110
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BADUTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA MATSUM MEDAN TAHUN 2020 SKRIPSI Oleh DWI PUTRI JULIANA PURBA NIM. 161000198 PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021 Universitas Sumatera Utara

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA

BADUTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KOTA MATSUM MEDAN

TAHUN 2020

SKRIPSI

Oleh

DWI PUTRI JULIANA PURBA

NIM. 161000198

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

Universitas Sumatera Utara

Page 2: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA

BADUTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KOTA MATSUM MEDAN

TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

DWI PUTRI JULIANA PURBA

NIM. 161000198

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

Universitas Sumatera Utara

Page 3: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

i

Judul Skripsi : Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan pada Baduta di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Nama Mahasiswa : Dwi Putri Juliana Purba

Nomor Induk Mahasiswa : 161000198

Departemen : Epidemiologi

Menyetujui

Pembimbing:

(Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H.)

NIDK. 8843901019

Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)

NIP. 196803201993082001

Tanggal Lulus: 28 Desember 2020

Universitas Sumatera Utara

Page 4: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

ii

Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 28 Desember 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Prof. dr.Sorimuda Sarumpaet, M.P.H.

Anggota : 1. dr. Fazidah Siregar, M.Kes. Ph.D.

2. drh. Rasmaliah M.Kes.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

iii

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “ Faktor

yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020”

beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini,

saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya

saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2021

Dwi Putri Juliana Purba

Universitas Sumatera Utara

Page 6: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

iv

Abstrak

Penyakit ISPA merupakan penyakit endemik dan salah satu penyakit menular

yang tersebar di sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia.

Prevalensi ISPA pada tahun 2018 di Indonesia menurut Diagnosa Tenaga

Kesehatan sebesar 9,3%. Riskesdas tahun 2018 kasus pneumonia ditemukan di

Sumatera Utara sebanyak 5.398 kasus dengan prevalensi 0,39%. Berdasarkan

Profil Kesehatan Medan tahun 2019 cakupan penemuan ISPA pada balita yaitu

sebesar 23,61 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan kejadian ISPA pada baduta di wilayah kerja Puskesmas Kota

Matsum Tahun 2020. Penelitian ini merupaan penelitian kuantitatif dengan disain

penelitian Cros sectional, besar sampel yaitu 103 baduta diambil dengan teknik

Purposive Sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan intrumen

kuesioner. Data diolah secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi-

square dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil Penelitian didapatkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Ekslusif(p = 0,012) dan Faktor

Perilaku (p = 0,037) dengan Kejadian ISPA pada baduta di wilayah kerja

Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020. Disarankan kepada ibu agar memberikan

ASI eksklusif kepada bayi berumur 0-6 bulan dan menerapkan kebiasaan merokok

diluar ruangan, membuka jendela setiap hari pada pagi dan sore, membersihkan

rumah dan menjemur kasur dan bantal yang digunakan baduta.

Kata kunci: ISPA, baduta, ASI eksklusif, perilaku

Universitas Sumatera Utara

Page 7: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

v

Abstract

Acute Respiratory Infections is an endemic disease and an infectious disease that

is spread in most developing countries, including Indonesia. The prevalence of

ARI in 2018 in Indonesia according to the Diagnosis of Health Workers is 9.3%.

Riskesdas in 2018 cases of pneumonia were found in North Sumatra with a total

of 5,398 cases with a prevalence of 0.39%. Based on the Medan Health Profile in

2019, the coverage of ARI findings in children under five was 23.61%. This study

aims to determine the factors associated with the incidence of ARI in baduta in the

work area of the Kota Matsum Health Center in 2020. This study aims to

determine the factors associated with the incidence of ARI in baduta in the work

area of the Kota Matsum Health Center in 2020. This research is a quantitative

study with a cross-sectional research design, the sample size is 103 baduta taken

using purposive sampling technique. Data obtained by interview using a

questionnaire instrument. The data were processed univariate and bivariate using

the Chi-square test with a significance level of α = 0.05. The results showed that

there was a significant relationship between exclusive breastfeeding (p = 0.012)

and behavioral factors (p = 0.037) with the incidence of ARI in baduta in the

work area of the Puskesmas Kota Matsum in 2020. It is recommended that

mothers give exclusive breastfeeding to babies aged 0-6 months and practice

smoking outside the room, opening windows every day in the morning and

evening, cleaning the house and drying mattresses and pillows used by babies

under two years.

Keywords: ARI, baby, exclusive breastfeeding, behavior

Universitas Sumatera Utara

Page 8: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

vi

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

Kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Baduta di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020”. Skripsi ini merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan

terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D., selaku Ketua Departemen Epidemiologi

Fakultas Kesehatan Masyarakat.

4. Prof. dr.Sorimuda Sarumpaet, M.P.H., selaku dosen pembimbing saya, yang

selalu mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.

5. dr. Fazidah Siregar, M.Kes., Ph.D selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah

memberikan kritik, saran, arahan, dan masukan kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

vii

6. drh. Rasmaliah M.Kes., selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah

memberikan kritik, saran, arahan, dan masukan kepada penulis dalam

penulisan skripsi ini.

7. R. Kintoko Rochadi, Dr., Drs., M.Kes., Selaku Dosen Pembimbing Akademik

Penulis.

8. Dr. Suriati selaku Kepala sebagai Kepala di Wilayah Kerja Pukesamas Kota

Matsum.

9. Ika selaku sekretaris di Puskesmas Kota Matsum Medan yang telah

membantu saya dalam hal administrasi.

10. Eka selaku penanggung jawab posyandu yang mengarahkan saya selama

melakukan penelitian dan Dina selaku petugas posyandu dan petugas

posyandu lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu di

Puskesmas Kota Matsum Medan.

11. Kedua orangtua yang penulis kasihi, Mangamar Purba dan Risma Situmeang

yang selalu mendorong dan memberikan dukungan doa kepada penulis

sampai terselesaikannya pendidikan sarjana penulis.

12. Kelima saudara penulis, Agus Purba, Nova Friska Simorangkir, Bernad

Purba, Vera Wati Purba, Supriadi Herianto Purba, Hotmaida Suryani Hasian

Purba yang selalu memberi semangat dan dukungan doa kepada penulis

dalam menyelesaikan Pendidikan S1.

13. Kepada seluruh keluarga Ibu dan Ayah yang mendoakan penulis untuk

menyelesaikan pendidikan penulis

Universitas Sumatera Utara

Page 10: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

viii

14. Ayu, Canra, Dewi, Heni, Indah, Redoven, dan Rondang yang telah membantu

penulis dalam proses penelitian yang dilakukan penulis.

15. KTB Adriella Anne Amoireza serta kedua PKK penulis yang senantiasa

membawa dalam doa, membantu, dan memberi dorongan semangat kepada

penulis .

16. KK Zamora Bonaventura Adriella, IGCC dan OF UKM POMK FKM 2020,

yang telah memberi semangat dan mendoakan penulis.

17. Teman-teman interpals (Dewi Ayu Sinaga, Yuni Lingga, Indah Tamba, Helen

Br.Lumbantobing, Lina Ginting) dan Teman-teman Epidemiologi 2016, dan

Stambuk 2016 FKM USU yang telah banyak mendukung dan memberi

semangat serta doa dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,

yang telah mendukung dan memberi semangat demi penyelesaian skripsi ini.

18. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh

sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat

bagi pembaca.

Medan, Januari 2020

Dwi Putri Juliana Purba

Universitas Sumatera Utara

Page 11: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

ix

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiv

Daftar Lampiran xv

Daftar Istilah xvi

Riwayat Hidup xvii

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 5

Tujuan umum 5

Tujuan khusus 5

Manfaat Penelitian 6

Tinjauan Pustaka 4

ISPA 7

Etiologi ISPA 7

Klasifikasi ISPA 8

Klasifikasi ISPA berdasarakan lokasi anatomi 8

Klasifikasi ISPA berdasarkan gejala 9

Kasifikasi ISPA berdasarkan faktor inang dan lingkungan 10

Klasifikasi ISPA berdasarkan umur 11

Gejala ISPA 11

Epidemiologi ISPA 12

Distribusi ISPA berdasrakan orang 12

Distribusi ISPA berdasarkan tempat 13

Distribusi ISPA berdasarkan waktu 14

Determinan 14

Faktor bibit penyakit (agent) 14

Faktor pejamu (host) 14

Pencegahan Penyakit ISPA 19

Pencegahan tingkat pertama 19

Pencegahan tingkat kedua 20

Universitas Sumatera Utara

Page 12: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

x

Pencegahan tingkat ketiga 21

Landasan Teori 23

Kerangka Konsep 25

Metode Penelitian 26

Jenis Penelitian 26

Lokasi dan Waktu Penelitian 26

Populasi dan Sampel 26

Variabel dan Definisi Operasional 28

Metode Pengumpulan Data 33

Metode Pengukuran 43

Metode Analisis Data 34

Hasil Penelitian 35

Gambaran Umum Puskesamas Kota Matsum 35

Analisi Univariat 38

Kejadian ISPA 38

Deskripsi Karakteritik Baduta 39

Deskripsi karakteristik faktor ibu 40

Deskripsi karakteristik faktor perilaku 42

Analisi Bivariat 44

Hubungan antara umur dengan ISPA 44

Hubungan antara berat badan lahir dengan ISPA 44

Hubungan antara status gizi dengan ISPA 45

Hubungan antara ASI eksklusif dengan ISPA 46

Hubungan antara status imunisasi dengan ISPA 47

Hubungan antara pendidikan ibu dengan ISPA 47

Hubungan antara pekerjaan ibu dengan ISPA 48

Hubungan antara faktor perilaku dengan ISPA 49

Pembahasan 50

Proporsi Kejadian ISPA pada Baduta 51

Hubungan Antara Umur dengan ISPA 52

Hubungan Antara Berat Badan Lahir dengan ISPA 52

Hubungan Antara Status Gizi dengan ISPA 53

Hubungan Antara ASI Eksklusif dengan ISPA 55

Hubungan Antara Status Imunisasi dengan ISPA 56

Hubungan Antara Pendidikan Ibu dengan ISPA 68

Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dengan ISPA 60

Hubungan Antara Faktor Perilaku dengan ISPA 61

Keterbatasan Penelitian 63

Kesimpulan dan Saran 64

Kesimpulan 64

Saran 65

Universitas Sumatera Utara

Page 13: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

xi

Daftar Pustaka 66

Lampiran 70

Universitas Sumatera Utara

Page 14: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

xii

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Kelompok Mikroorganisme PenyebabISPA 8

2 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Faktor Inang dan Lingkungan 9

3 Metode Pengukuran 33

4 Distribusi Prevalensi Baduta Berdasarkan Kejadian ISPA di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 38

5 Distribusi Prevalensi Baduta Berdasarkan Wilayah Posyandu di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 38

6 Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 39

7 Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor

Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 40

8 Distribusi Proporsi KejadianISPA Berdasarkan Pendidikan Ibu dengan

Perilaku di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun

2020 41

9 Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor

Perilaku di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun

2020 42

10 Tabulasi Silang Antara Umur dengan Kejadian ISPA pada Baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 44

11 Tabulasi Silang Antara Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 45

12 Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Baduta

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 45

13 Tabulasi Silang Antara Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA

pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun

2020 46

14 Tabulasi Silang Antara Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 47

Universitas Sumatera Utara

Page 15: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

xiii

15 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 48

16 Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 48

17 Tabulasi Silang Antara Faktor Perilaku dengan Kejadian ISPA pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 49

Universitas Sumatera Utara

Page 16: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

xiv

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Klasifikasi ISPA berdasarkan lokasi anatomi 9

2 Landasan teori 24

3 Kerangka konsep 25

4 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 35

5 Puskesmas Kota Matsum 36

6 Diagram pie distribusi proporsi kejadian ISPA pada Baduta di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Matsum 50

7 Diagram bar hubungan antara umur dengan kejadian ISPA pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 51

8 Diagram bar hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA

pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 52

9 Diagram bar hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 54

10 Diagram bar hubungan antara status status ASI Eksklusif dengan

kejadian ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 55

11 Diagram bar hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA

pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 57

12 Diagram bar hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA

pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 59

13 Diagram bar hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada

Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 60

14 Diagram bar hubungan antara faktor perilaku dengan kejadian ISPA

pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum 61

Universitas Sumatera Utara

Page 17: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

xv

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner 70

2 Master Data 72

3 Output Analis DATA 77

4 Surat Izin Penelitian 89

5 Surat Selesai Penelitian 90

6 Planing of Action(POA) 91

Universitas Sumatera Utara

Page 18: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

xvi

Daftar Istilah

AKABA Angka Kematian Balita

AKB Angka Kematian Bayi

AKN Angka Kematian Neonatal

ARI Acute Respiratory Infection

ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut

ISPaA Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut

ISPbA Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut

RP Ratio Prevalensi

UNICEF United Nations Emergency Children’s Fund

WHO World Health Organization

Universitas Sumatera Utara

Page 19: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

xvii

Riwayat Hidup

Penulis bernama Dwi Putri Juliana Purba berumu 23 tahun, dilahirkan di

Garoga pada tanggal 8 Juli 1997. Penulis beragama Kristen Protestan, anak ke

lima dari enam bersaudara dari pasangan Bapak M. Purba dan Ibu R. Situmeang.

Pendidikan formal dimulai di SDN 173215 Garoga Tahun 2004-2010.

Pendidikan sekolah menengah di SMPN 1 Garoga Tahun 2010-2013, sekolah

menengah atas di SMAN 3 Tarutung Tahun 2013-2016, selanjutnya penulis

melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari 2021

Dwi Putri Juliana Purba

Universitas Sumatera Utara

Page 20: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

1

Pendahuluan

Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat, salah

satu penyakit infeksi tersebut adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA). Penyakit ini dapat terjadi pada organ pernapasan, dari telinga tengah ke

hidung dan ke paru-paru. Sebagian besar penyakit ISPA mengakibatkan penyakit

ringan, seperti flu yang rentan pada anak-anak dan infeksi salurat pernapasan yang

berat seperti pneumonia dapat mengakibatkan kondisi yang parah, terutama ketika

orang yang terinfeksi penyakit ini disertai dengan penyakit lain seperti diare atau

malaria. Pneumonia merupakan salah satu bagian dari Infeksi Saluran Pernapasan

Bawah Akut (ISPbA) yang serius dan sering terjadi pada anak. Penyakit ISPA

merupakan penyakit endemik dan salah satu penyakit menular yang tersebar di

sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia dan menjadi masalah yang

sangat penting (World Health Organization [WHO] 2008).

Pada periode bayi terutama periode neonatal adalah waktu yang paling

rentan untuk kelangsungan hidup anak. Secara global pada tahun, angka kematian

bayi baru lahir sebesar 2,5 juta dan 1,5 juta kematian pada bayi. Angka kematian

balita yaitu sebesar 39 kematian per 1.000 kelahiran hidup, pada bayi 11 per 1.000

bayi dan angka kematian neonatal adalah 18 per 1.000 kelahiran hidup, penyebab

kematian tertinggi pada balita disebabkan oleh penyakit pneumonia (12%), diare

(8%) sedangkan penyebab kematian pada neonatal paling tertinggi desebakan oleh

kelahiran prematur komplikasi dan pneumonia (3%) berada pada posisi ke empat

(United Nations Children Fund [UNICEF], 2019).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

2

Pneumonia membunuh lebih banyak anak daripada penyakit menular

lainnya, merenggut nyawa lebih dari 800.000 anak balita setiap tahun, atau sekitar

2.200 setiap hari. Ini termasuk lebih dari 153.000 bayi baru lahir. Secara global,

ada lebih dari 1.400 kasus pneumonia per 100.000 anak, atau 1 kasus per 71 anak

setiap tahun, dengan insiden terbesar terjadi di Asia Selatan (2.500 kasus per

100.000 anak) dan Afrika Barat dan Tengah (1.620 kasus per 100.000 anak).

Kemajuan dalam mengurangi kematian akibat pneumonia pada anak-anak di

bawah lima tahun secara signifikan lebih lambat daripada penyakit menular

lainnya sejak tahun 2000 kematian balita akibat pneumonia menurun 54 persen

sementara penurunan penyakit diare mencapai 64% (UNICEF, 2019).

ISPA merupakan penyebab kematian nomor empat diantara semua

golongan umur di Amerika Tengah. Dalam penelitian yang dilakukan Tomzyk

dkk ada 4109 kasus ISPA yang diidentifikasi pada anak-anak yang dirawat di

Rumah Sakit Guatemala dan pada anak <2 tahun diperoleh proporsi sebebesar 174

(4%) dan meruapakan kasus yang fatal (Tomczyk dkk,2019).

