18
79 PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN BAB V

BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

79

PENGELOLAANKAWASAN HUTAN

BAB V

Page 2: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

80

Page 3: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

81

PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN

Bab V

Pembangunan nasional akan berhasil dengan baik apabila daerah-daerah juga memprioritaskan dalam praktek pembangunan yang langsungmenyentuh kepada kepentingan masyarakat. Dari empat program yangmenjadi kebijakan pemerintah Kabupaten Siak dalam upaya melaksana-kan pembangunan sangat tepat dan sasarannya sudah jelas untuk direa-lisasikan. Karena program tersebut yang kini sedang menjadi peioritas,dari sisi pembangunan infrastruktur, Pemerintah Kabupaten Siak mem-prioritaskan program pembangunan dibidang infrastruktur pedesaan.Jalan-jalan usaha tani yang dapat mendukung peningkatan perekonomianbagi para petani, menciptakan program pertanian yang berdaya guna danbermanfaat bagi masyarakat serta menambah pendapartan masyarakat.

Disisi lain, Pemerintah Kabupaten Siang juga melakukan adanyapeningkatan SDM, pelayanan kesehatan dan mengurangi biaya yang tidakbermafaat untuk lebih bermanfaat dan ini terbukti dengan anggaran Ka-bupaten Siak biaya untuk belanja hanya 37%. Dan menciptakan programpemanfaatan pembangunan yang pro rakyat seperti pendidikan gratis.Tentunya ini juga masih menjadi acuan dalam program pembangunantahun 2015 yang saat ini belum terselesaikan akan menjadi lanjutan padatahun berikutnya. Program Pemerintah Kabupaten Siak dalam mambengundaerah ini juga membrdayakan BUMD, perusahaan-perusahaan yang ada

Page 4: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

82

di Kabupaten Siak untuk ambil bagian dalam pembangunan sehinggapembangunan tidak hanya mengacu pada anggaran APBD. Akan tetapijuga harus disesuaikan dengan rencana pembangunan Kabupaten, sehnggadalam realisasinya tidak terjadi tumpang tindih.

5.1 POTENSI PEMBERDAYAAN ALAM

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki Kabupaten Siak dilihat dariaspek luasan dari hasil pemaduserasian Tata Guna Hutan KesepakatanProvinsi Riau tahun 1987 dan Rencana Tata Ruang Wilayah ProvinsiRiau (RTRWP) Riau Tahun 1994 serta berdasarkan hasil pemekarankabupaen baru, dimana Kabupaten Siak memiliki luas sekitar 855.603Ha. Dari luasan 855.603 Ha tersebut seluas 282.091,52 Ha atau samadengan 56% merupakan kawasan htan lindung seluas 6.103,48 Ha danHutan Suaka Margasatwa seluas 69.884,25 Ha. Sedangkan sisanya me-rupakan Taman Hutan Raya (Tahura) Minas seluas 2.337 Ha, Hutan pro-duksi Tetap (HP) seluas 183.551,90 Ha. Hutan produksi terbatas (HPT)seluas 215.394,38 Ha, Hutan Mangrove seluas 6.820,53 Ha dan HutanProduksi Konversi (HPK)/ areal peruntukan lain seluas 371.511,48 Ha.

Komiditi sawit di Kabupaten Siak memegang peranan kuat dalammendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta membukalapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat setempat yang tinggaldisekitar daerah perkebunan dan dengan sendirinya juga akan mengangkatperekonomian masyarakat. Pengembangan pembangunan perkebunankelapa sawit di Kabupaten Siak dimaksudkan untuk meningkatkan ekonomimasyarakat secara khusus dan secara umum untuk meningkatkan aktivitasekonomi daerah.

Adapun komiditi yang dikembangkan di Kabupaten Siak diantaranyaterdapat 7 jenis tanaman, namun sawit dan karet merupakan dua komiditiutama yang dikembangkan di Kabupaten Siak. Perkebunan besar swastamerupakan struktur terbesar yang telah memperoleh izin lokasi di wilayahKabupaten Siak dalam mengembangkan satu jenis komoditi unggulan yaitukelapa sawit. Sementara perkebunan rakyat tersebar disekitar kawasanpemukiman dan perkebunan besar yang berfungsi sebagai plasma dariperkebunan besar.

