20
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : An. R Usia : 8 tahun Alamat : Sukagalih Cikalong kulon Diagnosa Pra Bedah : Fraktur Depress Os temporal sinistra Jenis Pembedahan : Craniotomi Ruangan : IGD Ahli Anestesi : dr. Santi, Sp.An Ahli Bedah : dr. Asep Tajul M Sp.B ANAMNESIS Keluhan Utama : Tertabrak motor. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dibawa ke IGD RSUD cianjur karena tertabrak motor di jalanan, keluarga pasien mengatakan pasien tertabrak tepat di kepala, tidak ada muntah, namun ada hilang kesadaran selama beberapa saat Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat asma (-) Penyakit TB (-) Riwayat Operasi : Belum pernah melakukan operasi sebelumnya Riwayat Kebiasaan Pola makan tidak teratur

Case Cranio word

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Kasus Cranio

Citation preview

Page 1: Case Cranio word

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

• Nama : An. R

• Usia : 8 tahun

• Alamat : Sukagalih Cikalong kulon

• Diagnosa Pra Bedah : Fraktur Depress Os temporal sinistra

• Jenis Pembedahan : Craniotomi

• Ruangan : IGD

• Ahli Anestesi : dr. Santi, Sp.An

• Ahli Bedah : dr. Asep Tajul M Sp.B

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Tertabrak motor.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke IGD RSUD cianjur karena tertabrak motor di jalanan, keluarga pasien

mengatakan pasien tertabrak tepat di kepala, tidak ada muntah, namun ada hilang kesadaran

selama beberapa saat

Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat asma (-)

• Penyakit TB (-)

Riwayat Operasi :

Belum pernah melakukan operasi sebelumnya

Riwayat Kebiasaan

Pola makan tidak teratur

Page 2: Case Cranio word

Riwayat Pengobatan

Tidak sedang menjalani pengobatan apapun.

PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan umum : Baik

• Kesadaran : Composmentis

• Nadi : 102 x/menit, reguler

• Pernapasan : 18 x/menit

• Suhu : 37,4 oC

• BB : 20 kg

• Status fisik : ASA II

• GCS (IGD) : E : 2 / V : 3 / M : 3

STATUS GENERALIS

• Kepala : Normocephal

• Mata

• Pupil isokor, Ø 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

• Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

• Hidung

• septum nasi deviasi (-)

• hiperemis (-), sekret (-)

• Mulut

• Malampati I, buka mulut 4 jari pasien, gigi goyang (-), gigi palsu (-), mukosa

bibir basah

• Leher

• trakea terletak di tengah

Page 3: Case Cranio word

• kelenjar getah bening tidak teraba pembesaran

Thoraks

Pulmo

I: Bentuk dan pergerakkan simetris, retraksi sela iga (-/-)

P: Tidak ada gerak dinding dada yang tertinggal, vokal fremitus kanan dan kiri sama,

sela iga tidak melebar.

P: Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar setinggi ICS V

A: Pernafasan vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

• Cor

I: Ictus cordis tidak tampak

P: Ictus cordis teraba pada ICS Vmidclavicula sinistra

P: Batas jantung atas : ICS 2 sinistra

Batas jantung kiri : 3-4 jari dari linea midclavicula sinistra

A: Bunyi jantung 1 dan 2 murni reguler, aritmia , murmur (-), gallop (-)

• Abdomen

I : Cembung, scar (-)

P:Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

P: Timpani pada seluruh kuadran abdomen, asites (-)

A: Bising usus (+) normal

• Punggung

• skoliosis (-), kifosis(-), lordosis (-), lesi kulit (-)

• nyeri ketok CVA tidak dilakukan.

