Upload
ashriuntuksemua5972
View
81
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
daging
Citation preview
BAB I. DAGING
Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein dimana protein daging
mengandung susunan asam amino yang lengkap. Secara umum konsumsi protein
dalam menu masyarakat Indonesia sehari-hari masih dibawah kebutuhan
minimum, terutama protein hewani. Rendahnya jumlah yang dikonsumsi
disebabkan oleh harga protein hewani yang relatif lebih mahal dan sumber
dayanya yang terbatas.
Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada
kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari
hewan yang sehat sewaktu dipotong. Food and Drug Administration
mendefinisikan daging sebagai bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi,
atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi
hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat, yaitu yang berasal dari
muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan usofagus, tidak termasuk
bibir, moncong, telinga, dengan atau tanpa lemak yang menyertainya, serta
bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf, dan pembuluh-pembuluh darah.
Gambar 1. Daging
Istilah daging umumnya dibedakan dari karkas. Perbedaan pengertian
daging dengan karkas terletak pada kandungan tulangnya. Daging biasanya sudah
tidak mengandung tulang, sedangkan karkas adalah daging yang belum
dipisahkan dari tulang/kerangkanya. Hal ini diperjelas dengan pengertian karkas
menurut FAO/WHO tahun 1974. Yang dimaksud dengan karkas adalah bagian
tubuh hewan yang telah disembelih, utuh, atau dibelah sepanjang tulang belakang,
dimana hanya kepala, kaki, kulit, organ bagian dalam (jeroan), dan ekor yang
dipisahkan.
1
A. Daging dan Susunan Daging
Jaringan tubuh hewan terdiri dari komponen-komponen fisik seperti kulit,
jaringan lemak, jaringan otot, jaringan ikat, tulang, jaringan pembuluh darah, dan
jaringan syaraf. Jaringan otot, jaringan lemak, jaringan ikat, tulang, dan tulang
rawan merupakan komponen fisik yang utama. Jaringan otot merupakan
komponen yang terbanyak dalam karkas, yaitu 35-65% dari berat karkas atau
35-40% dari berat hewan hidup. Otot ini melekat pada kerangka, tetapi ada yang
langsung melekat pada logamen, tulang rawan, dan kulit.
Jaringan otot terdiri dari jaringan otot bergaris melintang, jaringan otot
licin, dan jaringan otot spesial. Jaringan otot melintang yaitu jaringan otot yang
langsung menempel pada tulang. Jaringan otot licin yaitu jaringan otot yang
terdapat pada dinding alat-alat jeroan. Sedangkan jaringan otot spesial yaitu
jaringan bergaris melintang yang khusus terdapat pada dinding jantung.
Jaringan lamak yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya,
yaitu lemak subkutan, lemak intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak
intracelular. Jaringan lemak subkutan dipermukaan luar jaringan otot langsung di
bawah permukaan kulit, jaringan lemak intermuskular terletak di antara jaringan
otot, jaringan intramuskular yaitu jaringan lemak di dalam otot diantara
serabut-serabut otot, sedangkan jaringan lemak intracelular yaitu jaringan di
dalam sel.
Jaringan ikat memiliki fungsi sebagai pengikat bagian-bagian daging serta
mempertautkannya ke tulang. Jaringan ikat yang penting adalah serabut kolagen,
serabut elastin, dan serabut retikulin. Serabut kalogen terutama mengandung
protein kalogen yang berwarna putih dan bersifat terhidrolisa oleh panas, banyak
terdapat pada tendon jaringan ikat yang menghubungkan daging dan tulang.
Serabut elastin yang komponen utamanya adalah protein elastin, berwarna kuning,
tidak dapat terdegradasi oleh panas, akan tetapi kehadirannya tidak mempengaruhi
kualitas daging karena biasanya hanya ada dalam jumlah yang kecil.
Adapun serabut retikulin, banyak mengandung protein retikulin yang
mempunyai karakteristik mirip kalogen tetapi tidak terhidrolisa oleh panas,
banyak terdapat dalam dinding sel serabut otot. Tulang adalah tempat pertautan
daging. Daging tersusun atas serabut-serabut otot yang sejajar dan terikat
2
bersama-sama oleh suatu jaringan ikat. Bagian luar otot terbungkus oleh membran
transparan yang disebut epimisium. Lapisan epimisium ini terdiri dari jaringan
ikat yang berupa serabut-serabut kalogen dan elastin. Pada bagian dalam otot
terdapat jaringan ikat yang membentuk sekat-sekat yang menyelubungi
sekelompok serabut otot (bundle serabut otot). Sekat-sekat tersebut adalah
perimisium yang banyak mengandung urat darah dan urat syaraf.