Untuk mencapai SDGs angka kematian balita (AKB) sebesar 25 kematian

per 1.000 kelahiran hidup harus dilakukan perbaikan gizi buruk dan pengendalian

penyakit beresiko kematian. Menurut WHO, penyakit beresiko kematian tinggi

pada balita disebabkan oleh penyakit ISPA terkhusus pneumonia sehingga

perhatian pemerintah terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal menjadi

penting karena memberi kontribusi pada kematian bayi (SDGs,2016).

Berdasarkan SDKI tahun 2017 menyatakan bahwa Angka Kematian Balita

(AKBA) yaitu 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi

Universitas Sumatera Utara

Page 22: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

3

(AKB) ada 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup yang artinya dari 42 bayi yang

lahir hidup ada 1 bayi yang meninggal, sedangkan pada neonatal angka kematian

neonatal (AKN) yaitu 15 kematian per 1.000 kelahiran hidup hal ini menyiratkan

1 dari 67 anak meninggal dalam bulan pertama kehidupannya. Pada tahun 2015

Indonesia menempati urutan kelima dengan angka kematian balita di negara

Association of Southeast Asian Natios (ASEAN) yaitu 26 kematian per 1.000

kelahiran hidup (Profil Anak Indonesia, 2018).

Salah satu upaya dalam penurunan angka kesakitan dan kematian akibat

dari penyakit ISPA pada balita ditentukan oleh keberhasilan penemuan sedini

mungkin dan tatalaksana ISPA terutama pada penyakit pneumonia pada balita di

pelayanan kesehatan dimana program ini dilakukan bertujuan untuk menemukan

sedini mungkin dan mengobati penderita sampai sembuh sehingga tidak

menimbulkan penyakit ISPA yang lebih parah dan menyebabkan kematian

(Kementrian Kesehatan RI, 2015).

Prevalensi ISPA pada tahun 2018 di Indonesia menurut Diagnosa Tenaga

Kesehatan (dokter, bidan atau perawat) dan gejala yang dialami sebesar 9,3%.

Penyakit ini merupakan infeksi saluran pernapasan akut dengan gejala demam,

batuk kurang dari 2 minggu, pilek/hidung tersumbat dan/atau sakit tenggorokan.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan kementerian kesehatan, provinsi dengan

penderita ISPA tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 15,4%,

dikuti dengan Provinsi Papua 13,1%, Papua Barat sebesar 12,3% dan Sumatera

Utara berada di peringkat tiga puluh dengan prevalensi sebesar 6,8%. Sementara,

penderita ISPA paling sedikit di Jambi yaitu sebesar 5,5%. Prevalensi ISPA pada

Universitas Sumatera Utara

Page 23: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

4

bayi 9,4%, baduta 14,4% dan pada balita 13,5% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA tahun 2018, diperoleh angka

insiden pneumonia per 1.000 balita di Indonesia yaitu sebesar 20,06% angka

insiden ini menurun sebesar 0,50% dibandingkan tahun sebelumnya. Cakupan

penemuan pneumonia pada balita di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami

pergeseran yang fluktuatif namun yang paling signifikan yaitu cakupan

pneumonia dari tahun 2014 yaitu sebesar 29,47%, tahun 2015 sebesar 63,45%,

tahun 2016 sebesar 65,27%, tahun 2017 sebesar 51,19% dan tahun 2018 yaitu

sebesar 56,51%. Pencapaian tersebut masih jauh dari Standar Pelayanan Minimal

(SPM) cakupan penemuan pneumonia yaitu 100%. AKB akibat pneumonia

mengalami penurunan sebesar 0,05% yaitu pada tahun 2015 angka mortalitas

akibat pneumonia yaitu 0,16% sedangkan tahun 2016 sebesar 0,11%, pada tahun

2017 kembali mengalami peningkatan sebesar 0,30 %, dan pada tahun 2018 angka

mortalitas penyakit pneumonia pada balita yaitu 0,08% dan pada bayi yaitu

sebesar 0,16% (Profil Kesehatan Indonesia, 2018).

Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2018 kasus pneumonia ditemukan di

Sumatera Utara sebanyak 5.398 kasus dengan prevalensi 0,39% sedangkan untuk

wilayah Medan prevalensi penderita pneumonia adalah 3,58 % dan merupakan 10

masalah penyakit yang terbesar untuk balita. Berdasarkan Profil Kesehatan

Medan tahun 2019 cakupan penemuan ISPA pada balita yaitu sebesar 23,61 %.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti dari laporan bulanan

P2 ISPA Puskesmas Kota Matsum tahun 2020 penyakit ISPA merupakan

penyakit terbesar selama bulan Januari dan Februari, ditemukan jumlah kasus

Universitas Sumatera Utara

Page 24: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

5

pada bayi yaitu 154 kasus dari 353 bayi dengan insiden rate 43,63%.

Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas

Kota Matsum tahun 2020.

Perumusan Masalah

Belum diketahui faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun

2020.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Menganalisis dan mengetahui faktor yang berhubungan

dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada baduta di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun 2020.

Tujuan khusus. Dalam penelitian ini tujuan khusus adalah sebagai

berikut:

a. Mengetahui distribusi gambaran kasus ISPA pada baduta, berdasarkan Jenis

Kelamin, umur, riwayat ASI ekslusif, status gizi, riwayat imunisasi, dan berat

badan lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun 2020.

b. Mengetahui distribusi gambaran kasus ISPA pada baduta, berdasarkan

demografi ibu (pendidikan, pekerjaan) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Matsum tahun 2020.

c. Mengetahui distribusi gambaran kasus ISPA pada baduta, berdasarkan faktor

perilaku responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsumtahun 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

6

d. Mengetahui hubungan faktor baduta (umur, riwayat ASI ekslusif, status gizi,

riwayat imunisasi, berat badan lahir) dengan kejadian ISPA pada baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun 2020.

e. Mengetahui hubungan demografi ibu (pendidikan, pekerjaan) dengan

kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun

2020.

f. Mengetahui hubungan faktor perilaku responden dengan kejadian ISPA pada

baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun 2020.

Manfaat Penelitian

a. Sebagaibahanmembuatinformasidalammembuatkebijakan

untukmenyusunperencananpenanggulanganpenyakitInfeksiSaluranPernafasan

Akut (ISPA) di wilayahkerja puskesmasKota Matsum.

b. Sebagaisaranauntukmenambahwawasandanpengetahuanpenulisterutama yang

berhubungandenganpenelitian yang dilakukanpenulis.

c. Sebagaibahanreferensibagipenulis lain

dalamrangkamengembangkanIlmuKesehatanMasyarakatterkhususpenyakitInf

eksiSaluranPernafasanAkut (ISPA).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

7

Tinjauan Pustaka

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang

diadaptasi bahasa inggris yaitu Acute Respiratory Infection (ARI) merupakan

penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang dapat menimbulkan berbagai

spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan

sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen

penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO , 2007).

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi yang mengganggu

proses pernafasan seseorang. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh virus yang

menyerang hidung, trakea (pipa pernafasan), hingga paru-paru (Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia [PDPI], 2017).

Etiologi ISPA

Penyakit ISPA merupakan infeki lebih dari 300 jenis berbagai

mikroorganisme seperti virus, bakteri, ritcketsia dan jamur. Virus yang dapat

menyebabkan ISPA yaitu golongan mikrovirus (virus influenza A, virus influenza

B). Bakteri yang dapat menyebabakan ISPA yaitu Sterptokokus hemlitikus,

Stafilokokus, pneumokokus, hemofils influenza, bordetella pertusis dan

karinebakterium diffteria.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

8

Tabel 1

Kelompok Mikroorganisme Penyebab ISPA (Alsafaga & mukty, 2005)

Group Penyebab Tipe ISPA

Bakteri Streptokokus pneumonia pneumonia bacterial

Streptokokus piogenes

Stafilokokus aureus

Klebsiela pneumonia

Eserikia koli

Yersinia pestis

Legionnaires bacillus Legionnaires disease

Aktinomisetes A. isreli Aktinomikosis

pulmonal

Nokardia asteroides Nokardiosis pulmonal

Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis

Histoplasma kapsulatum Hitoplamosis

Blastomises dermatitidis Blastomikosis

Aspergilus Aspergilosis

Fikomisetes Mukormikosis

Riketsia Koksiela burnetti Q fever

Klamidia Klamidia psittaci Psitakosis

Ornitosis

Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasma

Virus Influenza virus

Respiratory syncytial

adenovirus

Pneumonia viral

Protozoa Pneumosistis karinii Pneumonia

pneumosistis

(pneumonia plasma sel)

Klasifikasi ISPA

Klasifikasi ISPA berdasarkan lokasi anatomi. Klasifikasi ISPA

berdasarkan lokasi anatomi tubuh, ISPA dibagi menjadi dua (simoes dkk, 2006) :

Infeksi saluran pernapasan atas akut (ISPaA).Infeksi Saluran

Pernapasan Atas Akut (ISPaA) terdiri dari saluran udara dari lubang hidung ke

pita suara di laring, termasuk sinus paranasal dan telinga tengah. Infeksi menurut

klasifikasi ini merupakan penyakit menular umum seperti rinitis (flu biasa),

Universitas Sumatera Utara

Page 28: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

9

sinusitis, infeksi telinga, fharingitis akut atau radang amandel, epiglottitis, dan

radang tenggorokan, dimana infeksi telinga dan fharingitis menyebabkan

komplikasi yang lebih parah (tuli dan demam rematik akut).

Infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPbA). Infeksi Saluran

Pernapasan Bawah Akut (ISPaA) mencakup kelanjutan saluran udara dari trakea

dan bronkus ke bronkolus dan alveolus. Infeksi saluran pernapasan bawah akut

yang umum terjadi pada anak-anak adalah pneumonia dan bronchiolitis. Sebagian

besar ISPbA memiliki etiologi virus. Akun Rhinovirus untuk 25 hingga 30 persen

dari ISPbA virus pernapasan syncytial (RSVs), parainfluenza dan virus influenza,

metapneumovirus manusia, dan adenovirus sebesar 25 hingga 35 persen; virus

korona sebesar 10 persen dan virus yang tidak dikenal untuk selebihnya

Gambar 1. Klasifikasi ISPA berdasarkan lokasi anatomi

Klasifikasi ISPA berdasarakan gejala. Adapun pengelompokan ISPA

berdasarkan gejala – gejala klinis yang timbul yang telah ditetapkan dalam

lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988 yaitu:

ISPA ringan. ditemukan gejala Batuk atau Pilek dengan atau tanpa

demam.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

10

ISPA sedang. Ditandai dengan gejala ISPA ringan ditambah satu atau

lebih gejala yaitu:

a. Bernapas dengan cepat

b. Umur 1-4 tahun : 40 kali/ menit atau lebih

c. Napas menciut – ciut

d. Sakit atau terdapat cairan yang keluar dari telinga

e. Ditemukan bercak kemerahan di kulit (pada bayi)

ISPA berat. Terdapat gejala sedang atau ringan dengan satu atau lebih

gejala yaitu:

a. Pada waktu pernapasan inspirasi terdapat penarikan sela iga kedalam

b. Menurunnya kesadaran dari penderita

c. Bibir/ kulit berwarna kebiruan dan pucat

d. Pada waktu tidur mengalami engaami stridor (napas ngorok)

e. Terdapat selaput membran difteri

Klasifikasi ISPA berdasarkan faktor inang dan lingkungan.

Klasifikasi ini merupakan klasifikasi yang lazim digunakan dan bertujuan

membantu pelaksanaan terapi pneumonia secara empirik (Zul dahlan, 2014).

Tabel 2

Klasifikkasi Pneumonia Berdasarkan Faktor Inang dan Lingkungan

Pneumonia komunitas Sporadis atau endemik; muda atau orang

tua

Pneumonia nosokomial Didahului perawatan di RS

Pneumonia requrens Terjadi berulang kali; berdasarkan

penyakit paru kronik

Pneumonia aspirasi Alkoholik; usia tua

Pneumonia pada ganggguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

Universitas Sumatera Utara

Page 30: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

11

Klasifikasi ISPA berdasarkan umur. Berdasrakan Pola tatalaksana

Penderita ISPA Ditjen PP dan PL (2011), pneumonia di golongkan berdasarkan

dua golongan umur yaitu

Klasifikasi pneumonia umur < 2 bulan. Klasifikasi pneumonia

berdasarkan umur < 2 bulan:

Pneumonia. bernapas dengan cepat, frekuensi denyut nadi pernapasan

yaitu ≥ 60 kali, atau ada tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke

dalam.

Bukan pneumonia. batuk pilek biasa, tidak ditemukan tarikan yang kuat

pada dinding dada bagian bawah ke dalam.

Klasifikasi pnumonia umur 2 bulan - < 5 tahun. Klasifikasi pneumonia

berdasarkan umur 2 bulan - < 5 tahun:

Pneumonia berat. Gejala yang dapat dialami yaitu ada nya tarikan yang

kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam disertai dengan sesak nafas.

Pneumonia. Ditemukan gejala nafas cepat, tidak ada tarikan yang kuat

pada dinding dada.

Bukan pneumonia. Batuk yang tidak menunjukkan adanya peningkatan

frekuensi nafas, tidakk ada gejala tarikan yang kuat pada dinding dada bagian

bawah ke dalam.

Gejala ISPA

Gejala umum yang dialami oleh penderita ISPA yaitu jika terdapat satu

atau lebih gejala berikut bayi tidak dapat minum, ada kejang, adanya penurunan

kesadaran bayi, terjadi stridor, bayi dengan gejala ISPA akan mengalami gizi

Universitas Sumatera Utara

Page 31: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

12

buruk,bayi mengalami demam atau dingin.

Epidemiologi Penyakit ISPA

Distribusi penyakit ISPA. Distribusi penyakit ISPA terdiri dari tiga yaitu

berdasarakan orang, tempat dan waktu:

Distribusi dan frekuensi ISPA berdasarkan orang.Penyakit Saluran

Napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh

dunia dengan angka kematian empat juta orang, 98% setiap tahunnya disebabkan

oleh ISPbA terutama penyakit pneumonia. Penyakit pneumonia merupakan

penyakit infeksi saluran pernapasan yang serius pada usia bayi, balita, dan orang

lanjut usia kerena tingkat mortalitas yang sangat tinggi dan dibutuhkan suatu

gerakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan akibat dari penyakit ini

(WHO,2007).

Dari hasil riskesdas tahun 2018 prevalensi kejadian ISPA berdasarkan

kelompok umur yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat atau

bidan) yang paling tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 8%

diikuti kelompok umur <1 tahun yaitu sebesar 7,4%, kelompok umur 75+ tahun

sebesar 5,4%, kelompok umur 65-74 tahun sebesar 5% sedangkan berdasarkan

berdasarkan kelompok umur yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan (dokter,

perawat atau bidan) atau gejala yang pernah dialami oleh ART yang paling

tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 13,7% diikuti kelompok

umur 5-14 tahun yaitu sebesar 10,6%, kelompok umur 65-74 tahun sebesar 9,6%

dan kelompok umur <1 tahun yaitu sebesar 9,4%. Berdasarkan jenis kelamin

menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan kejadian ISPA pada laki-laki lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara

Page 32: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

13

yaitu sebesar 8,1% sementara perempuan 7,5% dan menurut diagnosis tenaga

kesehatan atau gejala yang pernah dialami oleh ART kejadian ISPA juga lebih

tinggi pada laki-laki yaitu sebesar 13,2% sementara perempuan 12,4%.

Distribusi dan frekuensi ISPA berdasarkan tempat. Menurut UNICEF

dan WHO pada tahun 2006 hampir semua kematian akibat pneumonia (99,9%),

terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Jumlah

kematian mencapai 1.022.000 kasus per tahun terjadi di daerah Sub Sahara dan

702.000 kasus per tahun terjadi di Asia Selatan. Diperkirakan setiap tahun lebih

dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara berkembang. Menurut laporan

WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia ditemukan di wilayah Asia Tenggara dan

Sub-Sahara Afrika.

prevalensi ISPbA pada balita dari 28 negara Afrika sub-Sahara. Prevalensi

ISPbA keseluruhan untuk semua negara adalah sebesar 25,3%. Lima negara

dengan prevalensi ISPbA tertinggi adalah Kongo (39,8%), Gabon (38,1%),

Lesotho (35,2%), Tanzania (35,2%) dan Zambia (34,2%). Negara-negara yang

mencatat prevalensi paling sedikit adalah Kamerun (11,5%) dan Togo (7,4%)

(Seidu dkk, 2016).

