Upload
ngonhu
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER
OVARIUM PASCA KEMOTERAPI YANG DI RAWAT DI RSUP DR.
SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2008-2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Tresa
NIM : 078114005
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
ii
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER
OVARIUM PASCA KEMOTERAPI YANG DI RAWAT DI RSUP DR.
SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2008-2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Tresa
NIM : 078114005
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
iii
Persetujuan Pembimbing
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER
OVARIUM PASCA KEMOTERAPI YANG DI RAWAT DI RSUP DR.
SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2008-2009
Skripsi yang diajukan oleh:
Tresa
NIM : 078114005
telah disetujui oleh:
Pembimbing
Drs. Mulyono, Apt Tanggal 26 Januari 2011
iv
v
Yesus berfirman :
Aku tahu kau sedang gelisah.
Aku tahu permasalahanmu sangat berat.
Aku tahu bahwa kau hanya datang padaKu
ketika kau merasa keluh, tetapi ingatlah,
Aku tak pernah melupakanmu
dan apa yang pernah
Engkau lakukan padaKu tidaklah sia-sia
(Mazmur 94:14)
Karya ini ku persembahkan untuk:
Tuhan Allah, Yesus Kristus sumber inspirasi ku,
Papa, mama, ce Mery dan adik ku Jonas
yang selalu memberi perhatian, kasih sayang dan membimbingku,
Seseorang disana
yang menjadi motivasi dan semangat untuk ku,
Almamater ku
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Tresa
Nomor Mahasiswa : 07 8114 005
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER
OVARIUM PASCA KEMOTERAPI YANG DI RAWAT DI RSUP DR.
SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2008-2009
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 26 Januari 2011
Yang menyatakan
(Tresa)
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Evaluasi
Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi
Yang Di Rawat Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009”.
Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan
tersusun dari Pengantar, Penelaahan Pustaka, Metode Penelitian, Hasil Penelitian
dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan motivasi, kritik dan saran sampai terselesaikannya skripsi ini,
terutama kepada:
1. Ipang Djunarko, S.Si., Apt., M. Sc. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu, tenaga, serta segala masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.
3. dr. Fenty, M.Kes.,Sp.PK. dan Maria Wisnu Donowati, M.Si, Apt. selaku
dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran, dan masukan, serta waktunya.
4. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan bekal kepada penulis untuk praktek kefarmasiannya kelak.
5. Staf administrasi dan rekam medis RSUP Dr. Sardjito (Bu Mami, Pak
Dirman, Bu Ndari) atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.
viii
6. Keluarga yang selalu memberikan semangat, motivasi,dan kasih sayang yaitu
Bapak, Ibu, Kak Mery dan adikku Jonas.
7. Andri Kurniawan yang selalu mendampingi dan menjadi semangat untukku.
Terima kasih atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan.
8. Sahabat-sahabatku Titien, Veronica D.P, Fransiska Ayuningtyas, Sri
Ayuningsih S. dan Sartika Indriyani S. Terimakasih untuk kebersamaan dan
motivasi selama penulis menyusun skripsi.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, sehingga saran, masukan, serta kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat dan membantu pembaca serta
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Januari 2011
Penulis
Tresa
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah,
maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Yogyakarta, Januari 2011
Penulis
Tresa
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iiiHALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ivHALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vLEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................... viPRAKATA.................................................................................................. viiPERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... ixDAFTAR ISI............................................................................................... xiDAFTAR TABEL....................................................................................... xiiDAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiiDAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xiiiINTISARI.................................................................................................... xviABSTRAK .................................................................................................. xviiBAB I PENGANTAR............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1 1. Perumusan masalah.................................................................. 32. Keaslian penelitian ................................................................... 33. Manfaat penelitian.................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5 1. Tujuan umum ........................................................................... 52. Tujuan khusus .......................................................................... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ................................................ 6A. Kanker .......................................................................................... 6B. Kanker Ovarium ........................................................................... 7
1. Anatomi dan fisiologi............................................................... 72. Epidemiologi dan etiologi ........................................................ 83. Patogenesis............................................................................... 94. Tanda dan gejala ...................................................................... 105. Diagnosis.................................................................................. 116. Prognosis .................................................................................. 127. Stadium .................................................................................... 12
C. Kemoterapi................................................................................... 141. Prinsip dasar kemoterapi .......................................................... 142. Efek samping kemoterapi......................................................... 17
D. Infeksi........................................................................................... 18E. Antibiotika ................................................................................... 20F. Drug Related Problems................................................................ 22G. Keterangan Empiris...................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 25A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................... 25 B. Definisi Operasional..................................................................... 25C. Subyek Penelitian......................................................................... 26
xi
D. Bahan Penelitian........................................................................... 27E. Lokasi Penelitian.......................................................................... 27F. Tata Cara Penelitian ..................................................................... 27
1. Tahap perencanaan................................................................... 27 2. Tahap pengambilan data .......................................................... 283. Tahap pengolahan data............................................................. 29
G. Tata Cara Analisis Hasil............................................................... 301. Karakteristik pasien kanker ovarium ....................................... 302. Golongan dan jenis antibiotik .................................................. 313. Kajian Drug Related Problems (DRPs) ................................... 31
H. Kesulitan Penelitian ..................................................................... 32BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 33
A. Karakteristik Pasien Kanker Leher Rahim................................... 331. Persentase kasus berdasarkan kelompok umur ........................ 332. Persentase kasus berdasarkan stadium..................................... 343. Persentase kasus berdasarkan efek samping kemoterapi ......... 36 4. Persentase kasus berdasarkan komplikasi................................ 40
B. Golongan dan Jenis Antibiotik..................................................... 42C. Drug Related Problems................................................................ 44
1. Antibiotik yang tidak diperlukan pada terapi.......................... 44 2. Dosis terlalu tinggi .................................................................. 453. Dosis terlalu rendah................................................................. 45 4. Pemilihan antibiotik yang kurang efektif................................ 46 5. Perlu tambahan terapi.............................................................. 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 51A. Kesimpulan .................................................................................. 51B. Saran............................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 53BIOGRAFI PENULIS ................................................................................ 102
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I Sepuluh kanker utama pada wanita dan pria di Indonesia tahun 2002.......................................................................................... 9
Tabel II Persentase stadium pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009......... 35
Tabel III Persentase efek samping kemoterapi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009..................................................... 36
Tabel IV Golongan dan Jenis Antibiotika pada Pasien Kanker Ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009............................................................................... 42
Tabel V Kasus DRPs antibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 44
Tabel VI Kasus DRPs Dosis terlalu tinggi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.................................................................. 45
Tabel VII Kasus DRPs Dosis terlalu rendah pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.................................................................. 45
Tabel VIII Kasus DRPs pemilihan antibiotika yang kurang efektif pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009................................. 46
Tabel IX Kasus DRPs perlu tambahan terapi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.................................................................. 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Anatomi ovarium........................................................................... 8Gambar 2 Persentase kelompok umur pasien kanker ovarium pasca
kemoterapi yang mendapatkan antibiotik di RSUP Dr. Sardjito periode 2008- 2009........................................................................ 34
Gambar 3 Persentase komplikasi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode 2008- 2009................. 40
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kajian DRPs Pasien 1 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 56
Lampiran II Kajian DRPs Pasien 2 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 57
Lampiran III Kajian DRPs Pasien 3 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 59
Lampiran IV Kajian DRPs Pasien 4 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 60
Lampiran V Kajian DRPs Pasien 5 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 62
Lampiran VI Kajian DRPs Pasien 6 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 63
Lampiran VII Kajian DRPs Pasien 7 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 64
Lampiran VIII Kajian DRPs Pasien 8 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009............................................. 66
Lampiran IX Kajian DRPs Pasien 9 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 67
Lampiran X Kajian DRPs Pasien 10 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 69
Lampiran XI Kajian DRPs Pasien 11 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 70
Lampiran XII Kajian DRPs Pasien 12 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 71
Lampiran XIII Kajian DRPs Pasien 13 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 73
Lampiran XIV Kajian DRPs Pasien 14 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 74
xiv
Lampiran XV Kajian DRPs Pasien 15 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009..............................................
75
Lampiran XVI Kajian DRPs Pasien 16 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 76
Lampira XVII Kajian DRPs Pasien 17 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 78
Lampiran XVIII
Kajian DRPs Pasien 18 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 79
Lampiran XIX Kajian DRPs Pasien 19 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009............................................. 80
Lampiran XX Kajian DRPs Pasien 20 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 82
Lampiran XXI Kajian DRPs Pasien 21 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 83
Lampiran XXII Kajian DRPs Pasien 22 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 84
Lampiran XXIII
Kajian DRPs Pasien 23 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 86
Lampiran XXIV
Kajian DRPs Pasien 24 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 87
Lampiran XXV Kajian DRPs Pasien 25 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 88
Lampiran XXVI
Kajian DRPs Pasien 26 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 89
Lampiran XXVII
Kajian DRPs Pasien 27 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 91
Lampiran XXVIII
Kajian DRPs Pasien 28 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 95
Lampiran XXIX
Kajian DRPs Pasien 29 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 97
xv
Lampiran XXX Kajian DRPs Pasien 30 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 98
Lampiran XXXI
Kajian DRPs Pasien 31 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009.............................................. 99
xvi
INTISARI
Kanker ovarium merupakan kanker yang terjadi pada ovarium dan biasanya diketahui saat sudah pada stadium lanjut. Kemoterapi adalah salah satu cara pengobatan yang dapat diberikan pada pasien kanker ovarium. Cara pengobatan ini memberikan efek samping berupa myelosuppresion yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga tubuh mudah terinfeksi. Oleh karena itu, perlu pemberian antibiotika yang tepat agar dapat mengurangi resiko kematian akibat terjadinya infeksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif.
Hasil yang diperoleh dari 22 pasien kanker ovarium pasca kemoterapi adalah 31 kasus. Karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi paling banyak terjadi pada kelompok umur 43-49 tahun (35,48%), stadium IIIc (41,94%), dengan efek samping kemoterapi terbanyak yaitu anemia (93,75%), dan berdasarkan komplikasi terbanyak yaitu asites sebanyak 28,13%. Golongan antibiotika yang terbanyak digunakan adalah golongan Cephalosporin (43,74%) dengan jenis Cefixime (14,58%). Hasil analisis DRPs terdapat 7 kasus antibiotikayang tidak diperlukan dalam terapi, 1 kasus dosis terlalu tinggi, 3 kasus dosis terlalu rendah, 16 kasus perlu tambahan terapi, dan 10 kasus pemilihan antibiotikayang kurang efektif.
Kata kunci : antibiotika, kanker ovarium, pasca kemoterapi, drug relatedproblems
xvii
ABSTRACT
Ovarian cancer is a cancer that occurs in the ovary and is usually recognized when already at an advanced stage. Chemotherapy is one way of treatment that can be given to patients with ovarian cancer. This treatment has side effect, myelosuppresion that causes decreasing of immune system, so the body is easily infected. Therefore, it needs appropriate antibiotic treatment to reduce the risk of death due to the infection.
This study aims to evaluate the use of antibiotics towards post-chemotherapy ovarian cancer patients treated in Dr. Sardjito hospital Yogyakarta period 2008-2009. This research is a non-experimental research with retrospective evaluative descriptive design.
The result obtained from 22 post-chemotherapy ovarian cancer patients is 31 cases. Characteristics of post-chemotherapy ovarian cancer patients occur mostly in the age group 43-49 years (35,48%), stage IIIC (41,94%), with the most side effect of chemotherapy is anemia (29,03%), and based on the highest complication namely Ascites is 29,03%. The most used group of antibiotics is the Cephalosporin (43,74%) with Cefixime (14,58%). Based on DRPs analysis result, there are 7 cases of unnecessary antibiotic use for therapy, 1 cases of dosage too high, 3 cases of dosage too low, 16 case of needing more therapies and 10 cases of less effective antibiotic selection.
Key words: antibiotics, ovarian cancer, post-chemotherapy, drug related problems
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker ovarium merupakan kanker kelima tersering yang menyebabkan
kematian wanita di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru, kolorektal,
payudara, dan pankreas. Insidensinya pada wanita dibawah 50 tahun 5,3 per
100.000 dan meningkat menjadi 41,4 per 100.000 pada wanita di atas 50 tahun. Di
Indonesia kanker ovarium menduduki urutan keenam terbanyak dari keganasan
pada wanita setelah kanker serviks uteri, payudara, kolorektal, kulit dan limfoma
(Hurteau & Williams, 2001). Pada umumnya kanker ovarium ditemukan pada
stadium lanjut. Tumor membesar dan menyebar ke organ sekitarnya tanpa
keluhan. Itulah sebabnya tumor ini dikenal sebagai penyakit yang tumbuh diam-
diam namun mematikan (The Silent Lady Killer). Dari berbagai pengobatan yang
dapat diberikan pada pasien kanker ovarium maka kemoterapi merupakan salah
satu dari pengobatan tersebut.
Kemoterapi adalah pengobatan sistemik yang melibatkan penggunaan
obat-obat sitotoksik yang biasanya diberikan melalui injeksi maupun oral
(Djoerban, Rose, Poetiray, dan Soehartati, 2004). Kemoterapi kanker sifatnya
tidak selektif, maka kemoterapi juga mengenai sel bukan sel kanker misalnya
sum-sum tulang yang disebut myelosuppression yaitu penurunan kemampuan
sum-sum tulang menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
sehingga menimbulkan risiko infeksi (neutropenia) dan pendarahan
(trombositopenia).
2
Neutropenia adalah menurunnya jumlah netrofil dari batas normal.
Jumlah neutrofil normal dalam darah sekitar 2500-6000 sel/ml dan lama hidupnya
sekitar 10-20 hari (Finberg, 2005). Infeksi yang mungkin terjadi bisa semakin
serius bila neutropenia yang terjadi juga semakin lama dan semakin berat (Mehta
dan Hoffbrand, 2006). Pasien kanker yang menjalani kemoterapi sering
mengalami komplikasi berupa neutropeni febril yang mengakibatkan pasien
rentan terhadap infeksi sehingga akibatnya pasien mengalami sepsis, syok septik,
dan akhirnya meninggal (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simodibrata, dan Setiati,
2006). Sekitar 90 % penderita kanker meninggal akibat terkena infeksi,
perdarahan, atau infeksi bersama perdarahan, oleh sebab itu pemilihan dan
penggunaan antibiotika haruslah tepat agar dapat mengurangi resiko kematian
akibat terjadinya infeksi (Koda-kimble, Young, Kradjan, Guglielmo, Alldrege,
Corelli, et al., 2009).
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dipilih karena merupakan salah satu
rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian di Asia
Tenggara di tahun 2010 yang bertumpu pada kemandirian. Rumah sakit ini juga
memiliki tempat khusus untuk pelayanan kanker terpadu “Tulip” sebagai salah
satu fasilitas pelayanan ungggulan yang dapat melayani semua jenis kanker
karena selain dukungan sarana juga didukung oleh spesialis di bidang kanker
(RSUP Dr. Sardjito, 2008).
3
1. Perumusan Masalah
a. Seperti apakah karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi
yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito yang meliputi umur, stadium, efek
samping kemoterapi, dan komplikasi?
b. Seperti apakah pola penggunaan antibiotika pada penanganan kanker
ovarium yang meliputi golongan dan jenis antibiotika ?
c. Apakah dalam kasus kanker ovarium pasca kemoterapi timbul “kejadian
masalah berkenaan obat” (Drug Related Problems atau DRPs) yang
terkait dengan penggunaan antibiotika ?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka di Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma, pernah dilakukan penelitian mengenai:
a. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Kasus Kanker Leher Rahim di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Mexitalia, 2005).
b. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pasca Kemoterapi Pada Kasus Kanker
Payudara di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004 (Revianti,
2005).
c. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pasca Kemoterapi Pada Pasien Leukemia
Tipe Acute Lymphotic Leukemia (ALL) di RSUP Dokter Sardjito
Yogyakarta Tahun 2004 (Lestari, 2006).
d. Pola Peresepan dan Drug Related Problem Penggunaan Antibiotika Pada
Pasien Kanker Paru di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta Tahun 2005
(Setiyani, 2006).
4
e. Evaluasi Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker
Paudara Pasca Kemoterapi di RSUP Dokter Sardjito Yogyakarta Tahun
2005 (Megantari, 2007).
f. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Leher Rahim Yang
Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Agustus
2004-Agustus 2008 (Marlinah, 2009).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam
hal subyek, obyek, dan tempat. Subyek penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pasien kanker ovarium pasca kemoterapi dengan obyek yang
diteliti adalah penggunaan antibiotika. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada
Pasien Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi Yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2008-2009, sejauh ini belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
Manfaat Aplikatif. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi
farmasis di RSUP Dr. Sadjito Yogyakarta dalam memberikan pertimbangan
kepada dokter dalam hal pemberian antibiotika kepada pasien kanker ovarium
pasca kemoterapi sehingga penggunaan antibiotika semakin rasional demi
meningkatkan pelayanan kesehatan. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberi informasi mengenai pola penggunaan antibiotika pada pasien kanker
ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sadjito Yogyakarta.
5
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada
pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Periode 2008-2009.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya yaitu :
a. untuk mengetahui karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi
yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito meliputi umur, stadium, efek samping
kemoterapi, dan komplikasi.
b. untuk mengetahui pola penggunaan antibiotika pada penanganan kanker
ovarium yang meliputi golongan dan jenis antibiotika.
c. untuk mengetahui “kejadian masalah berkenaan obat” (Drug Related
Problems atau DRPs) yang timbul, terkait dengan penggunaan
antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi.
6
BAB II
PENELAHAAN PUSTAKA
A. Kanker
Kanker adalah penyakit dimana pembelahan sel yang terjadi tidak
terkontrol dan menyebar dalam tubuh sebagai sel yang abnormal dari sel tubuh itu
sendiri. Sel normal bisa berubah menjadi sel kanker karena terjadi satu atau lebih
mutasi dalam DNA yang dapat diwariskan. Ada 4 karakteristik sel kanker yang
membedakannya dari sel normal: uncontrolled proliferation, dediferentiation and
loss of function, invasiveness, dan metastasis (Rang, Dale, Ritter, Moore, 2003).
Sel kanker tidak merespon terhadap proses normal yang mengatur
pertumbuhan dan pembelahan sel serta tidak memiliki fungsi fisiologik dari sel
yang normal. Kanker dapat tumbuh di berbagai jaringan dalam tubuh dan
diklasifikasikan atas benign atau malignant. Sel kanker yang bersifat malignant
bila terjadi pertumbuhan yang tidak terkontrol dan bisa menyebabkan kematian,
sedangkan sel kanker yang bersifat benign tidak bisa menyebar dengan cara
menginvasi jaringan atau metastasis (Koda-kimble et al., 2009).
Neoplasia disebabkan oleh suatu interaksi kompleks antara mekanisme
genetik dan mekanisme lingkungan, dapat disebabkan oleh:
1. Predisposisi genetik.
2. Infeksi virus.
3. Radiasi pengion menyebabkan mutasi DNA dan meningkatkan neoplasa
hematologis.
7
4. Toksin/zat kimia, misalnya benzena dan organokimia, mungkin merupakan
predisposisi terjadinya leukimia dan mielodisplasia (MDS).
5. Obat-obatan. Agen pengalkilasi (misalnya melfalan, mustin) dan bentuk lain
kemoterapi merupakan predisposisi terjadi MDS atau leukimia mieloid akut
(Neal, 2005).
B. Kanker Ovarium
1. Anatomi dan fisiologi
Indung telur (ovarium) adalah kelenjar endokrin dengan ukuran 2,5 x
4,5 cm yang mensekresikan hormon-hormon seperti estrogen dan progesteron
yang langsung masuk peredaran darah. Beberapa kanker ganas ovarium
mengurangi kemampuan ovarium untuk memproduksi hormon (Jong, 2005).
Sejak lahir, sel-sel telur ada di dalam ovarium sebagai sel benih
wanita. Sesudah itu tidak lagi diproduksi sel telur baru. Sel benih mematang
di bawah pengaruh perubahan hormon dan sesudah itu, masing-masing
dilepaskan saat ovulasi. Di dalam rahim terdapat tiga jenis sel: sel epitel yang
menutupi permukaan, berbagai sel yang memproduksi hormon yang biasanya
disebut sel stroma, dan sel telur yang belum matang (sel benih). Semua jenis
sel ini dapat membentuk kanker ganasnya sendiri (Jong, 2005).
8
Gambar 1. Anatomi ovarium ( MedlinePlus, 2009)
2. Epidemiologi dan etiologi
Kanker ovarium berkisar 3% dari semua jenis kanker pada wanita
dan menduduki peringkat kelima dalam menyebabkan kematian pada wanita
di Amerika Serikat (Kumar, Abbas, Fausto, Aster, 2010). Karsinoma ovarii
epitelial merupakan bagian yang paling banyak dijumpai yaitu 90% dari
kanker ovarium dan biasanya menyerang wanita diatas 40 tahun (Kumar,
Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).
Penyebab kanker ovarium tidak diketahui dengan pasti. Dalam
kasus-kasus tertentu terdapat predisposisi familial (Velde, Bosman, dan
Wagener, 1999). Faktor herediter berperan untuk 5-10% kasus. Wanita yang
memiliki kekerabatan saudara dengan yang mengidap kanker payudara
pramenopause atau kanker ovarium pramenopause (pada usia berapa pun)
disarankan untuk melakukan konseling genetik. Pemeriksaan dapat
9
mengidentifikasi adanya karier mutasi BRCA1 atau BRCA2 (Norwitz dan
Schorge, 2006).
Tabel I. Sepuluh kanker utama pada wanita dan pria di Indonesia tahun 2002
No. Male & Female Female
Site Total Site Total
1 Cervix 2532 Cervix 2532
2 Breast 2254 Breast 2254
3 Skin 1043 Ovary 829
4 Rectum 837 Skin 546
5 Nasopharynx 836 Thyroid 412
6 Ovary 829 Rectum 403
7 Lymph node 765 Lymph node 3198
8 Colon 650 Corpus uteri 316
9 Thyroid 522 Colon 314
10 Soft tissue 480 Nasopharynx 289
(Aziz, 2009).
