Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG
Laporan Kasus : Tatalaksana Alat Bantu Low Vision pada Pasien Moderate
Visual Impairment dengan Atrofi Papil
Penyaji : Grace Setiawan
Pembimbing : Ine Renata Musa, dr., Sp.M(K)
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing
Ine Renata Musa, dr., Sp.M(K)
Rabu, 16 Desember 2020
Pukul 11.00 WIB
1
Low Vision Management for Moderate Visual Impairment with Optic Atrophy
Abstract Introduction: Optic atrophy is the end stage of a disease process affecting the retinogeniculate portion of the visual pathway. It is characterized by a non-specific sign of optic disc pallor and it can cause variable degrees of visual impairment, ranging from mild, moderate, to severe. Based on World Health Organization (WHO) guidelines, moderate visual impairment is an abnormality in visual function with best corrected visual acuity of 6/18 – 6/60. Low vision will affect patient’s quality of life, hence adequate treatment of low vision is important. Purpose: To report the selection of low vision aid for moderate visual impairment in patient with optic atrophy. Case Report: A 64-year old male came to the Low Vision unit at Cicendo National Eye hospital for a routine check-up for his visual aids. He was using a microscopic spectacles of +16.00 D at the moment, but he still felt unsatisfied with his vision especially when he read the footnote in the bible. His left eye showed no light perception, while the visual acuity of his right eye was 3/25 as shown by ETDRS chart. Near visual examination with Bailey-Lovie chart showed the acuity of 4.0 M / 10 cm for his right eye. The patient was previously diagnosed with keratopathy OS, post transscleral cyclophotocoagulation (TSCPC) et causa secondary glaucoma OS, optic atrophy OD, posterior capsular opacity grade I OD, pseudophakia OD, and last eye OD. The patient did not consent to use any visual aids other than spectacles, so he was prescribed with new spectacles correction. Conclusion: Optic atrophy causes mild to severe irreversible visual impairment. Precise treatment based on the patient’s needs, education, and selection of low vision aids can maximise functional vision and eventually improve the quality of life. Keyword: Low vision, optic atrophy, microscopic spectacles.
I. Pendahuluan
Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi saraf optik yang menunjukkan
gambaran papil berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler, akson,
dan selubung mielin yang digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil merupakan
suatu proses akhir dari kerusakan yang terjadi pada saraf mata dan dapat
menyebabkan gangguan penglihatan dari ringan hingga berat.1,2
Atrofi papil dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun kejadian tertinggi
terjadi pada rentang usia 61-70 tahun. Pria lebih banyak menderita atrofi papil
(54%) daripada wanita. Glaukoma merupakan penyebab tersering dari atrofi papil
2
(58%), diikuti oleh penyebab non-glaukoma seperti trauma, optik neuritis,
sumbatan vena dan retina sentralis, dan papiledema.3,4
Istilah low vision telah dihapuskan dari International Classification of Diseases
11th Revision (ICD-11) dan digantikan dengan visual impairment. Berdasarkan
ICD-11, definisi moderate visual impairment adalah tajam penglihatan <6/18
hingga 6/60 pada mata terbaik dengan koreksi penglihatan terbaik. Gangguan
penglihatan dekat didefinisikan sebagai tajam penglihatan dekat kurang dari N6
(0.8 M) atau N8 (1.0 M) pada jarak 40 cm dengan koreksi terbaik. Berdasarkan data
dari WHO, terdapat sekitar 285 juta orang yang menderita visual impairment di
seluruh dunia, dan 39 juta diantaranya dikategorikan sebagai buta.5,6,7
Gangguan penglihatan pada penderita visual impairment memberikan dampak
terhadap kualitas hidup seseorang. Selain kesulitan dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari, pasien dengan visual impairment seringkali kesulitan untuk
mempertahankan pekerjaan atau melaksanakan hobinya. Tatalaksana secara
holistik diperlukan untuk pasien dengan visual impairment, baik secara medis
berupa terapi serta pencegahan kebutaan lebih lanjut maupun dengan rehabilitasi
dan alat bantu visual.8,9
II. Laporan Kasus
Seorang pria berusia 64 tahun datang ke poliklinik low vision di PMN RS Mata
Cicendo untuk melakukan kontrol kacamata untuk membaca dekat. Pasien terakhir
kali kontrol ke poliklinik low vision dua tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan
dengan koreksi kacamata saat ini, penglihatan masih kurang jelas pada saat
membaca catatan kaki yang tertera pada Alkitab dan merasa pusing pada saat
membaca lebih dari dua halaman. Pasien merupakan pensiunan guru, dengan
aktivitas sehari-hari mendengarkan radio dan membaca Alkitab. Pasien tidak
mengalami masalah dengan keterbatasan penglihatan jauhnya, namun pasien
berharap untuk dapat membaca Alkitab dengan lebih jelas.
