Click here to load reader
Upload
herry-n-hidayat
View
138
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
This article describes the woman images in the modern Minangkabau songs. Nowadays, Minangkabau women have different images compares with its tradition. Especially if seen on modern songs.This research use structural and sociological approach and feminist criticism perspective. Structural and sociological approach used in analyzing text and sociological aspect, and feminist criticism perspective used in analyzing woman images. After all, modern Minangkabau songs have two images which are as person and as wife and mother. Those two images have same content which are loyalty, love, and pride. In feminist criticism perspective, this kind of songs shows the women weakness and man dominations.
Citation preview
CITRA PEREMPUAN DALAM LAGU MINANGKABAU MODERN *
Herry Nur Hidayat dan Wasana**
Abstract
This article describes the woman images in the modern Minangkabau songs. Nowadays, Minangkabau women have different images compares with its tradition. Especially if seen on modern songs.
This research use structural and sociological approach and feminist criticism perspective. Structural and sociological approach used in analyzing text and sociological aspect, and feminist criticism perspective used in analyzing woman images.
After all, modern Minangkabau songs have two images which are as person and as wife and mother. Those two images have same content which are loyalty, love, and pride. In feminist criticism perspective, this kind of songs shows the women weakness and man dominations.
Keyword: Minangkabau, women image, modern song.
1. Pengantar
Masyarakat tradisi Minangkabau menganut tradisi matrilineal dan komunal.
Dalam tradisi matrilineal ini, masyarakat sangat menjunjung garis keturunan ibu
dalam sistem kekerabatannya. Dengan kata lain, masyarakat Minangkabau
mengakui bahwa perempuan adalah pihak yang menentukan.
Menurut Navis (1984: 193) perkawinan dalam tradisi ini, kedua belah pihak
tetap menjadi bagian kaumnya (garis keturunan ibu). Di sisi lain, dalam tradisi
komunal Minangkabau, istri memiliki status yang sama dengan suami dan tidak
sepenuhnya tergantung pada suaminya.
Pada tahap sebelum perkawinan, pihak perempuanlah yang dianggap
memiliki kepentingan lebih besar dalam perkawinan. Pihak perempuanlah yang
menjadi pemrakarsa dalam perkawinan tersebut (Navis, 1984: 210).
Demikian pula dalam hal kepemilikan harta warisan. Perempuan
Minangkabau memiliki hak kepemilikan atas harta pusaka peninggalan nenek
moyangnya. Sementara itu, pihak laki-laki hanya memiliki hak mengusahakan
atau menggunakan (Navis, 1984: 160-161).
* Telah diterbitkan pada Jurnal Lingua Idea Vol. 2 No. 2, Juli 2011 ** Staf pengajar Prodi Sastra Minangkabau Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang
Namun dalam kenyataannya, perempuan yang sebenarnya merupakan pihak
yang menentukan dalam tradisi Minangkabau, kini semakin samar peranannya.
Kehidupan keseharian masyarakat Minangkabau saat ini seolah tidak lagi berbeda
dengan kebudayaan wilayah lain yang memusatkan diri pada laki-laki. Eksploitasi
bahkan pelecehan terhadap perempuan bukan hal yang asing lagi bagi orang
Minangkabau.
Jika dicermati, lagu Minangkabau modern saat ini, terutama yang
berhubungan dengan cinta pemudi dan pemuda, terasa memarginalkan peranan
perempuan. Perempuan, terutama Minangkabau, dalam jenis lagu ini telah digeser
peranannya.
Dalam lagu Minangkabau modern, perempuan banyak dilukiskan sebagai
pihak yang lemah. Secara tidak langsung, hal ini menunjukkan kehidupan
keseharian masyarakat Minangkabau. Greibstein (dalam Damono, 1979: 5)
mengungkapkan bahwa sebuah karya tidak dapat dipahami secara lengkap bila
dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan yang menghasilkannya.
Penelitian ini menggunakan beberapa lagu Minangkabau modern sebagai
objek penelitian. Lebih lanjut, penelitian ini akan berusaha mengungkapkan
pergeseran nilai peran perempuan dalam kehidupan tradisi Minangkabau dengan
kehidupan keseharian saat ini. Oleh karenanya, selain menggunakan pendekatan
struktural, sosiologi sastra, dan perspektif kritik feminis.