Berdasarkan hasil survei oleh diagnosis yang dilakukan tenaga kesehatan,

prevalensi kejadian ISPA terjadi lebih tinggi pada daerah pedesaan yaitu sebesar

8,1% sementara di daerah perkotaan yaitu sebesar 7,6% begitu juga berdasarkan

diagnosis oleh tenaga kesehatan atau gejala yang pernah dialami oleh ART

kejadian ISPA lebih tinggi terjadi pada daerah pedesaan yaitu 12,9% sementara

perkotaan yaitu sebesar 12,8 %.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

14

Distribusi dan frekuensi ISPA berdasarkan waktu (Time).Prevalensi

penyakit menular seperti ISPA pada tahun 2018 mengalami penurunan jika

dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. Prevalensi ISPA berdasarakan

diagnosa tenaga kesehatan turun dari 13,8% menjadi 4,4% dan juga prevalensi

ISPA berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan gejala turun dari 25% menjadi

9,3 % (Kemenkes, 2018).

Cakupan penemuan pneumonia pada balita di Indonesia tahun 2014 yaitu

sebesar 29,47% dan tahun 2015 sebesar 63,45% pada perode tahun ini

peningkatan terjadi sebesar 33,98% dan pada tahun ini merupakan kejadian

peningkatan terbesar jika dibanding tahun setelahnya , pada tahun 2016 sebesar

65,27%, tahun 2017 sebesar 51,19% dan cakupan pada tahun 2018 yaitu sebesar

56,51%. Pencapaian tersebut masih jauh dari Standar Pelayanan Minimal (SPM)

yaitu 100% (Profil Kesehata Indonesia, 2018).

Determinan penyakit ISPA. Determinan penyakit ISPA merupakan

faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA baik faktor bibit penyakit,

pejamu, lingkunangan dan perilaku.

Faktor bibit penyaki (Agent). Penyebab utama infeksi saluran pernapasan

bawah adalah Bakteri, dan Streptococcus pneumoniae di banyak negara

merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit

yang disebabkan oleh bakteri. Namun demikian, patogen yang paling sering

menyebabkan ISPA adalah virus, atau infeksi gabungan antara virus dan bakteri

(WHO, 2007).

Faktor pejamu (Host). Faktor pejamu adalah faktor yang berkaitan

Universitas Sumatera Utara

Page 34: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

15

dengan manusia yang dapat mempengaruhi imbulnya suatu penyakit.

Umur. Golongan umur yang memiliki resiko tingggi mengalami penyakit

ISPA dan resiko tertular adalah golongan umur dengan umur anak anak usia <5

tahun yaitu anak-anak yang memiliki daya tahan tubuh lemah dan imunisasi yang

tidak lengap (Najmah, 2016).

Berdasarkan hasil analisis penelitian sebelumnya untuk variable umur

diperoleh nilai p sebesar 0,013 (p<0,05) yang artinya terdapat hubungan

signifikan antara karakteristik umur dengan kasus ISPA pada anak balita di Desa

Tumapel Kabupaten Mojokerto Frekuensi penderita ISPA pada umur 1-2 tahun

sebesar 26,0%, 2-3 tahun 14%, 3-4 tahun 22% dan 4-5 tahun 10% ( Putri &

Adriyani, 2017).

Berat badan lahir. Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan

dengan bayi yang memiliki berat badan lahir normal. Bayi dengan kasus BBLR

dapat mengalami gangguan pada pernapasan, ganggguan hati, dan kerusakan saraf

(Ronald, 2011).

Status gizi. ISPA banyak terjadi pada anak karena sistem kekebalan

tubuhnya masih rendah, pada usia anak belum membentuk kekebalan terhadap

banyak virus yang dapat menyebabkan pilek. Di Indonesia, kejadian batuk dan

pilek pada balita diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti rata-rata

seorang balita mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.

ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru-paru) sering terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

Page 35: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

16

anak, terutama yang kekurangan gizi dan tinggal di lingkungan yang tidak sehat

(PDPI, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian Gainau, Rantetampang, Pongtiku, dan

Mallongi (2018) diperoleh nilai p = 0,000 <0,05. Ini berarti ada hubungan antara

status gizi anak balita ISPA pada bayi di Puskesmas Timika Jaya. Hasil uji rasio

prevalensi (RP) = 5,471; CI 95% = (3.022 - 9.904) yang berarti bahwa status gizi

anak-anak di bawah lima tahun lebih kecil kemungkinannya menderita ISPA

5.471 kali lebih tinggi daripada balita dengan status gizi yang baik.

Status ASI eksklusif.Asi Eksklusif adalahbayi hanya mendapat ASI mulai

dari pertama kehidupan sampai usia 6 bulan tanpa adanya makanan dan cairan

tambahan.

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi balita, terutama

baduta yang berusia 0-6 bulan, yang manfaatnya tidak dapat tergantikan oleh

makanan dan minuman apapun karena dalam ASI terdapat zat-zat kekebalan yang

membantu mencegah alergi semasa bayi. Pemberian ASI merupakan pemenuhan

hak bagi setiap ibu dan anak. Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif dan pola

asuh yang tepat akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah

sakit. Selain itu, Pemberian ASI mampu mempererat ikatan emosional antara ibu

dan anak dan ASI Eksklusif dapat menurunkan angka kematian karena infeksi

sebanyak 88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan (Kementerian Kesehatan RI,

2018).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Medhyna (2016) Pada penelitian

ini diperoleh nilai p = 0,001 artinya terdapat hubungan antara status menyusui

Universitas Sumatera Utara

Page 36: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

17

dengan kejadian ISPA pada bayi berumu 4-6 bulan di wilayah kerja puskesmas

kabupaten pasaman.

Status imunisasi.Kegiatan imunisasi merupakan salah satu upaya yang

paling cost effective dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dimana melalui kegiatan ini

diharapakan akan berdampak pada penurunan angka mortalitas bayi dan balita

(Kementerian Kesehatan, 2013). Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi, iminusiasi yang dapat mencegah ISPA

yaitu imunisasi campak yang diberikan untuk mencegah penyakit campak yang

dapat mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak.

Imunisasi campak diberikan pada bayi berumur 9 bulan dan

imunisasi DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni Difteri,

Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis

(radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib, imunisasi ini deberi

sebanyak 3 kali yaitu pada saat umur bayi 2 bulan ,3 bulan, dan 4 bulan

(Kemenkes RI 2018).

Hasil analisis penelitian dari Iswari, Nurhidayah, dan Hendrawati tahun

2016 bahwa imunisasi DPT-HB-HIB yang tidak lengkap dengan pneumonia

sebesar 37,8% dan pada kelompok yang tidak pneumonia yaitu sebesar 13,3%.

Hasil uji statistik nilai p 0,016 (p<0,05), dari hasil tersebut dapat disimpulkan ada

hubungan signifikan antara status imunisasi DPT-HB-HIB dengan pneumonia

pada balita. Analisis hubungan kedua variabel diperoleh OR=3,946 (95%; CI

1,38-11,27), artinya balita yang memperoleh imunisasi DPT-HB-HIB tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 37: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

18

lengkap berisiko 3,946 kali menderita pneumonia dibandingkan dengan balita

yang diberikan imunisasi DPT-HB-HIB secara lengkap.

Faktor perilaku. Faktor perilaku merupakan faktor yang yang berpengaruh

terhadap kejadian suatu penyakit dimana kecenderung untuk bertindak dan

bagaimana persepsi seseorang untuk merespon lingkungan sekitarnya.

Pengunaan anti nyamuk. Penggunaan obat nyamuk bakar dalam jangka

panjang sangat berpengaruh bagi kesehatan, terutama risiko terjadinya gangguan

saluran pernafasan. Terlebih lagi, paparan obat nyamuk tersebut akan jauh lebih

cepat berdampak jika mengenai balita, karena pada usia tersebut mereka belum

memiliki serabut-serabut silia dalam saluran pernafasan yang kokoh seperti pada

orang dewasa, sehingga proses akumulasi dan pengendapan zat-zat asing yang

masuk ke dalam saluran pernafasan menjadi lebih singkat dibandingkan dengan

waktu akumulasi pada orang dewasa. Dampak buruknya, bahan-bahan toksin

tersebut dapat menembus hingga ke jaringan paru-paru dan alveoli. Pestisida yang

terdapat pada obat nyamuk bakar mengandung zat kimia sintetik aktif seperti

metofletrin, allethrin, transflutrin, pralethrin, bioallethrin, dan esbiothrin.

Kebiasaan merokok. Tiga bahan utama rokok itu memiliki dampak negatif

bagi kesehatan adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Asap rokok

meningkatkan risiko mengembangkan penyakit saluran pernapasan pada anak-

anak. Pada wanita hamil asap rokok dapat menyebabkan komplikasi kehamilan

dan berat badan lahir rendah. Perokok pasif menyebabkan lebih dari 1,2 juta

kematian prematur per tahun. 65.000 anak meninggal setiap tahun karena penyakit

yang disebabkan oleh perokok pasif (WHO, 2019).

Universitas Sumatera Utara

Page 38: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

19

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pangestiaka (2014) diperoleh

bahwa risiko anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah

dengan balita menderita ISPA adalah 3,05 kali lebih besar dibanding balita yang

menderita ISPA dari keluarga yang tidak memiliki kebiasaan merokok di dalam

rumah terjadinya ISPA pada balita akibat dari perilaku merokok anggota keluarga

di dalam rumah (95 % Confidence Interval (CI): 1,05-8,84) dengan nilai p =

0,037 (p<0,005).

Kebiasaan membersikan rumah.Berdasarakan penelitian yang dilakukan

oleh Wulandhany & Purnamasari tahun 2015 Kebiasaan membersihkan rumah

mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA. Besarnya risiko

untuk terkena ISPA dapat dilihat dengan nilai OR = 1,228 yang artinya rumah

yang jarang dibersihkan memiliki risiko terkena ISPA sebesar 1,228 kali lebih

besar dibandingkan dengan rumah yang dibersihkan dalam hal ini peneliti sudah

memiliki kebiasaan membersihkan rumah dari debu dengan melap perabotan

rumah, menyapu dan mengepel, tetapi hal ini masih saja membuat debu dapat

masuk ke dalam rumah dikarenakan kendaraan yang melintas disekitar rumah.

Pencegahan Penyakit ISPA

Pencegahan tingkat pertama. Pencegahan tingkatan pertama adalah

upaya yang dilakukan agar masayarakat (penjamu) tidak terjangkit penyakit ISPA.

Upaya yang dapat dilakukann yaitu: (Purnama,2016)

a. Penyuluhan dan sosialisasi kesehatan tentang ISPA yang sasarannya

diutamakan pada ibu.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

20

b. Menjaga keadaan gizi bayi agar tetap baik melalui pemeberian ASI

Eksklusif, pemberian makanan yang bergizi pemberian mikronutrient

tambahan seperti zink, zat besi yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

c. Imunisasi lengkap agar daya tahan tubuh bayi terjaga dengan baik.

d. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan dengan melakukan Pola

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

e. Menjaga diri dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) ketika

melakukan kontak dengan penderita ISPA dan lingkungan yang dapat

menimbulkan resiko penyakit ISPA.

f. Pengelolaan kasus yang disempurnakan

Pencegahan tingkat kedua. Merupakan upaya pencegahan yang

disasarkan pada penderita atau dicurigai menderita (suspek) atau tercancam

menderita (masa tunas) penyakit ISPA adapun tujuan upaya penecgahan yaitu

diagnosis dini.

Diagnosis dini. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh pelayan kesehatan

seperti doter, bidan taupun perawat yatitu dengan melakukan observasi terhapat

tubuh pasien, dengan memperhatikan hal berikut :

a. Adanya proses inpeksi yang ditandai dengan gejala demam (peningkatan

suhu tubuh)

b. Anoreksia yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan seharusnya

c. Ditemukan infeksi penekanan imun yang merupakan resiko tingggi penularan

infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahan sekunder

Berikut merupakan pengenalan dini, isolasi, pelaporan, dan pengawasan

Universitas Sumatera Utara

Page 40: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

21

episode ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran (SARS, sub tipe baru yang

menyebabkan influenza termasuk flu burung pada manusia, pes baru, wabah skala

besar atau wabah dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi disebabakan oleh

agen ISPA baru) kesehatan masyarakat internasional yaitu dengan

memerhatiakan hal berikut:

a. Tanda-tanda epidemiologis: Adanya Indikasi yang dapat menimbulkan

kewaspadaan sehingga memerlukankan isolasi meliputi adanya riwayat

perjalanan pasien ke negara-negara di mana terdapat pasien yang diketahui

menderita ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran pada masa inkubasi

yang diketahui atau diduga, kemungkinan pajanan di tempat kerja terhadap

patogen atau agen baru yang menyebabkan ISPA yang dapat menimbulkan

kekhawatiran, dan kontak tanpa pelindung dengan pasien ISPA yang dapat

menimbulkan kekhawatiran dalam masa inkubasi yang diketahui atau diduga,

atau menjadi bagian dari kelompok pasien ISPA dengan penyebab yang

belum diketahui yang menular dengan cepat. Indikasi yang terakhir meliputi

pajanan terhadap anggota keluarga yang menderita ISPA. Untuk agen baru,

tanda-tanda epidemiologis bisa berubah bila diperoleh informasi baru.

b. Tanda-tanda klinis: Semua pasien yang menderita atau meninggal akibat

penyakit pernapasan disertai demam akut parah yang belum diketahui

penyebabnya (misalnya, demam >38°C, batuk, sesak napas), atau penyakit

parah lainnya yang belum diketahui penyebabnya (misalnya, ensefalopati atau

diare), dengan riwayat pajanan yang sesuai dengan ISPA.

Pencegahan tingkat ketiga. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 41: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

22

dalam pencegahan tersier untuk menekan angka mortalitas pada bayi yang

dikibatkan oleh penyakit ISPA melalui upaya pengobatan yang dilakukan

dibedakan menjadi :

Pneumonia sangat berat. Perawatan dilakukan di rumah sakit,

memberikan oksigen terapi antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara

intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada bayi terjadi perbaikan setelah 3 - 5 hari,

pemberian obat diubah menjadi kloramfenikol oral, lakukan penobatan pada

gejala demam dan mengi, melakukan perawatan yang suportif, hati-hati dengan

pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.

Pneumonia berat. Rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik

dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling

sedikit selama 3 hari, obati demam dan mengi, perawatan suportif, hati-hati pada

pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.

Pneumonia. Melakukan terapi atau diberi obat antibiotik dengan

memberikan kotrimoksazol olar jika keadaan bayi tetap atau tidak menunnjukkan

keadaan membaik atau kondisi bayi tidak memungkinkan diberi antibiotik ini

maka dapat diberi antibiotik penggganti seperti , Ampisilin, Amoksilin Oral, atau

suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, dan pelayan kesehatan harus

memberikan nasihat kepada ibu yang melakukan perawatan di rumah, obati

demam dan mengi, nilai ulang setelah 2 hari.

Bukan pneumonia (batuk atau pilek). Perawatan dilakukan di rumah,

tidak perlu memberikan antibiotik, berikan obat tradisional atau obat batuk lain

yang tidak mengndung zat kodein, Dekstrometorfan, dan Antihistamin untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 42: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

23

mengobati gejala batuk, berikan Paracetamol untuk menurunkan demam bayi,

dan pelayan kesehatan harus memberikan nasihat kepada ibu yang melakukan

perawatan di rumah.

Landasan teori

Menurut teori Blum tahun 1986 ada empat faktor yang mempengaruhi

derajat kesehatan masyarkat/seseorang yaitu :

Lingkungan. Lingkungan mencakup lingkungan fisik dan sosiokultur

(pendidikan, ekonomi, budaya, dll). Lingkungan fisik akan mempengaruhi

kesehatan yaitu kualitas sanitasi lingkunganyang buruk merupakan sumber

penyakit bagi manusia

Perilaku. Gaya hidup yang baik atau tidak akan memepengaruhi status

deraja kesehatan seperti kebiasan merokok, pola makan, dll.

Genetik. Genetik merupakan faktor dibawa sejak lahir dan tidak dapat

diubaah.

Pelayan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang paripurna dan integratif

Pelayanan pencegahan terhadap penyakit, pemulihan kesehatan, pengobatan dan

keperawatan, dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan dipengaruhi

oleh keberadaan pelayan kesehatan semakin cepat masyarakat dapat memperoleh

pelayan kesehatan maka status derajat kesehatan semakin baik, ketepatan program

yang dicanangkan sesuai dengan kondisi masyarakat. Semakin mudah masyarakat

menjangkau pelayanan kesehatan maka semakin baik derajat kesehatan

masyarakatnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

24

Gambar 2.Landasan teori

Sumber : Modifikasi dari; teori blum 1974 dalam Tribowo & Pusphandani 2015,

hasan 2012, depkes RI 2009.