Masing-masing serabut otot dilindungi oleh sebuah membran jaringan ikat yang
tipis (endomisium).
B. Komposisi Histologi dan Kimia
Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot (muscle
tissue), jaringan lemak (adipose tissue), dan jaringan ikat (connective tissue).
Unit struktural jaringan otot adalah jaringan sel daging, atau yang biasa disebut
serabut otot. Serabut otot terdiri dari miofibril-miofibril. Miofibril tersebut
dikelilingi oleh sarkoplasma (sitoplasma) dan dilindungi oleh sarkolema (dinding
sel). Selain miofibril, di dalam sarkoplasma juga terdapat inti sel, mitokondria,
retikulum sarkoplasma, komplek golgi, glikogen, dan lemak. Miofibril terdiri dari
serabut-serabut yang lebih halus yang disebut miofilamen. Miofilamen terdiri
dari dua macam protein yaitu filamen aktin yang tipis dan filamen miosin yang
tebal. Kedua filamen tersebut terkenal sebagai unit kontraktil yang berperan
pada proses kontraksi dan relaksasi otot daging.
Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung
vitamin B dan mineral, khususnya besi. Komposisi kimia daging dan komposisi
asam amino esensial dan non esensial dalam daging dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi kimia daging
Komposisi Jenis dagingSapi Domba Babi
Air (%) 66 66,3 42Protein (%) 18,8 17,1 11,9Lemak (%) 14 14,8 45Ca (mg/gram) 11 10 7P (mg/gram) 170 19 117Besi (mg/gram) 2,8 2,6 1,8Vitamin A (SI) 30 0 0Vit B (mg/gram) 0,08 0,15 0,58
3
Tabel 2. Komposisi asam amino esensial dan nonesensial dalam daging
Jenis asam amino esensial
Kadar (%)
Jenis asam amino nonesensial
Kadar (%)
Arginin 6,9 Alanin 6,4Histidin 2,9 asam aspartat 8,8Isoleusin 5,1 Sistin 1,4Leusin 8,4 asam glutamat 14,4Lisin 8,4 Glisin 7,1Metionin 2,3 Prolin 5,4Phenilanin 4,0 Serin 3,8Threonin 4,0 Tirosin 3,2Tripthopan 1,1Valin 5,7
Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan
bahan-bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan-bahan yang
mengandung nitrogen, mineral, gram, dan abu. Lebih kurang 20% dari semua
bahan padat dalam daging adalah protein.
Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, kondisi hewan,
jenis daging karkas, proses pengawetan, penyimpanan, dan metode pengepakan.
Komposisi kimia daging juga sangat dipengaruhi oleh kandungan lemaknya.
Daging tanpa lemak mengandung 70% air, 9% lemak, serta 1% abu. Dengan
meningkatnya kandungan lemak daging, kandungan air dan proteinnya akan
menurun. Sedangkan komposisi daging segar berdasarkan letak bagiannya pada
karkas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi daging segar berdasarkan letak bagiannya pada karkas
Jenis daging karkas
Kadar (%) Kilokalori (per 100 gram)protein Air Lemak abu
Chuck 18,6 65 16 0,9 220Flank 19,9 61 18 0,9 250Loin 16,7 57 25 0,8 290Rib 17,4 59 23 0,8 280Round 19,5 69 11 1,0 160Rump 16,2 55 28 0,8 320
4
Kadar air daging pada hewan muda lebih besar dari hewan tua. Kadar air
cenderung berkurang bila daging mengalami pemasakan atau proses-proses
perlakuan lainnya. Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein
terkonyugasi dengan radikal non protein. Berdasarkan asalnya protein dapat
dibedakan dalam tiga kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan
protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah protein larut air (water soluble
protein) karena umumnya dapat terekstraksi oleh air dan larutan garam encer.
Protein miofibril terdiri dari aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin,
tropomiosin, dan aktinin. Protein ini memiliki sifat larut dalam larutan garam
(salt soluble protein). Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak
larut, terdiri dari protein kalogen, elastin, dan retikulin. Lemak dalam daging
umumnya berbentuk trigliserida, selain itu juga terdapat sedikit fosfolipid, asam
lemak bebas, dan sterol. Karbohidrat daging dalam bentuk glikogen sekitar
0,5 – 1%.
C. Mioglobin
Mioglobin merupakan pigmen yang menentukan warna daging segar.
