Doc. Skripsi Hukum

Embed Size (px)

Citation preview

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DIKAPAL TERHADAP RESIKO BAHAYA DI LAUT PADA PT. PELAYARAN INDONESIA ( PELNI ) SEMARANG

SKRIPSI : Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh : Viky Ratna Wulandari 3450403013 Ilmu Hukum / SI

JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia Skripsi pada: Hari Tanggal : Kamis : 19 Juli 2007

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Sugito, S.H NIP.130529532

Pujiono, S.H NIP. 132207403

Mengetahui: Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

Drs. Slamet Sumarto, M.Pd NIP. 131570070

ii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada: Hari Tanggal : :

Penguji Skripsi

Ubaidillah Kamal

Anggota I

Anggota II

Drs. Sugito, S.H NIP.130529532

Pujiono, S.H NIP. 132207403

Mengetahui: Dekan,

Drs. Sunardi M.M NIP. 130367998

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 2007

Viky Ratna Wulandari NIM. 3450403013

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto : Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.(QS. Al Insyiroh: 68). Bahan bakar utama untuk mempercepat laju perkembangan kita adalah persediaan pengetahuan kita, dan remnya adalah kekurangan imajinasi dalam diri kita. Sumber daya utamanya adalah manusia yang berkemampuan, bersemangat, dan manusia yang mempunyai harapan. (Julian Simon, 1981. The Ultimate Resourse. Pricenton: Pricenton University Press).

Skripsi

ini

kupersembahkan

untuk

orang-orang

yang

mempunyai tempst istimewa dihatiku: Ayah dan Bundaku terhormat, yang selalu merangkai doa untuk keberhasilan studiku Mentari hidupku Agus Adriyanto SN, terima kasih atas semua kebahagiaan, kesetiaan dan kasih sayang yang tiada henti mengalir untukku. Thank for all Kakak-kakakku tersayang, Heru adi N, S.E dan Ruly Dwi ABA, S.Kom Seluruh keluarga di Klaten dan Semarang, yang telah memberikan perhatian dan dukungan Almamaterku, Universitas Negeri Semarang

v

PRAKATA

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul Pelaksanaan Perlindungan Hukum Tenaga kerja di kapal terhadap resiko bahaya di laut Pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang. Skipsi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dan bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Drs.H. Sunardi, M.M, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial. 3. Drs.Slamet Sumarto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum. 4. Dra.Martitah, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum. 5. Drs. Sugito, S.H, selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, semangat dan masukan. 6. Pujiono, S.H, selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, semangat dan masukan. 7. Bapak Liharto, MBA, selaku Pimpinan PT.PELNI cabang Semarang, Bapak Bambang selaku Kepala Operasional PT.PELNI, dan Bapak Sutoyo selaku Kepala Bagian Umum, beserta seluruh pegawai PT.PELNI terima kasih telah memberikan ijin dan membantu dalam melakukan penelitian di PT.PELNI. vi

8. Seluruh Nahkoda dan Anak Buah Kapal (ABK) pada kapal milik PELNI. 9. Ayah dan Bundaku yang dengan ikhlas selalu mendoakan putrinya agar menjadi manusia yang beriman serta berguna bagi keluarga, bangsa, dan negara. 10. Seluruh keluargaku di Klaten dan Semarang yang telah memberikan dukungan, dan perhatian baik moril maupun materiil. 11. Kekasihku Agus Adriyanto SN terima kasih atas semua kesabaran, kesetiaan dan pengorbananmu yang tiada henti mengalir, bagai sang mentari yang tiada mengenal lelah menyinari dunia. Thanks for all 12. Sahabat-sahabatku: Guntar, Indri, Bayu, Atif, Linda, Nanul, Nuria dan semua teman-teman jurusan Ilmu Hukum SI angkatan 2003, terima kasih atas persahabatan kita selama ini. 13. Teman-teman Kost HE terima kasih atas bantuan, doa, support kalian, serta kebersamaannya selama ini. 14. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penyusunan skripsi ini. Penulis tidak akan melupakan jasa baik semuanya, dan semoga Allah SWT membalas amal dan budi baiknya dengan balasan yang setimpal. Mudahmudahan apa yang penulis tuangkan dalam skripsi ini dapat menambah informasi dan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semarang, 2007

Viky Ratna Wulandari NIM. 3450403013

vii

SARI Viky Ratna Wulandari. 2007. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja dikapal terhadap Resiko Bahaya dilaut Pada PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang. Program Studi Ilmu Hukum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Drs. Sugito, S.H dan Pujiono, S.H. 135 h. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Tenaga Kerja Dikapal Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dikapal berarti berkaitan mengenai hak-hak tenaga kerja dikapal setelah mereka melakukan kewajibannya. PT. Pelayaran Nasional Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi laut. Dimana tenaga kerjanya terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu tenaga kerja Organik dan Non Organik. Dalam hal ini pelaksana-an perlindungan tenaga kerja dikapal baik dari segi perjanjian kerja laut, upah, waktu kerja dan cuti, kesehatan dan keselamatan kerja maupun tunjangan diberi-kan berdasarkan golongan dan upah diberikan seperti Pegawai Negeri. Padahal dalam Pelayaran seorang tenaga kerja dikapal (Nahkoda maupun Anak buah kapal) merupakan ujung tombak Perusaaan apalagi mengingat sifat pekerjaannya menuntut jauh dari keluarga. Maka dari itu, dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap tenaga kerja dikapal Perusahaan Pelayaran dalam hal ini PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) harus sesuai dengan Undangundang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan dan Peraturan Pelaksanaan tentang Kecelakaan Kapal. Selain itu, Perusahaan harus mengingat sifat pekerjaan dan resiko bahaya dilaut yang sangat besar sehingga menuntut seorang tenaga kerja dikapal jauh dari keluarga. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1). Bagaimanakah bentuk pelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja dikapal terhadap resiko bahaya dilaut pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang?, (2). Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dikapal di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) dan Cara penyelesaiannya?, Penelitian ini bertujuan: (1). Untuk mengetahui dan memahami tentang bentuk pelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja dikapal, apabila terjadi resiko bahaya dilaut di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI), (2). Untuk mengetahui hambatanhambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja dikapal dan cara penyelesaiannya. Penyusunan skripsi ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini berlokasi di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Cabang Semarang yang terletak di Jln. Mpu Tantular No.25-27 Semarang. Fokus Penelitian ini adalah: (1). Bentuk Pelaksanaan Perlindungan Hukum terhadap tenaga kerja dikapal, (2) Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perlindungan hukum dan cara penyelesaiannya. Sumber Data yang diperoleh dari 15 (lima belas) responden yang terbagi dalam: 3 (tiga) Nahkoda dan 12 (dua belas) Anak Buah Kapal (ABK) pada Kapal KM.Lawit, KM.Sirimau, dan KM. Binaiya serta 3 (tiga) informan yaitu Kepala Cabang, Kepala Operasional, dan Kepala Bagian Umum. Alat dan teknik pengumpulan data diperoleh dari: (1). Wawancara dengan Responden dan Informan untuk viii

memperoleh data dan informasi tentang pelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja dikapal dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dikapal, (2). Dokumentasi untuk memperoleh data tentang pelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja dikapal terhadap resiko bahaya dilaut. Objektivitas dan keabsahan data menggunakan Teknik Trianggulasi dengan menggunakan perbandingan. Analisis data berlangsung secara interaktif, dimana pada setiap tahapan kegiatan tidak berjalan serasi, analisis data melalui kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau verifikasi data. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja dikapal pada PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) jika dilihat dari: (1). Segi perjanjian kerja laut, Segi perjanjian kerja laut, jika dilihat dari perlindungan hukum tenaga kerja dilaut kaitannya dengan resiko bahaya dilaut maka tidak mencerminkan kepastian hukum yang pasti. Sebab, di perjanjian kerja laut hanya menyebutkan secara umum tidak secara detail.. (2). Segi Upah kerja, PT. PELNI belum sesuai PP No. 7 tahun 2000 tentang Kepalautan karena untuk tenaga kerja non organik upah diberikan jauh lebih sedikit tidak sebanding dengan resiko bahaya dilaut. (3). Segi Hak waktu kerja, Istirahat, dan cuti. PT. PELNI telah dapat melaksanakan ketentuan dalam Pasal 79 ayat (2) UU Nomor 13 tentang ketenagakerjaan. Dimana hak waktu kerja, Istirahat, dan cuti diberikan sama. Sebab, pada dasarnya sifat pekerjaaannya 24 jam. (4). Segi kesehatan dan keselamatan kerja, PT. PELNI telah sesuai dengan ketentuan dari UU No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kapal dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pelaksanaan tentang kecela-kaan Pelaut. (5). Segi Tunjangan-tunjangan, dalam hal tunjangan tenaga kerja di kapal PT. PELNI telah memberikan tunjangan kepada tenaga kerja dikapal dan Dalam hal Ganti rugi PT. PELNI telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pelaksanaan tentang kecelakaan Pelaut. Dalam Pelaksanaan Perlindungan hukum mengalami hambatanhambatan yang ditimbulkan dari tenaga kerja dikapal yaitu kurangnya kesadran hukum para tenaga kerja dikapal dan Serikat pekerja (SP) dikuasai oleh tenaga kerja didarat atau dikantor. Hambatan dari pihak Perusahaan yaitu kurangnya kesadaran perusahaan akan pentingnya tenaga kerja dikapal dalam pelayaran. Hambatan dari pihak Pemerintah yaitu sikap Pemerintah yang pasif dalam merespon permasalahan yang berkaitan dengan jasa transportasi laut. Berdasarkan hasil Penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perlindungan hukum sudah sesuai tetapi belum maksimal. Keadaan tersebut dapat dilihat dari segi perjanjian kerja laut, upah kerja, waktu kerja, cuti, kesehatan dan keselamatan kerja serta tunjangan dan ganti rugi. Dalam pelaksanaan perlindungan hukum mengalami hambatan baik dari pihak tenaga kerja dikapal, pihak Perusahaan maupun pemerintah. Adanya hambatan dalam pelaksanaan perlindungan hukum diselesaikan secara musyawarah secara mufakat. Saran peneliti, untuk Perusahaan agar lebih meningkatkan lagi kesejahte-raan tenaga kerja dikapal dengan mengingat sifat pekerjaan mereka memiliki resiko bahaya yang sangat besar dan harus jauh dari keluarga. Selain itu, agar Pemerintah lebih aktif dan memperhatiakan nasib tenaga kerja dikapal. Sehingga, dengan demikian dapat menyeimbangkan antara hak dan kewajiban msing-masing pihak dapat terpenuhi.