Pasien memiliki riwayat terkena pentalan tanah pada mata kirinya pada saat
menggunakan mesin pemotong rumput pada tahun 2017 dan tidak melakukan
pengobatan. Mata kanan pasien mulai buram perlahan sejak tahun 2016 setelah
3
minum alkohol oplosan. Pasien juga memiliki riwayat jatuh dari sepeda motor dan
mata kanannya terbentur trotoar pada tahun 2016. Riwayat hipertensi dan darah
tinggi disangkal oleh pasien.
Pasien telah dilakukan tindakan operasi katarak dan pemasangan lensa
intraokular OD pada bulan Agustus 2018, transscleral cyclophotocoagulation
(TSCPC) OD satu bulan setelahnya di PMN RS Mata Cicendo. Pasien pertama kali
dikonsultasikan ke poliklinik low vision pada bulan November 2018.
Pasien mendapatkan kacamata mikroskopis untuk membaca dekat dengan
ukuran +16.00 D pada tahun 2018 dari poliklinik low vision. Pasien merasa nyaman
menggunakannya untuk membaca Alkitab dengan ukuran yang besar, namun
kesulitan saat membaca catatan kaki yang berukuran kecil. Pasien sudah pernah
mencoba menggunakan hand magnifier dan stand magnifier namun pasien tidak
merasa nyaman menggunakan kedua alat tersebut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal, tekanan
darah 120/90 mmHg, nadi 82x/menit, RR 16x/menit, dan temperatur 36.4o C. Hasil
pemeriksaan refraktometer pada mata kanan adalah S +0.25 C -0.50 X 117 dan no
target pada mata kiri. Pemeriksaan tajam penglihatan jauh menggunakan early
treatment diabetic retinopathy study (EDTRS) menunjukkan visus dasar 3/25 pada
mata kanan yang tidak maju dengan pemberian pinhole dan no light perception
(NLP) pada mata kiri.
Pemeriksaan penglihatan dekat dengan menggunakan kartu baca dekat Bailey
Lovie tanpa menggunakan koreksi jauh adalah 4.0M / 10cm. Penglihatan dekat
dengan menggunakan koreksi terbaik dengan penambahan adisi +3.00 D adalah 3.2
M / 30 cm. Pemeriksaan tajam penglihatan dekat dengan menggunakan kacamata
mikroskopis +20.00 D adalah 0.63 M / 5 cm.