• Ekstremitas atas-bawah

• Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-, motorik 5/5

5/5

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 22/6/2015

• Darah rutin

Page 4: Case Cranio word

– Hemoglobin : 11,3 g/dL

– Hematokrit : 32.1 %

– Eritrosit : 4.09 10^6/µL

– Leukosit : 18900 µL

– Trombosit : 383.000 µL

• Kimia darah

– Ureum : 29.8 mg/dl

– Creatinin : 0.4 mg/dl

– SGOT : 43 µL

– SGPT : 20 µL

– GDP : 91 mg/dl

Hepatitis marker

HBsAg : non reactive

MONITORING

Jam Tek. Darah Nadi RR SpO2

10.00 WIB 104/65mmHg 125x/mnt 20x/mnt 98%

11.25 WIB 100/60mmHg 90x/mnt 20x/mnt 98%

INTRA OPERATIF

• Keadaan Pra Bedah

– KU : Baik

– Kesadaran : CM

– Tanda Vital

Page 5: Case Cranio word

• Nadi : 90 x/menit

• RR : 22 x/menit

• Suhu : afebris

– Status Fisik : ASA II

• Penatalaksanaan Anestesi

Posisi : Supine

Teknis anestesi : ETT No. 6

Anestesi dengan :

- Induksi : IV

- Maintenance : O2 3L, N2O 3L vol % = 1 : 1 dan sevoflurane 1,5%

Respirasi : Assisted dan Spontan

Rencana Medikasi dan pelaksanaan pada kasus

- Fentanyl : (Dosis 0,7 – 2 µg/kgBB)

Dosis pemberian : 14- 40 µg

Dosis yang diberikan : 50 µg

- Recuronium Bromide : (Dosis 0,1 – 0,2 mg/kgBB)

Dosis pemberian : 2 – 4 mg

Dosis yang diberikan : 20 mg

- Propofol : (Dosis 2- 2,5 mg/kgBB)

Dosis pemberian : 40 – 50 mg

Dosis yang diberikan : 100 mg

- Atrofin sulfat : (Dosis 0,01-0,02 mg/kgBB)

Dosis pemberian : 0,2 – 0,4 mg

Dosis yang diberikan : 0,25 mg

- Neostigmin 2 mg (4cc) : (Dosis 0,04 – 0,08 mg/kgBB)

Dosis pemberian : 0,8 – 0,16 mg

Dosis yang diberikan : 1 mg

• Kebutuhan maintenance/ rumatan : (BB= 20 kg)

• 10 kg pertama : 10 x 4 cc/kg/jam = 40 cc

Page 6: Case Cranio word

• 10 kg kedua : 10 x 2 cc/kg/jam = 20 cc

• Pasien puasa 8 jam preoperative : 8 x 60 cc/jam = 480 cc

Koreksi cairan selama operasi (Trauma )

• 20 kg x 6 ml/jam = 120 cc / jam

• Keadaan Pasca Bedah

– KU : Baik

– Kesadaran : Delirium

– Tanda Vital

• Nadi : 104 x/menit

• RR : 18 x/menit

• Suhu : afebris

• Instruksi Pasca Bedah

– Masuk ICU

– -IVFD RL 20 tpm

– Pantau TTV , input dan output cairan

TINJAUAN PUSTAKA

Page 7: Case Cranio word

Trauma pada kepalaPasien yang datang dengan trauma kepala, khususnya yang dalam keadaan koma,

memerlukan penatalaksanaan segera dengan prioritas yang sesuai.

Pada cedera kepala sering terjadi gangguan terhentinya pernafasan yang

sementara. Apnea yang berlangsung lama sering merupakan penyebab kematian langsung

di tempat kecelakaan.

Aspek yang sangat penting pada penatalaksanaan segera penderita cedera kepala

berat ini adalah Intubasi endotrakeal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100%

sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah dan dapat dilakukan penyesuaian

yang tepat terhadap FiO2.

Tindakan hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera

kepala berat. Walaupun hal ini dapat digunakan sementara untuk mengkoreksi asidosis

dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi,

tindakan hiperventilasi ini tidak selalu menguntungkan. Hiperventilasi dapat dilakukan

secara hati-hati pada penderita cedera kepala berat yang menunjukkan perburukan GCS

atau timbulnya dilatasi pupil. pCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmHg (3,3-4,7

kPa).

Hipotensi dan hipoksia adalah penyebab utama terjadinya perburukan pada

penderita cedera kepala berat. Karenanya bila terjadi hipotensi maka harus segra

dilakukan tindakan untuk menormalkan tekanan darahnya. Hipotensi biasanya tidak

disebabkan oleh cedera otak itu sendiri keduali pada stadium terminal medulla oblongata

sudah mengalami gangguan.

