contoh pembahasan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skripsi

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Staphylococcus merupakan suatu bakteri gram positif yang berbentuk bulat dengan diameter 1 m, tersusun tidak beraturan seperti anggur (Yunani: Staphyle).1 Beberapa spesies Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit dan berbagai selaput mukosa lainnya pada manusia, yang tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada tubuh kita. Namun apabila terjadi perubahan keadaan tertentu pada tubuh, maka dapat terjadi perubahan pada flora normal Staphylococcus tadi, sehingga dapat menginfeksi tubuh manusia.

Beberapa spesies Staphylococcus dapat menyebabkan infeksi oportunistik yang disebabkan oleh menurunnya sistem imun tubuh, sehingga menimbulkan pernanahan, abses, berbagai infeksi piogen, dan bahkan septikemia yang fatal. Selain itu, Staphylococcus patogen juga mempunyai kemampuan berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan serta membentuk berbagai zat ekstraseluler berupa enzim dan toksin. Salah satu spesies Staphylococcus yang paling patogen adalah Staphylococcus aureus (Latin: aurum).1,2

Sebanyak 20-30% orang dewasa sehat menjadi carrier dari Staphylococcus yang ditemukan terutama pada kulit dan di dalam rongga hidung atau nares anterior. Seorang yang positif carrier Staphylococcus dapat menularkan bakteri ini kepada orang lain tanpa disadarinya. Carrier Staphylococcus juga memiliki resiko lebih tingi untuk terinfeksi oleh strain bakteri ini. Berdasarkan temuan tersebut, maka hal ini harus lebih diperhatikan terutama oleh para tenaga medis seperti dokter, perawat dan paramedik lainnya karena resiko terjadinya infeksi dan penyebarannya sangat tinggi pada profesi ini. Apabila hal ini terjadi, maka dapat terjadi pula penularan kepada pasien yang ditangani oleh tenaga medis tersebut. Di beberapa negara maju, kejadian penularan kepada pasien oleh tenaga medis mulai meningkat. Di Amerika Serikat, Staphylococcus merupakan penyebab utama infeksi primer yang terjadi di rumah sakit (infeksi nosokomial).2

Salah satu kemampuan Staphylococcus yang menyulitkan tenaga kesehatan dalam mengatasi penyebarannya adalah cepatnya bakteri ini resisten terhadap banyak antibiotic, sehingga menimbulkan masalah baru. Kasus Multiple Drug Resistance (MDR) atau Multiple Antibiotic Resistance (MAR) akhir-akhir ini mulai sering terjadi pada strain Staphylococcus aureus. Fakta yang berkembang di dunia kedokteran sekarang menunjukan telah terjadi peningkatan Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) yaitu strain Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap terhadap antibiotik -laktam, termasuk penicillinase-resistant penicillins (methicillin, oxacillin, nafcillin) dan cephalosporin.3 Saat ini diperkirakan sekitar 2-3% populasi umum telah terkolonisasi oleh MRSA.4

Antara tahun 1996-1999 dilaporkan bahwa 23 rumah sakit di Kanada terdapat 6% dari seluruh isolat Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin, dengan rata-rata 4,14 kasus MRSA per 1000 pasien yang dirawat dari 35% pasien dengan infeksi. Sebagian besar isolat diperoleh dari MRSA yang berasal dari ruang perawatan akut (72,6%), 7,2% diperoleh dari bangsal perawatan, 4,6% diperoleh dari komunitas masyarakat, dan sisanya (15,6%) tidak diketahui asalnya.5 Di Amerika Serikat, selama 13 tahun (1993-2005) infeksi MRSA telah sangat berkembang. Pada tahun 2005 terdapat 368.600 kasus MRSA di rumah sakit seluruh AS. Keadaan ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 30% dibandingkan pada tahun 2004.6

Di Inggris sampai dengan tahun 2004 didapatkan data prevalensi bahwa7:1. MRSA menjadi masalah yang predominan pada usia lanjut (82% usia > 60 tahun). 2. Strain MRSA yang ada 92% resisten terhadap fluoroquinolone dan 72% resisten terhadap makrolid.

3. Sebagian besar isolat masih sensitif terhadap tetracyclin, fusidic acid, rifampicin, dan gentamycin.

4. Strain MRSA yang telah diuji 12% resisten terhadap mupirocin.

Selama tahun 2006 di Laboratorium Patologi Klinik RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat) Dr. Sardjito Yogyakarta diperoleh 3729 isolat kuman, yaitu 1128 dari spesimen darah, 825 dari spesimen urin, 957 dari spesimen sputum, dan 819 spesimen pus. Proporsi beberapa jenis kuman Gram (+) ternyata cukup signifikan. Spesies yang menonjol adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus viridians.8 Menurut Prof. dr. Amin Soebandrio Ph.D, SpMK, Guru Besar mikrobiologi klinik Fakultas Kedokteran Indonesia, pada tahun 1997-1998 ditemukan angka kejadian MRSA di rumah sakit swasta di Jakarta sebesar 57%, sedangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebesar 27%. Yang lebih mengkhawatirkan, MRSA juga dapat menyebabkan outbreak di rumah sakit sehingga menjadi epidemi.9

Dengan berdasarkan berbagai fakta yang didapat serta alasan yang disebutkan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai isolasi koloni Staphylococcus sebagai faktor resiko MRSA, terutama Staphylococcus aureus yang merupakan kuman patogen utama pada manusia yang angka kejadian infeksinya makin meningkat dalam beberapa tahun ini.1.2.Rumusan Masalah1. Berapakah jumlah isolat bakteri Staphylococcus pada nares anterior mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya berdasarkan tes koagulase, katalase dan biokimia?

2. Bagaimana gambaran sensitivitas Staphylococcus aureus sebagai penyebab MRSA pada nares anterior mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya berdasarkan uji resistensi antibiotic penisillin?3. Bagaimana gambaran sensitivitas Staphylococcus aureus sebagai penyebab MRSA pada nares anterior mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya berdasarkan uji resistensi antibiotik oxacillin?

4. Berapakah jumlah isolat MRSA pada nares anterior mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya yang didapat berdasarkan PCR?

5. Berapakah prevalensi mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya yang menjadi carrier MRSA?

1.3.Tujuan Penelitian1. Mengetahui jumlah isolat bakteri Staphylococcus aureus pada nares anterior mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya berdasarkan tes koagulase, katalase dan biokimia.2. Mengetahui gambaran sensitivitas Staphylococcus aureus sebagai penyebab MRSA pada nares anterior mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya berdasarkan uji resistensi antibiotik penisillin3. Mengetahui gambaran sensitivitas Staphylococcus aureus sebagai penyebab MRSA pada nares anterior mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya berdasarkan uji resistensi antibiotik oxacillin4. Mengetahui jumlah isolat MRSA pada nares anterior mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya yang didapat berdasarkan PCR

5. Mengetahui prevalensi mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Kedokteran Non-Regular Universitas Sriwijaya yang menjadi carrier MRSA1.4.Manfaat Penelitian

1. Dapat menjadi sumber data prevalensi dan sensitivitas Staphylococcus aureus sebagai penyebab MRSA yang saat ini masih sedikit.2. Dapat menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya.

3. Dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak penyelenggara pelayanan kesehatan terutama rumah sakit untuk mencegah penyebaran bakteri Staphylococcus aureus dan MRSA pada para tenaga medis.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Staphylococcus aureus2.1.1.Klasifikasi dan Gambaran UmumStaphylococcus aureus merupakan anggota dari famili Staphylococcaceae. Pada pemeriksaan mikroskopis, organisme ini tampak sebagai kelompok kokus gram positif. Bentuk sel Staphylococcus aureus bulat dengan diameter 1 m, berkelompok seperti anggur (Romawi: Staphyle) yang memungkinkan dirinya dapat terbagi dalam beberapa bentuk.10Klasifikasi ilmiah Staphylococcus9 :

KINGDOM: BacteriaFILUM

: Firmicutes

KELAS

: Bacilli

ORDO

: Eubacteriales/Bacillales

FAMILI

: StaphylococcaceaeGENUS

: Staphylococcus

SPESIES: Staphylococcus aureus

Terdapat setidaknya 30 spesies dari genus Staphylococcus yang dikenali dengan menggunakan analisis biokimia dan secara khusus dengan hibridisasi DNA-DNA. Sebelas spesies ini dapat diisolasi dari manusia dan bersifat komensal, namun hanya tiga spesies yang penting secara klinik yaitu Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis yang merupakan komensal umum dan juga memiliki potensi patogenik paling besar, serta Staphylococcus saprohyticus (jarang) yang menyebabkan infeksi saluran kemih. S. haemolyticus, S. simulans, S. cochnii, S. warneri, dan S.lungdunensis juga dapat menimbulkan infeksi pada manusia.102.1.2. Morfologi dan IdentifikasiDilihat dari mikroskop Staphylococcus adalah bakteri berbentuk bola atau coccus dengan diameter sekitar 0.8-1.0 m dan tersusun dalam kelompok- kelompok tak beraturan seperti rangkaian buah anggur. bakteri ini dapat tumbuh dalam kelompok, berpasangan dan kadang dalam rantai pendek.

Gambar.2.1. (a).Koloni Staphylococcus dalam media biakan. (b).Koloni Staphylococcus dilihat dari mikroskop.9,10Staphylococcus mudah tumbuh pada kebanyakan perbenihan bakteri baik dalam keadaan aerobik atau mikroaerofilik. Pada biakan bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu 370C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-250 C). koloninya pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Koloni bakteri ini bisa berwarna kuning, merah, atau jingga. Staphylococcus aureus membentuk koloni warna abuabu sampai kuning emas tua.10Pada umumnya, Staphylococcus dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kemampuan bakteri ini untuk menggumpalkan plasma darah (reaksi koagulasi). Staphylococcus koagulase positif menghasilkan spesies yang paling pathogen yaitu Staphylococcus aureus. Sedangkan spesies lain adalah Staphylococcus koagulase negative yang sekarang diketahui terdiri lebih dari 30 speseis lain yang umumnya bersifat komensal pada kulit walaupun beberapa spesies juga dapat menyebabkan infeksi.

2.1.3. Komponen dan Produk Virulensi

Secara umum Staphylococcus memiliki beberapa komponen dan menghasilkan beberapa produk yang menyebabkan daya virulensi kuman ini, sehingga dapat menyebabkan infeksi yang berat pada manusia.11,12

Genom Staphylococcus terdiri dari kromosom melingkar ( 2800 bp), dengan prophages, plasmid, dan transposons.13 Gen-gen yang akan menentukan virulensi dan resistensi terhadap antibiotik ditemukan pada kromosom ini. Dinding sel Staphylococcus, 50% terdiri dari peptidoglikan yang merupakan suatu sub-unit polisakarida bersifat sebagai rangka dinding sel. Peptidoglikan memiliki aktivitas menyerupai endotoksin.