Tabel 2.1 Data Pemeriksaan pasien di Poliklinik Low Vision Tanggal
Periksa
Tajam Penglihatan
Dasar Jauh
Tajam Penglihatan
Dasar Dekat
Tajam Penglihatan Dekat
dengan Koreksi
16/11/18 4/16 ph tidak maju 5 M / 30 cm Adisi +3.00 : 3.2 M / 30 cm
4
Lensa mikroskopis +16.00 D :
1.0 M / 6 cm
23/09/20 4/40 ph tidak maju 4.0 M / 17 cm Adisi +3.00 : 3.2 M / 30 cm
Adisi +4.00 : 3.2 M / 17 cm
Lensa mikroskopis +16.00 D :
1.2 M / 7 cm
04/09/20 3/25 ph tidak maju 4.0 M / 10 cm Adisi +3. 00 : 3.2 M / 30 cm
Lensa mikroskopis +16.00 D :
1.2 M / 7 cm
Lensa mikroskopia +20.00 D :
0. 63 M / 5 cm
Pemeriksaan penglihatan warna dengan menggunakan Ishihara pada mata kanan
adalah 14/14 plate. Pemeriksaan kontras dengan Hiding Heidi menunjukkan nilai
25% pada mata kanan dengan jarak 3 meter. Pemeriksaan amsler grid pada mata
kanan tidak didapatkan skotoma maupun metamorfopsia. Pemeriksaan lapang
pandang dengan Bernel pada kanan ditemukan luas lapang pandang atas 300, bawah
200, medial 200, dan temporal 200.
Pada pemeriksaan segmen anterior, posisi bola mata adalah orthotropia dengan
gerakan bola mata baik ke segala arah. Pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan non-contact tonometer (NCT) pada mata kananan adalah 11 mmHg
dan mata kiri dengan palpasi adalah N. Pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp
pada mata kanan dan kiri menunjukkan hasil: palpebra superior dan inferior
tenang/tenang, konjungtiva tenang/tenang, kornea 11mm/sulit dinilai (sdn) dan
jernih/keratopati, kedalaman bilik mata depan Van Herrick grade III dengan
flare/cell -/- pada mata kanan dan sdn pada mata kiri, pupil bulat, refleks cahaya
turun/turun pada mata kanan dan sdn pada mata kiri, sinekia -/sdn, lensa posterior
chamber intraocular lens (PC IOL) +/sdn.
Pasien telah menjalani pemeriksaan ocular coherence tomography (OCT) dan
pemeriksaan USG di PMN RS Mata Cicendo. Hasil dari pemeriksaan OCT
menunjukkan adanya peningkatan average RNFL thickness yakni 60 µm pada mata
kanan, dan hasil USG menunjukkan kesan kekeruhan vitreus ringan et causa sel
radang dengan diagnosis banding fibrosis vitreus.
5
Gambar 2.1 Pemeriksaan OCT Mata Kanan
Gambar 2.2 Pemeriksaan USG Mata Kanan
Pasien didiagnosis dengan moderate visual impairment et causa atrofi papil OD
+ pseudofakia OD + posterior capsular opacity grade I OD + last eye OD +
keratopati OS + post TSCPC et causa glaukoma sekunder OS.
6
III. Diskusi
Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi saraf optik yang menunjukkan
gambaran papil berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler, akson,
dan selubung mielin yang digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil dapat terjadi
pada satu ada dua mata, dan derajat keparahannya bergantung pada penyebabnya.
Atrofi papil merupakan suatu proses akhir dari kerusakan yang terjadi pada saraf
mata dan dapat menyebabkan gangguan penglihatan dari ringan hingga berat.
Kerusakan saraf nervus optikus yang disebabkan oleh atropi papil bersifat
ireversibel, namun penyakit yang mendasari kerusakan harus ditangani dengan baik
untuk mencegah kerusakan saraf yang lebih luas.1-4
World Health Organization (WHO) pada ICD 11 membagi derajat visual
impairment menjadi derajat ringan, sedang, berat, dan kebutaan. Mild visual
impairment didefinisikan tajam penglihatan yang lebih buruk atau sama dengan
6/12. Moderate visual impairment didefinisikan dengan tajam penglihatan yang
lebih buruk dari 6/18 dan lebih baik sama dengan 6/60, sedangkan severe visual
impairment didefinisikan dengan tajam penglihatan yang lebih buruk dari 6/60 dan
lebih baik sama dengan 3/60. Tajam penglihatan yang lebih buruk daripada 3/60
didefiniskan sebagai kebutaan. Pada kasus ini, pasien memiliki tajam penglihatan
dengan koreksi terbaik 3/25 pada mata kanan sebagai last eye sehingga dapat
dikategorikan sebagai penderita moderate visual impairment.5,6
Gangguan penglihatan berdampak pada kualitas hidup seseorang sehingga untuk
mengoptimalkan fungsi penglihatan dibutuhkan alat bantu dan rehabilitasi pada
pasien dengan visual impairment. Tujuan dari penatalaksanaan visual impairment
adalah untuk mengoptimalkan fungsi visual seseorang sehingga dapat
meningkatkan kemandirian, patient safety, dan mengembangkan kualitas hidup.
