Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
131
Dualisme Lembaga Arbitrase
Dalam Penyelesaian Sengketa
Olahraga Di Indonesia
[1] M. Febry Saputra &
[2] Yati Nurhayati*
Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan MAB
Jl. Adhyaksa No. 2 Kayutangi, Banjarmasin, Kalimantan Selatan [1]
Email: [email protected]; [2]
Email: [email protected].
*Corresponding Author
Jurnal Penegakan Hukum
Indonesia (JPHI)
Revised : 17/01/2020
Accepted : 06/02/2020
Published : 06/04/2020
Editorial Office:
Jl. Brigjen H. Hasan Basri
Komplek Polsek Banjarmasin
Utara Jalur 3, No. 9 Kota
Banjarmasin; Provinsi
Kalimantan Selatan; Republik
Indonesia (70125).
Principal Contact
+62 821 5770 9493
© JPHI 2020
Licensed under the CC 4.0.
Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International
License
Abstract
The article discusses the dualism of authority in arbitration institutions in
terms of resolving sports disputes in Indonesia. The method used in this paper
is the normative research method. The results of this study found that in
Indonesia the decision to choose a sports dispute settlement agency between
the Indonesian Sports Arbitration Board (BAORI) or the Indonesian Sports
Arbitration Board (BAKI) is entirely in the hands of the disputing parties. The
occurrence of dualism resulted in an ineffective and inefficient sports dispute
resolution. So that Indonesia must immediately end the dualism of institutions
that occur in sports arbitration institutions by consolidating the two arbitration
institutions.
Keywords: dualism; arbitration; sports; Indonesia.
Abstrak
Artikel ini membahas mengenai bagaimana dualisme kewenangan pada
lembaga arbitrase dalam hal penyelesaian sengketa olahraga Indonesia.
Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian normatif
(Normative Legal Research). Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa di
Indonesia keputusan untuk memilih lembaga penyelesaian sengketa olahraga
diantara Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) atau Badan Arbitrase
Keolahragaan Indonesia (BAKI) sepenuhnya berada di tangan pihak-pihak
yang bersengketa. Terjadinya dualisme mengakibatkan penyelesaian sengketa
olahraga yang kurang efektif dan efisien. Sehingga Indonesia harus segera
mengakhiri dualisme lembaga yang terjadi pada lembaga arbitrase olahraga
dengan cara mengonsolidasikan kedua lembaga arbitrase tersebut..
Kata Kunci: dualisme; arbitrase; olahraga; Indonesia.
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
1 1
PENDAHULUAN
Arbitrase merupakan cara proses pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian suatu
sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa1 dan pemecahannya akan didasarkan
kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak. Menurut beberapa ahli, Arbitrase adalah
penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan
persetujuan bahwa para pihak akan tunduk atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim
yang mereka pilih,2 proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan yudisial seperti oleh
para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang
diajukan oleh para pihak,3 suatu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum
yang hanya didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dimuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa.4 Arbitrase disebut sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak
yang bersengketa atau berselisih menghendaki perselisihan mereka tentang hak-hak pribadi
yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa dan diadili oleh hakim yang adil yang tidak
memihak kepada salah satu pihak yang berselisih, serta menghasilkan keputusan yang
mengikat bagi kedua belah pihak5.
Arbitrase memiliki beberapa kesamaan istilah, antara lain Perwasitan (Indonesia),
Arbitrate (Latin), Arbitrage (Belanda), Arbitration (Inggris), Arbitrage atau Schiedspruch
(Jerman), Arbitrage (Perancis), kesemuanya memiliki arti yang sama yaitu kekuasaan untuk
menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan. Pengertian arbitrase adalah cara-cara
penyelesaian hakim partikelir6 yang tidak terikat dengan berbagai formalitas, cepat dalam
memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat, yang mudah untuk
dilaksanakan karena akan ditaati para pihak,7 kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu
1 Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa 2 Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1992, Hal.1
3 Abdurrasyid, H. Priyatna, Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan Internasional di luar
Pengadilan, Semarang, 1996, Hal.1 4 Marwan, M. dan Jimmy, P, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009, Hal.54
5 Harahap, M. Yahya, Arbitrase: Ditinjau dari RV, Peraturan Prosedur BANI, ICSID,
UNCITRAL, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, Pustaka
Kartini, Jakarta, 2003, Hal.60 6 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/daring (dalam jaringan),
https://kbbi.web.id/partikelir, partikelir/par·ti·ke·lir/ adalah pribadi, kepunyaan pribadi, bukan untuk umum;
bukan kepunyaan pemerintah; bukan (milik) dinas; swasta (adjektiva); contoh seperti sekolah; tanah; lembaga
(diakses pada tanggal 04 September 2020 pukul 21.32 WITA) 7 Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Alumni, Bandung, 1976, Hal. 5
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
2 2
menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit.8 Dengan ketentuan para pihak
sepakat untuk tidak mengajukan persengketaan yang terjadi ke Badan Peradilan.
Adapun di Indonesia, pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut sebagai UU
Arbitrase) ini, menjadikan ketentuan mengenai Arbitrase sebagaimana diatur sebelumnya
dalam Pasal 615 sampai 651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 Rbg tidak berlaku lagi.
Adanya UU Arbitrase telah berusaha mengakomodir semua aspek mengenai Arbitrase baik
dari segi hukum maupun substansinya dengan ruang lingkup baik Nasional maupun
Internasional.9
Dalam perkembanganya, dunia penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan (Non
Litigasi) yang mana kasus yang ditangani bukan hanya mengenai sengketa bisnis Nasional
atau Internasional berskala besar atau kecil, saat ini cakupan wewenang penyelesaian
sengketa diluar jalur pengadilan mulai merambah ke dunia olahraga.
Seiring berkembangnya peminat dunia berolahraga, mendesak arus komersialisasi
bidang berolahraga tersebut. Itu nampak dengan banyaknya atlet yang dikala ini telah
mempunyai manajer untuk mengendalikan karier dan kegiatannya di bidang berolahraga guna
masa depan si atlet itu sendiri. Dengan keadaan semacam itu, pergesekan antar atlet, antara
organisasi olahraga dengan atlet, ataupun antar lembaga olahraga di tingkatan provinsi juga
tidak bisa dihindari. Kasus tersebut acapkali berujung pada sengketa.10
Sengketa yang
dihadapi pun menjadi sangat rumit dan banyak serta terus berkembang dan pada akhirnya
membutuhkan orang-orang yang ahli, khusus, spesial untuk memahami dan menemukan
solusi jika menemukan masalah, terutama masalah-masalah para pelaku olahraga dalam
komunitas olahraga.