3. Patogenesis
Ada tiga pola pertumbuhan: setempat, perluasan di atas selaput
perut, dan penyebaran limfogen. Biasanya tumor tumbuh dan menyusup ke
dalam organ-organ berbatasan seperti rahim, usus, kandung kemih dan
saluran ginjal (ureter), kemudian terjadi penyebaran difus yaitu sel kanker
menyebar di atas selaput perut yang melapisi semua organ perut dan dinding
rongga perut. Akhirnya terjadi perluasan sampai seluruh rongga perut.
Biasanya juga disini terjadi asites. Perluasan juga hampir selalu terjadi ke
dalam kelenjar limfe regional rongga perut, pembuluh darah besar mulai dari
daerah di ginjal sampai di dalam panggul kecil. Pembagian stadium
10
berdasarkan atas pola diatas: pada stadium I tumor terbatas sampai indung
telur (atau kedua indung telur); pada stadium II pertumbuhan masuk ke satu
atau lebih organ disekitarnya; stadium III terjadi penyebaran diluar panggul
kecil diatas selaput perut dan kelenjar limfe; pada stadium IV, metastasis
lewat pembuluh darah, misalnya ke dalam hati atau paru (Jong, 2005).
4. Tanda dan gejala
Wanita penderita kanker ovarium seringkali melaporkan gejala
seperti kembung, peningkatan ukuran perut, dan gejala-gejala berkemih.
Seringkali tanda-tanda ini samar dan tidak terdeteksi oleh dokter atau pasien
(Norwitz dan Schorge, 2006).
Kanker ovarium mendapat julukan “the silent killer”. Hal ini
disebabkan keluhan yang dialami pasien merupakan keluhan yang tidak
khas/nonspesifik seperti rasa kurang nyaman di perut, rasa kembung, lebih
sering berkemih, kurang nafsu makan, rasa capai dan kehilangan berat badan.
Keluhan seperti ini bisa saja terjadi pada penyakit lain. Jadi dimanapun juga,
tidak ada tanda papan penanda berlukiskan “awas, perhatikan indung
telurmu” (Jong, 2005).
Keluhan terpenting pada wanita di atas 40 tahun yang mengingatkan
pada karsinoma ovarium adalah perut membesar atau keluhan abdominal,
perdarahan abdominal, dan virilisasi (pada tumor-tumor yang memproduksi
hormon). Nyeri perut akut dapat terjadi pada torsi-tangkai tumor ovarium dan
biasanya disertai gejala peritoneal yang lain. Dalam stadium lanjut dijumpai
11
anoreksia, penurunan berat badan, keluhan miksi dan defekasi serta kadang-
kadang nyeri punggung (Jong, 2005).
5. Diagnosis
Sonografi transvaginal merupakan metode paling sensitif untuk
mengevaluasi keberadaan masa adneksa. Computed tomography (CT)
abdomen–pelvis dan rontgen dada merupakan pemeriksaan yang paling
membantu untuk merencanakan terapi pada penyakit tingkat lanjut.
Parasentesis diagnostik ketika terdapat massa panggul tidak diindikasikan
(Norwitz dan Schorge, 2006).
Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam
memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi dan mobilitas dari massa tumor.
Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian
posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Dauglas dan
rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian, mengingat tidak
jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari karsinoma payudara
(Djuana, Rauf, Manuaba, 2001).
Penanda tumor (tumor marker) membantu dalam mengevaluasi
berbagai macam tipe kanker ovarium. Kadar CA-125 serum yang tinggi
sangat prediktif pada pasien dengan kanker epitelial. Alfa-fetoprotein sebagai
penanda hampir semua tumor sinus endodermal dan kanker sel embrional.
Laktat dehidrogenase (LDH) berguna dalam penanganan disgerminoma
(Rayburn dan Carey, 1996).
12
6. Prognosis
Prognosis buruk karsinoma ovarii disebabkan oleh kenyataan bahwa
70% penderita baru datang untuk penanganan pada stadium lanjut. Dalam
stadium I masih dapat dicapai ketahanan hidup 5 tahun antara 60 dan 80%,
dalam stadium II sudah lebih rendah (50%); prognosis menjadi sangat lebih
buruk antara stadium IIa dan IIb. Perkembangan dalam kemoterapi
memperbaiki harapan untuk penderita dalam stadium III dan IV. Dengan
kemoterapi dapat dicapai ketahanan hidup lebih panjang ( ketahanan hidup 5
tahun 30% untuk stadium III dan IV). Yang tetap menjadi permasalahan
adalah tumor yang terdeteksi dalam stadium dini sangat sedikit, sehingga
perbaikan yang berarti untuk prognosis sementara ini belum dapat diharapkan
(Velde et al., 1999).
7. Stadium
Pada tumor ovarium maligna stadium dilakukan atas dasar
pemeriksaan histologik dan hasil pada operasi. Pembagian berdasarkan FIGO
(Federasi Ginekologi dan Obstetri Internasional, 2010) adalah sebagai
berikut:
Stadium I: Pertumbuhan terbatas pada ovarium.
Stadium Ia: Pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, tidak ada asites,
tidak ada tumor pada permukaan luar, kapsel utuh.
Stadium Ib: Pertumbuhan terbatas pada dua ovarium, tidak ada asites,
tidak ada tumor pada permukaan luar, kapsel utuh.
13
Stadium Ic: Seperti Ia atau Ib, tetapi telah ada tumor pada permukaan luar
dari salah satu atau kedua ovarium; atau kapsel pecah; atau
ada asites yang mengandung sel-sel maligna; atau ada bilasan
peritoneal positif.
Stadium II: Tumor mengenai satu atau kedua ovarium disertai perluasan
ke pelvis.
Stadium IIa: Perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba saluran
telur.
Stadium IIb: Perluasan ke organ pelvis lainnya, termasuk ke peritoneum.
Stadium IIc: Seperti IIa atau IIb, tetapi telah ada tumor pada permukaan
salah satu atau kedua ovarium; atau kapsel pecah; atau ada
asites yang mengandung sel-sel maligna; atau ada bilasan
peritoneal positif.
Stadium III: Tumor pada satu atau dua ovarium dengan implantasi
peritoneal di luar pelvis dan/atau kelenjar retroperitoneal atau
inguinal yang positif. Metastasis hati superfisial dinilai
sebagai stadium III. Tumor terbatas pada pelvis, namun
pemeriksaan histologik positif untuk perluasan keganasan
pada usus halus atau omentum.
Stadium IIIa: Tumor terbatas pada pelvis minor dan kelenjar negatif, tetapi
dikonfirmasikan secara histologik bahwa terdapat perlakuan
mikroskopik pada permukaan peritoneal abdomen.
14
Stadium IIIb: Tumor pada satu atau dua ovarium; konfirmasi histologik
adanya implantasi pada permukaan peritonel abdomen
dengan diameter kurang dari 2 sentimeter; kelenjar getah
bening negatif .
Stadium IIIc: Implantasi abdomen diameter2 sentimeter dan/atau kelenjar
retroperitonel atau inguinal positif.
Stadium IV: Pertumbuhan meliputi satu atau dua ovarium dengan
metastasis jauh; jika terdapat efusi pleural, tes sitologik harus
positif. Metastasis pada parenkhim hati menunjukkan
stadium IV (National Comprehensive Cancer Network,
2010a).
C. Kemoterapi
1. Prinsip dasar kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi sistemik dan karena itu terutama
terindikasi untuk malignitis sistemik seperti leukimia, tumor-tumor dengan
penyebaran yang telah dibuktikan atau diduga telah menyebar dan tumor
yang tidak operabel (Velde et al., 1999). Kemoterapi berusaha mengadakan
interferensi di dalam berbagai fase pembelahan sel. Pada setiap fase
pembelahan sel dapat ditangani dengan berbagai kemoterapi (Jong, 2005).
Kemoterapi harus dimulai sedini mungkin. Hal ini didasarkan atas
kenyataan bahwa pada stadium dini jumlah sel kanker lebih sedikit dan fraksi
sel kanker yang dalam pertumbuhan (yang sensitif terhadap obat) lebih besar.
Kemoterapi harus tertuju kepada sel kanker tanpa menyebabkan gangguan
15
menetap pada jaringan normal. Obat kanker saat ini umumnya bersifat
sitotoksik, baik terhadap sel normal maupun sel kanker. Toksisitas terhadap
sel normal selalu terjadi (Syarif, Setiawati, Muchtar, Arif, Bahry, Suharto, B.,
et al., 1995).
Sitostatika menurut asal dan mekanisme kerjanya dibagi dalam 4 golongan:
a. Alkilator. Agen alkilator terbagi atas 2 yaitu bifungsional dan
monofungsional. Alkilator monofungsional tidak berikatan cross
linking dengan DNA tapi akan menghasilkan single strand
(Carruthers, Hoffman, Melmon, Nierenberg, 2000), sedangkan
alkilator bifungsional memiliki 2 gugus alkil yang akan berikatan
kovalen dengan 2 sisi nukleofilik contohnya N-7 guanin pada DNA,
akibatnya replikasi yang terjadi tidak sempurna (Rang et al., 2003).
Agen alkilator yang utama adalah nitrogen mustard contonya
ciclophosphamide dan nitrosoureas contohnya lomustine (Rang et al.,
2003).
b. Antimetabolit. Antimetabolit mengusir secara kompetitif senyawa
dasar metabolisme alami (metabolit) atau memblok enzim dan dengan
cara ini menghambat metabolisme dan pertumbuhan sel. Kerjanya
amat tidak spesifik, artinya senyawa akan menyerang semua sel yang
membelah dengan cepat dengan cara yang sama. Oleh karena itu,
pemakaiannya amat dibatasi (Mutschler, 1986).
Antimetabolit yang terkenal adalah sitosin-arabinosid, 5-fluorourasil
dan metotreksat (Velde et al., 1999).
16
c. Produk-Produk Alamiah. Sejumlah besar sitostatika mula-mula
diisolasi dari tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme. Zat-zat ini dan
derivat sintetiknya merupakan famili yang bervariasi dari produksi
alamiah (Velde et al., 1999).
Golongan obat ini terdiri dari beberapa jenis:
1) Microtubulin Inhibitor (vinkristin, vinblastin, vinorelbin), memiliki
efek sitotoksik karena berikatan dengan tubulin sehingga
menghambat proses metafase dan tidak mampu melakukan
replikasi (Carruthers et al., 2000).
2) Derivat Podophyllum (etoposide, teniposide), podofilotoksin ini
semisintetik ini dapat membentuk kompleks dengan enzim DNA
topoisomerase II sehingga untai DNA terputus dan siklus sel
terputus pada fase S akhir dan G2 awal (Sudoyo et al., 2006).
3) Topoisomerase I Inhibitors (irinotecan, topotecan), bekerja dengan
cara menghambat DNA topoisomerase I sehingga double stranded
DNA pecah (Carruthers et al., 2000).
4) Sitotoksik antibiotika, terdiri dari golongan antrasiklin
(doxorubicin, epirubicin), dactinomycin, bleomycin, dan
mitomycin (Rang et al., 2003).
5) Enzim, contohnya adalah asparaginase yang mengkatalisis
hidrolisis asparaginase menjadi asam aspartat dan amonia
sehingga sel ganas menjadi kekurangan asam amino esensial yang
penting bagi kehidupannya (Sudoyo et al., 2006).
17
d. Hormon. Pertumbuhan kanker bergantung kepada hormon dan
pertumbuhan ini dapat dihambat oleh hormon antagonis yang
menghambat sintesis hormon yang bersangkutan. Contohnya
tamoxifen, glukokortikoid (Rang et al., 2003).
2. Efek samping kemoterapi
Agen kemoterapi bersifat toksik tidak hanya terhadap sel kanker
tetapi juga terhadap sel normal. Efek samping kemoterapi dapat
diklasifikasikan menjadi common and acute toxicity, specific organ toxicity,
dan long-term complications. Common and acute toxicity merupakan efek
samping kemoterapi yang terjadi karena penghambatan pembelahan sel. Sel
yang rentan terhadap kemoterapi adalah sel yang memiliki daya proliferasi
yang tinggi seperti jaringan limfoid, sumsum tulang, saluran cerna dan kulit.
Specific organ toxicity bisa berupa neurotoxocity, cardiac toxicity,
nephrotoxicity, pulmonary toxicity dan hepatoxicity. Long-term complications
adalah toksisitas yang terjadi beberapa bulan setelah kemoterapi (Koda-
Kimble et al., 2009).
Gejala klinis supresi sumsum tulang terutama disebabkan oleh
terjadinya penurunan jumlah sel darah putih, sel trombosit, dan sel darah
merah. Supresi sumsum tulang akibat pemberian sitostatika dapat terjadi
segera atau kemudian. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera,
penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai
dengan hari ke-14. Leukopenia dapat menurunkan daya tahan tubuh,
18
sementara trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan, lebih-lebih bila
terjadi erosi pada traktus gastrointestinal (Sudoyo et al., 2006).
Kelumpuhan sumsum tulang karena terpaparnya sel-sel darah muda
yang sangat peka, menyebabkan berkurangnya (berhentinya) pembuatan
lempeng darah dan sel darah putih maupun merah. Kekurangan lempeng
darah (trombosit) menyebabkan gangguan di dalam pengentalan darah,
sehingga terjadi kecenderungan perdarahan. Kekurangan eritrosit
menyebabkan penderita anemia, sedangkan kekurangan leukosit
menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh (kehilangan kekebalan) yang
termanifestasi berupa infeksi di tempat tertentu atau penyakit-penyakit
tertentu (Jong, 2005).
D. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab kematian paling utama pada morbiditas dan
mortalitas pasien kanker. Dalam beberapa kasus, kanker itu sendiri merupakan
faktor predisposisi terjadinya infeksi pada pasien kanker. Neutropenia telah
diketahui sebagai faktor utama perkembangan infeksi pada pasien kanker yang
menjalani kemoterapi. Strategi yang efektif untuk mengantisipasi, mencegah
menanggulangi komplikasi infeksi pada pasien neutropenia akan mengarah pada
peningkatan outcomes (NCCN, 2010b).
Neutropenia biasanya didefinisikan sebagai penurunan jumlah neutrofil
<500 sel/mm3, atau <1000 sel/mm3 dan diperkirakan menurun sampai <500
sel/mm3 dalam waktu 2 hari. Demam pada pasien neutropenia jika suhu tubuh
≥38.3°C (101°F) atau suhu ≥38.0°C (100.4°F) selama >1 jam jika belum
19
diketahui faktor penyebab. Pasien febrile neutropenia potensial mengalami infeksi
yang mengancam jiwa, sedangkan jika pasien tersebut afebrile neutropenia namun
menunjukkan tanda-tanda infeksi maka harus menerima terapi antibiotika (Koda-
Kimble et al., 2009).
Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya frekuensi infeksi pada pasien
kanker antara lain adalah:
1. Erosi pada tumor yang menyebabkan terbukanya kulit atau lapisan mukosa
yang merupakan barrier yang melindungi tubuh dari dunia luar.
2. Terjadi sumbatan akibat tekanan atau pertumbuhan kanker.
3. Penurunan daya tahan tubuh, baik penurunan imunitas humoral maupun
imunitas seluler.
4. Berbagai prosedur diagnostik yang menyebabkan erosi pada mukosa maupun
pada kulit (endoskopi, arteriografi).
5. Tindakan pembedahan dalam hal ini tingginya kemungkinan infeksi
tergantung tempat dan besarnya tumor; jenis operasi dan daya tahan tubuh si
sakit.
6. Pengobatan suprtif, misalnya pemberian makanan parenteral dan transfusi
komponan darah (virus hepatitis, virus sitomegalo, toksoplasmosis).
7. Radioterapi dan sitostatika (Sudoyo et al., 2006).
20
E. Antibiotika
Istilah yang digunakan pada awalnya adalah antibiosis, yaitu substansi
yang dapat menghambat pertumbuhan organisme hidup yang lain dan berasal dari
mikroorganisme. Seiring dengan perkembangan ilmu maka istilah antibiosis
diganti menjadi antibiotika yang tidak terbatas untuk substansi yang berasal dari
mikroorganisme, melainkan untuk semua substansi yang diketahui mampu untuk
menghambat pertumbuhan organisme lain khususnya mikroorganisme (Pratiwi,
2008).
Antibiotika dibedakan menjadi 2 berdasarkan sifat toksisitas selektifitas
yaitu bakteriostatik dan bakteriosida. Antibiotika memiliki aktivitas bakteriostatik
bila menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan aktivitas bakteriosida bila
mampu membunuh mikroba. Beberapa jenis antibiotika memiliki kedua aktivitas
ini bergantung pada konsentrasi (Karch, 2003). Kadar minimal yang diperlukan
untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing
dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).
Antibiotika tertentu dapat meningkat dari bakterostatik manjadi bakteriosida bila
kadar antibiotikanya ditingkatkan melebihi KHM (Syarif et al., 1995).
Ada 3 cara untuk membuat antibiotika yaitu dari mikroorganisme,
sintesis, dan semisintesis. Dari mikroorganisme misalnya basitrasin dan
polimiksin dihasilkan oleh spesies Bacillus, tetrasiklin dari spesies Streptomyces,
gentamisin dari Micromonospora purpurea. Umumnya antibiotika yang
digunakan dihasilkan oleh spesies Streptomyces spp. Antibiotika sintesis
contohnya cotrimoksazole, metronidazole, kuinolon, sulphonamide; sedangkan
21
disebut semisintesis karena melalui tahap fermentasi yang menggunakan
mikroorganisme dan kemudian akan dilakukan proses modifikasi kimia. Yang
termasuk dalam antibiotika semisintesis adalah penisilin dan cephalosporin (Hugo
dan Russell, 1998). Antibiotika juga dapat diperoleh melalui modifikasi genetik
untuk menghasilkan strain baru yang menghasilkan antibiotika yang lebih poten
(Pratiwi, 2008).
Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi dalam 5 kelompok:
1. menghambat sintesis dinding sel merusak lapisan peptidoglikan yang
menyusun dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif, contohnya
penisilin, cephalosporin, vankomisin, dan isoniazid (INH).
2. mengganggu metabolisme dengan adanya substansi yang secara kompetitif
menghambat metabolit mikroorganisme karena memiliki struktur yang mirip
dengan substrat normal bagi enzim metabolisme, contohnya cotrimoksazole.
3. merusak membran sel plasma dengan cara mengganggu permeabilitas
membran plasma sel bakteri sehingga menyebabkan membran sel tidak
mampu lagi berfungsi sebagai barrier dan mengganggu proses biosintesis
yang diperlukan oleh membran, contohnya polimiksin.
4. Menghambat sintesis protein berikatan pada ribosom subunit 30S bakteri
sehingga terjadi kesalahan pembacaan mRNA dann tidak terjadi sintesis
protein, contohnya golongan aminoglikosida. Kloramfenikol memberi efek
dengan cara berikatan pada ribosom subunit 50S dan menghalangi aktivitas
enzim peptidil transferase yang berfungsi untuk membentuk ikatan peptida
antara asam amino yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino
22
terakhir yang sedang berkembang, akibatnya sintesis protein berhenti.
Tetrasiklin berperan menghambat sintesis protein dengan cara berikatan pada
bagian 16S pada ribosom subunit 30S.
5. menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA) menghambat transkripsi
dan replikasi bakteri, contohnya rifampin dan golongan kuinolon (Pratiwi,
2008).
F. Drug Related Problems
Drug Related Problems yaitu kejadian tidak diinginkan yang dialami
oleh pasien yang terlibat dalam terapi pengobatan dan dapat mempengaruhi tujuan
yang diharapkan dalam terapi. Permasalahan yang timbul dapat berupa medical
complaint, tanda, gejala, diagnosis, penyakit, hasil laboratorium yang abnormal,
atau sindrom (Cipolle, Strand dan Morley, 2004).
Drug Related Problems terbagi atas 7 kategori yaitu:
1. Obat yang yang tidak diperlukan pada terapi (unnecessary drug therapy),
disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis yang valid untuk terapi obat saat
itu, pemakaian multiple drug padahal hanya memerlukan terapi single drug,
kondisi pasien lebih dengan nondrug therapy, terapi obat untuk mengobati
adverse reaction yang sebenarnya dapat dihindari, penyalahgunaan obat,
penggunaan alkohol, atau merokok yang menimbulkan masalah.
2. Perlu tambahan terapi (needs additional drug therapy), disebabkan oleh
kondisi medis yang memerlukan terapi obat, terapi pencegahan diperlukan
untuk mengurangi resiko berkembangnya penyakit baru, kondisi medis yang
23
memerlukan farmakoterapi tambahan untuk mencapai sinergisme atau efek
yang lebih kuat.
3. Ketidakefektifan pemilihan obat (ineffective drug), disebabkan oleh obat yang
diberikan bukan obat yang paling efektif untuk kondisi medis yang dialami,
kondisi medis terbiaskan dengan adanya obat, bentuk sediaan obat tidak
sesuai, obat tidak efektif untuk indikasi yang dialami.
4. Dosis yang kurang (dosage too low), disebabkan oleh dosis terlalu rendah
untuk memberikan respon yang diinginkan, interval pemberian terlalu jarang
untuk dapat memberikan respon, interaksi obat mengurangi jumlah zat aktif
obat yang tersedia, durasi obat terlalu singkat untuk dapat memberikan
respon.
5. Efek samping obat yang merugikan (adverse drug reaction), disebabkan oleh
obat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan
dengan dosis, obat yang lebih aman memiliki faktor resiko, interaksi obat
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan
dosis, adanya regimen dosis atau berubah terlalu cepat, obat menyebabkan
alergi, obat memiliki kontraindikasi yang merupakan faktor risiko.