Sebagian besar Staphylococcus menghasilkan mikrokapsul yang dapat menghambat fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear. Sampai sekarang sudah ada 11 serotipe polisakarida mikrokapsular yang sudah dapat diidentifikasi, dengan tipe 5 dan 8 merupakan 75% dari infeksi pada manusia. Sebagian besar isolat MRSA adalah tipe 5.14Pada Staphylococcus juga terbentuk suatu protein-protein permukaan yang salah satunya adalah protein A. Protein A merupakan protein permukaan pada molekul Staphylococcus aureus yang mampu berikatan dengan lengan Fc dari immunoglobulin G. Protein-protein ini mempengaruhi kemampuan Staphylococcus dalam kolonisasi jaringan hospesnya.21 Pada dasarnya hal ini akan mengganggu opsonisasi dan fagositosis, sehingga dapat dikatakan meningkatkan virulensi kuman.

Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan penyakit melalui kemampuan berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan serta membentuk berbagai zat ekstraseluler, berupa enzim dan toksin.12a. Katalase

Staphylococcus aureus menghasilkan katalase yang mampu mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.

b. Koagulase

Suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat dengan bantuan faktor yang terdapat didalam serum yang menghasilkan esterase dan menyebabkan aktivitas pembekuan, dengan cara kerja mirip pengaktifan protrombin menjadi thrombin. Koagulase mengendapkan fibrin pada permukaan dinding Staphylococcus aureus, yang kemungkinan besar mengganggu fagositosis. Hanya strain Staphylococcus aureus yang dapat mempunyai aktivitas koagulase positif ini, dan hal inilah yang menjadi dasar untuk mengidentifikasi Staphylococcus aureus dengan spesies Staphylococcus lainnya pada penelitian di laboratorium mikrobiologi klinik.c. Enzim lain

Staphylococcus aureus juga memproduksi enzim lain yaitu: hialuronidase, stafilokinase, proteinase, lipase dan -laktamase. -laktamase yang sangat berperan dalam resistensi antibiotik merupakan enzim yang menginaktivasi penisilin dan penicillin binding protein yang menyebabkan resistensi methicillin dan cephalosporin.

Staphylococcus aureus juga memproduksi beberapa toksin yang sangat merusak dalam proses infeksinya, antara lain:a. Eksotoksin

Terdiri dari beberapa toksin yang mematikan yang dapat menyebabkan nekrosis kulit, dan mengandung hemolisin yang dapat dipisahkan dengan elektroforesis.

-toksin (-hemolisin)Merupakan toksin perusak membran paling kuat, terikat pada membran sel yang diserang dan menyebabkan isi sel bocor keluar. Pada manusia platelet dan monosit khususnya sensitif terhadap -toksin. Sel yang diserang memiliki reseptor spesifik untuk -toksin yang mengakibatkan toksin terikat dan menyebabkan lubang kecil pada membran melalui mekanisme osmotik lisis. Toksin ini juga dapat melisiskan eritrosit dan merusak trombosit.

- toksin

Merupakan sphingomyelinase dan bersifat racun yang mampu merusak berbagai jenis sel, termasuk eritrosit manusia dan membran kaya lipid.

toksin dan toksinToksin gamma diperkirakan mampu menghancurkan sel darah merah, sedangkan toksin delta mampu merusak membran biologik.

b. Leukosidin

Toksin ini mampu mematikan sel darah putih pada hewan. Peranan toksin ini dalam patogenesis Staphylococcus aureus belum jelas, sebab Staphylococcus patogen tidak dapat merusak sel darah putih dan dapat difagositosis. Antibodi tehadap leukosidin kemungkinan berperan dalam resistensi terhadap Staphylococcus berulang.c. Enterotoksin

Memiliki berbagai serotype (A,B,C,D,E,G) dan hampir 50% dari strain Staphylococcus memproduksi satu atau lebih enterotoksin. Enterotoksin tahan terhadap panas (tahan pendidihan selam 30 menit) dan tahan terhadap daya kerja enzim yang dihasilkan usus. Manusia yang mengkonsumsi 25g enterotoksin B akan mengalami muntah dan diare, kemungkinan karena efek perangsangan system saraf pusat setelah toksin bekerja pada reseptor saraf pusat.

d. Toksin Eksfoliatif

Toksin ini menyebabkan scalded skin syndrome dengan gejala deskuamasi menyeluruh, kulit melepuh dan hilangnya epidermis terutama pada neonatus.

e. Toksin Syndroma Syok ToksinKebanyakan strain Staphylococcus aureus memproduksi toxic shock syndrome toxic-1 (TSST-1), toksin ini menyebabkan demam, syok dan kelainan multisistem termasuk ruam deskuamasi.

f. Staphylokinase

Kebanyakan dimiliki oleh strain Staphylococcus aureus. Merupakan aktivator plasminogen yang menyebabkan lisisnya fibrin. Kompleks yang terbentuk antar staphylokinase dan plasminogen mengaktivasi plasmin yang menyebabkan pemecahan bekuan fibrin.

2.1.4.Patogenesis Staphylococcus aureusKemampuan patogenik Staphylococcus terutama Staphylococcus aureus untuk menimbulkan infeksi bersifat multifaktorial, merupakan efek gabungan faktor virulensi yang berasal dari ekstraseluler, toksintoksin, serta sifat invasif strain itu seperti yang sudah dijelaskan di atas. Kemampuan host untuk mempertahankan diri dari infeksi juga merupakan faktor penting dalam infeksi Staphylococcus ini. Namun jika faktor virulensi kuman lebih kuat daripada mekanisme pertahanan host, maka akan terjadi infeksi Staphylococcus.

Gambar.2.2. Invasi Staphylococcus pada jaringan (Lowy, 1998).14Staphylococcus yang bersirkulasi akan menempel pada endovaskuler yang rusak dimana sebelumnya telah terbentuk Platelet-Fibrin Thrombin (PFT). Ikatan ini melalui mekanisme MSCRAMM (Microbial-Surface Components Recognizing Adhesive Matrix Molecules). Dilain pihak, Staphylococcus dapat juga menempel pada sel endotelial secara langsung melalui interaksi adhesin-receptor atau melalui ligan-ligan yang termasuk di dalamnya adalah fibrinogen.15Setelah terjadi fagositosis oleh sel endotelial, Staphylococcus akan menguraikan enzim proteolitik yang akan membantu penyebaran ke jaringan dan melepasnya ke aliran darah. Tissue faktor yang terekspresi oleh sel endotelial terinfeksi akan merangsang deposisi fibrin dan formasi dari vegetasi. Sel endotelial mengekspresikan reseptor Fc dan molekul-molekul adhesi (Vascular-Cell Adhesion Molecules atau VCAM dan Intercellular Adhesion Molecules atau ICAM ) dan melepaskan interleukin-1 (IL-1), IL-6, dan IL-8. Sebagai hasilnya, leukosit akan melekat pada sel endotelial kemudian menuju tempat infeksi. Perubahan pada formasi sel endotelial akan menimbulkan peningkatan permeabilitas vaskuler dengan transudasi dari plasma protein. Makrofag dan monosit melepaskan IL-1, IL-6, IL-8, dan tumor necrosis factor- (TNF-) setelah terpapar oleh Staphylococcus. Aktivasi makrofag terjadi setelah dilepaskannya interferon- (INF-) oleh sel T. Sitokin dilepaskan ke dalam aliran darah dari monosit atau makrofag sama seperti pada sel endotelial, menimbulkan manifestasi dari sindroma sepsis dan vaskulitis yang berhubungan dengan systemic stapylococcal disease.14Infeksi Staphylococcus menyebabkan terbentuknya suatu kantung berisi nanah ( abses) dan bisul ( furunkel dan karbunkel) yang bisa terletak dekat di bawah permukaan kulit. Selain itu Staphylococcus dapat menyebar melalui pembuluh darah and menyebabkan abses pada organ dalam (seperti paru- paru), tulang (osteomielitis) dan lapisan dalam otot jantung dan katupnya (endokarditis).

2.1.5.Epedemiologi Staphylococcus aureus

Manusia merupakan koloni alamiah dari Staphylococcus aureus. Tigapuluh sampai dengan limapuluh persen manusia dewasa sehat terkolonisasi bakteri ini, dengan 1020% terkolonisasi secara persisten.15 Seseorang yang terkolonisasi oleh Staphylococcus aureus akan terjadi peningkatan risiko untuk mendapat infeksi tumpangan lainnya. Rata-rata kolonisasi Staphylococcus tinggi pada pasien-pasien dengan diabetes melitus (DM) tipe 1, pengguna obat-obat intravena, menjalani hemodialisis rutin, menjalani pembedahan, Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), sirosis hati dan 6defek pada kualitas atau kuantitas leukositnya. 10,16,17,18Jumlah infeksi Staphylococcus pada rumah sakit dan komunitas telah meningkat selama 20 tahun terakhir. Berdasarkan data dari National Naosocomial Infections Surveillance System (NNISS) dari periode tahun 1990 sampai 1992, Staphylococcus aureus merupakan penyebab kasus pneumonia nosokomial dan infeksi luka bedah dan bakteriemia paling umum.5Saat ini telah terjadi tren peningkatan julmah infeksi yang disebabkan Methicilliin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Data dari NHISS sari tahun 1987-1997 MRSA juga telah menjadi resisten terhadap antibiotik lainnya, dan hal ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak.2.1.6. Resistensi Staphylococcus terhadap Antibiotik

Resistensi antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme untuk bertahan dari pengaruh suatu antibiotik. Keadaan ini terjadi secara alamiah melalui seleksi alam lewat mutasi acak, namun dapat juga melalui pemaksaan dengan evolusi stres pada suatu populasi. Ketika sebuah gen berubah, maka bakteri dapat mengirimkan informasi genetik secara horisontal ke bakteri lainnya melalui pertukaran plasmid. Bakteri yang membawa beberapa gen resistensi disebut multiresistant atau superbug.