ISPA pada

Bayi Pelayanan

Kesehatan

Sarana pelayanan

yang memadai

Akses yang

terjangkau

Sikap, tindakan, dan

pengetahuan pelayan

kesehatan

Lingkungan kimia

Racun

logam(Pb,Mn)

Debu

Abu

Gas organik

Gas anorganik

Lingkungan Fisik

Ventilasi

Jenis lantai

Jenis dinding

Jenis atap

Suhu

Kelembapan

Pencahayaan

Kebisingan

Radiasi

Getaran

Kepadatan hunian

Lingkungan

Biologis

Virus

Bakteri

Jamur

Protozoa

Faktor Lingkungan

Faktor perilaku

Kebiasaan merokok

Pengunaan kayu

bakar

Membuka jendela

Penggunaan anti

nyamuk bakar

Kegiatan

membersikan rumah

faktor ibu

Pendidikan

pekerjaan

Faktor bayi

Umur

Berat badan lahir

Jenis kelamin

Status ASI Eksklusif

Status imunisasi

Status gizi

Saluran Pernapasan Genetik

Kelainan paru

Universitas Sumatera Utara

Page 44: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

25

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

\

Gambar 3.Kerangka konsep penelitian

Faktor baduta

Umur

Berat Badan Lahir

Status gizi

Status ASI Eksklusif

Status Imunisasi

Faktor ibu

Pendidikan

pekerjaan

Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan

Atas Akut pada

Baduta

Faktor perilaku

(Menggunakan anti

nyamuk, merokok dalam

rumah, menggunakan

kompor minyak,

menyapu

rumah,mengepellantai

rumah, menjemur kasur

dan bantal, membka

jendela)

Universitas Sumatera Utara

Page 45: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

26

Metode Peneltian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif

dengan jenis desain penelitian cross sectional.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi. Lokasi dalam Penelitian ini dilakasanakan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area.

Waktu. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 –

Oktober 2020.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh baduta yang ada di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum dan sampel dalam penelitian ini adalah

sebagian dari baduta yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

tahun 2020. Perhitungan Besar sampel dihitung berdasarkan uji hipotesis untuk

dua proporsi menurut Lemeshow (1997) yaitu seagai berikut :

n=

√ ( ) √( ( )

( )

keterangan :

n = besar sampel minimal

= Nilai distribusi normal baku pada CI 95% (5%=1,96)

= Nilai distribusi normal baku pada CI 90% (10%=1,28)

P0 = proporsi penderita ISPA pada baduta berdasarkan penelitian (59,6%)

Universitas Sumatera Utara

Page 46: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

27

Pa = taksiran proporsi sesungguhnya

P0-pa = taksiran selisih proporsi (15%)

n = √ ( ) √ ( )

= ( )

= ( )

= 102,549

Hasil : besar sampel minimum dalam penelitian ini adalah 103 responden

Teknik pengambilan sampel. Cara pengambilan sampel pada penelitian

ini yaitu dilakukan dengan menggunakan purposive samplingdimana

pengambilan anggota sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan ekslusi, peneliti

mendatangangi posyandu yang berada di Lingkungan Wilayah Kerja Puskesmas

Kota Matsum dan mengambil sampel berurutan berdasarkan waktu pelaksanaan

kegiatan posyandu yang telah ditetapkan oleh petugas puskesmas di setiap

lingkungan dimana responden langsung diwawancarai setelah baduta melakukan

pengukuran BB,TB dan imunisasi sampai jumlah sampel terpenuhi, responden

yang diwawancarai peneliti yaitu orang yang sedang berada dengan baduta dan

mengetahui informasi tentang baduta seperti ibu, ayah, nenek ataupun keluarga

lainnya.

Kriterian inklusi dalam menetapkan anggota sampeldalam penelitian ini

yaitu sebagai berikut:

a. Tempat tinggal responden berada di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

b. Responden bersedia untuk dijadikan sebagai sampel

Universitas Sumatera Utara

Page 47: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

28

Kriteria eksklusi dalam menetapkan anggta sampel dalama penelitian ini

yaitu sebagai berikut:

a. Responden dalam keadaan tidak memungkinkan untuk di wawancarai

b. Baduta menderita penyakit berat yang meningkatkan risiko ISPA seperti

diare, malaria, jantung, dan ginjal

Variabel dan Definisi Operational

Variabel Dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA)

Variabel Independen. Variabel independen dalam penelitian ini antara

lain faktor baduta ( umur, riwayat ASI ekslusif, status gizi, riwayat imunisasi,

berat badan lahir), faktor responden (pendidikan, pekerjaan), faktor lingkungan

(kepadatan ruang tidur, ventilasi), faktor perilaku.

Definisi Operational. Depenisi opeational adalah sebagai berikut:

Kejadian ISPA.Kejadias ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan

yang terjadi dalam dua minggu terakhir dan menunjukkan tanda-tanda klinis,

dikategorikan dalam ( , 2018):

0. ISPA (demam, batuk, pilek/hidung tersumbat dan/atau sakit tenggorokan)

1. Tidak ISPA (tidak ditemukan gejala klinis seperti pada ISPA)

Umur. Umur adalah umur baduta sejak dilahirkan sampai peneliti

melakukan wawancara yaitu 0-24 bulan, dikategorikan dalam:

1. 0-6

2. 7-9

3. 10-12

Universitas Sumatera Utara

Page 48: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

29

4. 13-24

Untuk analisis bivariat dalam penelitian ini status gizi dikategorikan dalam:

1. 0-11 bulan

2. 12-24 bulan

Berat badan lahir. Berat badan lahir adalah riwayat berat badan baduta

setelah dilahirkan yang dapat diukur melalui kuisioner dan buku KMS,

Dikategorikan Dalam:

1. Normal (≥2500 gram)

2. BBLR (<2500 gram)

Status gizi. Status gizi adalah keadaan gizi diukur dengan standar

antropometri penilaian status gizi anak berdasarkan BB/U, Dikategorikan dalam:

(kemenkes RI, 2017)

1. Gizi buruk, jika nilai Z-score -3 SD

2. Gizi kurang, jika nilai Z-score dalam rentang -3 SD s/d < -2 SD

3. Gizi baik, jika nilai Z-score dalam rentang -2 SD s/d +2 SD

4. Gizi lebih, jika nilai Z-score >=2 SD

Untuk analisis bivariat dalam penelitian ini status gizi dikategorikan dalam:

1. Gizi baik, (Z Score > +2 SD, -2 SD <= Z Score <=+2)

2. Gizi kurang, ( Z Score < -3 SD, -3 SD <= Z Score <-2)

Status ASI Eksklusif. Status ASI Eksklusif adalah bayi hanya mendapat

ASI mulai dari pertama kehidupan sampai usia 6 bulan tanpa adanya makanan

dan cairan tambahan

1. Ya, (ASI Eksklusif)

Universitas Sumatera Utara

Page 49: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

30

2. Tidak, (tidak ASI Eksklusif)

Status imunisasi. Status imunisasi adalah sudah atau tidaknya baduta

menerima imunisasi campak dan DPT/Hib, dikategorikan dalam: (kemenkes RI,

2018)

1. Ya (sudah menerima imunisasi campak dan DPT/Hib)

2. Tidak (belum menerima imunisasi campak dan DPT/Hib)

Pendidikan.Pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi (sampai

mendapat ijazah) yang diikuti oleh responden, dikategorikan dalam:

1. Tinggi, jika responden memperoleh ijazah SMA dan Akademi/Perguruan

tinggi

2. Rendah, jika responden memperoleh ijazah SD dan SMP

Pekerjaan. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden

yang sifatnya profit dikategorikan dalam: (Kementerian Kesehatan RI, 2018)

1. Tidak bekerja

2. Sekolah

3. PNS/TNI/Polri/BUMN/

4. Pegawai swasta

5. Wiraswasta

6. Petani/buruh tani

7. Nelayan

8. Buruh/sopir/pembantu ruta

9. Lainnya

Untuk analisis bivariat dalam penelitian ini pekerjaan dikategorikan dalam:

Universitas Sumatera Utara

Page 50: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

31

1. Bekerja (PNS/TNI/Polri/BUMN/, pegawai swasta, wiraswasta, petani/buruh

tani, nelayan, buruh/sopir/pembantu ruta, danlainnya

2. Tidak bekerja (tidak bekerja dan sekolah)

Penggunaan anti nyamuk. Penggunaan anti nyamuk adalah kebiasaan

waktu ketika menggunakan anti nyamuk bakar dan elektrik di dalam rumah,

dikategorikan dalam:

1. Tidak menggunakan Anti nyamuk

2. Bukan saat tidur

3. Saat tidur

Kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok dalam rumah adalah ada

tidaknya kegiatan merokok di dalam rumah yang dilakukan oleh anggota keluarga

tempat tinggal baduta, dikategorikan dalam:

1. Tidak

2. Ya

Pengunaan bahan bakar untuk memasak. Pengggunaan bahan bakar

untuk memasak adalah jenis bahan bakar kayu bakar atau kompor minyak tanah

ketika memasak, dikategorikan dalam:

1. Tidak

2. Ya

Rumah disapu adalah kegiatan menyapu rumah dalam sehari

1. Satu kali sehari

2. ≥ 2 kali kali sehari

Universitas Sumatera Utara

Page 51: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

32

Lantai dipel. Lantai dipel adalah kegiatan mengepel lantai rumah dalam

sehari

1. < 1 kali seminggu

2. > 1 kali seminggu

Kasur dan bantal dijemur. Kasur dan bantal dijemur adalah kegiatan

menjemur kasur dan bantal di rangan terbuka dalam seminggu, dikategorikan

dalam:

1. < 1 kali seminggu

2. ≥ 1 kali seminggu

Jendela dibuka. Jendela dibuka adalah kebiasaan membuka jendela di

ruangan keluarga dan ruangan tidur dalam satu hari, dikategorikan dalam:

1. Ya,setiap hari

2. Kadang-kadang

3. Tidak pernah

Perilaku. perilaku adalah kegiatan yang dilakukan oleh keluarga bayi

yaitu pemakaian anti nyamuk, kebiasaan merokok dalam rumah, pengunaan

bahan bakar untuk memasak, rumah disapu, lantai dipel, kasur dan bantal dijemur

jendela dibuka (Notoatmodjo, 2010). Skala pengukuran dalam variebel perilaku

mengggunakan Skala Guttman, (Sugiyono, 2017) . Skor maksimal dalam variabel

perilaku adalah 12.

Nilai =

dikategorikan dalam:

1. Baik, jika persentasi yang dinilai dari perilaku ≥75%

Universitas Sumatera Utara

Page 52: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

33

2. Kurang, jika persentasi yang dinilai dari perilaku <75%

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang

diperoleh sacara langsung menggunakan metode wawancara dari responden yang

memiliki hubungan keluarga dengan baduta dengan menggunakan kuisioner,

obeservasi KMS.

Data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini menggunakan profil

puskesmas puskesmas Kota Matsum, KMS, laporan Sistem Pencatatan dan

Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).

Metode Pengukuran

Tabel 3

Metode pengukuran

Variabel Cara dan Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur

Kejadian ISPA Wawancara

(kuisioner)

0. ISPA

1. Tidak

Ordinal

Umur Wawancara

(kuisioner)

0. 12-24bulan

1. 0-11 bulan

Ordinal

Berat badan lahir Wawancara

(KMS)

0. BBLR

1. Normal

Ordinal

Status gizi Menimbang

BB dan

wawancara

(kuisioner dan

timbangan)

0. Gizi baik

1. Gizi kurang

Ordinal

Universitas Sumatera Utara

Page 53: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

34

Tabel 3

Metode Pengukuran

Variabel Cara dan Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur

Status ASI

Eksklusif

Wawancara

(kuisioner)

0. Ya

1. Tidak eksklusif

Ordinal

Status imunisasi Wawancara

(KMS dan

kuisioner)

0. Ya

1. Tidak

Ordinal

Pendidikan Wawancara

(kuisioner)

0. Tinggi

1. Rendah

Ordinal

Pekerjaan Wawancara

(kuisioner)

0. Bekerja

1. Tidak bekerja

Ordinal

Kepadatan

hunian ruangan

tidur

Wawancara

(kuisioner,

rollmeter)

0. Memenuhi syarat,

1. Tidak memenuhi

syarat

Ordinal

Ventilasi Wawancara

(kuisioner,

rollmeter)

0. Memenuhi syarat,

1. Tidak memenuhi

syarat

Ordinal

Perilaku Wawancara

(kuisioner)

0. Baik

1. Kurang

Ordinal

Metode Analisis Data

Analisis univariat. Analisis ini bertujuan untuk manganalisis secara

deskriptif (frekuensi dan persentase) karakteristik setiap variabel yang akan

diteliti.

Analisis bivariat. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen, dimana dalam analisis data

digunakan uji chi-square yang tingkat kepercayaannya 95%(α=0,05), jika hasil

analisis statistik p<0,05 maka variabel tersebut dinyatakan berhubungan secara

signifikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

35

Hasil Penelitian

Gambaran Umum Puskesmas Kota Matsum

Puskesmas Kota Matsum merupakan salah satu puskesmas yang berada di

kecamatan medan area terletak di Jalan Amaliun No. 75, yang memiliki batas-

batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara dibatasi oleh Kelurahan Sei Rengas II.

2. Sebelah Selatan dibatasi oleh Kelurahan Pasar Merah Timur.

3. Sebelah Timur dibatasi oleh Kelurahan Sukaramai I dan II.

4. Sebelah Barat dibatasi oleh Kelurahan Kota Matsum III.

Puskesmas Kota Matsum terdiri dari empat wilayah kerja yaitu Kelurahan

Kota Matsum I, Kota Matsum II, Kota Matsum IV dan Sei Rengas Permata dan

memiliki luas wilayah 112.40 Ha Peta wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum

dapat dilihat dari gambar di bawah ini :

Gambar 4. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

Bangunan Puskesmas Kota Matsum merupakan salah satu puskesmas yang

memenuhi standar Permenkes No. 75 Tahun 2014, sehingga proses pelayanan

Universitas Sumatera Utara

Page 55: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

36

kesehatan menjadi terhambat, namun karena Letak Puskesmas Kota Matsum

strategis yang berada di perkotaan kota medan sehingga mudah dijangkau dengan

alat transportasi. Berikut ini gambar bangunan Puskesmas Kota Matsum dilihat

dari tampilan depan.

Gambar 5. Puskesmas Kota Matsum

Keadaan demografis. Adapun gambaran demografiS wilayah Kerja

Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020 adalah sebagai berikut:

Jumlah dan kepadatan penduduk.Jumlah penduduk di wilayah kerja

Puskesmas Kota Matsum berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Medan

adalah 33.947 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 29.778 jiwa/km2.

Daerah yang lebih banyak penduduknya adalah Kelurahan Kota Matsum I yang

mempunyai penduduk berjumlah 12.091jiwa dengan kepadatan penduduk 35.562

jiwa/km2 (Luas Wilayah : 0.34 km2) sedangkan daerah yang paling sedikit

penduduknya adalah Kelurahan Sei Rengas Permata, dengan jumlah penduduk

sebesar 3.770 jiwa dengan kepadatan penduduk 14.500 jiwa/km2 (Luas Wilayah :

0,26 km2).

Universitas Sumatera Utara

Page 56: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

37

Jumlah rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum sebesar

8.663 dengan jumlah rumah tangga lebih banyak pada Kelurahan Kota Matum I

sebesar 2944 rumah tangga dengan rata – rata jiwa per rumah tangga sebesar 4,11

sedangkan jumlah rumah tangga yang paling sedikit adalah Kelurahan Sei Rengas

Permata sebesar 1033 rumah tangga dengan rata-rata jiwa per rumah tangga

sebesar 3,65.

Komposisi penduduk.Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kota

Matsum dilihat dari komposisi berdasarkan jenis kelamin memperlihatkan bahwa

jumlah penduduk perempuan dengan laki-laki tidak terlalu jauh perbedaannya

yaitu penduduk perempuan 17.040 orang (50,19%) dan laki-laki 16.907 orang

(49,80%), dengan ratio jenis kelamin (sex ratio) 99,38 yang berarti bahwa

terdapat 99 laki-laki di antara 100 perempuan.

Perilaku hidup masyarakat.Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota

keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan

dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan aktif

dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat.

Adapun 10 indikator PHBS di masyarakat yaitu Pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan, bayi di beri ASI ekslusif, menimbang balita setiap bulan,

ketersediaan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, ketersediaan

jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, makan buah dan sayur, melakukan

aktifitas fisik setiap hari, tidak merokok dalam rumah. Pencapaian Rumah Tangga

Untuk Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Wilayah Puskesmas Kota

Universitas Sumatera Utara

Page 57: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

38

Matsum Tahun 2019 adalah sebesar 917 RT (49,1%) adapun faktor yang

mempengaruhi masyarakat melakukan PHBS terutama yang menghambat adalah:

Tingkat pendidikan, dan kurangnya sarana kesehatan.

