Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Faktor-Faktor yang Membentuk Organisasi yang Customer-Centric
Amalia E. Maulana, Ph.D. 1
1 Creative Marketing Program, Management Department, BINUS Business School Master
Program, Bina Nusantara University, Jakarta, Indonesia;
Abstract
Tuntuan perkembangan jaman dari situasi pasar yang masih sepi dari pemain hingga pasar yang
penuh sesak, membuat perusahaan harus mengatur ulang pendekatannya terhadap pengelolaan
perusahan dan konsumennya. Yang sebelumnya lebih banyak dikendalikan oleh divisi
pengembangan produk, sekarng harus lebih bisa melihat pentingnya pemahaman konsumen
dan mengerti value-value apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen. Sudah waktunya untuk
transformasi organisasi di perusahaan. Tulisan ini membahas perbedaan antara perusahaan
yang product-oriented, dibandingkan dengan perusahaan yang customer-oriented. Ada empat
faktor penting yang perlu diperhatikan oleh perusahaan yang berniat untuk transformasi
organisasinya menjadi customer-centric: (1) Agen perubahan, (2) komitmen pemimpin, (3)
pemahaman konsumen, dan (4) Strategi eksekusi.
Kata kunci: Customer-Centric, Agen perubahan, Organisasi
2
1. Pendahuluan
Salah satu yang menandakan majunya sebuah negara adalah kemandirian perusahaan-
perusahaan yang tumbuh dan berkembang di negara tersebut. Apakah sudah banyak
perusahaan lokal dan nasional yang mandiri dan menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
Pemahaman konsumen/pelanggan sebagai kunci keberhasilan dari sebuah organisasi di
perusahaan adalah penanda sebuah perusahaan, bukan hanya maju untuk satu dua tahun saja,
melainkan langgeng dalam jangka panjang.
Perusahaan local terutama yang merupakan perusahaan keluarga di Indonesia sampai
hari ini masih banyak yang mengoperasikan perusahaannya dengan pendekatan product-
oriented, dan belum customer-oriented. Sebuah perusahaan yang belum menjadi customer-
centric dan masih bertahan di alam lama, akan lama untuk mencapai kemajuan Untuk maju,
perusahaan harus berubah, bukan hanya menghasilkan penjualan yang tinggi saja secara sesaat,
tetapi mengubah kultur/budaya perusahaan menjadi customer-centric, menjadi pilihan
terdepan bagi konsumennya.
Pentingnya menjadi organisasi yang customer-centric sudah lama dipahami baik oleh
akademisi maupun praktisi bisnis. Drucker (1954) mengatakan bahwa pelanggan adalah pihak
yang menentukan sebuah bisnis, apa yang akan diproduksi dan apa yang akan menjadikannya
sejahtera. Berbagai perusahaan besar dunia, seperti halnya P&G, GE, IBM, dan DuPont,
senantiasa berusaha untuk mengembangkan pemahaman mendalam mengenai pelanggan
mereka, yang terbukti mampu membuat mereka terus berkembang dalam persaingan
(Mukerjee, 2013).
Sayangnya, pemahaman tentang pentingnya customer-centricity ini tidak selalu
terimplementasi dalam tindakan nyata. Dalam sebuah survei terhadap para pemimpin bisnis
senior, hampir semua (88%) memahami bahwa perbaikan pengalaman pelanggan merupakan
hal mendasar yang harus dilakukan untuk kesuksesan bisnis mereka ke depannya. Namun,
3
ternyata hampir setengahnya (43%), lebih memilih untuk fokus ke isu lain yang dianggap lebih
penting dalam bisnis mereka. Strategi customer-centricity yang telah secara baik diniatkan dan
direncanakan seringkali dilemahkan oleh kendala-kendala teknis operasional dan hilangnya
fokus (Deloitte, 2014).
Telah terdapat berbagai studi terdahulu yang meneliti tentang faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi implementasi praktek customer-centric pada suatu organisasi. Berangkat
dari studi-studi yang lalu tersebut, telah banyak dibahas berbagai faktor-faktor pendukung dan
penghambat terbentuknya perusahaan yang dimaksud. Paper konseptual ini berusaha untuk
mengusulkan suatu framework tentang faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap
implementasi customer centricity.
2. Definisi Customer Centricity
Customer-centric adalah suatu strategi yang menempatkan pelanggan pada posisi
utama dan menjadi inti dari seluruh aktivitas organisasi. Day (2006) menyatakan bahwa
orientasi kepada pasar menunjukan keahlian yang mumpuni dari organisasi untuk mengerti
kebutuhan konsumen dan memuaskan mereka. Deshpande et al. (1993) berpendapat bahwa
customer-orientation adalah bagaimana perusahaan menempatkan konsumen sebagai prioritas
utama, melebihi pemangku kepentingan lainnya, terutama pemilik perusahaan, manager dan
semua pekerja yang ada di perusahaan.
