia dalam bingkai budayanya terangkum utuh dalam sebuah karya
sastra. Dalam sastra potret segala sendi kehidupan manusia dari segala sisi.
Sastra merupakan bagian suatu masyarakat. Seluruh persoalan masyarakat
dibicarakan dalam karya sastra, tidak bisa dilepaskan dari latar belakang
kebudayaan yang melatarbelakanginya. Oleh sebab itu, tidak mengherankan
jika sebuah sastra melibatkan secara intensif berbagai aspek kultural.
Untuk mengkaji sastra dengan menggunakan pendekatan stlistika,
seorang peneliti harus memiliki kekayaan referensi terhadap khasanah
linguistik. Dikatakan demikian oleh karena stilistika menganut paham bahwa
unsur pokok sastra adalah bahasa. Bahasa yang digunakan dalam karya
sastra itu mempunyai kaitan pula dengan sastrawan. Sastrawan
mengerahkan kemampuan dan kreativitas masing-masing dalam
menciptakan karya mereka. Dengan demikian pendekatan stilistika
merupakan pendekatan yang menyaran pada kajian kebahasaan.
Seorang peneliti yang ingin menggunakan pendekatan stilistika dalam
menguraikan sebuah karya sastra, harus menguasai dengan baik konsep-
konsep linguistik. Konsepsi dan kriteria pendekatan stilistika dalam kritik
sastra adalah sebagai berikut: Pendekatan stilistika memberikan perhatian
29
utama terhadap tampilan bahasa di dalam karya sastra. Hal-hal yang terkait,
yaitu:
a. Bentuk dan variasi kalimat, klausa, frase, kata, bunyi, dan majas.
b. Bentuk-bentuk penyimpangan dari struktur bahasa natural.
c. Manipulasi bunyi, kata, ungkapan, frase, kalimat, dan wacana dalam
penciptaan gaya.
d. Pilihan kata yang tepat.
e. Pencampuran berbagai gaya dalam suatu karya sastra.
f. Analisis pemakaian kata dalam kalimat, kalimat dalam paragraf, dan
paragraf dalam wacana.
g. Pemakaian dialek daerah atau ragam bahasa nonformal.
h. Aspek makna.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan memfokuskan pada aspek
gaya bahasa dengan memfokuskan pada kajian gaya bahasa perbandingan,
pertautan, penegasan dan sindiran. Dengan demikian, dari kedelapan fokus
kajian stilistika yang telah di uraikan di atas, tidak secara keseluruhan akan
diakomodasi untuk dikaji oleh karena stilistika merupakan kajian yang
memfokuskan kada keseluruhan aspek linguistik dalam sastra. Menurut
Welllek dan Werren (2014:199), studi linguistik tidak hanya penting untuk
memahami kata-kata atau frasa. Sastra terkait pada semua aspek bahasa
karya sastra pertama-tama adalah suatu sistem bunyi, jadi, merupakan
30
seleksi sistem bunyi bahasa tertentu. Pembahasan terdahulu tentang efoni,
irama, dan matra menunjukkan bahwa pendekatan lingustik penting untuk
memecahkan sejumlah masalah sastra. Fonemik tidak dapat ditinggalkan
dalam studi matra perbandingan dan analisis pola bunyi.
Dalam analisis satra, unsur fonetik bahasa tidak dapat dipisahkan dari
makna. Sebaliknya, struktur makna cocok untuk analisis linguistik, kita dapat
menyusun gramatika karya sastra atau kelompok karya sastra, mulai dari
fonologinya, bentuk kata, lalu berlanjut ke perbendaharaan kata (barbaris,
pronvialisme, arkaisme, neologisme) dan meningkat ke studi sistansis
(inverse, antithesis, paralelisme).
Ada dua sudut pandang yang mempelajari bahasa karya sastra, kita
dapat memakai karya sastra sebagai dokumen sejarah lingustik, misalnya,
the owl and the nightingale dan sir Gawain and the Green Knight dapat
menunjukkan ciri-ciri dialek bahasa Inggris pertengahan. Dalam karya-karya
penulis seperti Skelton, Nashe dan Ben Jonson tersedia bahan yang kaya
untuk penelitian sejarah bahasa Inggris. Sebuah penelitian karya A.H. King
dari Swedia memakai karya Ben Jonson, Poetaster, sebagai analisis dialek
sosial dan kelas zaman itu. Wilhelm Framz membuat penelitian tentang
Shakespeare grammatik secara mendalam. Lazare Zainean menulis dua jilid
buku tentang bahasa Rabelais. Dalam penelitian ini, karya sastra dipakai
sebagai sumber dan dokumen untuk linguistik. Tapi studi linguistik hanya
31
bermanfaat untuk studi sastra kalau bertujuan meneliti efek estesis bahasa
singkatnya, ketika ia menjadi stalistika (paling tidak dalam salah satu
pengertian istilah ini).
Tentu saja stilistika tidak dapat diharapkan dengan baik tanpa dasar
linguistik yang kuat, karena salah satu perhatian utamanya adalah kontraks
sistem bahasa karya sastra dengan penggunaan bahasa pada zamannya.
Tanpa pengetahuan untuk menentukan mana bahasa sehari-hari, mana
bahasa yang bukan sastra, dan pengetahuan tentang berbagai langgam
sosial zamannya, statistika tidak lebih dari sekedar impresionisme belaka.
Asumsi bahwa kita sudah mengenal dengan baik perbedaan bahasa sehari-
hari dan deviasi artistik pada, periode-periode awal kesusastrawa, sayang
sekali, tidaklah berdasar. Kita masih harus mengadakan penelitian yang lebih
mendalam tentang stratifikasi ujaran pada masa lalu, sebelum kita
mendapatkan latar yang tepat untuk menilai diksi pengarang atau gerakan
kesusastrawan.
Berdasarkan pandangan Wellek dan Werren di atas, kajian sastra
dengan menggunakan pendekatan stilistika merupakan kajian yang
berorientasi pada keseluruhan aspek linguistik. Warren memandang dalam
mengkaji sastra dengan kajian stilistika butuh kajian mendalam demi
tercapainya keutuhan kajian, sehingga segala piranti dan aspek yang
terdapat dalam sastra dapat dipahami secara objektif. Bagi Wellek dan
32
Werren, sastra tidak semata-mata menjadi sebuah karya yang hanya dapat
dipahami dari unsur-unsur pembangun sastra semata melainkan sastra dapat
dipahami hanya dengan kedalam kajian pengkajinya.
Selanjutnya fokus lain dalam kajian stilistika adalah tataran diksi. Bagi
penutur bahasa pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata–kata yang
sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Saat berbicara, kadang kita
tidak sadar dengan kata–kata yang digunakan. Maka dari itu, tidak jarang
orang yang diajak berbicara salah menangkap maksud pembicaraan kita.
Peran penggunaan diksi bagi pengarang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam sebuah produk sastranya. Diksi, merujuk pula pada gaya
ekspresi oleh penulis atau pembicara, dan yang lebih umum digambarkan
sebagai seni berbicara jelas, sehingga setiap kata dapat didengar dan
dipahami. Hal tersebut mengacu pada pengucapan dan intonasi, serta
pemilihan kata dan gaya.
Diksi dapat pula diartikan sebagai gaya bahasa, ungkapan-ungkapan
pengarang untuk mengungkapkan sebuah cerita. Keraf (2010:24) menuliskan
beberapa butir-butir penting tentang diksi, yaitu : (1) Pilihan kata atau diksi
mencakup pengertian kata–kata mana yang harus dipakai untuk mencapai
suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata–kata yang
tepat atau menggunakan ungkapan–ungkapan, dan gaya mana yang paling
baik digunakan dalam suatu situasi. (2) Pilihan kata atau diksi adalah
33
kemampuan membedakan secara tepat nuansa–nuansa makna dari gagasan
yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang
sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok
masyarakat pendengar. (3) Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya
dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau
perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud
perbendaharaan kata atau kosakata suatu bahasa adalah keseluruhan kata
yang dimiliki suatu bahasa.
Sebelum menguraikan beberapa penelitian yang relevan dengan
pengkajian ini, penulis akan megurai aspek-aspek yang mendukung minat
penulis mengkaji novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia.
Pertama: berdasarkan hasil pembacaan awal peneliti, New Catatan Hati
Seorang Istri karya Asma Nadia disajikan dengan bahasa yang khas yaitu
mengandung unsur gaya bahasa yang tinggi yang mampu memberi efek bagi
pembacanya. Kedua: novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma
Nadia ditulis oleh seorang penulis yang tidak berlatar belakang pendidikan
kebahasaan. Ketiga: novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma
Nadia merupakan novel yang sangat populer yang mampu memikat penikmat
sastra baik itu usia sekolah maupun di kalangan akademisi maupun
masyarakat umum.
34
Selanjutnya novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia
melalui studi pembacaan terlebih dahulu oleh calon peneliti, memandang
sebagai novel yang disajikan dengan menggunakan bahasa yang syarat
dengan struktur gaya bahasa untuk memperoleh efek tertentu sehingga
memiliki daya tarik untuk dikaji.
B. Penelitian yang Relevan
Peneliti yang pernah meneliti gaya bahasa dalam penelitian sastra
seperti kajian majas adalah sebagai berikut:
a. Andi Darmawati tahun 2010 dengan judul Gaya Bahasa pada Novel
Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy. Hasil penelitian
yang diperoleh oleh Andi Darmawati tahun 2010 menunjukkan bahwa
kelompok gaya bahasa perbandingan meliputi gaya bahasa
perumpamaan/simile, metafora, personifikasi, alegori. Penggunaan
gaya bahasa pertentangan meliputi gaya bahasa hiperbola (yang
paling sering digunakan), litotes, ironi, satire, paradoks, klimaks,
antiklimaks, dan sarkasme. Kelompok gaya bahasa pertautan meliputi
gaya bahasa metonimia, sinekdoke, erotis, paralelisme, gradasi,
asindeton dan polisendeton. Penggunaan kelompok gaya bahasa
perulangan meliputi gaya bahasa aliterasi, asonansi, anafora,
simploke, apanaplepsis, anadiplosis, kontradiksio in terminis.
35
b. Aritonang pada tahun 2002 yang mengkaji tentang Lirik Lagu Pop
Batak Toba: Suatu Kajian Stilistika dan Pragmatik Sastra. Penelitian
ini menekankan pada karakteristik pengucapan bunyi, pemakaian
ungkapan khas dan keanekaan kesan emotif dan ajaran moral
c. Nurfatana Mashud, 2013, Analisis Stilistikah dan Nilai-nilai Moral
Nyayian Rakyat Bugis pada Kumpulan Teks Elong Ugi. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Nurfatana Mashud, 2013, difokuskan
pada pengkajian gaya bahasa dan diksi.
d. Sitti Hadellia, 2013. Penggunaan Adjektiva dalam Novel Ranah 3
Warna karya Ahmad Fuadi (suatu tinjauan stilistika). Penelitian yang
dilakukan oleh Sitti Hadellia difokuskan pada kajian unsur Adjektiva
dalam novel Ranah 3 Warna karya Ahmad Fuadi.
C. Nilai Pendidikan dalam Novel New Catatan Hati Seorang Istri
Novel New Catatan Hati Seorang Istri merupakan novel yang syarat
dengan nilai pendidikan. Penulis merefleksikan keadaan kejiwaan dan
pengalaman sosialnya sebagai potret dalam karya tersebut. Novel New
Catatan Hati Seorang Istri yang ditulis oleh Asma Nadia dengan
menyajikan pesan pendidikan yang sangat menggugah bagi pembaca.
Pengarang mengilustrasikan pesan pendidikannya melalui bingkai rumah
tangga. Hal itu dapat dilihat dengan kepiawaian seorang penulis
36
menggunakan latar bangunan keluarga sebagai potret pembelajaran bagi
pembaca dan penikmat sastra. Nilai pendidikan yang terbangun dalam
novel New Catatan Hati Seorang Istri yang ditulis oleh Asma Nadia
seperti pada kutipan “Alhamdulillah, suami masih menjaga ibadahnya
seperti ketika dia masih aktivis rohis di kampus. Shalatnya masih tepat
waktu. Tidak hanya itu, kebiasaan shalat malamnya tidak hilang. Pun
puasa Senin Kamis. Jadi apa yang harus saya khawatirkan? Setiap hari
lelaki itu tetap pulang tepat waktu. Memang ada beberapa kali dalam
sebulan, agenda keluar kota, biasanya ke Bogor, tetapi semua murni
terkait pekerjaan” hal ini membuatnya tak pernah menaruh rasa curiga
terhadap suaminya (Asma Nadia 2013).
Berdasarkan kutipan tersebut nilai pendidikan yang terkandung
dalam New Catatan Hati Seorang Istri bahwa disiplin waktu, karakter yang
baik serta bangunan sosial yang humanis baik itu dalam lingkungan
keluarga maupun rumah tangga harus selalu terjaga dan dipupuk di
dalam kehidupan setiap manusia. Novel New Catatan Hati Seorang Istri
juga syarat dengan nilai religiusitas, oleh karena pengarang menyajikan
potret kehidupan agamais yang berlatar tekun ibadah dengan banyak
mengaktualisasikan akhlak yang baik ke sesama manusia dalam
lingkungan sosial tempat melangsungkan kehidupan.
37
Selanjutnya pesan pendidikan juga dapat terlihat dibeberapa kutipan
dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri “Begitulah kisah seorang
wanita yang merasa bahwa dirinya adalah wanita yang beruntung. Suami
yang baik, anak-anak yang lucu, keluarga yang mapan, hidup dalam
suasana keluarga yang religius. Setidaknya itu yang dirasakannya.
Walaupun hubungannya dengan sang suami tidak dimulai dengan
pacaran, tetapi kehidupan rumah tangganya harmonis, hidup bahagia
bersama dengan empat anaknya yang lucu. Sifat sang suami yang
dikenal dengan tipe family man yang lebih banyak menghabiskan
waktunya di rumah selepas pulang kerja dan tak pernah keluyuran
membuatnya jauh dari pikiran negative terhadap suaminya. Tak ada yang
perlu dikhawatirkan katanya, setiap teman-temannya menasehati.
Kepercayaan terhadap suami yang terlampau besar membuatnya hidup
dalam rumah tangga yang harmonis”. Kutipan tersebut menyiratkan pesan
bahwa dalam kehidupan dunia manusia harus terbiasa dalam prespektif
positif jauh dari sifat iri hati, hasut, dengki dan sifat-sifat yang tidak terpuji.
D. Kerangka Pikir
Bahasa sebagai media utama yang gunakan oleh pengarang dalam
mengekspresikan segala imaji, perasaan dan pengalaman batinnya ke dalam
karangannya. Sebagai karya yang memiliki genre dan tensi, sastra diproduksi
38
atas otonomi pengarang dengan sajian bahasa yang indah dan mengandung
nilai estetik. Sastra lahir atas kreasi seorang pengarang dalam bentuk
pengimajian dan pesan batin yang dikemas dengan menggunakan sajian
bahasa tersendiri oleh pengarangnya.
Bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan
pesannya syarat dengan makna dan gaya tersendiri demi mencapai
keinginan pengarang atas pembacaan batin dan kondisi sosial pengarang.
Bahasa sastra disajikan dengan style tersendiri dengan menggunakan variasi
kalimat, klausa, frase, kata, bunyi, dan majas untuk memudahkan
tersalurkannya pesan kepada pembaca. Selain itu sebagi produk sosial
sastra juga tidak dapat dipisahkan dari kondisi sosial pengarangnya dengan
kata lain ada bangunan secara ekstrinsik yang memengaruhi keberadaan
sastra tersebut.
Sebagai karya yang bermutu tinggi dan mengandung nilai estetik,
novel disajikan dengan bahasa tersendiri yang dapat berupa terapan diksi
oleh pengarangnya. Novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia
merupakan produk sastra yang disajikan dengan bahasa yang syarat dengan
gaya bahasa tersendiri. Peneliti bermaksud mengkaji aspek gaya bahasa
perbandingan, penegasan, pertentangan dan sindiran dengan menggunakan
pendekatan stilistika dengan kerangka pikir sebagai berikut :
39
Bagan Kerangka Penelitian
Karya Sastra
Gaya Bahasa atau Majas
Analisis
Temuan
Perbandingan Penegasan Pertentangan Sindiran
Stilistika
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskripsi kualitatif.
Penelitian ini berorientasi pada pengkajian gaya bahasa atau majas dalam
novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia. Dilihat dari jenisnya
penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research). Pemilihan jenis
penelitian ini berdasarkan pendapat Burhan Bugin: 2012:74 yang
menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang
menggunakan data tertulis dan data lisan.
Dalam penelitian kualitatif, data merupakan sumber teori atau
teori berdasarkan data. Kategori-kategori dan konsep-konsep
dikembangkan oleh peneliti di lapangan. Teori juga dapat lahir dan
berkembang di lapangan. Data lapangan dimanfaatkan untuk verifikasi
teori yang timbul di lapangan dan terus menerus disempurnakan
selama proses penelitian berlangsung. Penelitian kualitatif berhubungan
erat dengan pemerian fenomena yang terjadi secara alamiah tanpa
intervensi dari suatu eksprimen dan perlakuan yang dibuat-buat.
40
41
B. Batasan Istilah
Untuk menghindari salah tafsir dalam penelitian ini maka penelitia
memberikan batasan istilah sebagai berikut:
1. Novel Asma Nadia: Novel Asma Nadia berjudul New New Catatan Hati
Seorang Istri yang diterbitkan oleh AsmaNadia Publishing House yang
berjumlah 300 halaman.
2. Gaya bahasa: dalam penelitian ini, peneliti memberikan batasan
bahwa gaya bahasa adalah sinonim dari kata majas sehingga aspek
yang akan dikaji tuntas dalam penelitian ini adalah aspek gaya bahasa
atau majas perbandingan, pertentangan, penegasan dan sindiran.
3. Stilistika: pendekatan stilistika merupakan pendekatan yang menyaran
pada kajian kebahasaan. Pendekatan stilistika di mulai dengan
analisis sistematis tentang sistem linguistik karya sastra, dilanjutkan
dengan interpretasi tentang ciri-cirinya dilihat dari tujuan estetis karya
tersebut sebagai ”makna total” di sini gaya akan muncul sebagai
sistem linguistik yang khas dari karya atau sekolompok karya. Dengan
demikian dalam pengkajian ini yang menjadi fokus utama adalah
aspek system linguistik yang menyaran pada aspek gaya bahasa.
42
C. Data dan Sumber Data
Adapun data dan sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data
Penelitian ini bertujuan mengungkap aspek gaya bahasa atau
majas dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia
maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini adalah aspek
majas atau gaya bahasa yang terdapat dalam novel New Catatan Hati
Seorang Istri karya Asma Nadia.
2. Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini sebagai
berikut:
Sumber data adalah objek dari mana data diperoleh yang
menjadi dasar pengambilan atau tempat untuk memperoleh data yang
diperlukan. Dengan demikian, sumber data dalam penelitian ini adalah
novel yang berjudul New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia
yang diterbitkan oleh Asma Nadia Publishing House yang berjumlah
300 halaman.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, sehingga dalam
pelaksanaannya dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik
43
inventarisasi, baca simak, dan pencatatan. Untuk lebih jelasnya berikut
diuraikan teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam
menjaring data sebagai berikut :
a. Teknik inventarisasi
Teknik inventarisasi dilakukan dengan cara mencari dan
mengumpulkan sejumlah data, hal ini adalah novel New Catatan Hati
Seorang Istri karya Asma Nadia yang menjadi sumber penelitian
b.Teknik baca simak
Setelah diadakan teknik inventarisasi, maka peneliti melakukan
teknik baca simak yakni membaca dengan seksama dan berulang-
ulang novel yang menjadi sumber penelitian untuk memperoleh
informasi yang lebih akurat.
c.Teknik pencatatan
Setelah dilakukan teknik baca simak pada novel tersebut,
hasil yang diperoleh dicatat dalam lembar catatan yang telah disiapkan
satu per satu untuk melihat penggunaan gaya bahasa pada novel New
Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia.
E. Teknik Analisis Data
Pada dasarnya analisis data merupakan penyusunan data sesuai
dengan tema dan kategori untuk mendapatkan jawaban atas perumusan
masalah dengan jalan mengumpulkan data, mereduksi dan memaparkannya.
44
Oleh karena itu, data yang dihasilkan haruslah seaktual dan sedalam
mungkin, jika dimungkinkan menggali data sebanyak-banyaknya untuk
mempertajam dalam proses penganalisisan. Hal tersebut merupakan ciri
khas dari penelitian kualitatif bahwa realita dan data sebagai fakta .
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik dengan cara mereduksi data lalu menganalisis data
tersebut kemudian menarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian. Adapun
tahap-tahap tersebut dapat diuraikan berikut ini.
1. Tahap identifikasi data, yaitu tahap untuk menyeleksi, memfokuskan, dan
mengutip langsung data yang terdapat dalam novel New Catatan Hati
Seorang Istri karya Asma Nadia.
2. Tahap klasifikasi data, yaitu tahap yang dilakukan dengan
mengelompokkan data sesuai dengan kategori-kategori unsur gaya
bahasa yang terdiri dari gaya bahasa perbandingan, pertautan,
penegasan, dan sindiran dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri
karya Asma Nadia.
3. Tahap analisis data, yaitu tahap untuk menganalisis dan menginterpretasi
data sesuai dengan data yang ada yang menjadi temuan selama proses
penelitian
45
4. Tahap deskripsi/laporan, yaitu menggambarkan hasil analisis data dan
menyimpulkan hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang
diajukan atau yang ingin dipecahkan.
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitan
Novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia dianalisis
oleh peneliti dari segi penggunaan gaya bahasa kiasan (majas). Adapun
gaya bahasa yang ditemukan dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri
ini dijabarkan berdasarkan jumlah identifikasi data yang terdapat dalam
novel. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
1. Gaya Bahasa atau Majas Perbandingan
Dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia,
majas perbandingan yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut.
a. Alegori
Majas alegori adalah interpretasi sebuah bentuk yang dipahami
berlawanan dengan simbol yang menyimpang (Junus, 1989: 207). Majas
ini merupakan majas perbandingan yang bertautan satu dengan lainnya
dalam kesatuan utuh yang dinyatakan melalui kiasan dan penggambaran.
Data 1 Semoga Allah lindungi iman setiap perempuan, setiap ibu. Allah jaga setiap lelaki, setiap ayah, dari mata yang terbuka dan mudah tergoda, yang membawa luka pada bening mata anak-anak kita. (AN: 267)
46
47
Majas alegori adalah majas perbandingan yang bertautan satu
dengan lainnya dalam kesatuan utuh yang dinyatakan melalui kiasan dan
penggambaran. Pada data 1 ditandai dengan hubungan antara kalimat
pembangun data yang saling bertaut dan meninggalkan pesan moral bagi
semua perempuan dan lelaki agar tidak menyakiti hati anak dengan
perbuata-perbuatan saling menyakiti antarpasangan (menyakiti pasangan
sama saja menyakiti anak).
b. Alusio
Menurut Sembodo (2009: 72), majas alusio adalah gaya bahasa
berupa penyugestian sesuatu dengan menggunakan penamaan yang
khas/ungkapan. Ungkapan yang digunakan sudah dikenali.
Data 2 Tingkahnya benar-benar bikin makan hati. Keluarga besar sempat menyuruh cerai, tapi sang kakak memang luar biasa sabar! (AN: 32)
Gaya bahasa alusio pada data 2 ditandai dengan ungkapan makan
hati. Makan hati yang dimaksud pada data adalah sakit hati bukan makan
hati makna sesungguhnya (makan makanan dari hati ayam atau sapi atau
hewan yang layak konsumsi lainnya).
Data 3 Tetapi di luar itu tidak pernah Arief berlaku kasar apalagi hingga main tangan. (AN: 38)
Majas alusio pada data 3 ditandai dengan penggunaan ungkapan
main tangan yang jika dimaknai satu persatu berarti memainkan tangan
48
untuk mengisi waktu luang tetapi pada data ungkapan main tangan
bermakna memukul. Tokoh Arief digambarkan tidak pernah melakukan
tindakan memukul.
Data 4 Saya terpukul, otak saya menarik benang merah dari sosok gadis di video itu. (AN: 41)
Pada data 4 benang merah bukan merupakan benang berwarna
merah untuk menjahit tetapi benang merah pada data adalah ungkapan
yang bermakna titik terang (garis tengah penunjuk yang menghubungkan
sesuatu). Penggunaan ungkapan pada data 4 menggolongkannya
sebagai majas alusio.
Data 5 Jangan sampai para gadis terlena oleh janji manis yang sepertinya hanya isapan jempol. (AN: 48) Majas alusio pada data 5 ditandai dengan penggunaan ungkapan
isapan jempol yang bermakna bohong atau janji palsu atau sesuatu yang
tidak bisa diwujudkan dan hanya sebatas ucapan atau angan-angan.
Pada data, para gadis sepertinya hanya terlena pada janji palsu lewat
kata-kata manis. Diksi isapan jempol sudah biasa digunakan sehingga
sudah dipahami secara umum oleh masyarakat.