Hal ini berdampak pada perlunya penyelesaian sengketa dalam bidang keolahragaan
yang menangani sengketa secara cepat, sederhana, biaya ringan juga mampu memenuhi rasa
keadilan dan kepatutan dalam pengambilan keputusannya yang mana tidak bisa didapatkan
dari penyelesaian sengketa secara konvensional melalui peradilan. Pengadilan konvensional
8 R. Subekti, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase, dan Peradilan, Alumni, Bandung,
1980, Hal. 1 9 GAW/FD, Arbitrase Sebagai Salah Satu Alternative Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan
(Angkatan Keempat), Hukum Online
https://www.hukumonline.com/talks/baca/lt54c06922d0403/arbitrase-sebagai-salah-satu-
alternatif=penyelesaian-sengketa-diluar-pengadilan-angkatan-keempat/ (diakses pada tanggal 11 Mei
2020 pukul 14.21 WITA) 10
SCN, Menyikapi Dualisme Arbitrase Dalam Sengeketa Olahraga, AP-Lawsolution https://ap-
lawsolution.com/id/actio/menyikapi-dualisme-arbitrase-dalam-sengketa-olahraga/ (diakses pada tanggal 08 Mei
2020 pukul 14.07 WITA)
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
3 3
yang memiliki hakim dengan kemampuan dan pemahaman sangat umum tidak dijadikan
rujukan jika komunitas olahraga mengalami sengketa. Kita juga dapat melihat beberapa
mekanisme atau sarana penyelesaian sengketa lebih cocok untuk jenis sengketa tertentu
dibandingkan dengan jenis dan sarana sengketa yang lainnya. Idealnya kita dapat
menciptakan suatu sistem yang mempertimbangkan, baik kepentingan pribadi maupun
kepentingan umum dalam penyelesaian sengketa.
Kita dapat menciptakan sistem pengklasifikasian dari sengketa dan sarana
penyelesaiannya melalui arbitrase dengan menggunakan kemampuan hakim sebagai arbiter di
dalamnya. Para pemutus atau arbiter dipilih dan ditentukan oleh para pihak yang bersengketa
dengan tugas menyelesaikan persengketaan yang terjadi diantara mereka. Untuk itu dipilih
arbiter seyogianya didasarkan kemampuan dan keahlian dalam bidang tertentu dan dapat
bertindak secara netral.11
Seorang hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya
dilarang ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter. Tidak dibolehkannya pejabat-pejabat
peradilan menjadi arbiter, dimaksudkan agar terjamin adanya objektivitas dalam pemeriksaan
serta pemberian putusan oleh arbiter atau majelis arbitrase.12
Dalam dunia olahraga, Arbitrase dikenal sebagai mekanisme umum untuk
menyelesaikan permasalahan dan sengketa yang melibatkan para atlet yang dikenal dengan
nama Court of Arbitration for Sport (selanjutnya disebut sebagai CAS). Salah satu sengketa
yang sering terjadi dalam bidang berolahraga merupakan sengketa menimpa para atlet yaitu
mutasi atlet. Sengketa mutasi atlet kerap terjadi akibat dari adanya prosedur yang dilanggar
dalam proses mutasi ataupun terdapatnya keberatan dari pihak atlet akibat tidak disetujuinya
permohonan mutasi yang diajukan. Dalam perihal sengketa ini, pada umumnya diselesaikan
melalui jalan Arbitrase. 13
Sengketa dalam bidang olahraga tidak serta merta langsung diselesaikan melalui jalur
arbitrase, sebelumnya harus ada kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa
melalui jalur arbitrase atau pengadilan. Sesuai jenisnya klausula perjanjian arbitrase terbagi
menjadi 2 (dua)14
yaitu yang berbentuk Pactum de compromittendo15
merupakan kesepakatan
11
Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, PT. Grasindo, Jakarta, 2002, Hal.3 12
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Jakarta,
2004, Hal. 130-131 13
Actio, Efektivitas BAORI Dalam Penyelesaian Sengketa Mutasi Atlet, Ap-Lawsolution https://ap-
lawsolution.com/id/actio/efektivitas-baori-dalam-penyelesaian-sengketa-mutasi-atlet-2/ (diakses pada tanggal 08
Mei 2020 pukul 13.40 WITA) 14
Salim H. S, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika, Jakarata, 2004,
Hal. 146 15
Diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, yaitu: Undang-Undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antara
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
4 4
yang dibuat sebelum terjadinya sengketa, jika kelak terjadi sengketa akan menyerahkan
penyelesaiannya kepada lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc yang tercantum dalam
perjanjian pokok atau dalam suatu perjanjian tersendiri16
dan Acta Compromise17
merupakan
perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbul perselisihan atau sengketa antara para pihak
atau dengan kata lain dalam perjanjian pokok tidak diadakan persetujuan arbitrase.18
Dampak dari ketidaktegasan aturan tentang tata cara atau syarat-syarat pendirian
lembaga arbitrase baru yang seharusnya tertuang di dalam UU Arbitrase berujung dengan
mudahnya berdiri lembaga-lembaga arbitrase baru yang bahkan beberapa diantaranya berdiri
lembaga arbitrase dengan nama yang berbeda namun menyelesaikan persengketaan yang
sama, contoh nyata di tulisan ini yang bergerak dalam penyelesaian sengketa olahraga
khususnya olahraga di Indonesia.
Di Indonesia sendiri terdapat 2 (dua) Lembaga Arbitrase yang menangani sengketa
keolahragaan yaitu Badan Arbitrase Olahraga Nasional Indonesia (selanjutnya disebut sebagai
BAORI) yang dibentuk oleh Komisi Olahraga Nasional Indonesia (selanjutnya disebut
sebagai KONI) dimana pembentukan BAORI tertuang dalam Anggaran Dana dan Anggaran
Rumah Tangga Komisi Olahraga Nasional Indonesia (selanjutnya disebut sebagai AD/ART
KONI) dan ada pula Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (selanjutnya disebut sebagai
BAKI) dibentuk oleh Komisi Olahraga Indonesia (selanjutnya disebut sebagai KOI) untuk
menuntaskan sengketa yang terjadi pada cabang-cabang olahraga di Olimpiade. Keduanya
dibentuk dengan harapan untuk memberikan penyelesaian sengketa atlet dengan cara yang
cepat, efektif dan efisien.
para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas
menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul dari hubungan hukum tersebut akan
diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa. 16
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Op.cit, Hal. 121 17
Diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, yaitu sebagai berikut: Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui
arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis
yang ditandatangani oleh para pihak. Dalam hal para pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.
Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud harus memuat hal-hal sebagai berikut: a) Masalah yang
dipersengketakan; b) Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak; c) Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter
atau majelis arbiter; d) Tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan; e) Nama lengkap
sekretaris; f) Jangka waktu penyelesaian sengketa; g) Pernyataan kesediaan dari arbiter; dan h) Pernyataan
kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian
sengketa melalui arbitrase; Perjanjian tertulis yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3)
batal demi hukum. 18
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Op.cit, Hal. 123
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
5 5
Menanggapi permasalahan diatas, maka arbitrase menjadi solusi paling tepat untuk
menyelesaikan sengketa keolahragaan di Indonesia. Merujuk pada Pasal 56 UU Arbitrase,
Majelis Arbitrase dapat mengambil keputusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan
keadilan dan kepatutan. Karenanya, putusan arbitrase dapat lebih memenuhi rasa keadilan
bagi sebuah pihak dibandingkan dengan putusan badan peradilan yang cenderung melihat
sengketa dari kacamata Legal Formal semata. Selain itu, Arbitrase lebih memberikan
kepastian waktu penyelesaian karena Undang-Undang Arbitrase mensyaratkan pemeriksaan
sengketa arbitrase harus diselesaikan paling lama 180 hari sejak Majelis Arbitrase dibentuk.