Organisasi yang customer-centric tidak lagi hanya memfokuskan bisnisnya pada
penawaran produk dan jasa, namun lebih kepada menawarkan solusi yang menyeluruh atas
kebutuhan masing-masing segmen pelanggan (Lee et al., 2015; Shah et al., 2006). Struktur
customer-centric yang disusun berdasarkan kelompok pelanggan ini memungkinkan organisasi
untuk dapat merespon perubahan kebutuhan pelanggan secara lebih cepat dan tepat (Day,
2006)
4
Suatu organisasi yang bersifat customer-centric dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
budaya, sistem, proses, struktur, dan kepemimpinan (Bolton, 2004; Shah et al., 2006). Dari
aspek struktur, banyak perusahaan telah mengubah struktur organisasinya agar dapat lebih
responsif terhadap kebutuhan pelanggan (George et al., 1994) serta dapat mencerminkan
segmentasi pelanggan dari pasar yang dibidiknya (Day, 2006). Dalam struktur organisasi yang
customer-centric, unit-unit bisnis yang ada disesuaikan dengan kelompok pelanggan yang
berbeda (Lee et al., 2015), yang memungkinkan setiap divisi memfokuskan diri terhadap suatu
segmen pelanggan tertentu saja, sehingga akan dapat menambah pengetahuan atas kelompok
pelanggan tersebut (Gulati, 2007).
3. Perbedaan dengan Perusahan yang Product-Oriented
Untuk bisa mempelajari makna dari sebuah organisasi yang Custome Centric maka bisa
melalui kontrasnya dengan perusahaan yang Product-Centric. Dari perbandingan ini lah
tergambar dari beberapa aspek yang fundamental sehingga transformasi dari Product ke
Customer menjadi tergambar lebih jelas. Parameter yang digunakan untuk membandingkan
adalah sebagai berikut:
- Perbedaan Target/Goal
- Perbedaan Tawaran/Offering dari perusahaan ke pasar
- Perbedaan Rute Kreasi Value – arah yang akan diambil
- Perbedaan persepsi terhadap Konsumen terpenting
- Perbedaan Strategi harga
- Perbedaan prioritas perusahaan
- Proses paling penting
- Penilaian dan Penghargaan
5
Tabel 1. Perbedaan Perusahaan yang Product-Centric dengan Customer-Centric
Parameter Perusahaan
Product-centric
Perusahaan
Customer-centric
Strategy
Target/Goal Produk terbaik untuk
konsumen
Solusi terbaik untuk
konsumen
Tawaran Meluncurkan produk baru Memberikan tawaran yang
personal baik itu dalam
bentuk produk, jasa, edukasi
dan konsultasi
Rute kreasi value Produk dengan fitur
unggul
Kustom untuk Total Solusi
bagi konsumen
Konsumen
terpenting
Konsumen paling canggih Konsumen paling loyal dan
menguntungkan
Basis prioritas Portofolio Produk Portofolio customer dan
dilihat dari keuntungannya
Strategi harga Harga pasar Harga untuk value dan risk
nya
Proses paling
penting
Pengembangan produk
baru
Pengembangan Customer
lama dan baru
Penilaian dan
Penghargaan
Jumlah produk baru yang
diluncurkan
Market share
Pangsa pasar dari Customer
yang paling bernilai
Kepuasan pelanggan
Penahanan Customer seumur
hidup
6
4. Penelitian yang lalu
Studi tentang Customer Centricity ini telah menjadi perhatian banyak researcher
sehingga jika kita telaah lebih mendalam, ada banyak yang bisa dipelajari dari hasil penelitian
mereka. Penelitian ini beragam dan semuanya saling melengkapi. Penelitian yang mempelajari
impact dari organisasi yang Customer Centric ini terhadap keberhasilan perusahaan adalah:
Tseng and Wu (2014) dimana mereka menemukan bahwa perusahaan yang mempunyai
knowledge yang tinggi terhadap konsumennya akan mempengaruhi secara positif service
quality dan Customer-relationship-management (CRM) nya.
Determinant dari terbentuknya organisasi yang Customer-centric diteliti salah satunya
oleh Shah et al. (2006) dimana ia menyatakan bahwa perjalanan perusahaan menuju cita-
citanya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komitmen kuat seorang pemimpin,
Penyesuaian organisasi, Dukungan sistem dan proses yang baik dan metrik-metrik finansial
yang terkait.