Dimulai pada sekitar tahun 1944, strain Staphylococcus, khususnya Staphylococcus aureus menjadi resisten terhadap penisilin. Strain yang resisten penisilin ini menghasilkan penisilinase, sejenis enzim -laktamase yang mengdegradasikan obat ini dengan memecah ikatan pada cincin -laktam. Kasus ini pertama kali dipublikasikan secara resmi pada tahun 1945. dan pada tahun 1947, Staphylococcus menjadi resisten sepenuhnya terhadap penisilin. 17 Sampai pada tahun 1960 kemudian, penelitian mengembangkan obat baru yang resisten terhadap aktivitas -laktamase dan dapat mengatasi infeksi Staphylococcus. obat baru ini seperti methicillin dan oxacillin, merupakan derivat semi-sintetik penisilin dengan grup fungsional ditempatkan pada lokasi baru gugus obat. Pada tahun 1975 mulai muncul laporan tentang adanya MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus) dan sampai dengan tahun 1991 prevalensi MRSA ini mengalami peningkatan sampai 26%.24 saat ini hampir 2,4% dari semua strain Staphylococcus aureus resisten terhadap methicllin.

Mekanisme reisitensi dapat terjadi karena adanya mutasi dari gen resisten atau didapat dari gen baru. Gen baru yang menjadi perantara timbulnya resistensi umumnya dibawa dari sel ke sel dengan cara melalui elemen genetik seperti plasmid, transposon dan bakteriofaga

Gambar.2.3. Transfer gen resistensi oleh bakteri secara horizontal (Yim,2007).19

Beberapa bakteri golonganStaphylococcus memiliki enzimbeta laktamaseyang dapat memecah cincin beta-laktam pada antibiotik tersebut dan membuatnya menjadi tidak aktif

(a) (b) Gambar 2.4. (a) Struktur Penisillin. (b) Cincin inti beta-laktam.16

Secara detail, mekanisme yang terjadi diawali dengan pemutusan ikatan C-N padacincin beta laktam dan mengakibatkanantibiotiktidak dapat berikatan dengan protein transpeptidase sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi pembentukan dinding sel bakteri.

Gambar.2.5. Mekanisme pemecahan cincin inti beta-laktam oleh enzim beta-lactamase.16Beberapa studi menyatakan bahwa selain ditemukan secara alami padabakterigram positif dan negatif, gen penyandi enzim beta-laktamase juga ditemukan pada plasmid dan transposon sehingga dapat ditransfer antarspesies bakteri. Hal ini menyebabkan kemampuan resistensi akan antibiotik beta-laktam dapat menyebar dengan cepat.

Resistensi ini juga disebabkan karena strain Staphylococcus aureus menghasilkan PBP2a, yang dikendalikan oleh DNAmec, yaitu mec a, mec I dan mec RI. Mutasi pada gen mec a pada Staphylococcus aureus akan menyebabkan resistensi terhadap semua obat beta laktam akibat dari low affinity penicillin binding protein ( PBP 2a) yang dikode oleh gen kromosom mec a. PBP 2a memiliki afinitas rendah pada methicillin. Peran PBP 2a dalam mekanisme resistensi adalah mensubstitusi PBP yang telah terinaktivasi oleh antibiotik beta-laktam sehingga antibiotik tersebut tidak dapat merusak bakteri tersebut.

2.2. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)Lebih dari 80% strain Staphylococcus aureus menghasilkan penicilinase, dan penicillinase-stable beta-lactam seperti methicillin, cloxacillin, dan fluoxacillin yang telah digunakan sebagai terapi utama dari infeksi Staphylococcus aureus selama lebih dari 35 tahun. Strain yang resisten terhadap kelompok penicillin dan beta-laktam ini muncul tidak lama setelah penggunaan agen ini untuk pengobatan.

Methicillin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus resisten terhadap penicillin. Namun, di Inggris pada tahun 1961 telah dilaporkan adanya isolat Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin.10 Kemudian infeksi MRSA secara cepat menyebar di seluruh negara-negara Eropa, Jepang, Australia, Amerika Serikat, dan seluruh dunia selama berpuluh-puluh tahun serta menjadi infeksi yang multidrug-resistant.20,18Tabel.2.1. Kronologis MRSA.172.2.1.Definisi dan Epidemiologi MRSAStaphylococcus aureus merupakan bakteri yang biasa terdapat pada jaringan lunak, nares anterior, aksila, perineum, dan sering ditemukan di jaringan kulit normal pada 20-30% orang sehat.5 MRSA adalah Staphylococcus aureus yang resisten terhadap antibiotik -laktam, termasuk penicillinase-resistant penicillins (methicillin, oxacillin, nafcillin) dan cephalosporin.22

Saat ini diperkirakan sekitar 2-3% populasi umum telah terkolonisasi oleh MRSA. Jumlah ini akan meningkat lagi menjadi 5% pada populasi yang berkelompok seperti militer dan penjara. Orang yang terkolonisasi akan mudah untuk terjadi infeksi, walaupun sebagian besar akan tetap asimtomatik .4Antara tahun 1996-1999 dilaporkan bahwa 23 rumah sakit di Kanada terdapat 6% dari seluruh isolat Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin, dengan rata-rata 4,14 kasus MRSA per 1000 pasien yang dirawat dari 35% pasien dengan infeksi. Sebagian besar isolat diperoleh dari MRSA yang berasal dari ruang perawatan akut (72,6%), 7,2% diperoleh dari bangsal perawatan, 4,6% diperoleh dari komunitas masyarakat, dan sisanya (15,6%) tidak diketahui asalnya. 5

Di Amerika Serikat, selama 13 tahun (1993-2005) infeksi MRSA telah sangat berkembang. Pada tahun 2005 terdapat 368.600 kasus MRSA di rumah sakit seluruh AS. Keadaan ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 30% dibandingkan pada tahun 2004.

Di Inggris sampai dengan tahun 2004 didapatkan data prevalensi bahwa7: a. MRSA menjadi masalah yang predominan pada usia lanjut (82% usia > 60 tahun).

b. strain MRSA yang ada 92% resisten terhadap fluoroquinolone dan 72% resisten terhadap makrolid.

c. sebagian besar isolat masih sensitif terhadap tetracyclin, fusidic acid, rifampicin, dan gentamycin.

d. strain MRSA yang telah diuji 12% resisten terhadap mupirocin.

Selama tahun 2006 di Laboratorium Patologi Klinik RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat) Dr. Sardjito Yogyakarta diperoleh 3729 isolat kuman, yaitu 1128 dari spesimen darah, 825 dari spesimen urin, 957 dari spesimen sputum, dan 819 spesimen pus. Proporsi beberapa jenis kuman Gram (+) ternyata cukup signifikan. Spesies yang menonjol adalah S. epidermidis, S. aureus, dan S. viridians.9MRSA digolongkan menjadi 2, yaitu:a. HA-MRSA

Healthcare-Associated MRSA (HA-MRSA) oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) didefinisikan sebagai infeksi MRSA yang terdapat pada individu yang pernah dirawat di rumah sakit atau menjalani tindakan operasi dalam 1 tahun terakhir, memiliki alat bantu medis permanen dalam tubuhnya, bertempat tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang, atau individu yang menjalani dialisis.22

b. CA-MRSA

Pada awal 1990-an telah muncul MRSA yang didapatkan pada individu yang sebelumnya tidak memiliki faktor risiko yang berhubungan dengan MRSA. Keadaan ini disebut sebagai Community-Associated MRSA (CA-MRSA).22,232.2.2.Diagnosis MRSAPenularan utama MRSA adalah melalui kontak langsung antar orang per orang, biasanya dari tangan orang yang terinfeksi atau terkolonisasi. MRSA juga dapat menyebar melalui pemakaian handuk bersama-sama, alat-alat mandi, alat-alat olahraga, baju, alat-alat pengobatan, olahraga dengan kontak langsung, atau ketika adanya wabah yang berasal dari makanan.4

Setiap dokter atau penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan infeksi MRSA pada diagnosis bandingnya pada semua pasien dengan adanya gambaran infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebut juga Skin and Soft Tissue Infection (SSTI) atau manifestasi gejala lainnya dari infeksi Staphylococcus disertai adanya faktor risiko untuk terjadinya MRSA.22,4

Faktor-faktor risiko untuk terjadinya MRSA:

a. Faktor-faktor community-acquired atau tempat khusus

Kondisi tempat tinggal yang berdesakan dan kumuh (penjara, barak militer, penampungan gelandangan

Populasi (penduduk kepulauan pasifik, asli Alaska, asli Amerika)

Kontak olahraga (sepakbola, rugby, gulat)

Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki

Berbagi handuk, alat-alat olahraga, barang-barang pribadi

Higiene personal yang buruk

b. Faktor-faktor hospital-acquired atau tradisional

Perawatan di rumah sakit sebelumnya (dalam 1 tahun terakhir)

Dilakukan operasi sebelumnya (rawat inap atau rawat jalan dalam 1 tahun terakhir)

Riwayat abses yang rekuren, folikulitis, furunkulosis atau infeksi kulit lainnya

Riwayat infeksi kulit yang rekuren dalam keluarga atau yang tinggal bersama

Terbukti secara laboratorium adanya kasus MRSA dalam keluarga atau yang tinggal bersama

Tinggal di fasilitas perawatan jangka lama atau kontak dengan penghuninya berkali-kali

Pengguna obat intavena dan kateter

Kondisi medis (misalnya diabetes, HIV, gagal ginjal)

Adapun untuk pembiakanMRSA yang positif baik dari darah dan cairan tubuh yang steril (misalnya cairan sendi, pleura, dan serbrospinal) merupakan diagnosis pasti dari infeksi MRSA. Pembiakanpositif dari sumber-sumber yang non-steril (misalnya dari drainase luka dan luka terbuka) merupakan indikasi adanya infeksi bakteri atau kolonisasi dan harus diinterpetasikan dalam bentuk gejala klinik pasien.4 Akan tetapi dalam beberapa studi, baku emas pada MRSA adalah ditemukannya gen mec a pada DNA bakteri tersebut.2.2.3. Pengobatan MRSADalam mengobati infeksi Staphylococcus, penicillin tetap merupakan obat pilihan jika biakan masih sensitive terhadap obat tersebut. Penicillin semisintetik (nafcillin atau oxacillin) diindikasikan untuk strain penghasil beta laktamase. Pada pasien dengan riwayat alergi penicillin tipe delayed, obat golongan sefalosporin seperti cefazolin atau cephalothin dapat dipakai sebagai alternative obat.