Analisis Univariat

Kejadian ISPA. Proporsi kejadian ISPA di puskesmas kota matsum pada

baduta tahun 2020 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4

Distribusi Prevalensi Baduta Berdasarkan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Status kejadian ISPA f %

Tidak ISPA 47 45,6

ISPA 56 54,4

Total 103 100,0

Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa proporsi kasus ISPA pada

Baduta lebih tinggi dibandingkan Baduta yang tidak ISPA yaitu sebesar 54,4%

dan kasus tidak ISPA sebesar 45,6%.

Deskripsi karakteristik baduta berdasarkan wilayah posyandu.

Proporsi kejadian ISPA pada baduta berdasarkan wilayah posyandu di Puskesmas

Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Tabel 5

Distribusi Prevalensi Baduta Berdasarkan Wilayah Posyandu di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Wilayah Posyandu n %

Kota Matsum I 48 46,6

Kota Matsum II 32 31,1

Kota Matsum IV 23 22,3

Universitas Sumatera Utara

Page 58: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

39

Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa proporsi baduta di wilayah

posyandu tertinggi ada pada Kota Matsum I 48 (46,6%) diikuti dengan Kota

Matsum II32 (31,1%) dan yan paling rendah pada Kota Matsum IV 23 (22,3%).

Total posyandu secara keseluruhan yaitu 37 posyandu, jumlah Posyandu di Kota

Matsum I 15 Posyandu, Kota Matsum II 8 Posyandu, Kota Matsum III 5

Posyandu, dan Kota Matsum IV 9 Posyandu, Peneliti tidak melakukan penelitian

di Wilayah Posyandu Kota Matsum III.

Deskripsi Karakteristik Baduta. Deskripsi proporsi faktor baduta dapat

dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 6

Distribusi Prevalensi kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan fakor Baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Faktor Bayi f %

Jenis Kelamin 60 58,3

Laki-Laki 43 41,7

Perempuan

Umur

0-6 32 31,1

7-9 11 10,7

10-12 16 15,5

13-24 44 42,7

Riwayat ASI Eksklusif

Tidak 44 62,0

Ya 27 38,0

Status Gizi

Gizi Baik 93 90,3

Gizi Kurang 10 9,7

Riwayat Imunisasi DPT/Hib dan

campak

Ya 64 62,1

Tidak 39 37,9

Berat Badan Lahir

Normal 94 91,3

BBLR 9 8,7

Universitas Sumatera Utara

Page 59: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

40

Dari tabel diatas penulis proporsi baduta dengan berjenis kelmin laki-laki

ada 60(58,3%) orang dan yang berjenis kelamin perempuan ada sebanyak 43

(41,7%) orang. Proporsi baduta berdasarkan umur lebih banyak pada umur 12-24

bulan yaitu 54 (52,4%) orang sedangkan baduta pada umur 0-11 bulan ada

sebanyak 49(47,6%) orang. Proporsi satus ASI Eksklusif pada baduta lebih tinggi

pada baduta yang tidak ASI Eksklusif yaitu sebesar 44 (62%) orang dan yang ASI

Eksklusif ada sebanyak 27 (38%) orang. Proporsi baduta dengan gizi baik lebih

tinggi dibandingkan dengan gizi buruk yaitu 93(90,3%) orang sementasa baduta

dengan status gizi buruk ada sebanyak 10 (9,7%) orang. Proporsi riwayat yang

imunisasi DPT/Hib lebih tinggi dibandingkan dengan baduta yang tidak

imunisasi, baduta yang imunisasi DPT/Hib ada sebanyak 64 (62,1%) orang dan

yang tidak ada sebanyak 39 (37,9%) orang. Proporsi baduta dengan berat badan

lahir normal lebih tinggi dibandingkan dengan baduta yang memiliki berat badan

lahir rendah (BBLR). Berat badan baduta yang normal ada sebanyak 94 (91,3%)

orang dan yang BBLR ada 9 (8,7) orang.

Deskripsi karakteristik faktor ibu. Deskripsi proporsi faktor Ibu dapat

dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 7

Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor ibu di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Faktor Ibu n %

Pendidikan Ibu

Tinggi 87 84,5

Rendah 16 15,5

Pekerjaan Ibu

Tidak Bekerja 73 70,9

Bekerja 30 29,1

Universitas Sumatera Utara

Page 60: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

41

Berdasarkan tabel diatas proporsi ibu yang berpendidikan tinggi lebih

tinggi dibandingkan ibu berpendidikan rendah, proporsi ibu berpendidikan tinggi

yaitu sebanyak 87 (84,5%) orang dan ibu berpendiddikan rendah yaitu 16

(15,5%) orang. Proporsi ibu yang memiliki pekerjan ada sebanyak 30 (29,1%)

orang dan proporsi ibu tidak bekerja 73 (70,9%) orang.

Proporsi antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku keluarga tempat baduta

tinggal dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 8.

Distribusi Proporsi Kejadian ISPA berdasarkan Pendidikan Ibu dengan Perilakku

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Perilaku

Pendidikan Ibu Jumlah

Tinggi Rendah

n % n % n %

Baik 81 86,2 13 13,8 94 100,0

Tidak Baik 6 66,7 3 33,3 9 100,0

Berdasarkan tabel diatas proporsi dari 94 responden yanng berperilaku

baik diperoleh pendidikan ibu yang tinggisebesar 81 (86,2% dan yang rndah yaitu

13(13,8%). Proporsi dari 9 responden yang berprilaku tidak baik ada 6 (66,7%)

yang berpendidikan tinggi sementara 3(33,3%) berpendidikan rendah.

Deskripsi karakteristik faktor perilaku. Deskripsi proporsi faktor

baduta dapat dilihat dalam tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 61: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

42

Tabel 9

Distribusi Prevalensi Kejadian ISPA pada Baduta Berdasarkan Faktor Perilaku

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Faktor Perilaku n %

Perilaku

Baik 94 91,3

Kurang 9 8,7

Variabel Perilaku

Menggunakan Anti Nyamuk

Tidak menggunakan Anti Nyamuk 66 64,1

Bukan Saat Tidur 22 21,3

Saat Tidur 15 14,6

Merokok Dalam Rumah

Tidak 57 55,3

Ya 46 44,7

Menggunakan Kompor Minyak

Tidak 92 89,3

Ya 11 10,7

Menyapu Rumah

≥2 Kali Sehari 95 92,2

Satu Kali Sehari 8 7,8

Mengepel Lantai Rumah

>1 Kali Seminggu 71 68,9

<1 Kali Seminggu 32 31,1

Menjemur Kasur dan Bantal

≥1 Kali Seminggu 20 19,4

<1 Kali Seminggu 83 80,6

Membuka Jendela Kamar Tidur dan Ruang Keluarga

Ya, Setiap Hari 61 59,2

Tidak Pernah 32 31,1

Kadang-kadang 10 9,7

Waktu Membuka Jendela

Pagi- Sore 63 61,2

Tidak Pernah 32 31,1

Pagi Saja 5 4,9

Sore Saja 3 2,8

Berdasarkan tabel diatas diperoleh proporsi Perilaku baik yaitu sebesar

94(91,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan perilaku kurang baik yaitu 9(8,7%).

Data Bivariat. Proporsi perilaku penggunaan anti nyamuk keluarga tertinggi pada

Universitas Sumatera Utara

Page 62: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

43

yang tidak menggunakan anti nyamuk yaitu 66(64,1%), diikuti perilaku

menggunakan anti nyamuk bukan pada saat tidur 22(21,3%), dan menggunakan

anti nyamuk pada saat tidur sebesar 15(14,6%). Proporsi keberadaan anggota

keluarga yang tidak merokok dalam rumah yaitu sebesar 57(55,3%) dan

keberadaan anggota keluarga yang merokok dalam rumah yaiut sebesar

46(44,7%). Proporsi keluarga yang tidak menggunakan kompor minyak yaitu

sebesar 92(89,3%) lebih tinggi dibanding dengan keluarga yang tidak

menggunakan kompor minyak yaitu sebesar 11(10,7%). Proporsi keluarga yang

menyapu lantai rumah ≥2 Kali Seminggu adalah 95(92,2%) dan yang menyapu

lantai rumah sekali dalam sehari yaitu 8(7,8%). Proporsi keluarga yang mengepel

lantai rumah >1 Kali Seminggu adalah 71(68,9%) dan yang mengepel <1 Kali

Seminggu sbesar 32(31,1%). Proporsi keluarga yang menjemur kasur dan bantal

≥1 Kali Seminggu adalah sebesar 20(19,4%) dan yang menjemur <1 Kali

Seminggu sebesar 83(80,6%). Proporsi kebiasaan keluarga dalam membuka

jendela tertinggi pada kelarga yang membuka jendela setiap hari yaitu sebesar

61(59,2%) diikuti dengan keluarga yang membuka jendela tidak pernah

32(31,1%) dan keluaga yang membuka jendela kadang kadang yaitu sebesar

10(9,7%). Proporsi kebiasaan waktu membuka jendela tertinggi pada keluarga

yang membuka jendela dari pagi-sore yaitu sebesar 63(61,2%) diikuti dengan

tidak pernah membuka jendela 32(31,1%), pagi saja 5(4,9%), dan sore saja

3(2,8%).

Analisis Bivariat

Hubungan antara umur dengan ISPA. Hubungan umur dengan ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 63: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

44

pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun2020 dapat dilihat

dalam tabel berikut:

Tabel 10

Tabulasi Silang Antara Umur dengan Kejadian ISPA pada Baduta di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Umur(bulan) Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p

ISPA Tidak ISPA

n % n % n %

12-24 31 57,4 23 42,6 54 100 0,651

0-11 25 51,0 24 49,0 49 100

Berdasarkan tabel diatas proporsi baduta dengan kelompok umur 12-24

bulan yang ISPA lebih tinggi dibandingkan dengan tidak ISPA yaitu sebesar 31

(57,4%) orang sementara yang tidak ISPA sebesar 23 (42,6%) orang. Proporsi

baduta pada kelompok umur 0-11 bulan yang ISPA juga memiliki proporsi lebih

tinggi dibandingkan dengan yang tidak ISPA yaitu sebesar 25 (51,0%) sementara

yang tidak ISPA sebesar 24(49,0%) orang. Dari hasil uji chi-square diperoleh

nilap p sebesar 0,651, hal ini menunjukkan nilai p> 0,05 berarti tidak ada

hubungan bermakna antara umur dengan kejadian ISPA pada baduta di wilayah

kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Hubungan antara berat badan lahir dengan ISPA. Hubungan berat

badan lahir dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

Tahun 2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 64: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

45

Tabel 11

Tabulasi Silang Antara Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA pada Baduta

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Berat Badan

Lahir

Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p

ISPA Tidak ISPA

n % n % n %

BBLR 5 55,6 4 44,4 10 100 1,000

Normal 51 54,3 43 45,7 93 100

Berdasarkan tabel 9 diperoleh proporsi baduta yang mengalami ISPA yang

memiliki BBLR 5(55,6%) lebih tinggi dibandingan yaitu sebesar dengan berat

badan lahir normal sebesar 51(54,3%). Dari hasil uji Chi-square diperoleh nilai p

sebesar 1,000 (p> 0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna

antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Hubungan antara status gizi dengan ISPA. Hubungan status gizi

dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020

dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 12

Tabulasi Silang Antara Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Status Gizi Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p

ISPA Tidak ISPA

n % n % n %

Gizi Baik 52 55,9 41 44,1 93 100 0,506

Gizi Kurang 4 40,0 6 60,0 10 100

Berdasarkan tabel 10 diatas baduta dengan gizi baik dan memiliki status

penyakit ISPA lebih tinggi dibandingkan dengan tidak ISPA, proporsi baduta gizi

Universitas Sumatera Utara

Page 65: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

46

baik dengan ISPA sebanyak 52 (55,9%) sedangkan baduta gizi baik yang tidak

ISPA sebanyak 41 (44,1%). Proporsi baduta gizi buruk dan berstatus tidak ISPA

lebih tinggi dibandingkan dengan yang berstatus ISPA yaitu sebanyak 6 (60,0%)

sedangkan yang berstatus ISPA sebanyak 4 (40,0%). Dari hasil uji chi-square

diperoleh nilai p>0,05 yaitu sebesar 0,506 hal ini menunjukkan tidak ada

hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada baduta di

wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Hubungan antara status ASI eksklusif dengan ISPA. Hubungan status

ASI Eksklusif dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Matsum tahun 2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 13

Tabulasi Silang Antara Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Baduta

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Status ASI

Eksklusif

Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p

ISPA Tidak ISPA

n % n % n %

Tidak 30 68,2 14 31,8 44 100 0,043

Ya 11 40,7 16 59,3 27 100

Berdasarkan tabel 11 diatas proporsi baduta berstatus ASI Eksklusif dan

tidak mengalami ISPA sebanyak 16 (59,3%) orang lebih tinggi dibandikan

proporsi baduta yang mengalami ISPA yaitu sebanyak 11 (40,7%) orang. Proporsi

baduta tidak ASI Eksklusif dan mengalami ISPA sebanyak 30 (68,2%) orang

lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi baduta yang tidak mengalami kejadian

ISPA yaitu sebanyak 14 (31,8%) orang. Hasil uji chi-square diperoleh nilai

p<0,05, dimana nilai p sebesar 0,043 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan

Universitas Sumatera Utara

Page 66: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

47

bermaknna antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Hubungan antara status imunisasi dengan ISPA. Hubungan status

imunisasi dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

Tahun 2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 14

Tabulasi Silang Antara Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Status

Imunisasi

Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p

ISPA Tidak ISPA

n % n % n %

Tidak 29 55,8 23 44,2 52 100 0,928

Ya 27 52,9 24 47,1 51 100

Berdasarkan tabel 12 diatas proporsi baduta yang imunisasi DPT/Hib dan

campak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 27 (52,9%) lebih tinggi

dibandingkan dengan baduta yang tidak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar

24 (47,1%). Hasil schi-square diperoleh nilai p sebesar 0,928 (p>0,05) hal ini

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara status imunisasi baduta dengan

kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan

Tahun 2020.

Hubungan antara pendidikan ibu dengan ISPA. Hubungan pendidikan

ibu dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun

2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 67: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

48

Tabel 15

Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Pendidikan

Ibu

Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p

ISPA Tidak ISPA

n % n % n %

Tingggi 50 57,5 37 42,5 87 100 0,230

Rendah 6 37,5 10 62,5 16 100

Berdasarkan tabel 13 diatas proporsi ibu yanng berpendidikan rendah dan

baduta tidak mengalami kejadian ISPA ada sebanyak 10 (62,5%) orang sedangkan

baduta yang mengalami ISPA sebanyak 6 (37,5%) orang. Hasil chi-square

diperoleh nilai p sebesar 0,230 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Hubungan antara pekerjaan ibu dengan ISPA. Hubungan Pekerjaan

Ibu dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum tahun

2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 16

Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Pekerjaan Ibu Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p

ISPA Tidak ISPA

n % n % n %

Tidak Bekerja 40 54,8 33 45,2 73 100 1

Bekerja 16 53,3 14 46,7 30 100

Berdasarkan tabel 14 diatas proporsi ibu tidak bekerja denga baduta

mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 40 (54,8%) lebih tinggi dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

Page 68: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

49

dengan proporsi ibu tidak bekerja dan mengalami ISPA yaitu sebesar 16 (43,3%).

Hasil chi-square diperoleh nilai p yaitu sebesar 1 (p>0,05) hal ini menunjukkan

tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada

baduta di wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Hubungan Antara Faktor Perilaku dengan ISPA. Hubungan Faktor

Perilaku dengan ISPA pada Baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

tahun 2020 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 17

Tabulasi Silang Antara Faktor Perilaku dengan Kejadian ISPA pada Baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020

Faktor

Perilaku

Kejadian ISPA pada Baduta Jumlah p

ISPA Tidak ISPA

n % n % n %

Tidak Baik 8 88,9 46 48,9 9 100 0,037

Baik 48 51,1 1 11,1 94 100

Berdasarkan tabel 15 diatas proporsi perilaku tidak baik terhadap baduta

mengalami kejadian ISPA sebesar 8 (88,9%) lebih tinggi dibandingkan proporsi

perilaku baik mengalami kejadian ISPA sebesar 48(51,1%) orang. Hasil chi-

square diperoleh nila p sebesar 0,037 (p<0,05) hal ini menunjukkan ada

hubungan bermakna antara perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada baduta

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

50

Pembahasan

Proporsi Kejadian ISPA pada Baduta

Proporsi kejadian ISPA pada Baduta di wilayah kerja Puskesmas Kota

Matsum Medan Tahun 2020 dapat diperhatikan pada gambar berikut:

Gambar 6. Distribusi proporsi kejadian ISPA pada baduta di wilayah kerja

Pusekesmas Kota Matsum Tahun 2020

Berdasarkan gambar 6 di atas diperoleh nilai prevalence rate baduta yang

mengalami kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kota Matsum Medan

Tahun 2020 yaitu sebesar 54,4% lebih tinggi dibandingkan dengan baduta yang

tidak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 45,65%.