Yang lebih sering terjadi adalah bahwa hipotensi merupakan adanya kehilangan

darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Penyebab lainnya adalah Trauma

Medula Spinalis (Tetraplegia atau Paraplegia), kontusio jantung atau tamponade jantung

dan tension pneumothorax.

Pada pasien dengan trauma kepala, seringkali anamnesis tidak didapat dari pasien melainkan

dari keluarga atau orang lain yang melihat kejadian trauma tersebut. Hal-hal yang perlu

ditanyakan antara lain adalah :

Berapa lama terjadinya penurunan kesadaran

Periode amnesia pasca trauma

Page 8: Case Cranio word

Penyebab trauma

Keluhan nyeri kepala dan muntah

Pada pemeriksaan fisik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ialah :

Kesadaran dan tanda vital

Refleks pupil dan pergerakan bola mata

Kelemahan pada ekstremitas

Tanda fraktur basis cranii

Laserasi dan hematoma

Pemeriksaan yang perlu dilakukan diantaranya adalah :

Pemeriksaan lab rutin

Pemeriksaan radiologis, berupa foto rontgen kepala dan bagian tubuh lain yang

diperlukan. Jika tersedia, dapat dilakukan pemeriksaan dengan CT scan atau MRI.

Epidural hematoma

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering

terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku dan

keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut

dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk

periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala

kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan

pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika

pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura

dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.

Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya

berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga

menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh

vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery

yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila

terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.

Page 9: Case Cranio word

Anatomi

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya,

tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah

sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di

perbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian

masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di

temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang

menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat

dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di

antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang

mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan

vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan

laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang

mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi

dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa

pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak.

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan

perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang di

pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula eksterna, dan dinding bagian

dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi

yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang

berisiskan arteria meningea anterior, media, dan p0osterior. Apabila fraktur tulang tengkorak

menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial yang di

akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat yang fatal

kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah

dura mater, arachnoid, dan pia mater .

1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:

- Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus

dalam calvaria

Page 10: Case Cranio word

- Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut

terus di foramen mágnum dengan dura mater spinalis yang membungkus medulla

spinalis

2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba

3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh darah.

PATOFISIOLOGI

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.

Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea

media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.

Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang

masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang

di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,

desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga

hematom bertambah besar.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus

temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus

mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya

tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis

di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf

cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan

ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah

ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat

cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi

otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.

Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi

dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar

hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita

pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan

merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun.

Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di

Page 11: Case Cranio word

sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada

Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat

atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien

langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.

Sumber perdarahan :

• Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )

• Sinus duramatis

• Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena

diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena

progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung

mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu

setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama,

apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.

GAMBARAN KLINIS

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien

dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.

Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini

harus di observasi dengan teliti.

Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera

kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala. Gejala yang

sering tampak :

• Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

• Bingung

• Penglihatan kabur

• Susah bicara

• Nyeri kepala yang hebat

• Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

• Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.

• Mual

• Pusing

• Berkeringat

Page 12: Case Cranio word

• Pucat

• Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau

serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan

reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi

herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir,

kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran

sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda

kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya

disfungsi rostrocaudal batang otak. Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak

seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya

menjadi kabur.

Pemilihan obat anestesi pada kraniotomi

Pertimbangan utama dalam memilih obat anestesi, atau kombinasi obat-obatan anestesi,

adalah pengaruhnya terhadap TIK. Karena semua obat yang menyebabkan vasodilatasi serebral

mungkin berakibat peninggian TIK,pemakaiannya sedapat mungkin harus dicegah. Satu yang

terburuk dalam hal ini adalah ketamin, yang merupakan vasodilator kuat dan karenanya secara umum

dicegah penggunaannya pada pasien cedera kepala. Semua obat anestesi inhalasi dapat meninggikan

aliran darah serebral secara ringan hingga berat. Obat inhalasi volatil seperti halotan. enfluran dan

isofluran, semua meninggikan aliran darah serebral, namun mereka mungkin aman pada konsentrasi

rendah. Isofluran paling sedikit kemungkinannya menyebabkan vasodilatasi serebral. Nitrous oksida

berefek vasodilatasi ringan yang mungkin secara klinik tidak bermakna, dan karenanya

dipertimbangkan sebagai obat yang baik untuk digunakan pada pasien cedera kepala.