Data 6 “Kasihan Kasih, mestinya ia mendapat suami yang lebih baik, tidak bermulut ember seperti Igo,” begitu komentar orang di sekitar Kasih.(AN: 50)
49
Majas alusio pada data 6 ditandai dengan penggunaan ungkapan
bermulut ember yang bermakna suka berbicara bohong dan suka
membeberkan sesuatu yang semestinya bisa dirahasiakan. Kegemaran
membeberkan aib menyebabkan mulut si empunya diibaratkan ember
yang permukaan atasnya luas sehingga mudah menumpahkan apa saja
termasuk aib.
Data 7 *Suami saya yang kondisi imannya masih bolak-balik akan lebih mudah dimasuki ilmu hitam tersebut. (AN: 73) Majas alusio digunakan pada data 7 dengan penanda ungkapan
ilmu hitam. Ilmu hitam bukan ilmu yang berwarna hitam secara kasat mata
tetapi yang dimaksud pada data adalah ilmu pelet atau guna-guna yang
dikirimkan oleh seseorang dengan niat jahat untuk menyakiti orang lain.
Kata ilmu ditautkan dengan hitam karena hitam adalah warna yang
biasanya diidentikkan dengan kejahatan yang berbeda dengan putih
(suci).
Data 8 *Kedua orangtua si muslimah adalah pejabat teras kala itu. (AN: 82) Data 8 menggunakan majas alusio yang ditandai dengan
penggunaan ungkapan pejabat teras yang bermakna pejabat tinggi yang
dihormati dan berpengaruh di masyarakat. Ungkapan pejabat teras sudah
lazim digunakan dalam percakapan antarmasyarakat.
50
Data 9 Bahkan tak pernah peduli dengan darah dagingnya sendiri! (AN:84) Majas alusio pada data 9 ditandai dengan penggunaan ungkapan
darah daging yang secara leksikal bermakna darah dan daging. Pada data
9, darah daging bermakna anak kandung atau buah hati yang merupakan
ungkapan sehari-hari masyarakat dalam mendeskripsikan anak kandung.
Data 10 Ditinggal geulisnya tercinta, Aki seperti kehilangan separuh nyawa. (AN: 104) Majas alusio pada data 10 ditandai dengan penggunaan ungkapan
separuh nyawa yang berarti jiwa atau hilangnya kebahagiaan, hidup tapi
seakan mati. Rasa hampa yang dialami tokoh Aki sepeninggal istrinya
tercinta.
Data 11 Ternyata cinta monyet kami harus berakhir bersamaan dengan kelulusan saya dari SMP. (AN: 156) Penggunaan diksi cinta monyet yang berarti cinta masa remaja
pada data 11 menggolongkan data tersebut sebagai majas alusio. Diksi
cinta monyet sudah dikenal oleh orang umum dan sering dipergunakan
untuk menggambarkan kisah cinta anak-anak (remaja).
Data 12 Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Dan itulah yang selanjutnya terjadi dalam hidup kami. (AN: 159)
Penggunaan peribahasa sepandai-pandainya tupai melompat pasti
akan jatuh juga menandakan data 12 sebagai majas alusio. Penggunaan
51
peribahasa atau ungkapan yang lazim digunakan di kalangan masyarakat
adalah salah satu ciri dari majas alusio.
Data 13 *Pendarahan di otak terlalu parah, ada kemungkinan setelah operasi dilakukan, kalaupun selamat maka akan menimbulkan cacat mental, dalam pengertian suami Inge nanti akan berbicara dan bersikap tak ubahnya anak-anak. Tetapi jika tidak dioperasi maka Inge dan anak anak tinggal menunggu waktu, hanya bisa pasrah menyaksikan lelaki terkasih itu berpulang. (AN: 205) Data 13 menggunakan majas alusio yang ditandai dengan diksi
cacat mental (ungkapan) yang sudah dipahami artinya oleh khalayak.
Cacat mental bermakna tidak sehat secara mental biasanya ditandai
dengan tingkah laku yang aneh. Cacat mental pada data akan dialami
oleh tokoh jika ia selamat dari masa kritis pascakecelakaan.
Data 14 *Saya tidak kuat membayangkan jika harus berada di posisi Inge saat itu. Terlebih mengingat tiga buah hati mereka, Jihan yang masih berusia tiga tahun, Salsabila yang baru dua tahun dan si bungsu Hamzah yang baru berusia dua bulan, ketiganya masih sangat kecil. (AN: 206) Data 14 menggunakan majas alusio dengan penanda buah hati.
Diksi buah hati sudah dipahami oleh khalayak yang berarti anak kandung
hasil pernikahan seorang laki-laki dan perempuan dengan tidak
menjelaskan jenis kelamin sang anak.
Data 15 Mata kami menjadi saksi betapa ibu lagi dan lagi harus membanting tulang.... (AN: 229) Membanting tulang merupakan ungkapan untuk menggambarkan
kerja keras seseorang yang sudah sering digunakan dalam pertuturan
52
antarmasyarakat. Pada data, seseorang yang bekerja keras tersebut
adalah sosok tokoh ibu yang disaksikan oleh anak-anaknya. Ungkapan
membanting tulang yang ditemukan pada data 15 menyebabkan data
dikategorikan sebagai majas alusio.
Data 16 Saudariku sayang, saya tidak mengenalmu. Tetapi semoga Allah memberi kemudahan dan kekuatan, untuk tidak pernah menuruti kehendak lelaki yang telah kehilangan mata hati. (AN: 261) Data 16 menggunakan majas alusio dengan ungkapan mata hati.
Secara leksikal, hati berkaitan dengan perasaan dan mata adalah indra
untuk melihat. Mata hati pada data bukan hati yang dilengkapi mata
seperti layaknya sepasang mata yang dimiliki manusia untuk melihat
melainkan rasa belas kasih kepada sesama manusia. Pada data tokoh
lelaki digambarkan tidak memiliki rasa belas kasih.
Data 17 Dek maaf ya...tapi mbak rasa kurang bijak membeberkan di multiply hal-hal seperti itu atau memang Ayah suka main tangan ke kamu kalau seandainya kamu bicara baik-baik? (AN: 269)
Majas alusio pada data 17 ditandai dengan penggunaan ungkapan
main tangan. Main tangan secara leksikal bermakna bermain dengan
menggunakan kedua tangan dengan maksud mencari hiburan sedangkan
ungkapan pada data bermakna perbuatan kasar (memukul) tokoh ayah
yang ditanyakan oleh penulis.
Data 18 Sewaktu pernikahan para tanteku, buah hati mereka, alhamdulilah, Jidda sudah njalanken amanah Jiddi. (AN: 272)
53
Penggunaan ungkapan buah hati yang bermakna anak kandung
pada data 18 mengkategorikan data sebagai majas alusio. Anak kandung
diberi penamaan khas buah hati yang secara umum telah diketahui oleh
khalayak.
c. Simile
Nurgiyantoro (2007: 298) berpendapat bahwa majas simile
menyaran pada adanya perbandingan yang langsung dan eksplisit,
dengan menggunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda
keeksplisitan seperti: seperti, bagai, bagaikan, sebagai, laksana, mirip,
dan sebagainya.
Data 19 Semoga Allah kucurkan kasih sayang seluas samudra untuk disampaikan kepada ananda tercinta. (AN: 4) Data 19 menggunakan majas perbandingan jenis simile yang
ditandai dengan kehadiran prefiks se- secara eksplisit pada kata seluas
yang berarti sama luasnya. Pada data 19, kasih sayang yang diharapkan
diberikan oleh Allah kepada ananda sama dengan luasnya samudra yang
berarti sangat besar dan luas hingga kita tak menemukan ujung dan
akhirnya. Pilihan kata pada data 19 mengharapkan ananda dicintai Allah.
Data 20 Apalagi suami benar-benar memperlakukan saya seperti ratu. (AN:13)
54
Majas simile pada data 20 ditandai dengan penggunaan kata tugas
seperti. Pada data, tokoh saya diperlakukan baik dan terhormat sama
halnya dengan ratu oleh suami.
Data 21 Saya seperti disambar petir. Na’udzubillahi min dzalik.(AN 69) Data 21 menggunakan majas simile dengan membandingkan
perasaan tokoh saya dengan petir melalui penggambaran kata tugas
seperti secara eksplisit. Perasaan saya diibaratkan sama dengan
disambar petir yang berarti sakit dan tiba-tiba terjadi karena kaget dan
shock.
Data 22 Sungguh, mendengar itu rasa geram dan marah seakan sampai di ubun-ubun. ( AN: 70) Penggunaan majas simile pada data 22 ditandai dengan
penggunaan prefiks se- pada kata seakan yang berarti seolah-olah. Rasa
geram dan marah yang diungkapkan pada data 22 seolah-olah telah
sampai diubun-ubun akibat marah yang luar biasa seseorang ketika
mendengar suatu berita.
Data 23 *Wajah muslimah tersebut sumringah. Senyumnya terus mengembang, dan keriangan di matanya seperti kerlip bintang yang bisa saya lihat saat menengadah dari halaman rumah. (AN: 80)
Penggunaan majas simile pada data 23 ditandai dengan
penggunaan kata tugas seperti yang membandingkan antara keriangan di
matanya dan kerlip bintang. Penggunaan kata seperti secara eksplisit
55
digunakan untuk menyamakan keriangan di mata tokoh muslimah dengan
kerlip bintang yang indah. Pancaran matanya yang sedang berbahagia
sama indahnya dengan pancaran kerlip bintang.
Data 24 Keesokan paginya aku bangun dengan jiwa yang segar seperti baju yang baru keluar dari loundry. (AN: 93) Majas simile pada data 24 ditandai dengan penggunaan kata tugas
seperti secara eksplisit untuk membandingkan jiwa yang segar setelah
bangun di keesokan harinya dengan segarnya baju yang baru keluar dari
loundry.
Data 25 Hari itu pertengkaran kami akhirnya merembet ke mana-mana, bagai air bah yang mengaliri seluruh penjuru daerah yang lebih rendah. (AN: 96) Majas simile pada data 25 ditandai dengan penggunaan kata tugas
bagai secara eksplisit. Penggunaan kata tugas bagai untuk menyamakan
pertengkaran yang merembet kemana-mana dengan air bah yang
mengaliri seluruh penjuru daerah yang lebih rendah. Pertengkaran yang
merembet diibaratkan air bah yang meluap lalu mengalir ke mana-mana.
Penyamaan itu didasarkan pada kesamaan sifatnya yang seolah-olah
terpencar.
Data 26 Ditinggal geulisnya tercinta, Aki seperti kehilangan separuh nyawa. (AN: 104) Penggunaan kata seperti pada data 26 menjadikannya digolongkan
sebagai majas simile yang membuat seolah-olah Aki kehilangan separuh
56
nyawa. Separuh nyawa yang dimaksud pada data adalah kehilangan
kebahagiaan yang disebabkan meninggalnya kekasih hati atau belahan
jiwa tokoh (geulisnya).
Data 27 Kaum lelaki berbagai usia, bermacam suku dalam sekejap mengerubung seperti laron yang terpikat lampu neon. (AN: 108) Penggunaan majas simile pada data 27 ditandai dengan
penggunaan kata tugas seperti secara eksplisit yang menyamakan kaum
lelaki dengan laron. Kaum lelaki mengerubungi kawasan pelacuran sama
dengan laron yang mengerubungi lampu neon pada malam hari. Laki-laki
dari berbagai golongan usia dan suku pada novel dipandang gemar
mendatangi tempat pelacuran.
Data 28. Lelaki yang telah membuatnya merasa seperti seorang putri, jatuh cinta lagi. (AN: 114) Majas simile pada data 28 ditandai dengan penggunaan kata tugas
seperti secara eksplisit untuk menyamakan perlakuan yang diterima
tokoh-nya dengan perlakuan terhadap putri. Tokoh lelaki memperlakukan
tokoh-nya layaknya seorang putri di kerajaan yang dilayani, dihormati, dan
dimanja.
Data 29 Tiba-tiba seperti ditelan bumi. Menghilang dan meski susah payah saya mencarinya dalam tahun-tahun yang tenggelam, saya belum berhasil menemukan jejaknya. (AN: 133) Data 29 menggunakan kata tugas seperti secara eksplisit yang
menandakan adanya majas simile. Kata tugas seperti digunakan untuk
57
menyamakan hilangnya tokoh (–nya) dengan sesuatu yang ditelan bumi,
hilang lenyap, tidak ada kabar berita tentangnya.
Data 30 Suasana rumah kian memanas. Rumah tangga kami sudah seperti neraka. (AN: 180) Penggambaran kekacauan atau ketidakrukunan rumah tangga
(keluarga) pada data 30 dengan menyamakannya neraka yang ditandai
dengan kata tugas seperti mengkategorikan data sebagai majas simile.
Neraka yang sudah diasosiasikan sebagai tempat yang penuh
kesengsaran disamakan dengan kondisi rumah tangga seorang tokoh
dalam novel yang berarti rumah tangga tokoh kami tidak bahagia.
Data 31 Waktu terasa berjalan selambat butiran air yang jatuh satu-satu dari ketinggian, ketika akhirnya telepon berdering. (AN: 207) Majas simile pada data 31 ditandai dengan pemakaian kata tugas
se- secara eksplisit pada kata selambat dengan maksud membandingkan
dua kejadian yang sama-sama berlangsung perlahan-lahan atau tidak
cepat yaitu antara waktu yang berjalan lambat dengan butiran air yang
jatuh satu-satu dari ketinggian.
Data 32 Seperti berada dalam perahu yang diayun-ayun ombak. Saya dengan dokter berbicara. (AN: 213) Penggunaan majas simile pada data 32 ditandai dengan
ditemukannya kata tugas seperti yang diikuti diksi berada dalam perahu
yang di ayun-ayun ombak. Diksi di kalimat pertama tersebut digunakan
58
untuk menyandingkan rasa pusing (hilang kesadaran) dengan perasaan
saat di ayun-ayun oleh ombak di dalam perahu.
Data 33 Setelah sampai dan dilakukan pemeriksaan yang teliti, dokter mengucapkan kata-kata yang seolah menggoda kepalaku dengan keras. Badanku luluh lantak. Persendianku terasa copot. Jantungku bagai berhenti berdenyut. (AN: 253) Majas simile yang digunakan pada data 33 ditandai dengan kata
tugas bagai yang berfungsi menggambarkan suasana kaget dan shock
yang dialami tokoh saat mendengar berita dari dokter. Penggambaran
suasana hati tokoh dilakukan oleh penulis dengan diksi jantung yang
berhenti berdenyut. Jantung yang berhenti berdenyut umumnya dimaknai
telah meninggal.
Data 34 Tanpamu, setiap hari aku berjalan bagai tak menapak, limbung dan kehilangan arah. (AN: 255)
Penggunaan diksi bagai tak menapak bermakna seolah tidak
berpijak di bumi (kaki tidak sampai di tanah karena ada yang hilang yaitu
kamu yang digambarkan melalui diksi tanpamu). Penggunaan kata tugas
bagai secara eksplisit pada data 34 merupakan penanda kehadiran majas
simile.
d. Metafora
Metafora adalah gaya perbandingan yang bersifat tidak langsung
dan implisit. Hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan
yang kedua hanya bersifat sugestif, tidak ada kata-kata penunjuk
59
perbandingan eksplisit sehingga pokok pertama langsung dihubungkan
dengan pokok kedua (Nurgiyantoro, 2007: 299).
Data 35 Malah pipi cucunya -suamiku sang manager keuangan di sebuah perusahaan multinasional itu- dicubitnya gemas, membuat ekspresi es batu lelaki itu mencair. (AN: 89) Data 35 menggunakan majas metafora yang ditandai dengan
penggunaan diksi ekspresi es batu. Penyamaan ekpresi kaku, dingin, dan
beku dengan es batu tanpa menggunakan kata tugas secara eksplisit.
Hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan yang kedua
hanya bersifat sugestif, tidak ada kata-kata penunjuk perbandingan
eksplisit sehingga pokok pertama (pipi cucunya) langsung dihubungkan
dengan pokok kedua (es batu).
Data 36 Bagi lima orang anaknya, ibu adalah batu karang kokoh. (AN: 216) Penggunaan diksi batu karang kokoh untuk menggambarkan sosok
seorang ibu dari lima orang anak pada data 36 yang kuat secara mental
dalam menjalani tanggung jawab sebagai seorang ibu dalam
membesarkan lima orang anaknya. Kekuatan dan kehebatan ibu tersebut
serupa dengan batu karang kokoh di pantai yang menggolongkan data
sebagai majas metafora.
Data 37 Sehari dalam seminggu, Jidda menjadi ratu. Itu membuatnya menghadapi enam hari lain dengan penuh cinta. (AN: 273)
60
Majas metafora pada data 37 ditandai dengan diksi Jidda menjadi
ratu. Jidda diibaratkan ratu sekali seminggu. Ratu disayangi dan dihormati
tanpa direpotkan dengan berbagai pekerjaan rumah tangga yang bisa
membuatnya keletihan sehingga kehilangan kecantikan.
e. Antonomasia
Junus (1989: 213) mengartikan antonomasia sebagai majas yang
menggunakan pelukisan dengan nama sebagai bentuk khusus dari
parafrasa, penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai
nama jenis.
Data 38 Tingkahnya benar-benar bikin makan hati. Keluarga besar sempat menyuruh cerai, tapi sang kakak memang luar biasa sabar! (AN: 32)
Gaya bahasa antonomasia pada data 38 ditandai dengan
penggunaan nama diri sang kakak. Sang kakak bukannya tidak memiliki
nama tetapi digelari sang kakak berdasarkan kedudukannya dalam
keluarga yang memiliki adik. Sang kakak adalah sebutan untuk
menggantikan nama tokoh yang diungkapkan oleh tokoh lain.
Data 39 Kasih pun mengantar Ayu dan si kecil Bagas ke rumah eyangnya. (AN: 56)
Majas antonomasia pada data 39 ditandai dengan pemberian
julukan si kecil untuk menyebut anak kedua bernama Bagas yang masih
61
kecil berdasarkan kedudukan dari segi usia dan kedudukannya sebagai
anak dalam keluarga.
Data 40 Julukan kepada si istri yang bersalah pun diberikan. .... Kuntilanak itu nggak usah ditanya-tanya. Udah pergi! (AN: 62) Majas antonomasia digunakan pada data 40 dengan diksi nama
diri si istri. Penggelaran si istri berdasarkan statusnya sebagai seorang
istri di keluarga. Diksi lain yang menandakan majas antonomasia adalah
kuntilanak yang bermakna tidak layak untuk menyebut seseorang karena
kemarahan terhadap orang tersebut. Penggelaran kuntilanak seolah-olah
menyamakan orang dengan sifat kuntilanak yang menakutkan atau
ditakuti sehingga orang yang diberi julukan kuntilanak tersirat ditakuti
karena perbuatannya yang tidak baik.
Data 41 *Wajah muslimah tersebut sumringah. Senyumnya terus mengembang, dan keriangan di matanya seperti kerlip bintang yang bisa saya lihat saat menengadah dari halaman rumah. (AN: 80) Penggunaan majas antonomasia pada data 41 ditandai dengan
diksi muslimah. Muslimah merupakan julukan atau nama diri yang
diberikan kepada tokoh perempuan muslim yang masih muda
berdasarkan statusnya sebagai umat muslim yang sebenarnya memiliki
nama diri pemberian dari orangtuanya.
Data 42 *Kedua orangtua si muslimah adalah pejabat teras kala itu. (AN: 82)
62
Penamaan diri si muslimah menggolongkan data 42 sebagai majas
antonomasia. Penjuluki tokoh perempuan muslim berdasarkan statusnya
sebagai umat muslim lengkap dengan busana muslimnya dengan
panggilan si muslimah.
Data 43 *Juga perasaan hati yang bertanya-tanya, di manakah dia ketika bersama si kecil tanganmu sibuk membuat ketupat dan kue kering menjelang lebaran? (AN 146) Penggunaan majas antonomasia pada data 43 ditandai dengan
kata si kecil yang merupakan penamaan diri berdasarkan kedudukannya
dalam keluarga dan usianya yang masih muda. Si kecil berarti anak yang
masih kecil biasanya berusia balita hingga usia sekolah dasar.
Data 44 *Eh, itu istri tuanya si anu kan? (AN: 151) Penggunaan majas antonomasia pada data 44 ditandai dengan
kehadiran nama diri istri tua kepada seorang tokoh dalam novel
berdasarkan statusnya sebagai istri pertama dari seorang suami yang
memiliki istri lebih dari satu.
Data 45 Sepulang bekerja, dalam keadaan lelah, aku masih harus mengajari si sulung pelajaran sekolahnya dan menunda waktu bersama si tengah dan si bungsu. (AN: 168) Data 45 menggunakan majas antonomasia dengan penanda nama
diri untuk menggantikan nama pemberian orangtua kepada seseorang.
Nama diri yang digunakan pada data 45 adalah si sulung (anak pertama),
63
si tengah (anak kedua), dan si bungsu (anak ketiga). Penamaan diri itu
diberikan berdasarkan kedudukan orang tersebut dalam keluarga yaitu
sebagai anak. Penjabaran nama diri tersebut secara berurut dari anak
tertua hingga anak termuda menandakan bahwa keluarga tersebut
dikaruniai tiga orang anak.
Data 46 *Pendarahan di otak terlalu parah, ada kemungkinan setelah operasi dilakukan, kalaupun selamat maka akan menimbulkan cacat mental, dalam pengertian suami Inge nanti akan berbicara dan bersikap tak ubahnya anak-anak. Tetapi jika tidak dioperasi maka Inge dan anak anak tinggal menunggu waktu, hanya bisa pasrah menyaksikan lelaki terkasih itu berpulang. (AN: 205) Majas antonomasia pada data digunakan dengan diksi suami inge
(orang yang dimaksud memiliki nama diri namun digelari suami Inge
berdasarkan statusnya sebagai seorang suami dari seseorang bernama
Inge) dan lelaki (penggelaran untuk tokoh berdasarkan jenis kelaminnya).
Data 47 *Saya tidak kuat membayangkan jika harus berada di posisi Inge saat itu. Terlebih mengingat tiga buah hati mereka, Jihan yang masih berusia tiga tahun, Salsabila yang baru dua tahun dan si bungsu Hamzah yang baru berusia dua bulan, ketiganya masih sangat kecil. (AN: 206) Penggunaan diksi si bungsu yang merupakan penggelaran atau
nama diri untuk memanggil anak tidak dengan nama berdasarkan
kedudukannya sebagai anak terakhir dari beberapa bersaudara dalam
keluarga menggolongkan data 47 sebagai majas antonomasia.
Data 48 Dia mau tuh turun bantu si kecil bersih-bersih. Terus setiap kali anaknya bilang airnya dingin dan minta air hangat. (AN: 207)
64
Penggunaan majas antonomasia pada data 48 ditandai dengan
penggunaan nama sebagai gelar atau nama diri berdasarkan sifat dari
usia atau kedudukannya dalam keluarga (si kecil). Kata si kecil berasal
dari kata kecil yang pada data berarti usia masih muda (anak-anak) yang
ditambahkan dengan kata si sebagai penunjuk berdasarkan sifat kecil).
Data 49 2 x 24 jam. Ternyata memang sesingkat itulah kebersamaan mereka dengan Taufik; suami, ayah, anak, menantu, dan ipar yang dicintai. (AN: 208) Penggunaan majas antonomasia pada data 49 ditandai dengan
penggunaan kata penunjuk pada satu orang yaitu tokoh Taufik dengan
sebutan suami, ayah, anak, menantu, dan ipar yang dicintai. Penggelaran
digunakan berdasarkan status tokoh Taufik di dalam keluarga. Dia adalah
suami dari istrinya, ayah dari anak-anaknya, anak dari kedua
orangtuanya, menantu dari kedua mertuanya, dan ipar dari saudara-
saudara istrinya.
Data 50 Si bapak terlihat hati-hati. Sekilas pandang, saya yang melintas, bisa melihat wajah si bapak tua yang berkilat oleh keringat, seolah telah menempuh perjalanan jauh. (AN: 234) Majas antonomasia pada data 50 ditandai dengan penamaan si
bapak untuk seorang lelaki dan si bapak tua untuk menjuluki sosok
seorang lelaki yang sudah berusia lanjut (tua). Penamaan diri pada data
50 didasarkan pada kondisi fisik dan jenis kelamin tokoh yang
dimaksudkan.
65
Data 51 Fidaan, si bungsu, mengatakan tidak mungkin orang lain bisa menempati tempat Ibu di hati kami. (AN: 244) Data termasuk majas antonomasia dengan penggunaan kata si
bungsu yang mengikuti nama seseorang tokoh (Fidaan) menunjukkan
bahwa Fidaan adalah anak bungsu (anak terakhir di keluarganya). Si
bungsu merupakan penamaan diri sebagai julukan atau penggelaran
kepada seseorang (Fidaan) berdasarkan kedudukannya dalam keluarga
sebagai anak terakhir.
Data 52 Jika perlu sampaikan hal ini pada suami, bahwa kebawelan kita meminta nafkah adalah upaya seorang ibu dalam menjaga agar sosok si ayah tetap baik di mata anak-anaknya. (AN: 292) Majas antonomasia pada data 52 ditandai dengan penamaan diri
kepada seorang tokoh berdasarkan statusnya dalam keluarga yang telah
memiliki anak (si ayah). Nama diri si ayah diberikan kepada sosok laki-laki
yang sudah dikarunia anak.
f. Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda-
benda mati atau barang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat
kemanusiaan (Keraf dalam Siswantoro, 2010: 15).