Pendekatan struktural dan sosiologi digunakan untuk mengungkap isi di
balik unsur-unsur struktur yang terdapat dalam objek penelitian tersebut.
Sementara itu, perspektif kritik feminis digunakan, juga terhadap objek penelitian,
untuk mengungkap sejauh mana pergeseran citra perempuan Minangkabau dari
tradisinya.
Menurut Endraswara (2003: 146), kajian dalam perspektif feminis ini
memfokuskan diri pada hal-hal antara lain kedudukan perempuan dan
ketertinggalan kaum perempuan dari kaum laki-laki dalam segala aspek
kehidupan. Sementara itu, Ratna (2004: 184-192) mengungkapkan bahwa tujuan
feminis adalah keseimbangan dan interelasi gender. Maksudnya, menolak segala
sesuatu yang dimarginalkan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan
dominan.
2
Permasalahan yang dijawab dalam penelitian ini adalah citra perempuan
dalam lagu Minangkabau modern, dan sejauh mana pergeseran nilai citra
perempuan dalam lagu tersebut dengan citra perempuan dalam tradisi
Minangkabau. Oleh karena ruang lingkup penelitian ini adalah literer, sumber data
primer yang digunakan adalah lirik lagunya.
2. Tinjauan Pustaka
Secara umum dapat dikatakan bahwa pembicaraan terhadap karya sastra
dengan tinjauan dan pendekatan feminis masih sangat kurang. Namun demikian,
terdapat beberapa penelitian terdahulu yang bisa dikategorikan dalam penelitian
yang menggunakan sudut pandang ini yang dijadikan sebagai model penelitian ini.
Beberapa diantaranya dilakukan oleh Sugihastuti (2000), Sukri dan Ridin Sofwan
(2001), Sofia dan Sugihastuti (2003), Hermawan (2003), dan Armini Arbain
(2007).
Dalam bukunya Citra Wanita Pekerja dalam Novel-Novel Indonesia:
Analisis Kritik Sastra Feminis, Arbain (2007) menganalisis empat novel yang di
dalamnya terdapat profil tokoh perempuan pekerja. Menggunakan teori sosiologi
dan resepsi dalam perspektif kritik sastra feminis, Arbain mendapatkan
kesimpulan bahwa sebuah karya sastra tidak bisa leps dari masyarakat dan
kebudayaan yang menghasilkannya. Lebih lanjut, peneliti menemukan beberapa
citra perempuan pekerja dalam objek penelitiannya, antara lain citra sebagai
pribadi, dalam keluarga, dan dalam sektor publik.
Sofia dan Sugihastuti (2003) menggunakan kritik sastra feminis terhadap
novel Layar Terkembang. Dalam penelitiannya, peneliti mendapat kesimpulan
adanya perspektif feminis dalam tokoh perempuan novel tersebut melalui analisis
terhadap tema, plot, tokoh, latar, judul, sudut pandang, dan gaya bahasa. Peneliti
juga menemukan tokoh yang membawa pesan emansipasi, profeminis, dan
kontrafeminis.
Hermawan (2003) membandingkan tokoh wanita dalam kaba
Minangkabau dengan tokoh wanita dalam novel Indonesia periode Balai Pustaka.
Dalam kerangka pikir struktural, dalam analisisnya Hermawan juga
menyandingkan penokohan wanita dengan penokohan laki-laki. Hasil analisisnya
3
menyimpulkan bahwa penokohan wanita dalam kaba dan novel periode Balai
Pustaka terpusat pada perannya sebagai ibu; penokohan laki-laki dalam kaba dan
novel periode Balai Pustaka terpusat pada perannya sebagai anak; secara
fungsional hubungan antar peran yang melibatkan antara tokoh wanita dan laki-
laki akan identik sebagaimana hubungan ibu dan anak; tokoh wanita menunjukkan
ciri idealis, pengendali, pendidik, kreatif, dinamis, aktif, penguasa, tegar, pantang
kalah dan juga ambisius terhadap anggota keluarganya dan tokoh laki-laki
memperlihatkan ciri-ciri pasif, statis, pasrah, suka mengalah, lemah, dan lugu
terhadap anggota keluarganya; dan perkembangan kaba dan novel yang ditulis
oleh pengarang-pengarang etnis Minangkabau sebenarnya tidak mencerminkan
emansipasi wanita, melainkan pergelutan tokoh laki-laki dalam usahanya
melepaskan diri dari cengkraman wanita.