Menurut Fatimah Leli (2017) Insiden rate kejadian ISPA pada bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun yaitu

sebesar 59,2%. Berdasarkan penelitian Lindawati Vina dan Simarangkir (2017)

diperoleh ISPA pada balita di Puskesmas Amabarita Kecamatan Simanindo

Kabupaten Samosir diperoleh proporsi balita mengalami kejadian ISPA sebesar

54,4%

45,6%

Kejadian ISPA

ISPA

Tidak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 70: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

51

55,8% sedangkan yang tidak mengalami kejadian ISPA sebesar 44,2%.

Hubungan antara Umur dengan Kejadian ISPA

Diagram hubungan antara umur baduta dengan kejadia ISPA dapat dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 7. Diagram bar hubungan antara umur dengan kejadian ISPA pada

badutadi Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsuum Tahun 2020

Berdasarkan gambar 7 menunjukkan bahwa proporsi kejadian ISPA lebih

tinggi pada umur 12-24 bulan yaitu sebesar 57,4% sementara pada umur 0-11

bulan proporsinya sebesar 51%. Hasil Chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,651

(p> 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara umur

dengan kejadian ISPA Pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

Tahun 2020.

Menurut Nazmah (2016) usia anak semakin <5 tahun memiliki daya tahan

tubuh yang tidak lengkap sehingga memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami

penyakit termasuk ISPA.

Hasil penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara umur dengan

57,4%

51%

42,6%

49%

0

10

20

30

40

50

60

70

12-24 0-11

Umur dengan ISPA

ISPA

Tdak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 71: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

52

kejadian ISPA Pada baduta dikarenakan dalam penelitian ini menunjukkan baduta

umur 0-11 bulan yaitu sebesar 47,6% dibading dengan bayi umur 12-24 bula yaitu

sebesar 52,4% dan banyak faktor lain yang dapat mengakibatkan ISPA pada bayi

seperti perilaku keluarga dan faktor lingkungan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gainau, dkk (2018) diperoleh

nilai p sebesar 0,208 (p>0,05) hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara

umur dengan kejadian ISPA pada balita di Timika Jaya. Penelitian Putri dan

Adriyani tahun 2017 diperoleh adanya hubungan signifikan antara umur dengan

kejadian ISPA pada anak balita di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto yaitu

diperoleh nilai p sebesar 0,013 (p> 0,05).

Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA

Diagram hubungan antara berat badan lahir baduta dengan kejadia ISPA

dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 8. Diagram bar hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian

ISPApada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020

Berdasarkan gambar diperoleh proporsi baduta yang mengalami ISPA

55,6% 54,3%

44,4% 45,7%

0

10

20

30

40

50

60

BBLR Normal

Berat Badan Lahir dengan ISPA

ISPA

Tidak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 72: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

53

yang memiliki BBLR 5(55,6%) lebih tinggi dibandingan dengan berat badan lahir

normal sebesar 51(54,3%). Dari hasil uji Chi-square diperoleh nilai p sebesar

1,000 (p> 0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara

berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas

Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko

kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi yang memiliki berat badan

lahir normal. Bayi dengan kasus BBLR dapat mengalami gangguan pernapasan

gangguan hati, dan kerusakan saraf (Ronald, 2011).

Proporsi baduta yang memiliki Berat Badan Lahir normal lebih tinggi

94(91,3%) dibandingkan dengan baduta BBLR yaitu 9 (8,7%). Sehingga dalam

penelitian ini ada faktor lain yang berhubungan dengan kejadian ISPA seperti

keadaan lingkungan yaitu kepadatan rumah dan ventilasi penduduk yang tidak

memenuhi syarat di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum namun, diperoleh

juga bahwa kejadian ISPA cenderung pada baduta yan mengalami BBLR.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatimah, L (2017) diperoleh

nilai p sebesar 0,467 (p>0,05) hal ini berarti tidak ada hubungan antara berat

badan lahir dengan kejadian ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kampung Baru Medan.

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA

Diagram hubungan antara status gizi baduta dengan kejadia ISPA dapat

dilihat pada gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 73: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

54

Gambar 9. Diagram bar hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada

baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020

Berdasarkan gambar diatas diperoleh proporsi baduta yang mengalami

kejadian ISPA lebih tinggi pada baduta yang memiliki status gizi baik yaitu

sebesar 55,9% dibanding dengan baduta yang mengalami gizi buruk yaitu sebesar

40%. Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p sebsar 0,506 (p>0,05) dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara staus gizi baduta

dengan kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun

2020.

ISPA banyak terjadi pada anak karena sistem kekebalan tubuhnya masih

rendah, pada usia anak belum membentuk kekebalan terhadap banyak virus. ISPA

yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru-paru) sering terjadi pada anak,

terutama yang kekurangan gizi dan tinggal di lingkungan yang tidak sehat (PDPI,

2017). Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan karena proporsi lebih besar

pada baduta dengan status gizi baik 93(90,3%) memiliki dibanding dengan

baduta status gizi kurang 10(9,7%). dan banyak faktor yang dapat menimbulkan

55,9%

40% 44,1%

60%

0

10

20

30

40

50

60

70

Gizi Baik Gizi Kurang

Status Gizi dengan ISPA

ISPA

Tidak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 74: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

55

kejadian ISPA seperti hasil penelitian ini diperoleh bahwa perilaku keluarga yang

tidak baik seperti tidak membuka jendela dan kebiasaan membuka jendela dari

pagi sapai sore dimana kondisi udara pada siang hari kurang baik dikarenakan

pencemaran dari aktifitas tranfortasi yang lebih aktif pada siang hari.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhendayani (2007) dilakukan di

Puskesmas Pati I Kab. Pati diperoleh nilai p sebesaar 0,78 (p>0,05). Namun, tidak

sejalan dengan Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Nasution, A. S

(2017) diperoleh nilai p sebesar 0,029 (p>0,05) dapat dsimpulkan bahwa ada

hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA di Kelurahan Cibabat Kota

Cimahi.

Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA

Grafik hubungan antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA

sebagai berikut:

Gambar 10. Diagram bar hubungan antara Status ASI Ekslusif dengan kejadian

ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020

Berdasarkan tabel diatas proporsi baduta berstatus ASI Eksklusif dan tidak

mengalami ISPA sebanyak 24 (63,2%) orang lebih tinggi dibandikan proporsi

64,6%

36,8% 35,4%

63,2%

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

Tidak Ya

Status ASI Ekslusif denga ISPA

ISPA

Tidak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 75: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

56

baduta yang mengalami ISPA yaitu sebanyak 14 (3,8%) orang. Hasil uji chi-

square diperoleh nilai p<0,05, dimana nilai p sebesar 0,012 hal ini menunjukkan

bahwa ada hubungan bermakna antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA

pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi, terutama bayi

berusia 0-6 bulan, yang manfaatnya tidak dapat tergantikan oleh makanan dan

minuman apapun karena dalam ASI terdapat zat-zat kekebalan yang membantu

mencegah alergi semasa bayi. Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif dan pola

asuh yang tepat akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan tidak mudah

sakit. ASI Eksklusif dapat menurunkan angka kematian karena infeksi sebanyak

88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Penelitian ini sejalan dengan Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Medhyna tahun 2016 Pada penelitian ini diperoleh nilai p = 0,001 artinya terdapat

hubungan antara status menyusui dengan kejadian ISPA pada bayi berumu 4-6

bulan di wilayah kerja puskesmas kabupaten pasaman. Namun,penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian Putri & Adriayani (2017) diperoleh nilai p sebesar 0,965

(p>0,005) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tumapel

Kabupaten Mojokerto.

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA

Grafik hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA dapat

pada gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 76: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

57

Gambar 11. Diagram bar hubungan antara Status Imunisasi dengan kejadian ISPA

pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020

Berdasarkan tabel diatas proporsi baduta yang imunisasi DPT/Hib dan

campak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 27 (52,9%) lebih tinggi

dibandingkan dengan baduta yang tidak mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar

24 (47,1%). Hasil chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,928 (p>0,05) hal ini

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara status imunisasi baduta dengan

kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan

Tahun 2020.

Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi, iminusiasi yang dapat mencegah ISPA yaitu imunisasi campak yang

diberikan untuk mencegah penyakit campak yang dapat mengakibatkan radang

paru berat (pneumonia), diare atau menyerang otak. Imunisasi campak diberikan

pada bayi berumur 9 bulan dan imunisasi DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah

6 penyakit, yakni Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang

paru) dan Meningitis (Kemenkes RI, 2018).

55,8% 52,9%

44,2% 47,1%

0

10

20

30

40

50

60

Tidak Ya

Status Imunisasi dengan ISPA

ISPA

Tidak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 77: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

58

Penelitian ini diperoleh tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan

kejadian ISPA pada baduta, proporsi baduta yang tidak atau belum imunisasi

DPT/Hib dan campak pada kasus lebih banyak dibandingkan dengan baduta yang

tidak atau belum imunisasi pada kontrol, hal ini disebabkan oleh proporsi baduta

yang umurnya ≥ 9 bulan 63(61,2%) meskipun lebih tinggi dibanding umur <9

bulan 40 (38,8%) dimana imunisasi campak dapat diberikan pada umur 9 bulan

bulan namun, umur bayi ≥ 9 bulan tidak dibawa imunisasi oleh keluarganya

dikarenakan oleh masa pandemi covid-19 dan posyandu di wilayah kerja

puskesmas Kota Matsum Medan sejak bulan Maret sampai Juni ditiadakan pada

posyandu di setiap lingkungan dan ketika posyandu dibuka pada bulan Juli

keluarga baduta masih kurang inisiatif untuk mengikuti kegiatan posyandu.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatimah, (2017) yang lakukan di

Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru diperoleh proporsi bayi imunisasi

DPT/Hib yang mengalami kejadian ISPA sebesar 65,8% dan baduta yang

mengalami ISPA namun tidak melakukan imunisasi DPT/Hib dan campak sebesar

55,4% dan hasil uji Chi-square nilai p adalh 0,300 (p>0,005) yang menunjukkan

tidak ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA

pada bayi.

Hubungan Status Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA

Grafik hubungan antara Pendidikan Ibu dengan kejadian ISPA dapat pada

gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 78: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

59

Gambar 12. Diagram bar hubungan antara Pendidikan Ibu dengan kejadian ISPA

pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020

Berdasarkan tabel diatas proporsi ibu yang berpendidikan rendah dan

baduta tidak mengalami kejadian ISPA ada sebanyak 10 (62,5%) orang sedangkan

baduta yang mengalami ISPA sebanyak 6 (37,5%) orang. Hasil chi-square

diperoleh nilai p sebesar 0,230 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada baduta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatimah dkk (2017) dari hasil

analisis statistic dengan uji Chi-square diperoleh nilai p sebesar 0,779 (p>0,05)

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017.

Ibu yang berpendidikan tinggi diharapkan memiliki pengetahuan yang

lebih luas, sehingga dapat lebih mudah dalam menyerap dan menerima informasi

serta aktif berperan serta dalam mengatasi masalah kesehatannya dan keluarganya

57,5%

37,5% 42,5%

62,5%

0

10

20

30

40

50

60

70

Tingggi Rendah

Pendidikan Ibu dengan ISPA

ISPA

Tidak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 79: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

60

namun, dengan pendidikan tinggi tanpa adanya tindakan seperti melakukan

kebiasaan sehat berdasarkan tabul;asi silang antara pendidikan ibu dengan

perilaku diperoleh bahwa proporsi ibu yang berpendidikan tinggi dengan perilaku

tidak baikyaitu sebesar 6 (66,7%), kemungkinan juga baduta tidak diasuh

sepenuhnya oleh ibu tetapi diasuh orang lain seperti pembantu, nenek,bibi atau

yang lainnya.

Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA

Grafik hubungan antara Pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA dapat pada

gambar berikut:

Gambar 13. Diagram bar hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan kejadian ISPA

pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020

Berdasarkan gambar 13 diatas proporsi ibu tidak bekerja denga baduta

mengalami kejadian ISPA yaitu sebesar 40 (54,8%) lebih tinggi dibandingkan

dengan proporsi ibu tidak bekerja dan mengalami ISPA yaitu sebesar 16 (43,3%).

Hasil chi-square diperoleh nilai p yaitu sebesar 1,000 (p>0,05) hal ini

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian

54,8% 53,3%

45,2% 46,7%

0

10

20

30

40

50

60

Tidak Bekerja Bekerja

Pekerjaan Ibu dengan ISPA

ISPA

Tidak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 80: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

61

ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian dengan Christi, H, Rahayuning, D,

Nugraheni, S.A (2014) dengan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p value

sebesar 0,527 (p> 0,05) menunjukkan bahwa ditemukan tidak adanya hubungan

antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada bayi di Wilayah Kerja

Puskesmas Candilama Kota Semarang.

Hubungan Faktor Perilaku dengan Kejadian ISPA

Grafik hubungan antara faktor perilaku dengan kejadian ISPA dapat pada

gambar berikut:

Gambar 14. Diagram bar hubungan antara Faktor Perilaku dengan kejadian ISPA

pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020.

Berdasarkan gambar 14 diatas proporsi perilaku tidak baik terhadap baduta

mengalami kejadian ISPA sebesar 8 (88,9%) lebih tinggi dibandingkan proporsi

perilaku baik mengalami kejadian ISPA sebesar 48(51,1%) orang. Hasil chi-

square diperoleh nila p sebesar 0,037 (p<0,05) hal ini menunjukkan ada

hubungan bermakna antara perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada baduta

88,9%

51,1%

11,1%

48,9%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Tidak Baik Baik

Faktor Perilaku dengan ISPA

ISPA

Tidak ISPA

Universitas Sumatera Utara

Page 81: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

62

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Tahun 2020.

Penelitian ini sejalan dengan Hasan (2012) diperoleh nilai p sebesar 0,058

yang menunjukkan ada hubungan antara perilaku dimana dalam penelitian ini hal

yang diperhatikan adalah kebiasaan merokok dalam rumah, bahan bakar untuk

memasak, menggunakan anti nyamuk, jendela dan pintu dibuka, rumah

dibersihkan dan bantal dan kasur dijemur dengan kejadian ISPA pada balita di

Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Luwuk Timur, Sulawesi Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan proporsi kebiasaan

menggunakan anti nyamuk bukan pada saat tidur 22 (21,3%), saat tidur 15

(14,6%), menjemur kasur dan bantal <1 seminggu 83 (80,6%), anggota keluarga

yang merokok dalam rumah 44,7%, kebiasaan membuka jendela dari pagi-sore

63(61,2%) dan kebiasaan tidak membuka jendela 31,1% membuka jendela.

Tiga bahan utama rokok itu memiliki dampak negatif bagi kesehatan

adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Asap rokok meningkatkan risiko

mengembangkan penyakit saluran pernapasan pada anak-anak. Pada wanita hamil

asap rokok dapat menyebabkan komplikasi kehamilan dan berat badan lahir

rendah. Perokok pasif menyebabkan lebih dari 1,2 juta kematian prematur per

tahun. 65.000 anak meninggal setiap tahun karena penyakit yang disebabkan oleh

perokok pasif (WHO, 2019).

Secara umum efek pencemaran udara seperti asap rokok, asap kendaraan,

ataupun debu terhadap saluran pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia

hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat

membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi

Universitas Sumatera Utara

Page 82: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

63

lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan

dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan. Akibat dari hal tersebut

akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri

lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan

terjadinya infeksi saluran pernapasan (Purnama S.G, 2016).

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun

demikian masih memiliki keterbatasan dalam melakukan penelitian yaitu :

1. Kesulitan untuk bertemu beberapa respoden karena kondisi pandemi Covid-

19 menyebabkan masyarakat tidak antusias untuk mengikuti kegiatan

posyandu

2. Keterbatasan penulis dalam hal melakukan pendekatan terhadap responden

saat wawancara dengan menggunakan kuesioner terkadang menimbulkan

ketidaknyamanan responden saat menjawab pertanyaan dari penulis dan

keterbatasan penulis dalam mengkomunikasikan kegiatan penelitian ini

sehingga beberapa responden menolak untuk diwawancarai.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

64

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Berdasarkan Penelitian diperoleh proporsi kejadian ISPA pada baduta

berdasarkan jenis kelamin laki-laki 58,3% lebih tinggi dibanding perempuan

41,7%, proporsi berdasarkan umur 12-24 sebesar 52,4% lebih banyak

dibandingakkan dengan baduta umur 0-11 sebesar 47,6%, proporsi

berdasarkan riwayat ASI Eksklusif baduta lebih banyak yang tidak ASI

Eksklusif 63,1% dibanding dengan baduta ASI Eksklusi 36,9%, proporsi

berdasarkan status gizi, baduta dengan gizi baik sebesar 90,3% dan baduta

dengan gizi kurang 9,7%, proporsi berdasarkan berat badan lahir, proporsi

baduta dengan berat badan lahir normal 91,3% lebih tinggi dari pada baduta

dengan berat badan lahir rendah yaitu sebesar 8,7%.