Adapun obat-obatan yang dapat digunakan untuk terapi MRSA, antara lain:

a. Vancomycin

Vancomycin merupakan obat pilihan pertama (drug of choice) untuk berbagai macam infeksi khususnya pada infeksi berat yang disebabkan oleh MRSA.7 Vancomycin tidak dapat diabsorbsi dengan baik pada pemberian oral, sehingga sediaan yang ada dalam bentuk injeksidan pemberiannya secara intravena. Pemberian secara intramuskular akan menimbulkan nyeri pada tempat suntikan. 24

Pemberian vancomycin adalah 2 g/hari dalam dosis terbagi 500 mg/6 jam atau 1 g/12 jam. Penyesuaian dosis harus dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Dosis inisial yang harus diberikan tidak boleh 28mm

5. Sensitif oxacillin

Adalah keadaan dimana strain Staphylococcus koagulase positif sensitif terhadap pengobatan dengan antibiotik oxacillin yang ditandai dengan uji resistensi dengan metode difusi cakram yang mana menunjukkan hasil diameter zona hambatan > 16mm.

6. Staphylococcus aureus dengan Gen mec a

Adalah petunjuk identifikasi isolat positif MRSA yang didapat dari metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan adanya hasil strain gen bakteri yang cocok dengan gen mec a pada marker yaitu pada 147kbps.3.7. Cara Pengambilan Data

Dalam penelitian ini digunakan data primer. Untuk mendapatkan data isolasi MRSA, maka dilakukan sejumlah penelitian laboratorium yang bertujuan mendapatkan bakteri Staphylococcus aureus yang resisten metilcillin melalui beberapa tahap sebagai berikut:1. Pembiakanbakteri dan uji resistensi:

a. Pengambilan swab rongga hidung (nares anterior) dari sampel untuk mendapatkan populasi Staphylococcus dengan menggunakan kapas lidi.

b. Kapas lidi tersebut dioleskan pada media agar dan kemudian dipembiakandengan menggunakan media agar darah dan diinkubasikan selama 18 jam dengan suhu 370C. Setelah itu dilakukan identifikasi bakteri Staphylococcus menggunakan pewarnaan Gram dan dilihat melalui mikroskop untuk menentukan jenis bakteri yang didapat.

c. Kemudian dilakukan tes koagulase, katalase dan biokimia untuk mengidentifikasi strain Staphylococcus pada biakan. Positif Staphylcoccus aureus apabila dijumpai adanya gumpalan pada tabung reaksi ketika uji koagulase dengan serum plasma kelinci, dijumpai gelembung udara pada uji katalase menggunakan H2O2 dan perubahan warna pada uji biokimia.d. Sampel yang disimpulkan membawa koloni Staphylococcus aureus kemudian dilanjutkan dengan uji resistensi terhadap antibiotik penisillin dan oxacillin untuk resistensi kuman. Resistensi dan sensitivitas bakteri diukur dengan melihat diameter zona hambatan yang dibentuk.102. Isolasi, purifikasi DNA dan PCR: a. Koloni bakteri Staphylococcus aureus diambil dan dimasukan dalam tabung yang telah diisi dengan PBS.b. Lakukan pencucian sebanyak 2x dalam 1000L PBS lalu sentrifugasi dalam 5000rpm selama 5 menit. Tambahkan saponin 500L, lalu inkubasi selama 24 jam dalam suhu -200C.

c. Kemudian dilanjutkan dengan vorteks dan sentrifugasi12000rpm selama 10 menit. Cuci dengan 1000L PBS sebanyak 3x, disentrifugasi 5000rpm dalam 5 menit. Kemudian tambahkan chelex 50L + 100L ddH2O.

d. Rebus selama 5 menit, kemudian lakukan vorteks, lalu spindown dalam 1000rpm selama 1 menit, kemudian rebus kembali selama 5 menit. Kemudian sentrifugasi selama 10 menit dalam 12000rpm.e. PCR pada penelitian ini menggunakan sepasang primer yaitu primer forward dan reserve mecA. Volume total reaksi PCR ini adalah 25l terdiri atas buffer PCR 1x, 200mM dNTPs, 400 nM CF2-CR2, 800 nM DF2-DR1, MP4-MP7, 200 nM KF1-KR1, RF3-RR9, 1.25 U tag polymerase, 5 ng DNA template dan air. Kondisi PCR adalah predenaturasi 940c 4 menit, kemudian 30 detik pada 940C, 30 detik pada 540C dan 60 detik 720C sebanyak 30 siklus, ekstensi final adalah 720C selama 4 menit.10,24,25f. Kemudian produk PCR dielektroforesis pada 2 % gel agarosa, 1X tris-buffer EDTA, 90 volt selama 90 menit, diwarnai dengan etidium bromida 10 mg/mL. kemudian divisualisasi dengan ultra violet dan difoto.

3.8. Alur Penelitian

3.9. Penyajian DataData hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan peryataan-pernyataan deskriptif. Contoh tabel: Distribusi Subjek menurut jenis kelamin (n= 78)

Jenis KelaminJumlah%

Perempuan

Laki-laki

Total

3.10 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini dihadapi kendala-kendala antara lain:

1. Jadwal Penelitian yang kurang terealisasi dengan baik.

Pada penelitian ini, seharusnya pengambilan sampel dilakukan pada awal bulan November 2010, akan tetapi dikarenakan banyak terjadinya perubahan dalam jadwal kuliah peneliti, maka pengambilan sampel baru dapat dilaksanakan pada awal bulan Desember 2010, sehingga sebagian dari jadwal penelitian tidak berlangsung sesuai waktu yang diharapkan.

2. Faktor manusia (human error).

Adanya ketidaktelitian dari petugas yang mengambil sampel maupun adanya kesalahan dalam melakukan rangkaian penelitian dalam laboratorium ini, meskipun telah ditekan sekecil mungkin. Selain itu, adanya sampel yang kurang kooperatif pada saat pengambilan swab nares anterior, sehingga dapat mempengaruhi hasil biakan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Jumlah seluruh hasil pembiakan spesimen sputum yang diambil pada bulan Oktober 2010 Maret 2011 adalah berjumlah 720 data. Dari keseluruhan data tersebut, didapatkan 692 data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini, yakni semua data hasil pembiakan bakteri non-Mycobacterium tuberculosis yang telah dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotik. Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Hasil Pembiakan Sputum KarakteristikJumlah SputumPersentase

Bakteri50169,6

Bakteri dan Jamur19126,5

Jamur223,05

Steril60,85

Total720100

4.1.1. Hasil Pembiakan SputumDalam penelitian ini didapatkan hasil pembiakanpositif bakteri dan jamur dengan satu macam isolat ataupun berbagai macam isolat dalam satu sputum dengan jenis isolat yang paling banyak yakni tiga jenis isolat bakteri dan satu jenis isolat jamur. Sebanyak 266 sputum ditemukan satu jenis isolat bakteri tiap sputumnya dengan rata-rata 44,3 sputum tiap bulannya. Kemudian sejumlah 111 sputum ditemukan satu jenis isolat bakteri dengan satu jenis isolat jamur dalam tiap sputumnya dan rata-rata 18,5 sputum tiap bulannya. Rincian lengkapnya dapat dilihat di Tabel 4.2. Tabel 4.2 Distribusi Hasil PembiakanSputum Tiap Bulan (Oktober 2010 - Maret 2011) BulanPembiakanPositif (Isolat %)PembiakanNegatifJumlah Sputum

1 B1 B + 1 J2 B2 B + 1 J2 B + 2 J3 B3 B + 1 J 1 J

Okt-1034 (33)20 (20)26 (25)14 (14)001(1)4(4)3(3)102 (100)

Nop-1127 (34)15 (19)22 (28)11 (14)1(1,2)1(1,2)02(2,6)079 (100)

Des-1040 (37)18 (16)37 (34)8 (7)01(1)04(4)1(1)109 (100)

Jan-1153 (37)24 (17)48 (33)16 (11)0003(2)0144 (100)

Feb-1152 (43)16 (13)39 (33)7 (6)001(1)4(3)1(1)120 (100)

Mar-1160 (36)18 (11)58 (35)21 (12,6)03(1,8)05(3)1(0,6)166 (100)

Total26611123077152226720

Rata-rata44,318,538,312,80,160,830,333,671120

* B : Bakteri ; J : JamurDapat dilihat bahwa jumlah sputum terbanyak adalah di bulan Maret 2011 yakni sebanyak 166 sputum dan jumlah sputum yang terkecil adalah 79 sputum di bulan Nopember 2010. Pada satu jenis isolat bakteri dalam tiap sputum, didapatkan proporsi yang terbesar pada bulan Februari 2011 yakni sebesar 43%, kemudian untuk proporsi satu jenis isolat bakteri dan satu jenis isolat jamur didapatkan paling besar pada bulan Oktober 2010, yakni 20%, untuk proporsi dua jenis isolat bakteri paling besar didapati pada bulan Maret 2011 dengan 35% dan seterusnya dapat dilihat di tabel di atas. Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini ditemukan isolat bakteri sebanyak 1014 isolat, dengan bakteri Gram positif sebanyak 450 isolat sedangkan bakteri Gram negatif lebih banyak yakni sebanyak 564 isolat. Total isolat bakteri terbanyak pada bulan Maret 2011 (245 isolat) dan yang terkecil pada bulan Nopember 2010 (113 isolat). Jumlah proporsi bakteri Gram positif terbanyak adalah 47,8% di bulan Nopember 2010, dan jumlah proporsi bakteri Gram negatif terbanyak adalah 62% di bulan Oktober 2010. Tabel 4.3 Distribusi Isolat Bakteri Gram Negatif dan Gram Positif Hasil PembiakanSputum Tiap Bulan (Oktober 2010-Maret 2011)BulanBakteriTotal Bakteri

Gram PositifGram Negatif

Okt-1052 (38)85 (62)137 (100)

Nop-1154 (47,8)59 (52,2)113 (100)

Des-1059 (39,1)92 (60,9)151 (100)

Jan-1197 (47,3)108 (52,7)205 (100)

Feb-1178 (47,9)85 (52,1)163 (100)

Mar-11109 (44,5)136 (55,5)245 (100)

Total450564 1014

Jumlah isolat jamur hasil pembiakandari sputum pada penelitian ini adalah sebanyak 214 isolat, dengan total isolat jamur yang paling besar pada bulan Maret 2011 dan total isolat jamur yang terkecil pada bulan Februari 2011. Dapat dilihat dari tabel di bawah ini bahwa Candida albicans menempati urutan teratas dengan total 150 isolat, kemudian C. glabrata dengan jumlah 56 isolat, C. tropicalis (7 isolat), dan Aspergillus sp. (1 isolat). Proporsi C. albicans yang terbanyak didapat pada bulan Januari 2011, sedangkan proporsi C. glabrata terbanyak pada bulan Maret 2011. Rincian lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4 Distribusi Isolat Jamur Hasil PembiakanSputum Tiap Bulan (Oktober 2010-Maret 2011)