Data 53 Ketika membaca SMS-SMS balasan berikutnya, perasaan saya semakin diremas-remas. Kedua kaki saya seakan lumpuh dan tidak bertenaga. Sementara kepala semakin berdenyut-denyut. (AN: 18)
66
Majas pada data 53 termasuk jenis majas personifikasi yang
ditandai dengan penggunaan diksi ketika membaca sms-sms balasan
berikutnya, perasaan saya semakin diremas-remas. Padahal kegiatan
membaca tidak memiliki tangan (lazimnya tangan digunakan untuk
meremas-remas sesuatu). Pada data 53 kegiatan membaca sms
diibaratkan memiliki tangan (seperti manusia) hingga dapat meremas
perasaan. Perasaan saya semakin diremas-remas bermakna sakit hati
karena cemburu membaca sms-sms.
Data 54 Dan beribu 'kalau saja' lainnya yang kadang menari-nari dalam kepalaku. (AN: 29) Gaya bahasa personifikasi yang ditemukan pada data 54 adalah
pemanusiaan pikiran-pikiran dengan diksi menari-nari. Kegiatan menari
biasanya hanya dilakukan oleh manusia dengan gerakan-gerakan indah
namun pada data yang dimaksudkan sedang menari adalah pikiran ‘kalau
saja’ yang menandakan pengandaian-pengandaian. Pada data 54
menyiratkan banyaknya pikiran-pikiran tokoh aku (-ku).
Data 55 Namun ketika malam merangkak, kursi-kursi panjang diletakkan melintangi jalur kereta api, setelah kereta api terakhir berlalu. (AN: 107) Majas personifikasi pada data 55 ditandai dengan penggunaan
kata merangkak yang seolah-olah dilakukan oleh malam. Padahal
67
merangkak lazimnya dilakukan oleh manusia dengan menggunakan kaki.
Pada data malam seolah-olah memiliki kaki untuk merangkak.
Data 56 Tiba-tiba seperti ditelan bumi. Menghilang dan meski susah payah saya mencarinya dalam tahun-tahun yang tenggelam, saya belum berhasil menemukan jejaknya. (AN: 133)
Majas personifikasi pada data 56 ditandai dengan penggunaan
diksi ditelan bumi. Bumi digambarkan dapat menelan seperti halnya
manusia yang sedang memasukkan makanan ke dalam mulut. Penulis
dengan menggunakan diksi tersebut berupaya memanusiakan bumi
dengan dapat menelan untuk membandingkan hilangnya seseorang tanpa
jejak.
Data 57 Usia perkawinan Inge dan Taufik Rahman baru menginjak tahun ke lima ketika peristiwa pahit itu terjadi. (AN: 205) Majas personifikasi digunakan pada data 57 dengan penanda kata
menginjak yang pada data dilakukan oleh usia perkawinan tokoh Inge dan
Taufik Rahman padahal menginjak identik dilakukan dengan
menggunakan kaki (milik manusia) sehingga seolah-olah usia perkawinan
dipandang dapat melakukan kegiatan layaknya manusia. Kata menginjak
pada data berarti memasuki atau mendekati.
Data 58 Setelah sampai dan dilakukan pemeriksaan yang teliti, dokter mengucapkan kata-kata yang seolah menggoda kepalaku dengan keras. Badanku luluh lantak. Persendianku terasa copot. Jantungku bagai berhenti berdenyut. (AN: 253)
68
Majas personifikasi pada data 58 ditandai dengan kata menggoda
(kegiatan merayu yang biasa dilakukan oleh manusia terutama yang
berjenis kelamin perempuan dengan kata-kata manis dan manja). Yang
dimaksudkan pada data sedang melakukan aktivitas menggoda adalah
kata-kata berisi berita duka bukan manusia sehingga penulis terkesan
berupaya memanusiakan kata-kata dengan memberikan kemampuan
manusia.
g. Depersonifikasi
Tarigan (2009: 21) mengatakan depersonifikasi atau pembendaan
merupakan kebalikan dari majas personifikasi. Gaya bahasa ini terdapat
dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit sebagai penjelas
gagasan atau sapaan.
Data 59. Aku cuma ingin merasa berbunga-bunga. (AN: 54)
Data 59. menggunakan majas depersonifikasi yang ditandai
dengan diksi merasa berbunga-bunga yang berarti membendakan
sesuatu. Perasaan yang notabenenya adalah milik manusia (tokoh aku)
diungkapkan berbunga-bunga (jenis tanaman). Merasa berbunga-bunga
bermakna senang hati karena jatuh cinta yang ingin dialami oleh tokoh
aku.
Data 60 Keesokan paginya aku bangun dengan jiwa yang segar seperti baju yang baru keluar dari loundry. (AN: 93)
69
Majas depersonifikasi pada data 60 ditandai dengan perasaan
manusia (tokoh aku) yang diibaratkan dengan baju yang baru keluar dari
loundry. Penyamaan perasaan segar yang lazimnya dialami oleh manusia
yang disandingkan dengan baju (benda) berarti membendakan hal-hal
yang hanya bisa dilakukan atau dirasakan oleh manusia.
Data 61 Keadaan ini mengetuk hati seorang pedagang jamu yang kasihan melihat pasangan muda tersebut. (AN: 217)
Majas depersonifikasi pada data 61 ditandai dengan kata
mengetuk hati. Hati diketuk pada data adalah hati seorang pedagang
(manusia) sedangkan lazimnya sesuatu yang diketuk adalah benda
(pintu). Data 61 bermaksud membendakan sesuatu (manusia).
h. Sinestesia
Majas sinestesia adalah metafora berupa ungkapan yang
berhubungan dengan suatu indera untuk dikenakan pada indera lain
(Sadikin, 2011: 33).
Data 62 Ketika membaca SMS-SMS balasan berikutnya, perasaan saya semakin diremas-remas. Kedua kaki saya seakan lumpuh dan tidak bertenaga. Sementara kepala semakin berdenyut-denyut. (AN: 18) Majas pada data 62 digolongkan majas sinestesia dengan ditandai
oleh penggunaan diksi semakin berdenyut-denyut yang ditujukan pada
kepala. Padahal yang biasanya berdenyut adalah nadi atau jantung. Diksi
70
kepala semakin berdenyut-denyut bermakna marah dan cemburu tokoh
saya sangat besar.
Data 63 Menatap senyum getir lelaki itu, seketika ingatan saya terlempar pada kalimat terakhir Pak Haris, beberapa tahun lalu.(AN: 24) Data 63 menggunakan majas sinestesia yang ditandai dengan
diksi senyum getir. Senyum biasanya tersungging dari bibir menandakan
perasaan senang sedangkan pada data justru senyum tidak bahagia yang
digambarkan lewat indra perasaan yaitu getir. Senyum lazimnya dapat
dinikmati oleh indra penglihatan orang lain namun pada data justru
mempengaruhi indra perasaan secara naluri bagi yang melihatnya.
Data 64 Waktu bergulir. Selama itu tidak pernah sekalipun terdengar berita tidak sedap dari pasangan, yang kini sudah dikaruniai dua orang anak. (AN: 31)
Data 64 menggunakan gaya bahasa sinestesia (ungkapan yang
berhubungan dengan suatu indra untuk dikenakan pada indra lain) yang
ditandai dengan kata tidak sedap yang diperuntukkan untuk indra
pendengaran dengan diksi tidak pernah sekalipun terdengar berita tidak
sedap padahal kata tidak sedap lazimnya diperuntukkan untuk indra
pengecap. Tidak sedap pada data 64 bermakna tidak enak untuk
didengar. Semua berita tentang mereka selalu menyenangkan.
Data 65 Usia perkawinan Inge dan Taufik Rahman baru menginjak tahun ke lima ketika peristiwa pahit itu terjadi. (AN: 205)
71
Data 65 menggunakan majas perbandingan jenis sinestesia yang
ditandai dengan penggunaan kata pahit padahal yang dimaksud bukan
makanan tetapi suatu peristiwa menyedihkan. Lazimnya, rasa sedih
dialami oleh indra perasaan namun pada data justru digambarkan dengan
menggunakan rasa pahit yang biasanya dirasakan oleh indra pengecap.
Rasa pahit berhubungan dengan indra pengecap namun pada data 65
diperuntukkan untuk indra perasaan.
i. Metonimia
Metonimia merupakan majas pengganti nama yang berupa
penggunaan atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat
dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut
(Altenbernd dalam Pradopo, 2010: 77).
Data 66 *Ketika mata suami terkait perempuan lain, dan hari-harinya di keluarga terasa sebagai pelengkap. Saat suami kehilangan ketertarikan terhadap istri dan anak-anak, karena ada sosok lain yang menyita perhatiannya. Saat handphone dan balckberry tidak pernah terlepas dari genggaman, karena itulah yang menjembatani rindu akan perempuan lain, apa yang harus dilakukan seorang istri? (AN: 280)
Majas metonimia ditemukan pada data 66 dengan penanda kata
untuk menyebutkan sesuatu dari mereknya (blackberry) sebagai
pengganti benda tersebut. Blackberry adalah sejenis telepon genggam
yang berfungsi sebagai alat komunikasi untuk berkirim pesan.
72
2. Gaya Bahasa atau Majas Penegasan
Novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia
mengandung majas penegasan sebagai berikut:
a. Pleonasme
Gaya dengan acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak
daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan
(Keraf, 2009:133) adalah majas pleonasme.
Data 67 *Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, bahkan harus membolos dari tempat tugas sebagai librarian, dengan alasan tidak sehat. (AN: 124)
Majas pleonasme pada data 67 ditandai dengan penggunaan kata
tempat tugas yang maknanya tidak berubah jika hanya menggunakan kata
tugas saja dengan menghilangkan kata tempat yang dilengkapi oleh kata
keterangan (sebagai librarian). Ditambah bila kata yang berlebihan itu
dihilangkan, arti atau maknanya tetap utuh.
b. Repetisi
Sadikin (2011: 37) menjelaskan bahwa majas repetisi adalah majas
dengan perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama untuk menegaskan
sesuatu.
Data 68 *Sanggupkah dia, dalam kecewa, dalam kemarahan, dalam kesedihan, tetap memainkan peran sebaik mungkin sebagai ibu? Tetap bermain, tetap berjuang agar batin anak-anak sehat agar
73
mereka tumbuh dalam atmosfer yang utuh sekalipun compang-camping? (AN: 4) Majas repetisi pada data 68 ditandai dengan penggunaan kata
dalam (berarti berada di suatu situasi) secara berulang pada kalimat
pertama yang menegaskan keadaan atau kondisi perasaan yang dialami
tokoh dia, pengulangan kata tetap pada kalimat pertama dan kedua yang
menegaskan tokoh dia sebagai seorang ibu tidak meninggalkan
kewajibannya meskipun sedang dirundung sedih, dan pengulangan kata
agar yang menegaskan harapan-harapan tokoh dia terhadap anak-
anaknya.
Data 69 Meski banyak lalai kami, meski tidak terhitung dosa kami, meski menggunung kesalahan-kesalahan kami. (AN: 5) Penggunaan majas repetisi (majas dengan perulangan kata, frasa,
dan klausa yang sama untuk menegaskan sesuatu) ditandai dengan
pengulangan kata meski sebanyak tiga kali di kalimat yang sama pada
data 69. Pengulangan kata meski tersebut untuk menegaskan perlakuan
baik yang tetap didapatkan walaupun banyak kekurangan atau kesalahan
yang dimiliki.
Data 70 Siapa tahu suami berubah sikap...melunak setelah mengetahui betapa tersiksanya hati sang istri selama ini. Betapa sikapnya, meski tidak melukai secara fisik, telah menghancurkan mental pasangan. Betapa tidak bahagianya kita, sebagai istrinya. (AN: 10)
Majas repetisi pada data 70 ditandai dengan penggunaan kata
betapa secara berulang yang ditemukan pada kalimat pertama, kedua,
74
dan ketiga. Pengulangan kata betapa tersebut untuk menegaskan
alangkah sedihnya menjadi istri seorang suami yang dikisahkan pada data
70.
Data 71 *"Dan itu bukan karena menolong, bukan karena kasihan, atau alasan lain. Saya lelaki. Dan kalau saya menikah lagi itu murni karena saya suka dengan gadis itu. Saya jatuh cinta. Titik. " (AN: 22) Majas repetisi pada data 71 ditandai dengan penggunaan kata
bukan karena secara berulang pada kalimat pertama untuk menegaskan
alasan-alasan sehingga melakukan suatu tindakan atau perbuatan.
Data 72 *Sekarang, bagaimana saya melakukan sebuah tindakan untuk keuntungan yang tidak pasti dengan mengambil resiko yang kerusakannya pasti dan permanen? (AN: 23) Data 72 menggunakan majas repetisi yang ditandai dengan
pengulangan kata pasti sebanyak dua kali untuk menegaskan keyakinan
akan terjadinya sesuatu dengan memastikannya.
Data 73 Mungkin karena kami berbeda ras. Mungkin karena aku bukan keturunan orang kaya seperti mereka. (AN: 26)
Penggunaan majas repetisi pada data 73 ditandai dengan
pengulangan kata mungkin karena di masing-masing kalimat pembangun
data. Pemilihan diksi mungkin karena menyiratkan tokoh aku sedang
menebak-nebak alasan (berbeda ras dan bukan keturunan orang kaya)
sehingga suatu hal buruk terjadi pada dirinya.
75
Data 74 Salahkah aku bila aku begitu marah dan kecewa hingga memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua? Salahkah aku bila aku kehilangan rasa percaya yang selama dua tahun ini kupupuk dengan begitu susah payah? (AN: 28)
Penggunaan kata salahkah aku bila aku secara berulang di masing-
masing kalimat pembangun data 74 menggolongkannya sebagai majas
repetisi. Pengulangan diksi salahkah aku bila aku ditemukan di masing-
masing kalimat pada data 74 untuk menegaskan perasaan menyalahkan
diri sendiri tokoh terhadap keputusan yang diambilnya.
Data 75 *Kalau saja dulu aku bersikap lebih dewasa, mungkinkah aku kini masih mengasuh anakku? Kalau saja dulu aku tak sedemikian cemburu, mungkin kini aku tak perlu menahan rindu untuk hanya bisa bertemu sulungku empat bulan sekali. (AN: 29) Majas repetisi di data 75 ditandai dengan penggunaan kata kalau
saja secara berulang di kalimat pertama dan kedua yang menegaskan
pengandaian pada tindakan terdahulu yang tidak dipilih sehingga
mengesankan penyesalan.
Data 76 *Tetapi saya pun mengerti, betapa berlikunya jalan menuju keikhlasan. Betapa berat menjaga suasana hati yang sudah terkondisi agar tidak terkotori. (AN: 37) Majas repetisi pada data 76 ditandai dengan penggunaan kata
betapa secara berulang. Kata betapa pada data digunakan untuk
menegaskan hal yang sulit dilakukan dan dipahami.
76
Data 77 *Jarang lelaki itu keluar rumah kalau tidak perlu sekali. Jarang pula menghabiska waktu sekadar ngurnpul-ngurnpul dengan teman lelaki lain di kantor. (AN: 40) Data 77 mengandung majas repetisi (perulangan kata, frasa, dan
klausa yang sama untuk menegaskan sesuatu) dengan ditandai
pengulangan kata jarang di masing-masing kalimat untuk menegaskan
kebiasaan lelaki itu.
Data 78 Mereka seolah tak berada di frekuensi yang sama. Berbeda dunia, beda pemikiran, beda prioritas. (AN: 51) Majas repetisi pada data 78 ditandai dengan pengulangan kata
berbeda/beda sebanyak tiga kali untuk menegaskan perbedaan yang
terjadi di antara mereka yang menimbulkan kesenjangan pada jarak.
Mereka tidak bisa bersama.
Data 79 *Bagaimana dua orang yang dulu amat sangat mencintai kini sanggup saling menyakiti. Bagaimana mereka bisa saling membenci dan mengibarkan bendera permusuhan? Begitu mudahkah cinta yang telah mengakar tercerabut tanpa bekas? AN: 62) Majas repetisi (majas dengan perulangan kata, frasa, dan klausa
yang sama untuk menegaskan sesuatu) pada data 79 ditandai dengan
pengulangan kata bagaimana di kalimat pertama dan kedua untuk
menegaskan pertanyaan yang berkecamuk di hati orang yang
mengajukan pertanyaan.
77
Data 80 *Kenapa saya harus dihancurkan oleh seorang perempuan yang secara fisik, materi, dan intelektual berada di bawah saya? Dan kenapa dia merebut suami saya di saat saya tengah berusaha mengenalkannya pada ajaran Islam? Saya benar-benar tak bisa terima. (AN: 68) Majas repetisi ditandai dengan penggunaan kata tanya kenapa
secara berulang di kalimat kalimat pertama dan kedua untuk menegaskan
teka-teki pertanyaan yang berupa ungkapan kekecewaan di tokoh saya
terhadap perempuan yang merebut suaminya, perempuan yang
dipandangnya tidak lebih baik dari dirinya.
Data 81 *Berkali-kali saya ajak, berkali-kali pula ia menolak. (AN: 73) Penggunaan majas repetisi pada data 81 ditandai dengan
pengulangan kata berkali-kali sebanyak dua kali dalam kalimat yang sama
meski berbeda fungsi dan maksud atau berkebalikan maksud.
Pengulangan tersebut dimaksudkan untuk menegaskan seringnya tokoh
saya mengajak sebanding dengan seringnya ia ditolak yang menegaskan
bahwa tokoh saya belum pernah berhasil mengajak.
Data 82 Euis ingin suami yang fasih membaca Alquran, Pak, Euis ingin suami yang berasal dari lingkungan pesantren! (AN: 92) Majas repetisi pada data 82 ditandai dengan penggunaan diksi
Euis ingin suami yang sebanyak dua kali dalam satu kalimat yang
menegaskan harapan sekaligus permintaan tokoh Euis kepada ayahnya
78
yang dipanggil dengan Pak. Ia ingin menikah dengan orang yang fasih
membaca Alquran dan berasal dari lingkungan pesantren.
Data 83 *Makin sakit hati, makin sulit memaafkannya, makin besar peluang masuk surgaNya kalau kita berhasil memaafkan pasangan. (AN: 97) Penggunaan majas repetisi pada data 83 ditandai dengan
penggunaan kata makin secara berulang untuk menegaskan kian
bertambah atau besarnya manfaat yang dipetik ketika kita berupaya ikhlas
atas sebuah peristiwa menyakitkan yang menimpa.
Data 84 *Apakah dia merasa putus asa ketika mengetahui bahwa gaji suaminya yang masih kuliah itu hanya 200 ribu rupiah per bulan? Apakah dia putus asa ketika mereka harus berpindah-pindah kontrakan dari satu rumah mungil ke rumah mungil yang lain? Apakah perempuan itu mengeluh, ketika berbulan-bulan hanya makan tahu dan sayur, yang masing-masing dibeli beberapa ribu rupiah di warung, ketika sang suami cukup lama tak bekerja? (AN: 111) Penggunaan majas repetisi pada data 84 ditandai dengan
pengulangan diksi apakah dia merasa putus asa ketika sebanyak dua kali
yang ditemukan pada kalimat tanya pertama dan kedua untuk
menegaskan keuletan dan kebulatan tekad untuk setia kepada suami
meskipun hidup dengan segala kekurangan yang digambarkan pada data.
Data 85 *Sedikitpun tidak menyesal telah menikah dengan lelaki pilihannya. Lelaki yang dia cintai karena kecerdasan dan kegigihannya. Lelaki yang amat dia hormati, yang dia tahu selalu berupaya sungguh-sungguh untuk membahagiakan keluarga mereka. (AN: 112)
79
Data 85 menggunakan majas repetisi yang ditandai dengan
penggunaan kata lelaki di masing-masing kalimat pembangun data
dengan maksud menegaskan orang yang dimaksud sebagai pilihan tokoh
dia untuk menikah, orang yang dicintai dan dihormatinya. Pengulangan
kata yang ditemukan di kalimat ketiga sebanyak dua kali.
Data 86 *Satu peristiwa, satu hati yang berdarah. Satu hati yang belum juga sembuh. (AN: 116) Penggunaan kata satu secara berulang ditambah dengan
pengulangan diksi satu hati menandai adanya majas repetisi (majas
dengan perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama untuk menegaskan
sesuatu) pada data 86. Pengulangan kata satu untuk menegaskan
seseorang (satu pihak) yang mengalami sakit hati karena suatu peristiwa
menyakitkan (disakiti dan dikhianati oleh orang yang disayangi dan
dicintai).
Data 87 *Apakah dia bahagia? Apakah suaminya bahagia? Kenapa tidak bercerai dan sama-sama memulai yang baru. Sebagian orang mungkin akan berpikir begitu. Hidup terlalu singkat untuk larut dalam ketidakbahagiaan. (AN: 117) Data 87 menggunakan majas repetisi yang ditandai dengan
pengulangan kata tanya apakah secara dua kali di kalimat tanya pertama
dan kedua yang menegaskan informasi mengenai perasaan tokoh dia dan
suaminya yang ingin diketahui oleh si penanya.
80
Data 88 *Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, bahkan harus membolos dari tempat tugas sebagai librarian, dengan alasan tidak sehat. (AN: 124) Penggunaan majas repetisi pada data 88 ditandai dengan
pengulangan diksi tidak bisa secara berurut di kalimat yang sama untuk
menegaskan ketidaksanggupan dan hilangnya selera (tidur dan makan)
karena pikiran yang diakibatkan oleh suatu peristiwa.
Data 89 *Dulu aku menerima saja jawabannya, tetapi sekarang? Kesedihan perlahan berganti warna menjadi kemarahan. Bagaimana bisa dia menjawab seperti itu? Aku kalah penting oleh rekening? Yang benar aku kalah oleh perempuan itu! (AN: 126) Majas repetisi ditandai dengan pengulangan diksi aku kalah yang
ditemukan pada kalimat keempat dan kelima yang menegaskan sikap
menyerah dan penerimaan tokoh aku pada takdir dirinya.
Data 90 Ya pengin berhenti juga sih kadang Mbak, malu sama Yang di Atas. Malu sama anak-anak kalau sampai tahu. (AN: 129)
Penggunaan majas repetisi ditandai dengan pengulangan kata
malu sama yang ditemukan di kalimat pertama dan kedua. Pengulangan
diksi malu sama menegaskan perasaan malu yang dimiliki oleh tokoh saya
hingga ia ingin berhenti.
Data 91 *Tetapi bisakah saya begitu saja menyalahkan profesinya yang kerap mengancam ketenangan setiap istri? Berkata seharusnya perempuan itu lebih kuat, seharusnya dia kembali saja kepada
81
keluarganya di kampung. Bukankah lebih baik menganggur daripada melacur? (AN: 130)
Majas repetisi ditandai dengan penggunaan kata seharusnya
secara berulang di kalimat kedua untuk menegaskan anjuran atau saran
yang diberikan kepada perempuan itu (pelacur).
Data 92 Tiga tahun yang membahagiakan. Tiga tahun di mana kemesraan terasa berlimpah. (AN: 135) Data 92 menggunakan majas repetisi yang ditandai dengan
kehadiran diksi tiga tahun di masing-masing kalimat pembangun data
yang menegaskan waktu yang sama yaitu selama tiga tahun menikmati
suasana bahagia dan penuh kemesraan sekaligus. Tiga tahun adalah
waktu-waktu membahagiakan dan penuh kemesraan yang dilalui.
Data 93 Lalu kapankah cinta mulai kehilangan warna? Bagimu uniknya bukan pada saat ekonomi menjadi masalah. Bukan saat nyaris tidak punya harta benda berharga di rumah. Bukan juga saat papa, mama, serta saudara-saudara kandungmu menatap iba. (AN: 138) Majas repetisi pada data 93 terlihat dengan penggunaan diksi
bukan pada saat/bukan saat/ bukan juga saat. Penggunaan diksi-diksi
tersebut untuk menegaskan waktu atau keadaan yang menjadi sebab
suatu keadaan baru lainnya.
Data 94 Mungkin dia capek. Mungkin banyak masalah di kantor. Mungkin kepalanya pening dan stres saking banyaknya tuntutan atasan. Mungkin dia sedang membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan proyek dan harus lebih sering berada di kantor. (AN: 139)
82
Majas repetisi pada data 94 ditandai dengan penggunaan kata
mungkin di masing-masing kalimat pembangun data. Kata mungkin secara
berulang digunakan untuk menegaskan keragu-raguan dan ketidakpastian
alasan yang mendukung suatu pendapat. Diksi-diksi pada data 94
merupakan perkiraan-perkiraan yang bermain di alam pikiran penutur
dalam upaya membangun pikiran positif.