2. Berdasarkan Penelitian diperoleh proporsi kejadian ISPA pada baduta

berdasarkan pendidikan ibu terbanyak pada kelompok ibu berpendidikan

tinggi yaitu 84,5% dan ibu berpendidikan rendah sebesar 15,5%, berdasarkan

pekerjaan ibu tertinggi pada kelompok ibu yang tidak bekerja 70,9%

sedangkan yang bekerja sebesar 29,1%.

3. Berdasarkan Penelitian diperoleh proporsi kejadian ISPA pada baduta

berdasarkan perilaku terbanyak pada kelompok keluarga yang berperilaku

baik yaitu sebesar 91,3% sedangkan perilaku kurang sebesar 8,7%.

4. Ada hubungan bermakna antara riwayat ASI eklusif dengan kejadian ISPA

pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

65

5. Tidak ada hubungan bermakna antara riwayat umur, berat badan lahir,status

gizi, status imunisasi dengan kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

6. Tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dan pekerjaan ibu dengan

kejadian ISPA pada baduta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

Medan Tahun 2020.

7. Ada hubungan bermakna antara Perilaku dengan kejadian ISPA pada baduta

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Medan Tahun 2020.

Saran

1. Diharapkan kepada petugas kesehatan Puskesmas Kota Matsum, dapat

memberikan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif bagi bayi umur 0-

6 bulan, gaya hidup bersih dan sehat keluarga dan penyuluhan tentang bahaya

rokok.

2. Diharapkan kepada ibu yang memiliki bayi untuk memberikan ASI Eksklusif

yang merupakan hak asasi bagi bayi berumur 0-6.

3. Diharapkan kepada masyarakat untuk memiliki kebiasaan tidak menggunakan

anti nyamuk pada saat tidur, mengganti penggunaan kompor minyak,

membersihkan rumah yaitu menyapu dan mengepel secara rutin, membuka

jendela setiap hari pada pagi atau sore saja dan jika ada anggota keluarga

yang terkena ISPA untuk menjaga kontak langsung terhadap bayi dan

diharapkan untuk menggunakan masker.

4. Diharapkan kepada masyarakat yang di rumahnya terdapat orang yang

merokok untuk tidak merokok ketika berada dalam rumah.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

66

Daftar Pustaka

Achmadi, U. F., (2011). Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta:

Rajagrafindo Persada

Agungnisa, A., (2017). Faktor sanitasi fisik rumah yang berpengaruh terhada

kejadian ISPA pada balita di desa kalianget. Jurnal Kesehatan

Lingkungan, 9(1), 4. Doi. 10.20473/jkl.v11i1.2019.1-9

Alsagaf hood., & mukty H Abdul. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.

Surabaya: Airlangga University Press

Badan Pusat Statistik (2016). Potret awal tujuan pembanuna berkelanjutan (

suistainable development goals) di Indonesia. Diakses dari

https://filantropi.or.id/

Berman, S. (1991). Epidemiologi of acute respiratory infection children of

developing countries. Clinical Infectious Diseases, 13, 454-462. Diakses

dari https://doi.org/10.1093/clinids/13.Supplement_6.S454

Christi, H., Rahayuning, D., & Nugraheni, S.A (2014). Faktor–faktor yang

berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi usia 6 – 12 bulan yang

memiliki status gizi normal. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3(2). 2356-

3346. Diakses dari http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional. (2018). Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Diakses dari

http://sdki.bkkbn.go.id/files/buku/2017IDHS.pdf

Departemen kesehatan RI, (2009). Buku kesehatan ibu dan anak. Depkes RI:

Jakarta

Departemen kesehatan RI, (2009). Pedoman pengendalian infeksi saluran

pernapasan akut. dirjen pengendalian penyakit penyehatan lingkungan :

Jakarta

Dongky,P., & Kadrianti. (2016). Faktor risiko lingkungan fisik rmah dengan

kejadian ISPA balita di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Unnes

Journal of Public Health, 5(4), 327. Diakses dari

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/13962

Fatimah, L,.(2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi

saluran pernapasan akut (ISPA) pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017. (Skripsi,

Universitas Sumatera Utara) Diakses dari

Universitas Sumatera Utara

Page 86: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

67

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1565

Gainau, E., Rantetampang, A. L., Pongtiku, A., & Mallongi, A. Factors influence

of acute respiratory infection incidence to child under five years in Timika

Jaya Health Primary Mimika District. International Journal of Science and

Healthcare Research. 4(1). 316-324. Diakes dari

https://pdfs.semanticscholar.org/e466/688ae45d6c2d0fcd087542ac41000c

2b46d1.pdf

Hasan, N., R. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja UPTD Kesehatan Luwuk Timur Kabupaten

Banggal Provinsi Sulawesi Tenan tahun 2012 (Skripsi, Universitas

Indonesia). Diakses dari lontar.ui.ac.id › file › 20320028-S-Nani

Rusdawati Hasan

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Buku ajar imunisasi. Diakses dari

file:///D:/AA%20SEMESTER%208/bahan%20bab%202/03Buku-Ajar-

Imunisasi-06-10-2015-small.pdf

Kementrian Kesehatan RI (2018). Berikan anak imunisasi rutin lengkap. Diakses

dari https://www.depkes.go.id/article/view/18043000011/berikan-anak-

imunisasi-rutin-lengkap-ini-rinciannya.html

Kementrian Kesehatan RI (2018). Potret Indonesia dari riskesdas 2018. Diakses

Darihttps://www.kemkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-

indonesia-dari-riskesdas-2018.html

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Rahasia anak berkembang optimal dan tidak

mudah sakit: beri ASI Eksklusif dan pola asuh yang tepat. Diakses dari

https://www.depkes.go.id/article/view/18082100002/rahasia-anak-

berkembang-optimal-dan-tidak-mudah-sakit-beri-asi-eksklusif-dan-pola-

asuh-tepat.html

Kunoli, F. J. (2012). Penyakit tropis. Jakarta : cv. Trans Info Media

Misnadiary, (2008). Penyakit infeksi saluraan napas pneumonia. Jakarta:

Pustaka Populer Obor

Najmah. (2016). Epidemiologi penyakit menular. Jakarta: Trans Info Media.

Nasution, A,. S. (2017). Aspek individu balita dengan kejadian ISPA di

Kelurahan Cibabat Cimahi. IAGIKMI & Universitas Airlangga, 6, 103-

108. doi: 10.2473/amnt.v4i2.2020

Notoatmojodjo. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka cipta

Universitas Sumatera Utara

Page 87: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

68

Notoatmojodjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka cipta

Pangestika F.,D., (2015). Hubungan perilaku merokok di dalam rumah

danpenggunaan obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di

Kelurahan Semarang Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara.

Jurnal Kesehatan Lingkungan, 6(4). 188-192.

http://garuda.ristekdikti.go.id/documents/detail/923212

Pencegahan dan pengendalian infeksi (2007). Infeksi saluran pernapasan yang

cenderung epidemi dan pandemi. Diakses dari

https://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_EPR_2007_8

BahasaI.pdf?ua=1

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelengaraan

Imunisasi

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2017). 4 cara cegah ISPA. Diakses dari

http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8113

Purnama, S. G. (2016). Penyakit berbasis lingkungan. Diakses dari

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/e1cf67b8122c12a4d

2a95d6ac50137ff.pdf

Putri, M., & Adriyani , R., (2017). Hubungan usia balita dan sanitasi fisik rumah

dengan kejadian ispa di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto Tahun 2017.

The Indonesian Journal of Public Health. 13(1), 96-106. Diakses dari

https://e-journal.unair.ac.id/IJPH/article/download/6786/pdf

Ronald, H.S., (2011). Pedoman dan perawatan balita agar tumbuh sehat dan

cerdas. Bandung: Nuansa Mulia

Seidu, A., A., Dickson, K., S., Ahinkorah, B., O., Amu, H., Darteh, E., & Kumy-

kyierene, A.(2016) . Prevalence and determinants of acute lower

respiratory infections among children under-five years in sub–saharan

africa: evidence from demographic and health surveys.

Elsevier. doi: 10.1016/j.ssmph.2019.100443

Simarangkir, L., V. Faktor-faktor yang berhubungandengan kejadian ispa

(infeksi saluran pernapasan akut) pada balita di Puskesmas Ambarita

Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Tahun 2017 (Tesis Universitas

Sumatera Utara). Diakses dari

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/14237

Simoes, E.,A.,F. (2006). Disease control priorities in developing countries.

Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11786/

Sugiyono, (2017). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung :

Universitas Sumatera Utara

Page 88: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

69

Alfabeta

Triwibowo, C. & Pusphandani M.E.(2015). Pengantar dasar ilmu kesehatan

masyarakat. yogyakarta : Nuha Medika.

UNICEF (2019). WHO and Maternal and Child Epidemiology Estimation Group

(MCEE) estimates 2018. Diakses dari

http://apps.who.int/gho/data/node.main.ChildMort?lang=en

UNICEF (2019). Pneumonia. Diakses dari https://data.unicef.org/topic/child-

health/pneumonia/

UNICEF (2019). Levels & trends in child mortality. Diakses dari

file:///C:/Users/owner/Downloads/UN-IGME-Child-Mortality-Report-

2019.pdf

World Health Organization. (2019). Pneumonia. Diakses dari

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia

Wulandhany, S., & Purnamasari A. (2015). Analisis faktor risiko kejadian infeksi

saluran pernapasan akut ditinjau dari lingkungan Fisik. Sainsmat, 8(2). 70-

81. Diakses dari http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat

Universitas Sumatera Utara

Page 89: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

70

Lampiran

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan

Akut Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

Tahun 2020

I. Karakteristik Ibu

1. Kode responden :

2. Nama ibu :

3. Umur ibu :

4. Pendidikan terakhir :

a. Tidak tamat sekolah

b. Tamat SD/MI/sederajat

c. SMP/sederajat

d. SMA/sederajat

e. Akademi/PT

5. Pekerjaan :

a. Tidak bekerja

b. Sekolah

c. PNS/TNI/Polri/BUMN/

d. Pegawai swasta

e. Wiraswasta

f. Petani/buruh tani

g. Nelayan

h. Buruh/sopir/pembantu ruta

i. Lainnya

6. Alamat :

7. Nama responden :

8. Tanggal wawancara :

II. Karakteristik Bayi

1. Nama Bayi :

Universitas Sumatera Utara

Page 90: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

71

2. Jenis Kelamin : (P/L)

3. Umur : Tahun

4. Berat Badan : Kg

5. Berat Badan Lahir : gram

6. Imunisasi campak dan DPT/Hib : Ya/Tidak

7. Apakah bayi ibu mendapat ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan

tanpa diberi makanan tambahan atau minuman selain ASI?

a. Ya

b. Tidak

III. Faktor Perilaku Keluarga

1. Apakah saat memasak bapak/ibu menggunakan kompor minyak

tanah?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah saat tidur bapak/ibu menggunakan anti nyamuk?

a. Ya

b. Tidak

3. Apakah ada anggota keluarga yangselalu merokok dalam rumah?

a. Ya

b. Tidak

4. Berapa kali lantai rumah bapak/ibu disapu?

a. ≥ 2 kali sehari

b. Satu kali sehari

5. Apakah jendela kamar tidur bapak/ibu dibuka setiap hari?

a. Ya

b. Tidak

6. Apakah jendela ruangan keluarga tidur bapak/ibu dibuka setiap

hari?

c. Ya

d. Tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 91: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