6. Dosis berlebih (dosage too high), disebabkan oleh dosis terlalu tinggi,
frekuensi pemakaian obat terlalu singkat, durasi obat terlalu panjang, interaksi
obat menimbulkan reaksi toksik, dosis obat diberikan terlalu cepat.
7. Ketidakpatuhan pasien (noncompliance), disebabkan oleh pasien tidak
memahami instruksi pemakaian, pasien memilih untuk tidak memakai obat,
pasien lupa menggunakan obat, obat yang terlalu mahal bagi pasien, pasien
24
tidak dapat menelan atau memakai sendiri obat secara tepat, obat tidak
tersedia bagi pasien (Cipolle et al., 2004).
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada
pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta periode 2008-2009 terutama yang terkait dengan Drug Related
Problems yaitu obat yang tidak diperlukan pada terapi (unnecessary drug
therapy), perlu tambahan terapi (needs additional drug therapy), ketidakefektifan
pemilihan obat (ineffective drug), dosis yang terlalu rendah (dosage too low),
dosis berlebih (dosage too high), dan efek samping obat yang merugikan (adverse
drug reaction) di RSUP Dr. Sardjito pada periode 2008-2009.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini merupakan
penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek uji.
Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena menggambarkan fenomena yang
terjadi dan mengevaluasi data yang diperoleh dari catatan rekam medis
berdasarkan guideline dan referensi. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data
yang digunakan diambil dengan menggunakan penelusuran terhadap dokumen
terdahulu yaitu berupa rekam medis pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009.
B. Definisi Operasional
1. Evaluasi penggunaan antibiotika adalah mengevaluasi kasus DRPs terkait
penggunaan antibiotika yang meliputi obat yang tidak diperlukan pada terapi
(unnecessary drug therapy), perlu tambahan terapi (needs additional drug
therapy), ketidakefektifan pemilihan obat (ineffective drug), dosis yang
terlalu rendah (dosage too low), dosis berlebih (dosage too high), dan efek
samping obat yang merugikan (adverse drug reaction) selama pasien kanker
ovarium pasca kemoterapi dirawat di RSUP Dr. Sardjito.
26
2. Kemoterapi adalah terapi kanker ovarium dengan menggunakan obat anti
kanker.
3. Pasca kemoterapi adalah suatu kondisi di mana pasien telah menerima
kemoterapi yang menggunakan obat-obatan antikanker atau obat-obatan
sitotoksik.
4. Anemia adalah penurunan konsentrasi Hb dalam darah yang menyebabkan
terganggunya kebutuhan oksigen oleh jaringan tubuh (Hb normal menurut
standar Sardjito12-16 g/dl).
5. Leukopenia adalah penurunan jumlah leukosit dalam darah yang
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi (Leukosit normal menurut
standar Sardjito 4,8-10,8 x103/µL).
6. Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit atau platelet dalam
darah yang dapat menyebabkan perdarahan (platelet normal menurut Sardjito
150-540 x103/µL).
7. Kasus kanker ovarium pasca kemoterapi adalah semua tipe diagnosis kanker
ovarium pada periode 2008-2009 yang telah mendapat terapi kemoterapi baik
injeksi maupun oral berdasarkan lembar rekam medik RSUP Dr. Sardjito.
C. Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien kanker ovarium pasca kemoterapi
yang memperoleh antibiotika dan dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2008–2009.
27
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien
kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2008-2009.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta, Jalan Kesehatan No.1 Sekip Yogyakarta.
F. Tata Cara Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, tahap pertama adalah
perencanaan, tahap kedua adalah pengambilan data, tahap ketiga adalah tahap
pengolahan data dan analisis hasil.
1. Perencanaan
Memulai tahap ini dengan membuat perijinan agar dapat melakukan
penelitian di RSUP Dr. Sardjito dengan membawa surat pengantar dari
fakultas farmasi dan proposal yang telah disetujui dosen pembimbing, setelah
itu mengurus pembuatan ethical clearence di UGM fakultas kedokteran yang
menjadi salah satu syarat penelitian di RSUP Dr. Sardjito.
28
2. Pengambilan Data
Tahap pengambilan data melewati serangkaian proses yaitu sebagai
berikut :
a. Proses penelusuran data. Tahap ini dilakukan dengan menelusuri
lembar print out yang berisi jumlah pasien kanker ovarium, nomor
rekam medis, umur, jenis kelamin, tanggal masuk dan keluar, hasil
diagnosa, dan jenis terapi yang diberikan.
Berdasarkan print-out tersebut dapat diketahui pada periode 2008-
2009 terdapat sebanyak 356 pasien yang terdiagnosis kanker ovarium
dan dari 356 pasien tersebut didapatkan 168 pasien kanker ovarium
yang telah menjalani kemoterapi.
b. Proses pengumpulan data. Proses pengumpulan data diperoleh dengan
melihat data rekam medik pasien yang terdiagnosis kanker ovarium
dan telah menjalani kemoterapi (pasca kemoterapi) periode 2008-2009
dari ICM yang memuat laporan mengenai jumlah pasien penderita
kanker ovarium yang telah menjalani kemoterapi pada instalasi rawat
inap yang berisi nomor rekam medik, nama, umur, jenis kelamin, hasil
diagnosis, komplikasi, lama perawatan, jenis obat, dosis obat, bentuk
sediaan, cara pemberian obat, tanggal pemberian obat, keadaan pasien
setelah kemoterapi serta data laboratorium.
Dalam tahap menyeleksi data dilakukan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi meliputi pasien kanker ovarium pasca kemoterapi,
menerima terapi antibiotika, menunjukkan tanda infeksi yang dilihat
29
dari parameter WBC, ANC, dan vital sign. Kriteria eksklusi yaitu
ketidaklengkapan data. Dari data rekam medik dapat diketahui yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 22 pasien dari 168
pasien kanker ovarium pasca kemoterapi dengan jumlah kasus
sebanyak 31 kasus. Hal ini dikarenakan pasien melakukan kemoterapi
lebih dari 1 kali dalam setahun.
c. Proses pencatatan data. Data yang dicatat meliputi nomor rekam
medik, nama, umur, jenis kelamin, hasil diagnosis, komplikasi,
keluhan utama, lama perawatan, tanggal kemoterapi, jenis obat, dosis
obat, bentuk sediaan, cara pemberian obat, tanggal pemberian obat,
keadaan pasien setelah kemoterapi serta data laboratorium. Data
yang diperoleh dicatat dalam lembar laporan.
3. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari proses pencatatan data dikelompokkan
berdasarkan kelompok umur pasien, stadium kanker, efek samping
kemoterapi, komplikasi, persentase golongan dan jenis antibiotika yang
digunakan. Semuanya ini disajikan dalam bentuk tabel atau gambar,
kemudian data tersebut akan diberi keterangan berupa narasi dan
penjelasannya. Pada tahap terakhir yang dilakukan adalah membahas dan
mengevaluasi penggunaan antibiotika berdasarkan DRPs menggunakan
metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan) (Rovers, Currie,
2007). Beberapa referensi seperti formularium RSUP Dr. Sardjito tahun 2002,
Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, dan MIMS 2008/2009.
30
Guideline yang digunakan yaitu Clinical Practice Guideline in Oncology:
Prevention and Treatment of Cancer-Related Infections, V.2.2009 (NCCN,
2010).
G. Tata Cara Analisis Hasil
Analisis hasil dalam penelitian ini, dikelompokkan berdasarkan
karakteristik pasien, golongan dan jenis antibiotika, dan kajian Drug Related
Problems (DRPs). Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel dan atau
gambar.
1. Karakteristik pasien
a. Distribusi umur pasien pada kasus kanker leher rahim pasca
kemoterapi dikelompokkan menjadi 7 kelompok umur yaitu 29-35
tahun, 36-42 tahun, 43-49 tahun, 50-56 tahun, 57-63 tahun, 64-70
tahun, dan 71-77 tahun. Persentase umur dihitung dengan cara jumlah
kasus dengan tiap kelompok umur dibagi dengan jumlah semua kasus
dikalikan 100%.
b. Persentase stadium pada kasus kanker ovarium pasca kemoterapi
dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus setiap stadiumnya
kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kanker ovarium
kemudian dikalikan 100%.
c. Persentase kasus berdasarkan efek samping kemoterapi dihitung
berdasarkan jumlah kasus dengan efek samping tertentu kemudian
dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus dan dikalikan 100%.
31
d. Persentase kasus berdasarkan komplikasi dihitung berdasarkan jumlah
kasus dengan komplikasi tertentu dibagi dengan jumlah keseluruhan
kasus kemudian dikalikan 100%.
2. Golongan dan jenis antibiotika
Persentase golongan dan jenis antibiotika yang digunakan dihitung
dengan cara menjumlahkan berapa kali antibiotika yang sama digunakan
dibagi total frekuensi penggunaan antibiotika dikalikan 100%.
3. Kajian Drug Related Problems (DRPs)
Evaluasi penggunaan antibiotika pasca kemoterapi pada kasus
kanker ovarium di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009 dilakukan dengan
cara mengidentifikasi DRPs yang terjadi terkait penggunaan antibiotika yaitu:
a. obat yang tidak diperlukan pada terapi (unnecessary drug therapy).
b. perlu tambahan terapi (needs additional drug therapy).
c. ketidakefektifan pemilihan obat (ineffective drug).
d. dosis yang terlalu rendah (dosage too low).
e. dosis berlebih (dosage too high).
f. efek samping obat yang merugikan (adverse drug reaction).
32
H. Kesulitan Penelitian
Penulis sulit membaca catatan pada rekam medis pasien karena belum
terbiasa membaca tulisan dokter dan perawat. Tidak semua informasi ditulis ke
dalam catatan rekam medis seperti hasil pemeriksaan laboratorium, dosis, lama
penggunaan obat sehingga membuat peneliti kesulitan dalam menganalisis data.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan pembahasan mengenai evaluasi penggunaan
antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009 dibagi menjadi 3 bagian yaitu
karakteristik pasien kanker ovarium, profil penggunaan antibiotika, dan kajian
Drug Related Problems (DRPs).
A. Karakteristik Pasien Kanker Ovarium
Karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang di rawat di
RSUP Dr. Sardjito disajikan dalam 4 bagian, yang meliputi umur, stadium, efek
samping kemoterapi, dan komplikasi. Pada penelitian ini, ditemukan jumlah
pasien kanker ovarium pasca kemoterapi periode 2008-2009 sebanyak 22 pasien
dengan 31 jumlah kasus.
1. Persentase kasus berdasarkan kelompok umur
Adanya pengelompokan kasus berdasarkan kelompok umur
dimaksudkan untuk mengetahui kelompok umur mana yang paling banyak
terjadi kanker ovarium pasca kemoterapi.
Distribusi kelompok umur pasien kanker ovarium pasca kemoterapi
dibagi menjadi 7 kelompok umur yaitu 29-35 tahun, 36-42 tahun, 43-49
tahun, 50-56 tahun, 57-63 tahun, 64-70 tahun, dan 71-77 tahun.
34
Gambar 2. Persentase kelompok umur pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang mendapatkan antibiotika di RSUP Dr. Sardjito periode
2008- 2009
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kanker ovarium paling
banyak terjadi pada kelompok umur 43-49 tahun (35,48%), hal ini sudah
sesuai dengan teori. Berdasarkan teori kanker ovarium sekitar 90%
menyerang pada wanita di atas 40 tahun (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell,
2007). Risiko meningkat sampai usia 70 tahun, setelah itu mulai menurun
(Rayburn dan Carey, 1996).
2. Persentase kasus berdasarkan stadium
Pada kanker ovarium penetapan stadium dilakukan berdasarkan
pemeriksaan histologik dan hasil pada operasi. Stadium kanker ovarium
dibagi dalam 13 kategori menurut Federation of Ginecology and Obstetrics
(FIGO), yaitu I, Ia, Ib, Ic, II, IIa, IIb, IIc, III, IIIa, IIIb, IIIc, IV (NCCN,
2010a).
35
Tabel II. Persentase stadium pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009
Stadium Jumlah pasien(n=31)
Persentase (%)
IIaIbIcIIIIaIIbIIcIIIIIIaIIIbIIIcIV
Tidak diketahui
0001001130113101
000
3,2300
3,233,239,68
03,2341,9432,263,23
Dari tabel II diketahui bahwa kasus kanker ovarium terjadi paling
banyak pada stadium IIIc dan IV dengan persentase masing-masing sebanyak
41,94% dan 32,26%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien kanker ovarium
yang datang untuk berobat sudah berada pada tingkat keparahan yang tinggi.
Menurut Velde, Bosman, dan Wagener (1999), kanker ovarium
dalam stadium dini hampir sama sekali tidak memberi gejala, sehingga kira-
kira 70% dari penderita baru ditangani pada stadium yang telah lanjut. Tumor
membesar dan menyebar ke organ sekitarnya tanpa keluhan. Itulah sebabnya
tumor ini dikenal sebagai penyakit yang tumbuh diam-diam namun
mematikan (The Silent Lady Killer).
36
3. Persentase kasus berdasarkan efek samping kemoterapi
Tabel III. Persentase efek samping kemoterapi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009
No. Efek samping Jumlah kasus(n=31)
Persentase(%)
1 Supresi sumsum tulang
Anemia 9 29,03Neutropenia 4 12,9Leukopenia 6 19,35Trombositopenia 2 6,45
2 Gastrointestinal Mual dan muntah 11 35,48Diare 2 6,45Mukositis 1 3,23
3 Ginjal Calculus of kidney 1 3,23Hydronephrosis with ureteropelvic junction obstruction
1 3,23
Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat
membelah. Namun terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel tubuh
normal yang juga mempunyai sifat cepat membelah seperti sumsum tulang,
mukosa saluran cerna, dan folikel rambut. Obat ini juga dapat bersifat toksik
pada beberapa organ seperti hati, jantung, ginjal, dan sistem saraf.
a. Supresi sumsum tulang. Gejala klinis supresi sumsum tulang
terutama disebabkan oleh terjadinya penurunan jumlah sel darah
putih, sel trombosit, dan sel darah merah. Leukopenia dan
trombositopenia akibat kanker itu sendiri atau akibat pengobatan
dapat mengakibatkan infeksi fatal dan perdarahan yang berpengaruh
buruk terhadap prognosis dan hasil pengobatan pasien (Sudoyo et al.,
2006).
37
Sebanyak 12,9% pasien kanker ovarium menderita
neutropenia. Perlu perhatian yang intensif karena semakin lama dan
semakin berat tingkat neutropenia yang terjadi, semakin besar
kemungkinan dan semakin serius infeksi yang mungkin terjadi
(Mehta dan Hoffbrand, 2008). Infeksi yang terjadi dapat
menyebabkan pasien jatuh ke dalam sepsis, syok septik dan akhirnya
meninggal (Sudoyo et al., 2006). Dengan demikian pemilihan dan
penggunaan antibiotika haruslah tepat agar dapat mengurangi risiko
kematian akibat terjadinya infeksi (Koda-kimble et al., 2009).
Dari tabel III dapat dilihat bahwa kelainan hematologi yang
paling banyak adalah anemia dengan 29,03% dari 31 kasus dan
merupakan persentase efek samping tertinggi kedua setelah mual
muntah. Anemia sangat berpengaruh terhadap hasil pengobatan
pasien kanker. Caro dkk melaporkan bahwa anemia meningkatkan
resiko kematian pada pasien kanker dengan peningkatan sebesar
65% (Sudoyo et al., 2006).
Pengobatan suportif perlu dilakukan untuk meningkatkan
angka Hb yang mana pengobatan kuratif yaitu kemoterapi untuk
sementara waktu harus ditunda terlebih dahulu. Menurut Standar
Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito (1996) kemoterapi boleh
dilakukan dengan syarat angka Hb > 10 g%.
b. Gastrointestinal. Masalah saluran cerna yang paling utama adalah
mual muntah, diare dan mukositis. Kejadian yang paling sering
38
terjadi adalah mual muntah dan disebabkan oleh hampir semua jenis
agen kemoterapi. Persentase mual muntah yang terjadi sebesar
35,48% lebih besar dibandingkan diare (6,45%) dan mukositis
(3,23%). Mual muntah merupakan efek samping tertinggi
dibandingkan dengan efek samping yang lain.
Agen kemoterapi termasuk metabolitnya akan menstimulasi
reseptor serotonin atau dopamine di saluran gastrointestinal. Pada
SSP chemoreceptor trigger zone akan melepaskan neurotransmitter
yang akan merangsang vomitting center untuk mengkoordinasikan
respon emetik (Koda-kimble et al., 2001).
c. Ginjal. Kerusakan jaringan ginjal langsung akibat obat atau
metabolitnya, paling sering pada pemberian cisplatin. Carboplatin
telah disetujui oleh FDA untuk pengobatan kanker ovarium. Obat ini
memiliki mekanisme aksi yang sama dengan cisplatin. Keuntungan
terbesar dari carboplatin dibandingkan cisplatin yaitu toksisitas
terhadap ginjal lebih rendah, oleh karena itu tidak perlu terapi hidrasi
sebelum pengobatan (Carruthers, Hoffman, Melmon, Nierenberg,
2000).
Terdapat 2 kasus yang memiliki efek samping terhadap ginjal
yaitu 1 kasus calculus kidney dan 1 kasus hydronephrosis with
ureteropelvic junction obstruction. Kedua kasus tersebut terjadi pada
1 orang pasien dengan riwayat regimen cisplatin yang kemudian
diganti dengan carboplatin yang bersifat less nephrotoxicity. Selain
39
itu perlu dilakukan penyesuaian dosis carboplatin karena pasien telah
didiagnosis mengalami gangguan fungsi ginjal.
Regimen cisplatin yang diberikan meningkatkan kadar asam
urat dalam serum, terlihat dari data laboratorium yang menunjukkan
adanya peningkatan asam urat yaitu 8,7 mg/dl (nilai normal 2,8-7,3
mg/dl). Asam urat sebagian besar diekskresikan melalui ginjal dan
semakin tinggi kadar asam urat dalam darah maka ekskresi ke urine
juga akan semakin besar, yang kemudian akan mengalami
supersaturasi (melewati titik jenuh) sehingga molekul-molekulnya
teragregasi menjadi suatu padatan kristal dan terbentuklah batu
ginjal.
Batu ginjal yang terbentuk akan terbawa aliran urin dan dapat
menimbulkan obstruksi pada pelvis sehingga memblok aliran urin
dari pelvis ke tubulus proksimal yang disebut ureteropelvic junction
obstruction. Jika penyumbatan ini berlangsung lama menyebabkan
penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronephrosis)
dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
40
4. Persentase kasus berdasarkan komplikasi
Gambar 3. Persentase komplikasi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode 2008- 2009
Dari penelitian ini dapat diamati timbulnya kasus komplikasi akibat
kanker ovarium itu sendiri yang meliputi asites, efusi pleura, dan metastasis
tumor.
a. Asites. Asites merupakan simptom yang sering pada penderita
dengan karsinoma ovarium. Perut yang berangsur-angsur menjadi
besar merupakan gejala utama, kemudian ditambah anoreksia, rasa
penuh di perut, pirosis dan gangguan pernapasan karena tekanan
mekanik pada diafragma (Sudoyo et al., 2006).
Dalam penelitian ini asites merupakan persentase komplikasi
terbesar yaitu sebanyak 29,03%. Gejala-gejala seperti perut yang
41
semakin lama semakin membesar, kembung, nafsu makan dan berat
badan menurun digunakan untuk mengenali kanker ovarium. Tapi
kebanyakan pasien kanker ovarium dalam penelitian ini
menunjukkan gejala tersebut pada stadium lanjut sehingga
penanganan yang dapat dilakukan hanyalah untuk mencapai
ketahanan hidup yang lebih panjang. Inilah yang menyebabkan
kanker ovarium memiliki prognosis terburuk.
b. Efusi pleura. Pada tumor ovarium yang lebih luas dapat dijumpai
eksudat pleura karena terjadinya infiltrasi sel tumor secara langsung
pada pleura sehingga terjadi produksi cairan berlebihan. Biasanya
penderita mengeluh sesak napas yang terjadi karena berkurangnya
volume paru. Pungsi pleura merupakan tindakan yang dapat
digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura. Efusi
pleura dapat juga disebabkan oleh bakteri yang umumnya diisolasi
dari pasien neutropenia yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas yang dapat menempel pada
permukaan pleura.
c. Metastasis tumor. Menurut sebagian peneliti 10% tumor ovarium
disebabkan oleh metastasis (Sudoyo et al., 2006). Yang paling sering
bermetastasis ke ovarium adalah kanker payudara, gastrointestinal
tract meliputi colon, perut, dan pankreas (Kumar, Abbas, Fausto,
Aster, 2010).
42
Terdapat 2 metastasis tumor ke ovarium yang dapat diketahui
dalam penelitian ini yaitu kanker endometrium dan kanker mamae
(kanker payudara). Pada kira-kira 10% penderita karsinoma
endometrium dijumpai juga jaringan tumor di dalam ovarium.
Metastasis karsinoma payudara dalam ovarium hampir selalu
menampakkan diri sesudah tumor primernya diketahui (Sudoyo et
al., 2006).
B. Golongan Dan Jenis Antibiotika
Golongan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah golongan
Cephalosporin dengan persentase sebesar 43,74%. Sedangkan untuk jenis
antibiotika yang paling banyak digunakan adalah Cefixime dengan persentase
14,58%.
Tabel IV. Golongan dan Jenis Antibiotika pada Pasien Kanker Ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode 2008-2009
Golongan Obat Jenis Obat Frekuensi penggunaan
(n=48)
Persentase(%)
Penisilin AmoxicillinAmoxicillin dan SulbactamAmpicillin
322
6,254,174,17
Cephalosporin Cefepime HClCeftriaxoneCeftazidimeCefiximeCefotaximeCefpirome
343731
6,258,336,25
14,586,252,08
Kuinolon Ciprofloxacin 4 8,33Aminoglikosida Netromycin 1 2,08Makrolida Clarithromycin
Azithromycin 11
2,082,08
Lain-lain Metronidazole 3 6,25
43
Dalam memberikan terapi antibiotika pada pasien neutropenia diperlukan
clinical evidence atau data mikrobiologi melalui kultur bakteri untuk mengetahui
bakteri penyebab. Sementara menunggu hasil test kultur biasanya diberikan terapi
empirik dengan antibiotika spektrum luas begitu pasien tersebut menunjukkan
tanda-tanda infeksi. Pemberian antibiotika empirik ini bertujuan untuk
menghindari mortalitas yang diakibatkan karena terlambatnya pengobatan pada
pasien yang mengalami infeksi yang serius.