Model dari The Gartner oleh Ed Thompson (2011) dari penelitian yang dipublikasikan
di Non-Journal, menyediakan kerangka kerja yang bisa digunakan untuk mengukur
kematangan dari level kemampuan CEM dari perusahaan, dan menggunakannya sebagai basis
dari pembahasan pada tahapan yang telah dicapai dan bagaimana untuk mengembangkan peta
perjalanan untuk mencapainya dengan efektif. Perubahan yang mendasar dari organisasi
menuju ke arah customer centric ini ditunjukkan oleh Homburg et al. (2000), dengan
menunjukkan perubahan dan perkembangan struktur organisasi yang baru agar mempercepat
proses transformasi organisasi. Dan transisi yang jelas dan kongkrit akan membantu
perusahaan memperkecil kemungkinan tidak berjalannya transformasi di organisasi akibat
resistensi dan sebab-sebab lainnya.
Yang menarik dari penelitian Shah et al. (2006) – adalah dipelajari nya dua hal
sekaligus, yaitu antecedents atau faktor-faktor yang akan mempengaruhi terbentuknya
7
Customer-Centricity, dan konsekuensi dari apa yang akan diterima atau dihasilkan oleh
customer centricity tersebut. Antecedent dari CCO ini diantaranya adalah tekanan yang dialami
oleh perusahaan saat memperbaiki produktifitasnya. Lalu, diversity dari pasar baik itu di ranah
B2C maupun B2B, serta penerapan teknologi, menjadi penting untuk dijaga dan ditingkatkan.
dengan transformasi organisasi ini, maka yang menjadi terlihat adalah perubahan fungsi dari
divisi pemasaran, yaitu mencakup supply management juga, kemudian berkembang menjadi
pemasaran co-creation, pemasaran yang menekankan pada fixed-cost.
Figure 1. Antecedent dan Konsekuensi Pemasaran Customer-Centric
8
Tabel berikut ini merangkum beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi
praktik customer-centric pada suatu organisasi, yang sebagian besar telah dibahas dalam
uraian di atas.
Tabel 2. Beberapa Faktor penting dalam Customer-Centric Organization (CCO)
Factors References
Organizational structure Bolton (2004); Day (2006); Homburg et al.
(2000); Jaworski and Kohli (1993); Lee et al.
(2015); Shah et al. (2006)
Organizational culture (values,
norms, learning, improvement,
innovation)
Bolton (2004); Day (1990); Han et al. (1998);
Parsons (1991); Shah et al. (2006); Sheth et al.
(2000)
Leadership style, top-level
management commitment
Charan and Colvin (1999); Jaworski and Kohli,
(1993); Shah et al. (2006); Sheth et al. (2000);
Webster (1988)
Systems and process (developing
and sustaining customer
relationship)
Bolton (2004); Jaworski and Kohli (1993);
Jayachandran et al. (2005); Shah et al. (2006)
Customer
knowledge/understanding
Burmann et al. (2011); Day and Wensley (1988);
Gulati (2007); Mukerjee (2013); Narver and
Slater (1990)
Metrics (financial, marketing,
brand management)
Rust et al. (2004); Shah et al. (2006)
9
5. Faktor Pendukung dan Penghambat
Beberapa faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya organisasi yang customer-
centric antara lain:
(1) Agen Perubahan,
(2) Komitmen Para Pemimpin,
(3) Pemahaman Pelanggan, dan
(4) Eksekusi Strategi.
Keberadaan faktor-faktor tersebut akan menjadi dorongan atau faktor pendukung; dan
sebaliknya, apabila organisasi tidak dilengkapi dengan keberadaannya, maka itu akan menjadi
hambatan bagi tercapainya tujuan menjadi customer-centric.
5.1. Agen Perubahan
Perubahan kultur/budaya organisasi bukan pekerjaan yang mudah. Pemimpin
perusahaan atau jajaran manajemen yang terlalu lama berkutat dengan kultur/budaya producer-
centric, memiliki fixed mind-set. Merubah mindset menjadi growth-mindset merupakan salah
satu syarat menjadi perusahaan modern dan bertumbuh secara langgeng.
Merubah kultur membutuhkan kekuatan baru, dari para Agen Perubahan, yang
mempunyai semangat untuk bertumbuh, memiliki dimensi Thought-leadership yaitu yang
pemikiran nya menginsipirasi dan diikuti oleh jajarannya. Agen perubahan adalah seseorang
maupun suatu kelompok yang mengusahakan terjadinya perubahan dalam suatu organisasi,
dari memulai hingga mengelolanya (Lunenburg, 2010). Mereka adalah orang-orang yang
memiliki sikap proaktif dan percaya bahwa keadaan dapat menjadi lebih baik, memiliki
kemampuan untuk memotivasi orang lain (Greenberg dan Baron, 1997), serta mampu
10
memahami apa yang diperlukan dari segi waktu, urgensi, proses, dan dapat memimpin proses-
proses tersebut (Bridges, 2003; Kolltveit et al., 2012).