Data 95 *Tak ada istri yang tak luka menyaksikan tangan menggelayut manja melingkari pinggang suami tercinta. Tak ada istri yang hatinya tak berdarah membayangkan di mana adegan boncengan tadi berakhir... di ranjang perempuan lain itukah? (AN: 141) Penggunaan majas repetisi pada data 95 nampak dengan
pengulangan diksi tak ada istri yang sebanyak dua kali yang terdapat
pada kalimat pertama dan kedua. Pengulangan tersebut dimaksudkan
untuk menegaskan bahwa tidak seorang pun istri di dunia yang senang
melihat suaminya bermesraan (selingkuh) dengan perempuan lain.
Data 96 *Siapa yang salah, Lisa? Siapa yang harus berjuang membuktikan kebenaran? (AN: 142) Penggunaan kata tanya siapa secara berulang menandakan majas
repetisi. Pengulangan tersebut dimaksudkan untuk menegaskan
penanggung jawab atas sesuatu (orang).
Data 97 *Setiap menit, setiap detik, saya sudah tidak sanggup untuk hidup bersamanya. (AN: 149)
83
Majas repetisi juga digunakan pada data 97 dengan penanda
penggunaan kata setiap secara berulang untuk menegaskan keterangan
waktu yang terasa berat dilewati karena ketidaksanggupan lagi untuk
hidup bersama.
Data 98 *Apakah saya terlalu penurut? Atau saya terlalu dibutakan cinta? Atau letih karena sepertinya apapun yang saya katakan, Mas Aryo tetap bertahan untuk tidak menceraikan saya? (AN: 160) Majas repetisi pada data 98 ditandai dengan pengulangan kata
atau yang terdapat di kalimat kedua dan ketiga untuk menegaskan pilihan-
pilihan untuk menyatakan perasaan tokoh saya.
Data 99 *Tak ada lagi saling menjemput dan mengingatkan waktu pulang. Tak ada lagi rumah yang menjadi tujuan bersama. Tak ada lagi suami dan istri. Yang ada hanyalah pribadi-pribadi. Dia dan aku. Tak ada lagi 'kami'. (AN: 166) Penggunaan majas repetisi pada data 99 ditandai dengan hadirnya
diksi tak ada lagi sebanyak empat kali untuk menegaskan berakhirnya
hubungan tokoh (dia dan aku) sebagai pasangan suami istri.
Data 100 *Aku iri melihat para istri yang berderet di depan ATM pada hari gajian suami-suami mereka. Aku iri melihat para ibu dengan tenang mengantar anak-anak mereka ke sekolah setelah melepas suami pergi bekerja. Aku iri melihat para ibu sibuk menyiapkan penganan sore hari untuk suami yang baru pulang bekerja, kemudian duduk bersantai di depan rumah sembari memandangi dan sesekali menertawai kelucuan perilaku anak-anak mereka yang bermain di halaman. (AN: 168) Majas repetisi pada data 100 ditandai dengan penggunaan diksi
aku iri melihat para istri/ibu secara berulang yang ditemukan pada kalimat
84
pertama, kedua, dan ketiga secara berurut. Pengulangan diksi tersebut
digunakan untuk menegaskan tidak adanya hak yang diperoleh tokoh aku
sebagai seorang istri dari suaminya (suami tidak bertanggung jawab
kepadanya).
Data 101 *Aku tak pernah berpikir untuk melawan, aku malah berpikir bagaimana cara menebus dan memperbaiki semua kesalahanku. Bagaimana cara membuatnya tenang dan mau berbaik-baik denganku. Bagaimana caranya agar ia mencintaiku lagi. (AN: 172) Majas repetisi pada data 101 ditandai dengan penggunaan kata
tanya bagaimana cara (lazimnya jika disesuaikan dengan konteks data,
kata tanya bagaimana digunakan untuk menanyakan cara menciptakan
nuansa kasih sayang di keluarga) secara berulang. Pada data kata tanya
tersebut bukan pada situasi bertanya melainkan sebagai pelengkap untuk
menegaskan usaha-usaha yang diupayakan tokoh aku untuk memperbaiki
hubungannya dengan suami.
Data 102 *Oh, Tuhanku... apa yang telah kulakukan? Bersalahkah aku? Berdosakah aku telah membuat anak-anakku terpisah dengan ayah rnereka? Egoiskah aku? Benarkah aku memberikan yang terbaik bagi anak-anakku? Benarkah aku melakukan semua ini demi ketenangan mereka, demi perkembangan jiwa mereka yang telah kerap menyaksikan pertengkaran demi pertengkaran, mendengar ancaman demi ancaman? Benarkah? Benarkah? (AN: 182) Majas repetisi pada data 102 ditandai dengan pengulangan kata
benarkah sebanyak empat kali untuk menegaskan keraguan tokoh akan
sesuatu yang telah dilakukannya. Tokoh merasa khawatir dengan
keputusan yang telah diambilnya, ia merasa bersalah.
85
Data 103 *Tentu, tak seorang perempuan pun ingin diceraikan apalagi menceraikan, tak seorang perempuan pun ingin ditinggal mati suaminya, tak seorang perempuan pun ingin berjuang sendirian karena suami tiba-tiba jatuh sakit, tak seorang perempuan pun ingin menjadi janda. (AN: 187) Majas repetisi pada data 103 ditandai dengan penggunaan diksi
tak seorang perempuan pun ingin secara berulang untuk menegaskan
bahwa semua perempuan ingin bahagia hidup bersama pasangan
hidupnya.
Data 104 *Betapa saya bersyukur setiap pagi bisa terbangun dari tidur dan menemukan anak-anak di sisi. Menemani Caca sarapan pagi hingga jemputan sekolah datang dan melepasnya pergi setelah mencium tangan saya. Betapa saya bersyukur mendapatkan kecupan di kening setiap pagi oleh Adam ketika dia berpamitan ke sekolah. Betapa saya bersyukur bisa berada di sisi mereka ketika mereka ada masalah. Bahkan ketika keduanya bertengkar dan mencari saya sebagai hakim. Betapa saya bersyukur ada di dekat Caca, setiap kali dia sedih dan berlari ke arah saya dengan tangan terkembang untuk sebuah pelukan. Betapa saya bersyukur bisa mendengar kalimat: I love u Bunda (Caca), love u Mama (Adam), atau mendapatkan tatapan Adam yang memandang dalam sebelum berkata: Bunda tahu nggak? Adam tuh cinta sekali sama Bunda! .... Betapa saya bersyukur bisa membaca lembar demi lembar tulisan Caca yang dicoretnya di diary ibu dan anak yang kami miliki, di mana hanya kami berdua yang memiliki akses untuk membacanya. Betapa saya bersyukur bisa berada di sana, ketika Caca berkata: Menurut Bunda, aku sebaiknya pakai baju apa ya hari ini? Betapa saya bersyukur bisa bermain kartu tebak-tebakan bersama mereka, bisa mendongeng (meski kadang di tengah kantuk), bisa berjalan sambil menggandeng keduanya di sisi kiri dan kanan saya. (AN: 193) Majas repetisi pada data ditandai dengan penggunaan diksi betapa
saya bersyukur sebanyak delapan kali yang ditemukan pada kalimat
pertama, ketiga, keempat, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan
86
sepuluh dengan maksud menegaskan kesyukuran yang dimiliki seorang
tokoh (saya) akan cinta dan kebiasaan keluarga yang senantiasa
dirindukannya saat jauh dari keluarga.
Data 105 *Namun pernahkah saya melihat sedikit saja Mami mengeluh kepada kami, anak-anaknya? Tidak! Pernahkah sedikit saja terbersit perasaan menyesal telah menikah dengan Papa? Tidak! Pernahkah Mami termenung-menung lama bernostalgia dengan masa lalunya sebagai gadis cantik dari keluarga amat berada? Tidak. (AN: 197)
Majas repetisi pada data 105 ditandai dengan pengulangan kata
pernahkah sebanyak tiga kali untuk menegaskan keuletan dan kegigihan
tokoh mami membesarkan anak-anaknya serta menjalani hidupnya dalam
kehidupan pas-pasan (tidak seperti kehidupannya sebelum menikah dan
memiliki anak) dan kata tidak untuk menjawab pertanyaan dari kata tanya
pernahkah.
Data 106 *Meski harus berhutang ke kanan kiri, meski harus bolak balik ke sekolah meminta keringanan, meski harus berjuang hingga kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki?(AN: 198) Penggunaan kata meski secara berulang juga menandai
digunakannya majas repetisi pada data 106 untuk menegaskan keuletan
seorang tokoh dalam berjuang.
Data 107 Terima kasih ya, sayang. Mami doakan semoga kamu sekeluarga sehat dan diberikan kelapangan rejeki. Terima kasih banyak, Rani... membantu sekali. Terima kasih banyak Evy... Padahal pemberian kami tidak seberapa. Padahal Mami layak mendapatkan lebih dari itu. (AN: 201)
87
Penggunaan majas repetisi pada data 107 ditandai dengan
pengulangan kata terima kasih sebanyak tiga kali untuk menegaskan
kerajinan tokoh mami mengucapkan terima kasih kepada anak-anaknya
padahal hal wajar yang dilakukan anak-anak kepadanya (bukan sesuatu
yang luar biasa). Dan kata padahal sebanyak dua kali untuk menunjukkan
pertentangan antara bagian-bagian yang dirangkaikan untuk menegaskan
rasa kurang yang diberikan untuk membalas kebaikan dan kerja keras
tokoh mami.
Data 108 *Betapa tabahnya Inge. Betapa tawakalnya dia. Betapa hebat perempuan muda itu mengemas air matanya! (AN: 209) Penggunaan majas repetisi pada data 108 ditandai dengan
pengulangan kata betapa sebanyak tiga kali untuk menegaskan rasa
kagum pada sikap sosok tokoh Inge menghadapi kesedihan.
Data 109 Betapapun hatinya menangis, betapapun gamang karena sejak itu dia akan hidup dan membesarkan anak-anak tanpa ayah. (AN: 210)
Majas repetisi pada data 109 ditandai dengan penggunaan kata
betapapun secara berulang untuk menegaskan keuletan tokoh dia
ditinggal mati oleh suaminya. Meski tokoh sedang bersedih dan takut
menghadapi kenyataan hidup ia tetap berjuang dan tidak putus asa.
Data 110. Hari pertama menjadi ibu. Hari pertama ketika menerima hadiah terbaik yang Allah limpahkan kepada setiap perempuan. (AN: 215)
88
Penggunaan diksi hari pertama secara berulang di kalimat pertama
dan kedua pada data 110 menggolongkan data ke dalam majas repetisi.
Pengulangan tersebut dimaksudkan untuk menegaskan rasa bahagia
yang disertai kesyukuran kepada Allah saat pertama kali berstatus
sebagai seorang ibu untuk melengkapi kesempurnaan sebagai
perempuan.
Data 111 *Apa arti berkeluarga jika suami tidak memiliki tanggung jawab? Apa arti pernikahan jika pasangan tidak memberikan kasih sayang dan saling menghargai? (AN: 228) Data 111 dikategorikan sebagai majas repetisi karena
menggunakan diksi secara berulang. Penggunaan diksi apa arti yang
diikuti kata yang bermakna negatif/perbuatan buruk (tidak memiliki
tanggung jawab dan tidak memberikan kasih sayang) dimaksudkan untuk
menyindir peran sosok suami di dalam keluarga yang tidak dilakonkan
sebagaimana seharusnya.
Data 112 *Berbagai pertanyaan itu, kenapa ibu mendiamkan saja perbuatan bapak? Kenapa ibu tidak minggat, misalnya? Apalagi ketika ibu masih muda. (AN: 230) Kalimat pada data 112 digunakan untuk menegaskan keuletan dan
ketangguhan sosok ibu yang senantiasa selalu sabar menghadapi
perbuatan tercela tokoh bapak. Keuletan tokoh ibu diungkapkan oleh
tokoh lain ditandai dengan pengulangan diksi kenapa ibu menandakan
89
majas repetisi (majas dengan perulangan kata, frasa, dan klausa yang
sama untuk menegaskan sesuatu) sekaligus.
Data 113 *Sebab kalian...anak-anak adalah tanggung jawab Ibu, sampai Ibu dipanggil Allah. Sampai napas terakhir Ibu. (AN: 232) Majas repetisi pada data 113 ditandai dengan penggunaan kata
ibu secara berulang untuk menegaskan arti penting hadirnya dalam
keluarga terutama bagi anak-anaknya. Penanda lain majas repetisi pada
data 113 adalah kata sampai yang digunakan sebanyak dua kali untuk
menegaskan batas akhir ibu harus bertanggung jawab pada anak-
anaknya secara lahir dan batin di dunia.
Data 114 *Hati saya berdesir. Ah, cinta seperti apa yang mempertemukan mereka? Cinta seperti apa pula yang tidak kunjung memisahkan keduanya? (AN: 237) Majas yang ditemukan pada data adalah majas repetisi yang
ditandai dengan penggunaan diksi secara berulang yaitu diksi cinta seperti
apa untuk menambah keyakinan tokoh saya akan kekuatan perasaan
cinta pasangan yang disaksikannya.
Data 115 *Mungkin mereka membicarakan hal-hal yang lucu. Mungkin juga bergembira membayangkan hasil mengemis hari itu. Entahlah. Tapi kebersamaan keduanya sungguh di luar nalar saya. Dalam keadaan cacat fisik dan kekurangan materi, apakah yang menjadi sumber kebahagiaan keduanya? (AN: 238) Majas repetisi pada data 115 ditandai dengan penggunaan kata
mungkin secara berulang di kalimat pertama dan kedua untuk
90
menegaskan ketidakyakinan atau tebakan-tebakan yang dilakukan
(diungkapkan) oleh tokoh saya mengenai situasi yang dialami tokoh
dengan pronomina mereka yang sedang mengemis.
Data 116 *Memang hanya dua kata yang dikeluarkannya, tetapi saya benar-benar takluk. Saya benar-benar tidak berdaya dibuatnya. Saya ketakutan. Saya benar-benar tidak siap dengan reaksi keras atas permintaan yang saya sampaikan dengan penuh ketulusan. (AN: 241) Pengkategorian data 116 sebagai majas repetisi dilakukan dengan
alasan bahwa data menggunakan diksi saya benar-benar secara berulang
untuk menegaskan bahwa situasi yang dialami tokoh saya setelah
mendengar dua kata yang dikeluarkan tokoh -nya di luar harapan (ia
ketakutan).
Data 117 *Tidak semua lelaki jahat. Seperti tidak semua perempuan baik. Tetapi seperti saya, bagaimanakah Anda akan mencerna cerita ini? (AN: 259)
Majas repetisi pada data 117 ditandai dengan pengulangan diksi
tidak semua yang ditemukan pada kalimat pertama dan kalimat kedua
yang menegaskan lelaki dan perempuan ditakdirkan memiliki aneka sifat
dan perilaku (ada yang baik dan ada yang jahat).
Data 118 *Di mana nurani? Di mana ketulusan? Di manakah moralitas? (AN: 260) Majas repetisi pada data 118 ditandai oleh kata tanya dimana
yang digunakan secara berulang sebagai kata tanya di kalimat tanya
91
pembangun data. Pengungkapan kata tanya secara berulang
menegaskan bahwa pembicara sangat kecewa dengan keadaan yang
disebutkannya.
Data 119 *Hingga tanpa ada permasalahan yang jelas, suaminya menjatuhkan talak. Cerai. Begitu saja. Tidak ada pertengkaran hebat, tidak ada perempuan lain, setidaknya dalam pengetahuan teman saya ini. Lalu di mana yang salah? (AN: 263) Majas repetisi ditemukan dengan pengulangan diksi tidak ada
pada kalimat keempat. Pengulangan tersebut menegaskan bahwa cerai
yang dijatuhkan tokoh suami kepada tokoh teman saya tidak memiliki
alasan kuat meskipun cerai tetap dilakukan sehingga tokoh teman saya
cukup menyesalinya.
Data 120 *Tak ada nafkah. Tak ada kasih sayang. Tak ada pemenuhan kewajiban apapun. Dan seolah sudah demikian seharusnya, sahabat saya hanya diam. Tidak protes, tidak menuntut ini itu yang menjadi haknya. Hanya diam. (AN: 265) Majas repetisi yang nampak pada data 120 ditandai oleh
penggunaan kata tak ada sebanyak tiga kali untuk menegaskan hak-hak
yang tidak diperoleh tokoh sahabat saya. Selain itu, penanda majas
repetisi lain adalah penggunaan diksi hanya diam sebanyak dua kali yang
ditemukan pada kalimat keempat dan keenam untuk menegaskan sikap
penerimaan tokoh sahabat saya pada segala perlakuan terhadapnya.
Data 121 *Ketika mata suami terkait perempuan lain, dan hari-harinya di keluarga terasa sebagai pelengkap. Saat suami kehilangan
92
ketertarikan terhadap istri dan anak-anak, karena ada sosok lain yang menyita perhatiannya. Saat handphone dan balckberry tidak pernah terlepas dari genggaman, karena itulah yang menjembatani rindu akan perempuan lain, apa yang harus dilakukan seorang istri? (AN: 280)
Data 121 menggunakan majas repetisi yang ditandai oleh
pengulangan kata saat sebanyak dua kali yang ditemukan pada kalimat
kedua dan ketiga untuk menegaskan waktu-waktu atau keadaan yang
menyebabkan kecurigaan tokoh istri kepada suaminya.
Data 122 *Amati adakah perubahan sikap pasangan terhadap keluarga? Adakah perubahan dari rutinitasnya? Jika pasangan sering beralasan tugas keluar kota, pastikan ini memang tugas kantor. Lalu, apakah selalu ke kota yang sama? (AN: 282) Penggunaan majas repetisi pada data 122 ditandai dengan
pengulangan adakah perubahan sebanyak dua kali yang menegaskan
hal-hal yang harus diamati. Diksi adakah perubahan bermakna
pengamatan terhadap perubahan sikap, kebiasaan, dan tingkah laku
pasangan.
Data 123 *Apakah ada kegugupan, apakah amarahnya langsung melonjak (defensif), atau dengan cepat mengalihkan persoalan? (AN: 283) Penggunaan majas repetisi pada data 123 ditandai dengan
kehadiran kata tanya apakah yang dimunculkan sebanyak dua kali.
Penggunaan kata secara berulang dimaksudkan untuk menegaskan
tanda-tanda perubahan sikap yang bisa dicurigai.
93
c. Apofasis
Majas apofasis adalah majas penegasan dengan cara seolah-olah
menyangkal yang ditegaskan (Sadikin, 2011: 37).
Data 124 *Hingga tanpa ada permasalahan yang jelas, suaminya menjatuhkan talak. Cerai. Begitu saja. Tidak ada pertengkaran hebat, tidak ada perempuan lain, setidaknya dalam pengetahuan teman saya ini. Lalu di mana yang salah? (AN: 263)
Penggunaan majas apofasis ditandai dengan penggunaan diksi
setidaknya pada kalimat keempat yang berupaya melemahkan keyakinan
dengan menyangkal apa yang diungkapkan sebelumnya tentang
ketiadaan masalah serius dalam rumah tangga hingga perceraian terjadi.
Data 125 *Sahabat saya yang ayu, kenapa harus tersangkut menjadi istri kedua? Bukankah dia bisa memilih? (AN: 264) Majas apofasis ditemukan dengan penanda kata bukankah yang
dapat membantah alasan tokoh sahabat saya menjadi istri kedua sebab ia
digambarkan bisa memilih bukan sebaliknya terjebak dalam status
sebagai istri kedua.
d. Antiklimaks
Majas antiklimaks merupakan pemaparan pikiran atau hal secara
berturut-turut dari yang kompleks atau lebih penting menurun pada hal
yang sederhana atau kurang penting (Sadikin, 2011: 39).
94
Data 126 *Setiap menit, setiap detik, saya sudah tidak sanggup untuk hidup bersamanya. (AN: 149) Data 126 menggunakan majas antiklimaks dengan penanda
dipaparkannya keterangan waktu secara berturut-turut dari yang kompleks
atau lebih penting menurun pada hal yang sederhana yaitu dari menit
menjadi detik.
e. Pararima
Sadikin (2011: 38) mengatakan majas pararima adalah majas
dengan pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian
kata yang berlainan.
Data 127 *Sanggupkah dia, dalam kecewa, dalam kemarahan, dalam kesedihan, tetap memainkan peran sebaik mungkin sebagai ibu? Tetap bermain, tetap berjuang agar batin anak-anak sehat agar mereka tumbuh dalam atmosfer yang utuh sekalipun compang-camping? (AN: 4) Majas pararima (majas dengan pengulangan konsonan awal dan
akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan) ditandai dengan kata
compang-camping pada kalimat kedua. Kata ulang compang-camping
bermakna leksikal kain robek di segala sisi, tidak beraturan. Namun, pada
data yang dimaksudkan compang-camping adalah keadaan batin
seseorang (tokoh ibu) yang tidak bahagia dan sedang tersakiti hatinya.
Data 128 Pernikahan memang seringkali hanya terlihat dalam warna-warni pelangi. (AN: 6)
95
Penggunaan majas pararima pada data 128 ditandai dengan kata
ulang warni-warni. Kata ulang tersebut ditautkan dengan pelangi
mengandung makna indah sehingga maksud yang ingin disampaikan
pada data 128 adalah pernikahan seringkali hanya terlihat indah-indahnya
saja apalagi di awal pernikahan atau saat merencanakan pernikahan.
Data 129. *Suami saya yang kondisi imannya masih bolak-balik akan lebih mudah dimasuki ilmu hitam tersebut. (AN: 73) Penggunaan kata bolak-balik pada data 129 menggolongkan data
dalam majas pararima dengan pengulangan konsonan awal dan akhir
dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
Data 130 *Meski harus berhutang ke kanan kiri, meski harus bolak balik ke sekolah meminta keringanan, meski harus berjuang hingga kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki? (AN: 198) Majas pararima (majas dengan pengulangan konsonan awal dan
akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan) ditandai dengan
penggunaan kata bolak-balik yang berarti seringkali ke sekolah. Aktivitas
yang dilakukan berulang kali di waktu yang tidak lama karena sebuah
tujuan.
Data 131 Bapak menghabiskan uang, ibu pontang-panting membayarnya dan membangun usaha kembali, itulah yang terjadi. (AN: 226) Majas pararima (majas dengan pengulangan konsonan awal dan
akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan) pada data 131 ditandai
96
dengan penggunaan kata ulang pontang-panting untuk menggambarkan
usaha keras yang dilakukan di sisa-sisa tenaga dan kekuatan yang dimiliki
tokoh ibu untuk membayar utang suami sekaligus membangun usaha
tanpa bantuan suami.
f. Tautologi
Majas tautologi adalah majas dengan pengulangan kata yang
menggunakan sinonimnya (Sadikin, 2011: 38).
Data 132 *Jarang lelaki itu keluar rumah kalau tidak perlu sekali. Jarang pula menghabiskan waktu sekadar ngurnpul-ngurnpul dengan teman lelaki lain di kantor. (AN: 40) Data 132 menggunakan majas tautologi dengan ditemukannya
kata bersinonim antara keluar rumah dengan di kantor. Kedua keterangan
tempat tersebut sama-sama tidak di rumah.
Data 133 *Kemarahan, kebencian, sikap saling tuduh, dan menyerang itu mampir lagi di ingatan. Juga kejadian perselingkuhan yang berakibat perceraian yang dialami saudara kami baru-baru ini, seperti slideshow yang berulang-ulang ditayangkan. (AN: 64) Penggunaan majas tautologi pada data 133 ditandai dengan
penggunaan kata bermakna sama yaitu kemarahan, kebencian, sikap
saling tuduh, dan menyerang. Semuanya bermakna saling memusuhi.
Data 134 Sementara saya mungkin akan bersikap seperti kebanyakan perempuan yang hanya bisa menangis, tergugu, dan tiba-tiba merasa kehilangan pegangan, jika suami harus membagi kasih, cinta, dan perhatiannya pada perempuan lain. (AN: 78)
97
Penggunaan majas tautologi pada data 134 ditandai dengan
penggunaan kata bersinonim antara menangis dan tergugu yang sama-
sama bermakna meratapi nasib tanpa melihat makna di balik peristiwa
menyakitkan yang sedang dialami. Diksi penunjuk majas tautologi juga
ditemukan dengan kata bersinonim antara kasih dan cinta (bermakna
sayang).
Data 135 *Wajah muslimah tersebut sumringah. Senyumnya terus mengembang, dan keriangan di matanya seperti kerlip bintang yang bisa saya lihat saat menengadah dari halaman rumah. (AN: 80) Penggunaan kata bersinonim sumringah dan senyuman yang
mengembang menandakan kehadiran majas tautologi pada data 135.
Sumringah sama saja dengan senyum mengembang saking bahagia dan
senangnya karena perasaan berbunga-bunga oleh cinta. Perasaan
senang yang tercermin di wajah yang penuh senyuman.
Data 136 *Kakak jangan hancur ya? Nggak boleh hancur. Jangan sampai tugas-tugas berantakan. (AN: 123) Majas tautologi ditandai dengan diksi bersinonim antara jangan
hancur dan nggak boleh hancur yang keduanya sama-sama berupa
sebuah permintaan.
Data 137 Tiba-tiba seperti ditelan bumi. Menghilang dan meski susah payah saya mencarinya dalam tahun-tahun yang tenggelam, saya belum berhasil menemukan jejaknya. (AN: 133)
98
Majas tautologi ditandai dengan penggunaan diksi ditelan bumi di
kalimat pertama dan kata menghilang di kalimat kedua yang kedua-
duanya sama-sama bermakna menghilang.
