Upload
joan-simatupang
View
121
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang
disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat
kesadaran. Demensia merupakan masalah besar dan serius yang di hadapi oleh
negara-negara maju, dan pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di
negara-negara berkembang seperti Indonesia (Sudoyo A.W, 2007).
Hal ini disebabkan oleh makin mengemuknya penyakit-penyakit degeneratif
(yang beberapa diantaranya merupakan faktor resiko timbulnya demensia) serta
semakin meningkatnya usia harapan hidup di hampir seluruh belahan dunia
(Sudoyo A.W, 2007).
Demensia merujuk pada sindrom klinis yang mempunyai bermacam
penyebab. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain
kemampuan mental lain seperti:
1. Berpikir abstrak,
2. Penilaian,
3. Kepribadian,
4. Bahasa,
5. Praksis, dan Visuospasial (Sudoyo A.W, 2007).
Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga memengaruhi aktivitas kerja
dan sosial secara bermakna. Walaupun sebagian besar kasus demensia
menunjukan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih (irreversible), namun
bila merujuk pada definisi di atas maka demensia dapat pula terjadi mendadak
2
(misalnya: pasca stroke atau cedera kepala), dan beberapa penyebab demensia
dapat sepenuhnya pulih (misalnya: hematoma subdural, toksisitas obat, depresi)
bila dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada usia
berapapun meskipun umumny muncul setelah usia 65 tahun (Sudoyo A.W, 2007).
Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindrom dan
pemeriksaaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau
statis, permanen atau reversible. Suatu penyebab dasar selalu diasumsikan,
walaupun pada kasus yang jarang adalah tidak mungkin untuk menentukan
penyebab spesifik. Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia adalah
berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan obat yang
efektif. Diperkirakan 15 persen orang dengan demensia yang mempunyai
penyakit-penyakit yang reversibel jika dokter memulai pengobatan tepat pada
waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang reversibel (Kaplan Harold.I, 2010).
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Diantara orang Amerika
yang berusia 65 tahun, kira-kira 5 persen menderita demensia ringan. Diantara
orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20 persen menderita demensia
berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen menderita
demensia Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira
5 persen dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe
Alzheimer, dibandingkan dengan 15 sampai 25 persen dari semua orang yang
berusia 85 atau lebih. Pasien dengan demensia Alzheimer memenuhi lebih dari 50
persen tempat tidur di rumah perawatan. Faktor resiko untuk perkembangan
demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak saudara tingkat
pertama dengan gangguan tersebut, dan mempunyai riwayat cedera kepala
(Kaplan Harold.I, 2010).
Tanpa pencegahan dan pengobatan yang memadai, jumlah pasien dengan
penyakit Alzheimer di negara tersebut meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000
menjadi 13,2 juta orang pada tahun 2050. Biaya yang di keluarkan untuk merawat
pasien dengan penyakit Alzheimer juga sangat luar biasa,sekitar US$83,9 milyar
3
sampai US$100 milyar pertahun (data di Amerika serikat tahun 1996). Biaya-
biaya tersebut selain meliputi biaya medis, perawatan jangkan panjang (long-term
care), dan perawatan di rumah (home care), juga perlu diperhitungkn hilangnya
produktivitas pramuwerdha (caregivers) (Sudoyo A.W, 2007).
Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskuler yaitu
demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular.
Demensia vaskular berjumlah 15 sampai 30 persen dari semua kasus demensia.
Demensia vaskular paling sering ditemukan pada orang berusia antara 60 dan 70
tahun dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan
predisposisi seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10 sampai 15 persen pasien
menderita demensia vaskuler dan demensia tipe alzheimer yang terjadi bersama-
sama (Kaplan Harold.I, 2010)
Penyebab demensia lainya yang sering, masing-masing mencerminkan 1
sanpai 5 kasus adalah trauma kepala (Kaplan Harold.I, 2010)
Demensia multi-infark, keadaan ini merupakan kondisi yang relatif sering,
disebabkan oleh troemboembolisme berulang dari sumber ekstrakranial atau yang
lebih sering, dari penyakit pembuluh darah kecil di otak. Gambaran klinis yang
menunjang dmensia vaskuler adalah:
- onset yang tiba-tiba dengan progresi meningkat, tidak seperti progresi penyakit
alzheimer yang gradual.
- adanya penyakit vaskuler dan faktor resiko vaskuler.
- kombinasi defisit kortikal dan sub kortikal,
- kebingungan pada malam hari, fluktuasi kognitif,
- emosi labil dan gambaran lain palsi pseudobulbar (lionel ginsberg, 2005)
←
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan
sebagai berikut: “Bagaiamana menegakkan diagnosis demensia akibat perdarahan
intra kranial?, bagaimana penatalaksaan demensia akibat perdarahan intra
kranial?”
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan penulisan yang dilakukan, maka dapat
dirumuskan tujuan khusus penulisan sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan umum penulisan adalah menurunkan angka
terjadinya demensia akibat perdarahan intra kranial.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui penyebab dari demensia akibat perdarahan intra kranial
2. Mengetahui cara diagnosis demensia akibat perdarahan intra kranial
3. Mengetahui pengobatan demensia akibat perdarahan intra kranial
1.4 Manfaaat Penelitian
1. Diharapkan tulisan ini digunakan untuk memberikan informasi kepada
penderita demensia untuk mengatasi masalah dan mencegah penyakit ini.
2. Tulisan ini diharapkan akan menggunakan sebagai ilmu untuk mengembangkan
informasi tentang demensia dalam bidang kedokteran.
3. Hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi yang dapat
membantu proses penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demensia
2.1.1 Defenisi
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat
kronik atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang
multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman,
berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai.
Kesadaran tidak berkabut. Biasanya disertai hendaya fungsikognitif dan kalanya d
awali kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit alzheimer, pada penyakit
serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer dan sekunder mengenai
otak (PPDGJ III, 1992)
Defenisi lain mengenai demensia adalah hilangnya fungsi kognitif secara
multidimensional dan terus menerus, disebabkan oleh kerusakan organik sistem
saraf pusat, tidak desertai penurunan kesadaran secara akut seperti halnya terjadi
pada delirium (Harsono, 2009)
Definisi yang tidak tepat dan diagnosis banding yang tidak lengkap sering
menyebabkan under-,mis- atau over- diagnosis yang akan mempengaruhi bukan
saja penderita akan tetapi juga keluarganya. Dengan pemberian batasan yang
tepat, tatacara diagnosis yang baik, diagnosis tetap bisa dicapai pada sekitar 90%
penderita. Pada lampiran diberikan beberapa kriteria diagnosis dementia dan
beberapa jenis demensia yang sering didapatkan (Boedhi-darmojo, 2009).
6
2.1.2 Epidemiologi
Insiden demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatkan usia,
setelah usia 65 tahun, prevelensi demensia meningkat dua kali lipat setiap
pertambahan usia 5 tahun. secara keseluruhan pevelensi demensia pada populasi
berusia 60 tahun adalah 5,6%. Secara umum dapat dikatakan bahwa frekuensi
penyakit alzheimer meningkat seiring usia, dan mencapai 20-40% populasi
berusia 85tahun atau lebih.
Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit
alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskuler merupakan
penyebab demensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah demensia tipe
lewy body, demensia fronto-temporal (FTD), dan demensia pada penyakit
parkinson (Sudoyo A.W, 2007).
Biaya demensia terhadap masyarakat adalah mengejutkan. Pada tahun 2030
diperkirakan 20 persen populasi akan berusia lebih dari 65 tahun.jadi, biaya
tahunan 15 milliar dolar untuk merawat pasien demensia sekarang ini
kemungkinan akan meningkat lebih jauh (Kaplan Harold.I, 2010).
2.1.3 Etiologi
Syndrom demensia terjadi akibat disfungsi otak yang bermanifestasi sebagai
gejala-gejala definit kognitif seperti kelemahan memori, hendaya berbahasa,
gangguan fungsi eksekutif, apraksia, dan agnosia (DSM IV). Etiologi demensia
adalah semua penyakit yang menyebabkan disfungsi otak, antara lain penyakit
alzheimer, penyakit serebrovaskuler(stroke), hydrosefalus, parkinson, AIDS,
huntington, dan gangguan metabolik termasuk defesiensi vitamin (Martina Wiwie
S.Nasrun, 2010).
Gangguan mental seperti gangguan depresi, gangguan konversi, dan
skizofrenia dapat memberikan gambaran seperti demensia.
7
gangguan depresi dengan hendaya daya ingat dan gangguan konsentrasi
sangat mirip dengan demensia sehingga disebut ‘pseudodemensia’
Demensia dikelompokan sebagai berikut:
A. Demensia yang tak dapat pulih (irreversibel)
1. Demensia tipe alzheimer (DTA)
DTA mencapai hampir 50% dari semua tipe demensia (5%-10% orang
berusia diatas 65 tahun, 50% diatas 85 tahun). Biasanya diagnosis dibuat dengan
menyisihkan penyebab lainya. DTA adalah demensia kortikal yang ‘klasik’ yang
sering didiagnosis secara berlebihan. DTA dapat dimulai pada usia lima puluhan
(awitan dini, familial, bentukpra-senil, sekitar 2% dari seluruh kasus) atau dapat
pula dimulai pada usia 60 tahunan sampai 80 tahunan (awitan lambat, umumnya
lebih banyak) dn berkembang sampai kemaian 6-10 tahun. Gejala DTA yang
tampak dalam kehidupan sehari-hari adalah kegelisahan yang terjadi terus
menerus dan sering mencari dalih untuk menghindari kegiatan, namun respon
sosial sering kali masih utuh sampai akhir. (Martina Wiwie S.Nasrun, 2010).
Atrofi korteks dan pelebaran ventrikel pada demensia yang sudah nyata
dapat terlihat dengan MRI (Magnetig Reconance Imaging), namun pada tahap
demensia ringgan tidak begitu jelas. Eeg (Elektro Ensefalografi) sering kali
normal pada stadium dini namun dapat merupakan tes skrining yang baik karena
pada demensia dengan penyebab reversibel gambaran EEGnya sering abnormal
(kecuali untuk peresis umum dan hidrosephalus tekanan normal)
Secara histologic, dijumpai plak senilis (saraf terminal degeneratif yang
dikelilingi oleh inti Beta amiloid neurotoksik), kekusutan serabut saraf
(neurofibrillay tangles) dan degenerasi neuron granulovakuolar. Penemuan terkini
menunjukanadanya degenerasi primer pada neuron kolinergik di basal forebrain
(bagian bawah otak depan), terutama di nukleus basalis (walaupun neuron lain
juga ikut terlibat-sangat heterogen.
8
Kasus-kasus DTA lainya mempunyai hubungan dengan kromosom 14 (gen
presenilin 1) dan kelompok yang lainya berhubungan dengan gen presenilin 2.
Pada kromosom 1. Disis lain, 98% kasus DTA awitan lambat berhubungan
dengan alel opolipoprotein E tipe 4 (apoE e4) pada kromosom 19 dan akhir-akhir
ini dihubungkan dengan gen A2M pada kromosom 12 (Martina Wiwie S.Nasrun,
2010).
2. Korea Huntington
Pada penyakit ini yang terjadi adalah demensia subkortikal. Gejala
psikiatrik bervariasi dari neurotik sampai psikotik (termasuk demensia) dapat
mendahului gejala korea. Demensia selalu terjadi pada stadium akhir. Penyakit ini
termasuk autosomal dominant (lengan pendek dari kromosom 4), sehingga perlu
ditelusuri adakah riwayat penyakit dalam keluarga (Martina Wiwie S.Nasrun,
2010).
3. Penyakit Parkinson.
Lesi terletak di basal ganglian (subkorteks). Pada beberapa pasien terdapat
depresi (40%) dan atau demensia . pemberian levodopa hanya memperbaiki gejala
sementara saja(Martina Wiwie S.Nasrun, 2010).
4. Lain-lain
Penyebab demensia lainya adalah kelumpuhan progresif supranuklear,
degenerasi spinoserebelar, penyakit pick, parkinsonisme-demensia kompleks
Guam, SSPE, penyakit creutzfeldt jacob, ensefalitisherpes simpleks, multiple
sclerosis, HIV, dan trauma kepala. (Martina Wiwie S.Nasrun, 2010).
B. Demensia yang dapat pulih (reversibel)
1. Demensia vaskuler
Demensia vaskuler dahulu dinamakan demensia arteriosklerotik. Termasuk
demensia multi-infark, dibedakan dari demensia pada penyakit alzheimer dalam
9
hal riwayat onset nya, gambaran klinis, dan perjalanan penyakitnya. Yang
khas,adanya riwayat serangan iskemia sepintas(transient ischemic attack) dengan
gangguan kesadan sepintas, paresisi yang sejenak aau hilang nya penglihatan.
Demensia juga dapat terjadi akibat serangkaian gangguan serebrovaskuler
(cerebrovascular accidents) atau lebih jarang, satu serangan stroke yang besar
(PPDGJ, 1993)
2. Hidrosefalus tekanan normal (Normal pressure Hidrocephalus)
Gejala klasik nya berupa trias yaitu ataksia, inkontinensia, dan demensia
progresif-demikian juga idiopatik dan setelah trauma serebri, perdarahan atau
infeksi. Tekanan cairan serebri spinal normal tetapi pemeriksaan MRI
ventrikelnya terlihat membesar. Terapi berupa pembuatan shunt antara lumbal
peritoneal atau ventrikuloatrial (Martina Wiwie S.Nasrun, 2010).