Agent of change juga bisa diartikan sebagai “pengembang organisasi” yang mampu
mengembangkan solusi integratif dari berbagai pendapat dan sudut pandang di antara
kelompok-kelompok yang berlawanan dalam organisasi, di mana dibutuhkan pemahaman,
dukungan, dan kepemimpinan dalam proses perubahan (Huse, 1980; Nutt, 1986). Menjadi
seorang agent of change juga berarti memperhatikan pengembangan dan kemajuan tiap-tiap
pihak yang terlibat untuk dapat belajar dan memperbaiki situasi melalui usaha mereka sendiri
guna mencapai perubahan yang diinginkan (Tosi et al., 1994). Mereka adalah orang-orang yang
memiliki sikap proaktif dan percaya bahwa keadaan dapat menjadi lebih baik, memiliki
kemampuan untuk memotivasi orang lain (Greenberg and Baron, 1997), serta mampu
memahami apa yang diperlukan dari segi waktu, urgensi, proses, dan dapat memimpin proses-
proses tersebut (Bridges, 2003; Kolltveit et al., 2012).
5.2.Komitmen Para Pemimpin
Secara umum, para anggota organisasi atau pegawai perusahaan memiliki peran
penting dalam penerapan praktik customer-centric (Gounaris, 2008; Lings and Greenley,
2009). Semakin tinggi level keterlibatan para anggota organisasi dalam implementasi suatu
strategi berpengaruh positif terhadap tingkat kesuksesan implementasi strategi tersebut,
termasuk profit dan perusahaan secara umum (Harrington, 2006). Secara khusus, leadership
commitment merupakan hal yang penting dan critical, baik dalam inisiasi maupun dukungan
terhadap berbagai inisiasi menuju customer-centric (Shah et al., 2006). Komitmen para
eksekutif ini diakui sebagai salah satu faktor utama dari pembentukan customer orientation
(Day, 1999; Han et al., 1998; Kennedy et al., 2003; Kirca et al., 2005). Perilaku, peran, serta
komitmen yang diberikan oleh senior-level leadership berkaitan erat dengan kesuksesan
11
implementasi strategi (Schaap, 2006; Smith and Kofron, 1996). Komitmen internal dari top-
level management terhadap pelanggan ini merupakan penggerak utama dalam menyukseskan
praktik customer-centric, yang bila tidak ada justru akan menjadi faktor penghalang (Burmann
et al., 2011).
Suatu organisasi tidak dapat menjadi customer-centric jika para eksekutifnya tidak
menjadikan customer experience sebagai prioritas (Deloitte, 2014). Penting untuk memiliki
leadership yang secara jelas mengartikulasikan makna dari menjadi customer-centric.
Umumnya tanggung jawab urusan customer experience bisa diserahkan kepada seseorang,
tetapi sebuah organisasi yang benar-benar ingin customer-centric akan mengajak top
management-nya ikut terlibat dalam memahami customer journey.
5.3.Pemahaman Pelanggan
Menjadi customer-centric mengharuskan organisasi untuk memiliki kemauan mencari
tahu customer insights secara kualitatif dan bukan sekedar angka historis kuantitatif (Maulana,
2009). Memahami secara mendalam tentang profil pelanggan dan kebiasaan perilaku mereka
akan membantu dalam memberikan pengalaman yang sesuai. Pengetahuan ini biasanya
didapatkan dari interaksi dan dialog dengan para pelanggan, mengamati bagaimana pelanggan
menggunakan produk dan jasa, serta menganalisa data dan informasi yang tersedia guna
melihat perilaku pelanggan secara umum agar dapat memberikan solusi yang sesuai dengan
kebutuhan mereka (Gibbert et al., 2002; Wayland dan Cole, 1997).
Pengetahuan mengenai pelanggan (customer knowledge) adalah bagaimana suatu
organisasi mengerti dan memahami kebutuhan masa kini dan masa depan para pelanggannya
(Lee et al., 2011). Sebuah organisasi yang customer-centric membangun model dan proses
bisnis berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap para pelanggannya. Ini menuntut
organisasi tersebut untuk dapat mendesain proses bisnis sesuai dengan kebutuhan segmen
12
pelanggan yang berbeda-beda, memberikan customer experience yang positif pada setiap touch
point, aktif berdialog dengan para pelanggan dan responsif terhadap feedback mereka.