Umumnya bakteri patogen yang diisolasi dari pasien neutropenia adalah
bakteri bacillus gram-negatif misalnya E.coli, K.pneumoniae, P. Aeruginosa dan
bakteri gram-positif seperti S. Aureus, Enterococcus, Streptococcus pneumoniae.
Sebesar 91% mortalitas pada pasien neutropenia disebabkan oleh bakteremia yang
tidak diobati, dan bakteremia tersebut diakibatkan infeksi oleh bakteri
P.aeruginosa. Oleh sebab itu, regimen antibiotika empirik yang diberikan harus
memiliki spektrum luas yang mampu melawan bacillus gram-negatif dan
memiliki aktivitas antipseudomonal. Menurut guideline NCCN antibiotika
empirik yang dapat diberikan untuk manajemen febrile neutropenia adalah
golongan beta-laktam antipseudomonal seperti cephalosporin generasi III
(ceftazidime) dan IV (cefepime), carbapenem (imipenem-cilastin, meropenem),
piperasilin/tazobaktam.
44
C. Drug Related Problems
Dari 168 pasien yang menjalani kemoterapi periode 2008-2009 di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta diperoleh 22 pasien kanker ovarium pasca kemoterapi
sekaligus mendapatkan terapi antibiotika dengan jumlah kasus sebanyak 31 kasus.
Setelah dilakukan Drug Related Problems (DRPs) menggunakan metode SOAP
(Subjective, Objective, Assessment and Rekomendasi) diketahui terdapat 25 kasus
yang terjadi DRPs dan 6 kasus tidak terjadi DRPs. DRPs yang diperoleh yaitu 7
kasus antibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi, 1 kasus dosis terlalu tinggi,
3 kasus dosis terlalu rendah, 16 kasus perlu tambahan terapi, dan 10 kasus
pemilihan antibiotika yang kurang efektif.
1. Antibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi
Tabel V. Kasus DRPs antibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Kasus Jenis Antibiotika Assessment Rekomendasi
9,
11,14,23,24,31
Metronidazole dan netromycin,Ceftriakson, Cefpirom, Cefixime, Azithromycin,Ceftazidime
Data laboratorium nilai WBC dan ANC normal, tidak menandakan pasien mengalami infeksi atau potensial mengalami infeksi.
Hentikan penggunaan antibiotika karena tidak ada indikasi infeksi. Hanya menggunakan antibiotika bila terdapat tanda-tanda infeksi.
27 Cefixime dan cefepime
Kombinasi cefixime dan cefepime dari tanggal 14-21 tidak efektif karena cefixime tidak memiliki aktifitas antipseudomonal, sedangkan pasien dalam kasus ini mengalami neutropenia febrile yang umumnya bakteri patogen yang diisolasi dari pasien neutropenia adalah Pseudomonas.
Penggunaan cefixime dihentikan karena pemakaian cefepime saja sudah cukup sebagai terapi empirik.Cefepime memiliki aktivitas antipseudomonal dan sangat aktif terhadap bakteri gram positif.
45
2. Dosis terlalu tinggi
Tabel VI. Kasus DRPs Dosis terlalu tinggi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Kasus Jenis antibiotika Assessment Rekomendasi
6 Ceftazidime Frekuensi ceftazidime terlalu tinggiyaitu 2x1 g. Seharusnya berikan injeksi ceftazidime dengan dosis 3x2 g (berdasarkan guideline NCCN), namun regimen ini tidak bisa diberikan pada pasien ini karena diketahui nilai kadar BUN dan creatinin pasien meningkat yaitu BUN 51,4 mg/dl (nilai normal: 7-18 mg/dl) dan creatinin 5,57 mg/dl (nilai normal: 0,6-1,3 mg/dl), yang menandakan terjadinya gangguan pada filtrasi glomerulus.
Dari perhitungan LFG menggunakan formula MDRD maka diketahui nilai LFG = 8,7 ml/min/1,73 m2. Perlu dilakukan penyesuaian dosis berdasarkan LFG pasien dan individualisasi dosis yang diberikan menjadi 1 g tiap 48 jam. Monitor terus hasil laboratorium hematologi pasca kemoterapi dan tanda infeksi .
3. Dosis terlalu rendah
Tabel VII. Kasus DRPs Dosis terlalu rendah pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien Jenis antibiotika Assessment Rekomendasi
1 Cefixime Terjadi leukositosis disertai neutrofilia yang menandakan terjadi infeksi dan oleh karena itu pasien diberi antibiotika yang mana dalam kasus ini yaitu cefixime. Dosis Cefixime yang diberikan terlalu rendah yaitu 2x100 mg. Dosis maksimum cefixime adalah 400 mg/hari (BUN dan creatinin pasien normal).
Berikan cefixime dengan dosis 400 mg/hari atau 2x200 mg.
9 Cefotaxime Dosis cefotaxime pada kasus ini kurang yaitu 1x1 g (iv), BUN dan creatinin pasien normal.
Berikan injeksi cefotaxime dengan dosis 2-4g/hari dalam 2 dosis terbagi (formularium RS Dr. Sardjito tahun 2002).
28 Cefepime Dosis dan frekuensi cefepime pada kasus ini kurang yaitu 2x1 g (iv). Seharusnya berikan cefepime dengan regimen 3x2 g namun terjadi peningkatan kadar creatinin pada tanggal 28 yaitu 1,66 mg/dl.
Dari perhitungan LFG pasien = 33,5 ml/min/1,73 m2 maka individualisasi dosis pada pasien ini menjadi 2x2 g.
46
4. Pemilihan antibiotika yang kurang efektif
Tabel VIII. Kasus DRPs pemilihan antibiotika yang kurang efektif pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien Jenis antibiotika Assessment Rekomendasi
7 Ceftriakson Ceftriakson tidak memiliki aktivitas antipseudomonal sebagai terapi empirik.
Hentikan penggunaan ceftriakson. Penggunaan Clarithromycin saja sudah cukup.
15 Cefotaxim dan metronidazole
Dalam kasus ini pasien diberikan regimen cefotaxim dan metronidazole. Regimen ini tidak tepat untuk mengatasi pasien yang terdiagnosis sepsis karena bakteri penyebab sepsis umumnya E. Coli, Klebsiella-Enterobacter, Neisseria meningitides,Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram positif seperti stafilokokus dan streptokokus.
Sebaiknya regimen cefotaxim dan metronidazole diganti dengan regimen golongan sefalosporin + aminoglikosida. Bisa diberikan sefalosporin generasi 3 (ceftazidime) dan gentamisin.
15 Cefotaxime, metronidazole dan ciprofloxacin
Pada tanggal 18 sampai 21 pasien butuh antibiotika namun pasien mengkonsumsi 3 jenis antibiotikayaitu cefotaxime, metronidazole dan ciprofloxacin. Menurut EORTC trial aktivitas antipseudomonal dariciprofloxacin menurun secara signifikan menjadi 65% saja. Pemberian tiga antibiotika ini tidak efektif karena dianggap berlebihan.
Hentikan pemakaian ciprofloxacin. Lanjutkan pemakaian usulan regimen golongan sefalosporin + aminoglikosida pada pasien sampai tanda-tanda infeksi dan nilai WBC dan ANC kembali normal.
19, 22, 26
Ciprofloxacin Penggunaan ciprofloxacin tidak tepat sebagai monoterapi. Menurut EORTC trial aktivitas antipseudomonal dari ciprofloxacin menurun secara signifikan menjadi 65% saja.
Pemakaian ciprofloxacin dihentikan dan diganti dengan regimen monoterapi yang lain seperti ceftazidime dengan dosis 1 g dan frekuensi sebanyak 2-3x/hari.
20 Ceftriakson Ceftriakson tidak memiliki aktivitas antipseudomonal sehingga penggunaan ceftriakson tidak akan memberikan respon yang diinginkan.
Perlu diberikan terapi antibiotika profilaksis dengan ANC< 100sel/mm3 yang memposisikan pasien terhadap risiko infeksi yang lebih besar.Berikan golongan fluoroquinolon. Hentikan penggunaan antibiotikaprofilaksis sampai nilai ANC >100 sel/mm3.
47
Lanjutan Tabel VIII.
27 Ampisilin Pemakaian ampisilin dalam kasus ini tidak tepat karena Pseudomonas positif resisten terhadap ampisilin, sedangkan pasien dalam kasus ini mengalami neutropenia febrile yang umumnya bakteri patogen yang diisolasi dari pasien neutropenia adalah Pseudomonas.
Ganti ampisilin dengan ceftazidime (sefalosporin generasi 3) atau cefepime dengan dosis 3x2 g (secara iv).
27 Cefixime Pasien kembali mengalami leukopenia disertai neutropenia febrile sehingga perlu terapi antibiotika. Dalam kasus ini pasien menerima regimen antibiotika cefixime secara tunggal dari tanggal 11-13, namun pemakaian cefixime ini tidaklah tepat karena cefixime tidak memiliki aktifitas antipseudomonal.
Sebaiknya penggunaan cefixime diganti dengan ceftazidime/ cefepime sedangkan untuk tanggal 14-21 penggunaan cefixime dihentikan karena pemakaian cefepime saja sudah cukup sebagai terapi empirik.
30 Ceftazidime Premature withdrawal penggunaan ceftazidime dalam kasus ini akan men-jadi faktor predisposisi timbulnya infek-si bakteri yang lebih ganas dan mening-katkan risiko infeksi terkait morbiditas dan mortalitas. Minimum penggunaan antibiotika empirik yaitu selama 3 hari. Pada kasus ini ceftazidime hanya digunakan sehari dan keesokan harinya yaitu tanggal 9 pasien diberi regimen metronidazole dan cefepime HCl.
Sebaiknya usulan pemberian ceftazidime+gentamisin diteruskan minimal selama 3 hari dan hentikan pemakaian metronidazole dan cefepime HCl.
48
5. Perlu tambahan terapi
Tabel IX. Kasus DRPs perlu tambahan terapi pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien Problem Assessment Rekomendasi
11, 14, 15, 16, 26, 27, 31
Anemia Dari data laboratorium terlihat pasien mengalami anemia pasca kemoterapi, namun pasien tidak mendapatkan terapi untuk penanganannya.
Sebaiknya pasien diberi obat anti anemia untuk mengatasi anemia yang terjadi. Alternatif lain adalah pemberian eritropoetin untuk merangsang pembentukan eritrosit. Monitor terus nilai Hb sampai normal.
1 Infeksi Terjadi leukositosis disertai neutrofilia pada hasil laboratorium pasca kemoterapi tanggal 14/06/2009 sebagai tanda pasien mengalami infeksi namun dalam kasus ini pasien tidak mendapatkan penatalaksanaan antibiotika.
Memberikan antibiotika pada waktu pasien pulang (tanggal 14/06/2009) berupa cefixime dengan regimen 2x200 mg atau 1x400 mg dengan lama pemakaian minimal 3 hari.
3 Infeksi Terjadi leukositosis dan neutrofiliasebelum kemoterapi yaitu dari tanggal 27 sampai 30/10/2009 yang menunjukkan adanya infeksi namun pasien hanya menerima antibiotikadari tanggal 30/10/2009.
Pemberian Ampicillin dan sulbactam harusnya diberikan dari tanggal 27/10/2009.
4 Infeksi Pada tanggal 25/12/2009 terjadi leukositosis dan neutrofilia yang menunjukkan telah terjadi infeksi namun pasien tidak mendapat terapi antibiotika.
Berikan cefepime 0,5-1 g 2x/hari, dosis dapat naik menjadi 2g 2-3x/hari (prn) secara iv berdasarkan formularium Sardjito (pasien alergi terhadap ceftazidime dari riwayat pasien). Monitoring terus pemeriksaan laboratorium hematologi dan tanda infeksi. Lakukan test kultur bakteri dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotikaagar antibiotika tepat sasaran dan efektif. Jika telah dilakukan test kultur bakteri maka dapat dilakukan modifikasi antibiotika sesuai dengan bakteri penyebab.
49
Lanjutan Tabel IX.
5 Potensial infeksi
Terjadi penurunan WBC pada tanggal 8 sebelum kemoterapi memposisikan pasien dalam keadaan potensial mengalami infeksi.
Pada tanggal 8 sebaiknya tidak perlu diberikan antibiotika profilaksis dikarenakan antibiotikaprofilaksis hanya diberikan pada pasien neutropenia afebrile dengan ANC <100 sel/mm3. Perlu diberikan Granulocyt-Colony Stimulating Factors (G-CSFs/filgastrim) untuk meningkatkan jumlah leukosit sehingga respon imun meningkat.
5 Infeksi Sedangkan pada tanggal 9 pada waktu akan dilakukan kemoterapi hasil laboratorium menunjukkan terjadi peningkatan WBC(leukositosis) yang menandakan pasien mengalami infeksi. Tetapi pasien tidak menerima terapi antibiotika pada tanggal 8 dan 9.
Berikan antibiotika empirik untuk mengatasi infeksi yang terjadi yang ditandai dengan adanya leukositosis. Berikan antibiotika golongan cephalosporin generasi III yaitu ceftazidime i.v dengan regimen 1 g 2-3x/hari(formularium Sardjito).
12 Infeksi Ampicillin diberikan mulai tanggal 2/08/2008 padahal data laboratorium pada tanggal 31/07/2008 menandakan pasien telah mengalami infeksi karena terjadi leukositosis dan neutrofiliayang menandakan adanya infeksi.
Sebaiknya pemberian Ampicillin dimulai pada tanggal 31/07/2008.
50
Lanjutan Tabel IX.
13 Infeksi Ada indikasi terjadi infeksi yang ditandai dengan leukositosis disertai neutofilia dari pemeriksaan laboratorium namun dalam kasus ini pasien tidak diberi antibiotikauntuk penanganan infeksi tersebut.
Sebaiknya pasien diberi antibiotika empirik golongan cephalosporin generasi III yaitu ceftazidime iv dengan dosis 1 g 2-3x/hari(formularium Sardjito). Minimum penggunaan antibiotika empirik yaitu selama 3 hari. Selama 3 hari tersebut lakukan assessment berupa evaluasi kondisi fisik, cek hasil laboratorium, respon yang diberikan pasien, evaluasi toksisitas terkait penggunaan antibiotika. Terapi empirik yang diberikan dapat dimodifikasi berdasarkan apakah demam sudah tertangani atau kembali normal, jumlah ANC, dan apakah sudah diketahui bakteri penyebab. Oleh karena itu, perlu dilakukan test kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotikaagar antibiotika tepat sasaran dan efektif.
16 Potensial infeksi
Terjadinya neutropenia yang dikarenakan efek samping kemoterapi menyebabkan pasien potensial mengalami infeksi disertai febrile, namun dalam kasus ini pasien tidak menerima antibiotika.
1. Perlu antibiotika empirik karena jumlah ANC <1000 sel/mm3, berikan ceftazidime 3x2 g (iv).2.Perlu diberikan Granulocyte-Colony Stimulating Factors (G-CSFs/filgastrim) untuk meningkatkan jumlah leukosit sehingga respon imun meningkat.
25 Ada peningkatan WBC tanggal 24/12/2008 namun pasien diberi amoxicillin mulai tanggal 28/12/2008.
Seharusnya pemberian amoxicillin dimulai tanggal 24/12/2008. Sebaiknya pasca kemoterapi dilakukan pemeriksaan laboratorium terutama hematologi untuk menjadi landasan dalam pemberian antibiotika. Perlu kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi terhadap penggunaan antibiotika pada pasien kanker
ovarium pasca kemoterapi yang di rawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2008-2009 maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Karakteristik pasien kanker ovarium pasca kemoterapi berdasarkan kelompok
umur bahwa kanker ovarium paling banyak terjadi pada kelompok umur 43-49
tahun (35,48%), berdasarkan stadium terbanyak yaitu stadium IIIc (41,94%),
berdasarkan efek samping kemoterapi terbanyak yaitu anemia (29,03%), dan
berdasarkan komplikasi terbanyak yaitu asites sebanyak 29,03%.
2. Profil penggunaan antibiotika pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi,
terdapat 6 golongan antibiotika dengan golongan terbanyak yang digunakan
yaitu Cephalosporin (43,74%). Sedangkan untuk jenis antibiotika yang paling
banyak digunakan adalah Cefixime dengan persentase 14,58%.
3. Pada pasien kanker ovarium pasca kemoterapi yang dirawat di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta periode 2008-2009 terjadi Drug Related Problems
sebagai berikut: 7 kasus antibiotika yang tidak diperlukan dalam terapi, 1
kasus dosis terlalu tinggi, 3 kasus dosis terlalu rendah, 16 kasus perlu
tambahan terapi, dan 10 kasus pemilihan antibiotika yang kurang efektif.
52
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta:
a. perlu disusun standar terapi penggunaan antibiotika pada pasien kanker
ovarium pasca kemoterapi dengan tujuan agar terapi antibiotika pasca
kemoterapi yang diberikan pada pasien ini tepat sehingga dapat
meningkatkan outcome.
b. perlu dilakukan kultur kuman untuk kasus bilamana pasien tidak
memberikan respon setelah diberi terapi antibiotika empirik spektrum
luas.
c. perlu pemeriksaan laboratorium pasca kemoterapi untuk menjadi
landasan dalam penggunaan antibiotika.
2. Penelitian yang sama dapat dilakukan tetapi dengan lokasi penelitian yang
berbeda misalnya berbeda dalam hal daerah dan rumah sakit dengan tujuan
untuk mengetahui pola penggunaan antibiotika pada pasien kanker ovarium
pasca kemoterapi sehingga dapat dijadikan perbandingan.
3. Dalam penelitian ini yang dievaluasi adalah penggunaan antibiotika. Dapat
dilakukan penelitian yang lain yaitu mengevaluasi penggunaan analgesik
karena dari data yang diperoleh penulis kebanyakan pasien mengeluh nyeri
baik sebelum maupun setelah kemoterapi secara prospektif.
53
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, F. M., 2009, Gynelogical Cancer in Indonesia, J Gynecol Oncol, 20, pp 9.
Carruthers, S.G., Hoffman, B.B., Melmon, K.L., Nierenberg, D.W., 2000, Clinical Pharmacology, 4th ed., McGraw-Hill Companies, Inc., USA, pp 818, 840.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley, P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice : The Clinician’s Guide, 2th ed., The Mcgraw-hill Companies, Inc., United States of America, pp 173, 175-179.
Djoerban, Z., Rose, L., Poetiray, E., Soehartati, 2004, Kanker Payudara, yang Penting dan Perlu Diketahui,http://www.medicinaljk.com/Vol4No2/Kan-keryangperludiketahui.htm, diakses tanggal 19 Februari 2010.
Djuana, A., Rauf, S., Manuaba, IBGF., 2001, Pengenalan dini kanker ovarium, Makalah ilmiah PIT XII POGI Palembang.
Finberg, R., 2005, Infection in Patient with Cancer in Horrisan’s Principle of Internal Medicine, 16th ed., part five.
Hugo, W.B., Russell, A.D., 1998, Pharmaceutical Microbiology, 6th ed.,Blackwell Science, UK, pp 92.
Hurteau, J.A., Williams, S.J., 2001, Ovarium Germ Sel Tumor, 2th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, pp 371-382.
Jong,W.D, 2005, Kanker, Apakah itu?, Penerbit Arcan, Jakarta, pp 166, 336-339.
Koda-kimble, M.A., Young, L.Y., Kradjan, W.A., Guglielmo, B. J., Alldrege, B. K., Corelli, R.L., et al., 2009, Applied Therapeutics The Clinical Use Of Drugs, 9th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, pp 68-7, 68-8,88-1.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Mitchell, R.N., 2007, Robbins Basic Pathology, 8th ed., Saunders Elsivier, Philadelphia, pp 734.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C., 2010, Pathologic Basis of Disease, 8th ed., Saunders Elsivier, Philadelphia, pp 1040.
MedlinePlus, 2009, Ovarian Cancer, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19263.htm, diakses tanggal 12 November 2010.
Mehta, A., dan Hoffbrand, V., 2006, At a Glance Hematologi, 2th ed.,diterjemahkan oleh Hartanto, H., Erlangga, Jakarta, pp 22.
54
Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat, 5th ed., diterjemahkan oleh Widianto, M.B., Ranti, A.S., Penerbit ITB, Bandung, pp 708.
National Comprehensive Cancer Network, 2010a, Staging Ovarian and Peritoneal Cancer (ST-1), Clinical Practice Guideline in Oncology: Ovarian Cancer Including Fallopian Tube Cancer and Primary Peritoneal Cancer,V.2.2010, http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/PDF/ovarian.pdf, diakses tanggal 30 Agustus 2010.
National Comprehensive Cancer Network, 2010b, Overview (MS-1), Clinical Practice Guideline in Oncology: Prevention and Treatment of Cancer-Related Infections,V.2.2009, http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/PDF/infections.pdf, diakses tanggal 30 Agustus 2010.
Neal, M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis, 5th ed., diterjemahkan oleh Surapsari, J., Erlangga, Jakarta, pp 47.
Norwitz, E.R and Schorge, J.O., 2006, At a Glance Obstetri dan Ginekologi, 2th
ed., Erlangga, Jakarta, pp 69.
Paul, M., Benuri-Silbiger, I., Soares-Weiser, K., Leibovici, L., 2004, β Lactam Monotherapy Versus β Lactam-Aminoglicoside Combiation Therapy for Sepsis in Immunocompetent Patients: Systematic Review and Meta-Analysis of Randomised Trials, BMJ, 1136, 1-14.
Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga, Jakarta, pp 151, 154-164.
Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., Moore, P.K., 2003, Pharmacology, 5th ed., Elsevier Science Limited, Philadelphia, pp 693-694, 698, 703-704.
Rayburn, W.F., Carey, J.C., 1996, Obstetri dan Ginekologi, diterjemahkan oleh Chalik, TMA., Widya Medika, Jakarta, pp 344-346.
Rovers, J.P., Currie, J.D., 2007, A Practical Guide to Pharmaceutical Care : A Clinical Skills Primer, 3th ed., American Pharmacists Association, Washington, pp 155.
RSUP Dr. Sardjito, 2000, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito Buku 3, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dengan MMR Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp 46.
RSUP Dr. Sardjito, 2002, Formularium RS Dr. Sardjito, Panitia Farmasi dan Terapi, Yogyakarta, pp 43-48.
55
RSUP Dr. Sardjito, 2008, Fasilitas Pelayanan Rawat Darurat , http://sardjito-jogja.blogspot.com/2008/05/pelayanan-rawat-darurat-instalasi.rawat.html,diakses tanggal 20 Februari 2010.
Sinert, R., Bright, L., 2008, Empiric Antibiotic Therapy for Sepsis Patients:Mootherapy With β-Lactam or β-Lactam Plus an Amoniglicoside?, Ann Emerg Med, 52, 557-560.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simodibrata, K.M., dan Setiati, S., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Pusat, pp 874-878.
Syarif, A., Setiawati, A., Muchtar, A., Arif, A., Bahry, B., Suharto, B., et al., 1995, Farmakologi dan Terapi, 4th ed., bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp 571.
Velde, C.J.H van de., Bosman, F.T., dan Wagener, D.J.Th., 1999, Onkologi,diterjemahkan oleh Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 5th ed., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp 217-221, 513-519.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kajian DRPs Kasus 1 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 1. No. RM: 01.41.92.17Dirawat pada tanggal 10/06/2009 – 13/06/2009 ( 4 hari)
SubjectiveWanita/29 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: Disorder of plasma protein metabolisme (hipoalbumin).Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien pernah diberikan kemoterapi di RSCM 4x tapi tidak diteruskan. Riwayat penyakit sekarang : tanggal 13/06/2009 akan menjalani kemoterapi I dengan regimen CAP(500-50-50). Keluhan: perut terasa sakit seperti ditusuk, nafsu makan menurun, BB berkurang.Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Juni 2009) Nilai Normal
10 14
WBC (103/µL) 14,09 ↑ 12,45 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 82,3 % ↑11,58
79,1 % ↑9,85 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris
Nadi (kali/menit) 10/06/2009 : 84 x/menit11/06/2009 : 108 x/menit12/06/2009 : 92 x/menit4/06/2009 : 80 x/menit
Hb ( g/dl) 11,6 ↓ 12 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(Juni 2009)10 11 12 13
Cefixime 2x100 mg (po) √ √ √ √
Tramal drip 1A (iv) √ √ √ √
Pronalgest supp √ √ √
Transfusi albumin √ √ √ √
MST 2x1 tab √ √ √
Frazon2x1A 8 mg(iv) √
Cyclophosphamid 500 mg √
Platocin 50 mg √
Adriamicin 50 mg √
57
Lanjutan lampiran 1.
Assessment:1. Terjadi leukositosis disertai neutrofilia yang menandakan terjadi infeksi dan oleh karena itu
pasien diberi antibiotika yang mana dalam kasus ini yaitu cefixime. Dosis Cefixime yang diberikan terlalu rendah yaitu 2x100 mg. Dosis maksimum cefixime adalah 400 mg/hari. DRPs: dosis terlalu rendah
2. Terjadi leukositosis disertai neutrofilia pada hasil laboratorium pasca kemoterapi tanggal 14/06/2009 sebagai tanda pasien mengalami infeksi namun dalam kasus ini pasien tidak mendapatkan penatalaksanaan antibiotika. DRPs: perlu tambahan terapi
Rekomendasi:1. Berikan cefixime dengan dosis 400 mg/hari atau 2x200 mg.2. Memberikan antibiotika pada waktu pasien pulang (tanggal 14/06/2009) berupa cefixime dengan
regimen 2x200 mg atau 1x400 mg dengan lama pemakaian minimal 3 hari. 3. Perlu dilakukan monitor hematologi dan tanda-tanda infeksi paska kemoterapi.4. Perlu dilakukan test kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika.
Lampiran 2. Kajian DRPs Kasus 2 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 1. No. RM: 01.41.92.17Dirawat pada tanggal 16/09/2009 – 27/09/2009 (12 hari)
SubjectiveWanita/29 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: anemia Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien pernah di operasi ± 2 tahun yang lalu. Telah menjalani kemoterapi SS III dengan etopenel 100 mg dan plubrid 50 mg.Riwayat penyakit sekarang : akan kemoterapi SS IV tanggal 26/09/2009. tanggal 17/09/2009 dilakukan kultur darah.Kondisi umum: sedang, sadar, anemia.Keadaan pulang: belum sembuhObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (September 2009) Nilai Normal
22 24
WBC (103/µL) 21,34 ↑ 18,28 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil - 87,7%↑16,04↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris18/09/2009 : 38°C20/09/2009 : 37,3°C
Nadi (kali/menit) 17/09/2009 : 120 x/menit19-25/09/2009 :90-120 x/menit26-27/09/2009 : 88 x/menit
Hb (g %) 8,1 ↓ 13,6 2-16
58
Lanjutan lampiran 2.
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(September 2009)22 23 24 25 26 27
Bevizil 1x1 √ √ √ √ √ √
Ferofort 1x1 √ √ √ √ √ √
Ketorolac drip 3x1A √ √
Ampicill n dan sulbactam 2x1 g (iv)
√ √ √ √ √ √
Ondancentron 4 m (iv) √ √
MST 2x1 tab √
Ranitidin 1A (iv) √
Vomceran 8 mg 1A(iv) √ √
Etopusid 100 g √
Platocin 50 mg √
Keluhan Tanggal(September 2009)
22 26Tidak bisa BABNye i abdomen
√√
Assessment:Sebelum kemoterapi pasien pernah mendapat terapi injeksi ciprofloxacin 3x200 mg dari tanggal 18 s/d 21/09/2009. Dari hasil kultur darah diketahui bahwa ciprofloxacin telah resisten. Oleh karena itu antibiotika diganti dengan ampicillin-sulbactam (Ampicillin dan sulbactam). Penggunaan ampicillin-sulbactam dalam kasus ini sudah tepat indikasi karena ada data laboratorium hematologi yang mendukung yaitu tanggal 22 (terjadi leukositosis) dan 24/09/2009 (terjadi leukositosis dan neutrofilia) yang menandakan telah terjadi infeksi. Selain tepat indikasi ampicillin-sulbactam yang diberikan juga sudah tepat dosis. Berdasarkan Formularium RS Dr. Sardjito tahun 2002, dosis injeksi ampicillin dan sulbactam adalah 1,5-3 g/hari.DRPs: -Rekomendasi:Perlu dilakukan monitor laboratorium hematologi pasca kemoterapi untuk mengetahui efektivitas penggunaan antibiotika dan dapat menentukan durasi pemakaian antibiotika.
59
Lampiran 3. Kajian DRPs Kasus 3 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 1. No. RM: 01.41.92.17Dirawat pada tanggal 27/10/2009 – 01/11/2009 ( 5 hari)
SubjectiveWanita/29 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: Anemia.Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien pernah di operasi ± 2 tahun yang lalu. Telah menjalani kemoterapi sebanyak 4x.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 31/10/2009 akan menjalani kemoterapi V .Keluhan: BAB agak sulit, BAK normal.Kondisi umum: sedang, sadar, anemia.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Oktober 2009)
Nilai Normal
27 30
WBC (103/µL) 23 ↑ 20,1↑ 4,8-10,8
Neutrofil 91 % ↑ 50,0-70,0 %1,8-8,0 103/ µL
Suhu oC afebris
Nadi (kali/menit) 80-84
Hb ( g/dl) 9 ↓ 11,3 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(Oktober–Nopember 200)28 29 30 31 01
Bevizil 1x1 √ √ √
Ferofort 1x1 √ √ √
Transfusi PRC 1 kantong √ √
MST 1x1 tab √ √ √ √
Ketorolac 2x1A (iv) √ √
Dulcolax supp I √
Ampicillin dan sulbactam 2x1 g (iv) √ √ √
Etopusid 100 mg √
Cisplatin 50 mg √
Keluhan Tanggal(Oktober 2009)
28 29 30 01Perut nyeriSakit perutTidak bisa BAB
√ √√√ √
60
Lanjutan lampiran 3.
Assessment:Terjadi leukositosis dan neutrofilia sebelum kemoterapi yaitu dari tanggal 27 sampai 30/10/2009 yang menunjukkan adanya infeksi namun pasien hanya menerima antibiotika dari tanggal 30/10/2009.DRPs: perlu tambahan terapiRekomendasi:1. Pemberian Ampicillin dan sulbactam harusnya diberikan dari tanggal 27/10/2009.2. Lakukan monitoring laboratorium hematologi pasca kemoterapi terutama WBC dan neutrofil.
Jika WBC dan neutrofil tersebut sudah kembali normal maka sebaiknya hentikan penggunaan antibiotika.
3. Lakukan test kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika.
Lampiran 4. Kajian DRPs Kasus 4 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 2. No. RM: 01.43.48.83Dirawat pada tanggal 30/11/2009 – 29/12/2009 (31 hari)
SubjectiveWanita/ 39 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: anemia dan trombositosis.Riwayat penyakit dan pengobatan: dirawat ± 1 bulan yang lalu dan sudah menjalani kemoterapi SS I tanggal 13/11/2009 dengan lama perawatan ± 20 hari dan pasien pulang..Riwayat penyakit sekarang : pasien di diagnosis sepsis, pro perbaikan KU, dan direncanakan kemoterapi SS II tanggal 24/12/2009 dengan regimen Paclitaxel dan Carboplatin.Keluhan : 3 hari sebelum masuk RS mengeluh badan lemas, demam, mual, muntah dan nafsu makan dan minum menurunKeadaaan umum : sedang, sadar, anemia.Keadaan pulang: meninggalObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Desember 2009) Nilai Normal
23 25
WB (103/µL) 7,39 16,0 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 74,1 % 5,48
93,1%↑14,9 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/ µL
Suhu oC Afebris21/12/2009 : 37,5°C
Nadi (kali/menit) 21/12/2009 : 9222/12/2009 : 100
Hb ( g/dl) 10,8 ↓ 10,9 ↓ 12-16
61
Lanjutan lampiran 4.
Penatalaksanaan:
Naa Obat Tanggal (Desember 2009)
23 24 25 26 27 28Infus NaCl 0,9% 16 tpm √ √ √
Transfusi PRC √ √
Ranitidin 2x1A (iv) √ √ √ √ √ √
Sistenol 3x1 √ √ √ √ √ √
Ketorolac 1A (iv) √ √ √ √ √ √
Cetrizin 1x1 √ √ √ √
Carboplatin 592,8mg √
Pacltaxel 441,5 mg √
Metoclopramid 3x1A (iv) √
CTM 3x1 tab √
New diatab 2 tab tiap kali BAB
√
Keluhan Tanggal (Desember 2009)14 15 19 20 22 23
Gatal di daerah tusukan infus
√ √ √ √ √ √
Assessment:Pada tanggal 25/12/2009 terjadi leukositosis dan neutrofilia yang menunjukkan telah terjadi infeksi namun pasien tidak mendapat terapi antibiotika.DRPs: perlu tambahan terapiRekomendasi:Berikan terapi antibiotika kuratif tetapi karena tidak dilakukan kultur bakteri maka perlu antibiotika empirik. Berikan cefepime 0,5-1 g 2x/hari, dosis dapat naik menjadi 2g 2-3x/hari (prn) secara iv berdasarkan formularium Sardjito (pasien alergi terhadap ceftazidime dari riwayat pasien). Monitoring terus pemeriksaan laboratorium hematologi dan tanda infeksi. Lakukan test kultur bakteri dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika agar antibiotika tepat sasaran dan efektif. Jika telah dilakukan test kultur bakteri maka dapat dilakukan modifikasi antibiotika sesuai dengan bakteri penyebab.
62
Lampiran 5. Kajian DRPs Kasus 5 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 3. No. RM: 01.41.25.33Dirawat pada tanggal 08/09/2009 – 09/09/2009 (2 hari)
SubjectiveWanita/ 48 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: -.Riwayat penyakit dan pengobatan: Post kemoterapi SS IV.Riwayat penyakit sekarang : direncanakan kemoterapi SS V tanggal 09/09/2009.Keluhan : -Kondisi Umum : baik.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (September 2009) Nilai Normal08 09
WBC (103/µL) 2,52 ↓ 12,05 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil - - 50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 36,4 °C
Nadi (kali/menit) 8
Hb ( g/dl) 9 ↓ 12,10 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(September 2009)08 09
Leukogen 1A (iv) √
Transfusi PRC 2 kolf √
Dexamethason1A (iv) √
Ranitidin 1A (iv) √
Frazon 8 mg 2A (iv) √
Cyclofosfamid 500 mg √
Doxorubicin 50 mg √
Cisplatin 100 mg √
Venofer 1A (iv) √
Assessment:Terjadi penurunan WBC pada tanggal 8 sebelum kemoterapi memposisikan pasien dalam keadaan potensial mengalami infeksi. Sedangkan pada tanggal 9 pada waktu akan dilakukan kemoterapi hasil laboratorium menunjukkan terjadi peningkatan WBC (leukositosis) yang menandakan pasien mengalami infeksi. Tetapi pasien tidak menerima terapi antibiotika pada tanggal 8 dan 9.DRPs: perlu tambahan terapi
63
Lanjutan lampiran 5.
Rekomendasi:1. Pada tanggal 8 sebaiknya tidak perlu diberikan antibiotika profilaksis dikarenakan antibiotika
profilaksis hanya diberikan pada pasien neutropenia afebrile dengan ANC <100 sel/mm3. Perlu diberikan Granulocyt-Colony Stimulating Factors (G-CSFs/filgastrim) untuk meningkatkan jumlah leukosit sehingga respon imun meningkat.
2. Berikan antibiotika empirik untuk mengatasi infeksi yang terjadi yang ditandai dengan adanya leukositosis. Berikan antibiotika golongan cephalosporin generasi III yaitu ceftazidime dengan regimen 1 g 2-3x/hari (formularium Sardjito).
3. Lakukan monitor hasil laboratorium hematologi pasca kemoterapi untuk mengetahui apakah WBC dan neutrofil telah kembali normal sehingga penggunaan antibiotika dapat dihentikan.
4. Lakukan test kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika. Jika telah dilakukan test kultur bakteri maka dapat dilakukan modifikasi antibiotika sesuai dengan bakteri penyebab.
Lampiran 6. Kajian DRPs Kasus 6 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 3. No. RM:01.41.25.33Dirawat pada tanggal 21/09/2009 – 24/09/2009 (4 hari)
SubjectiveWanita/48 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien dengan stadium IIIC telah dilakukan operasi kistektomi sinistra, TAH-BSO, kisterektomi, appendiktomi dan omentektomi. Telah menjalani kemoterapi sebanyak 5 kali dengan CAP (500-50-50).Riwayat penyakit sekarang : 2 hari yang lalu setelah kemoterapi SS V pada tanggal 09/09/2009 pasien mengeluh demam tinggi. Panas turun jika diberi obat parasetamol, kemudian panas lagi. Riwayat berpergian (-), riwayat pendarahan (-).Keluhan: perut semakin membesar, nyeri perut, BAB dan BAK lancar.Kondisi umum: sedang, sadar, anemia.Keadaan pulang: belum sembuhObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (September 2009) Nilai Normal21 22 23
WBC (103/µL) 0,37 ↓ 1,6 ↓ 3,8 ↓ 4,8-10,8
Neutrofil - - - 50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 21/09/2009 : 39,4°C22-24/09/2009 : 36°-36,5 °C (afebris)
Nadi (kali/menit) 21/09/2009 : 120 x/menit22-24/09/2009 :80 x/enit
Hb ( g/dl) 9,8 ↓ 9 ↓ 9,1 ↓ 12-16
64
Lanjutan lampiran 6.
Penatalaksanaan:NamaObat Tanggal
(September 2009)22 23 24
Ceftazidim 2x1 g (iv) √ √ √
Leucokin 2x1A (iv) √ √ √
Hemapo 10.000 unit √ √ √
Diflucon 200 mg/ hari √ √ √
Assessment:Terjadi leukopenia yang disebabkan karena efek samping kemoterapi terhadap sum-sum tulang belakang (mielosupresif) sehingga pasien potensial mengalami infeksi. Oleh karena itu, perlu pemberian antibiotika empirik yaitu golongan cephalosporin generasi III. Dalam kasus ini pemberian ceftazidime sudah tepat indikasi tetapi frekuensi yang diberikan terlalu tinggi. Seharusnya berikan injeksi ceftazidime dengan dosis 3x2 g (berdasarkan guideline NCCN), namun regimen ini tidak bisa diberikan pada pasien ini karena diketahui nilai kadar BUN dan creatinin pasien meningkat yaitu BUN 51,4 mg/dl (nilai normal: 7-18 mg/dl) dan creatinin 5,57 mg/dl (nilai normal: 0,6-1,3 mg/dl), yang menandakan terjadinya gangguan pada filtrasi glomerulus. DRPs: dosis terlalu tinggiRekomendasi:1. Dari perhitungan LFG menggunakan formula MDRD maka diketahui nilai LFG= 8,7
ml/min/1,73 m2. Perlu dilakukan penyesuaian dosis berdasarkan LFG pasien dan individualisasi dosis yang diberikan menjadi 1 g tiap 48 jam.
2. Monitor terus hasil laboratorium hematologi pasca kemoterapi dan tanda infeksi. Lakukan test kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika
Lampiran 7. Kajian DRPs Kasus 7 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 3. No. RM:01.41.25.33Dirawat pada tanggal 28/07/2009 – 30/07/2009 (3 hari)
SubjectiveWanita/48 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: -Riwayat penyakit sekarang : pasien akan menjalani kemoterapi CAP III.Kondisi umum: baik, sadar, agak anemia.Keadaan pulang: membaik
65
Lanjutan lampiran 7.
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Juli 2009) Nilai Normal27 28 29
WBC (103/µL) 7,27 3,4 ↓ 14,3 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 75,2 % ↑5,74
- 85,4 % ↑14,11 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 28/07/2009 : 38,5 °C29/07/2009 : 38,3 °C
Nadi (kali/menit) 98-100
Hb ( g/dl) 9,9 ↓ 9,9 13,0 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Juli2009)
28 29 30Clarithromycin 1x2 tab @ 500 mg p.o √ √ √
Ceftriakson 2x1 g (iv) √ √
Parasetamol 3x1 tab √ √
Transfusi PRC1-2 kolf √
Injeksi leucogen √Dexamethason 1 A √Onancentron 8 mg √Simetidin 1A √Ciclofosfamid 500 mg √Doxorubicin 50 mg √Platocin 100 mg √Biosanbe 3x1 √Narfoz 2x1 √
Assessment:Durasi pemakaian Clarithromycin yang efektif untuk menangani infeksi pada pasien adalah 7-14 hari sedangkan pasien ini hanya memperoleh Clarithromycin selama 3 hari. Tidak ada data pendukung pemeriksaan laboratorium pasca kemoterapi sehingga tidak dapat mengevaluasi kerasionalan terapi antibiotika yang diberikan apakah sudah sesuai dengan indikasi atau belum. Ceftriakson tidak memiliki aktivitas antipseudomonal sebagai terapi empirik. Pemakaian Clarithromycin saja sudah cukup. DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektifRekomendasi:1. Hentikan penggunaan ceftriakson dan teruskan penggunaan clarithromycin selama 7-14 hari,
maka sebaiknya diberi antibiotika pada waktu pasien pulang.2. Monitor terus hasil laboratorium hematologi pasca kemoterapi dan tanda infeksi.3. Lakukan test kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika.
66
Lampiran 8. Kajian DRPs Kasus 8 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 4. No. RM:01.34.22.83Dirawat pada tanggal 02/04/2008 – 10/04/2008 (9 hari)
SubjectiveWanita/62 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: Meigh Syndrome.Riwayat penyakit dan pengobatan: Telah dilakukan operasi oophorectomi bilateral 10 hari yang lalu dan efusi pleura bilateral ± 1000 cc dengan guiding USG.Riwayat penyakit sekarang : pasien akan menjalani kemoterapi tanggal 10/04/2008.Sebelum kemoterapi pasien mengeluh diare, BAB cair ±10x/hari, melilit dan mengejan bila BAB, sakit BAK. Kondisi umum: lemah, sadar, anemia.Keadaan pulang: membaik Obyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (April 2008) Nilai Normal6 9 10
WBC (103/µL) 13,2 ↑ 11,1 ↑ 11,5 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil --
74,9% ↑8,3↑
81,6%↑9,3↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 36-37 (afebris)
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g/dl) 10,2 9,8 12,0 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(April 2008)7 8 9 10
Quibran TSR 2x1/2 tab √ √ √ √
OMZ 1x1mg (iv) √ √ √ √
Ceftriakson 2x1 g (iv) √ √ √ √Q-ten 1x1(p.o) √ √ √ √
Prosorgon 1x1 (p.o) √ √ √ √Rantin 1A (iv) √ √ √ √Transfusi albumin √Transfusi PRC 1 kantung √Alinamin F iv) √Levopron 1x1 (.o) √ √ √ √Laxadine syr 1x cth III √ √ √ √Ketorolac 3x1A (iv) √ √ √Prohexin 3x1A (iv) √ √ √ √Diphenhidramine 2A √Medixon 125 mg (iv) √Invomit 8mg 2A (iv) √Taxotere 80 mg √Carbocin 450 g √
67
Lanjutan lampiran 8.