ix

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................. PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................. PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................ PERNYATAAN......................................................................................... MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. PRAKATA................................................................................................. SARI........................................................................................................... DAFTAR ISI.............................................................................................. DAFTAR TABEL...................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1 Latar Belakang Masalah............................................... 1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah............ 1.2.1 Identifikasi Masalah............................................ 1.2.2 Pembatasan Masalah ........................................... 1.3 Perumusan Masalah ..................................................... 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................... 1.6 Sistematika Skripsi....................................................... BAB II PENELAAH KEPUSTAKAAN .................................................... i ii iii iv v vi viii x xiv xv xvi 1 1 5 5 6 7 8 8 10 12

x

2.1 Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga kerja dikapal ....................................................................... 2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum ..................... 2.1.2 Tujuan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Dikapa .............................................................. 2.1.3 Bentuk Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Dikapal ............................................................. 2.1.4 Pengertian Tenaga Kerja .................................. 2.2 Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Pelayaran............ 2.2.1 Perusahaan Pelayaran....................................... 2.2.2 Nahkoda ........................................................... 2.2.3 Pengusaha Kapal .............................................. 2.2.4 Awak Kapal atau Anak Buah Kapal (ABK) .... 2.3 Hak dan Kewajiban Anak Buah Kapal ..................... 2.3.1 Hak-hak Anak Buah Kapal .............................. 2.3.2 Kewajiban Anak Buah Kapal........................... 2.3.3 Hal-hal Mengenai Ganti Rugi Anak Buah Kapal ................................................................ 2.3.4 Pihak-pihak Yang Menerima Ganti Rugi......... 2.4 Perjanjian Kerja Laut ................................................ 2.4.1 Pengertian......................................................... 2.4.2 Bentuk dan Isi Perjanjian Kerja Laut ............... 2.5 2.6 Bahaya-bahaya Di Laut............................................. Pertanggungan Laut ................................................. xi 35 37 38 38 40 42 44 14 19 20 20 22 25 26 26 26 35 l13 12 12

2.7

Kerangka Teori..........................................................

45

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 3.1 3.2 Dasar Penelitian ................................................................. Lokasi Penelitian................................................................

47 47 47 48 48 51 53 53 56 57 57

3.3 Fokus atau Variabel Penelitian........................................... 3.4 Sumber Data Penelitian......................................................

3.5 Alat dan Teknik Pengumpulan Data ..................................... 3.6 Objektivitas dan Keabsahan Data ......................................... 3.7 Model Analisis Data.............................................................. 3.8 Prosedur Penelitian ...........................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 4.1 Hasil Penelitian .................................................................. 4.1.1 Gambaran Umum PT. Pelayaran Nasional

Indonesia (PELNI) Semarang ................................... 4.1.2 Pelaksanaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Dikapal Pada PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI)..................................................................... 4.1.3 Hambatan Dalam Pelaksanaan Perlindungan

57

72

Hukum Tenaga Kerja Dikapal Pada PT.Pelayaran Nasional Indonesai (PELNI) .................................... 4.2 Pembahasan........................................................................ 98 113

xii

4.2.1 Pelaksanaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Dikapal Pada PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) .................................................................... 4.2.2 Hambatan Dalam Pelaksanaan Perlindungan 113

Hukum Tenaga Kerja Dikapal Pada PT.Pelayaran Nasional Indonesai (PELNI) dan Cara 123 132 132 134

Penyelesaiaannya ...................................................... BAB V PENUTUP...................................................................................... 5.1 Simpulan ............................................................................... 5.2 Saran...................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN..................................................................................................

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kondisi Tenaga kerja Dikapal Berdasarkan Status Pekerjaan .... Tabel 2 Jumlah Anak Buah Kapal (ABK) Berdasarkan Kelompok Kerja............................................................................................ Tabel 3 Kondisi Tenaga Kerja Dikapal Berdasarkan Usia KM.Sirimau................................................................................. Tabel 4 Kondisi Tenaga Kerja Dikapal Berdasarkan Usia KM.Lawit..... Tabel 5 Kondisi Tenaga Kerja Dikapal Berdasarkan Usia KM.Binaiya................................................................................. Tabel 6 Kondisi Upah Tenaga Kerja Dikapal Berdasarkan Golongan .... Tabel 7 Kriteria Ganti Rugi karena Anak Buah Kapal (ABK) Cacat ...... 71 82 97 70 71 70 68

xiv

DAFTAR GAMBAR Halam an

Gambar 1 Bagan Kerangka Teoritik ......................................................... Gambar 2 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif............ Gambar 3 Struktur Organisasi PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang................................................................... Gambar 4 Dokumen foto Lokasi Penelitian.............................................. Gambar 5 Dokomen Foto Wawancara dengan Capten Muljono AR........ Gambar 6 Dokumen Foto dengan salah satu anak buah kapal ................. Gambar 7 Dokumen Foto Wawancara dengan Capten BB. Petrus Selaku Nahkoda KM.Lawit...................................................... Gambar 8 Dokumen foto alat pemadam kebakaran di KM.Sirimau......... Gambar 9 Dokumen foto alat keselamatan di KM.Sirimau...................... Gambar 10 Dokumen foto alat kemudi Kapal ............................................ Gambar 11 Dokumen foto tempat istrirahat Nahkoda ................................

45 55

65 185 185 186

186 187 187 188 188

xv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Pedoman Wawancara ............................................................ Lampiran 2 Data Responden .................................................................... Lampiran 3 Data Informan ....................................................................... Lampiran 4 Contoh Perjanjian Kerja Laut................................................ Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian............................................................... Lampiran 6 Rencana Kedatangan dan Pemberangkatan Kapal................ Lampiran 7 Contoh Hasil Laporan Pemberangkatan Kapal ..................... Lampiran 8 Ship Particulars Kapal KM. Sirimau..................................... Lampiran 9 Ship Particulars Kapal KM. Lawit ........................................ Lampiran 10 Ship Particulars Kapal KM.Binaiya...................................... Lampiran 11 Ship Conditional (Kondisi keadaan kapal) KM.Lawit.......... Lampiran 12 Crew Lift Kapal KM.Sirimau ............................................... Lampiran 13 Crew Lift Kapal KM.Lawit................................................... Lampiran 14 Surat Laut .............................................................................. Lampiran 15 Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan ................ Lampiran 17 Faximiles Tranmission (Emergency Call Air Tawar ............ Lampiran 18 Faximiles Transmission (Tarip Kepelabuhan Yang Berlaku Di Pelabuhan Tanjung Mas ..................................... Lampiran 19 Memorandum Surat-surat Kapal KM.Binaiya ...................... Lampiran 20 Perpanjangan Sertifikat ILR dan PMK Binaiya.................... Lampiran 21 Ijin Berlayar .......................................................................... Lampiran 22 Surat Keterangan Selesai KM.Binaiya.................................. xvi 174 175 176 178 179 139 153 154 155 159 161 162 163 164 165 166 167 169 171 172 173

Lampiran 23 Tarif Dasar Pelayanan Jasa Labuh dan Tambat untuk Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri..................................... Lampiran 24 Pemberitahuan Rencana Kedatangan Kapal Binaiya............ Lampiran 25 Tarif Tiket Kapal Penumpang Dari Tanjung Emas Semarang............................................................................... Lampiran 26 Contoh Formulir Permohonan Tiket Cuma-Cuma................ Lampiran 27 Dokumen (Foto) Penelitian ................................................... 184 185 186 180 181

xvii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini masalah ketenagakerjaan di bidang jasa transportasi semakin ramai dibicarakan di Indonesia, apalagi akhir-akhir ini banyak terjadi musibah yang bertubi-tubi menimpa jasa transportasi di Indonesia baik yang bergerak di darat, laut, maupun udara. Sebagai contoh, kecelakaan tenggelamnya kapal KM Senopati, hilangnya pesawat adam air yang sampai sekarang tidak dapat ditemukan, terbakarnya KM Levina I dengan disusul tenggelamnya kapal, dan terbakarnya pesawat garuda Indonesia di Jogja, dan sebagainya. Menyangkut masalah musibah pasti ada pihak yang dirugikan baik dari pihak pengguna jasa maupun pemberi jasa. Oleh sebab itu, perlindungan hukum sangat berperan penting untuk melindungi khususnya untuk tenaga kerja atau pekerja. Mengingat pentingnya peranan tenaga kerja atau pekerja dalam suatu perusahaan tidak akan bejalan tanpa adanya campur tangan tenaga kerja atau pekerja. Setiap pekerjaan baik di darat, laut, udara pasti ada resikonya. Dalam hal ini jenis pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja atau pekerja di kapal mempunyai resiko bahaya yang besar di dalam melaksanakan tugasnya pada saat berlayar. Dalam hal resiko bahaya di laut yang sewaktu-waktu dapat menimpa tenaga kerja di kapal maka perusahaan pelayaran harus memperhatikan atau memberikan perlindungan secara jelas tanpa mengurangi hak tenaga kerja atau pekerja sedikit pun demi memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya. 1

2

Menurut Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan kapal, disebutkan ada 5 macam kecelakaan kapal yang sering terjadi yaitu: 1. Kapal tenggelam 2. Kapal terbakar 3. Kecelakaan kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan kerugian harta benda 4. Kapal Tubrukan 5. Kapal kandas, dan sebagainya. Sedangkan, menurut Baharudin Lopa (1984: 6571) menyebutkan bahwa resiko bahaya di laut tidak hanya disebabkan oleh kelalaian manusia (pelaut) maupun tua usia kapal yang digunakan akan tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak disebutkan dalam perjanjian kerja laut antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Angin laut Hantu laut Gurita besar Laso angin Kala-kala Batu karang Tubrukan perahu

Mengingat resiko bahaya di laut sangat besar maka perusahaan pelayaran harus memberikan atau menjamin perlindungan hukum tenaga kerja di kapal yang berkaitan dengan resiko bahaya di laut tanpa terkecuali. Selain itu, seorang yang bekerja di kapal pasti jauh atau meninggalkan keluarga mereka untuk waktu yang lama. Maka Perusahaan harus dapat memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban tenaga kerja baik kepada nahkoda maupun anak buah kapal. Misalnya: memberikan tunjangan kepada keluarga tenaga kerja atau pekerja, memberikan tunjangan hari tua, dan sebagainya.