Lebih jauh, Arbitrase bukan sekadar tentang bagaimana selesainya suatu sengketa,
tetapi oleh siapa sengketa tersebut akan diselesaikan. Seperti dalam istilah “Arbitration is an
option to put the right man on the right place.” yaitu Arbitrase memberikan kebebasan para
pihak yang bersengketa untuk memilih Arbiter yang paling tepat untuk memutus sebuah
perkara.
Jika melihat dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem
Keolahragaan Nasional (selanjutnya disebut sebagai UU SKN), mengenai aturan penyelesaian
sengketa keolahragaan yang menjelaskan sebagai berikut:
1. Penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah dan
mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga.
2. Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana di maksud pada Ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana di maksud pada Ayat (2) tidak tercapai,
penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan yang sesuai dengan
yurisdiksinya.
Jadi memang sudah terdapat payung hukum mengenai alur penyelesaian sengketa
keolahragaan dalam UU SKN tersebut.19
Keberadaan lembaga arbitrase khusus olahraga pun
dikenal di Indonesia, namun pada realitanya masih dirasa kurang efektif serta efisien.
Lembaga arbitrase yang ada dianggap bukan solusi, karena adanya dualisme juga biaya yang
tinggi serta ketidakjelasan perangkat sidang dikala melakukan persidangan sehingga membuat
banyak pihak enggan membawa permasalahan ke Arbitrase olahraga di Indonesia. Mengenai
alternatif penyelesaian sengketa, dilaksanakan dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi,
pendapat ahli, dan cara-cara lain yang diperlukan para pihak sesuai dengan peraturan
19
Abi Jam’an Kurnia, SH., Penyelesaian Sengketa Keolahragaan di Indonesia, Hukum Online,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt568a0640f3042/penyelesaian-sengketa-keolahragaan-di-
indonesia/ (diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul 20.16 WITA)
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
6 6
perundang-undangan. Oleh sebab itu peraturan perundang-undangan UU SKN menjadi
payung hukum dalam penyelesaian sengketa keolahragaan di Indonesia.
Sejauh mana urgensi pembentukan lembaga ini mengingat Indonesia pun mengakui
eksistensi lembaga-lembaga Peradilan dan Arbitrase termasuk Arbitrase olahraga untuk
menyelesaikan sengketa di dunia olahraga ini tentu sangat penting mengingat begitu banyak
persoalan yang terus berulang dan itu semua terkait dengan hukum serta hak individu.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumusakan suatu rumusan
masalah yang diteliti yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana dualisme yang terjadi pada lembaga arbitrase guna penyelesaian sengketa
olahraga di Indonesia?
2. Bagaimana solusi yang dapat ditempuh guna mengakhiri dualisme lembaga arbitrase
olahraga di Indonesia?
METODE PENELITIAN
Artikel ini merupakan hasil penelitian hukum menggunakan metode penelitian
normatif (Normative Legal Research) yaitu penelitian hukum kepustakaan yang mengacu
pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.20
Metode penelitian
normatif atau penelitian hukum doktrinal bertujuan untuk menemukan jawaban-jawaban yang
benar dengan melakukan pembuktian kebenaran yang dicari dari preskripsi-preskripsi hukum
yang tertulis dalam kitab Undang-Undang hukum positif atau kitab-kitab agama.21
Pendekatan ilmu hukum bersifat sangat penting terutama dalam makalah ini karena dalam
bidang hukum tidak memungkinkan dilakukan suatu eksperimen, sebagaimana yang biasa
dilakukan dalam ilmu empiris. Dengan menggunakan pendekatan perbandingan (Comparative
Approach) yang merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normatif untuk
membandingkan salah satu lembaga hukum (Legal Institution) dari sistem hukum yang satu
dengan lembaga hukum (yang kurang lebih sama dari sistem hukum) yang lain. Dari
perbandingan tersebut dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan kedua sistem
20
Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan
9, Rajawali Press, Jakarta, 2006, Hal.23 21
Soetandyo Wignjosoebroto dalam Sulistyowati Irianto dan Shidarta (ed.), Metode Penelitian Hukum;
Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2017, Hal. 121
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
7 7
hukum itu22
khususnya pada lembaga arbitrase yang menangani sengketa dari para pelaku
olahraga di Indonesia serta menggunakan pendekatan sejarah (Historical Approach) yang
dilakukan dengan menelusuri aturan hukum yang dibuat pada masa lampau, baik tertulis
maupun tidak tertulis, yang memiliki relevansi dengan konteks hari ini. Penelusuran sejarah
aturan hukum terutama berkaitan dengan permasalahan penelitian yang beranjak dari adanya
kekosongan atau pertentangan norma.23
Dengan menggunakan penafsiran sejarah hukum,
makalah ini mengkaji perbandingan latar belakang dan perkembangan antara kedua lembaga
arbitrase olahraga tersebut. Bahan di atas dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library
research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan sumber
data pustaka dengan cara membaca, mencatat, memanfaatkan serta mengolah bahan data
penelitiannya24
dan penelurusan melalui media internet (online research) yang dilakukan
dengan menggunakan website yang berfungsi sebagai search engine (mesin pencari) untuk
mengakses e-journal dan berita online, dengan cara memasukkan kata kunci ke dalam kolom
pencarian sesuai dengan topik penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini penulis
menitikberatkan pada konteks kewenangan dan kualitas hasil putusan lembaga arbitrase
dalam menyelesaikan sengketa terutama sengketa para pelaku olaharaga di Indonesia.
PEMBAHASAN
Dualisme BAORI dan KONI dalam Penyelesaian Sengketa Arbitrase Olahraga
Penggunaan Lembaga arbitrase dalam penyelesaian sengketa olahraga telah
diakomodasi dalam Pasal 88 UU SKN yang menyatakan bahwa sengketa olahraga dapat
diselesaikan melalui lembaga arbitrase. Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yang
menangani sengketa olahraga yaitu, BAORI dibentuk melalui KONI25
dan BAKI resmi
dibentuk oleh KOI sesuai dengan Rapat Anggota KOI 2012 Nomor Kep.08/RA-KOI/I/2012
untuk cabang-cabang yang dipertandingkan dalam Olimpiade.