Keluhan Tanggal (April 2008)
2 3 4 7 8 9Diare, Perut sakitPerut melilit Perut mulesPerut nyeri
√
√ √√ √
√Assessment:Pasien butuh antibiotika karena terjadi leukositosis disertai neutrofilia yang menandakan terjadi infeksi. Dalam kasus ini pasien diberi ceftriakson.DRPs:-Rekomendasi:1. Lakukan monitor hasil laboratorium hematologi pasca kemoterapi untuk mengetahui apakah
WBC dan neutrofil telah kembali normal sehingga penggunaan antibiotika dapat dihentikan.2. Lakukan test kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika. Jika telah dilakukan test kultur
bakteri maka dapat dilakukan modifikasi antibiotika sesuai dengan bakteri penyebab.
Lampiran 9. Kajian DRPs Kasus 9 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 4. No. RM:01.34.22.83Dirawat pada tanggal 23/04/2008 – 27/04/2008 (5 hari)
SubjectiveWanita/ 62 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien adalah penderita Meigh’s Syndrome, telah dilakukan histerektomi dan oovorektomi. Pada paru kiri telah dilakukan punksi dan pemasangan WSD. Pasien juga telah menjalani kemoterapi I dan direncanakan kemoterapi II minggu depan. Telah menjalani kemoterapi SS I tanggal 10/04/2008.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 27/04/2008 direncanakan kemoterapi SS II.Keluhan : sesak napas ± 2 hari terakhir, pada hari masuk RS keluhan sesak napas semakin memberat dan terkadang batuk.Kondisi umum: sedang, sadar, gizi cukup.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (April 2008) Nilai Normal
23 25
WBC (103/µL) 9,0 7,0 4,8-10,8
Neutrofil 55,3%5
63,1% 4,4
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g/dl) 10,3 ↓ 11,1 ↓ 12-16
68
Lanjutan lampiran 9.
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (April 2008)
23 24 25 26 27Metronidazole 2x500 mg (iv) √
Netromycin 2x150 mg dalam NaCl 100 ml
√ √ √ √ √
Remopain 3x1A √ √ √
Ranitidin 2x1A √ √ √ √ √
Q-bron TSR 2x1/2 tab √ √ √
Inus Ka En Mg3 20 tpm √
O2 4 L/menit √
Q-10 1x1 √ √ √ √
Infus D40% √
Flagyll suppo 2x1 √ √
Pronalgest 2x100 mg √ √
Ceradolan √
Primadol 2x1 √
Cefotaxime 1x1(iv) √
Diphenhidramin 2A (iv) √
Meixon 125 mg (iv) √
Invomit 8 mg (iv) √
OMZ 1A (iv) √
Taxotere +carbocin √
Assessment:1. Pemberian metronidazole dan netromycin pada pasien ini tidak memiliki indikasi. Data
laboratorium menunjukkan jumlah WBC dan neutrofil normal.DRPs: tidak butuh antibiotika
2. Dosis cefotaxime pada kasus ini kurang. BUN dan creatinin pasien normal. Seharusnya berdasarkan formularium RS Dr. Sardjito tahun 2002 bahwa dosis injeksi cefotaxime adalah 2-4g/hari dalam 2 dosis terbagi. DRPs: dosis terlalu rendah
Rekomendasi:1. Hentikan pemakaian metronidazole dan netromycin. Pemakaian antibiotika tanpa indikasi akan
menyebabkan terjadinya resistensi.2. Berikan injeksi cefotaxime dengan dosis 2-4g/hari dalam 2 dosis terbagi.
69
Lampiran 10. Kajian DRPs Kasus 10 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 5. No. RM:01.42.64.15Dirawat pada tanggal 23/11/2009 – 03/12/2009 ( 11 hari)
SubjectiveWanita/52 tahun. DU: Ca Ovarii III. DL: anemiaRiwayat penyakit dan pengobatan: pasien dengan diagnosis Ca Ovarii stadium IIIB post SS V dengan regimen cisplatin 70 mg dan 5-FU 500 mg/ 3 mingguan.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 02/12/2009 direncanakan kemoterapi SS VI.Keluhan : BAB, BAK normalKondisi umum: baik, sadar, anemia.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (November 2009) Nilai Normal
23 26
WBC (103/µL) 14,1 ↑ 16,47↑ 4,8-10,8
Neutrofil - -14,46 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris
Nadi (kali/menit) 70-82
Hb ( g/dl) 8,4 ↓ 11,8 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(November-Desember 2009)24 25 26 27 28 29 30 01 02
Transfusi PRC 200cc √
Cefotaxime 2x1 g (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cisplatin 70 mg √
5-FU 500 mg √
arfoz 1A (iv) √
SF/BC/C 3x1 √
Keluhan Tanggal(November-Desember 2009)
26 02Mual muntahAda luka di vulva sampai rektum resiko nfeksi
√√
Assessment:Terjadinya leukositosis dan neutrofilia pada tanggal 23 dan 26 menyebabkan penggunaan cefotaxim sudah sesuai dengan indikasi. Cefotaxim termasuk dalam antibiotika golongan cephalosporin generasi III yang dapat dijadikan terapi empirik dalam menangani infeksi jika tidak dilakukan kultur kuman, namun penggunaan cefotaxime setelah tanggal 26 dan terakhir pemakaian tanggal 2 tidak dapat dievaluasi karena tidak ada data pendukung laboratorium . DRPs: -
70
Lanjutan lampiran 10.
Rekomendasi:1. Sebaiknya melakukan test kultur kuman untuk mengetahui bakteri penyebab sehingga
antibiotika yang diberikan dapat tepat sasaran. Serta melakukan test sensitivitas bakteri terhadap antibiotika agar pengobatan yang dilakukan efektif.
2. Lakukan monitoring pemeriksaan hematologi pasien untuk dapat menentukan kapan antibiotika harus dihentikan.
3. Lakukan test kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika. Jika telah dilakukan test kultur bakteri maka dapat dilakukan modifikasi antibiotika sesuai dengan bakteri penyebab.
Lampiran 11. Kajian DRPs Kasus 11 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 6. No. RM:01.34.77.89Dirawat pada tanggal 14/07/2009 – 13/08/2009 ( 27 hari)
SubjectiveWanita/47 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: hydronephrosis with ureteropelvic junction obstruction dan calculus of kidney.Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien dengan diagnosis Ca Ovarii residitif post TAH-BSO, omentectomi, appendiktomi. Pada tanggal 29/05/2009 dilakukan BNO IVP terhadap hydronephrosis D gr 2-3 dan hydroureter D1/3 prox s/d media. Tanggal 16/07/2009 USG ginjal: hydronephrosis ren dextra simple cyst ren sinistra.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 28/07/2009 direncanakan trans uretral cytoscopy, tanggal 12/08/2009 dilakukan kemoterapi SS II.Keluhan : BAB dan BAK susah.Kondisi umum: sedang, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: sembuhObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Agustus 2009) Nilai Normal
8 10 13
WBC (103/µL) 9,60 10 8,52 4,8-10,8
Neutrofil 77,7% ↑7,46
69,7%6,97
61,3%5,22
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris12/08/2009 : 39,6°C
Nadi (kali/menit) 80-100
Hb ( g/dl) 11,5 ↓ 10,2 ↓ 10,0 ↓ 12-16
71
Lanjutan lampiran 11.
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Agustus 2009)
8 9 10 1 12 13Ceftriakson 2x1 g (iv) √ √ √ √ √ √
Ketorolac 3x1A (iv) √ √ √ √ √ √
Paxus 180 mg + Carboplatin 450 mg
√
Primperan 3x1 tab √
SF 1x1 tab √
BC/C 3x1 tab √
Assessment:1. Pasien ini tidak menunjukkan tanda-tanda terjadi infeksi baik dari kondisi klinikal pasien
maupun data laboratorium nilai WBC dan ANC sehingga penggunaan ceftriakson tidak tepat indikasi. DRPs: tidak butuh antibiotika
2. Dari data laboratorium terlihat pasien mengalami anemia pasca kemoterapi, namun pasien tidak mendapatkan terapi untuk penanganannya. DRPs: perlu tambahan terapi
Rekomendasi:1. Sebaiknya menghentikan penggunaan ceftriakson dari tanggal 8/08/2009 sampai tanggal
13/08/2009. Gunakanlah antibiotika hanya bila pasien menunjukkan tanda infeksi. Lakukan test kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotika. Jika telah dilakukan test kultur bakteri maka dapat dilakukan modifikasi antibiotika sesuai dengan bakteri penyebab.
2. Sebaiknya pasien diberi obat anti anemia untuk mengatasi anemia yang terjadi. Alternatif lain adalah pemberian eritropoetin untuk merangsang pembentukan eritrosit.
3. Lakukan monitoring pemeriksaan hematologi CBC pasca kemoterapi.
Lampiran 12. Kajian DRPs Kasus 12 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 7. No. RM:01.32.08.27Dirawat pada tanggal 31/07/2008 – 06/08/2008 (7 hari)
SubjectiveWanita/57 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC post salphyngoophorectomy appendictomy, omentectomi, adhesiolisis. DL: anemia Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien telah menjalani operasi salphyngoophorectomy appendictomy, omentectomi, adhesiolisis dan post SS IV CAP (500-50-50)/3 weeks.Riwayat penyakit sekarang : pasien akan menjalani kemoterapi V.Keluhan : perut terasa keras.Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: membaik
72
Lanjutan lampiran 12.
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Juli–Agustus 2008) Nilai Normal31 3 5
WBC (103/µL) 24,7 ↑ 36,7 ↑ 12,1 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 93,6 % ↑23,1 ↑
86,7 % ↑19,3 ↑
95,2 % ↑11,5 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 1/07/2008 - 2/07/2008 : afebris3/08/2008 : 38,5 °C; 4/08/2008 : 38,3 °C5/08/2008 : 37,8 °C; 6/08/2008 : 37,9 °C
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g/dl) 12,4 9,7 12,7 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Juli – Agustus 2008)
31 1 2 3 4 5 6SF/BC/C 3x1 tab √ √ √ √ √ √ √
Ampicillin 3x1 g (iv) √ √ √ √ √
Parasetamol 3x1 tab √ √ √ √ √ √ √
Infus D5% √ √
Cyclofosfamid 50 mg √Adriamicin 50 mg √Platocin 100 mg √Primperan 3x1tab √ √
Assessment:Ampicillin diberikan mulai tanggal 2/08/2008 padahal data laboratorium pada tanggal 31/07/2008 menandakan pasien telah mengalami infeksi karena terjadi leukositosis dan neutrofilia yang menandakan adanya infeksi.DRPs: perlu tambahan terapi
Rekomendasi:1. Sebaiknya pemberian Ampicillin dimulai pada tanggal 31/07/2008. Lakukan test kultur dan
sensitifitas bakteri terhadap antibiotika. Jika telah dilakukan test kultur bakteri maka dapat dilakukan modifikasi antibiotika sesuai dengan bakteri penyebab.
2. Monitoring terus pemeriksaan hematologi pasca kemoterapi terutama WBC dan neutrofil. Jika hasil lab sudah kembali normal maka hentikan penggunaan antibiotika.
73
Lampiran 13. Kajian DRPs Kasus 13 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 8. No. RM:01.40.99.08Dirawat pada tanggal 15/04/2009 – 16/04/2009 (2 hari)
SubjectiveWanita/ 57 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: -.Riwayat penyakit dan pengobatan: -. Keluhan : -Riwayat penyakit sekarang : direncanakan kemoterapi SS I tanggal 16/04/2009.Kondisi Umum : baik. Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (April 2009) Nilai Normal15
WBC (103/µL) 16,3 4,8-10,8
Neutrofil 86,1 % ↑14,0 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 36,9 °C
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g/dl) 11,7 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(April 2009)16
Diphenhidramin 2A (iv) √
Medixon 125 mg 1A (iv) √
Pantozol 1A( ) √
Infus D5% 100 cc √
Invomit 8 mg 1A (iv) √
Ebtaxel 240 mg √
Carboplatin 450 mg √
Assessment:Ada indikasi terjadi infeksi yang ditandai dengan leukositosis disertai neutofilia dari pemeriksaan laboratorium namun dalam kasus ini pasien tidak diberi antibiotika untuk penanganan infeksi tersebut.DRPs: perlu tambahan terapiRekomendasi:Sebaiknya pasien diberi antibiotika empirik golongan cephalosporin generasi III yaitu ceftazidime dengan dosis 1 g 2-3x/hari (formularium Sardjito). Minimum penggunaan antibiotika empirik yaitu selama 3 hari. Penarikan antibiotika yang premature akan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri yang lebih ganas dan meningkatkan risiko infeksi terkait morbiditas dan mortalitas. Selama 3 hari tersebut lakukan assessment berupa evaluasi kondisi fisik, cek hasil laboratorium, respon yang diberikan pasien, evaluasi toksisitas terkait penggunaan antibiotika. Terapi empirik yang diberikan dapat dimodifikasi berdasarkan apakah demam sudah tertangani atau kembali normal, jumlah ANC, dan apakah sudah diketahui bakteri penyebab. Oleh karena itu, perludilakukan test kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika agar antibiotika tepat sasaran dan efektif.
74
Lampiran 14. Kajian DRPs Kasus 14 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 8. No. RM:01.40.99.08Dirawat pada tanggal 24/07/2009 – 27/07/2009 (4 hari)
SubjectiveWanita/ 58 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: sejak 6 bulan yang lalu menderita Ca Ovarii stadium IV post kemoterapi SS V sejak 1 minggu yang lalu yaitu 10/07/2009Riwayat penyakit sekarang : pasien mondok untuk perbaikan KUKeluhan : nafsu makan menurun, mual, BAK susah, badan lemas.Kondisi umum: sedang, sadar, anemia.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Juli 2009) Nilai Normal9 24 25
WBC (103/µL) 5,1 7,7 4,78 4,8-10,8
Neutrofil - 74,30 ↑3,55
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris
Nadi (ka i/meni) 88
Hb ( g/dl) 9,8 ↓ 10,1 ↓ 6,70 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Juli 2009)
24 25 26 27Cefpirom 2x1 g (iv) √ √ √
Transfusi aminofluid 20 tpm √
Infus albumin √
Ranitidin 2x1A √
Assessment:1. Nilai WBC dan ANC pasien normal. Dari kondisi pasien seperti suhu dan nadi tidak
menunjukkan terjadi infeksi. Oleh karena itu, pemberian antibiotika tidak tepat.DRPs: tidak butuh antibiotika
2. Dari data laboratorium terlihat pasien mengalami anemia pasca kemoterapi, namun pasien tidak mendapatkan terapi untuk penanganannya. DRPs: perlu tambahan terapi
Rekomendasi:1. Pada kondisi ini pasien tidak memerlukan antibiotika. Sebaiknya monitoring terhadap
hematologi terus dilakukan dan pantau kondisi fisik pasien.2. Sebaiknya pasien diberi obat anti anemia untuk mengatasi anemia yang terjadi. Alternatif lain
adalah pemberian eritropoetin untuk merangsang pembentukan eritrosit. Monitor terus nilai Hb sampai normal.
75
Lampiran 15. Kajian DRPs Kasus 15 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 9. No. RM:01.34.17.47Dirawat pada tanggal 8/07/2008 – 21/07/2008 (14 hari)
SubjectiveWanita/ 50 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: oral candidiasis dan sepsis.Riwayat penyakit dan pengobatan: Ca Ovarii stadium IIIC post TAH, salphingoovorektomi, salfingektomi, appendiktomi, adhesiolisis, post SS II CAP (500-50-50) tanggal 28/06/2008.Riwayat penyakit sekarang : pasien di diagnosis sepsis, pro perbaikan KUKeluhan : panas/ demam ± 1 minggu tiap malam, nafsu makan dan minum menurun, BAB sulit, BAK sedikit. 4 hari sebelum masuk RS muncul lesi-lesi di mulut seperti sariawan, makin lama makin banyak sulit makan dan minum. Makin lama pasien semakin lemas, keluhan pendarahan tidak ada.Keadaaan umum : lemah, sadar, anemia.Keadaan pulang: belum sembuhObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Juli 2008)Nilai Normal8 10 13 16 21
WBC (103/µL) 13,4 ↑ 27,3 ↑ 47,4↑ 64,3↑ 47,09↑ 4,8-10,8
Neutrofil 89,6% ↑12 ↑
- 94,2 %↑44,7↑
- - 50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 21/07/2008 : 38,5°C
Nadi (kali/menit) 120
Hb ( g/dl) 8,5 ↓ 7,6 ↓ 13,0 12,7 10,5↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Juli 2008)
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21Cefotaxim 2x1 g (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Metronidazole 3x500 mg (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Betadine gurgle √
Transfusi PRC 3 kolf √
Infus NS 20 tpm √
Metil prednisolon 3x15 mg (iv)
√ √ √ √ √ √
Paracetamol 3x1 √ √
Ranitidin 2x1 A (iv) √
Nistatin oral drop 3x3 gtt √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ciprofloxacin 2x200 mg p.o √ √ √ √
76
Lanjutan lampiran 15.
Keluhan Tanggal(Juli 2008)
10 18 21Demam √ √Nyeri perut √Batuk √Perut kembun √
Assessment:1. Pasien terdiagnosis sepsis yang dapat dilihat dari tanda-tanda infeksi dengan respon sistemik
termasuk diantaranya adalah suhu tubuh >38°C, takikardi >90x/menit, leukosit > 12000sel/mm3, dan hipoalbumin. Perlu segera diberikan terapi antibiotika empirik dengan spektrum luas karena pemberian secara dini diketahui menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Menurut standar terapi RSUP Dr. Sardjito diberikan regimen golongan sefalosporin + aminoglikosida. Dalam kasus ini pasien diberikan regimen cefotaxim dan metronidazole. Regimen ini tidak tepat untuk mengatasi pasien yang terdiagnosis sepsis karena bakteri penyebab sepsis umumnya E. Coli, Klebsiella-Enterobacter, Neisseria meningitides, Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram positif seperti stafilokokus dan streptokokus.DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektif
2. Pada tanggal 18 sampai 21 pasien butuh antibiotika namun pasien mengkonsumsi 3 jenis antibiotika yaitu cefotaxime, metronidazole dan ciprofloxacin. Menurut EORTC trial aktivitas antipseudomonal dari ciprofloxacin menurun secara signifikan menjadi 65% saja. Pemberian tiga antibiotika ini tidak efektif.DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektif
3. Dari data laboratorium terlihat pasien mengalami anemia pasca kemoterapi, namun pasien tidak mendapatkan terapi untuk penanganannya.DRPs: perlu tambahan terapi
Rekomendasi:1. Sebaiknya regimen cefotaxim dan metronidazole diganti dengan regimen golongan sefalosporin
+ aminoglikosida. Bisa diberikan sefalosporin generasi 3 (ceftazidime) dan gentamisin.2. Hentikan pemakaian ciprofloxacin. Lanjutkan regimen golongan sefalosporin + aminoglikosida
sampai tanda-tanda infeksi dan nilai WBC dan ANC kembali normal. Disarankan melakukan kultur untuk mengetahui kuman penyebab dan juga test sensitivitas antibiotika.
3. Sebaiknya pasien diberi obat anti anemia untuk mengatasi anemia yang terjadi. Alternatif lain adalah pemberian eritropoetin untuk merangsang pembentukan eritrosit. Monitor terus nilai Hb sampai normal.
Lampiran 16. Kajian DRPs Kasus 16 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 10. No. RM:01.43.39.16Dirawat pada tanggal 09/10/2009 – 13/10/2009 ( 5 hari)
SubjectiveWanita/49 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: anemiaRiwayat penyakit dan pengobatan: pasien dengan diagnosis Ca Ovarii stadium IV post SS II dengan regimen Paxus 180 mg dan carboplatin 450 mg/ 3 mingguan.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 12/10/2009 direncanakan kemoterapi SS III.Keluhan : perut dirasakan keras, makan tidak enakKondisi umum: lemah, sadar, anemia.Keadaan pulang: belum sembuh
77
Lanjutan lampiran 16.
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Oktober 2009) Nilai Normal10 13
WBC (103/µL) 3,18 ↓ 2 ↓ 4,8-10,8
Neutrofil 45% ↓0,9 ↓
40% ↓0,8 ↓
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 13/10/2009 : 38,5°C
Nadi (kali/menit) 80-105
Hb ( g/dl) 12,3 10,56 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(Oktober 2009)12
Paxus 180 mg √
Carboplatin 450 mg √
Radin 1A (iv) √
Vomceran 8 mg iv) √
Dexamethason 2A (iv) √
Delladril 2A (iv) √
Assessment:1. Terjadinya neutropenia yang dikarenakan efek samping kemoterapi menyebabkan pasien
potensial mengalami infeksi disertai febrile, namun dalam kasus ini pasien tidak menerima antibiotika.DRPs: perlu tambahan terapi
2. Dari data laboratorium terlihat pasien mengalami anemia pasca kemoterapi, namun pasien tidak mendapatkan terapi untuk penanganannya. DRPs: perlu tambahan terapi
Rekomendasi:1. Perlu antibiotika empirik karena jumlah ANC <1000 sel/mm3, berikan ceftazidime 3x2 g (iv).
Perlu diberikan Granulocyte-Colony Stimulating Factors (G-CSFs/filgastrim) untuk meningkatkan jumlah leukosit sehingga respon imun meningkat.
2. Sebaiknya pasien diberi obat anti anemia untuk mengatasi anemia yang terjadi. Alternatif lain adalah pemberian eritropoetin untuk merangsang pembentukan eritrosit. Monitor terus nilai Hb sampai normal.