3

Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja atau pekerja berarti membahas hak dan kewajiban tenaga kerja atau pekerja tanpa terkecuali. Artinya hak-hak tenaga kerja atau pekerja setelah tenaga kerja melaksanakan kewajibannya. Hak dan kewajiban pekerja dituangkan dalam perjanjian kerja yang dibuat antara perusahaan dengan tenaga kerja tanpa adanya paksaan. Dimana perjanjian kerja merupakan awal dimulai hubungan kerja. Hak tenaga kerja di kapal menurut Pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 Tentang Kepelautan, meliputi: Hak atas upah, hak atas tempat tinggal dan makan, hak cuti, hak waktu sakit atau kecelakaan. Perjanjian kerja menjadi sarana dalam mewujudkan perlindungan hukum bagi tenaga kerja atau pekerja. Perjanjian kerja untuk tenaga kerja yang bekerja di darat diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan perjanjian kerja untuk tenaga

kerja/pekerja di kapal terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Perjanjian kerja yang dilakukan tenaga kerja di kapal dengan perusahaan pelayaran disebut Perjanjian kerja laut. Perjanjian kerja laut adalah perjanjian kerja perorangan yang dibuat antara seorang pengusaha kapal di satu pihak dan seorang di pihak lain, dengan mana pihak tersebut terakhir menyanggupi untuk bertindak di bawah pengusaha itu melakukan pekerjaan dengan mendapat upah, sebagai nahkoda atau anak buah kapal. (Pasal 395 Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Sedangkan, menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan hanya memberikan pengertian secara eksplisit dan singkat mengenai perjanjian kerja laut. Perjanjian kerja laut adalah perjanjian yang

4

ditandatangani oleh pelaut Indonesia dengan perusahaan pelayaran. Salah satu perusahaan pelayaran di Indonesia yang bergerak di bidang pengangkutan penumpang dan barang adalah PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI), yang memiliki kurang lebih 27 kapal. Perjanjian kerja yang digunakan di PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) untuk tenaga kerja di kapal menggunakan perjanjian kerja laut secara tertulis. Perjanjian kerja laut untuk tenaga kerja di kapal dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu perjanjian kerja laut untuk nahkoda, perjanjian kerja laut untuk anak buah kapal. (Djoko Triyanto, 2005:46). Sedangkan, Perjanjian kerja laut jika dikelompokkan dari ikatan kerjanya ada 3 (tiga) macam yaitu Perjanjian kerja laut yang diselenggarakan untuk waktu tertentu, waktu tidak tentu, dan perjanjian untuk satu atau beberapa perjalanan. (Pasal 398 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Maka dengan adanya perjanjian kerja laut, PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) harus menjamin kepastian hukum khususnya untuk tenaga kerja atau pekerja di kapal. PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) telah memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya, akan tetapi tidak semua tenaga kerja pada PT..Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) dijamin atau diberi fasilitas yang sama, seperti: tunjangan untuk keluarga, tunjangan hari tua, dan lainlain. Namun, pemberian fasilitas maupun tunjangan di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) didasarkan menurut golongan atau kelas jabatan tenaga kerja di kapal. Belum lagi anak buah kapal tidak semua masuk dalam Organisasi serikat pekerja yang menjadi sarana penyalur aspirasi tenaga kerja di kapal. Mengingat persoalan ketenagakerjaan bukan semata-mata

5

melindungi pihak yang lemah tetapi setidak-tidaknya dapat memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban tenaga kerja di kapal. Jika dilihat dari salah satu tujuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diantaranya adalah agar pekerja mendapat jaminan kesejahteraan yang meliputi jaminan kesehatan, dan jaminan keselamatan kerja, waktu kerja serta mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kerja Maka dalam lingkup tenaga kerja laut juga harus diberikan hak-hak pekerjanya sesuai dengan sifat pekerjaan mereka yang tetap harus diperhatikan sehingga mereka dapat terlindungi oleh hukum sehingga seorang tenaga kerja tidak diperlakukan semena-mena atau dieksploitasi oleh pengusaha yang hanya mencari keuntungan pribadi saja tanpa memperhatikan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi tenaga kerjanya. Selain itu, untuk mengetahui apakah perusahaan memasukkan semua tenaga kerjanya ke dalam organisasi serikat pekerja, sebab pada dasarnya kebanyakan masalah hukum yang terjadi dalam lingkungan laut jarang terekspos. Selain itu, adanya dorongan sangat minimnya atau kurangnya pengetahuan masyarakat akan pandangan bahwa bekerja dilaut itu enak dan tidak ada resiko yang besar. Keadaan tersebut dapat ditinjau dari bentuk pelaksanaan perlindungan hukumnya, baik dari segi perjanjian kerja, upah pekerja maupun tunjangan lainnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berkeinginan mengadakan penelitian guna mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dikapal terhadap resiko bahaya di laut pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang.

6

1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah 1.2.1 1dentifikasi Masalah Dalam rangka pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja/pekerja berarti membahas hak dan kewajiban tenaga kerja/pekerja tanpa terkecuali. PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) memang telah memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya, akan tetapi tidak semua tenaga kerja pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) dijamin atau diberi fasilitas yang sama, seperti: tunjangan untuk keluarga, tunjangan hari tua, dan lain-lain. Namun, pemberian fasilitas maupun tunjangan di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) didasarkan menurut golongan atau kelas jabatan tenaga kerja di kapal. Belum lagi anak buah kapal tidak semua masuk dalam Organisasi serikat pekerja yang menjadi sarana penyalur aspirasi tenaga kerja di kapal. Mengingat persoalan ketenagakerjaan bukan semata-mata melindungi pihak yang lemah tetapi setidak-tidaknya dapat memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban tenaga kerja di kapal. Sebelum penulis melangkah lebih lanjut maka terlebih dahulu perlu membatasi ruang lingkup pembahasannya. Adapun ruang lingkup pembahasannya akan berkisar pada masalah perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Mengingat saat ini masalah ketenagakerjaan bermacammacam mulai dari perlindungan hukum tenaga kerja, upah dan juga tentang serikat pekerja yang berpangkal pada kesejahteraan karena saat ini tenaga kerja merupakan salah satu hal pokok dalam proses, namun

7

saat ini terdapat sebagian pengusaha yang memandang tenaga dari tenaga kerja itu hanya dari segi ekonomi saja. Padahal tenaga dari tenaga kerja tersebut erat melekat dalam pribadi tenaga kerja itu sendiri. Dengan demikian perlakuan pengusaha terhadap buruh itu sendiri yang berarti ada korelasi yang erat antara perlakuan tenaga dari tenaga kerja itu sendiri, oleh karena itu persepsi dan pengertian pengusaha terhadap tenaga kerja lebih manusiawi. Dengan demikian perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) harus dapat menjamin adanya kepastian hukum. 1.2.2 Pembatasan Masalah Berbicara mengenai ketenagakerjaan tentunya ada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya yang akan menimbulkan terselenggaranya hubungan ketenagakerjaan. Para pihak yang dimaksud adalah

Perusahaan Pelayaran dengan tenaga kerja di kapal atau anak buah kapal di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Dalam hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, secara yuridis pekerja dipandang sebagai orang yang bebas karena prinsip negara kita tidak seorangpun boleh diperbudak. Secara sosiologis, pekerja itu tidak bebas sebagai orang yang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi pekerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan yang tersedia. Akibatnya tenaga kerja sering kali diperas oleh pengusaha dengan upah yang relatif kecil dan tidak ada jaminan yang diberikan.

8

Dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka Penulis memberikan pembatasan masalah yaitu Perlindungan hukum yang diberikan PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Maka dari itu penulis ingin membahas lebih dalam tentang skripsi yang berjudul pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dikapal terhadap resiko bahaya di laut pada PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang. 1.3 Perumusan Masalah Agar pokok permasalahan dari suatu penelitian dapat terarah, maka permasalahan yang ada harus dapat dibuat perumusannya dengan jelas. Untuk itu terlebih dahulu diketahui pengertian masalah. Menurut Winarno Surachmad (1970:33), masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya. Didasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: 1.3.1 Bagaimanakah bentuk pelaksanaan perlindungan hukum tenaga kerja di kapal (ABK) terhadap resiko bahaya dilaut pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang? 1.3.2 Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal di PT.Pelayaran penyelesaian ? 1.4 Tujuan Penelitian Nasional Indonesia (PELNI) dan cara

9

Berbicara tentang tujuan penelitian, menurut Sofyan Effendi dan Masri Singarimbun mengatakan bahwa tujuan penelitian adalah menerangkan fenomena-fenomena sosial dan memahami fenomena tersebut kadang dihubungkan dengan fenomena yang lain. (Sofyan Effendi dan Masri Singarimbun, 1982:2). Sedangkan Menurut Soetrisno Hadi, tujuan penelitian adalah suatu riset, khususnya ilmu pengetahuan empirik pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran dari suatu pengetahuan. (Hadi 1980:60). Dengan tujuan penelitian, diharapkan dapat memberi arah bagi peneliti dalam melangkah. Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1 Untuk mengetahui dan memahami tentang bentuk pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kerja di kapal, apabila terjadi resiko bahaya laut di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). 1.5.2 Untuk mengetahui dan memahami hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kerja di kapal di PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) dan cara penyelesaiannya. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun dengan adanya penelitian mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal terhadap resiko bahaya di laut pada PT.