BulanJamurTotal

Aspergillus sp.C. albicansC. glabrataC. tropicalis

Okt-1026 (66,67)10 (25,64)3 (7,69)39 (100)

Nop-111 (3,33)22 (73,33)6 (20)1 (3,33)30 (100)

Des-1022 (73,33)8 (26,67)030 (100)

Jan-1134 (79)9 (21)43 (100)

Feb-1121 (75)6 (21,4)1 (3,6)28 (100)

Mar-1125 (56,8)17 (38,6)2 (4,6)44 (100)

Total1150567214

Jenis isolat bakteri terbanyak yang didapat dari pembiakandalam penelitian ini adalah bakteri Klebsiella pneumoniae dengan jumlah 257 (25,3%), kemudian Streptococcus viridans sebanyak 204 (20,1%), Staphylococcus aureus dengan jumlah 124 (12,2%), Acinetobacter calcoaceticus berjumlah 123 (12,1%), dan Streptococcus bovis sebanyak 105 (10,4%). Rincian lengkap distribusi bakteri dapat dilihat pada tabel 4.5.Tabel 4.5 Distribusi Isolat Bakteri Hasil Pembiakan Sputum Oktober 2010-Maret 2011Bakteri Gram NegatifJumlah(%)

Klebsiella pneumoniae25725,3

Acinetobacter calcoaceticus12312,1

Pseudomonas aeruginosa797,8

Enterobacter aerogenes403,9

Escherichia coli343,4

Proteus mirabilis131,3

Pseudomonas maltophilia50,5

Enterobacter agglomerans40,4

Citrobacter diversus30,3

Citrobacter freundii20,2

Flavobacterium menigosepticum10,1

Klebsiella ozaenae10,1

Klebsiella oxytoca10,1

Providencia alcalifaciens10,1

Total56455,6

Bakteri Gram PositifJumlah (%)

Streptococcus viridans20420,1

Staphylococcus aureus12412,2

Streptococcus bovis10510,4

Enterococcus faecalis80,8

Staphylococcus epidermidis40,4

Streptococcus pyogenes20,2

Staphylococcus saprophyticus20,2

Streptococcus agalactiae10,1

Total45044,4

Total1014100,0

4.1.2. Uji Kepekaan Bakteri terhadap AntibiotikaDari hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika diperoleh hasil antibiotik yang masih sensitif untuk bakteri Gram negatif yang didapat dari hasil kultur, yakni Amikasin didapati sensitif terhadap 94% bakteri Gram negatif, Imipenem juga didapati sensitif terhadap 91,5% bakteri Gram negatif, dan Gentamisin yang didapati masih sensitif terhadap 71,8% bakteri Gram negatif. Sedangkan, bakteri Gram negatif didapati telah resisten terhadap antibiotik Kloramfenikol, yakni sebesar 61,5%. Kemudian, terhadap Kotrimoksazol sebanyak 53,2% bakteri Gram negatif dan terhadap Amoksisilin-klavulanat sebesar 46,7%. Tabel 4.6 Distribusi Kepekaan Isolat Bakteri Gram Negatif (n=564)Antibiotika% Resisten (n)% Intermediat (n)% Sensitif (n)

Sefotaksim38,3 (200)35,1 (183)26,6 (139)

Kotrimoksazol53,2 (300)3,4 (19)43,4 (245)

Amikasin5,1 (28) 0,9 (5)94 (519)

Gentamisin27,8 (149)0,4 (2)71,8 (385)

Tetrasiklin40,9 (230)15,1 (85)44 (247)

Kloramfenikol61,5 (345)3,7 (21)34,8 (195)

Amoksisilin-klavulanat46,7 (259)20,7 (115)32,6 (181)

Imipenem7,5 (16)0,9 (2)91,5 (195)

Siprofloksasin23,5 (63)13,8 (37)62,7 (168)

Seftriakson43,6 (116)35 (93)21,4 (57)

Norfloksasin22,5 (51)8,8 (26)68,7 (156)

Sedangkan, untuk bakteri Gram positif, kepekaan terhadap antibiotik yang masih sensitif adalah Imipenem, yang didapati peka terhadap 91,8% bakteri Gram positif, Vankomisin yang didapati peka terhadap 89,7%, Amikasin sebanyak 87,7% bakteri Gram positif, dan Amoksisilin-klavulanat sebanyak 86,4% bakteri Gram positif. Untuk bakteri Gram positif, yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap antibiotik adalah terhadap Norfloksasin sebanyak 65,2% bakteri gram positif, kemudian Gentamisin (55,8%), dan Klindamisin (53,9%). Tabel 4.7. Distribusi Kepekaan Isolat Bakteri Gram Positif (n=450)Antibiotika% Resisten (n)% Intermediat (n)% Sensitif (n)

Penisilin27,4 (122)15,5 (69)57,2 (255)

Ampisilin22,2 (99)11,2 (50)66,6 (297)

Sefotaksim17,2(69)22,9 (92)59,9 (240)

Amikasin10 (13)2,3 (3)87,7 (114)

Gentamisin55,8 (235)11,6 (49)32,5 (137)

Eritromisin44,2 (194)26,4 (116)29,4 (129)

Vankomisin9 (40)1,3 (6)89,7 (399)

Amoksisilin klavulanat4,7 (15)8,8 (28)86,4 (274)

Imipenem8,2 (10)091,8 (112)

Klindamisin53,9 (111)5,3 (11)40,8 (84)

Seftriakson29,9 (50)28,7 (43)41,3 (69)

Norfloksasin65,2 (86)15,2 (20)19,7 (26)

Teikoplanin14,3 (6)9,5 (4)76,2 (32)

A. Pola Distribusi Kepekaan Bakteri Gram Negatif Terhadap Antibiotika1. Klebsiella pneumoniaeTabel 4.8 Distribusi bakteri Gram negatif, Klebsiella pneumoniae yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.Antibiotika

Kepekaan Klebsiella pneumoniae (n=257)

ResistenIntermediatSensitif

N

%

N

%

N

%

Sefotaksim

10444,35021,38134,5

Kotrimoksazol

13652,972,711444,4

Amikasin

521

0,424497,6

Gentamisin

70291

0,417070,5

Tetrasiklin

9436,728

10,913452,3

Kloramfenikol

11645,3103,913050,8

Amoksisillin klavulanat

8535,55722,411244,1

ImipenemSiprofloksasin Seftriakson Norfloksasin3

2350

163,720,54517,40223290

19,628,89,87867296796,3

59,826,172,8

Hasil uji kepekaan bakteri Klebsiella pneumoniae terhadap beberapa antibiotika menunjukkan bahwa bakteri Klebsiella pneumoniae memiliki sensitivitas paling tinggi terhadap Amikasin (97,6%), Imipenem (96,3%), Norfloksasin (72,8%), dan Gentamisin (70,5%). Dan memiliki resistensi paling besar terhadap Kotrimoksazol, Kloramfenikol dan Sefotaksim.

2. Acinetobacter calcoaceticusBakteri Acinetobacter calcoaceticus menunjukkan sensitivitas yang paling tinggi terhadap Amikasin (93,4%), dan Imipenem (91,3%). Dan memiliki resistensi paling besar terhadap antibiotik Kloramfenikol (89,2%). Terhadap antibiotika Sefotaksim dan Seftriakson, bakteri A. calcoaceticus menunjukkan sifat intermediat.Tabel 4.9 Distribusi bakteri Gram negatif, Acinetobacter calcoaceticus yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotikaAntibiotikaKepekaan Acinetobacter calcoaceticus (n= 123)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 31277565,297,8

Kotrimoksazol 4335,243,37561,5

Amikasin 86,60011393,4

Gentamisin 2622,49077,6

Tetrasiklin 2621,52621,56957

Kloramfenikol 10789,221,7119,2

Amoksisillin klavulanat 4538,133284033,9

Imipenem 36,512,24291,3

Siprofloksasin 1221,8712,73665,5

Seftriakson 1526,83664,358,9

Norfloksasin 1326483366

3. Pseudomonas aeruginosaBakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki sensitivitas paling tinggi terhadap Amikasin (84,8%), Imipenem (80,8%), dan Gentamisin (73,1%). P. aeruginosa sangat resisten terhadap antibiotik Amoksisilin-klavulanat (92,3%), Kloramfenikol (91,1%), dan Kotrimoksazol (84,8%). Tabel 4.10 Distribusi bakteri Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Pseudomonas aeruginosa (n=79)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim2838,93548,6912,5

Kotrimoksazol6784,822,51012,7

Amikasin1012,722,56784,8

Gentamisin2126,9005773,1

Tetrasiklin5367,11924,178,9

Kloramfenikol7291,156,322,5

Amoksisillin klavulanat7292,356,411,3

Imipenem917,311,94280,8

Siprofloksasin2035,735,43359,8

Seftriakson3054,51527,31018,2

Norfloksasin1632,7123265,3

4. Enterobacter aerogenesDilihat dari tabel di bawah ini ditemukan bahwa bakteri E. aerogenes paling sensitif terhadap antibiotika dengan urutan yang tertinggi adalah Imipenem (100%), Amikasin (95%), dan Norfloksasin (85,7%). Tetapi bakteri ini didapatkan paling resisten terhadap Amoksisilin-klavulanat (80%), dan didapati telah resisten terhadap Kotrimoksazol (52,5%).

Tabel 4.11 Distribusi bakteri Gram negatif, Enterobacter aerogenes yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika. AntibiotikaKepekaan Enterobacter aerogenes (n=40)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 1334,21128,91436,8

Kotrimoksazol 2152,5251742,5

Amikasin 25003895

Gentamisin 1025003075

Tetrasiklin 1742,5717,51640

Kloramfenikol 184537,51947,5

Amoksisillin klavulanat 328061525

Imipenem 000013100

Siprofloksasin 17,1214,31178,6

Seftriakson 531,3531,3637,5

Norfloksasin 00214,31285,7

5. Escherichia coli

Tabel 4.12 Distribusi bakteri Gram negatif, Escherichia coli yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Escherichia coli (n= 34)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 1856,339,41134,4

Kotrimoksazol 2264,725,91029,4

Amikasin 13133193,9

Gentamisin 1445,2001754,8

Tetrasiklin 2161,825,91132,4

Kloramfenikol 1544,1001955,9

Amoksisilin klavulanat 1236,4927,31236,4

Imipenem 11000990

Siprofloksasin 426,7213,3960

Seftriakson 1083,300216,7

Norfloksasin 330220550

Sensitivitas E. coli terhadap antibiotika paling tinggi ditemukan pada Amikasin (93,9%) dan Imipenem (90%), Dan ditemukan telah resisten hampir terhadap semua antibiotik yang diujikan kecuali terhadap Amikasin, Imipenem dan Siprofloksasin. Resistensi tertinggi ditemukan terhadap Seftriakson (83,3%). Rincian lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.12 di atas.