Buku Perempuan dan Seksualitas Dalam Tradisi Jawa tulisan Sukri dan
Ridin Sofwan (2001) mengungkapkan pandangan masyarakat Jawa terhadap
perempuan. Hal tersebut adalah hasil analisis terhadap beberapa karya sastra Jawa
klasik. Dalam tulisan tersebut, peneliti mengungkapkan perempuan dalam lingkup
tradisi Jawa dan yang tertuang dalam karya sastra Jawa klasik. Di samping itu,
peneliti menemukan gambaran ideal perempuan, kedudukan dan peran, serta
norma-norma yang harus dijaga oleh perempuan dalam tradisi Jawa.
Wanita di Mata Wanita adalah tulisan Sugihastuti (2000) hasil analisis
terhadap sajak-sajak Toeti Heraty. Menggunakan pisau analisis semiotik dan
perspektif feminis, penulis menyimpulkan bahwa dalam objek penelitiannya
terdapat citra wanita dalam aspek fisis, psikis, dan citra sosial wanita dalam
keluarga dan masyarakatnya.
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Metode ini lebih menitikberatkan pada interpretasi dan penafsiran terhadap objek
dan data penelitian. Sementara itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
objektif. Pendekatan objektif digunakan untuk menemukan unsur-unsur yang
membangun objek sebagai sebuah bentuk struktur.
4
Di samping itu, penelitian ini juga menggunakan serangkaian penelitian
kepustakaan. Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data berupa
arsip dan berbagai artikel yang menyinggung tentang hal yang berhubungan
dengan penelitian ini.
Keseluruhan data yang diperoleh kemudian ditafsirkan dalam kerangka dan
ruang lingkup sosiologi sastra dan perspektif kritik sastra feminis. Perolehan dari
objek penelitian tersebut kemudian disejajarkan dengan nilai-nilai tradisi
Minangkabau sebenarnya.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah bentuk populasi
penelitian. Populasi dipilah dan dipilih untuk mendapatkan sampel yang sesuai
untuk penelitian ini. Penentuan sampel adalah dengan cara memperhatikan isi lirik
lagu populasi data dalam hal kesesuaiannya dengan pendekatan dan teori yang
digunakan dalam penelitian ini. Data yang ditemukan dianalisis dan dipilah
menurut bentuknya dan selanjutnya dianalisis kembali dan diinterpretasi menurut
kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini.
Di samping itu, interview juga dilakukan dengan sejumlah informan.
Interview ini untuk mendapatkan data tambahan mengenai tanggapan penikmat
tentang citra perempuan dalam sumber data.
4. Analisis
Dari keempat album lagu yang menjadi populasi penelitian ini, lima belas
lagu diantaranya menjadi sampel penelitian ini. Berdasarkan muatan yang terdapat
dalam populasi objek penelitian, citra perempuan yang diperoleh dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu citra perempuan sebagai pribadi dan citra
perempuan sebagai istri. Citra yang dimaksud di sini adalah gambaran mengenai
pribadi.
4.1 Citra perempuan sebagai pribadi
Pribadi yang dimaksud di sini adalah segala hal yang berhubungan dengan
diri sendiri baik fisik maupun nonfisik. Seperti pada umumnya lagu pop modern,
muatan ini dibawakan oleh penyanyi dalam lagu yang menggambarkan tokoh
sebagai seorang gadis yang sedang dilanda cinta dan asmara dengan seorang
5
pemuda. Namun demikian, hal ini tetap menunjukkan ‘wajah’ perempuan secara
umum.