10

Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) diharapakan memberi manfaat dan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis, antara lain sebagai berikut: 1.6.1 Manfaat Teoritis a. Untuk pengembangan ilmu khususnya Hukum dagang dan Hukum Ketenagakerjaan mengenai pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi tenaga kerja di kapal terhadap resiko bahaya di laut pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) di Fakultas Ilmu Sosial Prodi Hukum Universitas Negeri Semarang. b. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk dijadikan arah penelitian yang lebih lanjut pada masa yang akan datang. 1.6.2 Manfaat Praktis a. Bagi Perusahaan, berguna untuk memberikan informasi supaya lebih ditingkatkan dalam memberikan perlindungan hukum para

pekerjanya yang bekerja di perusahaan lebih diperhatikan dan lebih diutamakan tanpa adanya diskriminasi sosial. Selain itu untuk memberitahukan pentingnya memberikan jaminan sosial kepada para tenaga kerja. b. Bagi Penulis, berguna untuk menambah wawasan dan cakrawala pengetahuan dalam memahami pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kerja di kapal pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang. c. Bagi masyarakat maupun mahasiswa, berguna untuk menambah pengetahuan dan untuk lebih mudah memahami tentang bentuk perjanjian kerja laut dan bentuk pelaksanaan perlindungan hukum

11

bagi tenaga kerja di kapal. Sehingga dapat membedakan antara perjanjian kerja yang dilakukan di perusahaan di darat dengan perjanjian kerja yang dilakukan di laut. d. Bagi Pemerintah, agar dapat menindak secara adil terhadap pengusaha atau perusahaan yang memperlakukan tenaga kerjanya tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku tanpa terkecuali. Dan lebih menjamin kepastian hukum terhadap nasib tenaga kerja atau pekerja.

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan yang memudahkan jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan skripsi. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.7.1 Bagian Pendahuluan Skripsi, berisi tentang Halaman judul, halaman pengesahan, sari, motto dan persembahan, prakata, daftar isi, daftar lampiran 1.7.2 Bagian Skripsi terdiri dari: BAB I mengenai Pendahuluan, bagian ini berisi tentang Latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

sistematika penulisan skripsi. BAB II mengenai Penelaahan kepustakaan, bagian ini akan menganalisa masalah yang akan dibahas. Berisi kerangka pemikiran atau teori-teori yang berkaitan dengan pokok masalah yang akan

12

diteliti yang memuat mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang. BAB III mengenai Metode penelitian, bagian ini berisi tentang dasar penelitian, lokasi penelitian, fokus atau variabel penelitian, sumber data penelitian, alat dan teknik pengumpulan data, objektivitas dan keabsahan data, model analisis data, prosedur penelitian. BAB IV mengenai Hasil Penelitian dan Pembahasan, bagian ini menyajikan hasil penelitian lapangan dan pembahasan yang akan menghubungkan fakta atau data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan yang meliputi: gambaran umum PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) cabang Semarang, pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Tenaga kerja di kapal terhadap resiko bahaya di laut pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI), Hambatan-hambatan Pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kerja di kapal pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) serta cara penyelesaiannya. BAB V mengenai Penutup, bagian ini berisikan tentang

kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan kristalisasi dari hasil penelitian dan pembahasan, disamping itu juga merupakan landasan untuk mengemukakan saran. Saran meliputi aspek operasional dan aspek kebijaksanaan. 1.7.3 Mengenai bagian akhir skripsi, berisi daftar pustaka dan lampiranlampiran yang digunakan sebagai acuan untuk menyusun skripsi.

BAB II PENELAAH KEPUSTAKAAN

2.1 Perlindungan Hukum terhadap tenaga kerja di kapal 2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengertian Perlindungan hukum adalah tindakan melindungi atau memberikan pertolongan dalam bidang hukum (WJS. Purwodarminto, 1959:224). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang dimaksud perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pelaksana lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau adat yang berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (Negara). Sedangkan, hukum menurut Sungkono, S.H pada dasarnya merupakan perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat dipenuhi secara teratur agar tujuan-tujuan kebijaksanaan publik dapat terwujud di dalam masyarakat. Berbicara perlindungan hukum berarti membahas tentang hak dan kewajiban tenaga kerja. 13

14

Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan hak bekerja dalam perusahaan, apalagi mengingat resiko bahayanya, maka pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja di kapal haruslah sesuai dengan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Untuk menjamin hak-hak tenaga kerja di kapal tersebut, maka perlu dilakukan upaya pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal tanpa terkecuali. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dituangkan dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi: Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Dalam hal ini PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) harus memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja di kapal sesuai dengan jenis pekerjaannya. Meskipun hanya seorang pelayan akan tetapi juga harus tetap diperhatikan. Mengingat peranan tenaga kerja sangat penting demi kelancaran perusahaan. Tenaga kerja di kapal harus memperoleh hak-hak mereka secara penuh, begitu juga sebaliknya tenaga kerja juga harus memenuhi kewajibannya dengan baik pula. Sehingga, akan tercipta hubungan kerja yang dinamis antara perusahaan dengan pihak tenaga kerja. Jadi perlindungan hukum tidak hanya semata-mata memberikan perlindungan.

15

2.1.2 Tujuan Perlindungan Hukum tenaga kerja di kapal Tujuan Perlindungan hukum sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam

mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Mengingat pentingnya peran tenaga kerja atau pekerja di kapal dalam sebuah perusahaan, maka tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tanpa harus membedakan satu dengan yang lain karena pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan. Selain itu, dengan mengingat tenaga kerja di kapal memiliki resiko yang sangat besar dan sifat pekerjaannya menuntut untuk jauh dari keluarga mereka. Dengan begitu jika adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban maka hubungan kerja dapat berjalan dengan lancar. Pada dasarnya dalam hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, secara yuridis pekerja dipandang sebagai orang yang bebas karena prinsip negara kita tidak seorangpun boleh diperbudak. Secara sosiologis, pekerja itu tidak bebas sebagai orang yang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi pekerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan yang tersedia. Akibatnya tenaga kerja sering kali diperas oleh pengusaha

16

dengan upah yang relatif kecil dan tidak ada jaminan yang diberikan. Selain itu, tenaga kerja di kapal memiliki resiko yang sangat besar dan sifat pekerjaannya menuntut untuk jauh dari keluarga mereka. Mengingat hal tersebut perusahaan harus memberikan kepastian hukum kepada tenaga kerja atau pekerja di kapal. Dengan adanya kejelasan tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal dapat memberikan kepastian hukum yang jelas dalam pelaksanaannya sehingga tenaga kerja tidak dirugikan. 2.1.3 Bentuk Perlindungan hukum tenaga kerja di kapal Bentuk jaminan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja diatur dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan antara lain: 1. Waktu Kerja Waktu kerja diatur dalam Pasal 77 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjan. Oleh sebab, itu setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja,

sebagaimana dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, pengusaha wajib memberikan waktu cuti dan istirahat kepada pekerja. Hal tersebut diatur dalam pasal 79 ayat (2) yaitu: 1). Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tidak termasuk jam kerja.

17

2). Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. 3). cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. 4) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan, dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dari kedelapan masingmasing 1 (satu) bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. 2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pengertian Keselamatan kerja (Sumakmur, 1987:1) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaanya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Obyek keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di permukaan air, di dalam air dan di udara. Sedangkan Pengertian Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan yang sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal (Depnaker, 1994/1995:11). Adapun tujuan upaya keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi keselamatan tenaga kerja di kapal guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian

18

bahaya di tempat kerja, pomosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. (Abdul hakim 2003:65). Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Pasal 86 ayat (1), (2), (3), Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu: 1). Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: (1). keselamatan dan kesehatan kerja (2). moral dan kesusilaan (3). perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama 2) Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. 3). Perlindungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan tertentu.

Ketentuan

peraturan

perundang-undangan

mengenai

keselamatan kerja di kapal pada umumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Ordonansi Kapal 1935 (Staatblad, 1935). Pada Pasal 14 Ordonansi kapal mengatur agar pemerintah dapat menetapkan ketentuan yang diperlukan sehubungan dengan tempat tinggal anak buah kapal, cara-cara perawatan pelaut dan ketentuan keselamatan selama tinggal dan bekerja di kapal. Jadi setiap perusahaan perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Apalagi mengingat resiko tenaga kerja di kapal sangat berat.

19

3. Pengupahan Pengupahan merupakan sebagai salah satu aspek penting dalam perlindungan hukum tenaga kerja atau pekerja. Besarnya upah yang diperoleh anak buah kapal (ABK) didasarkan atas perjanjian kerja laut, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan, dan Peraturan gaji pelaut. Upah tenaga kerja di kapal tersebut didasarkan atas: (1). 8 jam kerja setiap hari (2). 44 jam perminggu (3). Istirahat sedikitnya 10 jam dalam jangka waktu 24 jam (4). Libur sehari setiap minggu (5). Ditambah harihari libur resmi (Pasal 21 ayat (1), (2) PP Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan). Ketentuan di atas tidak berlaku bagi pelaut muda, artinya mereka berumur antara 16 tahun sampai 18 tahun tidak boleh bekerja melebihi 8 jam sehari dan 40 jam seminggu serta tidak boleh dipekerjakan pada waktu istirahat, kecuali dalam pelaksanaan tugas darurat demi keselamatan berlayar. Dalam perjanjian kerja laut upah yang dimaksud tidak termasuk tunjangan atas upah lembur atau premi sebagaimana diatur dalam Pasal: 402, 409, dan 415 KUH Dagang. Adapun dasar perlindungan upah, antara lain:

20

(1). Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tetang persetujuan Organization Konvensi (ILO) International Nomor 100 Labour mengenai

Pengupahan bagi pekerja laki-laki dan wanita untuk Pekerjaan yang sama. (2). Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (3). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. (4). Peraturan Menteri Tenaga kerja Nomor PER01/MEN/1999 tentang Upah minimum jo. Surat Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 tentang Perubahan Pasal 1, pasal 3, pasal 4, pasal 8, pasal 11, pasal 20, dan pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga kerja Nomor PER01/MEN/1999 tentang Upah minimum. (5). Surat edaran Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Nomor SE-01/MEN/1982 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981. 4. Bentuk lain dari perlindungan hukum tenaga kerja dinyatakan dalam Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial (Jamsostek).