6. Proteus mirabilisDitemukan bahwa P. mirabilis sensitif terhadap antibiotika dengan urutan tertinggi yakni Imipenem (100%), Amikasin (90,9%), Sefotaksim (75%) dan Gentamisin (75%). Tetapi ditemukan resisten paling tinggi terhadap antibiotika Tetrasiklin (84,6%), kemudian terhadap Amoksisilin-klavulanat (53,8%).Tabel 4.13 Distribusi bakteri Gram negatif, Proteus mirabilis yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Proteus mirabilis (n=13)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 18,3216,7975

Kotrimoksazol 646,200753,8

Amikasin 19,1001090,9

Gentamisin 32500975

Tetrasiklin 1184,617,717,7

Kloramfenikol 538,517,7753,8

Amoksisillin klavulanat 753,817,7538,5

Imipenem 00004100

Siprofloksasin 228,600571,4

Seftriakson 444,4111,1444,4

Norfloksasin 36000240

7. Pseudomonas maltophillia

Bakteri Pseudomonas maltophillia memiliki sensitivitas paling tinggi terhadap Amikasin, Imipenem, Gentamisin, dan Siprofloksasin yakni sebesar 100%. P. maltophillia sangat resisten terhadap antibiotik Kloramfenikol (100%).

Tabel 4.14 Distribusi bakteri Gram negatif, Pseudomonas maltophillia yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.AntibiotikaKepekaan Pseudomonas maltophillia (n=5)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim00410000

Kotrimoksazol12000480

Amikasin00005100

Gentamisin00004100

Tetrasiklin00240360

Kloramfenikol51000000

Amoksisillin klavulanat00360420

Imipenem00003100

Siprofloksasin00004100

Seftriakson133,3266,700

Norfloksasin00133,3266,7

8. Enterobacter agglomeransTabel 4.15 Distribusi bakteri Gram negatif, Enterobacter agglomerans yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika. AntibiotikaKepekaan Enterobacter agglomerans (n=4)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 12500375

Kotrimoksazol 12500375

Amikasin 00125375

Gentamisin 12500375

Tetrasiklin 25000250

Kloramfenikol 25000250

Amoksisillin klavulanat 25000250

Imipenem 00001100

Siprofloksasin 00110000

Seftriakson 00110000

Norfloksasin 00110000

Bakteri E. agglomerans, didapatkan paling sensitif dengan antibiotika Imipenem (100%) dan Amikasin (95%), dan masih sensitif terhadap Norfloksasin (85,7%) dan Siprofloksasin (78,6%). Dan ditemukan resisten terhadap antibiotika Amoksisilin-klavulanat sebesar 80%.

9. Citrobacter diversus dan Citrobacter freundiiTabel 4.16 Distribusi bakteri Gram negatif, Citrobacter diversus yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Citrobacter diversus (n=3)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 133,3266,700

Kotrimoksazol 133,3133,3133,3

Amikasin 00003100

Gentamisin 133,300266,7

Tetrasiklin 266,700133,3

Kloramfenikol 31000000

Amoksisillin klavulanat 266,700133,3

Tabel 4.17 Distribusi bakteri Gram negatif, Citrobacter freundii yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Citrobacter freundii (n=2)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 15000150

Kotrimoksazol 15000150

Amikasin 15000150

Gentamisin 15000150

Tetrasiklin 15000150

Kloramfenikol 15000150

Amoksisillin klavulanat 15000150

Siprofloksasin11000000

Bakteri Citrobacter diversus paling sensitif terhadap Amikasin (100%) dan paling resisten terhadap Kloramfenikol (100%). Sedangkan bakteri Citrobacter freundii menunjukkan proporsi yang sama antara sensitif dan resisten terhadap semua antibiotika, kecuali resistensi terhadap siprofloksasin (100%) yang hanya diuji oleh satu bakteri. 10. Flavobacterium meningosepticum

Bakteri Flavobacterium meningosepticum ini didapatkan sensitif hanya terhadap Kloramfenikol dan Siprofloksasin, tetapi ditemukan telah resisten terhadap Sefotaksim, Gentamisin, Tetrasiklin, dan Amoksisilin-klavulanat.

Tabel 4.18 Distribusi bakteri Gram negatif, Flavobacterium meningosepticum yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Flavobacterium meningosepticum (n=1)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 11000000

Kotrimoksazol 00110000

Gentamisin 11000000

Tetrasiklin 11000000

Kloramfenikol 00001100

Amoksisillin klavulanat 11000000

Siprofloksasin 00001100

11. Klebsiella ozaenae dan Klebsiella oxytocaKedua bakteri ini hanya ditemukan masing-masing satu isolat. Hasil uji kepekaan bakteri Klebsiella ozaenae dan K. oxytoca didapatkan masih sensitif terhadap semua antibiotika, kecuali K. ozaenae yang bersifat intermediat terhadap Seftriakson, sedangkan K. oxytoca bersifat intermediat terhadap Amoksisilin-klavulanat.Tabel 4.19 Distribusi bakteri Gram negatif, Klebsiella ozaenae yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Klebsiella ozaenae (n= 1)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 00001100

Kotrimoksazol 00001100

Amikasin 00001100

Gentamisin 00001100

Tetrasiklin 00001100

Kloramfenikol 00001100

Amoksisilin klavulanat 00001100

Imipenem 00001100

Siprofloksasin 00001100

Seftriakson 00110000

Norfloksasin 00001100

Tabel 4.20 Distribusi bakteri Gram negatif, Klebsiella oxytoca yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Klebsiella oxytoca (n= 1)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 00001100

Kotrimoksazol 00001100

Amikasin 00001100

Gentamisin 00001100

Tetrasiklin 00001100

Kloramfenikol 00001100

Amoksisilin klavulanat 00110000

Imipenem 00001100

Siprofloksasin 00001100

Seftriakson 00001100

Norfloksasin 00001100

12. Providencia alcalifaciensBakteri ini, Providencia alcalifaciens, hanya ditemukan satu isolat, dan didapatkan sensitif terhadap Amikasin, Kloramfenikol, Amoksisilin-klavulanat, Imipenem, dan Norfloksasin. Sisanya, didapatkan resisten.

Tabel 4.21 Distribusi bakteri Gram negatif, Providencia alcalifaciens yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Providencia alcalifaciens (n=1)

ResistenIntermediatSensitif

NPersenNPersenNPersen

Sefotaksim 11000000

Kotrimoksazol 11000000

Amikasin 00001100

Gentamisin 11000000

Tetrasiklin 11000000

Kloramfenikol 00001100

Amoksisillin klavulanat 00001100

Imipenem 00001100

Seftriakson 11000000

Norfloksasin 00001100

B. Pola Distribusi Kepekaan Bakteri Gram Positif Terhadap Antibiotika1. Streptococcus viridans

Sensitivitas bakteri S. viridans terhadap antibiotika yang paling tinggi adalah terhadap Imipenem (94,5%), Vankomisin (91,1%), dan Amoksisilin-klavulanat (86,4%). Dan bakteri ini didapati telah resisten terhadap Norfloksasin (58,1%) dan Gentamisin (55,1%)Tabel 4.22 Distribusi bakteri Gram positif, Streptococcus viridans yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.AntibiotikaKepekaan Streptococcus viridans (n=204)

RIS

N%N%N%

Penisilin2411,83316,314671,9

Ampisilin2311,32311,315777,3

Sefotaksim 84,34624,513471,3

Gentamisin 10855,13015,35829,6

Eritromisin7236,26331,76432,2

Vankomisin 178,410,518591,1

Amoksisillin klavulanat 94,5189,117186,4

Imipenem35,5005294,5

Klindamisin535755,43537,6

Seftriakson 1114,92432,43952,7

Norfloksasin 3658,11625,81016,1

Teicoplanin522,7418,21359,1

2. Staphylococcus aureus

Tabel 4.23 Distribusi bakteri Gram positif, Staphylococcus aureus yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.AntibiotikaKepekaan Staphylococcus aureus (n=124)

RIS

N%N%N%

Penisilin7258,52117,13024,4

Ampisilin6250,41411,44738,2

Sefotaksim 5045,52119,13935,5

Amikasin97,710,910791,5

Gentamisin 6353,8764740,2

Eritromisin7158,797,44133,9

Vankomisin 75,710,811493,4

Amoksisillin klavulanat 116,700583,3

Imipenem26,3003093,8

Klindamisin2142122856

Seftriakson 2453,31022,21124,4

Norfloksasin 2464,938,11027

Teicoplanin000013100

Bakteri S. aureus menunjukkan sensitivitas yang paling tinggi terhadap antibiotika Teikoplanin (100%) Imipenem (93,8%), Vankomisin (93,4%), Amikasin (91,5%), dan Amoksisilin-klavulanat (83,3%). Dan menunjukkan resistensi yang paling besar terhadap antibiotika Norfloksasin (64,9%), Eritromisin (58,7%), Penisilin (58,5%), Gentamisin (53,8%), Seftriakson (53,3%), Ampisilin (50,4%), dan Sefotaksim (45,5%).3. Streptococcus bovisPada bakteri S. bovis, sensitivitas yang tertinggi terhadap antibiotika adalah Amoksisilin-klavulanat (87,4%), Imipenem (82,8%), Vankomisin (81,9%), Teikoplanin (80%), dan Ampisilin (79%). Terhadap Amikasin hanya diuji sebanyak 2 isolat bakteri S. bovis, dan didapatkan satu sensitif dan satu intermediat. Dan didapatkan resisten terhadap Norfloksasin sebesar 81,5%, Klindamisin sebanyak 60,4% dan Gentamisin sebesar 60,2%.Tabel 4.24 Distribusi bakteri Gram positif, Streptococcus bovis yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.AntibiotikaKepekaan Streptococcus bovis (n=105)

RIS

N%N%N%

Penisilin20191413,37167,6

Ampisilin1110,51110,58379

Sefotaksim 66,62426,46167

Amikasin00150150

Gentamisin 5660,21010,82729

Eritromisin4442,34038,52019,2

Vankomisin 1615,232,98681,9

Amoksisillin klavulanat 32,9109,79087,4

Imipenem517,2002482,8

Klindamisin3260,447,51732,1

Seftriakson 923,11333,31743,6

Norfloksasin 2281,513,7418,4

Teicoplanin12000480

4. Enterococcus faecalisDapat dilihat bahwa bakteri E. faecalis ini hanya menunjukkan sensitivitas yang tinggi terhadap Imipenem (100%), Vankomisin (87,5%), dan Amoksisilin-klavulanat (85,7%). Dan menunjukkan resisten terhadap Sefotaksim (80%), Gentamisin (71,4%), Klindamisin dan Seftriakson sebesar 66,7%, dan Eritromisin (62,5%).