4.1.1 Kesetiaan
Dalam hal ini, berdasarkan sampel penelitian, kesetiaan yang dimaksud
adalah kesetiaan kepada seseorang yang dicintainya. Analisis terhadap sampel
penelitian menunjukkan bahwa meskipun cinta tokoh dibalas dengan dusta (Madu
denai barikan / Uda baleh jo ampadu – Madu kuberikan / Kau balas dengan
empedu), tokoh tetap berusaha setia dengan cinta tersebut. Tokoh lebih memilih
untuk diam dan pasrah untuk menunjukkan kesetiaannya. Kepahitan dan sakit hati
yang dirasakan tokoh tidak menyurutkan kesetiaan tokoh meskipun sebenarnya
telah mengetahui kebohongan yang ada di balik cinta itu (Bia denai ubek luko /
Cinto manyimpan duto – Biar kuobati luka / Cinta menyimpan dusta).
Di samping itu, tokoh juga meyakini kesetiaan pasangannya. Tokoh yakin
bahwa kesetiaan akan dibalas kesetiaan dan tidak mungkin sebaliknya, kesetiaan
dibalas dusta dan kebohongan (Takkan mungkin nyo baduto – Takkan mungkin
dia berdusta). Di sisi lain, kesetiaan tokoh perempuan dalam lagu Minangkabau
ini juga diperlihatkan secara fisik, yaitu menunggu kepulangan pasangannya
(Denai dirumah mananti-nanti – Aku di rumah menanti). Kepergian pasangan
meninggalkan tokoh tidak menyurutkan hati untuk tetap menunggu meskipun
terdapat kemungkinan pasangannya tidak kembali (Kisah nan manih uda lupokan
– Kisah manis kau lupakan).
4.1.2 Kasih sayang dan cinta
Salah satu kodrat manusia adalah kasih sayang dan cinta. Manusia, sadar
maupun tidak, membutuhkan kasih sayang dan cinta serta menyayangi dan
mencintai. Perempuan, yang dianggap sebagai makhluk yang lembut, sering
dicitrakan sebagai makhluk yang penuh perasaan kasih sayang dan cinta ini tidak
terkecuali dalam lagu Minangkabau ini. Citra kasih sayang dan cinta ini tidak bisa
dilepaskan begitu saja dengan citra kesetiaan.
Dalam sampel penelitian ini, perempuan dicitrakan sebagai tokoh yang
sangat menjunjung tinggi cinta san kasih sayang. Hal itu tampak dalam kutipan di
6
atas yang menyebutkan bahwa kasih sayangnya melebihi kasih kepada diri sendiri
(Malabiahi kasiah ka diri surang – Melebihi kasih kepada diri). Bahkan disebut
sebelumnya selama nyawa dikandung badan tak kan lekang cinta dan kasih
sayang tersebut (Salamo nyawo satu di badan / Putiah cinto indak kalakang –
Selama nyawa di badan / Putih cinta takkan lekang).
4.1.3 Ketegaran dan harga diri
Meskipun dicitrakan sebagai makhluk yang lembut, perempuan memiliki
ketegaran hati dan harga diri yang sama dengan laki-laki. Dalam hal ini, ketegaran
dan harga diri perempuan berhubungan dengan kesetiaan, kasih sayang dan cinta,
serta kedudukannya sebagai perempuan di dalam komunitasnya.
Sampel menunjukkan betapa tokoh perempuan dalam lagu tersebut tetap
mempertahankan pendiriannya untuk tidak menerima cinta seseorang (Simpan
sajo kato-kato cinto – Simpan saja kata cinta). Setelah disakiti, tokoh merasa lebih
baik sendiri tanpa pasangan (Usah curahkan kadiri denai – Jangan kau timpakan
padaku).
4.2 Citra perempuan sebagai istri dan ibu
Dari seluruh sampel penelitian, terdapat empat buah lagu yang mengandung
muatan citra perempuan sebagai istri dan ibu. Hal ini dapat diketahui dari pilihan
kata serta tema yang ada dalam lagu-lagu tersebut.
4.2.1 Kesetiaan
Tidak jauh berbeda dengan citra perempuan sebagai pribadi, kesetiaan
dalam citra perempuan sebagai istri dan ibu juga berhubungan dengan seseorang
yang dicintainya. Meskipun ditinggal sendiri, tokoh dalam kutipan di atas tetap
setia menanti pasangan hidupnya. Sebagai perempuan, tokoh digambarkan
sebagai perempuan yang bertanggung jawab menanti suami pulang dari
perantauan (Sajak denai ditinggakan / Bara lamonyo / Denai dalam panantian –
Sajak aku ditinggalkan / berapa lama / aku dalam penantian).