C. Demensia menetap yang di induksi oleh zat
Diagnosis dilakukan dengan menyingkirkan kemungkinan diagnosis
lainnya. Umumnya ada riwayat menjadi peminum alkohol berat selama bertahun-
tahun. Demikian juga halnya dengan penyalah gunaan sedatif hipnotik atau zat
toksik seperti timah, perak, pelarut (solvent) dan organofosfat. Kemungkinan
penyebab demensia meliputi:
- Intoksikasi obat
- Tumor otak
- Trauma otak
- Infeksi
- Gangguan metebolik
- Gangguan jantung, paru-paru, hati dan ginjal
10
2.1.4 Gambaran klinis
Pada stadium awal demensia, pasien menunjukan kesulitan untuk
mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika suatu
tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan pergeseran strategi pemecahan
masalah. Ketidakmampuan melakukan tugas menjadi semakin berat dan menyebar
ke tugas-tugas harian, seperti belanja, saat demensia berkembang. Akhirnya,
pasien demensia mungkin memerlukan pengawasan dan bantuan terus menerus
untuk melakukan bahkan tugas yang paling dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi
intelektual, dan pemikiran, dan semua fungsi fungsi tersebut menjadi secara
progresif terkena saat proses penyakit berlanjut. Perubahan afektif dan perilaku,
seperti kontrol impuls yang defektif dan labilitas emosional, sering ditemukan,
seperti juga penonjolan, dan perubahan sifat kepribadian premorbid (Kaplan
Harold.I, 2010).
Demensia stadium lanjut
Gambaran umum yang muncul adalah:
- Penurunan memori (daya ingat):
Biasanya yang menurun adalah daya ingat segera dan daya ingat peristiwa
jangka pendek (recent memory hipokampus) tetapi kemudia secara
bertahap daya ingat recall juga menurun (temporal medial dan regio
diensephalik juga terlibat). Apakah pasien lupa akan janjinya,berita-berita,
orang yang baru saja dijumpainya, atau tempat yang baru saja
dikunjunginya? Pasien dapat berkonfabulasi (mengarang cerita), karenanya
usahakan untuk melakukan konfirmasi. Mintalah pasien untuk melakukan:
a. Mengulanng angka (normal dapat mengingat 6 angka dari depan atau 4
dari belakang) dan
11
b. Menyebut kembali 2 kata atau 3 objek setelah 5 menit.
Apakah subjek mengetahui nama dokter? Nama perawat? Nama tempat
pemeriksaan? Nama-nama orang yang berkunjung padanya? Mengingat
menu makan malam? Apakah pasien mengetahui tanggal lahirnya?
Kampung halamannya? Nama dari sekolah dulu? (Martina Wiwie
S.Nasrun, 2010).
- Perubahan mood dan kepribadian:
Seringkali diwarnai oleh ciri kepribadian sebelumnya (misal menjadi lebih
kompulsif atau lebih mudah bereaksi). Mula-mula depresi, ansietas dan
atau iritabilitas – kemudian menarik diri (withdrawal) dan apatis. Adakah
pasien menjadi sentimentel, bermusuhan, tidak memikirkan orang lain,
paranoid, tidak sesuai norma sosial, ketakutan? Apakah ia tidak punya
inisiatif atau minat? Memakai kata-kata vulgar atau mengolok-olok?
- Penurunan daya orientasi:
Terutama orientasi waktu (nama, hari, tanggal, bulan, tahun, dan musim)
dan orientasi tempat (“tempat apakah ini”) dan jika berat orientasi orang.
Apakah pasien pernah tersesat-ditempat yang baru dikenalnya? Disekitar
rumahnya? Di dalam rumah nya? Apakah pasien mengetahui mengapa ia
berada disini(situasi ini). Pasien mungkin tak dapat tidur nyeyak,
berkeluyuran di malam hari, dan tersesat.
- Hendaya intelektual:
Pasien menjadi kurang tajam pemikirannya dibandingkan biasanya. Apakah
pasin mempunyai masalah dalm mengerjakan sesuatu yang biasanya dapat
dikerjakan dengan mudah? Pengetahuan umum (menyebut lima nama
presiden terakhir, 6 kota besar di indonesia), kalkulasi (perkalian,
mngurangi 100 dengan tujuh sebanyak lima kali, membuat perubahan),
12
persamaan (apa persamaan bola dengan jeruk? Tikus dengn gajah? Lalat
dan pohon?)
- Gangguan daya nilai (judgment):
Tidak mengantisipasi akibat dari perbuatanya. Apakah pasien berrtindak
secara impulsif? “apakah yang harus anda lakukan jika menemukan sebuah
amplop yang berperangko?” jika anda mengamati ada api dalam gedung
bioskop?
- Gejala psikotik:
Halusinasi (biasanya sederhana) ilusi, delusi, preokupasi yang tak
tergoyahkan, ide-ide mirip waham (delusi).
- Hendaya berbahasa:
Seringkali samar dan tidak begitu persis;kadang-kadang hampir mutisme.
Adakah perseverasi, blocking, atau afasia? (bila ada afisia dini, dicurigai
patologi fokal). Tanyakan tentang penyakit kronis atau gangguan psikiatrik
yang pernah dialaminya, penyakit psikiatrik dalam keluarga,
penyalahgunaan obat atau alkohol, trauma kepala, dan paparan terhadap zat
racun (toksin) (Martina Wiwie S.Nasrun, 2010).
2.1.5 Jenis-jenis Demensia
1. Demensia jenis Alzheimer
a. Dengan awitan dini(usia 65 tahun)
b. Dengan awitan lambat (usia di atas 65 tahun)
c. Dengan delirium
d. Dengan waham
13
e. Dengan perasaan depresif
f. Tanpa penyulit (Harsono, 2009)
2. Demensia vaskuler (dahulu : multi-infarct dementia)
a. Dengan delirium
b. Dengan waham
c. Dengan perasaan depresif
d. Tanpa penyulit
Penjelasan tentang demensia vaskuler adalah sebagaio berikut;
- Stroke menimbulkan demensia apabila jaringan otak yang rusak
meliputi 50-100 gram, dengan demikian disebut sebagai multinfarct
dementia
- Sebagian besar penderita dengan kerusakan otak antara 50-100 gram
mengalami stroke berulang kali, dan mengenai kedua hemisferium
serebri
- Tidak ada hubungan antara munculnya demensia dan tingkat
aterosklerosis serebral
- Lesi otak di bagian dimana saja menimbulkan demensia sementara
itu, perubahan mental pada lesi otak tunggal bergantung pada arteri
yang terganggu, antara lain: a.serebri media, a.serebri posterior, dan
infark subkortikal. Stroke belum tentu menimbulkan demensia; ini
perlu sekali dipahami (Harsono, 2009).
14
3. Demensia karena kondisi medik umum lainnya
a. Demensia infeksi HIV
b. Demensia karena trauma kepala
c. Demensia karena penyakit parkinson
d. Demensia karena penyakit huntington
e. Demensia karena penyakit pick
f. Demensia karena penyakit creutzfeld-jacob
g. Demensia karena penyakit lainya (Harsono, 2009)
4. Demensia karena penggunaan substansi tertentu dalam angka lama
5. Demensia karena etiologi multipleks
6. Demensia yang tidak terspesifikasi (Harsono, 2009)
2.1.6 Pemeriksaan klinik
Pemeriksaan penderita demensia tidak meninggalkan aturan baku tentang
pemeriksaan klinik. Hal ini dimadsutkan agar diagnosis dapat ditegakkan secara
cepat dan benar; dengan demikian terapi dapat diberikan secara tepat. Setelah
melakukakan pemeriksaan rutin secara lengkap maka ada beberapa hal spesifik
yang berkaitan dengan demensia; hal ini memerlukan perhatian yang lebih khusus
sebegai berikut:
1. Pemeriksaan memori
Secara formal pemeriksaan memori dapat dilakukan dengan meminta
penderita untuk mencatat, menyimpan, mengingat, dan mengenal informasi.