78
Lampiran 17. Kajian DRPs Kasus 17 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 11. No. RM: 01.30.77.29Dirawat pada tanggal 14/03/2008 – 03/04/2008 (21 hari)
SubjectiveWanita/ 49 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: anemia dan peritoneal adhesion.Riwayat penyakit dan pengobatan: sejak Desember 2007 pasien menderita adeno Ca Ovarii dan sudah menjalani kemoterapi 6x dengan regimen cisplatin dan Cyclophosphamid di RS Diponegoro Klaten. Kemoterapi terakhir pada bulan April 2008.Riwayat penyakit sekarang : direncanakan tanggal 16/03/2008 dilakukan TAH-BSO, omentektomi, appendiktomi, adhesiolisis. Tanggal 03/04/2008 dijalankan kemoterapi SS I.Keluhan : nyeri perut bawah sebelah kanan, nafsu makan berkurang, BB ↓, tidak ada gangguan BAB dan BAK.Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: belum sembuhObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Maret 2008) Nilai Normal
14 27
WBC (103/µL) 9,7 16,6 ↑ 4,8-10,8
Neutrofl 66,4%6,4
80% ↑13,28 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris
Nadi (kali/menit) 80-8415/03/2008 : 9626/03/2008 : 10027/03/2008: 92
Hb ( g/dl) 8,9 ↓ 12,3 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Maret-April 2008)
27 28 29 30 31 1 2 3Amoxicillin 3x500 mg √ √ √ √ √ √ √ √
As. mefenamat 3x500 mg √ √ √ √ √ √ √ √
BecomC 1x1 √ √ √
Bevizil 1x1 √ √ √ √ √
CAP 500-50-50 √
79
Lanjutan lampiran 17.
Keluhan Tanggal(Maret 2008)
25 26Sakit bekas operasiNyeri di daerah luka operasiPerut kembungMual
√√√√
Assessment:Pemakaian Amoxicillin sudah tepat karena diberikan ketika pasien memberikan indikasi infeksi yang dapat dilihat dari data laboratorium. Namun pasien ini tidak melakukan monitoring hematologi setelah diberi Amoxicillin sehingga tidak dapat memutuskan kapan antibiotikasebaiknya dihentikan.DRPs: -Rekomendasi:Sebaiknya melakukan monitoring laboratorium terutama nilai WBC dan neutrofil. Perlu lakukan kultur dan sensitivitas bakteri terhadap Amoxicillin.
Lampiran 18. Kajian DRPs Kasus 18 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 12. No. RM: 01.42.93.00Dirawat pada tanggal 21/07/2009 – 16/08/2009 ( 27 hari)
SubjectiveWanita/47 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: Anemia.Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien sebelumnya pernah mondok di RSU Klaten, tetapi tidak membaik, kemudian dirijuk ke RS Sardjito.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 01/08/2009 akan dilakukan operasi laparatomi biopsi, tanggal 11/08/2009 direncanakan kemoterapi.Keluhan : mengeluh perut yang semakin membesar ± 1 bulan yang lalu, semakin lama semakin membesar.Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Agustus 2009) Nilai Normal10 13
WBC (103/µL) 10,63 10,05 4,8-10,8
Neutrofil 81,70% ↑8,69 ↑
83,20 %↑8,37 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 38°C
Nadi (kali/ment) 84
Hb ( g/dl) 12,4 12 12-16
80
Lanjutan lampiran 18.
Penatalaksanaan:Nama Obat Taggal (Agustus 2009)
10 11 12 13 14 15 16 17 18Aldacton 2x50 mg p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cefixime 2x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √
Becom-C 1x1p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ferofort 1x1p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √
Lasix 1x1 p.o √ √ √ √ √ √ √ √ √
CAP 500-50-50 √
Voceran 8 mg (iv) √
Amoxicillin 3x1 p.o √ √ √
Assessment:Pada tanggal 10 dan 13 dari data hematologi laboratorium diketahui terjadi neutrofilia yang menandakan pasien mengalami suatu proses infeksi, sehingga penggunaan cefixime sudah tepatsebagai terapi empirik. Sedangkan untuk mengevaluasi kerasionalan pemakaian Amoxicillin diperlukan data hematologi yang mendukung. Dalam kasus ini tidak tersedia data hematologi yang mendukung penggunaan Amoxicillin sehingga tidak dapat mengevaluasi penggunaan amoxicillin.DRPs: -Rekomendasi:Perlu memantau terus data laboratorium hematologi pasien pasca kemoterapi serta kondisi klinis pasien seperti suhu dan nadi yang menjadi salah satu penanda terjadi infeksi. Lakukan test sensitivitas bakteri terhadap antibiotika sehingga antibiotika dapat lebih tepat sasaran dan efektif.
Lampiran 19. Kajian DRPs Kasus 19 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 13. No. RM:01.37.39.15Dirawat pada tanggal 09/12/2008 – 08/01/2009 (31 hari)
SubjectiveWanita/48 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien dengan stadium IV post laparatomi (kistektomi, miamektomi) 1,5 tahun yang lalu di RS Umi Hasanah, Bantul dengan membawa onkologi lengkap pro relaparatomi.Riwayat penyakit sekarang : pasien direncanakan pada tanggal 19/12/2008 akan melakukan operasi TAH (Total Abdominal Hysterektomy), unilateral sacphingoophorectomy dan debulking. Tanggal 07/01/2009 dilakukan kemoterapi.Keluhan: perut semakin membesar, nyeri perut, BAB dan BAK lancar.Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: belum sembuh
81
Lanjutan lampiran 19.
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Januari 2009) Nilai Normal
6
WBC (103/µL) 11,1 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil - 50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC afebris
Nadi (kali/menit) 81
Hb ( g/dl) 11,7 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Januari 2009)
6 7 8Ciprofloxacin 3x500mg tab √ √ √
SF 2x1 √
SF/BC/C 2x1 √ √
Asam mefenamat 3x500 mg √
Ondancentron 1A (iv) √Ciclophosphamid 500 mg √Platocin 50 mg √
Keluhan: Nyeri bekas luka operasi : 02/01/2009 - 06/01/2009
Assessment:Pemakaian ciprofloxacin sudah tidak disarankan lagi menjadi regimen monoterapi yang disebabkan karena aktivitas antipseudomonalnya sudah menurun menjadi hanya 65% saja (EORTC trial). DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektif
Rekomendasi:Ganti ciprofloxacin dengan regimen monoterapi yang lain seperti ceftazidime dengan dosis 1 g dan frekuensi sebanyak 2-3x/hari. Sebaiknya terus dilakukan monitoring jumlah WBC dan neutrofil dalam darah untuk mengetahui kapan antibiotika harus dihentikan. Selama penggunaan ceftazidime harus dilakukan test kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika sehingga antibiotika dapat lebih tepat sasaran dan efektif.
82
Lampiran 20. Kajian DRPs Kasus 20 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 14. No. RM: 01.41.17.46Dirawat pada tanggal 21/04/2009 – 24/04/2009 (4 hari)
SubjectiveWanita/47 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien dengan Ca endometri dan Ca ovarii stadium IIIC telah dilakukan operasi radikal tanggal 25/03/2009 dan reanastonasi ureter. Riwayat penyakit sekarang : tanggal 22/04/2009 akan menjalani kemoterapi I dengan regimen Paxus 270 mg dan carboplatin 450 mg. Tanggal 23/04/2009 akan operasi bilateral.Keluhan: -Keadaan pulang: belum sembuhObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (April 2009) Nilai Normal
21 23
WBC (103/µL) 6,2 2,6 ↓ 4,8-10,8
Neutrofil 76% ↑4,7
3,07% ↓0,09 ↓
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC afebris
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g/dl) 11,4 12 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(April 2009)22 23 24
Ceftriakson x1g (iv) √ √
Diphenhidramin 2A √
Medixon 125 mg 1A √
OMZ 1A √
Invomit 8 mg 1A √ √ √
Paxus 27 mg √
Carbocin 450 mg √
NaCl 500 cc √
Assessment:Pada tanggal 23/04/2009 data hematologi laboratorium pasien menunjukkan terjadi neutropenia dengan ANC< 100 sel/mm3 yang memposisikan pasien terhadap risiko infeksi yang lebih besar. Semakin jatuh nilai ANC maka pasien semakin akan berisiko terhadap infeksi. Dalam kasus ini pasien tergolong dalam high-risk. Oleh karena itu perlu diberikan terapi antibiotika profilaksis untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien neutropenia. Pemberian ceftriakson dalam kasus ini tidak tepat karena ceftrikason tidak memiliki aktivitas anti pseudomonal.DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektif
83
Lanjutan lampiran 20.
Rekomendasi:Berikan antibiotika profilaksis yaitu golongan fluoroquinolon. Lakukan pemeriksaan hematologi secara rutin untuk mengetahui kapan antibiotika harus dihentikan. Hentikan penggunaan antibiotika profilaksis sampai nilai ANC >100 sel/mm3.
Lampiran 21. Kajian DRPs Kasus 21 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 15. No. RM:01.32.54.68Dirawat pada tanggal 25/09/2009 – 08/10/2009 ( 14 hari)
SubjectiveWanita/ 51 tahun. DU: Ca Ovarii II C. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien dengan diagnosis Ca Ovarii residitif post TAH-BSO, omentectomi, appendiktomi, post kemoterapi CAP I. Pada tanggal 29/05/2009 dilakukan BNO IVP terhadap hydronephrosis D gr 2-3 dan hydroureter D1/3 prox s/d media.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 30/09/2009 direncanakan radikal omentektomi, tanggal 07/10/2009 dilakukan kemoterapi.Keluhan : perut membesar dengan cepat, mual muntah, BAK nyeri, BAB susah.Kondisi umum: sedang, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (September 2009) Nilai Normal
25 28 29
WBC (103/µL) 15,15 ↑ 9,82 11,54 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil --
80,20%↑7,88 ↑
77,70%↑8,97 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris
Nadi (kali/menit)
88
Hb ( g/dl) 9,3 ↓ 11,0↓ 10,40 ↓ 12-16
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (September-Oktober 2009) Nilai Normal30 03 06
WBC (103/µL) 12,15 ↑ 10,21 19,33 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 91,50%↑11,12 ↑
82,5% ↑8,43 ↑
84,2% ↑16,29 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris
Nadi (kali/menit)
88
Hb ( g/dl) 9,80 ↓ 11,5 ↓ 10,2 ↓ 12-16
84
Lanjutan lampiran 21.
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Oktober 2009)
3 4 5 6 7 8Cefixime 2x2 tab √ √ √ √ √
Biobrand 2x1 √ √ √ √ √ √
Proliver 2x1 √ √ √ √ √ √
Athi force 2x1 √ √ √ √ √
New diatab 3x1 √
Transfusi albumin √
Diphenhidramin 2A (iv) √
Medixon 125 1A (iv) √
Invomit 8 mg 1A (iv) √
CAP √
Panzo 1A (iv) √
D5% 100cc √
Keluhan Tanggal (Oktober 2009)3 4 5 6
Mual nyeri luka operasi √ √ √
√
Assessment:Pemberian Cefixime sudah tepat indikasi dimana diberikan pada saat pasien menunjukkan tanda infeksi. Namun karena catatan rekam medis pasien yang tidak lengkap terkait penggunaan Cefixime apakah digunakan terus sampai tanggal 8/10/2009 atau dihentikan pada tanggal 7/10/2009 dan digunakan kembali tanggal 8/10/2009 membuat kasus ini kurang dapat dianalisis. Selain itu pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan hematologi pasca kemoterapi sehingga penggunaan cefixime pada tanggal 8/10/2009 kurang dapat dianalisis. DRPs: -Rekomendasi:Diperlukan cek laboratorium hematologi pasca kemoterapi untuk menunjang pemberian antibiotikaatau terapi obat lain, agar pemberian terapi lebih tepat.
Lampiran 22. Kajian DRPs Kasus 22 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 16. No. RM: 01.31.91.68Dirawat pada tanggal 07/10/2008 – 17/10/2008 (11 hari)
SubjectiveWanita/ 71 tahun. DU: Ca Ovarii. DL: hipoalbumin.Riwayat penyakit dan pengobatan: sejak Desember 2007 pasien menderita adeno Ca Ovarii dan sudah menjalani kemoterapi 6x dengan regimen cisplatin dan Cyclophosphamid di RS Diponegoro Klaten. Kemoterapi terakhir pada bulan April 2008.Riwayat penyakit sekarang : pasien mondok untuk kemoterapi SS I 2nd line.Keluhan : merasa perut membesar, mual, muntah, demam, nafsu makan dan minum menurun.Kondisi umum: sedang, sadar.Keadaan pulang: membaik
85
Lanjutan lampiran 22.
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Oktober 2008) Nilai Normal13 16
WBC (103/µL) 11,7 ↑ 14,0 ↑ ,8-10,8
Neutrofil 73,30% ↑8,5 ↑
81,8% ↑11,4 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris16/10/2008 : 38°C
Nadi (kali/menit) 7-13/10/2008 : 90-9616/10/2008 : 12417/10/2008 : 112
Hb ( g%) 10,6↓ 11,9 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obt Tanggal
(Oktober 2008)13 14 15 16 17
Neurodex 1x1 √ √ √ √ √
Metoclopramid 3x1 √ √ √ √ √
Infus Aminofel: D5% √ √ √ √ √
Ciprofloxacin 2x500 mg √ √ √ √ √
Paxus 255,5 mg √
HCT 1-0-0 √ √
Parasetamol 1 tab √
Keluhan Tanggal (Oktober 209)7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Mual Demam
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √√
√
Assessment:Pemakaian ciprofloxacin sudah tidak disarankan lagi menjadi regimen monoterapi yang disebabkan karena aktivitas antipseudomonalnya sudah menurun menjadi hanya 65% saja (EORTC trial). DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektif
Rekomendasi:Ganti ciprofloxacin dengan regimen monoterapi yang lain seperti ceftazidime dengan dosis 1 g dan frekuensi sebanyak 2-3x/hari. Sebaiknya terus dilakukan pemantauan monitoring jumlah WBC dan neutrofil dalam darah untuk mengetahui kapan antibiotika harus dihentikan. Selama penggunaan ceftazidime harus dilakukan test kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika sehingga antibiotika dapat lebih tepat sasaran dan efektif. Hentikan penggunaan antibiotika bila WBC dan ANC/neutrofil kembali normal.
86
Lampiran 23. Kajian DRPs Kasus 23 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 17. No. RM:01.33.23.10Dirawat pada tanggal 27/08/2009 – 2/09/2009 (7 hari)
SubjectiveWanita/ 48 tahun. DU: Ca Ovarii III. DL: anemia.Riwayat penyakit dan pengobatan: Ca Ovarii stadium III post kisterektomi dan post kemoterapi 3x.Riwayat penyakit sekarang : pasien direncanakan kemoterapi SS IV.Keluhan : -Keadaaan umum : baik, sadar, anemia.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Agustus-September 2009) Nilai Normal28 30 2
WBC (103/µL) 4,88 6,63 9,25 4,8-10,8
Neutrofil - 75,70% ↑5,02
67,6%6,25
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 29/08/2009 : 38°C
Nadi (kali/menit) 84
Hb ( g/dl) 8,50↓ 11,50 ↓ 12 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(Agustus-September 2009)28 29 30 31 1 2
Cefixime 2x100 mg p.o √ √ √ √ √
Transfusi PRC 2 kf √ √
Hemapo 20.000 unit √ √
Dexamethason 1A (iv) √ √
Sistenol 1 tab √
Zyloric 1x100 mg p.o √ √ √ √
Paloxi 1A √
Pantozol 1A √
Doxorubicin 86,4 mg (iv) √
Endoxan 864 mg (iv) √
Leukokin 1A √
Vomceran 2x1.o √
Q 10 2x1 p.o √
Folavit 2x1 p.o √
87
Lanjutan lampiran 23.
Keluhan Tanggal(Agustus-September
2009)27 29 30 1 2
Flu, batuk √Menggigil, 38°C √Pusing √Flu √Mual muntah √
Assessment:Dari data laboratorium hematologi nilai WBC dan ANC baik sebelum atau sesudah kemoterapi pasien normal. Dari kondisi klinikal pasien seperti suhu dan nadi juga normal yang tidak menunjukkan terjadi infeksi. Oleh karena itu, pemberian antibiotika tidak tepat.DRPs: tidak butuh antibiotikaRekomendasi:Hentikan penggunaan cefixime. Pemakaian antibiotika tanpa indikasi akan meningkatkan insidensi resistensi.
Lampiran 24. Kajian DRPs Kasus 24 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 17. No. RM: 01.33.23.10Dirawat pada tanggal 23/09/2009 – 25/09/2009 (3 hari)
SubjectiveWanita/48 tahun. DU: double tumor Ca Ovarii III dengan Ca Mamae reccurent. DL: Anemia.Riwayat penyakit dan pengobatan: Pasien adalah penderita Ca Mamae reccurent sejak tahun 2007, telah di mastektomi di RS Panti Rapih bulan Desember 2007. Kemudian diketahui menderita Ca Ovarii bulan Februari 2008 dan telah dikemoterapi sebanyak 6 kali. Bulan April 2009 didapatkan benjolan lagi di payudara kanan dan dilakukan radiasi sebanyak 25 kali selesai bulan Juni 2009.Riwayat penyakit sekarang : pasien akan menjalani kemoterapi SS V 2nd line.Sebelum kemoterapi pasien mengeluh batuk menetap, pilek , nafsu makan berkurang. Kondisi umum: sedang, sadar, anemia.Keadaan pulang: membaik
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium Tanggal
(September 2009) Nilai Normal23
WBC (103/µL) 5,11 4,8-10,8
Neutrofil 63,40% 3,24
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 36 (afebris)
Nadi (kali/menit) 88Hb ( g/dl) 10,10 12-16
88
Lanjutan lampiran 24.
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(September 2009)23 24 25 26
Azythromycin 1x500 mg √ √ √ √
Maltofer (1×1) p.o √ √ √ √
Mucopec 3x1 c √ √ √
Hemapo 10.000cc (iv) √ √Leucogen 1x √Dexamehason 2A (iv) √Diphenhidramine 2A (iv) √Vomceran 8 mg 2 A (iv) √ √Rantin 2A √Paxus 260 mg + Intralid 500 cc √Q 10 √
Keluhan Tanggal(September 2009)
23 24 26Batuk PilekMual muntah
√√
√√
√
Assessment:Tidak ada tanda infeksi jika dilihat dari data hematologi tanggal 23 dan kondisi klinis pasien tergolong normal sehingga pemakaian Azithromycin tidak mempunyai indikasi. Penggunaan Azithromycin pasca kemoterapi kurang dapat di evaluasi karena tidak ada data pendukung hematologi.DRPs: tidak butuh antibiotikaRekomendasi:Hentikan pemakaian azithromycin. Monitoring terus pemeriksaan laboratorium dan tanda infeksi.
Lampiran 25. Kajian DRPs Kasus 25 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 18. No. RM:01.38.32.97Dirawat pada tanggal 24/12/2008 – 28/12/2008 ( 5 hari)
SubjectiveWanita/32 tahun. DU: Ca Ovarii IC. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien dengan diagnosis Ca Ovarii stadium IC post salphingoophorectomi dengan sectio alta dan vesicolitriasis.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 25/12/2008 direncanakan kemoterapi SS I.Keluhan : -Kondisi umum: baik, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: belum sembuh
89
Lanjutan lampiran 25.
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Desember 2008) Nilai Normal
24 28 29
WBC (103/µL) 14,3 ↑ 19↑ 12,3↑ 4,8-10,8
Neutrofil - - - 50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 38,4., 39,3.,38,1°C
Nadi (kali/menit) 72-84
Hb ( g/dl) 11,8 - 10,5↓ 12-16 Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (Desember 2008)
26 27 28 29 30 31SF/BC/C 3X1 tab √ √ √ √ √
Amoxicillin 3500 mg √ √ √ √
CAP 500-50-50 √ √
Assessment:Ada peningkatan WBC tanggal 24/12/2008 namun pasien diberi amoxicillin mulai tanggal 28/12/2008. Tidak ada data laboratorium yang dapat menunjang alasan pemberian amoxicillin tanggal 30 dan 31 sehingga kerasionalan pemberian amoxicillin pada tanggal 30 dan 31 tidak dapat dianalisis.DRPs: perlu tambahan terapiRekomendasi:Seharusnya pemberian amoxicillin dimulai tanggal 24/12/2008. Sebaiknya pasca kemoterapi dilakukan pemeriksaan laboratorium terutama hematologi untuk menjadi landasan dalam pemberian antibiotika. Perlu kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.
Lampiran 26. Kajian DRPs Kasus 26 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 19. No. RM:01.28.63.20Dirawat pada tanggal 07/04/2008 – 22/04/2008 (16 hari)
SubjectiveWanita/ 59 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: -.Riwayat penyakit dan pengobatan: Post kemoterapi SS III.Riwayat penyakit sekarang : tidak bisa BAB 1 minggu yang lalu kemudian dibawa ke RS dan bisa BAB kembali tetapi begitu pulang BAB kembali menjadi susah. Pasien direncanakan kemoterapi SS IV tanggal 17/04/2008.Keluhan :merasa nyeri di perut, nafsu makan dan minum menurun, mual muntah.Keadaan pulang: membaik
90
Lanjutan lampiran 26.
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (April 2008) Nilai Normal
14 16 21
WBC (103/µL) 3,8 ↓ 4,3 ↓ 3,6 ↓ 4,8-10,8
Neutrofil 55,5%2,1
56%2,4
65,2%2,35
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC afebris
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g/dl) 9 ↓ 9,5 ↓ 8,4 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:
Nama Obat Tanggal (April 2008)
14 15 16 17 18 19 20 21Polyenol syr 3x00 cc √ √ √ √ √ √ √ √
Ciprofloxacin 2x500 mg (p.o)
√ √ √ √ √ √
Narfoz 8 mg 1A (iv) √ √ √ √ √ √ √ √
Pantozol 1A (iv) √ √ √ √
Kalmetason 4A(iv) √
Diphenhidramin 1A (iv) √
Cisplatin 30 mg (iv bolus) √ √ √ √ √
Paxus 300 mg √
Metoklopramid 1A (iv) √
Ranitidin 1A (iv) √
Keluhan Tanggal(April 2008)7 21
nyeri perut √Mual muntah √
Assessment:1. Pemakaian ciprofloxacin sudah tidak disarankan lagi menjadi regimen monoterapi yang
disebabkan karena aktivitas antipseudomonalnya sudah menurun menjadi hanya 65% saja (EORTC trial).DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektif
2. Terjadi anemia seiring dengan semakin lamanya dilakukan kemoterapi, namun pasien tidak diberika terapi untuk mengatasi anemia tersebut.DRPs: perlu tambahan terapi
91
Lanjutan lampiran 26.