Sebelum mengajukan penyelesaian sengketa olahraga kesalah satu dari dua lembaga
arbitrase yang ada di Indonesia, ada lebih baiknya mengetahui terlebih dahulu apa tugas dari
22
Fajar Muchti; Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2009, Hal. 185-192 23
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum,
Prenada Media Group, Jakarta, 2016, Hal. 160 24
Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Nasional, Jakarta, 2004, Hal. 2-3 25
Ali, Dualisme Arbitrase Olahraga Indonesia Harus Diakhiri, Hukum Online,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52948f516fcf8/dualisme-arbitrase-olahraga-indonesia-harus-diakhiri,
(diakses pada tanggal 07 Mei 2020 pukul 09.35 WITA)
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
8 8
KONI dan KOI. Tugas dari KONI dan komite olahraga nasional lainnya dapat dilihat dalam
Pasal 36 Ayat (4) UU SKN yaitu:
1. Membantu Pemerintah dalam membuat kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan,
pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi pada tingkat nasional;
2. Mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga fungsional,
serta komite olahraga provinsi dan komite olahraga kabupaten/kota;
3. Melaksanakan pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi
berdasarkan kewenangannya; dan
4. Melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan multi kejuaraan olahraga tingkat
nasional.
Jika melihat ke dalam AD/ART KONI, disebutkan dalam Pasal 41 Ayat (1) bahwa
KONI membentuk BAORI sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa yang timbul
karena pelanggaran:
1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
2. Peraturan lain yang ditetapkan oleh KONI atau anggota;
3. Konflik dualisme kepengurusan
4. Dalam Pelanggaran Pekan Olahraga Nasional (sebagai Dewan Hakim);
5. Konflik lain yang terkait dengan pembinaan organisasi olahraga.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 41 Ayat (2) AD/ART KONI bahwa
penyelesaian sengketa dilarang dibawa ke yurisdiksi pengadilan manapun di Indonesia.
Ketentuan tersebut secara tidak langsung dapat dikatakan berlawanan dengan ketentuan yang
ada dalam Pasal 88 Ayat (3) UU SKN yang berbunyi: “Apabila penyelesaian sengketa
sebagaimana di maksud pada Ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan
melalui pengadilan yang sesuai dengan yurisdiksinya.” Sedangkan KOI diamanatkan dalam
Pasal 44 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) UU SKN yang berbunyi sebagai berikut:
1. Keikutsertaan Indonesia sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan
oleh KOI atau National Olympic Committee sebagaimana telah diakui oleh
International Olympic Committee.
2. KOI meningkatkan dan memelihara kepentingan Indonesia, serta
memperoleh dukungan masyarakat untuk mengikuti Olympic Games, Asian Games,
South East Asia Games, dan pekan olahraga internasional lain.
3. KOI bekerja sesuai dengan peraturan International Olympic Committee,
Olympic Council of Asia, Southeast Asia Games Federation, dan organisasi olahraga
internasional lain yang menjadi afiliasi26
KOI dengan tetap memperhatikan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
26
Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Afiliasi, Afiliasi merupakan salah satu cara
mengembangkan bisnis dengan cara memanfaatkan sosialisasi yang secara terarah dilakukan oleh individu,
badan usaha atau organisasi dan kedua belah pihak akan mendapatkan keuntungan seperti yang sudah disepakati
bersama. Pembentukan kontak sosial ini menghasilkan sebuah pertalian. Istilah ini disebut juga dengan
istilah motif yang artinya adalah tenaga pendorong atau penggerak kebutuhan yang ada pada manusia dan
bersifat universal. Dalam perkembangannya, manusia membentuk afiliasi didasari oleh alasan formal dan
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
9 9
KOI memiliki tugas untuk mengusulkan setelah mendapat persetujuan dari pemerintah
sesuai dengan Pasal 50 Ayat (1) UU SKN, perihal pengajuan Indonesia sebagai calon tuan
rumah penyelenggaraan Pekan Olahraga Internasional. Jika terpilih sebagai tuan rumah,
penyelenggaraan pekan olahraga internasional ditugaskan pelaksanaannya kepada KOI sesuai
yang diatur dalam Pasal 50 Ayat (3) UU SKN.
Sementara itu, dalam Pasal 36 Ayat (1) UU SKN disebutkan bahwa induk organisasi
cabang olahraga membentuk suatu komite olahraga nasional. Yang mana frasa “Komite
Olahraga” tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-XII/2014
adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Komite Olahraga
Nasional Indonesia dan komite olahraga nasional lainnya”.
Lebih lengkapnya frasa “komite olahraga” terdapat dalam Pasal 36 Ayat (1), Ayat (2)
dan Ayat (3), Pasal 37 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 38 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat
(3), Pasal 39, dan Pasal 46 Ayat (2) UU SKN dinyatakan bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sekilas mengenai kedua lembaga arbitrase olahraga yaitu BAORI dan BAKI:
A. Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI)
Sesuai dengan Pasal 38 AD/ART KONI disebutkan bahwa KONI memiliki Badan
Arbitrase Olahraga sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena
pelanggaran AD/ART KONI serta peraturan lain yang ditetapkan oleh KONI atau anggota,
sehingga tidak diperkenankan membawa persengketaan tersebut ke yurisdiksi Pengadilan
manapun di Indonesia.
Badan Arbitrase Olahraga bersifat Independen, dengan masa bakti kepengurusan
mengikuti masa bakti Ketua Umum KONI dengan penetapan susunan pengurus, tugas dan
rasional. Manusia memiliki alasan logis kenapa dia ingin membentuk afiliasi. Akan tetapi, tanpa ada dorongan
ini pun mesti diakui bahwa manusia membutuhkan orang lain dan secara alami membangun kontak sosial.
Alasannya adalah manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa ada campur tangan dari orang lain. Bidang
ilmu yang banyak meneliti mengenai dorongan seseorang untuk selalu membangun kontak sosial
adalah psikologi. Penelitian menunjukkan bahwa afiiliasi seseorang erat hubungannya dengan kebutuhan akan
ketergantungan dengan orang lain. Psikologi juga meneliti kaitan antara afiliasi dengan kebutuhan seseorang
untuk diakui dan diterima oleh lingkungannya. Penelitian psikologis dalam bidang kepribadian menunjukkan
bahwa tingkat afiliasi setiap orang berbeda-beda derajatnya, dengan rujukan dari Hassan Sadhily, Ensiklopedi
Indonesia. Jakarta, Ichtiar Baru-Van Hoeve, Hal. 96, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (diakses pada
tanggal 04 September 2020 pukul 23.01 WITA)
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
10 10
fungsi Badan Arbitrase Olahraga melalui Rapat Anggota. Badan Arbitrase Olahraga
berkewajiban menyusun dan menetapkan aturan acara persidangan, dengan sebuah putusan
yang bersifat Final dan Mengikat bagi para pihak yang bersengketa dalam wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 39 AD/ART KONI. Dari Pasal 38
dan Pasal 39 AD/ART KONI telah dijelaskan secara rinci mengenai kedudukan, tugas dan
wewenang dari BAORI.
BAORI adalah lembaga independen yang dibentuk oleh KONI, yang bertugas untuk
menyelesaikan sengketa keolahragaan di bidang olahraga prestasi. BAORI didirikan pada
tahun 2006 berdasarkan Surat Keputusan Nomor 187 Tahun 2006 Tentang Pembentukan
BAORI. Berdasarkan AD/ART KONI, dengan masa bakti 4 (empat) tahun di setiap
kepengurusannya. BAORI dalam menangani sengketa keolahragaan bersifat independen,
tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Keputusan yang dikeluarkan oleh BAORI
bersifat final dan mengikat kepada anggota KONI dan Jajarannya.27
Visi dari BAORI adalah:28
1. BAORI menjadi salah satu pilar penunjang dalam menegakkan hukum dan peraturan
perundang-undangan khususnya terkait keolahragaan nasional;
2. Mewujudkan nilai-nilai olahraga yang sportif, dipercaya dan adil dalam
menyelesaikan sengketa keolahragaan nasional menuju tercapainya prestasi emas
olahraga nasional yang terhormat, membanggakan dan bermartabat.