Kemampuan untuk mempelajari informasi baru dapat diperiksan dengan
15
meminta penderita mempelajari suatu daftar kata-kata. Penderita diminta
untuk mengulang kta-kata(registration),mengingat kembali informasi tadi
setelah istirahat beberapa menit (retention, recal), dan mengenal kata-kata
dari banyak daftar (recognition). Penderita yang mengalami kesulitan dalam
memperlajari hal-hal baru tidak diperiksa dengan tebak-tebakan (multiple-
choice question) karena pada awalnya penderita tidak mempelajari hal-hal
ditanyakan. Sebaliknya, penderita yang sejak awal mengalami defisit dalam
hal “mendapatkan kembali” (retrieval deficits) dapat memeriksa MCQ
karena gangguannya terletak pada kemampuan untuk menggunakan
memorinya. Memori lama dapat diperiksa dengan meminta penderita untuk
mengingat orang-orang lain atau bahan-bahan lama yang dahulu pernah
diminati nya (politik, olahraga, kesenangan).keterangan dari pihak lain
tentang keadaan penderita juga bisa dimanfaatkan, misalnya tentang
kemampuan bekerja, berbelanja, memasak,membayar tagihan, pulang
kerumah tanpa kesasar (Harsono, 2009).
2. Pemeriksaan kemampuan berbahasa
Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan
(misalnya :dasi, meja, lampu) atau bagian dari tubuh (misalnya: hidung,
dagu, bahu), mengikuti perintah/aba-aba (misalnya: menunjuk pintu
kemudian meja), atau mengulang ungkapan (Harsono, 2009).
3. Pemeriksaan apraksia
Keterampilan motorik dapat diperiksa dengan cara meminta penderita
untuk melakukan gerakan tertentu, misalnya: memperlihatkan bagaimana
cara menggosokan gigi, memasang/menyusun balok-balok, atau menyusun
tongkat dalam desain tertentu (Harsono, 2009).
4. Pemeriksaan daya abstraksi
16
Daya abstraksi dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya:
menyuruh penderita untuk menghitung sampai sepuluh, menyebut nama
binatang sebanyak-banyaknya dalam waktu satu menit, atau menulis huruf
m dan n secar bergantian (Harsono, 2009).
5. Mini Mental State Examination
Pemeriksaan ini diciptakan oleh folstein et al. Pada tahun 1975 yang
kemudian digunakan secara luas di klinik psikiatri maupun geriatri. MMSE
meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk memperkirakan kognisi dalam
waktu 10-15 menit, dapat dikerjakan oleh dokter, perawat, atau pekerja
sosial tanpa memerlukan latihan khusus. Hasil positip palsu dapt diperoleh
dari penderita usia tua dengan depresi. Namun, depresi dapat dikeluarkan
dengan menggunakan Geriatric Depression Scale. Skor MMSE berkisar 0
sampai 30. Orang lanjut usia, normal menunjukan skor 24-30. Depresi
dengan gangguan kognitif mempunyai skor 9-27.
Sementara itu Senile mental decline memiliki skor < 23 dan demensia
senilis dengan skor < 17 (0-17).
Penderita dengan skor 24 atau kurang benar-benar menunjukan
gangguan kognitif. Sementara itu MMSE tidak sensitif untuk awal
demensia; degan demikin skor normal tidak berarti meniadakan adanya
demensia (Harsono, 2009).
17
Tabel 2.1 Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE)
Daftar pertanyaan Penilaian
1. Tanggal berapakah hari ini?(bulan,
tahun)
2. Hari apakah hari ini?
3. Apakah nama tempat ini?
4. Berapakah nomor telepon Bapak/Ibu?
(bila tidak ada telepon, dijalan apakah
rumah Bapak/Ibu?)
5. Berapakah umur Bapak/Ibu?
6. Kapan Bapak/Ibu lahir? (tanggal,
bulan, tahun)
7. Siapakah nama gubernur kita?
(walikota/lurah/camat)
8. Siapakah nama gubernur sebelum
ini? (walikota/lurah/camat)
9. Siapakah nama gadis Ibu anda
?
10. Hitung mundur 3-3,mulai dari 20
0-2 kesalahan = baik
3-4 kesalahan = gangguan intelek
ringan
5-7 kesalahan = gangguan intelek
sedang
8-10 kesalahan = gangguan intelek
berat
Bila penderita tak pernah sekolah, nilai
kesalahan diperbolehkan +1 dari nilai di
atas
Bila penderitasekolah lebih dari SMA,
kesalahan yang diperbolehkan -1 dari
atas
Sumber : Folstein and folstein, 1990
2.2 Perdarahan Intrakranial
18
2.2.1 Defenisi
Perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai
penimbunan dalam jaringan atau dalam ruang tubuh atau disertai keluarnya darah
dari tubuh. Untuk menyatakan berbagai keadaan perdarahan digunakan istilah-
istilah deskriptif khusus. Penimbunan darah pada jaringan disebut hematoma. Jika
darh masuk ke dalam berbagai rauang tubuh , maka dinamakan menurut ruang
nya, misalnya hemoperikardium, hematoraks, (perdarahan ke dalam ruang pleura),
hemoperitonium, hemtosalping (perdarahan ke dalam tuba fallopi). Titik-titik
perdarahan yang dapat dilihat pada permukaan kulit atau pada permukaan organ
mukosa atau pada potongan permukaan organ disebut petekia. Bercak perdarahan
yang lebih besar disebut ekimosis dan keadaan yang ditandai dengan bercak-
bercak perdarahan yang tersebar luas disebut purpura (Sudoyo A.W, 2007)
2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Perdarahan intrakranial
Perdarahan spontan,yaitu nontraumatik, pada parenkim otak (perdarahan
intra serebral) atau kompartemen meningeal di sekitar nya (perdarahan
subarakhnoid, dan perdarahan subdural) berperan pada 15-20 % stroke klinis,
menurut istilah yang lebih luas. Meskipun sakit kepala dan gangguan kesadran
lebih sering terjadi pada perdarahan intrakranial daripada infark serebri, kriteria
klinis saja tidak dapat membedakan stroke perdrahan dengan stroke iskhemik
secara sahih. Prosedur diagnostik pilihan nya adalah CT (M. Baehr & M.
Frotscher, 2010).
Ketiga meninges tersebut yaitu:
1. Durameter,
2. Arakhnoid, dan
3. Pia mater
19
Dura meter disebut juga pachymeninx (“membran yang kuat’’) sedangkan
arakhnoid dan pia mater secara bersama-sama disebut leptomeninges (“membran
yang tipis, rapuh”) (M. Baehr & M. Frotscher, 2010).
20
1. Dura mater
Dura mater terdiri dari dua lapisan jaringan penyambung fibrosa yang kuat.