Mioglobin bersifat larut dalam air dan larutan garam encer, merupakan bagian
dari protein sarkoplasma. Sebuah molekul mioglobin terdiri dari sebuah gugusan
heme dari sebuah molekul protein globin. Heme dalam mioglobin disebut
feroprotoporfiri, karena terdiri dari sebuah porfirin yang mengandung satu atom
besi (Fe). Protein globin merupakan sebuah molekul polipeptida yang terdiri dari
150 buah asam amino.
Mioglobin adalah pigmen yang berwarna merah keunguan yang dapat
mengalami perubahan bentuk akibat reaksi kimia. Oksigenasi mioglobin-
mioglobin akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah cerah. Reaksi
oksidasi besi dalam mioglobin atau oksimioglobin akan mengubah keduanya
menjadi metmioglobin yang berwarna coklat.
D. Karkas
Ada lima tahap yang dilalui dalam memperoleh karkas yaitu inspeksi ante
mortem, penyembelihan, penuntasan darah, dressing, dan inspeksi pasca mortem.
Inspeksi ante mortem adalah pemeriksaan penyakit dan kondisi abnormal ternak
5
sebelum disembelih. Kondisi fisik ternak sebelum disembelih harus bebas dari
sakit dan luka, bergizi baik, tidak lapar, tidak stress, cukup istirahat, serta kulit
bersih dan kering. Prinsip penyembelihan adalah pemotongan pembuluh darah,
jalan nafas, dan jalan makanan. Pada saat penyembelihan ternak harus dalam
keadaan tenang, pelaksanaan sebaiknya secepat mungkin. Kebersihan selama
proses penyembelihan bertujuan untuk mengurangi kontaminasi oleh mikroba.
Penuntasan darah harus sempurna karena bakteri dari usus dan darah yang
tertinggal akan menyerang.
Dressing adalah pemisahan bagian kepala, kulit, dan jeroan dari tubuh
ternak. "Whole cuts" atau "prime cuts" adalah cara pemotongan daging berikut
tulang dari bagian karkas menjadi potongan-potongan dalam ukuran yang mudah
ditangani. Karkas sapi sebelum meninggalkan rumah potong hewan biasanya
dibelah menjadi dua sepanjang garis tengah tulang punggung. Belahan-belahan
karkas tersebut selanjutnya dipotong lebih lanjut masing-masing menjadi dua
potongan bagian depan (fore quarters) dan dua potongan bagian belakang yang
disebut "hind quarters". Masing-masing dari 4 potongan daging quarters tersebut
dipotong lebih lanjut menjadi "Whole cuts" atau "prime cuts". Fore quarters
dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian atas disebut "chuck", dan "rib", dan
bagian bawah "brisket" dan "shot plat". Sedangkan bagian belakang "hind
quarters" dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pinggang disebut "short loin"
dan "sirloin", bagian perut disebut "flank" dan bagian paha disebut "round" yang
di dalamnya terdapat "rump" (Gambar 2).
Gambar 2. Potongan-potongan daging
Retail cuts adalah usaha untuk memisahkan bagian daging yang tebal dan
tipis, yang lunak dan yang kurang lunak. Sedapat mungkin pemotongan daging
dilakukan tegak lurus terhadap arah serat.
6
E. Fisiologi Pasca Mortem
Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi
perubahan-perubahan dimana jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah
digerakkan. Keadaan ini memerlukan waktu yang cukup lama sampai kemudian
menjadi empuk lagi.
Setelah hewan mati, sirkulasi darah terhenti. Hal ini akan menyebabkan
fungsi darah sebagai pembawa oksigen terhenti pula, akibatnya proses oksidasi-
reduksi ikut terhenti. Peristiwa tersebut diikuti oleh terhentinya respirasi dan
berlangsungnya proses glikolisis anaerobik.
Selanjutya daging hewan akan mengalami serangkaian perubahan
biokimia dan fisikokimia seperti perubahan struktur jaringan otot, perubahan pH,
perubahan kelarutan protein, dan perubahan daya ikat air. Peristiwa yang terjadi
setelah hewan mati adalah :
1. Perubahan pH
Setelah hewan mati, metabolisme aerobik tidak terjadi karena sirkulasi
darah ke jaringan otot terhenti, sehingga metabolisme berubah menjadi sistem
anaerobik yang menyebabkan terbentuknya asam laktat. Adanya penimbunan
asam laktat dalam daging menyebabkan turunnya pH, jaringan otot, penurunan pH
terjadi perlahan-lahan dari keadaan normal (7,2 -7,4) hingga mencapai pH akhir
sekitar 3,5 - 5,5. Kecepatan penurunan pH sangat dipengaruhi oleh temperatur
sekitarnya. Suhu tinggi menyebabkan pH turun akan lebih cepat, demikian pula
sebaliknya. Kecepatan penurunan pH akan mempengaruhi kondisi fisik jaringan
otot (Tabel 4.)