Data 138 *Luputkah suami melihat hal ini, Lisa? Karunia yang seharusnya disyukuri dengan sepenuh hati? Anugerah terindah yang menambah kedekatan kita kepada Yang Kuasa? (AN: 140)
Majas tautologi terlihat dengan penggunaan kata bersinonim
karunia dan anugerah di kalimat berbeda. Kedua kata bersinonim tersebut
bermakna pemberian Tuhan.
Data 139 *Aku iri melihat para istri yang berderet di depan ATM pada hari gajian suami-suami mereka. Aku iri melihat para ibu dengan tenang mengantar anak-anak mereka ke sekolah setelah melepas suami pergi bekerja. Aku iri melihat para ibu sibuk menyiapkan penganan sore hari untuk suami yang baru pulang bekerja, kemudian duduk bersantai di depan rumah sembari memandangi dan sesekali menertawai kelucuan perilaku anak-anak mereka yang bermain di halaman. (AN: 168) Penggunaan kata ganti istri (kalimat pertama) dan ibu (kalimat
kedua) yang merupakan kata bersinonim untuk menunjukkan status
perempuan yang sudah berkeluarga merupakan alasan digolongkannya
data 139 sebagai majas tautologi.
Data 140 *Betapa tabahnya Inge. Betapa tawakalnya dia. Betapa hebat perempuan muda itu mengemas air matanya! (AN: 209)
99
Majas tautologi dengan penggunaan kata bersinonim antara kata
tabahnya dan tawakalnya (sama-sama bermakna berserah diri dan pasrah
pada kehendakNya).
Data 141 *Sebab kalian...anak-anak adalah tanggung jawab Ibu, sampai Ibu dipanggil Allah. Sampai napas terakhir Ibu. (AN: 232) Data 141 mengandung majas tautologi yang ditandai dengan
penggunaan kata bersinonim antara kata dipanggil Allah dan napas
terakhir (keduanya bermakna meninggal dunia).
Data 142 *Hingga tanpa ada permasalahan yang jelas, suaminya menjatuhkan talak. Cerai. Begitu saja. Tidak ada pertengkaran hebat, tidak ada perempuan lain, setidaknya dalam pengetahuan teman saya ini. Lalu di mana yang salah? (AN: 263) Data 142 menggunakan majas tautologi dengan penanda kata
bersinonim antara kata talak dan cerai yang keduanya bermakna
perpisahan antara hubungan suami istri.
Data 143 *Tak ada nafkah. Tak ada kasih sayang. Tak ada pemenuhan kewajiban apapun. Dan seolah sudah demikian seharusnya, sahabat saya hanya diam. Tidak protes, tidak menuntut ini itu yang menjadi haknya. Hanya diam. (AN: 265) Majas tautologi ditandai dengan penggunaan kata penggunaan
kata bersinonim antara kata tidak protes dan tidak menuntut (bermakna
diam dan menerima saja sebagai takdir). Penggunaan diksi bersinonim
(tidak protes dan tidak menuntut) sebagai penegas keluasan hati tokoh
sahabat saya menerima takdir hidupnya.
100
Data 144 Saya berduka karenanya. Sebab Adinda kita harusnya ceria, gembira di usia remaja. (AN: 266)
Penggunaan majas tautologi pada data 144 ditandai dengan
penggunaan kata bersinonim ceria dan gembira untuk menegaskan
keseharian yang seharusnya dinikmati oleh tokoh Adinda di usia
remajanya. (kedua diksi tersebut menggambarkan suasana suka cita dan
hati yang senang).
Data 145 *Ketika mata suami terkait perempuan lain, dan hari-harinya di keluarga terasa sebagai pelengkap. Saat suami kehilangan ketertarikan terhadap istri dan anak-anak, karena ada sosok lain yang menyita perhatiannya. Saat handphone dan balckberry tidak pernah terlepas dari genggaman, karena itulah yang menjembatani rindu akan perempuan lain, apa yang harus dilakukan seorang istri? (AN: 280)
Majas pada data 145 adalah majas tautologi dengan penanda kata
handphone dan blackberry yang sama-sama alat komunikasi (handphone
adalah jenis alat komunikasi sedangkan blackberry adalah merek alat
komunikasi).
g. Retoris
Majas retoris adalah ungkapan pertanyaan yang jawabannya
terkandung dalam pertanyaan tersebut (Sadikin, 2011: 39). Tujuannya
memberikan penegasan pada masalah yang diuraikan untuk meyakinkan
ataupun sebagai sindiran.
101
Data 146 *Sanggupkah dia, dalam kecewa, dalam kemarahan, dalam kesedihan, tetap memainkan peran sebaik mungkin sebagai ibu? Tetap bermain, tetap berjuang agar batin anak-anak sehat agar mereka tumbuh dalam atmosfer yang utuh sekalipun compang-camping? (AN: 4) Majas retoris pada data ditandai dengan kata tanya sanggupkah
secara eksplisit pada kalimat pertama dan secara tersirat pada kalimat
kedua tetapi dipahami bahwa kalimat kedua juga merupakan kalimat
pertanyaan yang sama-sama tidak membutuhkan jawaban hanya sekadar
menegaskan.
Data 147 *Tetapi tiba-tiba saya merasa hati teriris-iris. Protes. Ah, Ve..., apa kesalahanmu hingga harus mengalami pelecehan seperti ini? (AN: 8) Majas retoris pada data 147 ditandai dengan kata tanya apa pada
kalimat ketiga yang menanyakan jenis kesalahan yang dilakukan tokoh
Ve. Kata tanya pada data hanya sebatas mengungkapkan protes tokoh
terhadap takdir (dilecehkan) yang dialami tokoh Ve.
Data 148 Lalu apakah mereka dijodohkan, sehingga pernikahan yang terjadi memang di luar kehendak suami? Itukah yang mendorongnya bersikap kasar. Mungkinkah itu caranya menyalahkan istri yang menjadi penyebab dia tidak bisa menikah dengan perempuan yang benar-benar dicintainya? (AN: 9) Majas retoris pada data ditandai dengan penggunaan kata tanya
apakah pada kalimat pertama dan kata tanya mungkinkah pada kalimat
ketiga yang sama-sama digunakan untuk menegaskan informasi yang
ingin diketahui. Informasi yang ingin diketahui adalah perasaan bertanya-
102
tanya sekaligus curiga tokoh istri terhadap perasaan tokoh suami
terhadapnya meskipun kalimat tanya pada data tidak mencari jawaban.
Kalimat tanya hanya sekadar pengungkapan perasaan.
Data 149 Sementara dengan hati suram, bagaimana saya bisa memaksimalkan merawat anak-anak dan suami? Belum lagi mengerjakan order-order ilustrasi yang sering datang tiba-tiba? (AN: 16)
Majas retoris pada data 149 ditandai dengan penggunaan kata
tanya bagaimana pada kalimat tanya pertama yang sekadar menegaskan
upaya yang dilakukan tokoh untuk tetap merawat keluarga meski sedang
berjuang melawan kecamuk hati. Tokoh berupaya tidak membuat hatinya
suram sebab ia tahu dengan hati suram ia tidak bisa merawat keluarga
dengan baik.
Data 150 Tiga tahun waktu yang lama, apa saja yang sudah terjadi di antara mereka? Hancur hati saya membayangkannya. (AN: 20) Penggunaan majas retoris pada data 150 ditandai dengan
penggunaan kata tanya apa saja (untuk menanyakan hal-hal yang telah
dilakukan) tetapi pada data penulis sekadar melukiskan untuk
menegaskan banyak kemungkinan yang bisa sudah terjadi dalam kurun
waktu tiga tahun. Diksi pada data hanya berupa kecurigaan dengan
bertanya pada diri sendiri yang tidak untuk mencari jawaban.
103
Data 151 *Sekarang, bagaimana saya melakukan sebuah tindakan untuk keuntungan yang tidak pasti dengan mengambil resiko yang kerusakannya pasti dan permanen? (AN: 23) Majas retoris pada data 151 ditandai dengan penggunaan kata
tanya bagaimana untuk menanyakan akibat suatu tindakan dari cara
melakukannya tetapi tidak dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban.
Pertanyaan hanya sekadar menegaskan akibat yang timbul ketika
melakukan sesuatu tindakan.
Data 152 Salahkah aku bila aku begitu marah dan kecewa hingga memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua? Salahkah aku bila aku kehilangan rasa percaya yang selama dua tahun ini kupupuk dengan begitu susah payah? (AN: 28)
Kata tanya salahkah yang menyuratkan pertanyaan di masing-
masing kalimat pembangun data 152 menggolongkannya majas retoris.
Kata tanya yang jawabannya mengandung jawaban yang tersirat pada
kalimat tanya tersebut sehingga tidak ditujukan kepada siapapun dan tidak
membutuhkan jawaban apapun. Pertanyaan sekadar untuk meyakinkan
diri tokoh yang bertutur sendiri.
Data 153 *Kalau saja dulu aku bersikap lebih dewasa, mungkinkah aku kini masih mengasuh anakku? Kalau saja dulu aku tak sedemikian cemburu, mungkin kini aku tak perlu menahan rindu untuk hanya bisa bertemu sulungku empat bulan sekali. (AN: 29) Majas retoris pada data 153 ditandai dengan penggunaan kata
tanya mungkinkah yang jawabannya tersirat pada data yang jika
membutuhkan jawaban hanya jawaban ya atau tidak.
104
Data 154 Tidak cantik dan karenanya tidak bisa mencintai? Tapi mereka sudah dikaruniai empat orang anak, bagaimana mungkin? (AN: 36) Majas retoris pada data 154 ditandai dengan penggunaan kalimat
tanya dengan penanda kata tanya bagaimana mungkin yang diletakkan
diakhir kalimat tanya kedua untuk meyakinkan diri penutur saja bukan
untuk mencari jawaban dari lawan bicara.
Data 155 *Saya katakan, jika memang orang sudah berbuat salah, apa yang harus kita lakukan? Apakah menjerumuskannya lebih jauh kepada dosa, atau memaafkannya? Sekarang adalah tugas bersama untuk menjaga pihak masing-masing. (AN: 44) Majas retoris pada data 155 ditandai dengan penggunaan kata
tanya apa/apakah di kalimat pertama dan kedua yang menegaskan
sesuatu untuk meyakinkan sehingga kata tanya pada data tidak
diperuntukkan untuk mencari jawaban atas pertanyaan.
Data 156 *Siapakah yang paling terluka? Hubungan suami saya dan Dian baru berkisar hitungan bulan. Belum lagi mencapai tahun. Lantas bagaimana dengan saya? Tujuh belas tahun pernikahan, dengan tiga orang anak di belakang saya. Tidakkah saya juga terluka, lebih terluka? (AN: 45) Majas retoris pada data 156 ditandai dengan penggunaan kata
tanya siapakah untuk menanyakan orang yang paling terluka pada kalimat
pertama, kata tanya bagaimana untuk menanyakan keadaan tokoh saya
dibandingkan Dian pada kalimat keempat dan kata tanya tidakkah untuk
menegaskan terlukanya tokoh saya pada kalimat keenam. Penggunaan
105
kata tanya pada data tidak dimaksudkan untuk bertanya, ketiga kata tanya
yang digunakan sekadar untuk menegaskan perasaan kecewa tokoh
saya.
Data 157 Jika Allah memaafkan, kenapa saya tidak? Meski memaafkan juga tidak berarti melupakan. (AN: 47) Majas retoris pada data 157 ditandai dengan penggunaan kata
tanya kenapa untuk menegaskan kelegowoan tokoh dalam memaafkan
yang membandingkan dirinya dengan Tuhan yang Maha Pemaaf. Kalimat
tanya pada data mengandung jawaban atas pertanyaan.
Data 158 *Kalau menikah dengan Rendi, apa aku akan bahagia? Memiliki Bagas yang gesit dan Ayu yang kreatif? (AN: 58) Penggunaan majas retoris pada data 158 ditandai dengan
penggunaan kata tanya apa pada kalimat pertama untuk menegaskan
keraguan-raguan tokoh aku akan rasa bahagia dan pemilikan anak-
anaknya yang lucu jika seandainya menikah tokoh Rendi.
Data 159 *Bagaimana dua orang yang dulu amat sangat mencintai kini sanggup saling menyakiti. Bagaimana mereka bisa saling membenci dan mengibarkan bendera permusuhan? Begitu mudahkah cinta yang telah mengakar tercerabut tanpa bekas? AN: 62) Penggunaan majas retoris pada data 159 ditandai dengan kata
tanya bagaimana di kalimat tanya pertama dan kedua serta kata tanya
mudahkah di kalimat ketiga. Ketiga kalimat pembangun data
106
menggunakan kata tanya yang jawabannya terkandung di kalimat
tersebut, kehadirannya hanya untuk meyakinkan diri penutur terhadap
masalah yang diungkapkannya.
Data 160 *Kenapa saya harus dihancurkan oleh seorang perempuan yang secara fisik, materi, dan intelektual berada di bawah saya? Dan kenapa dia merebut suami saya di saat saya tengah berusaha mengenalkannya pada ajaran Islam? Saya benar-benar tak bisa terima. (AN: 68) Penggunaan majas retoris pada data 160 ditandai dengan
penggunaan kata tanya kenapa di kalimat pertama dan kedua yang
secara eksplisit digunakan dengan jawaban tersirat pada pertanyaan yang
diungkapkan.
Data 161 *Apa yang bisa saya katakan, ketika melihat seorang gadis bersama rombongan keluarganya datang dan melamar suami saya? (AN: 77) Majas retoris pada data 161 ditandai dengan penggunaan kata
tanya apa yang jawabannya tidak dibutuhkan. Kalimat tanya pada data
hanya sekadar menegaskan kebimbangan hati sekaligus luka hati
seorang istri yang didatangi keluarga perempuan lain untuk melamar
suaminya.
Data 162 Malu juga sebenarnya mendengar tutur mertua. Apakah seterbaca itu cuaca hatiku lewat mimik wajahku, ya? (AN: 87) Majas retoris pada data 162 ditandai dengan penggunaan kata
tanya apakah yang diperuntukkan untuk menegaskan informasi yang ingin
107
diketahui oleh penutur sendiri. Pertanyaan yang tidak diperuntukkan untuk
mencari jawaban layaknya kalimat pertanyaan yang biasa diajukan.
Data 163 Bagaimana Ene’ dapat memaafkan kesalahan Aki? Lalu bagaimana kelanjutannya? Di mana gadis kubu itu sekarang berada? (AN: 101) Majas retoris pada data 163 ditandai dengan penggunaan kata
tanya bagaimana di kalimat pertama dan kedua serta kata tanya di mana
di kalimat ketiga. Kata tanya pada data hanya menegaskan informasi yang
ingin diketahui oleh tokoh yang bertutur meski tidak ditujukan untuk
mendapatkan jawaban secara langsung. Kata tanya digunakan secara
eksplisit dengan jawaban yang diimplisitkan pada kalimat pertanyaan
tersebut.
Data 164 *Bagaimana lelaki bisa mudah berhubungan intim dengan perempuan yang tidak dia kenal? Saya tahu, kalimat itu bisa saja dibalikkan, Apa bedanya dengan para pelacur yang melakukan itu dengan lelaki asing? (AN: 109) Majas retoris pada data 164 ditandai dengan penggunaan kata
tanya di masing-masing kalimat pembangun data. Kata tanya bagaimana
sebagai penanya untuk menanyakan penilaian atas pendapat bahwa lelaki
mudah berhubungan dengan perempuan yang tidak dikenalnya di kalimat
pertama dan kata tanya apa di kalimat kedua yang menanyakan
perbedaan antara pelacur dan laki-laki yang sama-sama tidak saling
mengenal namun bersedia berhubungan layaknya suami-istri.
108
Data 165 *Apakah dia merasa putus asa ketika mengetahui bahwa gaji suaminya yang masih kuliah itu hanya 200 ribu rupiah per bulan? Apakah dia putus asa ketika mereka harus ber pindah-pindah kontrakan dari satu rumah mungil ke rumah mungil yang lain? Apakah perempuan itu mengeluh, ketika berbulan-bulan hanya makan tahu dan sayur, yang masing-masing dibeli beberapa ribu rupiah di warung, ketika sang suami cukup lama tak bekerja? (AN: 111) Kalimat tanya yang digunakan pada data menandakan hadirnya
majas retoris sebab kalimat tanya pada data 165 tidak menuntut untuk
dijawab oleh pendengar tetapi sekadar menegaskan bahwa tokoh dia
(perempuan itu) sangat kuat, legowo, dan ikhlas menerima keadaan
suaminya meskipun harus hidup susah.
Data 166 *Apakah dia bahagia? Apakah suaminya bahagia? Kenapa tidak bercerai dan sama-sama memulai yang baru. Sebagian orang mungkin akan berpikir begitu. Hidup terlalu singkat untuk larut dalam ketidakbahagiaan. (AN: 117) Data 166 menggunakan pengulangan kata tanya apakah sebanyak
dua kali di kalimat tanya pertama dan kedua yang menegaskan informasi
mengenai perasaan tokoh dia dan suaminya yang ingin diketahui oleh si
penanya. Kata tanya tersebut sebagai penanda penggunaan majas
retoris pada data ditambah dengan kata tanya kenapa di kalimat ketiga.
Ketiga kalimat yang menggunakan kata tanya digunakan untuk
menegaskan informasi yang ingin diketahui yang di kalimat tanya tersebut
telah disiratkan jawabannya sehingga tidak perlu dijawab dan memang
tidak diperuntukkan untuk dijawab.
109
Data 167 *Bukan maksudku membuat teman-teman baruku kebingungan. Tapi bagaimana aku sanggup membuka pintu? Bagaimana bisa membiarkan orang asing melihat kekacauanku? (AN: 119) Majas retoris (ungkapan pertanyaan yang jawabannya terkandung
dalam pertanyaan tersebut bertujuan memberikan penegasan pada
masalah yang diuraikan untuk meyakinkan ataupun sebagai sindiran).
Penggunaannya pada data 167 ditandai dengan kata tanya secara
eksplisit yang jawabannya diimplisitkan pada kalimat tanya tersebut. Kata
tanya yang digunakan pada data adalah kata tanya bagaimana
(bermaksud menegaskan perasaan bingung tokoh aku dalam menghadapi
kebingungan teman-temannya) yang lazimnya sesuai konteks pada data
digunakan untuk meminta pendapat lawan tutur.
Data 168 Bagaimana aku bisa bertanya tanpa ragu dibohongi? Di sisi yang lain, aku juga mencoba menjaga kepala agar tetap dingin, sambil berpikir sudah cukupkah alasan bagiku untuk merasa dikhianati? (AN: 122)
Data 168 menggunakan majas retoris yang ditandai dengan
penggunaan kata tanya bagaimana (sesuai konteks data digunakan untuk
meyakinkan diri penanya sendiri tentang yang ditanyakannya) dan kata
tanya cukupkah (sesuai konteks pada kutipan data dimaksudkan untuk
menegaskan alasan-alasan yang dapat dijadikan tolok ukur
pengkhianatan yang diterima tokoh aku). Kedua kata tanya tersebut
digunakan untuk menegaskan perasaan tokoh aku yang selalu curiga
dibohongi hingga meyakinkan dirinya untuk tidak lagi percaya.
110
Data 169 *Kakak jangan hancur ya? Nggak boleh hancur. Jangan sampai tugas-tugas berantakan. (AN: 123)
Majas retoris pada data 169 ditandai oleh penggunaan kalimat
tanya dengan kata tanya yang diimplisitkan. Kalimat tanya pada data
adalah kalimat permintaan dari tokoh yang memanggil salah satu tokoh
dengan sebutan kakak.
Data 170 *Dulu aku menerima saja jawabannya, tetapi sekarang? Kesedihan perlahan berganti warna menjadi kemarahan. Bagaimana bisa dia menjawab seperti itu? Aku kalah penting oleh rekening? Yang benar aku kalah oleh perempuan itu! (AN: 126) Data 170 menggunakan majas retoris yang ditandai dengan
penggunaan kata tanya secara implisit di kalimat pertama dan kalimat
keempat dan kata tanya bagaimana di kalimat ketiga untuk meyakinkan
diri tokoh aku sendiri terhadap perilaku tokoh dia terhadapnya.
Data 171 *Tetapi bisakah saya begitu saja menyalahkan profesinya yang kerap mengancam ketenangan setiap istri? Berkata seharusnya perempuan itu lebih kuat, seharusnya dia kembali saja kepada keluarganya di kampung. Bukankah lebih baik menganggur daripada melacur? (AN: 130) Majas retoris pada data 171 ditandai dengan penggunaan kata
tanya bisakah di kalimat pertama dan bukankah di kalimat kedua yang
keduanya hanya untuk menegaskan informasi yang ingin diketahui
penutur dan disiratkan terjawab di kalimat tanya tersebut. Informasi
tersebut adalah tentang pekerjaan melacur.
111
Data 172 Lalu kapankah cinta mulai kehilangan warna? Bagimu uniknya bukan pada saat ekonomi menjadi masalah. Bukan saat nyaris tidak punya harta benda berharga di rumah. Bukan juga saat papa, mama, serta saudara-saudara kandungmu menatap iba. (AN: 138) Penggunaan majas retoris pada data 172 ditandai dengan kata
tanya yang menanyakan waktu (kapankah) di kalimat pertama meskipun
tidak menunggu jawaban dari pertanyaan. Kalimat tanya tersebut
digunakan sebagai ungkapan sindiran terhadap diri sendiri.
Data 173 *Luputkah suami melihat hal ini, Lisa? Karunia yang seharusnya disyukuri dengan sepenuh hati? Anugerah terindah yang menambah kedekatan kita kepada Yang Kuasa? (AN: 140) Majas retoris pada data 173 terlihat dengan penggunaan kata
tanya luputkah di kalimat pertama yang mempertegas masalah yang
diuraikan tentang sikap tokoh suami untuk meyakinkan.
Data 174 *Tak ada istri yang tak luka menyaksikan tangan menggelayut manja melingkari pinggang suami tercinta. Tak ada istri yang hatinya tak berdarah membayangkan di mana adegan boncengan tadi berakhir... di ranjang perempuan lain itukah? (AN: 141) Penggunaan kata tanya di mana pada kalimat kedua menandakan
majas retoris. Kalimat kedua yang merupakan kalimat tanya dimaksudkan
untuk menegaskan rasa cemburu seorang istri sebab jawaban atas
pertanyaan tersebut ada di kalimat itu sendiri.
Data 175 *Siapa yang salah, Lisa? Siapa yang harus berjuang membuktikan kebenaran? (AN: 142)
112
Kalimat pertama dan kedua pada data menggunakan kata tanya
siapa yang menanyakan nomina insan yang menandakan kehadiran
majas retoris pada data 175.
Data 176 *Juga perasaan hati yang bertanya-tanya, di manakah dia ketika bersama si kecil tanganmu sibuk membuat ketupat dan kue kering menjelang lebaran? (AN 146) Penggunaan majas retoris pada data 176 ditandai dengan kata
tanya di manakah untuk menanyakan keberadaan tokoh suami sebagai
penegasan kehilangan sosoknya di moment-moment penting seperti
lebaran.
Data 177 *Namun di manakah hati seorang lelaki ketika menyaksikan hancurnya kebahagiaan seorang perempuan? Saat istrinya berlari ke dalam kamar, mencoba mengunci dan melukai diri sendiri...memutuskan nadi agar kehidupan berhenti? ( AN: 147) Majas retoris pada data 177 ditandai dengan penggunaan kata
tanya di manakah pada kalimat pertama untuk menanyakan posisi
keberadaan sosok lelaki (suami) saat istri sedang bersedih karena terlukai
hatinya oleh perbuatan suami. Kalimat tanya pertama menggunakan kata
tanya secara eksplisit untuk menyindir laki-laki yang tak acuh pada
istrinya. Kalimat tanya kedua tidak menggunakan kata tanya secara
eksplisit namun mengandung pertanyaan di dalamnya meski digunakan
untuk menegaskan rasa kecewa istri diperlakukan tidak baik oleh
suaminya.
113
Data 178 *Eh, itu istri tuanya si anu kan? (AN: 151) Majas pada data 178 adalah majas retoris dengan penanda
kalimat tanya yang tidak menggunakan kata tanya secara eksplisit.
Kalimat tanya tersebut dimaksudkan untuk menegaskan pendapat pribadi
si penutur itu sendiri dalam rangka meyakinkan dirinya akan sosok
seseorang yang berkedudukan sebagai istri pertama dari tokoh yang
digambarkan sebagai si anu.
Data 179 Ya Allah, benarkah yang dikatakan Rani? Tapi kenapa Mas Aryo tidak pernah menyinggung hal ini sama sekali? (AN: 157)
Penggunaan majas retoris pada data 179 ditandai dengan kata
tanya benarkah pada kalimat pertama yang dimaksudkan untuk
meyakinkan diri tokoh (penutur sendiri) terhadap perkataan tokoh lain
(Rani) dan kata tanya kenapa pada kalimat kedua yang digunakan untuk
menanyakan alasan yang sebenarnya dimaksudkan untuk menegaskan
kecurigaan tokoh terhadap tokoh Mas Aryo.