Tabel 4.25 Distribusi bakteri Gram positif, Enterococcus faecalis yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.

AntibiotikaKepekaan Enterococcus faecalis (n=8)

RIS

N%N%N%

Penisilin342,9114,3342,9

Ampisilin228,6114,3457,1

Sefotaksim 48012000

Gentamisin 571,4114,3114,3

Eritromisin562,5225112,5

Vankomisin 00112,5787,5

Amoksisillin klavulanat 114,300685,7

Imipenem00003100

Klindamisin466,7116,7116,7

Seftriakson 466,7116,7116,7

Norfloksasin 133,300266,7

5. Staphylococcus epidermidisPada bakteri S. epidermidis didapatkan hampir sensitif terhadap semua antibiotika yang diujikan, kecuali Norfloksasin (100%), Seftriakson (50%), dan Gentamisin (50%). Sensitivitas 100% didapatkan diujikan terhadap Sefotaksim, Amikasin, Vankomisin, Imipenem, Klindamisin, dan Teikoplanin.Tabel 4.26 Distribusi bakteri Gram positif, Staphylococcus epidermidis yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.AntibiotikaKepekaan Staphylococcus epidermidis (n=4)

RIS

N%N%N%

Penisilin12500375

Ampisilin00125375

Sefotaksim 00003100

Amikasin00003100

Gentamisin 25000250

Eritromisin125125250

Vankomisin 00004100

Imipenem00002100

Klindamisin00002100

Seftriakson 15000150

Norfloksasin 21000000

Teicoplanin00001100

6. Streptococcus pyogenesTabel 4.27 Distribusi bakteri Gram positif, Streptococcus pyogenes yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.AntibiotikaKepekaan Streptococcus pyogenes (n=2)

RIS

N%N%N%

Penisilin15000150

Ampisilin00002100

Sefotaksim 15000150

Gentamisin 15000150

Eritromisin15000150

Vankomisin 00002100

Amoksisilin-klavulanat00002100

Imipenem00001100

Klindamisin15000150

Seftriakson 11000000

Norfloksasin 11000000

Bakteri S. pyogenes hanya ditemukan dua isolat. Bakteri ini didapati masih sensitif 100% terhadap Ampisilin, Vankomisin, Amoksisilin-klavulanat, dan Imipenem. Dan telah resisten 100% terhadap Norfloksasin dan Seftriakson. Sedangkan terhadap antibiotika lain masing-masing kepekaannya satu sensitif dan satu resisten. 7. Staphylococcus saprophyticusTabel 4.28 Distribusi bakteri Gram positif, Staphylococcus saprophyticus yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.AntibiotikaKepekaan Staphylococcus saprophyticus (n=2)

RIS

N%N%N%

Penisilin15000150

Ampisilin15000150

Sefotaksim 00002100

Amikasin00110000

Gentamisin 00150150

Eritromisin15000150

Vankomisin 00001100

Amoksisilin-klavulanat11000000

Bakteri S. saprophyticus ini juga hanya ditemukan dua isolat. Bakteri ini menunjukkan masih sensitif terhadap Sefotaksim dan Vankomisin masing-masing sebesar 100%. Dan bersifat intermediat terhadap Amikasin (100%). Dan bakteri ini telah resisten terhadap Amoksisilin klavulanat. Dan terhadap Penisilin, Ampisilin, dan Eritromisin masing-masing kepekaannya bersifat satu sensitif dan satu resisten. 8. Streptococcus agalactiae

Bakteri S. agalactiae ini ditemukan paling sedikit, yakni satu isolat bakteru dalam penelitian ini. Bakteri ini ditemukan masih sensitif terhadap Penisilin, Ampisilin, Vankomisin, dan Amoksisilin-klavulanat. Tetapi didapatkan telah resisten terhadap Eritromisin, dan bersifat intermediat terhadap Sefotaksim dan Gentamisin.Tabel 4.29 Distribusi bakteri Gram positif, Streptococcus agalactiae yang sensitif, intermediat, dan resisten terhadap antibiotika.AntibiotikaKepekaan Streptococcus agalactiae (n=1)

RIS

N%N%N%

Penisilin00001100

Ampisilin00001100

Sefotaksim 00110000

Gentamisin 00110000

Eritromisin11000000

Vankomisin00001100

Amoksisilin-klavulanat00001100

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian4.2.1. Distribusi Isolat Kuman Hasil PembiakanDari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 720 sampel hasil pembiakansputum terdapat 692 atau 96,1% dari total sampel hasil pembiakansputum di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSMH yang diuji kepekaannya terhadap antibiotik, sedangkan 22 sampel atau 3,1% lainnya merupakan pembiakanjamur positif tanpa bakteri dan sisa 6 atau 0,8% sampel merupakan pembiakannegatif (steril).

Pada penelitian ini, dalam satu sampel sputum dapat ditemukan satu macam atau lebih isolat bakteri dan atau satu macam atau lebih isolat jamur. Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa satu jenis isolat bakteri yang ditemukan dalam tiap sputum menempati urutan pertama terbanyak yakni sebesar 266 isolat bakteri, sedangkan yang menempati urutan terakhir dengan nilai terkecil, adalah dua jenis isolat bakteri dan dua jenis isolat jamur dalam tiap sputum sebesar satu isolat.

Dari penelitian ini ditemukan 1014 isolat bakteri dan 214 isolat jamur. Jenis isolat bakteri yang didapatkan adalah bakteri Gram negatif dan Gram positif. Bakteri Gram negatif lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Proporsi masing-masing bakteri Gram negatif dan Gram positif dapat dilihat pada tabel 4.3. Sedangkan untuk distribusi isolat jamur yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dilihat rinciannya pada tabel 4.4, dengan jumlah terbanyak yakni isolat Candida albicans dengan jumlah 150 isolat.

Jumlah isolat bakteri yang diurutkan dari yang terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Acinetobacter calcoaceticus, Streptococcus bovis, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Enterococcus faecalis, Pseudomonas maltophilia, Enterobacter agglomerans, Staphylococcus epidermidis, Citrobacter diversus, dan seterusnya hingga Streptococcus agalactiae, seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.5. Pada penelitian sebelumnya oleh Refdanita, dkk. (2004)39, didapatkan hasil yang sama seperti penelitian ini, yakni ditemukan isolat bakteri Gram negatif yang lebih banyak dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Tetapi urutannya adalah Pseudomonas sp., Klebsiella sp., E. coli, S. -haemolyticus, S. epidermidis, dan S. aureus. Sedangkan, pada penelitian Ria Subekti (2009)40, yang membahas tentang distribusi dan pola kepekaan bakteri Gram negatif, didapatkan distribusi bakteri Gram negatif dengan urutan dari Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter anitratus, Enterobacter aerogens, dan Escherichia coli. Dapat disimpulkan bahwa bakteri Gram negatif lebih banyak menginfeksi manusia dibandingkan dengan bakteri Gram positif.4.2.2. Pola Kepekaan Bakteri Terhadap AntibiotikaHasil pengujian kepekaan bakteri Klebsiella pneumoniae terhadap beberapa antibiotika dapat dilihat pada tabel 4.8. Dibandingkan dengan penelitian Refdanita (2004)39, didapatkan bakteri K. pneumoniae mempunyai kepekaan yang tinggi berturut-turut terhadap Netilmisin, Amikasin, Seftriakson, Sefotaksim, dan Seftizoksim. Dan mempunyai resistensi yang tinggi berturut-turut untuk Amoksisilin, Penisilin G, Ampisilin, Kloramfenikol, Sefaleksin, Tetrasiklin, Kanamisin, dan Sulbenisilin. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sekarang. Seperti pada kepekaan terhadap Seftriakson dan Sefotaksim dimana pada penelitian ini didapatkan telah resisten dengan kepekaannya berturut-turut hanya sebesar 26,1% dan 34,5%, sedangkan pada penelitian Refdanita (2004)39 didapatkan masih sensitif dengan sensitivitas 72,7% dan 72,4%. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan waktu dan tempat dimana kepekaan bakteri terhadap suatu antibiotika dapat berubah-ubah. Semakin antibiotika itu sering dipakai, semakin meningkatlah resistensinya. Dari penelitian dr. Pratiwi Sudarmono di Departemen Mikrobiologi Klinik FK UI9, didapatkan Klebsiella pneumoniae memiliki sensitivitas 95% terhadap Imipenem dan Meropenem, 80% terhadap Sefepim, 85% terhadap Amikasin, dan 60-70% terhadap golongan Kuinolon. Hasil ini hampir sama dengan penelitian sekarang yakni kepekaan K. pneumoniae terhadap Amikasin (97,6%), Imipenem (96,3%), dan golongan Kuinolon, seperti Norfloksasin (72,8%).

Pada penelitian ini, S. viridans didapatkan peka terhadap Imipenem, Vankomisin, dan Amoksisilin-klavulanat; serta resisten terhadap Norfloksasin dan Gentamisin. Hasil ini hampir mirip dengan penelitian Pratiwi Sudarmono9, dimana Streptococcus viridans lebih dari 90% sensitif terhadap Amoksisilin dan Teikoplanin; 80-90% sensitif terhadap Sefpirom, Miksifloksasin dan Gatifloksasin; sedangkan antibiotik lainnya tidak direkomendasikan mengingat sensitivitasnya hanya kurang dari 70%.Bakteri A. calcoaceticus pada penelitian Samirah, dkk (2004)41, menunjukkan kepekaan 100% terhadap Amikasin, Doksisiklin, dan Dibekasin. Sedangkan, terhadap Amoksisilin, Ampisilin, Aztreonam, Sefazolin, dan Seftriazon ditunjukkan resisten 100%. Sama dengan hasil penelitian sekarang, yaitu kepekaan terbesar terhadap Amikasin sekarang (93,4%) masih sensitif seperti pada penelitian terdahulu (100%), dan hanya menurun sedikit. Hasil pengujian bakteri S. aureus pada penelitian ini menunjukkan kepekaan terhadap antibiotika seperti yang tertera pada tabel 4.16. Pada penelitian Dewi Lesthiowaty (2005)9, Staphylococcus aureus memiliki sensitivitas di atas 50% terhadap hampir semua antibiotika. Untuk Imipenem, Oksasilin dan Amikasin sensitif di atas 80%, sedangkan Penisilin dan Ampisilin sensitivitasnya 15%. Sedangkan pada penelitian Pratiwi Sudarmono9, Staphylococcus aureus yang sensitif golongan Metisilin sensitif pada hampir semua golongan -laktam kecuali Amoksisilin, Sefradin, Sefiksim; sensitif terhadap Aminoglikosida dan Makrolid kecuali Eritromisin; >90% sensitif terhadap Kuinolon respirasi (Levofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, dan Gatifloksasin). Untuk Staphylococcus aureus yang resisten golongan Metisilin, dapat diberikan Vankomisin, Teikoplanin, Kuinolon respirasi (Levofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, dan Gatifloksasin); sedangkan antibiotik lainnya tidak dapat digunakan karena sensitivitasnya kurang dari 50%.