Membrana eksterna dan interna. Lapisan luar dura mater knialis adalah
periosteum di dalam tengkorak. Lapisan dalam adalah meningeal yang
sesungguhnya;membentuk batas terluar ruang subdural yang sangat sempit.
Kedua lapisan dura terpisah satu sama lain di sinus durae. Diantara sinus sagitalis
superior dan sinus sagitalis inferior, lipatan ganda lapisan dura yang dalam
membentuk falks serebri;
Yang terletak d bidang midsagital di antara kedua hermiser serebri; falks
serebri bersambungan dengan tentorium, yang memisahkan serebelum dengan
serebrum. Struktur lain yang dibentuk oleh lipatan ganda dura mater bagian dalam
adalah falks serebeli yang memisahkan kedua hesmisfer serebeli, diaphragma
sellae dan dinding kavum trigeminale meckel, yang mengandung ganglion
gaseserii (trigeminale) (M. Baehr & M. Frotscher, 2010).
Suplai darah dura mater. Arteri-arteri duralrelatif berkalibr besar karena
pembuluh dareah tersebut menyuplai tulang tengkorak selain dura mater.
Pembuluh darah terbesar adalah arteri meningea media, yang cabang-cabangnya
tersebar di seluruh konveksitas tengkorak. Arteri ini adalah cabang dari arteri
maksilaris, yang berasal dari arteri karotis eksterna; arteri meningea media
memasuki tengkorak melalui foramen spinosum. Arteri meningea anterior
relatif kecil dan mendarahi bagian tengah dura maternfrontalis dan bagian anterior
falks serebri. Arteri ini masuk kedalam rongga tengkorak melalui bagian anterior
lamina kribrosa. Pembuluh darah ini adalah cabang arteri ethamoidalis anterior,
yang merupakan cabang dari arteri oftalmika; dengan demikian pembuluh tersebut
membawa darah dari ateri karotis interna. Arteri meningea posterior memasuki
rongga tengkorak melalui foramen jugulare untuk mendarahi dura mater di fosa
kranii posterior (M. Baehr & M. Frotscher, 2010).
21
Arteri meningea media membuat hubungan anastomisis di orbita dengan
arteri lakrimalis, cabang dari arteri oftalmika. Arteri oftalmika bercabang keluar
dari arteri karotis interna di dekat apertura interna kanalis apertura interna kanalis
optici. Dengan demikian, pada beberapa kasus, arteri sentralis retinae oftalmika
bagian proksimal mengalami oklusi. (M. Baehr & M. Frotscher, 2010).
Dura mater spinalis. Kedua lapisan dura matermelekat erat stu dengan
lainya di dalam rongga kranial, tetapi terpisah satu sama lain di lingkaran terluar
foramen magnum. Lapisan dura terluar berlanjut sebagai periosteum kanalis
spinalis, sedangkan lapisan dalam membentuk sakus duralis yang menutup
medula spinalis. Rongga di antara kedua lapisan ini disebut ruang epidural atau
ekstradural,meskipun tepatnya berada di dalam dura mater. Ruang ini berisi
jaringan ikat longgar, lemak, dan pleksus venosus internus. Kedua lapisan
durameter spinalis bergabung di tempat keluarnya radiks nervi spinalis dari
kanalis spinalis melalui foramina intervertebralia. Ujung bawah sakus durais
mengelilingi kauda quina dan berakhir pada level S2.kelanjutan dibawah level ini
adalah filium dura mater, yang melekat ke periosteum sakralis mlalui ligamentum
koksigeum fibrosum (M. Baehr & M. Frotscher, 2010).
Dura mater orbitalis. Pembagian yang sama pada kedua lapisan dura mater
di temukan di orbita, dura mater mencapai orbita dari rongga kranial melalui
ekstensi di sepanjang kanalis optikus. Lapisan dura luar adalah pembatas priosteal
tulang orbita. Lapisan serta ruang subarakhnoid perioptik, bersama dalam pia
mater dan arakhnoidnya serta ruang subarakhnoid perioptik di antaranya. Rongga
ini berhubungan dngan subarakhnoid rongga kranial. Lapisan dura dalam
berhubungan dengan sklera ketika nervus optikus memasuki bola mata (M. Baehr
& M. Frotscher, 2010).
Persyarafan. Dura mater di atas tentorium di persyrafi oleh cabang-cabang
nervustri geminus, bagian infratentorialnya oleh cabang nervi segmentales
22
servikales superiores dan nervus vagus. Sebagian saraf dural bermielin, sedangkan
sebagian lagi tidak bermielin. Ujung nya telah terbukti merespon regangan,karena
stimulasi mekanik dura yang dirasakan terus menerus, dan sering menimbulkan
nyeri. Serabut aferen menyertai arteri meningea sensitif terhadap nyeri
2. Arakhnoid
Arakhnoid otak medula spinalis merupakan membran ovaskuler yang tipis
dan rapuh yang berhubungan erat dengan permukaan dalam dura mater. Ruang
antara rakhnoid dan pia meter (ruang subarakhnoid) berisi cairan serebrospinalis.
Arakhnoid dan pia meter dihubungkan satu sama lain melewati rongga ini oleh
benang-benang tipis jaringan ikat. Pia meter melekat ke permukaan otak di
sepanjang lipatan-lipatannya; sehingga, ruang subarakhnoid lebih sempit pada
beberapa tempat, dan lebih luas pada area lainya. Perbesaran ruang subarakhnoid
disebut sisterna, ruang subarakhnoid kranial dan spinal berhubungan langsung
satu sama lain melaluiforamen magnum. Sebagian besar trunkus arteriosus yang
mendarahi otak dan sebagian besar saraf kranialis, berjalan di ruang subarakhnoid.
(M. Baehr & M. Frotscher, 2010).
Sisterna.sisternae subarakhnoidae kepala memiliki nama sendiri-sendiri,
misalnya sisterna serebelomedularis, yang disebut juga sisterna magna. (M. Baehr
& M. Frotscher, 2010).
3. Pia mater
Pia mater terdiri dari lapisan tipis sel-sel mesodermal yang menyerupai
endotelium. Tidak seperti arakhnoid, struktur ini tidak hanya meliputi seluruh
permukaan eksternal otak dan medula spinalis yang terlihat tetapi juga permukaan
yang tidak terlihat di suklus yang dalam (gambar 10.1 dan 10.20. pia mater
melekat pada sistem saraf pusat di bawahnya melalui membran ektodermal yang
23
terdiri dari astrosit marginal (membran pial-glial). Pembuluhdarah yang
memasuki atau meninggalkan otak dan medula spinalis melalui ruang
subarakhnoid dikeliling oleh selubung seperti terowongan pia meter. Ruang di
antara pembuluh darah dan pia mater di sekitarny di sebut ruang virchow-robin
Saraf sensorik pia mater, tidak seperti dura mater, tidak berespons terhadap
stimulus mekanis atau termal, tetapi saraf ini di duga berspon terhadap regangan
vaskuler dan perubahan pada tonus dinding pembuluh darah (M. Baehr & M.
Frotscher, 2010).