Data 180 *Apakah saya terlalu penurut? Atau saya terlalu dibutakan cinta? Atau letih karena sepertinya apapun yang saya katakan, Mas Aryo tetap bertahan untuk tidak menceraikan saya? (AN: 160) Majas retoris pada data 180 ditandai dengan penggunaan kata
tanya apakah pada kalimat pertama untuk meyakinkan diri penutur atas
sikapnya sendiri, kalimat tanya kedua dan ketiga dengan kata tanya yang
diimplisitkan untuk menegaskan perasaan tokoh saya.
114
Data 181 *Lalu apa yang kita harapkan dari sosok laki-laki yang menjadikan kita yang kedua dan tidak mendekatkan kita kepada bau surgaNya? (AN: 164)
Majas retoris pada data 181 ditandai dengan penggunaan kata
tanya apa untuk menyindir sosok laki-laki yang tidak bertanggung jawab
secara rohani kepada kita. Lazimnya kata tanya apa pada konteks kalimat
pada data digunakan untuk sekadar mendahului kalimat tanya.
Data 182 *Dalam hati, sering muncul pertanyaan, mengapa suamiku sepertinya membenciku? Apakah ia tidak mencintaiku lagi? Lalu, sisi hati yang lain membantah, tentu ia mencintaimu. Bukankah ia suamimu? Tapi jika memang ia mencintaiku, mengapa ia selalu bersikap memusuhiku? Kata sisi hati lainnya. (AN: 173) Data 182 menggunakan majas retoris dengan penanda kata tanya
mengapa (kalimat pertama), apakah (kalimat kedua), bukankah (kalimat
keempat), dan mengapa (kalimat kelima) yang kesemuanya digunakan
bukan untuk mendapatkan jawaban melainkan sekadar menegaskan
keraguan tokoh aku (-ku) terhadap perasaan suaminya sebagai upaya
tokoh aku (-ku) untuk menepis pikiran-pikiran negatif bahwa perasaan
cinta suami telah hilang terhadapnya.
Data 183 *Bagaimana mungkin aku terus hidup dengan orang yang mengkhianatiku? Yang membohongiku? Yang menyia-nyiakanku? (AN: 176)
Penggunaan majas retoris pada data 183 ditandai dengan
ditemukannya kalimat tanya di semua kalimat pembangun data. Kata
tanya tersebut adalah kata tanya bagaimana di kalimat pertama
115
(menanyakan perbuatan) dan munculnya kalimat dengan kata tanya yang
diimplisitkan di kalimat kedua dan ketiga. Semua kalimat tanya pada data
digunakan untuk meyakinkan diri tokoh aku sebagai orang yang
mengeluarkan pertanyaan meski ditujukan kepada dirinya sendiri.
Data 184 *Tidakkah Ibu merasa heran dengan tindakan suami Ibu yang mengambil semua milik Ibu? Membeli rumah dan tanah dan mengatasnamakannya dengan namanya sendiri meski semua itu dibeli sepenuhnya dengan uang Ibu? (AN: 179) Majas retoris pada data 184 ditandai dengan penggunaan kata
tanya tidakkah di kalimat pertama dan kalimat kedua dengan kata tanya
yang diimplisitkan. Kedua kalimat tanya pada data digunakan untuk
menegaskan perasaan curiga tokoh yang dipanggil ibu terhadap
perbuatan dan perilaku suaminya.
Data 185 *Oh, Tuhanku... apa yang telah kulakukan? Bersalahkah aku? Berdosakah aku telah membuat anak-anakku terpisah dengan ayah rnereka? Egoiskah aku? Benarkah aku memberikan yang terbaik bagi anak-anakku? Benarkah aku melakukan semua ini demi ketenangan mereka, demi perkembangan jiwa mereka yang telah kerap menyaksikan pertengkaran demi pertengkaran, mendengar ancaman demi ancaman? Benarkah? Benarkah? (AN: 182) Data 185 menggunakan majas retoris dengan penanda kata tanya
apa di kalimat pertama, bersalahkah di kalimat kedua, berdosakah di
kalimat ketiga, egoiskah di kalimat keempat, benarkah di kalimat kelima,
keenam, ketujuh, dan kedelapan yang kesemuanya digunakan untuk
menegaskan rasa bersalah tokoh aku terhadap anak-anaknya yang
mengganggu pikirannya.
116
Data 186 Apakah yang paling dirindukan seorang perempuan ketika jauh dari tanah airnya? (AN: 190) Data 186 menggunakan majas penegasan jenis retoris yang
ditandai dengan penggunaan kata tanya apakah. Kata tanya tersebut
berfungsi menanyakan benda bukan manusia yang pada data tidak
bermaksud bertanya tetapi sekadar menegaskan kerinduan seorang
perempuan pada yang ditinggalkannya di negara asal.
Data 187 Apakah anaknya nomor dua itu tidak pernah berbuat salah? Bagaimana dia sempat menyakiti atau bikin dosa kepada saya jika sehabis bertemu selalu mencium tangan dan minta maaf? (AN: 202) Data 187 menggunakan majas retoris karena mengungkapkan
pertanyaan yang jawabannya terkandung dalam pertanyaan tersebut.
Tujuan hal yang diungkapkan pada data adalah memberikan penegasan
pada masalah yang diuraikan untuk meyakinkan bahwa anak yang
dimaksud tidak pernah menyakiti hati orangtuanya. Si anak yang
dimaksud rajin meminta maaf atas kesalahan yang disengaja ataupun
tidak disengaja olehnya. Kata tanya yang digunakan adalah kata apakah
dan bagaimana.
Data 188 Bayi... bayi saya? Apa semuanya lengkap, Dok? Jari-jarinya? Tubuhnya? (AN: 214) Majas retoris pada data 188 digunakan untuk meyakinkan diri
tokoh saya tentang keadaan fisik bayi yang baru dilahirkannya.
117
Pengungkapan itu untuk menjawab rasa penasaran tokoh saya yang
diungkapkan dengan menggunakan kalimat tanya. Kalimat pertanyaan ini
bukan menunggu jawaban melainkan hanya sekadar sebagai ungkapan
menegaskan rasa khawatir pada hal-hal buruk yang bisa saja terjadi.
Data 189 Ya...perempuan mana yang bisa mengerti kekasaran tiba-tiba seorang suami? Tidak bolehkah seorang istri bertanya? Pikir ibu lugu. (AN: 219) Majas retoris pada data 189 ditandai dengan kalimat tanya
perempuan mana di kalimat pertama (untuk menunjukkan atau
menegaskan bahwa tidak ada perempuan yang bisa mengerti suami yang
tiba-tiba berlaku kasar kepadanya) dan kata tanya tidak bolehkah di
kalimat kedua (untuk menunjukkan rasa kecewa istri yang tidak bisa
meminta penjelasan tentang perlakuan kasar yang tiba-tiba dialaminya).
Kedua kalimat tanya tersebut tidak membutuhkan jawaban karena
jawabannya tersirat di kalimat pertanyaan itu sendiri.
Data 190. Apa yang dilakukan suamimu setiap malam? Siapa yang menemaninya hingga pagi menjelang? Pelukan siapa yang menahannya dari kembali kepada istri dan ketiga anaknya? (AN: 221) Penggunaan kalimat tanya untuk membangun data 190
menandakan kehadiran majas retoris. Kalimat tanya yang ditandai
dengan kehadiran kata tanya secara eksplisit (apa, siapa) untuk
menegaskan rasa curiga tokoh istri kepada suaminya. Kecurigaan itu
118
karena suami jarang pulang dan rela meninggalkan istri dan anak
beberapa hari tanpa kabar.
Data 191 *Apa arti berkeluarga jika suami tidak memiliki tanggung jawab? Apa arti pernikahan jika pasangan tidak memberikan kasih sayang dan saling menghargai? (AN: 228) Diksi yang digunakan pada data merupakan kata tanya “apa arti”
yang sekaligus menjadi penanda majas retoris. Penggunaan diksi apa arti
yang diikuti kata yang bermakna negatif/perbuatan buruk (tidak memiliki
tanggung jawab dan tidak memberikan kasih sayang) dimaksudkan untuk
menyindir peran sosok suami di dalam keluarga yang tidak dilakonkan
sebagaimana seharusnya.
Data 192 *Berbagai pertanyaan itu, kenapa ibu mendiamkan saja perbuatan bapak? Kenapa ibu tidak minggat, misalnya? Apalagi ketika ibu masih muda. (AN: 230) Kalimat pertanyaan pada data 192 digunakan untuk menegaskan
keuletan dan ketangguhan sosok ibu yang senantiasa selalu sabar
menghadapi perbuatan tercela tokoh bapak. Kalimat pertanyaan pada
data ditandai dengan kata tanya kenapa (ungkapan pertanyaan yang
jawabannya terkandung dalam pertanyaan tersebut).
Data 193 Nduk, kalau ibu mau balas dendam, katakanlah bermain dengan lelaki lain? Lalu apa yang akan ibu dapat? (AN: 231) Penggunaan majas retoris pada data 193 ditandai dengan
kehadiran kalimat tanya yang diimplisitkan (meniadakan kata tanya).
119
Pilihan kata pada data dimaksudkan untuk menegaskan sosok tokoh ibu
yang senantiasa legowo dan ikhlas menerima perlakuan suami.
Keikhlasannya dikarena ia tidak yakin akan manfaat yang diterima jika
melakukan hal buruk yang serupa dengan perbuatan suaminya.
Data 194 *Hati saya berdesir. Ah, cinta seperti apa yang mempertemukan mereka? Cinta seperti apa pula yang tidak kunjung memisahkan keduanya? (AN: 237) Penggunaan majas retoris pada data 194 ditandai dengan
ditemukannya kata tanya apa di masing-masing kalimat pembangun data
yang menanyakan sesuatu yang menjadi alasan mereka tetap bersama.
Kalimat pertanyaan pada data digunakan sekadar untuk menegaskan
kekaguman tokoh saya pada kebersamaan tokoh lain sebagai pasangan
(tokoh yang dilukiskan dengan pronomina mereka).
Data 195 *Mungkin mereka membicarakan hal-hal yang lucu. Mungkin juga bergembira membayangkan hasil mengemis hari itu. Entahlah. Tapi kebersamaan keduanya sungguh di luar nalar saya. Dalam keadaan cacat fisik dan kekurangan materi, apakah yang menjadi sumber kebahagiaan keduanya? (AN: 238) Majas retoris pada data 195 terdapat di kalimat kelima dengan
penanda kata tanya apakah yang jawabannya ada pada data itu sendiri.
Pertanyaan diajukan untuk menegaskan pendapat pribadi tokoh yang
bertanya meskipun pertanyaan hanya dilontarkan dalam hati bukan pada
lawan tutur.
120
Data 196 Kadang saya berpikir, lagi-lagi dengan pesimis, berapa lamakah waktu yang diperlukan lelaki untuk siap menikah lagi, setelah istri mereka berpulang? (AN: 240) Data 196 menggunakan majas retoris dengan penanda kata tanya
berapa lamakah yang lazimnya menanyakan durasi waktu yang pada data
justru digunakan bukan untuk bertanya melainkan sebagai sindiran pada
lelaki yang tidak tahan berlama-lama menduda setelah istrinya berpulang
(meninggal dunia).
Data 197 Ah, di manakah semua ketabahan dan ketegaran yang Aba miliki itu? (AN: 242) Data 197 digolongkan majas retoris setelah ditemukannya kata
tanya di manakah untuk menanyakan tempat/letak sesuatu. Sesuatu yang
dimaksud pada data adalah ketabahan dan ketegaran tokoh Aba.
Penggunaan kata tanya pada data tidak dimaksudkan untuk mencari
jawaban tetapi hanya sebatas menegaskan duka mendalam yang dialami
tokoh Aba sehingga tidak nampak lagi ketabahan dan ketegaran yang
selalu ditunjukkannya.
Data 198 Tahukah cinta, betapa tampan dan berseri-serinya wajahmu malam itu? Saat kau meminta maaf berulang-ulang. (AN: 251) Penggunaan kata tanya tahukah pada data 198 untuk menegaskan
rasa kagum tokoh terhadap wajah tampan dan berseri-seri tokoh lain yang
dipanggilnya dengan sebutan cinta saat tokoh lain tersebut berulang-ulang
meminta maaf. Kalimat tanya data diajukan sekadar sebagai
121
penyampaian pendapat bukan meminta jawaban sehingga
menggolongkannya sebagai majas retoris.
Data 199 Kepergianmu yang tiba-tiba, bagaimana bisa? Usiamu baru 40 tahun, sehat dan tidak kurang apa pun sebelumnya. (AN: 254) Penggunaan kata tanya bagaimana bisa sebagai penanda kalimat
tanya pada kalimat pertama digunakan sebagai ungkapan
ketidakpercayaan atas meninggalnya secara tiba-tiba tokoh dengan
pronomina–mu yang masih berusia 40 tahun, sehat dan tidak kurang apa
pun. Penggunaan kalimat pertanyaan yang jawabannya termaktub pada
kalimat tanya tersebut menggolongkan data 199 ke dalam majas retoris.
Data 200 *Tidak semua lelaki jahat. Seperti tidak semua perempuan baik. Tetapi seperti saya, bagaimanakah Anda akan mencerna cerita ini? (AN: 259)
Majas retoris yang ditemukan pada data 200 ditandai dengan
penggunaan kata tanya bagaimanakah di kalimat ketiga untuk
menegaskan kebingungan tokoh saya memahami sebuah cerita.
Data 201 *Di mana nurani? Di mana ketulusan? Di manakah moralitas? (AN: 260) Majas retoris pada data 201 ditandai dengan penggunaan kata
tanya dimana sebagai pembangun data. Penggunaan kata tanya di
manakah dimaksudkan untuk mengungkapkan sebuah sindiran pada
hilangnya rasa belas kasih.
122
Data 202 *Hingga tanpa ada permasalahan yang jelas, suaminya menjatuhkan talak. Cerai. Begitu saja. Tidak ada pertengkaran hebat, tidak ada perempuan lain, setidaknya dalam pengetahuan teman saya ini. Lalu di mana yang salah? (AN: 263)
Majas retoris pada data 202 ditandai dengan penggunaan kata
tanya di mana untuk menegaskan rasa ingin tahu tokoh saya tentang
penyebab perceraian antara tokoh lelaki dan tokoh teman saya.
Data 203 *Sahabat saya yang ayu, kenapa harus tersangkut menjadi istri kedua? Bukankah dia bisa memilih? (AN: 264)
Majas retoris pada data 203 ditandai dengan penggunaan kata
tanya kenapa dan bukankah untuk menegaskan keheranan bercampur
kekecewaan tokoh saya terhadap keputusan yang diambil tokoh sahabat
saya yang ayu meskipun tokoh saya tetap menerima keputusan tersebut.
Data 204 Saida, Allah sudah ngasih kesembuhan buat Saida. Apa pantas diratapi? Jangan jadi orang yang ndak mampu bersyukur, tegas Jiddi. (AN: 277) Majas retoris pada data 204 ditemukan dengan penanda kata
tanya apa di kalimat kedua yang menegaskan peringatan tokoh Jiddi
kepada Jidda (tokoh Saida) agar tidak bersedih dan meratapi nasib
setelah diberi kesembuhan oleh Allah. Peringatan itu disampaikan secara
tegas oleh tokoh Jiddi.
123
Data 205 Mungkinkah sebenarnya papa dan perempuan itu sudah menikah diam-diam? Jika benar apakah mama lebih ikhlas bila demikian? Apakah kamu akan lebih tenang? (AN: 270) Data 205 menggunakan majas retoris dengan penanda kata tanya
mungkinkah di kalimat pertama dan apakah di kalimat kedua untuk
menegaskan kemungkinan-kemungkinan yang sudah dan akan terjadi
berdasarkan tanda-tanda yang ada.
Data 206 *Amati adakah perubahan sikap pasangan terhadap keluarga? Adakah perubahan dari rutinitasnya? Jika pasangan sering beralasan tugas keluar kota, pastikan ini memang tugas kantor. Lalu, apakah selalu ke kota yang sama? (AN: 282) Majas retoris pada data 206 ditandai dengan penggunaan kata
tanya adakah secara eksplisit di kalimat pertama dan kedua untuk
menegaskan hal-hal yang bisa menimbulkan kecurigaan yang meskipun
disampaikan melalui kalimat pertanyaan tetap tidak menunggu jawaban
karena jawaban sudah disiratkan dalam pertanyaan.
Data 207 *Apakah ada kegugupan, apakah amarahnya langsung melonjak (defensif), atau dengan cepat mengalihkan persoalan? (AN: 283) Penggunaan majas retoris pada data 207 ditandai dengan
kehadiran kata tanya apakah. Penggunaan kata tanya apakah secara
berulang dimaksudkan untuk menegaskan tanda-tanda perubahan sikap
yang bisa dicurigai sebagai usaha menutup sebuah aib atau kesalahan.
124
Data 208 *Benarkah poligami tersebut dilakukan seseorang yang memiliki pemahaman agama dan berakhlak baik (implementasi iman)? Bukan sekadar dilakukan orang yang merasa jatuh cinta dan mencari wadah agar maksiat yang mungkin malah sudah terjadi menjadi halal? (AN: 287)
Data 208 menggunakan majas retoris dengan penanda kata tanya
benarkah secara eksplisit di kalimat pertama dan kalimat tanya kedua
dengan kata tanya yang diimplisitkan untuk menyindir lelaki yang
berpoligami.
h. Elipsis
Sadikin (2011: 39), majas elipsis adalah penghilangan satu atau
beberapa unsur kalimat yang dalam susunan normal unsur tersebut
seharusnya ada.
Data 209 Sanggupkah dia, dalam kecewa, dalam kemarahan, dalam kesedihan, tetap memainkan peran sebaik mungkin sebagai ibu? Tetap bermain, tetap berjuang agar batin anak-anak sehat agar mereka tumbuh dalam atmosfer yang utuh sekalipun compang-camping? (AN: 4) Majas elipsis ditandai dengan penghilangan kata tanya
sanggupkah pada kalimat tanya kedua sehingga kalimat tanya kedua tidak
menggunakan kata tanya tetapi tetap dipahami sebagai kalimat
pertanyaan berdasarkan tautan pemahaman dari kalimat pertama.
Data 210 *Tetapi tiba-tiba saya merasa hati teriris-iris. Protes. Ah, Ve..., apa kesalahanmu hingga harus mengalami pelecehan seperti ini? (AN:8)
125
Data 210 menggunakan majas elipsis dengan penanda pada
kalimat kedua yang hanya terdiri dari satu kata yaitu protes. Unsur kalimat
yang dihilangkan adalah unsur subjek (saya) yang terdapat pada kalimat
pertama padahal subjek (saya) sangat penting kedudukannya dalam
kalimat yaitu sebagai penanda pelaku protes.
Data 211 *"Dan itu bukan karena menolong, bukan karena kasihan, atau alasan lain. Saya lelaki. Dan kalau saya menikah lagi itu murni karena saya suka dengan gadis itu. Saya jatuh cinta. Titik. " (AN: 22) Majas elipsis pada data 211 ditandai dengan penghilangan
beberapa unsur kalimat pada kalimat keempat sehingga kalimat tersebut
hanya terdiri dari satu kata yaitu kata titik untuk menegaskan tidak adanya
alasan lain yang bisa membantah.
Data 212 *Siapakah yang paling terluka? Hubungan suami saya dan Dian baru berkisar hitungan bulan. Belum lagi mencapai tahun. Lantas bagaimana dengan saya? Tujuh belas tahun pernikahan, dengan tiga orang anak di belakang saya. Tidakkah saya juga terluka, lebih terluka? (AN: 45) Majas elipsis ditemukan pada kalimat ketiga dengan penghilangan
unsur kalimat (hubungan suami saya dan Dian). Yang dimaksud pada
kalimat keempat belum lagi mencapai tahun adalah hubungan suami
tokoh saya dengan Dian.
Data 213 *Kakak jangan hancur ya? Nggak boleh hancur. Jangan sampai tugas-tugas berantakan. (AN: 123)
126
Penggunaan majas elipsis pada data 213 ditandai dengan
penghilangan unsur subjek (kakak) pada kalimat kedua sehingga
menyebabkan kalimat kedua tidak lengkap secara struktur. Tokoh yang
dilarang hancur atau diwanti-wanti tidak hancur oleh adiknya adalah tokoh
kakak.
Data 214 *Dulu aku menerima saja jawabannya, tetapi sekarang? Kesedihan perlahan berganti warna menjadi kemarahan. Bagaimana bisa dia menjawab seperti itu? Aku kalah penting oleh rekening? Yang benar aku kalah oleh perempuan itu! (AN: 126) Majas elipsis (majas dengan penghilangan satu atau beberapa
unsur kalimat yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya
ada) pada data 214 ditandai dengan penghilangan kata tanya apakah
pada kalimat keempat (diimplisitkan) padahal kalimat keempat merupakan
kalimat pertanyaan. Diksi di kalimat keempat digunakan untuk menyindir
diri tokoh aku sendiri.
Data 215 *Luputkah suami melihat hal ini, Lisa? Karunia yang seharusnya disyukuri dengan sepenuh hati? Anugerah terindah yang menambah kedekatan kita kepada Yang Kuasa? (AN: 140) Majas elipsis nampak di kalimat tanya kedua dan ketiga yang
menghilangkan unsur kata tanya luputkah suami melihat padahal yang
dimaksudkan pada kalimat adalah pertanyaan tersebut. Kalimat
pertanyaan tersebut untuk menegaskan kekecewaan terhadap tokoh
suami sekaligus menyindir sikap tokoh suami.
127
Data 216 *Namun di manakah hati seorang lelaki ketika menyaksikan hancurnya kebahagiaan seorang perempuan? Saat istrinya berlari ke dalam kamar, mencoba mengunci dan melukai diri sendiri...memutuskan nadi agar kehidupan berhenti? ( AN: 147) Majas elipsis pada data 216 digunakan dengan penanda
penghilangan kata tanya di kalimat tanya kedua. Seharusnya kalimat
tanya kedua menggunakan diksi di manakah hati seorang lelaki sebagai
pelengkap kalimat tanya tersebut untuk menegaskan keterangan perilaku
seorang perempuan (istri) pada saat sedang sakit hati (hancur hatinya).
Data 217 *Tak ada lagi saling menjemput dan mengingatkan waktu pulang. Tak ada lagi rumah yang menjadi tujuan bersama. Tak ada lagi suami dan istri. Yang ada hanyalah pribadi-pribadi. Dia dan aku. Tak ada lagi 'kami'. (AN: 166) Majas elipsis pada data 217 terdapat pada kalimat kelima (dia dan
aku). Pada kalimat kelima tersebut penulis menghilangkan unsur kalimat
(yang ada hanyalah), padahal unsur tersebut seharusnya ada untuk
melengkapi kalimat tersebut (dia dan aku).
Data 218 *Bagaimana mungkin aku terus hidup dengan orang yang mengkhianatiku? Yang membohongiku? Yang menyia-nyiakanku? (AN: 176)
Majas elipsis yang ditemukan pada data 218 ditandai dengan
penghilangan unsur kalimat tanya (bagaimana mungkin aku terus hidup
dengan orang) yang seharusnya tetap digunakan pada kalimat kedua dan
ketiga agar kalimat tanya menjadi jelas kata tanya dan subjeknya.
128
Data 219 *Tidakkah Ibu merasa heran dengan tindakan suami Ibu yang mengambil semua milik Ibu? Membeli rumah dan tanah dan mengatasnamakannya dengan namanya sendiri meski semua itu dibeli sepenuhnya dengan uang Ibu? (AN: 179) Penggunaan majas elipsis terlihat pada kalimat kedua yang
menghilangkan unsur kata tanya (mengimplisitkan kata tanya) tidakkah
Ibu merasa heran dengan tindakan suami Ibu. Kalimat tanya pada kalimat
pertama dijawab dengan memberi penjabaran alasan di kalimat kedua.
Pemberi keterangan adalah penanya itu sendiri dengan tidak mengikutkan
lagi kata tanya.
Data 220 *Betapa saya bersyukur setiap pagi bisa terbangun dari tidur dan menemukan anak-anak di sisi. Menemani Caca sarapan pagi hingga jemputan sekolah datang dan melepasnya pergi setelah mencium tangan saya. Betapa saya bersyukur mendapatkan kecupan di kening setiap pagi oleh Adam ketika dia berpamitan ke sekolah. Betapa saya bersyukur bisa berada di sisi mereka ketika mereka ada masalah. Bahkan ketika keduanya bertengkar dan mencari saya sebagai hakim. Betapa saya bersyukur ada di dekat Caca, setiap kali dia sedih dan berlari ke arah saya dengan tangan terkembang untuk sebuah pelukan. Betapa saya bersyukur bisa mendengar kalimat: I love u Bunda (Caca), love u Mama (Adam), atau mendapatkan tatapan Adam yang memandang dalam sebelum berkata: Bunda tahu nggak? Adam tuh cinta sekali sama Bunda! .... Betapa saya bersyukur bisa membaca lembar demi lembar tulisan Caca yang dicoretnya di diary ibu dan anak yang kami miliki, di mana hanya kami berdua yang memiliki akses untuk membacanya. Betapa saya bersyukur bisa berada di sana, ketika Caca berkata: Menurut Bunda, aku sebaiknya pakai baju apa ya hari ini? Betapa saya bersyukur bisa bermain kartu tebak-tebakan bersama mereka, bisa mendongeng (meski kadang di tengah kantuk), bisa berjalan sambil menggandeng keduanya di sisi kiri dan kanan saya. (AN: 193)
Majas elipsis ditandai dengan diksi I love u Bunda (Caca), love u
Mama (Adam). Penggunaan tanda kurung menegaskan bahwa yang
129
mengatakan I love u Bunda adalah anak bernama Caca begitupun oleh
Adam dengan panggilan sayang love u Mama untuk ibu yang
melahirkannya. Penjelas keterangan untuk Caca dan Adam diimplisitkan
oleh penulis.