Organisasi harus mengembangkan pemahaman yang mendalam terkait nilai-nilai yang
pelanggan hargai, mendorong pemenuhan nilai-nilai tersebut beserta tingkat kepuasannya, dan
senantiasa berinovasi (Mukerjee, 2013).
Menjadi customer-centric meniscayakan organisasi untuk memiliki kemauan mencari
tahu customer insights secara kualitatif dan bukan sekedar angka historis kuantitatif.
Memahami secara mendalam tentang profil pelanggan dan kebiasaan perilaku mereka akan
membantu dalam memberikan experience yang sesuai. Pengetahuan ini biasanya didapatkan
dari interaksi dan dialog dengan para pelanggan, mengamati bagaimana pelanggan
menggunakan produk dan jasa, serta menganalisa data dan informasi yang tersedia guna
melihat perilaku pelanggan secara umum agar dapat memberikan solusi yang sesuai dengan
kebutuhan mereka (Gibbert et al., 2002; Wayland and Cole, 1997). Organisasi yang dapat
mengintegrasikan informasi dan wawasan yang mendalam mengenai pelanggan ke dalam
seluruh proses bisnisnya akan menjadi yang paling sukses (Srivastava et al., 1999), karena
semua proses ini juga memberi manfaat dalam hal kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan,
dan produktivitas karyawan (Mithas et al., 2005). Keseluruhan proses pengumpulan
pengetahuan mengenai pelanggan ini merupakan salah satu penggerak bagi organisasi untuk
menjadi customer-centric (Burmann et al., 2011).
Gebert et al. (2003) membagi "customer knowledge" menjadi tiga jenis, yaitu
knowledge for customers, about customers, dan from customers. Knowledge for customers
adalah pengetahuan yang diperlukan untuk merespon kebutuhan pelanggan, seperti tentang
produk dan pasar. Knowledge about customers adalah untuk memahami kebutuhan dan
motivasi pelanggan, semisal histories, requirements, etc., guna menyediakan pelayanan yang
lebih sesuai. Knowledge from customers adalah persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa
13
yang ditawarkan. Semua customer knowledge ini harus didapatkan guna mengetahui
kebutuhan dan motivasi pelanggan, dan dikelola agar dapat menciptakan hubungan baik
dengan pelanggan (Constantinos et al., 2003; Davenport et al., 2001; Gebert et al., 2003).
5.4.Eksekusi Strategi
Untuk dapat mengembangkan organisasi menjadi customer-centric, diperlukan
kemampuan dan kapabilitas dalam eksekusi strategi. Tidak sedikit organisasi yang sudah
memahami pentingnya menjadi customer-centric, sudah melakukan studi mendalam guna
mendapatkan customer insights, serta memiliki rumusan strategis dari hasil studi tersebut,
namun pada akhirnya dapat dikatakan tidak ada perubahan dalam implementasi strateginya.
Studi yang dilakukan Čater & Pučko (2010) menunjukkan bahwa hanya terdapat kurang dari
10% strategi yang telah disusun baik yang berhasil dieksekusi secara efektif.
Alamsjah (2011) menyebutkan beberapa faktor yang signifikan mempengaruhi
kesuksesan eksekusi/implementasi strategi, yaitu: budaya perusahaan, strategi yang jelas dan
nyata, komunikasi, rencana eksekusi, kompetensi jajaran, dokumentasi, evaluasi hasil. Dalam
hal ini evaluasi hasil yang memadai membutuhkan ukuran atau metrik yang tegas dan jelas.
Metrik yang tepat menjadi pendukung keberhasilan proses menjadi customer-centric. Dan,
sebaliknya metrik yang tidak relevan akan semakin menjauhkan perusahaan dari cita-citanya.
Strategy execution, sering juga diistilahkan dengan strategy implementation, adalah
proses operasionalisasi dari rencana-rencana strategis yang telah dicanangkan, yang mengubah
rencana-rencana tersebut menjadi tindakan serta memastikan itu semua dijalankan guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Kotler, 1984; Noble, 1999). Proses ini memerlukan
intervensi dalam hal struktur organisasi, key personnel actions, dan sistem kontrol (Hrebiniak
and Joyce, 1984). Implementasi strategi juga berkaitan dengan perilaku dan tindakan dari para
senior-level leadership yang dapat mengubah rencana menjadi realita (Schaap, 2006). Strategi
14
akan mengarahkan suatu organisasi menuju arah tujuan jangka panjang, dan strategy execution
akan mengubah tujuan-tujuan strategis tersebut menjadi hasil (Srivastava and Sushil, 2015).