Tabel 4. Kondisi fisik jaringan otot akibat penurunan pH
pH akhir Kec. Penurunan pH Kondisi jaringan otot6,0 - 6,4 Lambat gelap, kasar, kering6,0 - 5,7 Lambat agak gelap5,7 - 5,3 Lambat Normal5,7 - 5,3 Cepat agak pucat5,3 Cepat pucat, lembek, berair
7
2. Perubahan Rigor Jaringan Otot
Terhentinya respirasi menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
jaringan otot hewan, serta menurunnya jumlah adenosintripophosphat (ATP) dan
kreatin phosphat sebagai penghasil energi. Hal ini ditandai dengan terjadinya
kekakuan (rigor) pada jaringan otot beberapa saat setelah hewan mati. Keadaan
rigor mortis disebabkan oleh kekakuan yang terjadi dari cross-linking antara
protein aktin dan myosin.
Pada fase kematian hewan (fase pre-rigor) hanya terjadi penurunan pH
secara bertahap sementara jumlah ATP masih relatif konstan, sehingga jaringan
otot masih bersifat lentur dan lunak. Apabila cadangan glikogen habis,
pembentukan ATP akan terhenti sementara pemecahan ATP untuk menghasilkan
energi terus berlangsung, akibatnya jumlah ATP jaringan otot akan menyusut
secara bertahap.
Penurunan kelenturan otot terkadin jika konsentrasi ATP dalam jaringan
otot sekitar 1 mikro mol/gram, dan pH biasanya telah mencapai sekitar 5,9. Pada
tingkat ATP dibawah 1 mikro mol/gram, energi yang dihasilkan tidak mampu
mempertahankan fungsi reticulum sarkoplasma sebagai pompa kalsium, yaitu
menjaga konsentrasi ion Ca disekitar miofilamen serendah mungkin, akibatnya
terjadi pembebasan ion-ion Ca. Ion Ca ini akan berikatan dengan protein troponin,
sehingga menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara filamen aktin dan
miosin (aktomiosin). Proses ini ditandai dengan terjadinya pengkerutan atau
kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible). Penurunan kelenturan
otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila
konsentrasi ATP kecil dari 0,1 mikro mol/gram akan terjadi rigor mortis
sempurna.
Pada kondisi rigor mortis ini daging menjadi keras dan kaku. Setelah rigor
mortis terlewati, jaringan otot mengalami fase pasca rigor. Saat ini daging
menjadi lunak kembali. Hal ini tidak berarti daging menjadi lunak kembali karena
adanya pemecahan aktin dan miosin yang terikat, melainkan karena terjadinya
penurunan pH. Akibatnya enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi miofilamen,
menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot. Selain itu enzim katepsin
yang bersifat proteolitik tersebut dapat melonggarkan struktur protein serat otot.
8
3. Perubahan Kelarutan Protein
Kelarutan protein dipengaruhi oleh pH, terjadinya ATP dan faktor lainnya.
Tahap penurunan kelarutan protein dimulai dari saat pre-rigor. Pada saat pre-rigor
perubahan kelarutan per unit pH lebih kecil dibandingkan saat rigor mortis. Hal
ini disebabkan karena pada fase pre-rigor penurunan kelarutan protein hanya
dipengaruhi oleh penurunan pH saja, sedangkan pada fase rigor mortis, juga
dipengaruhi oleh kuatnya ikatan antara aktin dan miosin.
4. Perubahan Daya Ikat Air
Daya ikat air oleh protein dipengaruhi oleh pH dan jumlah ATP. Pada
fase pre-rigor daya ikat air masih relatif tinggi, akan tetapi secara bertahap
menurun seiring dengan menurunnya nilai pH dan jumlah ATP jaringan otot.
Titik minimal daya ikat air daging bersamaan dengan pencapaian pH terendah
pada fase rigor mortis yaitu antara pH 5,3-5,5 yang juga bertepatan dengan titik
isoelektrik protein otot. Pada keadaan ini muatan protein berada dalam keadaan
seimbang, sehingga meningkatkan ikatan antara gugus molekul, oleh karena itu
air yang terperangkap di dalam jaringan protein miofibrilar akan lebih sedikit.