Rekomendasi:1. Ganti ciprofloxacin dengan regimen monoterapi yang lain seperti ceftazidime dengan dosis 1 g
dan frekuensi sebanyak 2-3x/hari. Sebaiknya terus dilakukan pemantauan monitoring jumlah WBC dan neutrofil dalam darah untuk mengetahui kapan antibiotika harus dihentikan. Selama penggunaan ceftazidime harus dilakukan test kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotikasehingga antibiotika dapat lebih tepat sasaran dan efektif.
2. Berikan obat anti anemia untuk mengatasi anemia yang semakin berat. Alternatif lain adalah pemberian eritropoetin untuk merangsang pembentukan eritrosit. Monitor terus nilai Hb sampai normal.
Lampiran 27. Kajian DRPs Kasus 27 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 19. No. RM:01.28.63.20Dirawat pada tanggal 02/08/2008 – 26/08/2008 (25 hari)
SubjectiveWanita/ 60 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: leukopenia dan trombositopenia.Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien Ca Ovarii IIC post TAH, omentectomi, appendiktomi dan colostomi. Telah menjalani kemoterapi SS II tanggal 26/07/2008 pasien terakhir mondok 1 minggu yang lalu yaitu 22/07/2008 s/d 26/07/2008.Riwayat penyakit sekarang : mondok untuk perbaikan KU.Keluhan : mual muntah setiap hari selama ± 3 hari, sulit makan dan minum, rasa panas di dada.Kondisi umum: lemah, sadar, anemia.Keadaan pulang: belum sembuhObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Agustus 2008) Nilai Normal2 4 8 11
WBC (103/µL) 0,8 ↓ 0,7 ↓ 5,47 1,2 ↓ 4,8-10,8
Neutrofil 1,0% ↓0,008 ↓
- 69,3%3,79
51,7%0,6 ↓
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 2-3/08/2008 : 38-38,6 °C
Nadi (kali/menit) 03-06/08/2008 : 100-124
Hb ( g/dl) 11,0 ↓ 9,8 ↓ 7,2 ↓ 8,1 ↓ 12-16
92
Lanjutan lampiran 27.
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Agustus 2008) Nilai Normal12 13 14 16 19
WBC (103/µL) 1,3 ↓ 1,7 ↓ 1,95 ↓ 2,8 ↓ 3,7 ↓ 4,8-10,8
Neutrofil 48 % ↓0,6 ↓
42,7% ↓0,7 ↓
45% ↓0,87 ↓
48,5% ↓1,4 ↓
52,3%2,0
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 13/08/2008 : 39,3°C14/08/2008 : 39°C
Nadi (kali/menit) 80
Hb ( g/dl) 9,9 ↓ 7,4↓ 8,4 ↓ 8,1 ↓ 7,5 ↓ 12-16
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Agustus 2008) Nilai Normal21 23 26
WBC (103/µL) 5,1 5,3 5,3 4,8-10,8
Neutrofil 56,5 %2,9
61,9 %3,3
63%3,3
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC afebris
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g/dl) 9,6 ↓ 10,2 ↓ 9,8 ↓ 12-16
93
Lanjutan lampiran 27.
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Agustus 2008)
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14Ampisilin 3x500mg p.o √ √ √ √ √ √
Dexamethason 1A (iv) √ √ √
Infus NaCl √ √ √ √ √
Invomit 2x1A (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Infus D5% √ √ √ √
Novalgin 1A √ √ √ √
Leukogen 1A (iv) √ √ √
Ketorolac drip 1A (iv) √
Ketrobat 3x1A (iv) √ √ √
Kapsul garam 2x1 √ √ √ √ √ √ √
Transfusi trombosit √ √ √
Transfusi TC √
Transfusi PRC √ √
Transfusi WRC 1 kolf √
Cefixime 2x100 mg √ √ √ √
Leukokin 1x vial √ √
Rantin 1A (iv) √
Antasida DOEN syr 1 sendok
√
Xillo:della =1:1 (iv) √ √
Cefepime HCl 2x1 g (iv) √
Sistenol 1 tab √
Nama Obat Tanggal (Agustus 2008)
15 16 17 18 19 20 21 2 23 24 25 26Invomit 2x1A (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cefixime 2x100 mg √ √ √ √ √ √ √
Xillo:della =1:1 (iv) √
Cefepime HCl 2x1 g (iv) √ √ √ √ √ √ √
Adona 2x50 mg dalam NaCl 500 cc/24 jam
√ √ √ √ √
Sistenol 1 tab √
KCl 25 mEq dalam D5% √ √ √
Kalnex 3x500 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inpepsa syr 3x10 cc √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pantozol 1x1A (iv) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Remopain √
Levopront syr 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √
94
Lanjutan lampiran 27.
Keluhan Tanggal (Agustus 2008)3 6 7 11 14 19
Mual muntah √Menggigil √ √
Batuk √Febris √Muntah dan BAB hitam √Kesakitan √ √Nyeri perut √
Assessment:1. Pemakaian ampisilin dalam kasus ini tidak tepat karena Pseudomonas positif resisten terhadap
ampisilin, sedangkan pasien dalam kasus ini mengalami neutropenia febrile yang umumnya bakteri patogen yang diisolasi dari pasien neutropenia adalah Pseudomonas. DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektif
2. Pasien kembali mengalami leukopenia disertai neutropenia febrile sehingga perlu terapi antibiotika. Dalam kasus ini pasien menerima regimen antibiotika cefixime secara tunggal dari tanggal 11-13, namun pemakaian cefixime ini tidaklah tepat karena cefixime tidak memiliki aktifitas antipseudomonal. DRPs: pemilihan antibiotika yang kurang efektif
3. Kombinasi cefixime dan cefepime dari tanggal 14-21 tidak efektif karena pemakaian cefepime saja sudah cukup sebagai terapi empirik. Cefepime memiliki aktivitas antipseudomonal dan sangat aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan ceftazidime sehingga spektrum cefepime lebih luas. DRPs: tidak butuh antibiotika
4. Dari data laboratorium terlihat pasien mengalami anemia pasca kemoterapi. Pasien telah mendapatkan transfusi darah, namun dari hari ke hari anemia yang terjadi semakin berat yang terlihat dari semakin menurunnya nilai Hb. DRPs: perlu tambahan terapi
Rekomendasi:1. Ganti ampisilin dengan ceftazidime (sefalosporin generasi 3) ataupun cefepime dengan dosis
3x2 g (secara iv).2. Sebaiknya penggunaan cefixime diganti dengan ceftazidime/ cefepime sedangkan untuk
tanggal 14-21 penggunaan cefixime dihentikan karena pemakaian cefepime saja sudah cukup sebagai terapi empirik.
3. Lakukan monitoring pemeriksaan hematologi dan perhatikan tanda infeksi dari kondisi klinis pasien. Lakukan kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.
4. Sebaiknya pasien diberi obat anti anemia untuk mengatasi anemia yang terjadi. Alternatif lain adalah pemberian eritropoetin untuk merangsang pembentukan eritrosit. Monitor terus nilai Hb sampai normal.
95
Lampiran 28. Kajian DRPs Kasus 28 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 19. No. RM:01.28.63.20Dirawat pada tanggal 25/10/2008 – 30/10/2008 (6 hari)
SubjectiveWanita/ 60 tahun. DU: Ca Ovarii IIIB. DL: anemia dan syok septic hipovolemic, febril neutropenia.Riwayat penyakit dan pengobatan: sejak Januari 2008 pasien didiagnosis Ca Ovarii IIIB. Berdasarkan biopsi laparatomi telah dilakukan kemoterapi 4 seri, masing-masing 5x, terakhir April 2008. Pada bulan Mei 2008 dilakukan operasi TAH-BSO+colostomi. Kemudian dilanjutkan kemoterapi mulai Juni dan baru menjalani 2x yaitu bulan Juni dan Juli, setelah itu pasien tidak bisa dikemoterapi lagi dikarenakan kondisi pasien memburuk. Kemoterapi dimulai lagi tanggal 21/10/2008 untuk diulangi dari awal lagi.Riwayat penyakit sekarang : pasien di diagnosis syok septic dengan hipovolemik, myelosupressif dan febril neutropenia pada Ca Ovarii post kemoterapi .Keluhan : mengeluh kesakitan perut sejak 1 hari yang lalu, mengeluarkan dahak berdarah tetapi sedikit.Kondisi umum: sedang, sadar, tidak anemia.Keadaan pulang: belum sembuhObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Oktober 2008) Nilai Normal25 28 29 30
WBC (103/µL) 1,78 ↓ 0,23 ↓ 0,24 ↓ 0,18 ↓ 4,8-10,8
Neutrofil 64,3%1,14 ↓
8,7% ↓0.02 ↓
9,85% ↓0,02 ↓
6,41% ↓0.01 ↓
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC 28/10/2008 : 38,2°C30/10/2008 : 38°C
Nadi (kali/enit) 28/10/2008 : 9230/10/2008 : 100
Hb ( g/dl) 9,9 ↓ 9,5 ↓ 8,4 ↓ 8,1 ↓ 12-16
96
Lanjutan lampiran 28.
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Oktober 2008)
25 26 27 28 29 30Sotatic 1A (iv) √
Ketorolac drip 1A (iv) √ √
Bevizil 1x √ √ √
Prenamia 1x1 √ √ √ √ √
Transfusi PRC 2 kolf √ √
Lasix 1A (iv) √
Leukogen 1A (iv) √ √
Transfusi albumin √ √
Antasida 3x2 tab √
Pamol 1 tab √
Parasetamol 1 tab √
Transfusi trombosit 6 kolf √ √
Infus 5% √ √
Transfusi TC 6 kolf √
Transfusi FFC 4 kolf √ √
Metil prednisolon 0,3 mg √
Cefepime 2x1 g (iv) √ √ √
Ranitidin 1A (iv) √
Keluhan Tanggal(Oktober 2008)
25 27 28Mual muntahBAK nyeri tak keluarNyeri ulu hati setelah makanPanas Batuk keluar darah segarDada perih
√√ √
√√√
Assessment:Pasien mengalami febrile neutropenia pasca kemoterapi. Pemberian cefepime sudah tepat sebagai terapi empirik sudah sesuai dengan indikasi tetapi dosis yang diberikan terlalu rendah dalam hal dosis. Seharusnya berikan cefepime dengan regimen 3x2 g namun terjadi peningkatan kadar creatinin pada tanggal 28 yaitu 1,66 mg/dl. DRPs: dosis terlalu rendah
Rekomendasi:1. Dari perhitungan LFG pasien = 33,5 ml/min/1,73 m2 maka individualisasi dosis pada pasien ini
menjadi 2x2 g. Sementara memberikan terapi empirik sebaiknya dilakukan kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.
2. Perlu diberikan Macrophage - Colony Stimulating Factors (M-CSFs) untuk meningkatkan jumlah limfosit dan Granulocyte - Colony Stimulating Factors (G-CSFs) untuk meningkatkan jumlah leukosit sehingga respon imun meningkat. Selain itu dapat diberikan alternatif eritropetin untuk mernagsang pembentukan eritrosit.
97
Lampiran 29. Kajian DRPs Kasus 29 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 20. No. RM:01.36.86.00Dirawat pada tanggal 06/10/2008 – 15/10/2008 ( 10 hari)
SubjectiveWanita/53 tahun. DU: Ca Ovarii IIIC. DL: Anemia dan hipoalbumin.Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien merasa ada benjolan ± 6 bulan yang lalu, makin lama makin besar, telah dilakukan pemeriksaan onkologi lengkap dan USG.Riwayat penyakit sekarang : tanggal 09/10/2008 akan dilakukan operasi TAH-BSO, tanggal 15/10/2008 direncanakan kemoterapi SS I.Keluhan : merasakan ada benjolan besar, BAK lancar, BAB 2-3 hari sekali.Kondisi umum: baik, sadar, anemia.Keadaan pulang: membaikObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Oktober 2008) Nilai Normal6 9 12 14
WBC (103/µL) 15,9 ↑ 8,4 12,3↑ 10,6 4,8-10,8
Neutrofil - - - - 50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC Afebris11/10/2008 : 39°C
Nadi (kali/menit)
6-10/10/2008 : 96-10411-15/10/2008 : 84-86
Hb ( g/dl) 11,3 7,4↓ 9,5↓ 11,7↓ 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(Oktober 2008)12 13 14 15
Bevizil 1x1 tab √ √ √ √
Prenamia 1x1 tab √ √ √ √
Cefixime 2x100 p.o √ √ √
As.mefenamat 3x500mg √ √ √
Viliron 1x1p.o √ √ √
Transfusi albumin √ √ √
CAP 500-50-50 √
Assessment:Penggunaan cefixime sudah tepat sesuai dengan indikasi dan minimal penggunaan selama 3 hari. Begitu pula dengan dosis yang diterima pasien juga sudah benar.DRPs:-
Rekomendasi:Monitoring terus hematologi dan tanda infeksi pada pasien. Perlu dilakukan kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika.
98
Lampiran 30. Kajian DRPs Kasus 30 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 21. No. RM:01.37.07.70Dirawat pada tanggal 08/11/2009 – 09/11/2009 (2 hari)
SubjectiveWanita/ 42 tahun. DU: Ca Ovarii IV. DL: -.Riwayat penyakit dan pengobatan: pasien merupakan penderita Ca Ovarii residif post kemoterapi I seri II dengan regimen paxus dan carboplatin.Riwayat penyakit sekarang : pasien di diagnosis syok hipovolemik dan cancer pain.Keluhan : ± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan perut membesar dan nyeri, perut terasa kencang dan penuh. Pasien ke dokter untuk kemoterapi dan rasa nyerinya diberi obat minum namun pasien tidak merasakan perubahan sehingga obat tidak diminum. Pasien juga mengeluh mual dan muntah. Oleh karena nyeri tidak tertahankan maka dirawat inap di RS Bhakti Ibu dan mendapat terapi drip tramadol dan profenid supp, yang mana pasien merasa nyeri berkurang sedikit.Keadaaan umum : lemah, sadar, anemia.Keadaan pulang: meninggalObyektif:
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Nopember 2009) Nilai Normal
8
WBC (103/µL) 9,23 4,8-10,8
Neutrofil 83,3% ↑7,68
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC dingin
Nadi (kali/menit) 08/11/2009 : 150
Hb ( g/dl) 13,2 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal
(Nopember 2009)8 9
Ceftazidim 2 x1g (iv) √
Vascon 10 cc/jam √ √
Zaldiar 3x1 tab √ √
Metronidazole 3x500 mg p.o √
Rantin 1A (iv) √
Dobuject 15 µg/µg BB/menit250 dalam 100 NaCl tetesan 8-10 tetes mikro
√
Cefepime HCl 26/24 jam √
99
Lanjutan lampiran 30.
Assessment:1. Pasien didiagnosis mengalami sepsis. Berdasarkan guideline NCCN penggunaan beta-laktam
spektrum luas + aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi empirik dalam menangani sepsis. Standar pelayanan medis Sardjito juga memiliki standar terapi empirik yang sama dengan guideline NCCN yaitu regimen sefalosporin+aminoglikosida. Pemberian ceftazidime dalam kasus ini sudah tepat mengingat dari hasil laboratorium kadar BUN dan creatinin meningkat yaitu BUN 31,9 mg/dl (nilai normal: 7-18 mg/dl) dan creatinin 2,12 mg/dl (nilai normal: 0,6-1,3 mg/dl), yang menandakan terjadinya gangguan pada filtrasi glomerulus. Dari perhitungan LFG menggunakan formula MDRD maka diketahui nilai LFG = 27,2 ml/min/1,73 m2. Dasar lain yang memperkuat evaluasi terapi ceftazidime sudah tepat adalah dari jurnal EBEM (Evidence Based Emergency Medicine) yang merupakan meta-analisis dari 43 buah RCT yang menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pada pasien sepsis yang diberi terapi antara monoterapi antibiotika β-laktam spektrum luas dengan kombinasi antibiotika spektrum luas dan aminoglikosida. Jurnal ini juga dengan meyakinkan menyatakan penggunaan monoterapi sama aman dan efektifnya dengan terapi kombinasi. Jurnal lain seperti BMJ (British Medical Journals) yang merupakan meta-analisis dari 64 RCT juga menyimpulkan bahwa monoterapi β-laktam memiliki efek yang sama dengan terapi kombinasi β-laktam dan aminoglikosida, penambahan aminoglikosida tidak meningkatkan outcome tetapi malah meningkatkan risiko nefrotoksisitas. Kesimpulan: penggunaan ceftazidime dalam kasus ini sudah tepat.DRPs: -
2. Premature withdrawal penggunaan ceftazidime dalam kasus ini akan menjadi faktor predisposisi timbulnya infeksi bakteri yang lebih ganas dan meningkatkan risiko infeksi terkait morbiditas dan mortalitas. Minimum penggunaan antibiotika empirik yaitu selama 3 hari. Pada kasus ini ceftazidime hanya digunakan sehari dan keesokan harinya yaitu tanggal 9 pasien diberi regimen metronidazole dan cefepime HCl. DRPs: pemilihan antibiotika tidak efektif
Rekomendasi:Sebaiknya pemberian ceftazidime+gentamisin diteruskan minimal selama 3 hari dan hentikan pemakaian metronidazole dan cefepime HCl.
Lampiran 31. Kajian DRPs Kasus 31 Kanker Ovarium Pasca Kemoterapi yang Mendapatkan Antibiotika di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2008-2009
Pasien 22. No. RM:01.13.33.26Dirawat pada tanggal 12/05/2008 – 23/05/2008 (12 hari)
SubjectiveWanita/40 tahun. DU: Ca Ovarii IIB. DL: -Riwayat penyakit dan pengobatan: Tanggal 6/05/2008 pasien telah menjalani kemoterapi SS IIRiwayat penyakit sekarang : perbaikan KU karena setelah kemoterapi pasien mengeluh lemas, nafsu makan berkurang, BAB sulit dan mual muntah.Kondisi umum: sedang, sadar, anemia.Keadaan pulang: membaik
100
Lanjutan lampiran 31.
Obyektif:Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal (Mei 2008) Nilai Normal6 12 18 22
WBC (103/µL) 5,7 6,2 11,7 ↑ 11,1 ↑ 4,8-10,8
Neutrofil 50 %2,85
83,4% ↑5,17
81 % ↑9,48 ↑
121,5 ↑13,49 ↑
50,0-70,0 %1,8-8,0 103/µL
Suhu oC afebris13/05/2008 : 37,5°C
Nadi (kali/menit) 88
Hb ( g/dl) 11,0 ↓ 12,8 10,9 ↓ 11,4 ↓ 12-16
Penatalaksanaan:Nama Obat Tanggal (Mei 2008)
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23Ceftazidime 2x1 g (iv) √ √ √ √ √ √
Sistenol 1 tab √
Infus aminofluid + 1A Cernevit 28 tpm
√ √ √ √
Kerobat 1A (iv) √ √
Movix 3x1 tab √ √ √ √ √ √ √ √ √Rolac 2x1 A (iv) √Cefixime 2x2 cap √ √ √ √ √ √Neurochol 2x1 tab √ √Transfusi PRC 2 kolf √Infus aminofluid √ √ √ √ √ √Invomit 21 tab √
Keluhan Tanggal(Mei 2008)
12 13 15Lemah dan mualNyeri tulang belakang
√ √√
Assessment:1. Dari data hematologi tanggal 12/05/2008 nilai WBC dan ANC normal. Pemberian ceftazidime
tidak tepat.DRPs: tidak butuh antibiotika
2. Pemberian cefixime tanggal 18/05/2008 sudah tepat karena terjadi leukositosis disertaineutrofilia. Begitu juga dengan dosis cefixime yang diterima pasien sudah tepat dimana 1 kapsul cefixime berkekuatan 100 mg. Pasien menerima 2 kapsul yang artinya 200 mg setiap 1x pemberian. Dalam kasus ini frekuensi pemberian 2x/hari sehingga dalam 1 hari pasien menerima 400 mg cefixime. Dosis maksimum cefixime adalah 400 mg/hari.
3. Dari data laboratorium terlihat pasien mengalami anemia pasca kemoterapi, namun pasien tidak mendapatkan terapi untuk penanganannya. DRPs: perlu tambahan terapi
101
Lanjutan lampiran 31.
Rekomendasi:1. Sebaiknya hentikan pemakaian ceftazidime karena tidak ada indikasi infeksi.2. Pantau terus pemeriksaan laboratorium terutama hematologi dan kondisi klinis pasien yang
menunjukkan tanda-tanda infeksi. Perlu dilakukan kultur dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotika cefixime agar treatment antibiotika dalam kasus ini tepat sasaran dan efektif.
3. Sebaiknya pasien diberi obat anti anemia untuk mengatasi anemia yang terjadi. Alternatif lain adalah pemberian eritropoetin untuk merangsang pembentukan eritrosit. Monitor terus nilai Hb sampai normal.
102
BIOGRAFI PENULIS
Nama : Tresa
NIM : 078114005
Tempat/tanggal lahir : Letung / 21 Juli 1989
Orang tua :Ayah : Oei Lam HoIbu : Ijo Sok Soe
Kedudukan dalam keluarga: Anak kedua dari tiga bersaudara
Pendidikan :1. SD Negeri 18 Singkawang lulus tahun 20012. SLTP Negeri 3 Singkawang lulus tahun 20043. SMA Negeri 3 Singkawang lulus tahun 20074. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2007
Prestasi : mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2009 dengan judul “Nicojelly, Produk Pengganti Rokok, menjadi asisten dosen praktikum Biokimia.