Dalam literatur-literatur terdahulu telah ditunjukkan bahwa strategy execution adalah sama
pentingnya dengan strategy formulation untuk kesuksesan organisasi, namun lebih banyak
terdapat penelitian tentang strategy formulation dibanding execution (Bossidy and Charan,
2002; Hrebiniak, 2006; Noble, 1999; Srivastava and Sushil, 2013; Yang et al., 2010).
Untuk dapat mengembangkan organisasi menjadi customer-centric, diperlukan
kemampuan dan kapabilitas dalam strategy execution. Tidak sedikit organisasi yang sudah
memahami pentingnya menjadi customer-centric, sudah melakukan studi mendalam guna
mendapatkan customer insights, serta memiliki rumusan strategis dari hasil studi tersebut,
namun pada akhirnya dapat dikatakan tidak ada perubahan dalam implementasi strateginya.
Studi yang dilakukan Čater and Pučko (2010) menunjukkan bahwa hanya terdapat kurang dari
10% strategi yang telah disusun baik yang berhasil dieksekusi secara efektif.
Yang et al. (2010) merangkum sembilan faktor umum yang mempengaruhi strategy
execution, yang terbagi ke dalam kelompok soft, hard, dan mixed factors. Mixed factors
berkaitan dengan bagaimana suatu strategi dikembangkan, yaitu: (1) Strategy formulation; dan
(2) Relationships among different units/departments and different strategy levels. Soft factors
adalah people-oriented factors, yang meliputi: (3) Executors of the strategy; (4)
Communication activities; (5) Implementation tactics; (6) Consensus about the strategy; dan
(7) Commitment to the strategy. Hard factors, atau institutional factors, adalah: (8)
organizational structure; dan (9) Administrative system.
15
Figure 2. Determinant dari Customer Centric Organization
6. Penutup
Perlu waktu untuk mengubah perusahaan menjadi customer-centric. Tetapi, ini tidak
perlu ditunda lagi, karena perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan lokal
nasional yang penting untuk dijadikan perusahaan yang sukses dan bertahan, harus segera
bergerak dan berubah. Butuh komitmen yang tinggi untuk mengerjakannya dengan sungguh-
sungguh, menjadikan ini sebuah budaya perusahaan, bukan hanya retorika belaka.
Agen Perubahan
Customer Centricity Komitmen Pemimpin
Pemahaman Pelanggan
Eksekusi Strategi
16
Referensi
Alamsjah, F. (2011), “Key success factors in implementing strategy: Middle-level managers’
perspectives”, Procedia - Social and Behavioral Sciences, Vol. 24, pp. 1444–1450.
Bolton, M. (2004), “Customer centric business processing”, International Journal of
Productivity and Performance Management, Vol. 53 No. 1, pp. 44–51.
Bossidy, L. and Charan, R. (2002), Execution: The Discipline of Getting Things Done.,
Random House, London.
Bridges, W. (2003), Managing Transitions, 2nd ed., Da Capo Press, Cambridge, MA.
Burmann, C., Meurer, J. and Kanitz, C. (2011), “Customer centricity as a key to success for
pharma”, Journal of Medical Marketing, Vol. 11 No. 1, pp. 49–59.
Čater, T. and Pučko, D. (2010), “Factors of effective strategy implementation: Empirical
evidence from slovenian business practice”, Journal of East European Management
Studies, Vol. 15 No. 3, pp. 207–236.
Charan, R. and Colvin, G. (1999), “Why CEOs fail.”, Fortune, available at:
http://archive.fortune.com/.
Constantinos, J.S., Christos, S. and Amalia, S. (2003), “CRM and customer-centric knowledge
management: An emperical research”, Business Process Management Journal, Vol. 9 No.
5, pp. 617–634.
Davenport, T.H., Harris, J.G. and Kohli, A.K. (2001), “How do they know: Their customers so
well?”, MIT Sloan Management Review, Vol. 42 No. 2, pp. 63–73.
Day, G.S. (1990), Market Driven Strategy: Processes for Creating Value, The Free Press, New
York, NY.
Day, G.S. (1994), “The Capabilities of Market-Driven Organizations”, Journal of Marketing,
Vol. 58, pp. 37–52.
17
Day, G.S. (1999), The Market-Driven Organization., The Free Press, New York.
Day, G.S. (2006), “Aligning the organization with the market”, MIT Sloan Management
Review, Vol. 48 No. 1, pp. 41–49.
Day, G.S. and Wensley, R. (1988), “Assessing Advantage: A Framework for Diagnosing
Competitive Superiority”, Journal of Marketing, Vol. 52, pp. 1–20.
Deloitte. (2014), The Deloitte Consumer Review: The Growing Power of Consumers, The
Deloitte Consumer Review.