4.2.2 Kasih sayang dan cinta
7
Muatan kasih sayang dan cinta dalam citra perempuan sebagai istri dan ibu
agak berbeda dengan citra perempuan sebagai pribadi. Dalam pencitraan ini,
muatan kasih sayang dan cinta yang muncul lebih kepada sosok pribadi yang
menjadi anggota keluarganya yaitu suami dan anaknya.
Sampel penelitian menunjukkan rasa sayang dan cinta seorang ibu kepada
anaknya. Layaknya ibu-ibu lainnya, perempuan dalam sampel penelitian ini juga
digambarkan sebagai ibu yang sangat menyayangi anaknya. Tangis si buah hati
tak menjadi kerisauan bahkan menambah rasa sayangnya (Sayangko ka sibuah
hati – sayang ini untuk si buah hati).
4.2.3 Ketegaran dan harga diri
Muatan harga diri dalam citra perempuan sebagai istri yang diperoleh dari
sampel penelitian ini juga muncul dalam lingkup dan konteks keluarga.
Terjadinya sebuah peristiwa dalam keluarga menuntut penyelesaian yang arif
tanpa mengenyampingkan harga diri seorang perempuan.
Dengan terbuka tokoh meminta penjelasan (terhadap pasangannya)
kesalahan yang telah tokoh lakukan (Katokanlah onde dosonyo denai –
Katakanlah apa dosaku). Hal ini menunjukkan keterbukaan tokoh untuk mengakui
kesalahannya. Tokoh menyadari pengakuan terhadap kesalahan tidak akan
menurunkan harga diri, tetapi justru menunjukkan ketinggian harga diri.
4.3 Pergeseran Citra Perempuan Tradisi Minangkabau dalam Lagu
Minangkabau Modern
Beberapa lagu Minangkabau modern menunjukkan kesan pergeseran citra
perempuan Minangkabau. Sampel penelitian ini menunjukkan beberapa hal
tersebut. Dalam beberapa hal perempuan tidak digambarkan memiliki peran yang
menentukan.
Dalam hal hubungan perempuan dengan calon pasangannya (suami),
perempuan dicitrakan sebagai pihak yang lemah. Perempuan digambarkan sebagai
pihak yang sangat tergantung pada pihak laki-laki. Ironisnya, perempuan
digambarkan meratap dan menghiba memohon kesediaan laki-laki meminangnya.
8
Dalam keluarga, citra perempuan Minangkabau dalam sampel penelitian ini
juga menunjukkan pergeseran. Sebagai istri, perempuan digambarkan sangat
tergantung pada suaminya. Kepergian suami membuat istri menanti
kepulangannya.
Jika dibandingkan dengan tradisi Minangkabau, hal tersebut di atas sangat
bertentangan. Dalam penelitian ini, hal itulah yang dimaksud dengan pergeseran
nilai. Seperti telah disebutkan di atas, dalam perkawinan pihak perempuanlah
yang lebih menentukan. Apabila tiba saatnya untuk menikah, perempuan
Minangkabau akan didukung oleh kerabat satu kaumnya untuk mendapatkan
pasangan.
Dalam hal perkawinan perempuan juga memegang peranan penting. Pihak
perempuanlah yang lebih menentukan masalah perkawinan ini. Dimulai dari
mencari dan menentukan pasangan hingga upacara perkawinan, pihak
perempuanlah yang lebih menentukan (Navis, 1984: 199-210).
Sebagai seorang istri, seorang perempuan Minangkabau tetap dianggap
sebagai anggota kerabat satu kaumnya. Menurut Navis (1984: 215), meskipun
dianggap sebagai aib, perempuan Minangkabau akan lebih memilih perceraian
daripada apabila ditinggal suaminya. Melalui perceraian, perempuan
Minangkabau akan merasa lebih bebas dan memiliki beban lebih sedikit. Dalam
hal materi dia bisa memintanya bantuan kepada kerabatnya.
Dalam tradisi Minangkabau, perempuan menduduki peran yang sangat
penting dalam komunitasnya. Bundo Kanduang adalah peran sentral perempuan
Minangkabau dalam keluarga dan kaumnya. Naim (2006: 54) menyebutkan
bahwa Bundo kanduang adalah pusat sistem keluarga. Semua persoalan
dinisbatkan kepadanya dan dialah penentu kebijaksanaan dalam keluarga.