Pada fase rigor mortis dengan habisnya ATP, akan terjadi ikatan yang kuat
antara filamen aktin dengan miosin yang menyebabkan menyempitnya ruangan
pengikatan air. Dengan demikian daya ikat air dengan fase rigor mortis sangat
rendah. Pada fase pasca rigor tidak berarti ada pemecahan ikatan aktin dan
miosin. Salah satu teori menyatakan dengan adanya asam laktat menyebabkan
penurunan pH otot daging. Dengan menurunnya pH, enzim katepsin menjadi
aktif. Enzim ini mendesintegrasi miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara
serabut-serabut otot, dan bersifat proteolitik yang melonggarkan struktur protein
serat daging. Akibat dari aktivitas enzim ini daya ikat air akan meningkat lagi.
F. Penanganan Pasca Mortem
1. Pelayuan Daging (Aging)
Segera setelah ternak sapi dipotong, dagingnya menjadi lunak. Beberapa
saat setelah itu daging mengalami proses yang disebut rigor, dimana otot terasa
tegang, dan kaku. Dalam kondisi tersebut daging menjadi jauh lebih alot dan
tidak nikmat. Untuk menghindari atau menghilangkan daging dari rigor, maka
salah satu usaha yang dilakukan adalah membiarkan daging menyelesaikan proses
9
rigornya sendiri dalam penyimpanan. Pelayuan daging adalah penyimpanan
daging selama beberapa waktu, dengan kondisi serta tujuan tertentu.
Daging biasanya dilayukan dalam bentuk karkas atau setengah karkas.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan daging yang dapat diinfeksi
oleh mikroba. Tujuan pelayuan daging antara lain agar proses pembentukan asam
laktat dapat berlangsung sempurna sehingga terjadi penurunan pH daging yang
rendah sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat. Pengeluaran darah akan
menjadi lebih sempurna karena darah merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroba, lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi
mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan, juga untuk memperoleh daging yang
memiliki tingkat keempukan optimum serta citarasa yang khas.
Pada umumnya pelayuan daging ini dilakukan pada suhu sedikit lebih
rendah dari suhu kamar. Karkas sapi biasanya dilayukan dalam waktu lebih
kurang 2 x 24 jam. Untuk memperoleh daging yang memiliki keempukan
optimum dan cita rasa yang khas, pelayuan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi,
atau dengan waktu yang lebih lama, misalnya 3-40C selama 7-8 hari, atau suhu
20°C selama 40 jam. Bisa juga pada suhu 43°C selama 24 jam, dan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba dibantu dengan sinar ultra violet.
2. Curing Daging
Curing merupakan proses dasar dalam pengolahan daging, dengan
penambahan senyawa garam. Bahan-bahan yang digunakan adalah senyawa
NaCl, garam nitrat, nitrit, dan gula. Daging yang telah dicuring disebut green
cured meat. Garam NaCl berfungsi sebagai pemberi cita rasa dan pengawet
karena ion Cl bersifat anti bakteri. Pemakaian garam 2-5%, gula (sukrosa)
berperan dalam membantu garam membentuk rasa spesifik dengan garam, jumlah
pemakaian sangat sedikit.
Selama curing akan terjadi reaksi warna antara pigmen mioglobin dengan
garam nitrat. Pemakaian senyawa nitrit-nitrat harus dalam batas-batas tertentu
karena bersifat toksin. Kandungan senyawa nitrit pada produk akhir harus kurang
dari 200 ppm. Reaksi sampingan yang terjadi pada proses curing yaitu
terbentuknya senyawa karsinogenik yaitu nitrosamin. Nitrosamin terbentuk
terutama bila daging dipanaskan sehingga terjadi eolisis sehingga terdapat
pyrolidine.
10
Kesimpulan :
1. Daging merupakan urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali
urat daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang
sehat sewaktu dipotong, atau bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, babi,
atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong, tetapi
hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat, yaitu yang berasal dari
muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan usofagus, tidak termasuk
bibir, moncong, telinga, dengan atau tanpa lemak yang menyertainya, serta
bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf, dan pembuluh-pembuluh darah.
2. Perbedaan pengertian daging dengan karkas terletak pada kandungan
tulangnya. Daging biasanya sudah tidak mengandung tulang, sedangkan
karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulang/kerangkanya.
3. Perubahan setelah hewan mati adalah Perubahan pH, Perubahan Rigor
Mortis (Jaringan Otot), Perubahan Kelarutan Protein, dan Perubahan Daya
Ikat Air
4. Penanganan Pasca Mortem daging yaitu : Pelayuan Daging (Aging), dan
Curing Daging
11