21

Jaminan sosial adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja yaitu kecelakaan, cacat, sehat, hari tua, dan meninggal dunia. ( Pasal 1 angka (1) Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan sosial). Jaminan sosial (Jamsostek) sangat penting bagi pekerja, bahkan apabila pekerjaan tersebut memiliki resiko yang sangat besar yang mungkin dialami oleh tenaga kerja atau pekerja di kapal yaitu: kecelakaan, cacat, sehat, hari tua, dan meninggal dunia sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja melalui program jaminan sosial (Jamsostek). 2.1.4 Pengertian Tenaga Kerja Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat. Istilah tenaga kerja sering dirancukan dengan buruh, karyawan, atau pekerja. Istilah buruh di telinga rasanya kurang tepat, karena seakan-akan ada sistem kelas dalam masyarakat yang bernada merendahkan sebagian kecil atau lainnya. Penggunaan kata buruh pada kenyataannya diterapkan untuk orang yang melakukan pekerjaan kasar,

22

seperti: kuli panggul atau bongkar muat, tukang, mandor. Namun sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, istilah buruh tersebut tetap digunakan lagi, dalam hal ini pemerintah menitik beratkan pada substansi bukan istilah. Dalam istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Pelayaran Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran, tenaga kerja yang akan bekerja di kapal harus memenuhi syarat minimal yaitu sehat jasmani dan rohani, dan untuk menjadi seorang pelaut sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan, maka diperlukan ijasah atau sertifikat yang sesuai dengan jabatan atau kedudukannya di kapal, baik sebagai nahkoda atau anak buah kapal (ABK). Yang dimaksud dengan Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau ketrampilan sebagai anak buah kapal. (Djoko Triyanto 2005:9). Sedangkan anak buah kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil 2.2 Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Pelayaran 2.2.1 Perusahaan Pelayaran Pengertian Perusahaan Perkapalan terdapat dalam pasal 323 sampai 340f KUHD, ada 24 buah pasal. Perusahaan Pelayaran (Rederij) adalah suatu badan yang menjalankan perusahaan dengan cara

23

mengoperasikan kapal atau usaha lain yang erat hubungannya dengan kapal. (H.M.N Purwosutjipto,2000: 80). 1). Syarat Perusahaan Pelayaran Dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1969 tentang Perhubungan laut yang berisi ketentuan mengenai perusahaan pelayaran harus memenuhi syarat-syarat: a. a). merupakan perusahaan pelayaran milik negara. b). merupakan perusahaan milik pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. c). merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas. b. memiliki satuan-satuan kapal lebih dari satu unit dengan jumlah minimal 3.000 m3 isi kotor dengan memperhatikan syarat-syarat teknis/nautus perhitungan untung rugi. c. tersedianya modal kerja yang cukup untuk kelancaran usaha d. melaksanakan kebijaksanaan angkutan laut nusantara Bila persyaratan sebagaimana tersebut diatas sudah dipenuhi, maka perusahaan pelayaran dikenai kewajiban-kewajiban antara lain: a. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam surat perjanjian. b. mengumumkan kepada umum mengenai peraturan perjanjian kapal, tarif dan syarat-syarat pengangkutan. c. menerima pengangkutan penumpang, barang, hewan, dan pos satu dan yang lain sesuai dengan persyaratan teknis kapal.

24

d.

memberikan prioritas kepada pengangkutan barang-barang sandang pangan lain sesuai dengan persyaratan teknis bahanbahan industri dan eksport.

e. memberitahukan kepada pejabat yang ditunjuk oleh menteri Perhubungan, tarif pengangkutan yang dipergunakan,

manifest dan keanggotaan Conference atau bentuk kerjasama lainnya. Dan lain-lain. (Djoko Triyanto, 2005:30-31). 2). Jenis-jenis Pelayaran Menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969, jenis-jenis pelayaran dibagi dalam 3 kelompok, antara lain: (1). Pelayaran dalam negeri a. Pelayaran nusantara, yaitu pelayaran antar pulau antar pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan. b. Pelayaran lokal atau pelayaran jurusan tetap, yaitu bertugas menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri, dengan menggunakan kapal-kapal di bawah tonase 175 BRT. c. Pelayaran rakyat, yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan perahu layar tradisional d. Pelayaran penundaan laut, yaitu pelayaran nusantara dengan menggunakan tongkang-tongkang yang ditarik oleh kapalkapal tunda (tugboat). (2). Pelayaran luar negeri

25

a. Pelayaran samudra dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhanpelabuhan negara tetangga yang tidak lebih dari 3000 mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia (tanpa memandang jurusan). b. Pelayaran samudra, yaitu pelayaran dari dan ke luar negeri yang bukan pelayaran samudra dekat. (3). Pelayaran khusus, yaitu merupakan pelayaran dalam dan luar negeri dengan menggunakan kapal-kapal pengangkut khusus untuk pengangkutan hasil industri, pertambangan dan hasilhasil usaha lainnya yang bersifat khusus. Misalnya: minyak bumi, batu bara. 2.2.2 Nahkoda Ketentuan Pasal 341 dan Pasal 377 KUHD menyebutkan bahwa nahkoda adalah Pemimpin kapal, yaitu seorang tenaga kerja yang telah menandatangani perjanjian kerja laut dengan perusahaan pelayaran sebagai nahkoda, yang memenuhi syarat dan tercantum dalam sijil anak buah kapal sebagai nahkoda ditandatangani dengan mutasi dari perusahaan dan pencantuman namanya dalam surat laut. (Djoko Triyanto, 2005:32). Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari diatas kapal mempunyai jabatan penting: 1). Nahkoda sebagai Pemimpin kapal Tugasnya selaku pemimpin kapal, mengandung arti nahkoda merupakan pemimpin tertinggi dalam mengelola, melayarkan dan

26

mengarahkan kapal tersebut. Demikian pula, setiap anak buah kapal akan turun ke darat bila kapal sedang berlabuh, maka ia harus meminta ijin lebih dahulu kepada nahkoda, dan jika ijin tersebut ditolaknya, maka nahkoda harus menulis dalam buku harian kapal dengan alasan yang cukup sebagaimana ditentukan pada pasal 385 KUHD. Selain itu nahkoda harus melayarkan kapalnya dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, tepat waktu, praktis, dan selamat. 2). Nahkoda sebagai pemegang kewibawaan umum a. kewibawaan terhadap semua pelayar, artinya : semua orang yang berada di kapal, wajib menuruti perintahperintah nahkoda guna kepentingan keselamatan atau ketertiban umum. b. kewibawaan disiplin terhadap anak buah kapal, artinya : para awak kapal berada dibawah perintah nahkoda. 3). Nahkoda sebagai jaksa atau abdi hukum. Di tengah laut nahkoda wajib menyelidiki atau mengusut kejahatan yang terjadi di dalam kapalnya : a. mengumpulkan bahan-bahan mengenai peristiwa yang terjadi. b. menyita barang-barang yang dipakai dalam peristiwa itu c. mendengar para tertuduh dan saksi dan membuat berita acara keterangannya.

27

d.

mengambil kebutuhan.

tindakan

terhadap

tertuduh,

menurut

Misal: mengasingkannya ( menutup ) di

dalam kamar tutupan. e. menyerahkan tertuduh dengan bahan-bahannya kepada Pengadilan negeri di pelabuhan pertama yang disinggahi. Nahkoda wajib pula mencatat peristiwanya dan tindakantindakan yang telah diambilnya di dalam daftar hukuman. (Djoko Triyono, 2005:34) 4). Nahkoda sebagai pegawai catatan sipil Apabila selama dalam pelayaran ada seseorang anak lahir atau seseorang meninggal di kapal, nahkoda harus membuatkan aktaakta pencatatan sipil yang bersangkutan di dalam buku harian kapal. a. Pada kelahiran Apabila ada seorang anak lahir, nahkoda harus membuat akta kelahiran di dalam buku harian kapal, dalam waktu 24 jam, dengan dihadiri oleh si ayah dan dua orang saksi. b. Pada Kematian Apabila ada seorang meninggal dunia di kapal, nahkoda harus membuat akta kematian juga dalam waktu 24 jam dengan dihadiri pula oleh dua orang saksi. Sebab-sebab kematian tidak boleh disebut dalam akta itu, tetapi nahkoda wajib mencatat di dalam buku hariannya. Jika ada seseorang yang jatuh di laut maka nahkoda tidak

28

selalu membuat akta kematian, berhubungan dengan kemungkinan si korban akan mencapai kapal lain atau daratan. Dalam hal sebaliknya, nahkoda harus membuat akta tersebut serta menyebutkannya dengan jelas di dalam buku harian kapal, mengenai tempat dimana kecelakaan itu terjadi, keadaan cuaca, berapa lama telah dicari, ada kapal lain di dekatnya, dan sebagainya. 5). Nahkoda sebagai notaris Dalam pasal 947, 950 dan 952 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan bahwa, bilamana nahkoda dapat bertindak sebagai notaris dalam pembuatan surat wasiat seseorang di atas kapal. Surat warisan itu kemudian ditandatangani oleh pewaris yang ada, nahkoda dan dua orang saksi. Pembuatan surat wasiat tersebut didasarkan atas keadaan yang tidak dimungkinkan si pewaris menemui pejabat yang berwenang. Surat wasiat hanyalah berlaku sementara waktu saja, sebab apabila si pewaris itu meninggal dunia lebih dari 6 bulan setelah pembuatan surat wasiat itu, maka surat itu tidak berlaku lagi. 2.2.3 Pengusaha Kapal Pengusaha kapal (Reder) adalah seseorang yang mengusahakan kapal untuk pelayaran di laut dengan melakukan sendiri pelayaran itu, ataupun menyuruh melakukannya oleh seorang nahkoda yang bekerja

29

padanya. (Pasal 320 Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Pada lazimnya seorang pengusaha dalam menjalankan usahanya mempunyai tujuan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnnya dengan biaya dan tenaga atau modal yang sekecil-kecilnya. Dalam praktik sering terjadi pemilik kapal menyewakan kapalnya pada orang lain yang akan bertindak sebagai pengusaha kapal, atau dapat juga menjalankan sendiri kapalnya dan ia bertindak sebagai nahkoda. 2.2.4 Awak kapal atau anak buah kapal (ABK) Anak buah kapal adalah semua orang yang berada dan bekerja di kapal kecuali nahkoda, baik sebagai perwira , bawahan (kelasi) atau supercargo yang tercantum dalam sijil anak buah kapal dan telah menandatangani perjanjian kerja laut dengan perusahaan pelayaran. Adapun syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi untuk dapat bekerja sebagai anak buah kapal sesuai dengan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan, antara lain: 1). memiliki sertifikat keahlian pelaut dan/ atau sertifikat keterampilan pelaut. 2). berumur sekurang-kurangnya 18 tahun 3). sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang khusus dilakukan untuk itu. 4). disijil 2.3 Hak dan Kewajiban Anak Buah Kapal 2.3.1 Hak hak Anak Buah Kapal