Menurut Navis (1984: 162-164), harta adalah hak saudara perempuan dan
rumah gadang dibangun diperuntukkan bagi anak maupun kemenakan perempuan
agar martabat kaum ikut terjaga. Naim (2006: 55) menambahkan bahwa tanggung
jawab pengaturan atas harta dalam keluarga kaum juga dibebankan pada bundo
kanduang.
Citra kelemahan perempuan tersbut muncul oleh karena kuatnya pencitraan
kesetiaan perempuan dalam lagu Minangkabau modern ini. Selanjutnya citra
9
kesetiaan ini juga tidak bisa dilepaskan dari kuatnya pencitraan kasih sayang dan
cinta perempuan dalam sampel penelitian ini.
Jika dilihat dari perspektif kritik feminis, pergeseran tersebut menunjukkan
semakin kuatnya dominasi laki-laki terhadap perempuan di Minangkabau.
Eksogami sebagai sifat perkawinan di Minangkabau yang menyetarakan
kedudukan perempuan dengan laki-laki tampak semakin memudar. Secara
sosiologis, hal ini bisa disebut sebagai gambaran masyarakat Minangkabau saat
ini. Namun, juga perlu menjadi pertimbangan bahwa beberapa lagu tersebut
diciptakan oleh pencipta lagu laki-laki. Hal yang wajar jika melalui sebuah karya
laki-laki mencoba meluaskan dominasinya. Menurut Selden (1986: 130-131), satu
hal yang paling penting yang sering tidak disadari sendiri oleh kaum perempuan
adalah dalam hal wacana. Dalam kehidupan keseharian, kaum perempuan banyak
dikuasai oleh wacana yang dikuasai oleh laki-laki.
5. Penutup
Penelitian terhadap lagu Minangkabau modern ini menunjukkan bahwa
terdapat dua kelompok citra perempuan yang terkandung dalam sampel penelitian
ini, yaitu citra perempuan sebagai pribadi dan citra perempuan sebagai istri.
Muatan citra perempuan sebagai pribadi mengandung beberapa hal, yaitu
kesetiaan, kasih sayang dan cinta, dan ketegaran dan harga diri.
Muatan citra perempuan sebagai istri mengandung beberapa hal yang sama,
yaitu kesetiaan, kasih sayang dan cinta, dan ketegaran dan harga diri. Namun,
terdapat perbedaan dalam hal persona yang dituju yaitu suami dan anak sebagai
anggota keluarganya.
Pergeseran citra perempuan Minangkabau menurut tradisi dibandingkan
dengan yang terdapat sampel penelitian adalah melemahnya peran perempuan
baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota kerabat kaumnya. Jika diilihat dari
perspektif kritik feminis, pergeseran tersebut menunjukkan semakin kuatnya
dominasi laki-laki terhadap perempuan di Minangkabau.
DAFTAR BACAAN
10
Arbain, Armini. 2007. Citra Perempuan Pekerja dalam Novel-Novel Indonesia: Analisis Kritik Sastra Feminis. Padang: Fakultas Sastra Unand.
Culler, Jonathan. 1983. On Deconstuction: Theory and Criticism after Structuralism. London: Routledge and Kegan Paul.
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengambangan Bahasa Departemen Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: FBS UNY.
Hermawan. 2003. ”Perbandingan Tokoh Wanita Dalam Kaba dengan Novel Indonesia Periode Balai Pustaka” (artikel). Universitas Bung Hatta Padang.
Naim, Mochtar. 2006. Tiga Menguak Tabir: Perempuan Minangkabau di Simpang Jalan. Jakarta: Hasanah.
Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafiti Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Selden, Raman. 1985. A Reader’s Guide to Contemporary Literary Theory. Sussex: The Harvester Press.
Sofia, Adib dan Sugihastuti. 2003. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang. Bandung: Katarsis.
Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita: Perspektif Sajak-Sajak Toeti Heraty. Bandung: Penerbit Nuansa.
Sukri, Sri Suhandjati dan Ridin Sofwan. 2001. Perempuan dan Seksualitas dalam Tradisi Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
11