Kombinasi yang umum digunakan adalah nitrous oksida (50-70 % dengan oksigen), relaksan

otot intravena, dan tiopental. Penggunaan hiperventilasi dan mannitol sebelum dan selama induksi

dapat mengaburkan efek vasodilatasi dan membatasi hipertensi intrakranial pada batas tertentu saat

kranium mulai dibuka. Bila selama operasi pembengkakan otak maligna terjadi, yang refraktori

terhadap hiperventilasi dan mannitol, tiopental (Pentothal) pada dosis besar (5-10 mg/kg) harus

digunakan. Obat ini dapat menyebabkan hipotensi, terutama pada pasien hipovolemik, karenanya

harus digunakan hati-hati. Sebagai pilihan terakhir, penggunaan hipotensi terkontrol, dengan

trimetafan (Arfonad) atau nitroprussida (Nipride) dapat dipertimbangkan. Pada setiap keadaan,

Page 13: Case Cranio word

penting untuk memastikan penyebab pembengkakan otak, seperti kongesti vena akibat kompresi

leher dan adanya hematoma tersembunyi baik ipsi atau kontralateral dari sisi kraniotomi.

Tatalaksana intubasi pada pasien

Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan ABCDE (primary

survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP memerlukan intubasi. Pasien dengan

skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi untuk melindungi airway. Yang menjadi perhatian utama

pada pemasangan intubasi ini adalah intubasi ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang

kemudian dapat meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan menghasilkan inhibisi aliran

balik vena sehingga akan meningkatkan ICP.

Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung kemih dan usus. Pengobatan

yang tepat untuk infeksi berupa pemberian antibiotik harus dilaksanakan dengan segera. Pemberian

analgesia yang memadai harus diberikan walaupun pasien dalam kondisi di bawah sadar.

Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat menurunkan ICP pada

komdisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala melalui mekanisme penurunan tekanan

hidrostatis CSF yang akan menghasilkan aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya

digunakan untuk elevasi pada kepala adalah 30o. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap

lurus ke depan karena apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan disertai dengan

fleksi pada leher akan menyebabkan penekanan pada vena jugularis interna dan memperlambat aliran

balik vena.

Target yang di inginkan pada anestesi kraniotomi

Tujuan

a. Menurunkan tekanan intracranial

b. Memperbaiki aliran darah otak

c. Mencegah dan menghilangkan herniasi

Tatalaksana

a. Mengurangi volume komponen-komponen otak

1. Volume darah

o Hiperventilasi

Page 14: Case Cranio word

o Pemberian obat-obatan anestesi menyebabkan vasokonstriksi .

o Analgesik,sedative

o Mencegah hipertemi ( menurunkan metabolisme otak )

2. Jaringan otak

o Manitol

o Deksametason

3. Cairan serebrospinal

o Furosemide

o Asetazolamid

b. Mempertahankan fungsi metabolik otak

o Tekanan O2 90-120 mmHg

o Atasi kejang

o Jaga keseimbangan elektrolit dan metabolic

o Kadar Hemoglobin dipertahankan 10 mg/dl.

o Mempertahankan MAP dalam batas normal

c. Menghindari keadaan yang dapat meningkatkan tekanan intracranial

1. Pengelolaan pemberian cairan

o Keseimbangan cairan

Diuresis > 1ml/kgbb/jam

2. Posisi kepala

Page 15: Case Cranio word

Daftar Pustaka

Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016

Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.

Pramudianti, Arlina, dkk. 2011. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 10. Jakarta : BIP

Said,A Latief. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

FK UI.

Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme Medical Publisher, New York,1996, 22

Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178

Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006, 359-366