Tatalaksana ditetapkan berdasarkan target dari aktivitas pasien. Target pasien ini
adalah untuk membaca Alkitab dengan menggunakan fungsi visual yang ada
melalui metode magnifikasi dan peningkatan kontras.
Tajam penglihatan dasar dekat pada pasien ini adalah 4.0 M pada jarak 10 cm.
Untuk memenuhi kebutuhan membaca catatan kaki di Alkitab dengan target ukuran
1.0 M, pasien harus memiliki reserved acuity sebesar 0.63 M, sehingga magnifikasi
7
yang dibutuhkan untuk pasien ini adalah sebesar 6 kali. Alat bantu membaca dekat
untuk pasien visual impairment antara lain adalah kacamata baca, handheld
magnifier, dan stand magnifier.7,9,10,11
Kacamata baca merupakan cara yang paling sederhana untuk mendapatkan
bayangan di retina tampak lebih besar dan lebih dekat ke mata. Sebagian besar
pembesaran akan membentuk jarak pembesaran relatif, karena addisi yang lebih
tinggi akan membutuhkan jarak baca yang lebih dekat.9,10
Pada pasien ini, dengan pemberian adisi S +3.00 pasien dapat membaca tulisan
ukuran 3.2 M pada jarak 30 cm. Dengan menggunakan rumus M = F/4 +1, dimana
M adalah magnifikasi dan F adalah kekuatan dioptri, maka pasien membutuhkan
lensa dengan kekuatan +20.00 D. Lensa dengan kekuatan +20.00 D membutuhkan
jarak baca 5 cm. Pasien telah diberikan pilihan untuk menggunakan handheld
magnifier maupun stand magnifier, namun penggunaan alat ini membutuhkan
posisi tertentu yang membuat pasien kurang nyaman. Pasien sudah merasa cukup
menggunakan kacamata baca untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan
penglihatan dekat.9,12
Selain gangguan fungsi tajam penglihatan, pasien mengalami gangguan
sensitivitas kontras. Penatalaksanaan dari gangguan ini adalah dengan
meningkatkan kontras pada tulisan yang akan dibaca, yaitu dengan memilih tulisan
yang lebih hitam dan dasar tulisan yang lebih putih. Selain itu, dengan pencahayaan
yang baik akan meningkatkan kontras sehingga membantu pasien yang terganggu
sensitvitas kontrasnya.10-13
Tatalaksana yang diberikan untuk penurunan fungsi penglihatan yang dialami
pasien di atas adalah dengan konseling perihal penyakit pasien, gangguan fungsi
penglihatan yang dialami, prognosis penyakit serta peresepan kacamata
mikroskopis untuk penglihatan dekat. Pasien ini tidak diberikan alat bantu low
vision untuk jarak jauh, karena dari hasil pemeriksaan refraksi tidak didapatkan
peningkatan yang signifikan. Pasien dianjurkan kontrol 6 bulan mendatang untuk
mengevaluasi manfaat dan ukuran kacamata yang telah diberikan kepada pasien.8
Penanganan pada pasien visual impairment mencakup fungsi penglihatan, efek
terhadap perekonomian, aspek fungsional yang berhubungan dengan aktivitas
8
pasien sehari-hari, interaksi sosial, psikososial, dan hubungan interpersonal.