2.2.4 Gambaran klinis
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukan gejala nyeri
kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia,
mual, muntah,dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda kernig).
Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari:
Efek lokalisasi palsu peningkatan tekanan intrakranial,
Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan,
Spasme pembuluh darah, akibat effek iritasi darah, bersamaan dengan
iskhemia.
Gambaran sistemik meliputi bradikardia dan hipertensi dengan peningkatan
tekanan intrakranial, dan mungkin terjadi demam yang disebabkan kerusakan oleh
hipotalamus. Kadang-kadang, perdarahan subaraknoid paru dan aritmia jantung
(Lionel Gisberg, 2005)
24
2.2.5 Perdarahan lainnya
A. Perdarahan Intraserebral ( Nontraumatik )
1. Perdarahan hipertensif
Etiologi. Pernyebab tersering perdarahan intrakranial adalah hipertensi
arterial. Peningkatan tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah
arteri yang kecil,menyebabkan mikroaneurisme (aneurisme charcot) yang dapat
ruptur spontan. Lokasi predileksi untuk perdarahan intraserebral hipertensif
adalah ganglia basalia, talamus, nukleus, serebeli dan pons. Substansia alba
serebri yang dalam,sebaliknya,jarang terkena.
Manifestasi. Manifstasi perdarahan intraserebral bergantung pada lokasinya.
Perdarahan ganglia basalia dengan kerusakan kapsula interna biasanya
menyebabkan hemiparesis kontralatral berat,sedangkan perdarahan pons
menimbulkan tanda-tanda batang otak.
Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi intrakranial
akibat efek massa hematoma. Tidak seperti infark, meningkatkan tekanan
intrakranial secara perlahan ketika edema sitotoksik yang menyertai bertambah
berat, perdarahan intraserebral menaikan tekanan intrakranial secara cepat (M.
Baehr & M. Frotscher, 2010).
3. Perdarahan Intraserebral Nonhipertensif
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh banyak penyebab selain
hipertensi arterial. Penyebab paling penting adalah malformasi arteriovenosus,
tumor, aneurisma, penyakit vaskuler yang meliputi vaskulitis dan angiopati
amiloid, kavernoma, dan obstruksi aliran vena. Perdarahan intraserebral
kemungkinan disebabkan oleh sesuatu selain hipertensif arterial bila tidak terdapat
di salah satu lokasi predileksi untuk perdarahan hipertensi, atau bila pasien tidak
25
menderita hipertensi arterial yang bermakna. Pada kasus seperti ini (setidaknya),
satu MRI follow up harus dilakukan ketika hematoma telah diresorpsi untuk
mendeteksi penyebab yang menimbulkan perdarahan. Digital substraction
angiography kadang-kadang juga di indikasikan.
B. Perdarahan Serebral
Nuklai serebeli terletak di dalam distribusi areteri superior serebeli. Salah
satu cabang arteri ini, menyuuplai nukleus denatatus, terutama rentan mengalami
ruptur.pada pasien yang mengalami hipertensif, perdarahan dari pembuluh darah
ini leih sering terjadi daripada iskemik pada teorinya.
Perdarahan di regio ini sering menyebabkan efek massa akut di fosa
posterior, dengan semua akibat yang ditimbulkanya (herniasi batang otak dan
serebelum ke atas melalui insisura tentorii dan kebawah ke arah foramen
magnum). Manifestasi klinis nya adalah sakit kepala oksipital yang berat, mual,
dan muntah, dan vertigo. umumnya disertai gaya berjaln tidak stabil, disartria,
dan kepala menoleh serta deviasi bola mata keantara kontralateral lesi.
Perderahan yang lebih kecil, terutama di hemisfer serebeli, menyebabkan
manifestasi fokal yang meliputi ataksia ekstremitas, kecndrungan untuk terjatuh
ke sisi lesi, dan deviasi gaya jalan arah lesi.
Penyebab lain perdarahan sereberal antara lain adalah ruptur malormasi
arteriovenus atau aneurisma, dan perdarahan kedalam tumor (biasanya metasis)
(M. Baehr & M. Frotscher, 2010).
D. Perdarahan Subarakhnoid
Aneurisma. Penyebab tersering perdarahan subarakhnoid spontan adalah
ruptur anerisma salah satu arteri di dasar otak. Ada beberapa jenis aneurisma
26
- Aneurisma sakuler (“berry) ditemukan pada titik bifurkasio arteri kranial.
Aneurisma ini terbentuk pada lesi pada dinding pembuluh darah yang
sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan struktural (biasa kongenital),
maupun cedera akibat hipertensi. lokasi tersering aneurisma sakular
adalah arteri komunikans anterior (40%), bifukasio arteri serebri media di
fisura sylvii (20%),dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat
berasal arteri oftalmika atau arteri komunikans psterior, 30%), dan basilar
tip (10%). Aneurisma pada lokasi lain, seperti pada tempat berasalnya
PICA, segmen P2 arteri serebri posterior, atau segmen perikalosal arteri
serebri anterior jarang ditemukan. Aneurisma dapat menimbulkan defisit
neurologis dengan menekan struktur di sekitar nya bahkan sebelum ruptur.
- Aneurisma fusiformis. Perbesaran pembuluh darah yang memanjang
(“berbentuk gelondong”) disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma ersebut
umumnya melibatkan segmen intrakranial arteri karotis interna,trunkus
utama artei serebri media, dan arteri basilaris. Struktur ini biasanya
disebabkan oleh arterisklerosis dan atau hipertensi, dan hanya sedikit
menjadi sumber perdarahan. aneurisma fusiformis yang besar pada arteri
basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat didalam
aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuanintra-
aneurismal terutama pada sisi-sisinya, dengan akibat stroke embolik atau
tersumbatnya pembuluh darah perforans oleh perluasan trombus secara
langsung.
- Aneurisma mikotik. Dilatasi aneurisma pembuluh darah intrakranial
kadang-kadang disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang diinduksi
oleh bakteri pada dinding pembuluh darah (M. Baehr & M. Frotscher,
2010).
27
E. Perdarahan Subarakhnoid Nontraumatik akut
Perdarahan subarakhnoid (SAH) nontraumatik biasanya disebabkan oleh
ruptur spontan aneurisma sakular, dengan aliran daerah ke dalam ruang
subarakhnoid.
F. Perdarahan subdural dan epidural
Pada hematoma subdural, kumpulan darah terdapat di ruangan yang
normalnya hanya imajiner di antara dura mater dan arakhnoid. Penyebabnya
biasanya adalah trauma.
Pada perdarahan epidural, kumpulan darah terletak di antara dura mater dan
periosteum. Perdarahan ini umumnya disebabkan oleh laserasi arteri menigeal.
Karena dura mater berlekatan erat dengan permukaan dalam tengkorak,
diperlukan tekanan yang cukup besar untuk menimbulkan kumpulan cairan pada
lokasi ini. Penyebabnya hampir selalu fraktur tulang dengan robekan di arteri
meningea media, pembuluh darah meningeal terbesar (M. Baehr & M. Frotscher,
2010).