30

Pada dasarnya hak-hak anak buah kapal, baik itu nahkoda, kelasi adalah sama, walaupun ada perbedaan sedikit namun tidak begitu berarti. Hak disebutkan dalam pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2000 tentang Kepelautan antara lain: 1). Hak atas Upah Besarnya upah yang diperoleh anak buah kapal didasarkan atas perjanjian kerja laut, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan, dan tidak bertentangan dengan Peraturan gaji pelaut. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1), (2), PP No.7 tahun 2000, Upah tersebut didasarkan atas: a. 8 jam kerja setiap hari b. 44 jam perminggu c. Istirahat sedikitnya 10 jam dalam jangka waktu 24 jam d. Libur sehari setiap minggu e. Ditambah harihari libur resmi Ketentuan di atas tidak berlaku bagi pelaut muda, artinya mereka berumur antara 16 tahun sampai 18 tahun tidak boleh bekerja melebihi 8 jam sehari dan 40 jam seminggu serta tidak boleh dipekerjakan pada waktu istirahat, kecuali dalam pelaksanaan tugas darurat demi keselamatan berlayar. Dalam perjanjian kerja laut upah

31

yang dimaksud tidak termasuk tunjangan atas upah lembur atau premi sebagaimana diatur dalam Pasal: 402, 409, dan 415 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Biasanya jumlah upah yang diterima anak buah kapal paling sedikit adalah yang sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian kerja laut, kecuali upah yang dipotong untuk hal-hal yang sudah disetujui oleh anak buah kapal tersebut atau pemotongan yang didasarkan pada hukum yang berlaku. Pengaturan mengenai pemotongan tersebut menurut Pasal 1602r Kitab Undangundang Hukum Perdata, adalah sebagai berikut: a. Ganti rugi yang harus dibayar b. Dendadenda yang harus dibayar kepada perusahaan yang harus diberi tanda terima oleh perusahaan (Pasal 1601s KUHPerdata) c. Iuran untuk dana (Pasal 1601s Kitab UndangUndang Hukum Perdata). d. Sewa rumah atau lainlain yang dipergunakan oleh anak buah kapal di luar kepentingan dinas. e. Uang Muka (Persekot) atas upah yang telah diterimanya. f. Harga pembelian barangbarang yang dipergunakan oleh anak buah kapal di luar kepentingan dinasnya. g. Kelebihan pembayaran upah-upah yang lalu.

32

h. Biaya pengobatan yang harus dibayar oleh anak buah kapal (Pasal 416 Kitab Undang-undang Hukum Dagang) i. Istri atau anggota keluarga lainnya sampai dengan keempat dengan jumlah maksimum 2/3 dari upah (Pasal 444-445 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Selain, Pemotongan-pemotongan tersebut diatas, maka besarnya upah anak buah kapal juga dapat berkurang disebabkan, antara lain: a. Denda oleh nahkoda sesuai dengan peraturan perundangundangan. b. Pengurangan upah karena sakit yang sampai membuat anak buah kapal tidak dapat bekerja c. Perjalanan pelayaran terputus. d. Ikatan kerja terputus karena alasanalasan yang sah. Selain itu juga harus diperhatikan bahwa upah anak buah kapal dapat bertambah besarnya karena: a. Pengganti libur yang seharusnya dinikmati anak buah kapal, akan tetapi tidak diambilnya (Pasal 409 dan 415 KUH Dagang) atau atas permintaan pengusaha angkutan perairan paling sedikit 20 hari kalender untuk setiap jangka waktu 1 tahun bekerja akan mendapatkan imbalan upah sejumlah cuti yang tidak dinikmati (Pasal 24 Peraturan Pemerintah)

33

b. Pembayaran waktu tambahan pelayaran, jika perjanjian kerja laut untuk suatu pelayaran karena suatu kerusakan, sehingga terpaksa berhenti di pelabuhan darurat (Pasal 423 KUH Dagang) c. Pembayaran kerja lembur, yaitu jam kerja melebihi jam kerja wajib. Khusus untuk upah lembur hari minggu dihitung dua kali lipat pada hari biasa. Menurut Pasal 22 Peraturan Pemerintah No.7 tentang Kepelautan, Perhitungan upah lembur sebagai berikut: Rumus = Upah minimum x 1,25 190 d. Pembayaran istimewa, karena mengangkut muatan berbahaya, menunda menyelamatkan kapal lain atau mengangkut muatan di daerah yang sedang perang, kecuali untuk tugas negara (Pasal 452f Kitab Undangundang Hukum Dagang) e. Mengemban tugas yang lebih tinggi yang tidak bersifat insidentil, seperti Mualim II (Pasal 443 Kitab Undangundang Hukum Dagang). f. Kenaikan upah minimum yang ditetapkan oleh negara. g. Kelambatan pembayaran upah dari waktu biasa (Pasal 1801/ dan 1602n Kitab Undang-undang Hukum Perdata, jika itu sebagai akibat dari kelalaian perusahaan pelayaran

34

(Pasal 1602q Kitab Undangundang Hukum Perdata dan Pasal 452c Kitab Undang-undang Hukum Dagang) h. Tidak diberikan makanan sebagaimana ditetapkan yang menjadi hak anak buah kapal ( Pasal 436 dan 437 Kitab Undangundang Hukum Dagang) 2). Hak atas tempat tinggal dan makan Peraturan mengenai hak tempat tinggal dan makan bagi anak buah kapal diatur pada pasal 436-438 Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Pasal 13 Schepelingen Ongevalien (S.O) 1935. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, anak buah kapal berhak atas tempat tinggal yang baik dan layak serta berhak atas makan yang pantas yaitu cukup untuk dan dihidangkan dengan baik dan menu yang cukup bervariasi setiap hari. Ketentuan ini dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan pasal 25, yaitu: a. pengusaha atau perusahaan angkutan di perairan wajib menyediakan makanan, alat-alat pelayanan dalam jumlah yang cukup dan layak untuk setiap pelayaran bagi setiap anak buah kapal. b. makanan harus memenuhi jumlah, serta nilai gizi dengan jumlah minimum 3.600 kalori perhari yang diperlukan anak buah kapal agar tetap sehat dalam melakukan tugasnya.

35

c. air tawar harus tetap tersedia di kapal dengan cukup dan memenuhi standar kesehatan. Apabila ketentuan diatas dilanggar maka dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum, dimana anak buah kapal dapat melakukan pemaksaan terhadap perusahaan pelayaran untuk membayar ganti rugi terhadap kerugian yang diderita. 3). Hak Cuti Ketentuan yang mengatur hak cuti anak buah kapal terdapat dalam Pasal-pasal 409 dan 415 KUH Dagang, yang prinsipnya sama dengan cuti yang diberikan kepada tenaga kerja di perusahaan pada umumnya. Pasal 409 KUH Dagang menyebutkan: Bilamana nahkoda atau perwira kapal telah bekerjasealam setahun berturut-turut / terus menerus, maka mereka berhak atas cuti selama 14 hari atau bila dikehendaki pengusaha pelayaran bisa dilakukan dua kali, masing-masing delapan hari. Ini dilakukan mengingat kepentingan operasional kapal atau permintaan nahkoda Hak cuti ini gugur bila diajukan sebelum satu tahun masa kerjanya berakhir. Dan hak ini berlaku untuk perjanjian kerja laut yang didasarkan atas pelayaran. Pasal 415 KUH Dagang menyebutkan: Bilamana anak buah kapal telah bekerja selama setahun terus menerus sedangkan perjanjian kerja lautnya bukan perjanjian kerja laut pelayaran, maka berhak atas cuti 7 hari kerja atau dua kali lima hari kerja dengan upah penuh.

36

4). Hak waktu sakit atau kecelakaan Pengertian sakit dalam perjanjian kerja laut dilihat dari sebabsebabnya antara lain meliputi: (1). Sakit Biasa Seorang anak buah kapal apabila sewaktu bertugas menderita sakit maka berhak atas: a. Pengobatan sampai sembuh, akan tetapi paling lama 52 minggu bilamana diturunkan dalam kapal, demikian juga bila dia tetap berada di kapal berhak mendapatkan pengobatan sampai sembuh (Pasal 416 KUH Dagang) b. Pengangkutan cuma-cuma kerumah sakit atau ke kapal lain di mana ia akan dirawat dan ke tempat ditandatanganinya perjanjian kerja laut (Pasal 416 KUH Dagang) Selama anak buah kapal sakit atau kecelakaan ia berhak atas upah sebesar 80% dengan syarat tidak lebih dari 28 minggu (Pasal 416a KUH Dagang), dan jaminan diperoleh disamping biaya perawatan sampai sembuh. Pasal tersebut mensyaratkan bahwa anak buah kapal mengadakan perjanjian kerja laut untuk waktu paling sedikit satu tahun atau bekerja terus menerus selama paling sedikit satu setengah tahun. Demikian juga sebaliknya, Pasal 416b Kitab Undang-undang hukum dagang menentukan bahwa jika anak buah kapal mengadakan perjanjian kerja laut kurang dari satu tahun, maka ia hanya mendapat

37

perawatan sampai sembuh, dan upah yang diterima diperhitungkan dengan interval waktu tidak kurang dari 4 (empat) minggu tapi tidak lebih dari 26 (dua puluh enam) minggu. Jaminanjaminan dalam hal perawatan dapat ditolak oleh perusahaan pelayaran, apabila: a. Anak buah kapal menolak menghindari pengobatan dokter atau lalai mengobatkan diri ke dokter. b. Anak buah kapal tidak menggunakan kesempatan pengobatan Menurut ketentuan Pasal 416f Kitab undang-undang Hukum Dagang, tunjangan atau upah dapat tidak dibayar oleh perusahaan pelayaran atau dikurangi jumlahnya bila sakitnya atau kecelakaan yang terjadi karena adanya faktor kesengajaan atau akibat kerja yang kasar atau tidak hati-hati dari anak buah kapal. (2). Sakit karena kecelakaan Berdasarkan Pasal 1602 KUHPerdata, Anak buah kapal yang mengalami sakit karena kecelakaan maka berhak atas: a. Tuntutan ganti rugi bila terbukti kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelalaian pihak perusahaan pelayaran b. Jika kecelakaan menimpa anak buah kapal dan mengakibatkan meninggal, maka ganti ruginya diberikan kepada ahli warisnya