Data 22 *Memang hanya dua kata yang dikeluarkannya, tetapi saya benar-benar takluk. Saya benar-benar tidak berdaya dibuatnya. Saya ketakutan. Saya benar-benar tidak siap dengan reaksi keras atas permintaan yang saya sampaikan dengan penuh ketulusan. (AN: 241) Majas elipsis pada data 221 ditandai dengan penghilangan unsur
kalimat (benar-benar) pada kalimat ketiga padahal kalimat lain sebelum
dan setelah kalimat ketiga menggunakan kata (benar-benar) untuk
melengkapi kalimat agar menegaskan pertautan bentuk antara kalimat
satu dengan kalimat lainnya pada data 221.
Data 222 *Hingga tanpa ada permasalahan yang jelas, suaminya menjatuhkan talak. Cerai. Begitu saja. Tidak ada pertengkaran hebat, tidak ada perempuan lain, setidaknya dalam pengetahuan teman saya ini. Lalu di mana yang salah? (AN: 263) Majas elipsis pada data 222 ditandai dengan penghilangan
beberapa unsur kalimat pada kalimat kedua yang menjadikannya hanya
terdiri dari satu kata (kalimat minor). Unsur kalimat yang dihilangkan
adalah unsur subjek (tokoh suaminya) sebagai pelaku perbuatan dan
unsur predikat (menjatuhkan) sebagai perbuatan yang dilakukan tokoh
yang melakukan cerai.
130
i. Polisindenton
Majas yang mengungkapkan suatu kalimat atau wacana dengan
kata penghubung (Sadikin, 2011: 39).
Data 223 *Sanggupkah dia, dalam kecewa, dalam kemarahan, dalam kesedihan, tetap memainkan peran sebaik mungkin sebagai ibu? Tetap bermain, tetap berjuang agar batin anak-anak sehat agar mereka tumbuh dalam atmosfer yang utuh sekalipun compang-camping? (AN: 4) Majas polisindenton pada data 223 ditandai dengan penggunaan
kata hubung agar. Kata hubung agar dimaksudkan untuk menandai
harapan kepada pertumbuhan yang baik anak-anak di tengah kondisi
keluarga yang sedang rusak atau tidak normal.
Data 224 Meski banyak lalai kami, meski tidak terhitung dosa kami, meski menggunung kesalahan-kesalahan kami. (AN: 5) Majas polisindenton (majas yang mengungkapkan suatu kalimat
atau wacana dengan kata penghubung) pada data ditandai dengan
penggunaan kata hubung meski yang menandai perlawanan makna
antara hal yang diungkapkan sebelum data dengan hal yang diungkapkan
pada data 224.
Data 225 *Tetapi tiba-tiba saya merasa hati teriris-iris. Protes. Ah, Ve..., apa kesalahanmu hingga harus mengalami pelecehan seperti ini? (AN: 8) Penggunaan majas polisindenton pada data 225 ditandai dengan
kata hubung tetapi pada awal kalimat pertama yang berfungsi sebagai
131
penghubung antarkalimat yang menyatakan hal yang tidak selaras. Hal
yang tidak selaras tersebut adalah hal yang diungkapkan sebelum data
dengan perasaan tokoh (merasa hati teriris-iris).
Data 226 Lalu apakah mereka dijodohkan, sehingga pernikahan yang terjadi memang di luar kehendak suami? Itukah yang mendorongnya bersikap kasar. Mungkinkah itu caranya menyalahkan istri yang menjadi penyebab dia tidak bisa menikah dengan perempuan yang benar-benar dicintainya? (AN: 9) Data 226 menggunakan majas polisindenton yang ditandai
dengan kata hubung sehingga yang merupakan penghubung intrakalimat
pertama yang menandai hubungan akibat. Kata hubung dengan pada
kalimat ketiga menyatakan hubungan sebagai pembanding perasaan
seseorang terhadap dua perempuan yaitu perempuan yang dinikahi dan
perempuan yang dicintai.
Data 227 *Siapa tahu suami berubah sikap...melunak setelah mengetahui betapa tersiksanya hati sang istri selama ini. Betapa sikapnya, meski tidak melukai secara fisik, telah menghancurkan mental pasangan. Betapa tidak bahagianya kita, sebagai istrinya. (AN: 10) Majas polisindenton pada data ditandai dengan penggunaan kata
hubung meski untuk menandai perlawanan makna yang menyatakan
bahwa kekerasan yang dilakukan tokoh suami walaupun tidak melukai
secara fisik.
Data 228 *"Dan itu bukan karena menolong, bukan karena kasihan, atau alasan lain. Saya lelaki. Dan kalau saya menikah lagi itu murni
132
karena saya suka dengan gadis itu. Saya jatuh cinta. Titik. " (AN:22) Penggunaan majas polisindenton ditandai dengan kata hubung
dan di kalimat pertama dan kedua yang masing-masing terletak di awal
kalimat untuk menandakan hubungan kesetaraan antarkalimat.
Data 229 *Sekarang, bagaimana saya melakukan sebuah tindakan untuk keuntungan yang tidak pasti dengan mengambil resiko yang kerusakannya pasti dan permanen? (AN: 23) Majas polisindenton pada data 229 ditandai dengan penggunaan
kata dengan (keuntungan-resiko) dan dan (kerusakan pasti-permanen)
yang menandakan hubungan kesetaraan antar bagian kalimat. Semua
unsur kalimat pembangun data memiliki kedudukan yang sama.
Data 230 *Tidak cantik dan karenanya tidak bisa mencintai? Tapi mereka sudah dikaruniai empat orang anak, bagaimana mungkin? (AN: 36) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
secara eksplisit. Kata hubung tersebut adalah kata hubung dan (penunjuk
kesetaraan unsur kalimat yang berada di antara kata hubung dan
tersebut) dan kata hubung tapi sebagai penghubung antarkalimat untuk
menyatakan hal yang bertentangan dari yang diungkapkan sebelumnya.
Kata tapi digunakan untuk menepis pernyataan tidak mencintai tapi sudah
dikaruniai anak.
133
Data 231 *Tetapi saya pun mengerti, betapa berlikunya jalan menuju keikhlasan. Betapa berat menjaga suasana hati yang sudah terkondisi agar tidak terkotori. (AN: 37) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
tetapi sebagai penghubung antarkalimat yang menyatakan hal yang
bertentangan. Hal yang bertentangan yang dimaksudkan pada data 231
adalah rasa mengerti dan hal yang diungkapkan sebelumnya.
Data 232 *Saya katakan, jika memang orang sudah berbuat salah, apa yang harus kita lakukan? Apakah menjerumuskannya lebih jauh kepada dosa, atau memaafkannya? Sekarang adalah tugas bersama untuk menjaga pihak masing-masing. (AN: 44) Penggunaan majas polisindenton pada data 232 ditandai dengan
kata hubung jika di kalimat pertama yang menyatakan hubungan syarat
dan kata hubung atau di kalimat kedua yang menandai pilihan di antara
dua pilihan yaitu menjerumuskan pada dosa atau memaafkan.
Data 233 *Siapakah yang paling terluka? Hubungan suami saya dan Dian baru berkisar hitungan bulan. Belum lagi mencapai tahun. Lantas bagaimana dengan saya? Tujuh belas tahun pernikahan, dengan tiga orang anak di belakang saya. Tidakkah saya juga terluka, lebih terluka? (AN: 45) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
(dan, dengan) di kalimat kedua dan kalimat keempat yang menyatakan
kesetaraan unsur kalimat subjek (saya, Dian).
Data 234 *Kalau menikah dengan Rendi, apa aku akan bahagia? Memiliki Bagas yang gesit dan Ayu yang kreatif? (AN: 58)
134
Kata hubung antarkalimat kalau yang digunakan di awal kalimat
pertama untuk menegaskan pengandaian yang dilakukan tokoh aku
menggolongkan data 234 sebagai majas polisindenton.
Data 235 *Kemarahan, kebencian, sikap saling tuduh, dan menyerang itu mampir lagi di ingatan. Juga kejadian perselingkuhan yang berakibat perceraian yang dialami saudara kami baru-baru ini, seperti slideshow yang berulang-ulang ditayangkan. (AN: 64) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
dan sebagai penghubung yang menyatakan hubungan kesetaraan dan
bertipe sama meski memiliki fungsi berbeda.
Data 236 *Apa yang bisa saya katakan, ketika melihat seorang gadis bersama rombongan keluarganya datang dan melamar suami saya? (AN: 77) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
dan yang menyatakan kesetaraan antara dua aktivitas yaitu aktivitas
datang bersama rombongan dan aktivitas melamar yang dilakukan oleh
seorang gadis dan keluarganya ke rumah seseorang.
Data 237 *Makin sakit hati, makin sulit memaafkannya, makin besar peluang masuk surgaNya kalau kita berhasil memaafkan pasangan. (AN: 97) Majas polisindenton ditandai dengan kata hubung intrakalimat
kalau yang menegaskan hubungan syarat. Memaafkan pasangan yang
telah menyakiti pada data dinyatakan sebagai syarat untuk memiliki
peluang besar masuk surgaNya.
135
Data 238 *Bagaimana lelaki bisa mudah berhubungan intim dengan perempuan yang tidak dia kenal? Saya tahu, kalimat itu bisa saja dibalikkan, Apa bedanya dengan para pelacur yang melakukan itu dengan lelaki asing? (AN: 109) Penggunaan majas polisindenton yang ditemukan pada data 238
ditandai dengan kata hubung dengan yang terdapat di kalimat pertama
dan kedua data menyatakan keselarasan antara unsur kalimat lelaki dan
perempuan.
Data 239 *Apakah dia merasa putus asa ketika mengetahui bahwa gaji suaminya yang masih kuliah itu hanya 200 ribu rupiah per bulan? Apakah dia putus asa ketika mereka harus ber pindah-pindah kontrakan dari satu rumah mungil ke rumah mungil yang lain? Apakah perempuan itu mengeluh, ketika berbulan-bulan hanya makan tahu dan sayur, yang masing-masing dibeli beberapa ribu rupiah di warung, ketika sang suami cukup lama tak bekerja? (AN: 111) Majas polisindenton ditemukan dengan penggunaan kata hubung
ketika yang menandai kejadian/suasana/peristiwa di waktu yang
bersamaan antara yang diungkapkan sebelum kata hubung ketika dan
yang diungkapkan setelah kata hubung ketika tersebut.
Data 240 *Sedikitpun tidak menyesal telah menikah dengan lelaki pilihannya. Lelaki yang dia cintai karena kecerdasan dan kegigihannya. Lelaki yang amat dia hormati, yang dia tahu selalu berupaya sungguh-sungguh untuk membahagiakan keluarga mereka. (AN: 112) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
dengan di kalimat pertama yang menyatakan hubungan kata kerja
menikah dengan kata pelengkap lelaki pilihannya dan kata hubung karena
136
(menandai hubungan sebab atau alasan) dan dan (yang menandai
hubungan kesetaraan antara kata sifat kecerdasan dan kegigihan) di
kalimat kedua.
Data 241 *Bukan maksudku membuat teman-teman baruku kebingungan. Tapi bagaimana aku sanggup membuka pintu? Bagaimana bisa membiarkan orang asing melihat kekacauanku? (AN: 119) Penggunaan majas polisindenton ditandai dengan penggunaan
kata hubung tapi (tetapi) pada kalimat kedua yang merupakan kata
hubung antarkalimat yang menyatakan hal yang bertentangan atau tidak
selaras antara kalimat pertama dan kalimat kedua. Hal yang bertentangan
tersebut adalah perasaan belum siap bertemu teman-teman dengan
perasaan tidak mau membuat teman-teman (tokoh) bingung.
Data 242 *Dulu aku menerima saja jawabannya, tetapi sekarang? Kesedihan perlahan berganti warna menjadi kemarahan. Bagaimana bisa dia menjawab seperti itu? Aku kalah penting oleh rekening? Yang benar aku kalah oleh perempuan itu! (AN: 126) Majas polisindenton yang ditemukan pada data 242 ditandai
dengan penggunaan kata hubung tetapi di kalimat pertama yang
menandai perlawanan/perbedaan antara penerimaan yang dilakukan
tokoh aku di waktu dulu dan di waktu sekarang.
Data 243 *Tetapi bisakah saya begitu saja menyalahkan profesinya yang kerap mengancam ketenangan setiap istri? Berkata seharusnya perempuan itu lebih kuat, seharusnya dia kembali saja kepada keluarganya di kampung. Bukankah lebih baik menganggur daripada melacur? (AN: 130)
137
Penggunaan majas polisindenton pada data 243 ditandai dengan
kata hubung antarkalimat tetapi di awal kalimat pertama yang menyatakan
hal bertentangan dengan yang diungkapkan sebelumnya.
Data 244 Lalu kapankah cinta mulai kehilangan warna? Bagimu uniknya bukan pada saat ekonomi menjadi masalah. Bukan saat nyaris tidak punya harta benda berharga di rumah. Bukan juga saat papa, mama, serta saudara-saudara kandungmu menatap iba. (AN: 138)
Kehadiran majas polisindenton pada data 244 ditandai dengan
kata hubung serta di kalimat keempat yang menghubungkan antara
satuan bahasa yang setara dan bertipe serta berfungsi sama yaitu antara
diksi mama dan diksi saudara-saudara kandungmu.
Data 245 *Apakah saya terlalu penurut? Atau saya terlalu dibutakan cinta? Atau letih karena sepertinya apapun yang saya katakan, Mas Aryo tetap bertahan untuk tidak menceraikan saya? (AN: 160) Majas polisindenton ditandai dengan kata hubung atau di kalimat
tanya kedua dan ketiga yang menandakan pilihan di antara beberapa
pilihan yang menjelaskan perasaan tokoh saya terhadap tokoh mas Aryo
(perasaan terlalu dibutakan cinta dan perasaan letih meminta perceraian).
Data 246 *Lalu apa yang kita harapkan dari sosok laki-laki yang menjadikan kita yang kedua dan tidak mendekatkan kita kepada bau surgaNya? (AN: 164)
Majas polisindenton pada data ditandai dengan penggunaan kata
hubung dan untuk menghubungkan klausa yang setara, bertipe sama, dan
memiliki fungsi yang sama (penjelas atau pewatas sosok lelaki).
138
Data 247 *Tak ada lagi saling menjemput dan mengingatkan waktu pulang. Tak ada lagi rumah yang menjadi tujuan bersama. Tak ada lagi suami dan istri. Yang ada hanyalah pribadi-pribadi. Dia dan aku. Tak ada lagi 'kami'. (AN: 166) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
dan di kalimat pertama (untuk menghubungkan klausa yang setara yaitu
klausa saling menjemput dan klausa mengingatkan waktu pulang).
Data 248 *Aku tak pernah berpikir untuk melawan, aku malah berpikir bagaimana cara menebus dan memperbaiki semua kesalahanku. Bagaimana cara membuatnya tenang dan mau berbaik-baik denganku. Bagaimana caranya agar ia mencintaiku lagi. (AN: 172) Majas polisindenton pada data 248 ditandai dengan digunakannya
kata hubung dan di kalimat pertama (untuk menghubungkan satuan
bahasa yang setara yaitu antara menebus dan memperbaiki), kata hubung
dan di kalimat kedua (untuk menandai hubungan kesetaraan antara kata
tenang dan mau), kata hubung agar di kalimat ketiga sebagai penanda
harapan tokoh aku mendapatkan kembali cinta suaminya (ia).
Penggunaan kata hubung pada data 248 untuk menegaskan keterkaitan
unsur-unsur kalimat yang dihubungkan dengan kata hubung.
Data 249 *Dalam hati, sering muncul pertanyaan, mengapa suamiku sepertinya membenciku? Apakah ia tidak mencintaiku lagi? Lalu, sisi hati yang lain membantah, tentu ia mencintaimu. Bukankah ia suamimu? Tapi jika memang ia mencintaiku, mengapa ia selalu bersikap memusuhiku? Kata sisi hati lainnya. (AN: 173)
139
Majas polisindenton pada data ditandai dengan penggunaan kata
hubung secara eksplisit pada data. Kata hubung tersebut adalah kata
hubung tapi di awal kalimat kelima sebagai penghubung antarkalimat yang
menyatakan hal yang bertentangan yaitu antara tidak mencintaiku dan jika
memang ia mencintaiku.
Data 250 *Tidakkah Ibu merasa heran dengan tindakan suami Ibu yang mengambil semua milik Ibu? Membeli rumah dan tanah dan mengatasnamakannya dengan namanya sendiri meski semua itu dibeli sepenuhnya dengan uang Ibu? (AN: 179) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
dengan di kalimat pertama untuk menyatakan keselarasan, kata hubung
dan di kalimat kedua sebanyak dua kali untuk menghubungkan satuan
bahasa yang setara antara rumah dan tanah.
Data 251 *Oh, Tuhanku... apa yang telah kulakukan? Bersalahkah aku? Berdosakah aku telah membuat anak-anakku terpisah dengan ayah rnereka? Egoiskah aku? Benarkah aku memberikan yang terbaik bagi anak-anakku? Benarkah aku melakukan semua ini demi ketenangan mereka, demi perkembangan jiwa mereka yang telah kerap menyaksikan pertengkaran demi pertengkaran, mendengar ancaman demi ancaman? Benarkah? Benarkah? (AN: 182) Majas polisindenton yang ditemukan pada data 251 ditandai
dengan kata hubung dengan di kalimat ketiga untuk menghubungkan
unsur kalimat yang setara yaitu anak-anak dan ayah.
Data 252 *Tentu, tak seorang perempuan pun ingin diceraikan apalagi menceraikan, tak seorang perempuan pun ingin ditinggal mati suaminya, tak seorang perempuan pun ingin berjuang sendirian
140
karena suami tiba-tiba jatuh sakit, tak seorang perempuan pun ingin menjadi janda. (AN: 187) Majas polisindenton pada data ditandai dengan kata hubung
karena untuk menandai hubungan sebab atau alasan yang menjadikan
seorang perempuan harus berjuang sendirian menghadapi hidup yang
harus terus berlanjut.
Data 253 *Betapa saya bersyukur setiap pagi bisa terbangun dari tidur dan menemukan anak-anak di sisi. Menemani Caca sarapan pagi hingga jemputan sekolah datang dan melepasnya pergi setelah mencium tangan saya. Betapa saya bersyukur mendapatkan kecupan di kening setiap pagi oleh Adam ketika dia berpamitan ke sekolah. Betapa saya bersyukur bisa berada di sisi mereka ketika mereka ada masalah. Bahkan ketika keduanya bertengkar dan mencari saya sebagai hakim. Betapa saya bersyukur ada di dekat Caca, setiap kali dia sedih dan berlari ke arah saya dengan tangan terkembang untuk sebuah pelukan. Betapa saya bersyukur bisa mendengar kalimat: I love u Bunda (Caca), love u Mama (Adam), atau mendapatkan tatapan Adam yang memandang dalam sebelum berkata: Bunda tahu nggak? Adam tuh cinta sekali sama Bunda! .... Betapa saya bersyukur bisa membaca lembar demi lembar tulisan Caca yang dicoretnya di diary ibu dan anak yang kami miliki, di mana hanya kami berdua yang memiliki akses untuk membacanya. Betapa saya bersyukur bisa berada di sana, ketika Caca berkata: Menurut Bunda, aku sebaiknya pakai baju apa ya hari ini? Betapa saya bersyukur bisa bermain kartu tebak-tebakan bersama mereka, bisa mendongeng (meski kadang di tengah kantuk), bisa berjalan sambil menggandeng keduanya di sisi kiri dan kanan saya. (AN: 193) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
dan (pada kalimat pertama, kedua, kelima, keenam, kedelapan) untuk
menyatakan kesetaraan, kata hubung bahkan pada awal kalimat kelima
dengan maksud menyatakan penguatan terhadap yang disebutkan pada
kalimat sebelumnya, dan kata hubung atau pada kalimat ketujuh dengan
maksud menandai pilihan terakhir di antara pilihan yang telah disebutkan.
141
Data 254 *Namun pernahkah saya melihat sedikit saja Mami mengeluh kepada kami, anak-anaknya? Tidak! Pernahkah sedikit saja terbersit perasaan menyesal telah menikah dengan Papa? Tidak! Pernahkah Mami termenung-menung lama bernostalgia dengan masa lalunya sebagai gadis cantik dari keluarga amat berada? Tidak. (AN: 197) Penggunaan kata hubung namun pada awal kalimat pertama data
254 menandai penggunaan majas polisindenton dengan maksud
menandai perlawanan dari pernyataan sebelumnya. Data menyangkal dan
melemahkan hal yang diungkapkan sebelum data.
Data 255 *Meski harus berhutang ke kanan kiri, meski harus bolak balik ke sekolah meminta keringanan, meski harus berjuang hingga kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki? (AN: 198) Data 255 menggunakan majas polisindenton yang ditandai
dengan penggunaan kata hubung meski yang menandai perlawanan
makna dari yang disebutkan secara tersurat dan kata hubung dan yang
menyatakan kesetaraan unsur kalimat antara kaki menjadi kepala dan
kepala menjadi kaki.
Data 256 *Mungkin mereka membicarakan hal-hal yang lucu. Mungkin juga bergembira membayangkan hasil mengemis hari itu. Entahlah. Tapi kebersamaan keduanya sungguh di luar nalar saya. Dalam keadaan cacat fisik dan kekurangan materi, apakah yang menjadi sumber kebahagiaan keduanya? (AN: 238) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
antarkalimat tapi untuk menyatakan hubungan yang bertentangan atau
142
tidak selaras antara hal yang telah diungkapkan dengan yang akan
diungkapkan setelahnya.
Data 257 *Memang hanya dua kata yang dikeluarkannya, tetapi saya benar-benar takluk. Saya benar-benar tidak berdaya dibuatnya. Saya ketakutan. Saya benar-benar tidak siap dengan reaksi keras atas permintaan yang saya sampaikan dengan penuh ketulusan. (AN: 241) Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
intrakalimat yaitu tetapi sebagai penanda hubungan ketidakselarasan
antara unsur kalimat yang dihubungkan.
Data 258. *Tidak semua lelaki jahat. Seperti tidak semua perempuan baik. Tetapi seperti saya, bagaimanakah Anda akan mencerna cerita ini? (AN: 259)
Penggunaan majas polisindenton pada data 258 nampak dengan
penggunaan kata hubung antarkalimat tetapi yang terletak di awal kalimat
ketiga untuk menghubungkan hal yang tidak selaras yaitu antara kalimat
sebelum kata tetapi dan kalimat yang mengandung kata hubung tetapi
tersebut.
Data 259 *Apakah ada kegugupan, apakah amarahnya langsung melonjak (defensif), atau dengan cepat mengalihkan persoalan? (AN: 283) Majas polisindenton pada data 259 ditandai dengan penggunaan
kata hubung atau yang menyatakan hubungan pilihan di antara pilihan lain
yang diletakkan sebagai pilihan terakhir. Penggunaan kata atau pada data
143
adalah untuk menentukan sesuatu berdasarkan ciri-ciri yang nampak
secara kasat mata.
Data 260 *Benarkah poligami tersebut dilakukan seseorang yang memiliki pemahaman agama dan berakhlak baik (implementasi iman)? Bukan sekadar dilakukan orang yang merasa jatuh cinta dan mencari wadah agar maksiat yang mungkin malah sudah terjadi menjadi halal? (AN: 287)
Majas polisindenton ditandai dengan penggunaan kata hubung
dan di kalimat pertama (menyatakan kesetaraan antara unsur kalimat
yaitu agama dan akhlak baik) serta kata hubung dan di kalimat kedua
(menyatakan hubungan unsur kalimat yang setara antara jatuh cinta dan
mencari wadah agar halal).
3. Gaya Bahasa atau Majas Pertentangan
Novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia
mengandung majas pertentangan yang terdapat pada data-data sebagai
berikut.
a. Hiperbola
Moeliono 1999: 14 mengatakan bahwa majas hiperbola merupakan
ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan
mengenai jumlahnya, ukurannya, dan sifatnya.
Data 261 Menangislah, tumpahkan keluh kesah. Pindahkan beban permasalahan yang ada di pundak kepadaNya. (AN: 2)
144
Data 261 menggunakan majas hiperbola yang membesar-
besarkan jumlah keluh kesah dengan penggunaan diksi tumpahkan yang
menyiratkan banyaknya keluh kesah yang ingin dikeluarkan. Majas ini
mengesankan tidak masuk akal.