28
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Diagnosis
Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukkan dari
berbagai segi, karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau
tidak, juga harus ditentukan berat-ringannya penyakit, serta tipe demensianya
(penyakit alzheimer, demensia vaskuler, atau tipe yang lain). Hal ini berpengauh
pada penatalaksanaan dan prognosisnya (Sudoyo A.W, 2007).
Demensia vaskuler. Gejala umum dari demensia vaskuler adalah sama
dengan gejala untuk demensia alzheimer, tetapi diagnosis demensia demensia
vaskuler memerlukan adanya bukti klinis maupun laboratoris yang mendukung
penyebab vaskuler dari demensia (Kaplan Harold.I, 2010).
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis untuk demensia vaskuler
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh
baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari
informasi dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut:
a. Afasia (gangguan bahasa)
b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh)
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau
mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah
utuh)
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak)
29
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing
menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atu
pekerjaan dan menunjukan suatu penurunan bermakna dari
tingkat fungsi sebelumnya
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya:peninggian refleks
tendon dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudobulbar,
kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau
tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskuler (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks
dan substansia putih di bawahnya) yang dianggap berhubungan
secara etiologi dengan gangguan.
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang meninjol
Dengan delirium: jika delirium menumpang pada demensia
Dengan waham: jiwa waham merupakan ciri yang menonjol
Dengan mood terdepresi: jiak mood terdepresi (termasuk
gambaran yang memenuhi kriteria gejal lengkap utnuk episode
depresif berat0 adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis
terpisah gangguan mood karena kondisi medis umum tidak
diberikan
Tanpa penyulit: jika tidak ada satu pun diatas yang mnonjol pada
gambaran klinis sekarang
Sebutkan jika:
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan: juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis
III (Kaplan Harold.I, 2010).
30
3.2 Pemeriksaan Laboratorim
Pemilihan tes berdasarakan etiologi yang dicurigai. Pertimbangan skrining
dengan ESR, CBC, STS, SMA 12, T3%T4, vitamin B12 dan kadar folat, UA,
Rongen dada, dan CT scan. Tes lainnya sesuai debgan kebutuhan seperti kadar
obat, EEG ( 20% usia lanjut mempunyai EEG abnormal), LP (jarang), arteriografi
dll. EEG bermanfaat untuk mengidentifikasikan patologi yang tersembunyi di area
sistem saraf pusat (lobus frontal dan temporal). Selidiki lebih lanjut jika demensia
ringan tetapi EEG nya menunjukan abnormalitas (Martina Wiwie S.Nasrun,
2010).
3.3 Psikometrik (Tes Psikologis)
Pemeriksaan psikometrik berguna untuk:
a. Membantu menidentifikasi lesi fokal,
b. Memberikan gambaran data dasar,
c. Membantu diagnosis, dan
d. Mengidentifikasi kekuatan / kelebihan pasien untuk dipakai perencanaan
terapi.
Tes yang bermanfaat untuk klinikus adalah WAIS, test Bender Gestalt, tes
Luria, dan tes baterai Halstead & Reintan (sangat banyak memakan waktu; tidk
dipergunakan secara rutin). Tes skrining yang singkat namun bermanfaat adalah
pemeriksaan status mini mental (MMSE) dari folstein, dilengkapi dengan tes
menggambar jam.
Bahkan pasien dengan demensia ringan sering menunjukan gangguan
dalam kemampuan kontruksional; ini terlihat dari kemampuan
manggambar bentuk sederhana (segi lima, tanda silang, dan kubus atau
gambar jam yang menunjukan waktu tertentu-dapat dikerjakan dalam
wawancara pertama). Pengulangan menggambar dapat dipergunakan untuk
menelusuri penyakit dari waktu ke waktu (Martina Wiwie S.Nasrun, 2010).
31
3.4 Diagnosis banding
1. Delirium
Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia.
Delirium juga dicirikan oleh menurun nya kemampuan untuk mempertahankan
dan memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium brsifat fluktuatif,
sementara demensia menunjukan gejala yang relatif stabil. Gangguan kognitif
yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah kepada
demensia daripada delirium. Delirium dapat menutupi gejala demensia. Dalam
keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka
dianjurkan untuk memilih demensia lebih lanjut secara cermat untuk menetukan
jenis gangguan yang sebenarnya (Harsono, 2009).
2. Amnesia
Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi
kognitif lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan fungsi eksekutif/daya
abstraksi) (Harsono, 2009).
3. Retadasi mental
Retardasi mental dicirikan oleh fungsi intelektual di bawah rata-rata, yang
diiringi oleh gangguan dalam penyesuaian diri, yang awitannya di bawah 18
tahun. Apabila demensia tampak pada usia di bawah 18 tahun, diagnosis demensia
dan retardasi mental dapat ditegakkan bersama-sama asal kriterianya terpenuhi
(Harsono, 2009).
32
4. Skizofrenia
Pada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi
skizofrenia muncul pada usia lebih muda; di sampig itudi cirikan oleh pola gejala
yang khas tanpa disertai etiologi yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif
pada skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan kognitif pada demensia
(Harsono, 2009).
5. Depresi
Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit
berpikir dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara
menyeluruh. Kadang-kadang penderita mennjukan penampilan yang buruk pada
pemeriksaan status mental dan neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering
kali sulit untuk menentukan apakah gejala gangguan kognitif merupakan gejala
demensia atau deprresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan melalui pemeriksaan
medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan
munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwaya
keluarga, serta hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat
demensia bersama-sama dengan depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua
diagnosis dapt ditegakkan bersama-sama (Harsono, 2009).
3.5 Penatalaksanaan
Terapi suportif
- Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang bagus, kaca mata,
alat bantu dengar, alat proteksi (untuk anak tangga, kompor, obat-obatan)
dan lain-lainn. Sesewaktu-waktu mungkin perlu pembatasan/pengekangan
secara fisik.
33
- Pertahanan pasien berada dalam lingkungan yang sudah dikenalnya dengan
baik, jika memungkinkan. Usahakan pasien dikelilingi oleh teman-teman
lama nya dan benda-benda yang biasa ada didekatnya. Tingkatkan daya
pengertian dan partisipasi anggota keluarga.
- Pertahankan keterlibatan pasien melalui kontak persoanal, orientasi yang
sering (mengingatkan nama hari, jam dsb). Didiskusikn berita aktual
bersama pasien. Pergunakan kalender, radio, televisi. Akivitas harian dibuat
terstruktur dan terencana.
- Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien. Rawatlah
mereka sebagai orang dewasa (jangan perlakukan seperti anak kecil, jaga
dignity dari pasien-komentar penterjemah). Rencana diarahkan kepada
kekuatan/kelebihan pasien. Bersikaplah menerima dan menghargai pasien.
- Hindari suasana yang remang-remang, terpencil; juga hindari stimulasi
yang berlebihan (Martina Wiwie S.Nasrun, 2010).