38

c. Penggantian akibat kecelakaan ditambah dengan hak-hak atas perawatan. (3). Kapal tenggelam Pada umumnya hampir semua kapal yang beroperasi diasuransikan. Awak kapal termasuk nahkoda dijaminkan pada P & I Club (Protection and Indernity Club). Jaminan yang diberikan kepada anak buah kapal disesuaikan dengan peraturan perundang undangan negara mengenai Anak Buah Kapal yang bersangkutan. Jadi jika kapal tenggelam tidak akan memberatkan pihak perusahaannya. Ketentuan Pasal 452g Kitab Undang-undang Hukum Dagang, bahwa perusahaan wajib memberikan ganti rugi kepada anak buah kapal berupa: a. Jumlah upah sampai dia tiba kembali di tempat dimana perjanjian kerja laut ditandatangani. b. Jumlah upah selama anak buah kapal tersebut belum bekerja paling lama 2 (dua) bulan. c. Ganti rugi akibat kelalaian perusahaan pelayaran berupa barang milik anak buah kapal dan kerugian lain ( Pasal 1602w Kitab undangundang hukum Perdata). d. Bila anak buah kapal meninggal dunia, maka perusahaan pelayaran berkewajiban menanggung biaya penguburan atau pembuangan jenazah ke laut (Pasal 440 Kitab Undang-undang Hukum Dagang)

39

2.3.2 Kewajiban Anak Buah kapal 1). Bekerja sekuat tenaga, wajib mengerjakan segala sesuatu yang diperintah oleh nahkoda. 2). Tidak boleh membawa atau memiliki minuman keras, membawa barang terlarang, senjata di kapal tanpa izin nahkoda ( Pasal 391 Kitab Undang-undang Hukum Dagang). 3). Keluar dari kapal selalu dengan ijin nahkoda dan pulang kembali tidak terlambat (Pasal 385 Kitab Undang-undang Hukum Dagang). 4). Wajib membantu memberikan pertolongan dalam penyelamatan kapal dan muatan dengan menerima upah tambahan (Pasal 452/c Kitab Undang-undang Hukum Dagang) 5). Menyediakan diri untuk nahkoda selama 3 hari setelah habis kontraknya, untuk kepentingan membuat kisah kapal (Pasal 452/b Kitab Undang-undang Hukum Dagang). 6). Taat kepada atasan, teristemewa menjalankan perintah-perintah nahkoda (Pasal 384 Kitab Undang-undang Hukum Dagang). 2.3.3 Hal-hal mengenai ganti rugi Anak Buah kapal Ketentuan yang mengatur ganti rugi jika terjadi kecelakaan kapal terdapat dalam Pasal 10 sampai 14 Schepelingen Ongenvallen Regeling 1940 antara lain: 1). Pengobatan dokter, pemondokan dan perawatan bagi awak kapal dengan cuma-cuma, selama paling lama satu tahun sejak hari kecelakaan.

40

2). Pengangkutan bagi anak buah kapal ke tempat perawatan. 3). Biaya pengangkutan yaitu penghidupan selama perjalanan dari tempat ia dirawat sampai kembali ke tempat perjanjian kerja berakhir. 4). Penguburan dengan cuma-cuma bagi anak buah kapal yang meninggal dunia. 5). Ganti rugi kehilangan perlengkapan karena kecelakaan kapal. 6). Ganti rugi bila awak kapal cacat seumur hidup 7). Ganti rugi untuk cacat sementara besarnya 80% dari upah yang diterima sampai paling lama 26 (dua puluh enam) minggu sejak terjadinya kecelakaan 8). Ganti rugi kepada ahli waris jika awak kapal mengalami kecelakaan sampai meninggal Menurut Peraturan Pelaksanaan tentang kecelakaan Pelaut (Schepelingen Ongevallen Verordening), Pasal 2 ayat (1) menyebutkan: Premi, tunjangan atau pemberian uang lainnya, dengan nama apapun juga, yang dibayarkan kepada pelaut dan tidak dapat dipandang sebagai imbalan pokok pekerjaan biasa yang dilakukan pelaut, tidak diperhatikan dalam menghitung upah termaksud pada pasal 7 ayat 1 sub a Peraturan Kecelakaan Pelaut. Pada Pasal 17 Schepelingen Ongevallen Verordening menyebutkan: 1). Nahkoda kapal yang diwajibkan memberi ganti rugi, jika di kapalnya terjadi kecelakaan, wajib segera singgah di pelabuhan atau tempat terdekat dimana dapat diperoleh pertolongan dokter, jika terjadi kecelakaan berat yang

41

memastikan atau selayaknya harus dipandang, bahwa pertolongan oleh dokter yang berwenang di darat tidak dapat diabaikan. 2). Kecuali jika tidak ada pegawai pengawas di tempat nahkoda kapal yang diwajibkan memberi ganti rugi, dilarang jika suatu kecelakaan menimpa seorang pelaut tanpa izin pegawai pengawas membawa kapal itu keluar pelabuhan atau dengan kapal berangkat ke tempat lain, sebelum pemeriksaan sementara selesai. 2.3.4 Pihak-pihak yang menerima ganti kerugian Bila dalam pelayaran terjadi kecelakaan yang menimpa nahkoda maupun anak buah kapal yang berakibat meninggal dunia, maka tidak semuanya mendapatkan santunan atau ganti kerugian. Menurut Pasal 6 S.O.R (Schepelingen Ongenvallen Regeling 1940) mencantumkan pembatasan siapa saja yang berhak menerima ganti rugi atas kecelakan yang berakibat meninggal dunia. Adapun yang dibatasi siapa saja yang berhak menerima ganti kerugian, yang terdiri dari: 1). Janda, yaitu wanita yang pada waktu kecelakaan menjadi istri dari anak buah kapal tersebut, atau jika anak buah kapal tersebut mempunyai istri lebih dari satu.

42

2). Duda, yang tidak mampu bekerja, jika pada waktu kecelakaan kehidupannya seluruhnya menjadi tanggungan anak buah kapal wanita yang meninggal dunia. 3). Anak yang sah dan diakui sah, dibawah usia 16 tahun yang penghidupannya seluruhnya menjadi tanggungan anak buah kapal yang meninggal dunia. Pembayaran ganti rugi atau santunan batal atau gugur jika terjadi: 1). Kecelakaan yang disebabkan faktor kesengajaan dari anak buah kapal 2). Kecelakaan tersebut semata-mata karena kesalahan besar dari yang tertimpa kecelakaan. 3). Kecelakaan terjadi dan anak buah kapal sedang mabuk atau meminum minuman keras. 2.4 Perjanjian Kerja Laut 2.4.1 Pengertian Perjanjian kerja laut terdapat dalam Pasal 395 Kitab Undangundang Hukum Dagang pada title ke empat Bagian pertama. Jika dibandingkan dengan perjanjian kerja pada umumnya yang diatur dalam Pasal 1601a Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka akan tampak bahwa perjanjian kerja laut merupakan perjanjian perburuhan yang bersifat khusus. Pasal 1601a Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan : Persetujuan perburuhan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si buruh mengikatkan dirinya untuk di bawah

43

perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk sesuatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Sedangkan, Pengertian Perjanjian kerja laut juga diatur dalam Pasal 395 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Pasal 395 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyebutkan: Perjanjian kerja laut adalah perjanjian yang dibuat antara seorang pengusaha kapal di satu pihak dan seorang di pihak lain, dengan mana pihak tersebut terakhir menyanggupi untuk bertindak di bawah pengusaha itu melakukan pekerjaan dengan mendapat upah, sebagai nahkoda atau anak kapal.

Sedangkan menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan, hanya memberikan pengertian secara eksplisit dan singkat yaitu perjanjian kerja laut adalah perjanjian kerja perseorangan yang ditandatangani oleh pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di perairan. Jadi, secara singkat perjanjian kerja laut dapat dikatakan sebagai Perjanjian kerja yang dibuat antara seorang majikan atau pengusaha kapal dengan seseorang yang mengikatkan diri untuk bekerja padanya, baik nahkoda atau anak kapal dengan menerima upah dan perjanjian tersebut harus dibuat atau ditandatangani dihadapan pejabat yang ditunjuk pemerintah serta pembuatannya harus pula menjadi tanggung jawab perusahaan pelayaran. Maksud dari perjanjian kerja dibuat di hadapan pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah (Administratur pelabuhan) adalah agar pembuatan akta perjanjian tersebut harus berdasarkan atas kemauan kedua belah pihak atau tanpa adanya paksaan

44

dan dalam perjanjian tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku. Dengan demikian dalam pelaksanaannya administratur pelabuhan harus memberitahu yang seterang-terangnya. Melakukan perjanjian kerja laut antara pengusaha kapal dengan nahkoda atau perwira kapal harus dibuat secara tertulis, supaya dianggap sah (berlaku) dan ditandatangani oleh kedua belah pihak ( Pasal 399 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ). Melakukan perjanjian kerja laut antara pengusaha kapal dengan anak kapal harus dibuat dihadapan anak kapal, dihadapan syahbandar atau pegawai yang berwajib dan ditandatangani olehnya, pengusaha kapal dan anak buah kapal tersebut (Pasal 400 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Di samping syarat tertulis perjanjian kerja laut harus memenuhi pula ketentuan yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, antara lain: 1). Adanya kesepakatan atau kemauan secara sukarela dari kedua belah pihak. 2). Masing-masing mempunyai kecakapan untuk bertindak. 3). Persetujuan mengenai atau mengandung suatu hak tertentu. 4). Isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

