8
BAB VI PEMBAHASAN Pasien lahir dari ayah ibu yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, pada usia muda, sehingga tidak beresiko tinggi untuk melahirkan anak dengan kelainan kromosom. Kehamilan berjalan normal, tidak ada komplikasi. Demikian juga proses kelahirannya. Pada masa balita, pasien menunjukkan kelambatan perkembangan, yaitu kelambatan dalam kemampuan untuk tengkurap, duduk, berjalan, dan bicara. Pasien baru bisa berjalan dengan bantuan benda-benda disekitarnya saat umur 21 bulan yang seharusnya hal itu dapat dilakukan pada anak umur 10 bulan (Fenwick, 1995). Berdasarkan pengukuran IQ, pasien termasuk kategori disabilitas intelektual sedang. Seseorang dikategorikan menunjukkan disabilitas intelektual sedang, apabila IQ berada di kisaran 35-40 sampai 50- 49

BAB VI_26032014

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nn

Citation preview

50

BAB VI

PEMBAHASAN

Pasien lahir dari ayah ibu yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, pada usia muda, sehingga tidak beresiko tinggi untuk melahirkan anak dengan kelainan kromosom. Kehamilan berjalan normal, tidak ada komplikasi. Demikian juga proses kelahirannya. Pada masa balita, pasien menunjukkan kelambatan perkembangan, yaitu kelambatan dalam kemampuan untuk tengkurap, duduk, berjalan, dan bicara. Pasien baru bisa berjalan dengan bantuan benda-benda disekitarnya saat umur 21 bulan yang seharusnya hal itu dapat dilakukan pada anak umur 10 bulan (Fenwick, 1995). Berdasarkan pengukuran IQ, pasien termasuk kategori disabilitas intelektual sedang. Seseorang dikategorikan menunjukkan disabilitas intelektual sedang, apabila IQ berada di kisaran 35-40 sampai 50-55. Disabilitas intelektual sedang dapat didiagnosis pada usia yang lebih muda dibandingkan disabilitas intelektual ringan, karena perkembangan yang lebih lambat. Dengan perhatian khusus secara individual anak dengan disabilitas intelektual sedang dapat mengembangkan ketrampilannya (Sadock & Kaplan, 2003).

Abnormalitas yang ditemukan pada pasien adalah: wajah lonjong, dahi menonjol, hypertelorism (jarak antara kedua mata jauh), langit-langit mulut tinggi dan menyempit, dan gigi geligi. Pada telapak kaki ditemukan bentuk pes planus (kaki datar). Pada genitalia pasien ditemukan bentuk dan ukuran testis normal, tanda-tanda sex sekunder seperti tumbuhnya rambut-rambut halus dan ditemukannya hernia pada testis.

Dari analisis kromosom dapat diketahui jumlah kromosom, kromosom seks, serta kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang mungkin didapatkan adalah kelainan jumlah kromosom contohnya dapat dijumpai pada trisomi 21. Kelainan struktur kromosom dapat berupa: translokasi, delesi, insersi, duplikasi, inversi, dan isokromosom. Pada penelitian ini, hasil analisis kromosom menunjukkan pasien memiliki karyotip pria normal dan tidak ada kelainan jumlah maupun struktur kromosom, serta tidak terlihat adanya fragile site pada kromosom X yang pada umumnya dapat ditemukan pada 40% penderita sindroma fragile X.Dari pemeriksaan fenotip dan analisis kromosom, maka diagnosa banding pada pasien adalah sebagai berikut: 1. Sindroma Fragile X

Sindroma Fragile X merupakan penyebab terbanyak disabilitas intelektual, pada pria setelah sindroma Down, dengan pola pewarisan terkait X (X-linked) (Mueller & Young, 2001; Willemsen, et al.,2004). Dismorfologi sindroma Fragile X meliputi muka panjang/lonjong, telinga menggantung, sendi tangan hiperfleksi, pembesaran testis serta langit-langit (palatum durum) yang tinggi. Kelainan lain yang sering terjadi adalah infeksi telinga berulang, dislokasi panggul kongenital, kaki datar, skoliosis, strabismus serta kejang. Diagnosis diperkuat dengan mengukur tingkat inteligensi dan kelainan neuropsikiatrik seperti hipo/hiperaktif, disabilitas intektual, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), menolak kontak mata, dan pemalu (Thompson, et.al., 2005).

Anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien menunjukkan beberapa kesamaan dengan fenotip penderita sindroma Fragile-X, seperti disabilitas intelektual, wajah lonjong, hypertelorism (jarak antara kedua mata jauh), dan high arched palate (langit- langit mulut meninggi dan menyempit).

Analisa pedigree menunjukkan tidak ada anggota keluarga yang mengalami disabilitas intelektual seperti pasien, sehingga tidak memenuhi pola pewarisan X-linked.Hasil pemeriksaan karyotiping tidak didapatkan gambaran fragile site pada ujung lengan kromosom X. Gambaran fragile site tidak selalu ditemukan pada kromosom X penderita sindroma fragile X, pada umumnya, fragile site hanya ditemukan pada 10-40% sel saja (Ameli, et.al., 2000).Untuk mendukung diagnosa fragile X, maka perlu dilakukan analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mengetahui adanya pemanjangan pengulangan nukleotida CGG (trinucleotide repeat expansion). Pada pemeriksaan molekuler dengan tekhnik PCR, pada individu pria normal akan terlihat adanya band pada 300 bp yang setara dengan pengulangan nukleotida CGG sebanyak 30. Penderita dengan mutasi penuh (full mutation) dengan pengulangan CGG >200 kali tidak akan terdeteksi melalui PCR, sehingga harus dilakukan pemeriksaan Southern Blot. Pemeriksaan Southern Blot merupakan gold standard untuk mengkonfirmasi ekspansi alel dalam jumlah besar yang tidak terdeteksi melalui pemeriksaan PCR (Nelson, 1995).2. Sotos-Like SyndromeDengan menggunakan aplikasi software POSSUM (Pictures Of Standart Syndromes and Undiagnosed Malformations) dengan memasukkan hasil pemeriksaan fisik yaitu retardasi mental, wajah lonjong, dahi menonjol, hypertelorism, langit mulut tinggi dan sempit, dan kaki datar (pes planus), maka kelainan pasien sesuai dengan Sotos-like syndrome. Sotos-like syndrome adalah kelainan genetik yang ditandai dengan tampilan wajah yang khas, pertumbuhan yang berlebih (overgrowth) pada masa anak-anak, dan keterlambatan belajar. Tampilan wajah khas seperti macrochepaly, wajah lonjong, dahi tinggi dan menonjol, pipi yang memerah, dan dagu kecil. Selain itu, sudut-sudut luar mata mengarah ke bawah (down-slanting fisura palpebra). Pertumbuhan saat bayi dan anak-anak cenderung lebih cepat dari anak normal, akan tetapi tinggi ketika dewasa dalam batas normal (Kurotaki, et.al., 2002 ; Melchior, 2005).

Sotos-like syndrome disebabkan adanya mutasi gen NSD1. Gen NSD1 mengkode protein yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Mutasi gen NSD1 menyebabkan gen tidak memproduksi setiap protein fungsional. (Melchior, 2005).Sekitar 95% kasus Sotos-like syndrome terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat gangguan dalam keluarga mereka. Sebagian besar kasus ini hasil dari mutasi baru yang melibatkan gen NSD1 (Tatton & Rahman, 2004). Berdasarkan teori diatas, hasil yang sesuai dengan pasien diantaranya wajah lonjong, dahi tinggi dan menonjol, sudut-sudut luar mata mengarah ke bawah (down-slanting fisura palpebra), dan tidak adanya riwayat gangguan dalam keluarga pasien. 3. Kelainan Kromosom yang SubmikroskopikKelainan kromosom yang submikroskopik bertanggung jawab atas 5% sampai 10% dari kasus keterbelakangan mental yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Pasien dengan disabilitas intelektual yang tidak menunjukkan kelainan kromosom tidak serta merta menyingkirkan kemungkinan kelainan kromosom sebagai penyebab disabilitas intelektual. Hal ini disebabkan masih adanya kemungkinan kelainan kromosom yang bersifat submikroskopik (