Dengan MISI dari BAORI itu sendiri, yaitu:29
1. Melaksanakan fungsi sebagai lembaga arbitrase dalam menyelesaikan sengketa
olahraga prestasi nasional;
2. Memperjuangkan BAORI sebagai cikal bakal peradilan khusus olahraga;
3. Melaksanakan fungsi sebagai lembaga yang independen dan berintegritas tinggi
sehingga menciptakan Putusan dapat memenuhi rasa keadilan semua pihak;
4. Penyelesaian sengketa secara sederhana, cepat, biaya terjangkau
Disebutkan dalam Pasal 41 Ayat (1) AD/ART KONI bahwa BAORI berwenang
menyelesaikan sengketa olahraga yang timbul karena pelanggaran sebagai berikut:
1. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
2. Peraturan lain yang ditetapkan oleh KONI atau anggota;
3. Konflik dualisme kepengurusan.
4. Dalam pelanggaran pekan olahraga nasional (sebagai Dewan Hakim);
5. Konflik lain yang terkait dengan pembinaan organisasi olahraga.
27
Situs resmi BAORI, http://baori.id/wordpress/sejarah/ (diakses pada tanggal 07 Mei 2020 pukul
09.15 WITA) 28
Situs resmi BAORI, http://baori.id/wordpress/visi-dan-misi/ (diakses pada tangal 07 Mei 2020
pukul 09.22 WITA). 29
Ibid.
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
11 11
Dalam menyelesaikan sengketa olahraga dan memberikan putusan diperlukan seorang
dan/atau beberapa arbiter yang diangkat berdasarkan Peraturan Ketua BAORI Nomor 1 Tahun
2017 Tentang Hukum Acara BAORI dengan syarat menjadi arbiter BAORI adalah sebagai
berikut:
1. Cakap melakukan perbuatan hukum; • paling rendah berusia 30 tahun;
2. Memiliki pendidikan tinggi hukum minimal (S1) dan disiplin ilmu lainnya yang
setara;
3. Pernah aktif minimal selama 5 tahun pada organisasi keolahragaan maupun cabang
olahraga Indonesia;
4. Memiliki sertifikasi/lisensi sebagai arbiter dan mediator yang diterbitkan oleh lembaga
yang berkompeten dan diakui oleh BAORI;
5. Diangkat dan ditetapkan oleh Ketua BAORI.
Dengan demikian, yang dapat menjadi arbiter BAORI adalah atlet, mantan atlet,
pelatih, dan pihak manapun sepanjang memenuhi kualifikasi diatas. Serta di dalam Pasal 42
Ayat (8) AD/ART KONI disebutkan bahwa putusan BAORI bersifat final dan mengikat bagi
para pihak yang bersengketa dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberadaan BAORI perlu diperkuat mengingat banyaknya sengketa hukum dalam komunitas
olahraga yang mana hal ini dapat dicapai dengan menjaga Independensi Lembaga tersebut.
Hal ini sesuai dengan amanat yang terdapat dalam UU Arbitrase. Selain itu kehadiran BAORI
pun telah sesuai dengan logika Hukum Olahraga (Sports Law) yang menghendaki adanya
lembaga penyelesaian sengketa bagi komunitas olahraga. Pembahasan peran BAORI dirasa
penting mengingat banyaknya kasus hukum yang menjerat komunitas olahraga Indonesia
termasuk penyerangan pendukung sepakbola yang terjadi belakangan ini.30
B. Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI)
Untuk mendapatkan informasi yang rinci dan terpercaya mengenai BAKI yang
dibentuk berdasarkan hasil Kongres Istimewa KOI pada tanggal 26 Mei 2010. KOI nyatanya
memang sulit untuk ditelusuri. Dari beberapa sumber didapat bahwa BAKI didirikan pada
tahun 2012 dan mulai resmi beroperasi sejak 26 Maret 2012 berdasarkan Rapat Anggota KOI
Nomor Kep.08/RA-KOI/I/2012 sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil Kongres Istimewa KOI
03/KI-KOI/IV/2010 dengan prinsip sebagai benteng hukum bagi insan olahraga Indonesia.
30
Pendapat ini disampaikan peneliti BALITBANG Hukum dan HAM, Eko Noer Kristiyanto dalam
Seminar Nasional yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Peneliti
BALITBANGKUMHAM: Eksistensi BAORI Perlu Diperkuat,
https://www.balitbangham.go.id/detailpost/peneliti-balitbangkumham-eksistensi-baori-perlu-diperkuat (diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul 19.31 WITA)
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
12 12
BAKI memiliki tugas utama untuk menerima, memeriksa, memberikan pendapat dan
memediasi. Jika ada pihak-pihak yang berselisih dan tidak bisa mencapai mufakat dalam
sengketa olahraga, bisa dilakukan mediasi dan memberikan putusan arbitrase dalam
perselisihan di bidang olahraga.31
BAKI dibentuk oleh KOI sebagai bidang yudikatif dan
hanya anggota KOI saja yang bisa mengajukan perselisihannya ke BAKI apabila di tingkat
organisasi tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.32
Dengan latar belakang banyak sekali atlet yang bermasalah dengan hukum dan selalu
dirugikan maka dibentuklah BAKI sebagai tempat bagi Atlet, pelatih, pembina dan pelaku
olahraga lainnya mendapatkan perlindungan hukum bilamana nanti mengalami persoalan
hukum. BAKI bisa menerima pengaduan dari seluruh cabang olahraga di Indonesia, bukan
hanya cabang olahraga yang masuk Olimpiade. Namun pihak-pihak yang mengajukan
pengaduan pada BAKI harus tunduk di bawah aturan dan regulasi BAKI.33
Saat ini BAKI adalah lembaga arbitrase yang berafiliasi34
langsung ke CAS sebuah
lembaga arbitrase internasional yang dibentuk oleh Komite Olimpiade Internasional atau
dunia olahraga lebih mengenal CAS dengan istilah Supreme Court of World Sport, dengan
kata lain BAKI adalah counterpart (rekanan) CAS di Indonesia.
35 BAKI merupakan lembaga
arbitrase yang dibentuk oleh KOI dengan maksud menyesuaikan induknya yaitu International
Olympic Committee untuk menyelesaikan sengketa cabang olahraga yang dipertandingkan
dalam Olimpiade sesuai dengan Olympic Charter Year 2015. BAKI berfungsi sebagai
perpanjangan tangan dari CAS di Swiss yang menjadi pusat arbitrase sengketa olahraga di
seluruh dunia.