Data 262 *Tetapi tiba-tiba saya merasa hati teriris-iris. (AN: 8)
Penggunaan majas hiperbola pada data 262 ditandai dengan hati
teriris-iris sehingga terkesan tidak masuk akal karena hati manusia tidak
bisa diiris apalagi saat masih hidup, diiris berarti mematikan. Pemilihan
diksi hati teriris-iris menyiratkan perasaan sakit hati yang luar biasa tiba-
tiba dialami tokoh saya.
Data 263 Dan apa yang kulihat di sana membakar rasa cemburuku. (AN: 27)
Penggunaan majas hiperbola pada data 263 ditandai diksi
membakar rasa cemburu. Pemilihan diksi tersebut terkesan melebih-
lebihkan sebab rasa cemburu berkaitan dengan perasaan bukan sesuatu
yang bisa dibakar dengan api. Data melebih-lebihkan rasa cemburu tokoh
aku (-ku) dari segi sifatnya.
Data 264 Emosi saya kali ini benar-benar mencapai titik zenit. Jangankan tidur nyenyak, makan sebutir nasi pun saya tak sanggup. .... Otak saya panas tak bisa berpikir jernih. ( AN: 71) Majas hiperbola pada data 264 ditandai oleh penulis dengan
melebih-lebihkan emosi tokoh saya dengan pilihan kata mencapai titik
145
zenit (titik puncak) penanda emosi yang sudah maksimal. Tidak ada lagi
kemarahan di atas kemarahan tokoh saya. Selain itu, penggunaan diksi
otak saya panas tak bisa berpikir jernih juga menguatkan penggunaan
majas hiperbola sebab otak tidak bisa panas, kata panas hanya untuk
melebih-lebihkan emosi tokoh saya. Otak panas tidak bermakna leksikal
sebab otak tidak dipanaskan dengan api lazimnya kegiatan memanaskan
air.
Data 265 Cemburuku berkobar-kobar. Hatiku menggelegak. (AN: 95) Penggunaan kata berkobar-kobar pada data 265 untuk
menggambarkan cemburu dimaksudkan untuk melebih-lebihkan rasa
cemburu tokoh –ku. Kata berkobar-kobar biasanya merupakan sifat api
yang membesar sehingga mengibaratkan cemburu sama dengan api yang
berkobar berdasarkan sifat api. Kata hatiku menggelegak berarti hatiku
bergelora oleh rasa cemburu. Kedua kalimat pembangun data berkesan
tidak masuk akal namun tetap dipahami sebagai penggambaran atas
luapan cemburu yang menggolongkan data dalam majas hiperbola.
Data 266 Bintang-bintang keperakan berkilauan tumpah ruah berserakan. (AN: 98)
Penggunaan kata tumpah ruah berserakan menjadi penanda majas
hiperbola yang menggambarkan bintang-bintang. Bintang seberapa
banyakpun tidak akan tumpah sebab yang biasa tumpah atau meluap
146
adalah air. Tumpah berarti terbuang sedangkan bintang bukan terbuang
melainkan menghiasi langit dengan jumlahnya yang banyak.
Data 267 Ketika hujan lebat mengguyur, guntur menggelegar, Ene’ selalu ingat Aki kemudian tersungkur bersujud, memohon keselamatan Aki pada Allah. (AN: 100) Penggunaan majas hiperbola pada data 267 ditandai dengan diksi
guntur menggelegar penanda cuacu buruk yang sedang terjadi.
Penggunaan diksi menggelegar yang bermakna bergemuruh
dimaksudkan untuk menggambarkan bunyi guntur dengan membesar-
besarkan efek guntur itu. Kehadiran diksi gelegar menambah kesan bunyi
guntur yang berlebihan.
Data 268 *Satu peristiwa, satu hati yang berdarah. Satu hati yang belum juga sembuh. (AN: 116) Penggunaan diksi satu hati yang berdarah untuk menggambarkan
sakit hati yang dialami oleh suatu peristiwa pahit. Diksi hati yang berdarah
digunakan untuk membesar-besarkan perasaan sakit hati tersebut
sehingga terkesan tidak masuk akal. Hati yang berdarah berarti dilukai
oleh benda tajam jika dikaji secara leksikal. Pembesar-besaran terhadap
sakit hati yang diungkapkan menyebabkan data 268 digolongkan sebagai
majas hiperbola.
Data 269 Di luar pintu kami yang tertutup, terdengar gelak tawa dan lengking suara musik dangdut. (AN: 128)
147
Penggunaan majas hiperbola pada data 269 ditandai dengan kata
lengking (bermakna bunyi yang nyaring dan keras) untuk
mendeskripsikan volume suara musik secara berlebih-lebihan.
Data 270 Lalu air mata yang tumpah saat bersimpuh di kaki mama. (AN: 136) Penggunaan diksi air mata yang tumpah pada data 270 dilakukan
untuk mendeskripsikan banyaknya air mata yang keluar saat menangis
meminta maaf dengan cara bersimpuh di kaki mama. Pemilihan kata
tumpah dimaksudkan untuk membesar-besarkan banyaknya air mata
yang keluar sehingga mengesankan tidak masuk akal yang menjadikan
data dikategorikan sebagai majas hiperbola.
Data 271 Air mata saya tumpah. Berat sungguh permintaan itu karena saya masih mencintainya. (AN: 158) Penggunaan majas hiperbola pada data 271 ditandai dengan diksi
air mata saya tumpah. Air mata digambarkan tumpah dengan maksud
membesar-besarkan volume air mata sehingga bisa tumpah. Biasanya air
yang tumpah, keluar dari wadah dikarenakan berlebihan.
Data 272 Gelegar suara Aba Agil pada saya ketika sarapan pagi membuat saya mengerut ketakutan. (AN: 241) Majas hiperbola pada data 272 ditandai dengan kata gelegar suara
sebagai upaya untuk melebih-lebihkan bunyi yang ditimbulkan oleh suara
Aba. Gelegar bermakna bunyi sangat keras/bergemuruh serupa bunyi
148
meriam atau bom. Pada data suara Aba digambarkan sangat keras
dengan diksi gelegar sehingga terkesan tidak masuk akal sebab
seseorang dalam kondisi marah sekalipun tidak bisa berteriak keras
sekeras bom.
Data 273 Aba langsung berdiri di depan saya, dan dengan suara yang keras menembus gendang telinga saya aba membentak saya. "Pakai Otak!" (AN: 246) Suara yang keras menembus gendang telinga terlalu berlebihan
untuk menggambarkan kerasnya suara seseorang yang sedang marah.
Sekeras apapun suara manusia yang sedang marah tidak mampu
menembus gendang telinga (merusak pendengaran) apalagi telinga orang
dewasa sehingga diksi yang digunakan pada data 273 menggolongkan
data dalam majas hiperbola.
Data 274 Dari obrolan selama nyaris dua puluh menit itu, ada satu cerita yang saya rasakan mengiris hati dan lagi-lagi membuat saya tidak bisa mengerti benak laki-laki. (AN: 258) Majas hiperbola pada data 274 ditandai dengan diksi mengiris hati.
Satu cerita hasil obrolan yang terdapat pada data tidak memiliki ketajaman
selayaknya benda tajam yang bisa mengiris sesuatu. Diksi tersebut
sekadar membesar-besarkan efek rasa sedih yang dialami tokoh saya
setelah kisah diceritakan dalam obrolan dua puluh menit itu.
Data 275 Jangan masuk dalam percakapan jika emosi masih memenuhi kepala.(AN: 285)
149
Majas hiperbola nampak dengan digunakannya diksi emosi
memenuhi kepala. Emosi berupa kemarahan yang mencapai titik klimaks
dilukiskan secara berlebihan dengan memenuhi kepala seseorang.
Padahal, emosi bukan sebuah benda yang dapat mengambil posisi dalam
suatu ruangan atau pada data adalah kepala.
b. Antitesis
Majas antitesis adalah pengungkapan dengan menggunakan kata-
kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya (Sadikin: 2011: 41).
Data 276 Kecil atau besar, anak-anak selalu membutuhkan ibunya untuk memberi matahari ketika langit gelap dan memberikan kehangatan saat udara di sekitar terasa begitu dingin. (AN: 4) Data 276 menggunakan majas antitesis (pengungkapan dengan
menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya)
yang ditandai dengan diksi kecil atau besar (berlawanan arti), matahari
dan langit gelap (matahari berarti terang dan langit gelap berarti
sebaliknya), dan kata hangat yang berlawanan dengan dingin.
Data 277 *Sekarang, bagaimana saya melakukan sebuah tindakan untuk keuntungan yang tidak pasti, dengan mengambil resiko yang kerusakannya pasti dan permanen? (AN: 23)
Data 277 menggunakan majas antitesis (pengungkapan dengan
menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya)
dengan kata berlawanan arti keuntungan dan kerusakan (kerusakan
150
diibaratkan kerugian) sebagai akibat dari suatu tindakan. Keuntungan
yang dimaksud pada data 277 adalah maslahat atau kebaikan yang
ditimbulkan jika melakukan tindakan yang dijelaskan pada kisah dan
kerusakan sebagai mudharat jika melakukannya.
Data 278 Kadang, jujur masih lebih baik daripada munafik. (AN: 25) Majas antitesis pada data 278 ditandai dengan penggunaan kata
berlawanan arti antara kata jujur (bermakna apa adanya) dan kata
munafik (bermakna sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatan atau
bermuka dua).
Data 279 Aku merasa tubuhku menyusut, makin kecil, semakin kecil dibanding wanita mungil namun perkasa di hadapanku itu. (AN: 102) Majas pertentangan jenis antitesis ditemukan pada data 279
dengan penanda kata mungil dan perkasa yang berlawanan arti. Kecil dari
segi ukuran dan perkasa dari segi kekuatan. Kecil identik dengan tidak
memiliki kekuatan besar (tidak perkasa) dan perkasa identik dengan tubuh
besar sehingga digolongkan kata berantonim.
Data 280 Allah, Maha Besar Tuhanku yang telah melapangkan hati hambaNya seluas hati Ene’ kami. Hati istri shalihah, angkasa raya pun terasa sempit dibandingkan dengannya! (AN: 103)
Penggunaan kata luas pada kata seluas di kalimat pertama dan
penggunaan kata sempit yang merupakan lawan dari kata luas di kalimat
151
kedua menjadikan data 280 digolongkan sebagai majas antitesis
(pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti
satu dengan yang lainnya).
Data 281 Tentu, aku tak mengatakan bahwa diriku benar. Aku memang salah, sungguh tak kutampik kenyataan itu. (AN: 171) Data 281 menggunakan majas antitesis dengan penanda kata
berlawanan arti benar dan salah. Benar digunakan di kalimat pertama dan
salah di kalimat kedua. Kedua kata itu untuk mempertentangkan yang
disampaikan melalui pilihan kata tersebut.
Data 282 Sumber dari semua keceriaan, di saat hati diam-diam menangis. (AN: 215)
Penggunaan kata berantonim atau berlawanan arti pada data 282
yaitu antara kata keceriaan dan menangis menandakan kehadiran majas
antitesis (pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang
berlawanan arti satu dengan yang lainnya). Ceria merupakan ekspresi
rasa bahagia sedangkan menangis merupakan ekspresi kesedihan.
c. Kontradiksi Interminus
Data 283 Yang paling menyedihkan adalah saya tidak menemukan buku kecuali buku tulis di rumah mereka. (AN: 199) Data 283 menggunakan majas kontradiksi interminus karena
menyangkal yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tidak menemukan
152
buku tetapi ternyata menemukan buku tulis. Memang yang tidak
ditemukan adalah buku bacaan tetapi karena penulis tidak menerangkan
sehingga tersampaikan semua jenis buku tidak ditemukan.
4. Gaya Bahasa atau Majas Sindiran
Penggunaan majas sindiran pada novel New Catatan Hati Seorang
Istri karya Asma Nadia adalah sebagai berikut.
a. Majas Sarkasme
Majas sarkasem menurut Tarigan (2009: 92) adalah sindiran
langsung dan kasar dengan ciri utama mengandung kepahitan dan celaan
yang getir, menyakiti hati, dan kurang enak didengar.
Data 284 “Dasar bodoh! Kalau jadi ibu, tidak ada istirahatnya,” ucapnya suatu waktu. (AN: 52) Penggunaan diksi dasar bodoh secara eksplisit atau langsung
secara kasar pada data 284 menandakan penggunaan majas sarkasme.
Diksi dasar bodoh digunakan sebagai sindiran langsung dan kasar yang
mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakiti hati, dan kurang
enak didengar.
B. Pembahasan
Novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia berupa
kumpulan catatan-catatan yang terdiri dari empat belas catatan.
153
Pemakaian gaya bahasa kiasan (majas) dalam novel New Catatan Hati
Seorang Istri karya Asma Nadia setelah dilakukan teknik analisis data,
ditemukan penggunaan empat jenis majas yaitu majas perbandingan,
majas penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berasal dari kutipan isi
novel New Catatan Hati Seorang Istri yang mengandung majas. Dari
novel setebal tiga ratus halaman tersebut diambil data sejumlah 284 buah
data dari empat belas catatan secara acak. Kutipan yang digunakan
sebagai data dapat menggunakan satu atau lebih jenis majas.
Dari 284 data yang dianalisis terdapat enam puluh enam data yang
mengandung majas perbandingan yang terbagi dalam sembilan jenis
majas (alegori, alusio, simile, metafora, antonomasia, personifikasi,
depersonifikasi, sinestesia, dan metonimia); 194 data mengandung majas
penegasan yang terbagi dalam sembilan jenis majas (pleonasme, repetisi,
apofasis, antiklimaks, pararima, tautologi, retoris, elipsis, dan
polisindenton); dua puluh tiga data mengandung majas pertentangan yang
terdiri dari tiga jenis majas (hiperbola, antitesis, dan kontradiksi
interminus); dan satu data mengandung jenis majas sindiran (sarkasme).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tababel 1.4 halaman 153.
Novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia sesuai
dengan temuan peneliti bahwa pengarang memiliki kekayaan gaya
bahasa dalam mengekspresikan imajinasinya. Asma Nadia
mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk menyampaikan
154
gagasannya dan imajinasinya demi memberikan kepuasan bagi
pembacanya. Sekaitan dengan hal tersebut tentu sejalan dengan
pendapat Aminuddin (2008), bahwa gaya merupakan perwujudan
penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan
gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi
penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud
cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang
berhubungan dengan rentetan kata, kalimat dan berbagai kemungkinan
manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Jadi, gaya
merupakan simbol verbal. Stilistika dalam kajian karya sastra mamiliki
hubungan yang sangat erat karena dalam sebuah karya sastra terdapat
style sedangkan stilistika merupakan cabang ilmu sastra yang mengkaji
tantang style atau gaya.
Dengan demikian berdasarkan hasil pengkajian novel New Catatan
Hati Seorang Istri karya Asma Nadia, ditemukan bahwa pengarang
memiliki kekayaan gaya bahasa dalam karyanya. Hal itu dibuktikan
dengan ditemukannya data gaya bahasa sebanyak 284 data. Berdasarkan
temuan tersebut tentu dapat dinyatakan bahwa novel New Catatan Hati
Seorang Istri karya Asma Nadia syarat dengan kekayaan gaya bahasa
sehingga peneliti memandang bahwa novel New Catatan Hati Seorang
Istri karya Asma Nadia merupakan novel yang bermutu tinggi dengan
menggunakan sajian gaya bahasa yang mampu menggugah
pembacanya. Dengan demikian Asma Nadia dalam karyanya berupaya
155
menyampaikan pesannya dengan menggunakan sarana bahasa sebagai
sistem simbol tanpa mengindahkan sarana bahasa yang estetis.
Untuk mendukung bahwa temuan dalam penelitian ini pengarang
syarat dengan gaya bahasa (style) dalam menyampaikan pesannya,
Asma Nadia menggunakan dua puluh dua jenis majas dalam novel New
Catatan Hati Seorang Istri. Jenis gaya bahasa atau majas yang ditemukan
dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia, diuraikan
sebagai berikut.
1. Gaya Bahasa atau Majas Perbandingan
Majas perbandingan yang ditemukan dalam novel New Catatan
Hati Seorang Istri karya Asma Nadia ada sembilan jenis majas yaitu majas
alegori, majas alusio, majas simile, majas metafora, majas antonomasia,
majas personifikasi, majas depersonifikasi, majas sinestesia, dan majas
metonimia. Di antara sembilan majas tersebut, majas yang dominan
(paling sering muncul) adalah majas alusio dengan kemunculan di tujuh
belas data dari enam puluh enam data majas perbandingan.
2. Gaya Bahasa atau Majas Penegasan
Majas penegasan yang ditemukan dalam novel New Catatan Hati
Seorang Istri karya Asma Nadia ada sembilan jenis majas yaitu majas
pleonasme, majas repetisi, majas apofasis, majas antiklimaks, majas
pararima, majas tautologi, majas retoris, majas elipsis, dan majas
polisindenton. Di antara sembilan majas tersebut, majas yang dominan
156
(paling sering muncul) adalah majas retoris dengan kuantitas kemunculan
di enam puluh tiga data dari 194 data sampel majas penegasan.
Dominannya majas retoris dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri
karya Asma Nadia mengisyaratkan bahwa penulis memiliki daya imajinasi
yang sangat tinggi dan mampu member efek kepada pembaca serta
membawa pembaca kedalam hasil imajinasi ataupun pengalaman batin
penulis yang diekspresikan kedalam karyanya.
3. Gaya Bahasa atau Majas Pertentangan
Ada tiga jenis majas pertentangan yang ditemukan dalam novel
New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia yaitu majas hiperbola,
majas antitesis, dan majas kontradiksi interminus. Majas yang dominan
(paling sering muncul) di antara majas tersebut adalah majas hiperbola
dengan kemunculan di lima belas data dari dua puluh tiga data majas
pertentangan.
4. Gaya Bahasa atau Majas Sindiran
Pada novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia
ditemukan sebuah majas sindiran yaitu majas sarkasme. Berdasarkan
hasil analisis data, novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma
Nadia menggunakan sejumlah dua puluh dua jenis majas dari 284 data
yang dianalisis. Dari dua puluh dua majas, ternyata majas yang dominan
ditemukan pada novel New Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia
adalah majas penegasan jenis majas retoris.
157
Tabel Korpus Data dan Kuantitas Kemunculan Majas pada Novel New Catatan Hati Seorang Istri dapat dilihat pada tabel 4.1.
Catatan: Satu data terdiri dari satu atau lebih jenis majas.
No
Penggunaan Majas
Majas Perbandingan
Majas Penegasan
Majas Pertentangan
Majas Sindiran
Jenis Kuantitas Jenis Kuantitas Jenis Kuantitas Jenis Kuantitas
1 Alegori 1 Pleonasme 1 Hiperbola 15 Sarkasme 1
2 Alusio 17 Repetisi 56 Antitesis 7
3 Simile 16 Apofasis 2 Kontradiksi Interminus 1
4 Metafora 3 Antiklimaks 1
5 Antonomasia 15 Pararima 5
6 Personifikasi 6 Tautologi 14
7 Depersonifikasi 3 Retoris 63
8 Sinestesia 4 Elipsis 14
9 Metonimia 1 Polisindenton 38
158
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, novel New Catatan Hati Seorang
Istri karya Asma Nadia menggunakan gaya bahasa (majas):
1. Majas perbandingan di enam puluh enam data yang terbagi dalam
sembilan jenis majas yaitu alegori, alusio, simile, metafora,
antonomasia, personifikasi, depersonifikasi, sinestesia, dan
metonimia.
2. Majas penegasan di 194 data yang terbagi dalam sembilan jenis
majas yaitu majas pleonasme, majas repetisi, majas apofasis,
majas antiklimaks, majas pararima, majas tautologi, majas retoris,
majas elipsis, dan majas polisindenton.
3. Majas pertentangan di dua puluh tiga data yang terdiri atas tiga
jenis majas yaitu hiperbola, antitesis, dan kontradiksi interminus.
4. Majas sindiran terdapat satu data yang bermajas sarkasme.
B. Saran
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia di sekolah, terutama untuk memberi pembelajaran
yang berkaitan dengan novel dan majas. Pada materi yang berkaitan
dengan novel guru bisa memanfaatkan novel New Catatan Hati Seorang
Istri karya Asma Nadia sebagai media dalam pembelajaran. Sementara
158
159
itu, untuk menjelaskan materi mengenai majas guru bisa menjadikan
majas yang terdapat dalam novel New Catatan Hati Seorang Istri karya
Asma Nadia sebagai contoh untuk memperdalam pemahaman siswa.
Temuan ini sangat penting dipahami dan dipedomani oleh guru
bahasa dan sastra Indonesia agar guru dapat menambah wawasan
tentang majas dan novel. Guru dapat menggunakan novel lama atau
novel terbaru sebagai referensi dalam pembelajaran majas di sekolah,
sehingga pembelajaran majas lebih menarik dan tidak terkesan monoton.
Selanjutnya, kepada peneliti lain hendaknya meneliti majas menggunakan
objek yang berbeda untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca.
160
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1991. Gambaran Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru. Aminuddin. 1995. Stilistika, Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya
Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.
Aminuddin. 2008. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Aritonang, Buha. 2002. Lirik Lagu Batak Toba, Suatu Kajian Stilistika
dan Paradigmatik Sastra. Jakarta : Pusat Bahasa.
Atmaja, Jiwa. 1993. Novel Eksperimental Putu Widjaya. Bandung Angkasa.
Azis, St. Aida. 2011, Apresiasi dan Kajian Puisi. Surabaya: Bintang Surabaya.
Brown, Yule, G. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Bugin, Burhan 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta Rajawali Press.
Darmawati, Andi.2010. Gaya Bahasa pada Novel Ayat- Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Tesis Unismuh Makassar.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori,dan Aplikasi.Yogyakarta. FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Hadellia, Sitti. 2013. Penggunaan Adjektiva dalam Novel Ranah 3 Warnah Karya Ahmad Fuadi (Suatu Tinjauan Stilistika). Tesis tidak diterbitkan Unismuh Makssar.
Hamsidar. 2003. Analisis Nilai Religius Novel Kubah Karya Ahmad Tohari. “Skripsi”. Makassar: Unismuh Makassar.
Hasan Alwi, dkk, 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, Gorys. 2009. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
161
Keraf, Gorys. 2010. Komposisi. Jakarta: Gramedia.
Mashudi, Nurfatana. 2013. Analisis Stilistikah dan Nilai-Nilai Moral Nyanyian Rakyat Bugis pada Kumpulan Teks Elong Ugi. Tesis Tidak DIterbitkan Unismuh Makassar.
Moeliono, Anton Moedardo dkk. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka
Munirah. 2004. Menulis. Bahan Ajar Tidak Diterbitkan. Unismuh Makassar.
Nadia, Asma. Catatan Hati Seorang Istri. Depok: Asma Nadia Publishing House.
Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Poewardarminta, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta : CV Lukman.
Sadikin, Mustafa. 2011. Kumpulan Sastra Indonesia. Jakarta: Gudang Ilmu.
Satato, Sudiro. 1995. Stilistika. Surakarta: STSI Surakarta.
Sembodo, Edi. 2009. Contekan Pintar Sastra Indonesia. Jakarta: Hikmah Mizan Publikan.
Semi, M. Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syamsuri, Andi Sukri. 2011 Pencendikiaan Bahasa Indonesia Sejak Kongres Bahasa Indonesia 1 Hingga Reformasi. Makassar. Alauddin University Press.
Tang, M. Rapi, 2008. Sosiologi Sastra, Penerapan Kajian Sastra Materi Bahan Kuliah. Makasar: Universitas Negeri Makasar.
Tarigan, Henry Guntur. 2009 Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wahid, Sugirah. 1981. Kapita Selekta Kritik Sastra. Universitas Negeri Makassar; Makassar.
162
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh Bugiantoro.
Yuliani. 2000.”Analisis Unsur Intrinsik Novel Keberangkatan” Karya Nurhayati Dini. Skripsi Makassar: Unismuh Makassar.
163
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nurliah Samad dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1972 di
Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Ia adalah putri ketiga
dari lima bersaudara pasangan Abd. Samad Dg. Nompo (Ayah) dan Saniar Dg. Bau.
Tamat pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1985 dan SLTP pada
tahun 1988 di SMP Negeri 2 Sungguminasa Kabupaten Gowa.
Pendidikan berikutnya dijalani di SPG Negeri I Ujung Pandang dan
tamat pada Tahun 1991. Selama dua tahun lamanya, tahun (1991-
1993) ia mengabdi di SD Inpres Maccini Ayo Sungguminasa. Setahun
kemudian (1994) ia berhasil lulus sebagai PNS (guru).Tahun 2005
mengikuti Lomba Guru Berprestasi Tingkat Kecamatan dan berhasil
menjadi juara I kemudian di tahun yang sama ia mengikuti Guru
Berprestasi Tingkat Kabupaten Gowa dan berhasil sebagai juara III.
Tahun 1995 ia melanjutkan kuliah ke Universitas Muhammadiyah
Makassar (UNISMUH) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan selesai S1
pada tahun 1999.
Tahun 2012 ia diberi amanah sebagai Kepala Sekolah di SD
Inpres Bakung Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa sampai sekarang. Tahun 2013 ia melanjutkan studi Program
Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada
Universitas Muhammadiyah Makassar.