Penanganan yang tepat sesuai kebutuhan pasien visual impairment akan dapat
mengoptimalisasi fungsi penglihatan pasien yang masih tersedia sehingga pasien
visual impairment dapat mandiri dan berkarya.8-12
Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad
fungsionam dubia ad malam, karena atrofi papil merupakan kondisi yang
ireversibel.
IV. Simpulan
Atrofi papil nervus optikus adalah degenerasi saraf optik yang menunjukkan
gambaran papil berwarna pucat akibat hilangnya pembuluh darah kapiler, akson,
dan selubung mielin yang digantikan oleh jaringan glia. Atrofi papil merupakan
suatu proses akhir dari kerusakan yang terjadi pada saraf mata dan dapat
menyebabkan gangguan penglihatan dari ringan hingga berat. Penanganan pasien
visual impairment selain dengan optimalisasi visus menggunakan alat bantu optik
dan non-optik adalah dengan konseling agar pasien tetap mampu mempertahankan
interaksi sosial, psikososial, dan interpersonalnya. Penanganan yang tepat sesuai
kebutuhan pasien dapat mengoptimalisasi sisa fungsi penglihatan pasien sehingga
pasien dengan visual impairment dapat mandiri, selamat, dan berkarya.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Rose FC. Optic Atrophy. Postgrad Med J. 1964;40(470):692–5. 2. Mbekeani JN, Fattah MA, Poulsen DM, Al Hazzaa SA, Dababo MA, Eldali
A, et al. Etiology of optic atrophy: A prospective observational study from Saudi Arabia. Ann Saudi Med. 1 Mei 2017;37(3):232–9.
3. Lee JY, Han J, Yang M, Oh SY. Population-based Incidence of Pediatric and Adult Optic Neuritis and the Risk of Multiple Sclerosis. Ophthalmology. 1 Maret 2020;127(3):417–25.
4. Ishikawa H, Kezuka T, Shikishima K, Yamagami A, Hiraoka M, Chuman H, et al. Epidemiologic and Clinical Characteristics of Optic Neuritis in Japan. In: Ophthalmology. Elsevier Inc.; 2019. hal. 1385–98.
5. World Health Organization. Blindness and Vision Impairment [Internet]. 2018. Dari: https://www.who.int/news- room/fact-sheets/detail/blindness-and-visual- impairment
6. World Health Organization. International statistical classification of diseases and related health problems (ICD-10). 10th revis. Vol. 1. World Health Organization. Switzerland; 2016. hlm.403
7. Şahlı E, İdil A. A common approach to low vision: Examination and rehabilitation of the patient with low vision. Turkish J Ophthalmol. 1 April 2019;49(2):89–98.
8. Flaxman SR, Bourne RRA, Resnikoff S, Ackland P, Braithwaite T, Cicinelli M V., et al. Global causes of blindness and distance vision impairment 1990–2020: a systematic review and meta-analysis. Lancet Glob Heal. 1 Desember 2017;5(12):e1221–34.
9. Altınbay D, İdil ŞA. Current approaches to low vision (re)habilitation. Turkish J Ophthalmol. 1 Juni 2019;49(3):154–63.
10. Wilkinson ME, Shahid KS. Low vision rehabilitation: An update. Vol. 32, Saudi Journal of Ophthalmology. Elsevier B.V.; 2018. hal. 134–8.
11. A D. Current Perspectives in Low Vision and its Management. Open Access J Ophthalmol. 2017;2(3).
12. Nollett C. Depression: A guide for eye care practitioners part 1. Optician; 2016. 230–41 hlm.210.
13. Brodie S, Gupta P, Irsch K, Jackson M Lou, Mauger T, Strauss L. Basic and Clinical Science Course: Clinical optics. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2019. 358–84 hlm.358-82.