Berdasarkan pencarian secara online, tidak ada publikasi mengenai peraturan yang
mengatur kualifikasi arbiter dalam BAKI, baik yang diterbitkan oleh KOI maupun BAKI itu
31
Hal ini disampaikan oleh Ketua BAKI Mohamed Idwan Ganie pada jumpa pers peresmian BAKI
tanggal Selasa, 27 Maret 2012, KOI Bentuk Badan Arbitrase Olahraga, Tempo.co,
https://bola.tempo.co/read/392914/koi-bentuk-badan-arbitrase-olahraga (diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul
20.30 WITA) 32
Disampaikan oleh Hellen Sarita de lima (Pelaksana Tugas Sekretaris Jendral KOI) pada sosialisasi
Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI); Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Jakarta, 04 Februari
2019, Tempo.co, BAKI Sosialisasikan Pentingnya Lembaga Arbitrase Olahraga,
https://sport.tempo.co/read/1172255/baki-sosialisasikan-pentingnya-lembaga-arbitrase-olahraga/full&view=ok
(diakses pada tanggal 05 September 2020 pukul 11.28 WITA) 33
Loc.cit 34
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/ daring (dalam jaringan),
https://kbbi.web.id/afiliasi, berafiliasi/ber·a·fi·li·a·si/ v mempunyai pertalian dan berhubungan sebagai anggota
atau cabang (diakses pada tanggal 04 September 2020 pukul 23.07 WITA) 35
Rahmat Sulistiyo, Berkenalan dengan NDRC, Calon Lembaga Arbitrase PSSI, Pandit Football,
http://www.panditfootball.com/pandit-sharing/210079/PSH/170929/berkenalan-dengan-ndrc-calon-lembaga-
arbitrasepssi, (diakses pada tanggal 08 Mei 2020 pukul 10.07 WITA)
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
13 13
sendiri. Jika ada pihak-pihak yang berselisih dan tidak bisa mencapai mufakat dalam sengketa
olahraga maka dapat diarahkan untuk diselesaikan melalui BAKI. BAKI memiliki tugas
utama untuk menerima, memeriksa, dan memberikan keputusan arbitrase dalam perselisihan
di bidang olahraga, memberikan pendapat dan mediasi. Berdasarkan Undang-Undang yang
berlaku, semua putusan arbitrase di Indonesia harus didaftarkan di Pengadilan Negeri.
Mahkamah Agung telah mengirimkan surat edaran kepada Pengadilan Negeri agar melayani
pendaftaran putusan yang dikeluarkan BAKI sehingga semua putusan BAKI telah terdaftar di
Pengadilan Negeri.36
Di Indonesia sendiri memiliki dua Arbiter yang terdaftar sebagai
anggota CAS yaitu M. Idwan Ganie sebagai Ketua dan Anangga Wardhana Roosdiono
sebagai Wakil Ketua dari BAKI.
Menurut sejarah dari tujuan pembentukannya, BAKI direncanakan sebagai satu-
satunya Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia sehingga keberadaan Lembaga Arbitrase
Olahraga lain seperti BAORI dianggap tidak pernah ada, namun hal itu hanya sebuah wacana
rencana belaka dan belum terwujudkan mengingat terjadinya dualisme lembaga arbitrase
olahraga di Indonesia hingga saat ini.
Dengan terbentuknya BAKI, Indonesia kini memiliki dua badan arbitrase olahraga.
Dimana sebelumnya KONI telah memiliki badan arbitrase khusus untuk menyelesaikan
sengketa olahraga, yaitu BAORI.37
Dualisme Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia ini tak
lepas dari berdirinya KOI, yang merupakan perubahan atau perkembangan dari Komisi
Hubungan Luar Negeri KONI. Dengan fungsi keberadaan KOI sebagai pelaksana
keikutsertaan Indonesia dalam pekan olahraga internasional seperti Olimpiade, Asian Games
dan lain-lain yang mana hal tersebut sebelumnya merupakan bagian dari fungsi KONI dan
dipisahkan dari KONI sesuai dengan UU SKN dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2007 Tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga.
Padahal pada tanggal 30 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2010 di Surabaya telah
disiapkan agenda rapat yang akan membahas BAKI sebagai pengganti BAORI karena adanya
pertentangan antara Pasal 41 Ayat (2) AD/ART KONI sebagai dasar dari BAORI dengan
Pasal 88 Ayat (3) UU SKN maka secara langsung eksistensi dari BAORI dianggap tidak ada
36
Disampaikan oleh M. Idwan Ghanie (ketua BAKI) pada sosialisasi Badan Arbitrase Keolahragaan
Indonesia (BAKI); Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Jakarta, 04 Februari 2019, Tempo.co, BAKI
Sosialisasikan Pentingnya Lembaga Arbitrase Olahraga, https://sport.tempo.co/read/1172255/baki-
sosialisasikan-pentingnya-lembaga-arbitrase-olahraga/full&view=ok (diakses pada tanggal 05 September 2020
pukul 11.54 WITA) 37
Ananda W. Teresia, KOI Bentuk Badan Arbitrase Olahraga, Tempo.co,
https://bola.tempo.co/read/392914/koi-bentuk-badan-arbitrase-olahraga (diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul
20.42 WITA)
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
14 14
serta melakukan reunifikasi KONI dengan KOI, namun sampai sekarang tidak diketahui apa
hasil dari pembahasan rapat tersebut.
Solusi Permasalahan Dualisme BAORI dan BAKI
Para pihak yang bersengketa dapat leluasa memilih menyelesaikan sengketa melalui
BAKI atau BAORI dengan ketentuan olahraga yang dipersengketakan tersebut
dipertandingkan dalam Olimpiade dan masuk dalam kualifikasi yang ditentukan oleh Ketua
BAORI. Dualisme lembaga arbitrase tersebut tidak mengurangi kebebasan para pihak dan
kekuatan mengikat putusan arbitrase. BAORI ataupun BAKI tetap akan memeriksa dan
memutus sengketa yang diajukan padanya sesuai dengan kesepakatan para pihak sebagaimana
diatur dalam perjanjian arbitrase. Meskipun memiliki beberapa kewenangan yang sama dalam
menyelesaikan sengketa olah raga, namun tidak ada sengketa kewenangan antara BAKI dan
BAORI.
Perbedaan mendasar antara kedua Lembaga Arbitrase Olahraga tersebut adalah, BAKI
merupakan perpanjangan tangan dari CAS sebuah lembaga arbitrase internasional yang
dibentuk oleh Komite Olimpiade Internasional untuk menyelesaikan sengketa olahraga.
Cakupan sengketa yang bisa diselesaikan oleh BAKI bukan hanya sengketa nasional, tapi juga
internasional, jadi BAKI memiliki hak untuk menangani sengketa olahraga internasional.38
Kehadiran BAKI sebagai Lembaga Arbitrase Keolahragaan di Indonesia tidak akan tumpang-
tindih dengan keberadaan BAORI. Keputusan untuk memilih BAKI atau BAORI, sepenuhnya
berada di tangan pihak-pihak yang bersengketa yang menjadi alternatif baru dalam
penyelesaian sengketa olahraga.