Deshpande, R., Farley, J.U. and Webster, F.E. (1993), “Corporate Culture, Customer
Orientation, and Innovativeness in Japanese Firms: A Quadrad Analysis”, Journal of
Marketing, Vol. 57 No. 1, pp. 23–37.
Drucker, P.F. (1954), The Practice of Management, Harper & Row, New York, NY.
Galbraith, J.R. (2005), Designing the Customer Centric Organization: A Guide to Strategy,
Structure and Process, Jossey-Bass, San Francisco.
Gebert, H., Geib, M., Kolbe, L. and Brenner, W. (2003), “Knowledge-enabled customer
relationship management: Integrating customer relationship management and knowledge
management concepts[1]”, Journal of Knowledge Management, Vol. 7 No. 5, pp. 107–
123.
George, M., Freeling, A. and Court, D. (1994), “Reinventing the Marketing Organization”, The
McKinsey Quarterly, No. 4, pp. 43–62.
Gibbert, M., Leibold, M. and Probst, G. (2002), “Five styles of Customer Knowledge
Management, And how smart companies put them into action”, European Management
Journal, Vol. 20 No. 5, pp. 459–469.
Gounaris, S. (2008), “Antecedents of internal marketing practice: Some preliminary empirical
evidence”, International Journal of Service Industry Management, Vol. 19 No. 3, pp.
400–434.
18
Greenberg, J. and Baron, R.A. (1997), Behaviour in Organizations., Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, NJ.
Gulati, R. (2007), “Silo Busting”, Harvard Business Review, Vol. 85 No. 5, pp. 98–108.
Han, J.K., Kim, N. and Srivastava, R.K. (1998), “Market orientation and organizational
performance: Is innovation a missing link?”, Journal of Marketing, Vol. 62 No. 4, pp. 30–
45.
Harrington, R.J. (2006), “The moderating effects of size, manager tactics and involvement on
strategy implementation in foodservice”, International Journal of Hospitality
Management, Vol. 25 No. 3, pp. 373–397.
Homburg, C., Workman, J.P. and Jensen, O. (2000), “Fundamental changes in marketing
organization: The movement toward a customer-focused organizational structure”,
Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 35 No. 1, pp. 12–31.
Hrebiniak, L.G. (2006), “Obstacles to effective strategy implementation”, Organizational
Dynamics, Vol. 35 No. 1, pp. 12–31.
Hrebiniak, L.G. and Joyce, W.F. (1984), Implementing Strategy, MacMillan, New York.
Huse, E.F. (1980), Organization Development and Change, West Publishing, St. Paul, MN.
Jaworski, B.J. and Kohli, A.K. (1993), “Market orientation: antecedents and consequences”,
Journal of Marketing, Vol. 57 No. 3, pp. 53–70.
Jayachandran, S., Sharma, S., Kaufman, P. and Raman, P. (2005), “The role of relational
information processes and technology use in customer relationship management”, Journal
of Marketing, Vol. 69 No. 4, pp. 177–192.
Kennedy, K.N., Goolsby, J.R. and Arnould, E.J. (2003), “Implementing a Customer
Orientation: Extension of Theory and Application”, Journal of Marketing, Vol. 67 No. 4,
pp. 67–81.
Kirca, A.H., Jayachandran, S. and Bearden, W.O. (2005), “Market orientation: A meta-analytic
19
review and assessment of its antecedents and impact on performance”, Journal of
Marketing, Vol. 69 No. 2, pp. 24–41.
Kolltveit, B., Hennestad, B. and Grønhaug, K. (2012), “The board: a change agent?”, Baltic
Journal of Management, Vol. 7 No. 2, pp. 185–201.
Kotler, P. (1984), Marketing Management: Analysis, Planning, and Control, 5th ed., Prentice
Hall, New Jersey.
Lee, J.Y., Sridhar, S., Henderson, C.M. and Palmatier, R.W. (2015), “Effect of customer-
centric structure on long-term financial performance”, Marketing Science, Vol. 34 No. 2,
pp. 250–268.
Lee, R.P., Naylor, G. and Chen, Q. (2011), “Linking customer resources to firm success: The
role of marketing program implementation”, Journal of Business Research, Vol. 64 No.
4, pp. 394–400.
Lings, I.N. and Greenley, G.E. (2009), “The impact of internal and external market orientations
on firm performance”, Journal of Strategic Marketing, Vol. 17 No. 1, pp. 41–53.
Lunenburg, F.C. (2010), “Managing change: The role of the change agent”, International
Journal of Management, Business and Administration, Vol. 13 No. 1, pp. 1–6.