Dapat dilihat bahwa sebagian besar bakteri S. aureus hasil pembiakanpada penelitian ini telah resisten terhadap antibiotika golongan Penisilin, yaitu Penisilin (58,5%) dan Ampisilin (50,4%), golongan Makrolida yakni Eritromisin (58,7%) dan Klindamisin (42%), golongan Kuinolon, yaitu Norfloksasin (64,9%), dan golongan Aminoglikosida, yaitu Gentamisin (53,8%). Tetapi masih mempunyai kepekaan yang baik terhadap Teikoplanin (100%), Imipenem (93,8%), Vankomisin (93,4%), dan Amikasin (91,5%). Maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar Staphylococcus aureus dalam penelitian ini merupakan Staphylococcus aureus yang resisten terhadap golongan metisilin, tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahuinya.Pada penelitian ini diperoleh bakteri S. bovis yang masih sensitif terhadap Amoksisilin-klavulanat, Imipenem, Vankomisin, Teikoplanin, dan Ampisilin. Tetapi, telah resisten terhadap Norfloksasin, Klindamisin, dan Gentamisin.Bakteri P. aeruginosa mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap Amikasin (84,8%), Imipenem (80,8%), dan Gentamisin (73,1%). Pseudomonas aeruginosa sangat resisten terhadap antibiotik Amoksisilin-klavulanat (92,3%), Kloramfenikol (91,1%), Kotrimoksazol (84,8%), Tetrasiklin (67,1%), dan Seftriakson (54,5%). Dibandingkan dengan penelitian ini, hasil penelitian Refdanita (2004)39 didapatkan P. aeruginosa yang sensitif terhadap Fosfomisin, Amikasin, dan Seftriakson. Padahal, pada penelitian ini, sensitivitas P. aeruginosa terhadap Seftriakson hanya sebesar 18,2% dan resistensinya sebesar 54,5%. Ini menunjukkan adanya penurunan sensitivitas P. aeruginosa terhadap Seftriakson.Sedangkan, resistensi tertinggi P. aeruginosa pada penelitian Refdanita (2004)39 terhadap antibiotika secara berurutan adalah Penisilin G, Amoksisilin, Ampisilin, Sefaleksin, Sefotiam, Kloramfenikol, dan Tetrasiklin. Hasil ini hampir sama dengan uji kepekaan pada penelitian sekarang, yakni resistensi P. aeruginosa terhadap antibiotika Amoksisilin-klavulanat, Kloramfenikol, Kotrimoksazol, dan Tetrasiklin. Tetapi, pada penelitian Dewi Lesthiowaty (2005)9, ditemukan bahwa P. aeruginosa masih sensitif terhadap Amoksisilin-klavulanat (92,3%), Kotrimoksazol dan Amikasin (83,3%). Ini menandakan resistensi P. aeruginosa terhadap Amoksisilin klavulanat dan Kotrimoksazol telah berkembang, sedangkan kepekaannya terhadap Amikasin masih sensitif.Bakteri E. aerogenes pada penelitian ini didapatkan sensitif terhadap Amikasin, Imipenem, dan Norfloksasin. Hasil ini sama seperti pada penelitian Nanang Fitra (2008)42 yang menunjukkan E. aerogenes sensitif terhadap Amikasin sebesar 83,3%. Kepekaan bakteri E. aerogenes pada penelitian ini ditemukan telah resisten terhadap Imipenem, Amikasin, dan Norfloksasin. Dan telah didapatkan resisten terhadap Amoksisilin-klavulanat sebesar 80%. Hasil ini hampir sama bahkan menunjukkan perkembangan resistensi dengan penelitian Nanang Fitra (2008) yang menunjukkan bahwa bakteri ini telah resisten dengan Amoksisilin (81,7%).Seperti pada tabel 4.10, dapat dilihat bahwa E. coli hanya sensitif terhadap Amikasin dan Imipenem, dan memiliki resistensi tertinggi terhadap Seftriakson (83,3%), Kotrimoksazol, Tetrasiklin (61,8%), dan Sefotaksim (56,3%). Tetapi hasil ini bertentangan dengan penelitian Refdanita (2004)39, dimana E. coli memiliki kepekaan yang tinggi terhadap Seftriakson (100%), Amikasin (92,6%), Amoksisilin-klavulanat (87,5%), dan Sefotaksim (80%). Tetapi pola resistensinya hampir sama dimana pada penelitian Refdanita ini memiliki resistensi terhadap Ampisilin (100%), Penisilin G (94,5%), Kloramfenikol (83,9%), dan Tetrasiklin (83,9%). Sedangkan, pada penelitian Samirah, dkk (2008)41, E. coli memiliki kepekaan tertinggi terhadap Fosfomisin, Sefepim, Seftriakson, Aztreonam, dan Amikasin, dan memiliki resistensi tertinggi terhadap Amoksisilin, Trimetoprim, Ampisilin, dan Tetrasiklin. Melihat perbandingan kepekaan-kepekaan E.coli tersebut, terlihat perbedaan yakni, dimana dua penelitian sebelumnya menemukan bahwa E. coli masih sensitif terhadap Seftriakson, sedangkan pada penelitian sekarang, ditemukan bahwa E. coli telah resisten terhadap Seftriakson. Perbedaan kepekaan terhadap Seftriakson ini merupakan akibat dari perkembangan resistensi yang terus berubah setiap waktu yang resistensinya terus meningkat.

Ditemukan Proteus mirabilis sensitif terhadap Imipenem, Amikasin, Sefotaksim (75%), Gentamisin, dan Siprofloksasin (71,4%) serta telah resisten terhadap Tetrasiklin. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil pada penelitian Edi Handoko (2006)43, yang menemukan Proteus mirabilis sensitif 100% terhadap Siprofloksasin dan Sefotaksim, dan resisten 100% terhadap Seftriakson, Eritromisin, Doksisiklin, Tetrasiklin, Metilmisin, Sulfonamid dan Norfloksasin. Kepekaan terhadap Sefotaksim dan Siprofloksasin masih sensitif, hanya saja menurun bila dibandingkan dengan penelitian Edi.BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Jumlah isolat bakteri yang ditemukan pada penelitian ini adalah sebanyak 1014 isolat bakteri dan jumlah seluruh isolat jamur yang ditemukan adalah 214 isolat jamur.

2. Dari kesemua isolat bakteri itu, terdapat dua jenis, yaitu bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif. Pada penelitian ini terhitung bakteri Gram negatif lebih banyak dibandingkan bakteri Gram positif dengan jumlah masing-masing 564 isolat dan 450 isolat.3. Urutan isolat bakteri dari yang terbanyak sampai yang tersedikit adalah Klebsiella pneumonia, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Acinetobacter calcoaceticus, Streptococcus bovis, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Enterococcus faecalis, Pseudomonas maltophillia, Enterobacter agglomerans, Staphylococcus epidermidis, Citrobacter diversus, Citrobacter freundii, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus saprophyticus, Flavobacterium meningosepticum, Klebsiella ozaenae, Klebsiella oxytoca, Providencia alcalifaciens, dan Streptococcus agalactiae.4. Bakteri Gram negatif paling sensitif terhadap Amikasin sebesar 94% bakteri Gram negatif, Imipenem juga didapati peka terhadap 91,5% bakteri Gram negatif, dan terhadap Gentamisin sebesar 71,8%. 5. Bakteri Gram negatif bersifat intermediat dengan urutan terbesar terhadap Sefotaksim (35,1%) dan Amoksisilin-klavulanat (20,7%)

6. Bakteri Gram negatif ditemukan paling resisten terhadap antibiotik Kloramfenikol sebanyak 61,5% bakteri Gram negatif dan terhadap Kotrimoksazol yakni sebesar 53,2%. 7. Bakteri Gram positif memiliki kepekaan yang paling tinggi terhadap Imipenem, yang didapati peka terhadap 91,8% bakteri Gram positif, Vankomisin yang didapati peka terhadap 89,7%, Amikasin sebanyak 87,7% bakteri Gram positif, dan Amoksisilin-klavulanat sebanyak 86,4% bakteri Gram positif. 8. Bakteri Gram positif bersifat intermediat terbesar terhadap Seftriakson (28,7%), Eritromisin (26,4%), dan Sefotaksim (22,9%)

9. Bakteri Gram positif memiliki resistensi tertinggi terhadap antibiotik Norfloksasin sebanyak 65,2% bakteri gram positif, kemudian Gentamisin sebesar 55,8%, dan Klindamisin sebesar 53,9%.5.2. Saran

1. Antibiotika Amikasin dan Imipenem sangat poten untuk kedua jenis bakteri baik Gram negatif maupun Gram positif, sehingga penggunaannya sebaiknya tidak berlebihan dan bila perlu hanya digunakan untuk kasus infeksi saluran pernapasan bawah yang berat saja.2. Sekiranya penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan kajian oleh para tenaga kesehatan untuk menggunakan antibiotika secara rasional.3. Sebaiknya kepekaan bakteri terhadap antibiotika di RSMH trerus dimonitor setiap kurun waktu dengan menganalisis hasil data uji kepekaan di laboratorium Mikrobiologi Klinik RSMH, sehingga dapat membuat pedoman penggunaan antibiotika yang rasional di RSMH untuk menghambat berkembangnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi suatu bakteri terhadap antibiotika, agar perkembangan resistensi bakteri dapat dihambat.Sampel

(swab nares anterior)

Inokulasi Media Agar

Media Transport

Pewarnaan Gram

Uji Katalase

Uji Koagulase

Uji Biokimia

Isolasi murni S. aureus

Isolasi dan Purifikasi DNA

Uji Kepekaan antibiotik

Resisten Penisillin

Resisten Oxacillin

PCR dan Elektroforesis

Laporan Hasil Penelitian