Keberadaan BAORI di Indonesia memang tidak ideal, sebagai contoh misalkan ada
pihak yang kurang puas dengan hasil keputusan BAORI maka untuk mengajukan tingkat
berikutnya akan mengalami kesulitan dalam menentukan lembaga bandingnya, berbeda
dengan BAKI yang dapat mengakomodir pihak banding untuk ditujukan langsung ke CAS.39
Rencana kedepannya, BAKI akan menjadi satu-satunya Lembaga Arbitrase Keolahragaan di
Indonesia sebagai lembaga tunggal arbitrase olahraga di Tanah Air, sehingga keberadaan
BAORI dianggap tidak ada.40
38
Ibid. 39
Rahmat Sulistiyo, Berkenalan dengan NDRC, Calon Lembaga Arbitrase PSSI, Pandit Football,
http://www.panditfootball.com/pandit-sharing/210079/PSH/170929/berkenalan-dengan-ndrc-calon-lembaga-
arbitrasepssi, (diakses pada tanggal 08 Mei 2020 pukul 10.07 WITA) 40
Hilman Miladi, Tumpang Tindih Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia, menurut Rita Subowo
Ketua Umum KOI kepada wartawan, Kompasiana.com, Jakarta, Jumat, 11 Juni 2010,
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
15 15
Namun pada realitanya tarik-menarik atau dualisme kepengurusan, saling menggugat
dan mengklaim bahwa badan arbitrasenya-lah yang sah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tarik-menarik antar kepengurusan, kerap adanya campur tangan
dengan politik, serta sulitnya menentukan dan/atau mengajukan banding atas ketidakpuasan
hasil keputusan lembaga arbitrase sebelumnya ke lembaga tingkat banding serta kerap adanya
campur tangan dengan politik bukan perihal yang baru dalam pengelolaan olahraga di
Indonesia.
Masih diperlukan pembentukan lembaga yang lebih khusus lagi agar para pihak yang
bersengketa segera mendapat solusi dan kepastian.41
Dualisme ini penulis nilai tidak efektif
dan efisien, kelembagaan yang ada saat ini dianggap belum mampu mengakomodir
penyelesaian sengketa yang kerap terjadi di cabang olahraga terutama di cabang sepak bola
profesional karena komposisinya pun tak mencerminkan stakeholders (pemangku
kepentingan)42
terutama dalam cabang olahraga sepak bola. Akan lebih efektif apabila hanya
terdapat satu badan arbitrase yang secara khusus menangani sengketa olahraga di Indonesia,
baik dengan cara membentuk lembaga arbitrase baru khusus menangani sengketa olahraga
dalam hal ini sebagai contoh terkhusus “sengketa olahraga sepakbola” dan meniadakan
lembaga-lembaga sebelumnya yaitu BAORI dan BAKI dan/atau dengan cara
mengonsolidasikan43
kedua lembaga arbitrase olahraga tersebut dan membentuk lembaga
arbitrase olahraga yang benar-benar baru.
https://www.kompasiana.com/primata/550eac6d813311b72dbc63a1/tumpang-tindih-badan-arbitrase-olahraga-
di-indonesia# (diakses pada tanggal 12 Mei 2020 pukul 06.28 WITA) 41
Eko Noer Kristiyanto, Urgensi Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Antara Klub Sepak Bola
Dan Pesepakbola Profesional Dalam Rangka Mendukung Pembangunan Ekonomi Nasional, Jurnal
Rechtsvinding, Volume 7, Nomor 1, April 2018, Hal. 29 42
Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan#Pengertian Stakeholder Pemangku
kepentingan adalah terjemahan dari kata stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan
isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini
adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak
buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan,
dan sebagainya. Stakeholder dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan. Menurut ISO 26000
SR, stakeholder didefinisikan “Individu atau kelompok yang memiliki kepentingan terhadap keputusan serta
aktivitas organisasi” sedangkan menurut standar pengelolaan stakeholder AA1000 SES, definisinya adalah
“Kelompok yang dapat mempengaruhi dan/atau terpengaruh oleh aktivitas, produk atau layanan, serta kinerja
organisasi.” (diakses pada tanggal 10 Juni 2020 pukul 14.59 WITA) 43
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/ daring (dalam jaringan),
https://kbbi.web.id/konsolidasi, konsolidasi/kon·so·li·da·si/ n 1 perbuatan (hal dan sebagainya) memperteguh
atau memperkuat (perhubungan, persatuan, dan sebagainya); 2 peleburan dua perusahaan atau lebih menjadi satu
perusahaan. mengonsolidasikan/me·ngon·so·li·da·si·kan/ v memperteguh atau memperkuat (hubungan, persatuan,
dan sebagainya): negara itu mulai ~ pasukan yang ada di daerah perbatasan.
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
16 16
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penggunaan lembaga arbitrase dalam penyelesaian sengketa olahraga serta konflik lain
yang terpaut dengan pembinaan organisasi olahraga telah diatur dalam Pasal 88 UU SKN.
Dengan payung hukum tersebut terbentuklah BAORI serta BAKI dengan memiliki latar
belakang, dasar pembentukan dan tujuan pembentukan masing-masing sebagai lembaga
arbitrase penyelesaian sengketa olahraga di Indonesia.
Dalam menuntaskan sengketa olahraga, kedua belah pihak yang bersengketa wajib
bersepakat dalam menentukan lembaga arbitrase mana yang akan menyelesaikan sengketa
mereka, apakah mau ke BAORI ataupun ke BAKI dan akan tetap memeriksa serta memutus
sengketa yang diajukan kepadanya sesuai dengan kesepakatan para pihak sebagaimana diatur
dalam perjanjian arbitrase. Meskipun memiliki beberapa kewenangan yang sama dalam
menyelesaikan sengketa olah raga, namun tidak terdapat sengketa kewenangan antara BAKI
dan BAORI.
Namun pada realitanya tarik-menarik atau dualisme kepengurusan, saling menggugat
dan mengklaim bahwa badan arbitrasenya-lah yang sah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, tarik-menarik antar kepengurusan, kerap adanya campur tangan
dengan politik, serta sulitnya menentukan dan/atau mengajukan banding atas ketidakpuasan
hasil keputusan lembaga arbitrase sebelumnya ke lembaga tingkat banding serta kerap adanya
campur tangan dengan politik, bukan perihal yang baru dalam pengelolaan olahraga di
Indonesia. Dualisme ini dinilai tidak efektif dan efisien, akan lebih efektif apabila hanya
terdapat satu badan arbitrase yang secara khusus menangani sengketa olahraga di Indonesia.
Kembali lagi bahwa kualitas lembaga arbitrase tidak hanya ditentukan oleh berapa
lama badan arbitrase tersebut berdiri dan kelengkapan serta legalitas dokumen pendirian.
Namun dilihat dari bagaimana cara lembaga arbitrase menyelesaikan sengketa olahraga
dengan dilengkapi arbiter yang mampu memberikan putusan berkualitas sebagai bukti
kualitas nyata dari lembaga arbitrase yang bersangkutan. Sebuah putusan bukan hanya untuk
takar-menakar sebuah ketentuan hukum, melainkan juga untuk mewujudkan sebuah keadilan
dan kepatutan yang nyata.