Maulana, A.E. (2009), Consumer Insights via Ethnography: Mengungkap Yang Tidak Pernah
Terungkap, Esensi.
Mithas, S., Krishnan, M.S. and Fornell, C. (2005), “Why do customer relationship management
applications affect customer satisfaction?”, Journal of Marketing, Vol. 69 No. 4, pp. 201–
209.
Mukerjee, K. (2013), “Customer-oriented organizations: A framework for innovation”,
Journal of Business Strategy, Vol. 34 No. 3, pp. 49–56.
Narver, J.C. and Slater, S.F. (1990), “The Effect of a Market Orientation on Business
Profitability”, Journal of Marketing, Vol. 54 No. 4, pp. 20–35.
20
Noble, C.H. (1999), “The eclectic roots of strategy implementation research”, Journal of
Business Research, Vol. 45 No. 2, pp. 20–35.
Nutt, P.C. (1986), “Tactics of Implementation”, Academy of Management Journal, Vol. 29 No.
2, pp. 230–261.
Parsons, A.J. (1991), “Building innovativeness in large u.s. corporations”, Journal of Services
Marketing, Vol. 5 No. 4, p. 5.
Rust, R.T., Zeithaml, V.A. and Lemon, K.N. (2004), “Customer-centered brand management”,
Harvard Business Review, Vol. 82 No. 9, pp. 110–118.
Schaap, J.I. (2006), “Toward Strategy Implementation Success: An Empirical Study of the
Role of Senior-Level Leaders in the Nevada Gaming Industry”, UNLV Gaming Research
& Review Journal, Vol. 10 No. 2, pp. 13–37.
Shah, D., Rust, R.T., Parasuraman, A., Staelin, R. and Day, G.S. (2006), “The path to customer
centricity”, Journal of Service Research, Vol. 9 No. 2, pp. 113–124.
Sheth, J.N., Sisodia, R.S. and Sharma, A. (2000), “The antecedents and consequences of
customer-centric marketing”, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 28 No.
1, pp. 55–66.
Smith, K.A. and Kofron, E.A. (1996), “Toward a research agenda on top management teams
and strategy implementation”, Irish Business and Administrative Research, Vol. 17 No.
1, pp. 135–152.
Srivastava, A.K. and Sushil. (2013), “Modeling strategic performance factors for effective
strategy execution”, International Journal of Productivity and Performance Management,
Vol. 62 No. 6, pp. 554–582.
Srivastava, A.K. and Sushil. (2015), “Modeling organizational and information systems for
effective strategy execution”, Journal of Enterprise Information Management, Vol. 28
No. 4, pp. 556–578.
21
Srivastava, R.K., Shervani, T.A. and Fahey, L. (1999), “Marketing, business processes, and
shareholder value: An organizationally embedded view of marketing activities and the
discipline of marketing”, Journal of Marketing, Vol. 63, pp. 168–179.
Thompson, E. (2011), “The Gartner customer experience management maturity model”, Non-
Journal.
Tosi, H.L., Rizzo, J.R. and Carroll, S.J. (1994), Managing Organizational Behaviour, 3rd ed.,
Blackwell, Boston, MA.
Tseng, S.M. and Wu, P.H. (2014), “The impact of customer knowledge and customer
relationship management on service quality”, International Journal of Quality and
Service Sciences, Vol. 6 No. 1, pp. 77–96.
Wayland, R.E. and Cole, P.C. (1997), Customer Connections: New Strategies for Growth,
Harvard Business School Press, Boston, MA.
Webster, F.E. (1988), “The rediscovery of the marketing concept”, Business Horizons, Vol.
31, pp. 29–39.
Yang, L., Guo-hui, S. and Eppler, M.J. (2010), “Making strategy work: A literature review on
the factors influencing strategy implementation”, in Mazzola, P. and Kellermanns, F.W.
(Eds.), Handbook of Research on Strategy Process, Edward Elgar, Cheltenham, pp. 165–
183.
Biodata Singkat
Amalia E. Maulana, Ph.D adalah Doktor lulusan School of Marketing, The University of
New South Wales (2006). Saat ini sebagai Faculty Member di BINUS University untuk mata
kuliah Brand Management dan Komunikasi; dosen bersertifikat DIKTI/Lektor Kepala. Selain
mengajar, Amalia juga mempunyai passion di bidang studi kualitatif, khususnya di bidang riset
22
ethnography pemasaran, dimana ia menjadi pionir di Indonesia, dirintis sejak tahun 2006.
Pengalaman sebagai praktisi di beberapa perusahaan consumer goods multinasional selama 12
tahun menambah dimensi praktis dalam memahami persoalan bisnis melengkapi pemahaman
teoritisnya.