72

ampiran 2 Master Data

No WP JK UB UBK UBKU BBB SG BBLR BBLK SI SASI WMA MDR PKM MLR PLR KBD JD WJD PRDP PRK SISPA

1 Kota Matsum II 1 17 3 0 8.2 0 2.2 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 1

2 Kota Matsum I 0 3 0 1 6.4 0 3.4 0 1 1 2 0 0 0 0 1 2 3 8 0 0

3 Kota Matsum I 0 24 3 0 11.0 0 3.0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 1

4 Kota Matsum I 1 8 1 1 6.2 0 3.0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 3 0 1

5 Kota Matsum I 1 18 3 0 11.0 0 3.3 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 1

6 Kota Matsum I 1 3 0 1 4.3 0 2.8 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 2 3 0 0

7 Kota Matsum I 1 23 3 0 10.0 0 3.0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 1

8 Kota Matsum I 1 24 3 0 11.0 0 2.5 0 0 0 2 1 1 1 1 1 2 3 12 1 1

9 Kota Matsum I 1 13 3 0 10.0 0 3.1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 4 0 0

10 Kota Matsum II 0 15 3 0 9.5 0 3.4 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 0

11 Kota Matsum II 1 9 1 1 7.0 0 3.0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0

12 Kota Matsum I 0 8 1 1 10.0 0 3.8 0 0 0 2 1 0 0 0 1 2 3 9 1 1

13 Kota Matsum IV 0 20 3 0 10.0 0 3.6 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 2 5 0 0

14 Kota Matsum I 0 12 2 0 11.0 0 3.8 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1

15 Kota Matsum II 1 13 3 0 9.0 0 3.0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 1

16 Kota Matsum I 0 12 2 1 4.9 0 3.0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 3 0 1

17 Kota Matsum I 0 18 3 0 10.0 0 2.7 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 0

18 Kota Matsum I 0 13 3 0 6.8 1 2.4 1 1 0 2 1 1 0 0 1 2 3 10 1 1

19 Kota Matsum I 0 20 3 0 12.5 0 2.5 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 1

20 Kota Matsum I 0 1 0 1 5.5 0 3.5 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 0

21 Kota Matsum I 0 3 0 1 5.2 0 3.6 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0

22 Kota Matsum II 0 5 0 1 6.5 0 2.9 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 1

23 Kota Matsum II 0 5 0 1 6.4 0 2.2 1 1 0 2 0 0 0 0 1 0 2 5 0 0

24 Kota Matsum II 0 1 0 1 3.0 1 3.0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0

Universitas Sumatera Utara

Page 92: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

73

No WP JK UB UBK UBKU BBB SG BBLR BBLK SI SASI WMA MDR PKM MLR PLR KBD JD WJD PRDP PRK SISPA

25 Kota Matsum II 1 6 0 1 6.5 0 3.0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1

26 Kota Matsum I 0 15 3 0 8.8 0 3.2 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 2 7 0 1

27 Kota Matsum II 1 3 0 1 5.5 0 3.2 0 1 0 2 1 0 0 1 1 2 3 10 1 1

28 Kota Matsum II 1 24 3 0 9.0 0 2.8 0 0 1 2 1 0 0 0 0 0 2 5 0 1

29 Kota Matsum IV 0 2 0 1 4.2 0 3.3 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 1

30 Kota Matsum I 1 19 3 0 10.0 0 3.5 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 0

31 Kota Matsum I 0 15 3 0 12.0 0 4.0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 3 0 1

32 Kota Matsum II 1 7 1 1 7.5 0 3.0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 2 3 7 0 1

33 Kota Matsum I 0 24 3 0 12.0 0 3.0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 2 5 0 1

34 Kota Matsum II 1 15 3 0 9.0 0 3.5 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0

35 Kota Matsum I 0 17 3 0 11.0 0 3.0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 2 5 0 1

36 Kota Matsum II 0 3 0 1 6.0 0 3.1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 2 4 0 1

37 Kota Matsum II 1 3 0 1 6.0 0 3.2 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 2 4 0 1

38 Kota Matsum IV 1 2 0 1 5.7 0 3.3 0 1 1 0 1 0 0 1 1 2 3 8 0 0

39 Kota Matsum II 1 22 3 0 12.0 0 3.1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 0

40 Kota Matsum IV 0 8 1 1 8.0 0 3.0 0 1 0 2 0 0 0 0 1 1 2 6 0 1

41 Kota Matsum I 1 17 3 0 11.0 0 3.1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 0

42 Kota Matsum I 0 10 2 1 8.3 0 3.2 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0

43 Kota Matsum I 0 7 1 1 7.0 0 3.1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 2 5 0 0

44 Kota Matsum I 0 12 2 0 12.0 0 2.7 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 1

45 Kota Matsum I 0 4 0 1 6.8 0 4.0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 1

46 Kota Matsum I 0 12 2 0 8.1 0 2.7 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 2 5 0 1

47 Kota Matsum II 1 12 2 0 11.0 0 3.6 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 2 6 0 1

48 Kota Matsum II 1 24 3 0 13.0 0 3.6 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 2 3 0 1

49 Kota Matsum I 0 6 0 1 7.4 0 4.4 0 1 0 2 1 1 0 0 1 0 2 7 0 0

50 Kota Matsum II 0 12 2 0 10.0 0 2.4 1 0 1 0 0 1 0 0 1 2 3 7 0 1

51 Kota Matsum I 1 24 3 0 15.0 0 3.3 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 5 0 0

52 Kota Matsum I 1 8 1 1 7.5 0 3.0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 4 0 1

53 Kota Matsum IV 1 16 3 0 14.0 0 3.4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 1

Universitas Sumatera Utara

Page 93: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

74

No WP JK UB UBK UBKU BBB SG BBLR BBLK SI SASI WMA MDR PKM MLR PLR KBD JD WJD PRDP PRK SISPA

54 Kota Matsum IV 0 12 2 0 11.0 0 2.8 0 0 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 0

55 Kota Matsum IV 0 1 0 1 4.0 0 4.0 0 1 1 2 0 1 0 0 1 2 3 9 1 1

56 Kota Matsum IV 0 1 0 1 4.0 0 4.0 0 1 0 2 1 0 0 0 1 0 2 6 0 1

57 Kota Matsum IV 0 10 2 1 8.2 0 2.7 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 3 0 0

58 Kota Matsum IV 1 7 1 1 7.0 0 3.0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 2 3 7 0 1

59 Kota Matsum IV 0 11 2 1 8.5 0 3.5 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 2 4 0 0

60 Kota Matsum IV 1 1 0 1 2.5 1 2.5 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0

61 Kota Matsum IV 1 14 3 0 9.0 0 2.8 0 0 1 0 1 0 0 0 1 2 3 7 0 0

62 Kota Matsum IV 1 6 0 1 8.0 0 3.7 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 2 7 0 1

63 Kota Matsum I 1 4 0 1 8.0 0 3.6 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 1

64 Kota Matsum I 1 11 2 1 10.5 0 3.9 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 2 0 0

65 Kota Matsum I 1 12 2 0 8.6 0 2.5 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 0

66 Kota Matsum I 1 16 3 0 8.5 0 2.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 5 0 0

67 Kota Matsum I 0 3 0 1 5.0 0 3.2 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 2 3 0 0

68 Kota Matsum I 0 17 3 0 10.0 0 3.6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0

69 Kota Matsum II 0 12 2 0 10.0 0 3.3 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 0

70 Kota Matsum I 0 1 0 1 6.7 1 34.0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 1

71 Kota Matsum I 0 14 3 0 10.0 0 3.1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 0

72 Kota Matsum I 1 21 3 0 8.9 0 2.8 0 0 0 2 1 0 0 0 1 0 2 6 0 0

73 Kota Matsum I 1 2 0 1 2.5 1 2.2 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0

74 Kota Matsum I 0 3 0 1 8.0 0 4.0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 2 4 0 0

75 Kota Matsum IV 0 9 1 1 8.1 0 3.0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 4 0 0

76 Kota Matsum IV 1 17 3 0 10.0 0 2.8 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 2 6 0 1

77 Kota Matsum II 0 12 2 0 12.0 0 3.0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 2 4 0 1

78 Kota Matsum IV 1 12 2 0 4.0 0 3.0 0 1 0 2 0 0 0 0 1 2 3 8 0 0

79 Kota Matsum IV 0 3 0 1 5.3 0 3.3 0 1 1 2 1 0 0 0 1 2 3 9 1 0

Universitas Sumatera Utara

Page 94: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

75

No WP JK UB UBK UBKU BBB SG BBLR BBLK SI SASI WMA MDR PKM MLR PLR KBD JD WJD PRDP PRK SISPA

80 Kota Matsum I 0 13 3 0 10.0 0 2.8 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1

81 Kota Matsum II 1 1 0 1 2.5 1 2.5 0 1 1 1 0 1 0 1 1 2 3 9 1 1

82 Kota Matsum II 1 1 0 1 1.9 1 1.9 1 1 1 1 0 1 0 1 1 2 3 9 1 1

83 Kota Matsum II 0 15 3 0 9.5 0 3.5 0 0 0 2 0 0 0 1 1 2 3 9 1 1

84 Kota Matsum II 1 4 0 1 3.9 1 3.1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 0

85 Kota Matsum I 0 5 0 1 5.5 0 4.0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 2 3 0 0

86 Kota Matsum I 1 14 3 0 9.0 0 3.3 0 0 1 1 0 0 0 0 1 2 3 7 0 0

87 Kota Matsum II 0 7 1 1 7.5 0 2.6 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 2 5 0 1

88 Kota Matsum II 0 24 3 0 12.0 0 3.4 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 0

89 Kota Matsum II 0 3 0 1 3.8 1 3.0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 2 6 0 0

90 Kota Matsum II 0 0 0 1 3.8 0 3.8 0 1 0 1 1 0 0 1 0 2 3 8 0 0

91 Kota Matsum II 0 9 1 1 8.5 0 2.4 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 2 5 0 1

92 Kota Matsum II 0 13 3 0 9.5 0 3.5 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 2 4 0 1

93 Kota Matsum II 0 14 3 0 9.3 0 3.0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 1

94 Kota Matsum IV 0 17 3 0 7.0 1 2.4 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 2 5 0 0

95 Kota Matsum II 0 18 3 0 12.0 0 4.0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 2 6 0 0

96 Kota Matsum I 0 10 2 1 7.8 0 2.5 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1

97 Kota Matsum I 1 5 0 1 7.6 0 3.3 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 2 5 0 1

98 Kota Matsum I 0 13 3 0 8.3 0 2.4 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 2 4 0 0

99 Kota Matsum IV 0 15 3 0 10.0 0 3.0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 2 3 0 1

100 Kota Matsum IV 1 15 3 0 10.0 0 3.1 0 1 1 0 0 0 0 1 1 2 3 7 0 1

101 Kota Matsum IV 0 16 3 0 10.0 0 3.4 0 1 1 0 1 0 0 1 1 2 3 8 0 1

102 Kota Matsum IV 0 17 3 0 11.0 0 3.3 0 1 1 0 0 0 0 0 1 2 3 6 0 1

103 Kota Matsum I 1 20 3 0 11.0 0 3.5 0 0 1 1 0 0 0 0 0 2 3 6 0 1

Universitas Sumatera Utara

Page 95: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

76

WP : Wilayah Posyandu

JK : Jenis Kelamin

MKM : Menggunakan Kompor Minyak

MLR : Menyapu Lantai Rumah

UB : Umur Baduta PLR : Pel Lantai Rumah

UBK : Umur Baduta Kategorik

UBKU: Umur Baduta Kategorik UJI

KBD : Kasur Bantal Dijemur

JD : Jendela Dibuka

BBB : Berat Badan Bayi WJD : Waktu Jendela Dibuka

SG : Status Gizi PRDP : Perilaku Dalam Point

BBL : Berat Badan Lahir PRK : Perilaku Kategorik

BBLK : Berat Badan Lahir Kategorik SISPA : Status ISPA

SI : Status Imunisasi

SASI : Status ASI Eklusif

WMA : Waktu Menggunakan Anti nyamuk

MDR : Meroko Dalam Rumah

Universitas Sumatera Utara

Page 96: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

77

Lampiran 3 Output Analisis Data

Analisis Univariat

SISPA

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 47 45.6 45.6 45.6

Ya 56 54.4 54.4 100.0

Total 103 100.0 100.0

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Kota Matsum I 48 46.6 46.6 46.6

Kota Matsum

II 32 31.1 31.1 77.7

Kota Matsum

IV 23 22.3 22.3 100.0

Total 103 100.0 100.0

UBK

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid 0-6 32 31.1 31.1 31.1

7-9 11 10.7 10.7 41.7

10-12 16 15.5 15.5 57.3

13-24 44 42.7 42.7 100.0

Total 103 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Page 97: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

78

UBKU

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid 12-24 54 52.4 52.4 52.4

0-11 49 47.6 47.6 100.0

Total 103 100.0 100.0

JK

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 60 58.3 58.3 58.3

Perempuan 43 41.7 41.7 100.0

Total 103 100.0 100.0

SGIZI

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Baik 93 90.3 90.3 90.3

Kurang 10 9.7 9.7 100.0

Total 103 100.0 100.0

BBLK

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Normal 94 91.3 91.3 91.3

BBLR 9 8.7 8.7 100.0

Total 103 100.0 100.0

SI

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 64 62.1 62.1 62.1

Tidak 39 37.9 37.9 100.0

Total 103 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Page 98: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

79

SASI

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya 27 38.0 38.0 38.0

Tidak 44 62.0 62.0 100.0

Total 71 100.0 100.0

PTI

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid 0 87 84.5 84.5 84.5

1 16 15.5 15.5 100.0

Total 103 100.0 100.0

PRK * PTI Crosstabulation

PTI

Total Tinggi Rendah

PRK Baik Count 81 13 94

% within

PRK 86.2% 13.8% 100.0%

Tidak Baik Count 6 3 9

% within

PRK 66.7% 33.3% 100.0%

Total Count 87 16 103

% within

PRK 84.5% 15.5% 100.0%

PKI

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Universitas Sumatera Utara

Page 99: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

80

Valid Bekerja 30 29.1 29.1 29.1

Tidak

Bekerja

73 70.9 70.9 100.0

Total 103 100.0 100.0

WMA

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak menggunakan

anti nyamuk

66 64.1 64.1 64.1

Bukan saat tidur 22 21.4 21.4 85.4

saat tidur 15 14.6 14.6 100.0

Total 103 100.0 100.0

MDR

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 57 55.3 55.3 55.3

Ya 46 44.7 44.7 100.0

Total 103 100.0 100.0

MPKM

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak 92 89.3 89.3 89.3

Ya 11 10.7 10.7 100.0

Total 103 100.0 100.0

SLR

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid >1kali sehari 95 92.2 92.2 92.2

Universitas Sumatera Utara

Page 100: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

81

<=1 kali

sehari

8 7.8 7.8 100.0

Total 103 100.0 100.0

PLR

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid > 1 kali seminggu 71 68.9 68.9 68.9

<= 1 kali

seminggu

32 31.1 31.1 100.0

Total 103 100.0 100.0

KBD

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid >1 kali seminggu 20 19.4 19.4 19.4

<= 1 kali

seminggu

83 80.6 80.6 100.0

Total 103 100.0 100.0

JD

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Ya, setiap hari selalu

buka jendela

61 59.2 59.2 59.2

Kadang-kadang 10 9.7 9.7 68.9

Tidak pernah 32 31.1 31.1 100.0

Total 103 100.0 100.0

WBJ

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Pagi saja 5 4.9 4.9 4.9

Sore saja 3 2.9 2.9 7.8

Universitas Sumatera Utara

Page 101: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

82

Pagi-sore 63 61.2 61.2 68.9

Tidak

pernah

32 31.1 31.1 100.0

Total 103 100.0 100.0

PRK

Frequenc

y Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid Baik 94 91.3 91.3 91.3

Tidak

Baik

9 8.7 8.7 100.0

Total 103 100.0 100.0

Analisis Bivariat

UBK * SISPA Crosstabulation

SISPA

Total Tidak Ya

UBK 12-24 Count 23 31 54

% within

UBK

42.6% 57.4% 100.0%

0-11 Count 24 25 49

% within

UBK

49.0% 51.0% 100.0%

Total Count 47 56 103

% within

UBK

45.6% 54.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .422a 1 .516

Universitas Sumatera Utara

Page 102: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

83

Continuity Correctionb .204 1 .651

Likelihood Ratio .423 1 .516

Fisher's Exact Test .557 .326

Linear-by-Linear

Association

.418 1 .518

N of Valid Cases 103

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

22.36.

b. Computed only for a 2x2 table

SGIZI * SISPA Crosstabulation

SISPA

Total Tidak Ya

SGIZ

I

Baik Count 41 52 93

% within

SGIZI

44.1% 55.9% 100.0%

Kurang Count 6 4 10

% within

SGIZI

60.0% 40.0% 100.0%

Total Count 47 56 103

% within

SGIZI

45.6% 54.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .922a 1 .337

Continuity Correctionb .392 1 .531

Likelihood Ratio .919 1 .338

Universitas Sumatera Utara

Page 103: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

84

Fisher's Exact Test .506 .265

Linear-by-Linear

Association

.913 1 .339

N of Valid Cases 103

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

4.56.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

SISPA

Total Tidak Ya

BBL

K

Normal Count 43 51 94

% within

BBLK

45.7% 54.3% 100.0%

BBLR Count 4 5 9

% within

BBLK

44.4% 55.6% 100.0%

Total Count 47 56 103

% within

BBLK

45.6% 54.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact

Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .006a 1 .940

Continuity

Correctionb

.000 1 1.000

Likelihood Ratio .006 1 .940

Fisher's Exact Test 1.000 .611

Linear-by-Linear

Association

.006 1 .941

N of Valid Cases 103

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count

is 4.11.

Universitas Sumatera Utara

Page 104: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

85

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

SISPA

Total Tidak Ya

SI Ya Count 24 27 51

% within

SI

47.1% 52.9% 100.0%

Tidak Count 23 29 52

% within

SI

44.2% 55.8% 100.0%

Total Count 47 56 103

% within

SI

45.6% 54.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .083a 1 .773

Continuity

Correctionb

.008 1 .928

Likelihood Ratio .083 1 .773

Fisher's Exact Test .844 .464

Linear-by-Linear

Association

.082 1 .774

N of Valid Cases 103

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

23.27.

b. Computed only for a 2x2 table

SASI * SISPA Crosstabulation

SISPA

Total Tidak Ya

Universitas Sumatera Utara

Page 105: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

86

SASI Ya Count 16 11 27

% within

SASI 59.3% 40.7% 100.0%

Tidak Count 14 30 44

% within

SASI 31.8% 68.2% 100.0%

Total Count 30 41 71

% within

SASI 42.3% 57.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.164a 1 .023

Continuity Correctionb 4.100 1 .043

Likelihood Ratio 5.174 1 .023

Fisher's Exact Test .028 .021

Linear-by-Linear

Association 5.091 1 .024

N of Valid Casesb 71

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,41.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

SISPA

Total Tidak Ya

PTI Tinggi Count 37 50 87

% within

PTI

42.5% 57.5% 100.0%

Rendah Count 10 6 16

% within

PTI

62.5% 37.5% 100.0%

Total Count 47 56 103

% within

PTI

45.6% 54.4% 100.0%

Universitas Sumatera Utara

Page 106: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

87

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 2.173a 1 .140

Continuity

Correctionb

1.442 1 .230

Likelihood Ratio 2.173 1 .140

Fisher's Exact Test .176 .115

Linear-by-Linear

Association

2.152 1 .142

N of Valid Cases 103

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

7.30.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

SISPA

Total Tidak Ya

PKI Bekerja Count 14 16 30

% within

PKI

46.7% 53.3% 100.0%

Tidak

Bekerja

Count 33 40 73

% within

PKI

45.2% 54.8% 100.0%

Total Count 47 56 103

% within

PKI

45.6% 54.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .018a 1 .892

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .018 1 .892

Universitas Sumatera Utara

Page 107: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

88

Fisher's Exact Test 1.000 .532

Linear-by-Linear

Association

.018 1 .893

N of Valid Cases 103

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

13.69.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

SISPA

Total Tidak Ya

PRK Baik Count 46 48 94

% within

PRK

48.9% 51.1% 100.0%

Tidak

Baik

Count 1 8 9

% within

PRK

11.1% 88.9% 100.0%

Total Count 47 56 103

% within

PRK

45.6% 54.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significanc

e (2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 4.737a 1 .030

Continuity Correctionb 3.335 1 .068

Likelihood Ratio 5.453 1 .020

Fisher's Exact Test .037 .030

Linear-by-Linear

Association

4.691 1 .030

N of Valid Cases 103

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count

is 4.11.

b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara

Page 108: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

89

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 109: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

90

Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 110: FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI …

91

Lampiran 6 Planing Of Action (POA)

No Kegiatan Bulan

2019 2020

O

k

t

N

o

v

D

e

s

J

a

n

F

e

b

M

a

r

A

p

r

M

e

i

J

u

n

J

u

l

A

g

t

S

e

p

O

k

t

N

o

v

D

e

s

1 Pengajuan Judul

2 Penetapan SKA Judul

3 Penetapan Dosen

Pembimbing

4 Survei Pendahuluan

5 Bimbingan Proposal

6 Seminar Proposal

7 Perbaikan Proposal

8 Pengumpulan Data

9 Analisa Data

10 Bimbingan Skripsi

11 Sidang Skripsi

12 Perbaikan Skripsi

Universitas Sumatera Utara