2. Saran
Indonesia harus segera mengakhiri dualisme lembaga yang terjadi pada lembaga
arbitrase olahraga. Hal ini bisa ditempuh dengan cara mengonsolidasikan kedua lembaga
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
17 17
yaitu BAORI dengan BAKI, menjadikannya hanya satu lembaga arbitrase olahraga saja
dan/atau meniadakan sama sekali kedua lembaga arbitrase olahraga yang lama kemudian
membentuk lembaga arbitrase olahraga yang benar-benar baru, agar penyelesaian sengketa
olahraga di Indonesia lebih efektif dan efisien serta dengan memasukkan lebih banyak arbiter
yang berkualitas baik yang masih baru atau yang telah lama menjadi Arbiter sesuai dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh lembaga arbitrase olahraga tersebut. Seperti halnya
kebijakan ini telah diambil oleh CAS sebagai pusat arbitrase sengketa olahraga di seluruh
dunia yaitu dengan cara memasukkan lebih banyak arbiter sehingga para pihak lebih banyak
pilihan arbiter yang berkualitas untuk menyelesaikan sengketa olahraga yang mana hal ini
bernilai efektif dan efisien. Alangkah lebih baiknya pula sengketa olahraga yang dialami oleh
para atlet atau para pihak yang berkecimpung di dunia keolahragaan Indonesia dan ditangani
oleh lembaga arbitrase yang ada, bisa memisahkan diri dari segala bentuk campur tangan
kaum politik baik dalam proses penyelesaian sengketanya maupun dalam pengambilan
putusan oleh para Arbiter.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Basarah, Moch. 2011. Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Tradisional dan
Modern (Online). Bandung: Genta Publishing.
Diantha, I Made Pasek, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori
Hukum Jakarta: Prenada Media Group.
Emirzon, Joni. 2011. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Harahap, M. Yahya, 2003, Arbitrase: Ditinjau dari RV, Peraturan Prosedur BANI, ICSID,
UNCITRAL, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral
Award, Jakarta, Pustaka Kartini.
Hassan Sadhily, 1997, Ensiklopedi Indonesia. Jakarta, Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Marwan, M. Jimmy, P. 2009. Kamus Hukum. Surabaya, Reality Publisher.
Muchti, Fajar. Achmad, Yulianto, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
R. Subekti, 1980, Kumpulan Karangan Hukum Perikatan, Arbitrase, dan Peradilan,
Bandung, Alumni.
Rachmadi Usman, 2013, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
18 18
Salim H. S, 2004, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Jakarta, Sinar
Grafika.
Soekamto, Soerjono. Mamudji, Sri, 2006, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Cetakan 9, Jakarta: Rajawali Press.
Soetandyo Wignjosoebroto. Irianto, Sulistyowati. Shidarta (ed.), 2017, Metode Penelitian
Hukum; Konstelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Subekti. 1992. Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta.
Sudargo Gautama, 1976, Kontrak Dagang Internasional, Bandung, Alumni.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951);
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Keolahragaan
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan
Olahraga
Anggaran Dasar dan Anggran Rumah Tangga KONI Tentang Badan Arbitrase Olahraga
(AD/ART KONI)
Peraturan Ketua BAORI Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Hukum Acara BAORI
Putusan Pengadilan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-XII/2014 Tentang Pengujian Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional Terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Surat Keputusan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) SK Nomor
SKEP/152/DPH/1977
Keputusan Nomor 03/KI-KOI/IV/2010 Tentang pembentukan Badan Arbitrase Keolahragaan
Indonesia (BAKI)
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
19 19
Jurnal
Abdurrasyid, H. Priyatna. 1996. Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan
Internasional di luar Pengadilan. Makalah. Semarang.
Eko Noer Kristiyanto, “Urgensi Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Antara Klub
Sepak Bola Dan Pesepakbola Profesional Dalam Rangka Mendukung
Pembangunan Ekonomi Nasional”, Jurnal Rechtsvinding, Volume 7, Nomor 1,
April 2018.
Internet
Abi Jam’an Kurnia, SH., Penyelesaian Sengketa Keolahragaan di Indonesia, Hukum Online,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt568a0640f3042/penyelesaian
-sengketa-keolahragaan-di-indonesia/
Actio, Efektivitas BAORI Dalam Penyelesaian Sengketa Mutasi Atlet, Ap-Lawsolution
https://ap-lawsolution.com/id/actio/efektivitas-baori-dalam-penyelesaian-
sengketa-mutasi-atlet-2/
Ali, Dualisme Arbitrase Olahraga Indonesia Harus Diakhiri, Hukum Online,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52948f516fcf8/dualisme-arbitrase-
olahraga-indonesia-harus-diakhiri
Ananda W. Teresia, KOI Bentuk Badan Arbitrase Olahraga, Tempo.co,
https://bola.tempo.co/read/392914/koi-bentuk-badan-arbitrase-olahraga
GAW/FD, Arbitrase Sebagai Salah Satu Alternative Penyelesaian Sengketa Diluar
Pengadilan (Angkatan Keempat), Hukum Online
https://www.hukumonline.com/talks/baca/lt54c06922d0403/arbitrase-sebagai-
salah-satu-alternatif=penyelesaian-sengketa-diluar-pengadilan-angkatan-keempat/
Hilman Miladi, Tumpang Tindih Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia,
Kompasiana.com,https://www.kompasiana.com/primata/550eac6d813311b72dbc6
3a1/tumpang-tindih-badan-arbitrase-olahraga-di-indonesia#
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/ daring (dalam jaringan),
https://kbbi.web.id/afiliasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/ daring (dalam jaringan),
https://kbbi.web.id/konsolidasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi online/daring (dalam jaringan),
https://kbbi.web.id/partikelir
Peneliti BALITBANGKUMHAM, Eksistensi BAORI Perlu Diperkuat,
https://www.balitbangham.go.id/detailpost/peneliti-balitbangkumham-eksistensi-
baori-perlu-diperkuat
Rahmat Sulistiyo, Berkenalan dengan NDRC, Calon Lembaga Arbitrase PSSI, Pandit
Football, http://www.panditfootball.com/pandit-
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) Volume 1, Issue 1, October 2020
20 20
sharing/210079/PSH/170929/berkenalan-dengan-ndrc-calon-lembaga-
arbitrasepssi
SCN, Menyikapi Dualisme Arbitrase Dalam Sengeketa Olahraga, AP-Lawsolution https://ap-
lawsolution.com/id/actio/menyikapi-dualisme-arbitrase-dalam-sengketa-olahraga/
Situs resmi BAORI http://baori.id/wordpress/sejarah/
Situs resmi BAORI http://baori.id/wordpress/visi-dan-misi/
Tempo.co, BAKI Sosialisasikan Pentingnya Lembaga Arbitrase Olahraga,
https://sport.tempo.co/read/1172255/baki-sosialisasikan-pentingnya-lembaga-
arbitrase-olahraga/full&view=ok
Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Afiliasi
Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pemangku_kepentingan#Pengertian_stakeholder