Terapi simtomatik
Kondisi psikiatrik memerlukan obat-obatan dengan dosis yang sesuai
1. Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi: Haloperidol 0,5 mg per oral
3kali sehari (atau kurang); risperidon 1 mg peroral sehari. Hentikan seelah
4-6 minggu
2. Ansietas non psikotik, agitasi: Diazepam 2 mg peroral dua kali sehari,
venlafaxin XR. Hentikan setelah 4-6 minggu
3. Agitasi kronik: SSRI (misal Fluoxetine 10-20 mg/hari) dan atau buspiron
(15 mg dua kali sehari); juga pertimbangkan Beta Bloker dosis rendah.
4. Depresi: pertimbangkan SSRI dan anti depresan baru lainnya dahulu;
dengan trisiklik mulai perlahan-lahan dan tingkatkan sampai ada efek –
misal desipramin 75-150 mg peroral perhari
34
5. Insomnia: hanya untuk penggunaan jangka pendek (Martina Wiwie
S.Nasrun, 2010).
Terapi khusus
1. Identifikasi dan koreksi semua kondisi yang dapat diterapi
2. Tidak ada terapi obat khusus untuk demensia yang ditemukan bermanfaat
secara konsisten, walaupun banyak yang sedang diteliti (misal vasodilator
serebri, antikoagulan, stimulan metabolik serebri, oksigen hiperbarik).
Vitamin E (antioksidan) sedang diselidiki oleh zat yang mungkin dapat
memperlambat progresivitas penyakit Alzheimer, peningkatan aktivitas
kolinergik sentral dapat memberikan perbaikan sementara dari beberapa
gejala pada pasien dengan penyakit Alzheimer, misalnya pemberian
asetilkolin esterase inhibitor yaitu:
- Donepezil (Aricept 5-10 mg, satu kali sehari, malam hari)
- Rivastigmine (xelon 6-12 mg, dua kali sehari)
- Galantamine (Reminyl 8-16 mg, dua kali sehari)
Perubahan perilaku dan berbagai aspek psikologis pada orang dengan
demensia merupakan problem tersendiri bagi keluarga. Tidak jarang hal ini
membuat suasana kacau dan mengakibatkan stres bagi pelaku rawat
(caregiver). Untuk itu perlu adanya strategi penanganan yang tepat agar
gangguan perilaku pada demensia seperti agitasi, wandering, depresi, delusi
paranoid, apatis, halusinasi, dan agresivitas (verbal/fisik) dapat diatasi.
Strategi tatalaksana meliputi pengembangan program aktivitas dan
pemberian obat bila perlu. Program aktivitas meliputi stimulasi kognitif,
mental dan efektif yang dikemas dalam bentuk yang sesuai untuk pasien
tersebut.
35
Beberapa prinsip tatalaksana yang perlu diperhatikan adalah:
- Kualitas hidup dengan demensia ( dan caregivernya)
- Kemunduran kognitif terjadi pelan berangsur-angsur, tidak sekaligus
semuanya hilang
- Kenikmatan tidak memerlukan memori yang utuh
- Sadari bahwa informasi yang terakhir didapat biasanya cepat dilupakan
- Selesaikan masalah secara kreatif
- Sesuaikan lingkungan terhadap pasien, jangan sebaliknya
- Sikap keluarga /pelaku rawat berpengaruh terhadap kondisi demensia.
Tatalaksana demensia harus disesuaikan dengan tahapan demensia, kondisi
lingkungan dan sumber-sumber dukungan yang ada (fisik mupun finansial),
sarana terapi yang tersedia serta harapan pasien dan keluarga.
Pemberian obat untuk gangguan perilaku pada demensia bersifat
simtomatik, dapat dipergunakan beberapa jenis psikotropik dalam dosis kecil.
Pemilihan jenis terapi harus sesuai dengan target terapi berdasarkan hasil
pengkajian yang cermat dan menyeluruh (Martina Wiwie S.Nasrun, 2010).
3.6 Prognosis
Prognosis demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi pada
pnyakit atau kondisi medik yang mendasarinya. Bilamana penyebab demensia
dapat dikoreksi atau disembuhkan maka prognosis yang baik, namun utnuk jenis
penyakit degeneratif yang belum ada obatnya (penyakit alzheimer) maka
prognosis kurang baik. DTA dapat berlangsung 10-15 tahun dengan kemunduran
yang perlahan tapi pasti menuju akhir hidup.
Beberapa jenis demensia yang mungkin dapat membaik adalah demensia
yang disebabkan infeksi, defisiensi vitamin, hidrosefalus tekanan normal,
gangguan vaskularisasi dan gangguan metabolik (Martina Wiwie S.Nasrun,
2010).
36
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab terdahulu yang telah penulis uraikan
berdasarkan kepustakaan, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan:
1. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang
disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan
tingkat kesadaran.
2. Demensia vaskular paling sering ditemukan pada orang berusia antara 60
dan 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.
3. Demensia merupakan penyakit penuaan
4. Tes skrining yang singkat namun bermanfaat adalah pemeriksaan status
mini mental (MMSE) dari folstein, dilengkapi dengan tes menggambar
jam.
5. Pertimbangan skrining dengan ESR, CBC, STS, SMA 12, T3%T4, vitamin
B12 dan kadar folat, UA, Rongen dada, dan CT scan.
6. Penatalaksaanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh
anggota keluarga terdekat, agar penderita dapat dirawat dengan sebaik-
baiknya
4.2 Saran
Direkomendasikan pada masyarakat dalam rangka strategi pencegahan demensia
untuk:
1. Secara teratur memeriksa tekanan darah dan mengupayakan agar tekanan
darah dan mengupayakan agar tekanan darah tinggi dan resiko vaskuler
lain dikendalikan dengan baik
37
2. Pencegahan dan perlindungan terjadinyacedera kepala terutama yyang
berat
3. Tetap melakukan kegiatan yang merangsang intelek dan mengupayakan
aktivitas untuk menghibur diri (leisure activities)
4. Mencegah paparan medan elektromagnetik dengan jalan menggunakan
mesin elektromagnetik yang berpelindung (ponsel dan komputer tidak
termasuk)
5. Mengupayakan diet yang cukup vitamin E, apabila dari diet tidak
mencukupi dianjurkan suplemen tetapi tidak dari 400 U/hari
6. Mengupayakan makanan yang sehat, jangan terlalu baynyak lemak
7. Mengupayakan asupan vit B12 dan asam folat yang cukup berikan
suplemen kalau diet tidak mencukupi atau kadar homosistein tinggi
8. Pada yang minum alkohol dianjurkan terus minum dalam tekanan rendah
sedang, akan tetapi kalau bukan peminum lebih baik tidak memulai
minum alkohol
9. Tidak merokok
10. Agar tetap selalu aktif secara fisik dan mengupayakan tidur yang cukup
Sedangkan rekomendasi berikut ini diberikan akibat tidak adanya bukti yang
mendukung kegunannya dalam pencegahan demensia, yaitu;
A. Jangan menggunakan statin untuk pencegahan demensia
B. Jangan menggunakan obat anti-inflamatorik
C. Jangan menggunakan TSH/HRT/esterogen untuk mencegah demensia
D. Jangan menggunakan inhibitor kolesterase (gelantamin, donepesil,
rivasigmin) atau memantin untuk pencegahan demensia.
38