45

2.4.2 Bentuk dan Isi Perjanjian Kerja laut 1). Bentuk Perjanjian Kerja laut Perjanjian kerja laut dapat dilakukan untuk 3 macam ikatan kerja (Pasal 398 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang): a. Perjanjian kerja laut yang diselenggarakan untuk waktu tertentu atau perjanjian kerja laut periode, misal: untuk 2 (dua) tahun, 5 (lima) tahun atau 10 (sepuluh) tahun, dan lainlain. Dalam perjanjian ini para pihak telah menentukan secara tegas menegenai lamanya waktu untuk saling mengikatkan diri, dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. b. Perjanjian kerja laut yang diselenggarakan untuk waktu tidak tertentu.. Dalam perjanjian ini hubungan kerja berlaku terus sampai ada pengakhiran oleh para pihak atau sebaliknya hubungan kerja berakhir dalam waktu dekat (besok), besok lusa dan sebagainya jika memang salah satu pihak ataupun para pihak menghendakinya. c. Perjanjian kerja laut yang diselenggarakan untuk satu atau beberapa perjalanan atau trip adalah perjanjian kerja laut yang diselenggarakan berdasarkan pelayaran yang diadakan perusahaan pelayaran dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain. Kemudian jika ditinjau dari sudut perbedaan perjanjian kerja laut dalam Undang-undang, yaitu menyangkut persoalan alasan-alasan yang

46

sah untuk melakukan pemutusan hubungan kerja, maka perjanjian kerja laut dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu: a. Perjanjian kerja laut untuk nahkoda b. Perjanjian kerja laut untuk anak buah kapal. Dilihat dari pihak yang mengikatkan diri, perjanjian kerja laut terbagi menjadi 2 (dua) yaitu: a. Perjanjian kerja laut pribadi atau perseorangan, yaitu perjanjian kerja laut yang dibuat antara seorang tenaga kerja dengan perusahaan pelayaran. b. Perjanjian kerja laut kolektif, yaitu perjanjian kerja laut yang dibuat antara perusahaan pelayaran atau gabungan

perusahaan pelayaran dengan gabungan tenaga kerja (anak buah kapal), dengan syarat masing-masing pihak harus berbentuk badan hukum. 2). Isi Perjanjian kerja laut Isi dari Perjanjian kerja laut (Pasal 401 Kitab Undang-undang Hukum Dagang) antara lain: a. Nama lengkap, tanggal lahir dan tempat kelahiran dari anak kapal. b. Tempat dan tanggal dilakukan perjanjian. c. Dikapal mana ia akan bekerja d. Perjalanan-perjalanan yang akan ditempuh.

47

e. Sebagai apa ia dipekerjakan atau jabatan tenaga kerja di kapal, baik sebagai nahkoda atau anak buah kapal. f. Pernyataan yang berisi: apakah tenaga kerja tersebut mengikatkan diri untuk tugas-tugas lain selain tugas di kapal. g. Nama syahbandar yang menyaksikan atau mengesahkan perjanjian kerja laut itu. h. Gaji atau upah dan jaminan-jaminan lainnya selain yang harus atau diharuskan oleh Undang-undang. i. Saat perjanjian kerja laut itu dimulai. j. Pernyataan yang berisi: Undang-undang atau peraturan yang berlaku dalam penentuan hari libur atau cuti . k. Tanda tangan tenaga kerja, pengusaha pelayaran dan syahbandar a). Tanggal ditandatanganinya atau disahkannya perjanjian kerja laut tersebut. b). Perihal pengakhiran hubungan kerja. (Djoko Triyono, 2005: 48-49). 2.5 Bahaya-bahaya Di Laut Menurut Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan kapal disebutkan ada 5 macam kecelakaan kapal, yaitu: a. b. c. d. Kapal tenggelam Kapal terbakar Kapal tubrukan Kapal Kandas

48

e. Kecelakaan kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia. Penyebab kecelakaan bermacam-macam, di samping karena kelalaian manusia (Pelaut), juga dapat diakibatkan karena tua usia kapal yang digunakan untuk berlayar, juga ada yang disebabkan karena bahaya laut sebagaimana ditulis Baharudin Lopa (1984; 65-71) , yaitu: a. Angin Topan Angin topan merupakan salah satu bahaya dalam pelayaran, maka kemampuan untuk melihat tanda datangnya angin topan harus dimiliki seorang pelaut. b. Hantu laut Hantu laut adalah bahaya laut yang sering meminta korban anak buah kapal maupun penumpang perahu. Pada umumnya muncul dalam bentuk titik-titik yang menyerupai kunang-kunang yang hinggap di atas tiang layar, yang kemudian dalam waktu beberapa saat saja berubah menjadi air, dan makin lama makin membesar memenuhi seluruh ruangan kapal yang dapat menenggelamkan. c. Gurita besar Gurita besar adalah sejenis binatang laut yang mempunyai jari-jari tiga buah. Besarnya jari-jari sebesar pohon kelapa dan memiliki panjang antara 10-20 meter. d. Laso angin Laso angin biasanya berupa sebatang tetesan hujan raksasa yang tampak turun dari segumpal awan.

49

e. Kala-kala Kala-kala adalah timbul karena pertemuan antar dua aliran arus yang bertentangan yang muncul ke permukaan laut sebagai kolakan atau tirisan putaran angin yang berupa ombak yang berputar-putar. f. Batu karang Batu karang adalah batu karang yang besar-besar sering kali mengandaskan kapal. 2.6 Pertanggungan Laut Pengertian Pertanggungan laut dalam Ilmu hukum lebih luas daripada dalam Ilmu bahasa. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Pertanggungan tidak terbatas pada lingkungan laut saja. 2). Bahaya-bahaya yang ditanggung tidak hanya terbatas pada bahayabahaya yang biasa terjadi dilaut, tetapi mengenai bahaya-bahaya yang biasa terjadi selama berjalannya transport. Pertanggungan laut termasuk jenis pertanggungan kerugian yang merupakan lawan daripada pertanggungan jumlah, yang mempunyai unsur unsur sebagai berikut: 1). Pertanggungan laut mempunyai dua obyek bahaya, yaitu: kapal dan barangbarang muatan. 2). Jumlah bahaya yang dapat dipertanggungkan ada banyak Dicantumkan dalam Pasal 637 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ada yang bersumber dari bahaya alam, misal: gelombang besar,

50

gunung es, hujan deras, bersumber dari orang, misal: nahkoda, anak buah kapal, perompak, bajak laut, dan lain-lain.

2.7 Kerangka Teori Tenaga Kerja/pekerja di Kapal atau Anak Buah Kapal (ABK)

- Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kapal - Undang-undang nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran - Kitab Undangundang Hukum Perdata - Kitab Undangundang Hukum Dagang - PP Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan

Perlindungan Hukum

Mengapa?

Mengingat: - Jenis pekerjaannya memiliki resiko yang besar - Jauh dari keluarga untuk waktu yang relarif lama

- Perjanjian kerja laut - Upah kerja - Hak dan kewajiban Anak buah kapal - Tunjangantunjangan lain terhadap resiko bahaya di laut

Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal atau Anak buah kapal (ABK)

Cara Penyelesaian yaitu secara damai dengan musyawarah mufakat Gambar 1: Bagan Kerangka Teoritik

51

Dalam menempuh suatu pelayaran, sebuah kapal harus mempunyai perangkat atau perlengkapan, antara lain: pengemudi kapal atau yang sering dikenal dengan nahkoda, perwira kapal, dan juga beberapa anak buah kapal (ABK). Tanpa adanya tenaga kerja atau pekerja tersebut tidak mungkin perusahaan pelayaran dapat berjalan. Melihat nasib anak buah kapal yang kurang mendapat perhatian yang layak dari pengusaha dan ditempatkan pada posisinya yang lemah baik segi ekonomi maupun dari segi kedudukan dan pengaruhnya terhadap perusahaan. maka perlindungan hukum merupakan hal yang sangat penting mengingat jenis pekerjaan tenaga kerja di kapal memiliki resiko yang sangat besar dan jauh dari keluarga. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja berarti membicarakan hak dan kewajiban para anak buah kapal (ABK) yang harus diberikan oleh perusahaan. Hak tersebut meliputi: upah kerja, tunjangan-tunjangan tentang resiko bahaya di laut yang tercantum dalam perjanjian kerja laut, ganti rugi dan sebaginya. Dalam rangka pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja, pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Salah satu tujuan ditetapkan Undang-undang tersebut adalah dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan yang sama tanpa diskriminasi atas dasar apapun dan untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Begitu juga dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2004 tentang pelayaran telah memuat tentang perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal.

52

Dalam pelaksanaan perlindungan hukum pasti mengalami hambatanhambatan baik dari pihak tenaga kerja/pekerja di kapal maupun pihak perusahaan. Hambatan-hambatan yang timbul dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja harus diselesaikan secara damai agar kedua belah pihak, agar tidak mengganggu hubungan kerja antara tenaga kerja atau pekerja dengan perusahaan.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Dasar Penelitian Salah satu tahap yang penting dalam melakukan penelitian ilmiah adalah menetapkan metodologi yang tepat sebagai pedoman dalam mengungkap dan mengembangkan hubungan antara teori yang menerangkan suatu fenomena sosial tertentu dengan realitas yang sesungguhnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku berupa kata-kata yang diamati.

(Moleong,2000:3). Dan disini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis. Dengan dasar tersebut, maka penelitian kualitatif diharapkan mampu memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang menentukan pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kerja di kapal di PT.Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Semarang. Sehingga dari data tertulis maupun melalui wawancara ini diharapkan dapat memaparkan secara lebih jelas dan berkualitas. Alasan menggunakan penelitian ini adalah: a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah bila berhadapan dengan kenyataan ganda. b. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan peneliti dan responden.

53

54

c. Metode ini lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama serta pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2000:5). 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan atau tempat dimana seseorang melakukan penelitian. Tujuan ditetapkannya lokasi penelitian adalah agar diketahui dengan jelas obyek penelitian. Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di PT. Pelayaran Nasional Indonesia ( PELNI ) Semarang. Yang terletak di Jalan Mpu Tantular No.25-27 Semarang. Adapun alasan memilih lokasi di PT.PELNI yaitu karena penulis merasa bahwa perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal pada PT. Pelayaran Nasional Indonesia masih perlu diteliti sebab tenaga kerja dikapal harua benar-benar diberikan kepastian hukum yang jelas dengan menginat resiko bahaya dilaut sangat besar. 3.3 Fokus atau Variabel Penelitian Fokus suatu penelitian memiliki dua maksud tertentu. Pertama: Penetapan fokus dapat membetasi studi. Jadi, dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inklusi. Kedua: Penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria-kriteria inklusi-ekslusi atau memasukkan mengeluarkan suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan. (Moleong 2002: 62). Maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: a. Bentuk pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal. b. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perlindungan hukum dan cara