Page 5: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

83

Potensi terbesar di Kabupaten Siak merupakan komoditi kelapasawit dengan jumlah penyebaran luas kebun kelapa sawit 217.715 Hadan penyebarn parbik kelapa sawit sebanyak 20 unit. Produksi kelapasawit masyarakat Kabupaten Siak saat ini adalah 4.227.028 Ton denganproduksi rata-rata 23.697/Kg H. Tanaman perkebunan yang mengalamipertambahan secara signifikan adalah kelapa sawit, sedangkan tanamankaret mengalami penurunan. Artinya sebagian komoditas perkebunan yangada sudah termasuk karet dialihfungsikan menjadi tanaman kelapa sawit,hal ini berdasarkan data bahwa kelapa sawit tidak mengalami penurunan.

Pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit masih memberi pe-luang besar di Kabupaten Siak. Pola yang dilaksanakan dalam pengem-bangan komoditi perkebunan antara lain, pola perusahaan swasta, polakemitraan, pola swadaya, dan pola inti plasma. Peningkatan nilai tambahdiperlukan industri hilir CPO sehingga dapat dihasilkan margarine,minyak goreng, sabun dan sebagainya. Kegiatan industri hilir CPO dapatdikembangkan secara integral dalam kawasan industri Tanjung Buton.Sangat berpeluang ditawarkan kepada para investor untuk membangunindustri hilir. Investasi yang terus meningkat di Kabupaten Siak ini daritahun ke tahun bagi investor adalah di bidang kelapa sawit, karena lahanyang mendukung dan letak daerah yang strategis, sehingga hampir setiaplahan yang kosong atau hutan digunakan untuk membangun perkebunansawit.

5.2 KAWASAN HUTAN

Hutan Indonesia memiiki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan bu-daya bagi negara dan khususnya bagi masyarakat setempat. Jika berbagaiperanan itu tidak seimbang, maka satu lebih ditekankan daripada yanglainnya, sehingga keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Hal initerlihat selama 25 tahun terakhir ini, dimana eksploitasi sumberdaya dantekanan pembangunan mempunyai pengaruh pada hutan. Dalam buku agenda21 Indonesia disebutkan bahwa faktor-faktor yang menekankan kerusakanhutan Indonesia adalah:

a. Pertumbuhan penduduk dan penyebarannya yang tidak meratab. Konversi hutan untuk pengembangan perkebunan dan pertambangan.

Page 6: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

84

c. Pengabdian atau ketidaktahuan mengenai pemilikan lahan secaratradisional (adat) dan peranan hak adat dalam pemanfaatan sum-berdaya alam

d. Program transmigrasie. Pencemaran industri dan pertanian pada hutan lahan basahf. Degradasi hutan bakau yang disebabkan oleh konveksi menjadi tambakg. Pemungutan spesies hutan secara berlebihan danh. Introduksi spesies eksotik (UNDP & KMNLH, 1997)

Berdasarkan jenisnya, hutan yang bisa dimanfaatkan adalah hutanproduksi. Pengertian dan definisi dari hutan produksi adalah areal hutanyang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk meng-hasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, indutri danexport. Hutan ini biasanya terletak di dalam batasan-batasan suatu HPH(memiliki izin HPH) dan dikelola untuk menghasilkan kayu.

Pengelolaan penebangan yang baik, apabila diimbangi dengan pena-naman dan pertumbuhan ulang sehingga hutan terus menghasilkan kayusecara lestari. Hutan produksi dapat dibagi menjadi Hutan Produksi Tetap(HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan yang dapat dikonversi-kan (HPK). HUTAN Produksi Tetap (HP) merupakan hutan yang dapatdieksploitasi dengan perlakuan cara tebang pilih maupun dengan caratebang habis. Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan hutan yang hanyadapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih. HPT merupakan hutan yangdialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah. Hutanproduksi terbatas umumnya berda diwilayah pegunungan dimana lerengyang cuman menyulitkan proses pembalakan. Sementara Hutan Produksiyang dapat dikonversi (HPK) adalah kawasan hutan dengan faktor kelaslereng jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikandengan angka penimbangan mempunyai nilai 124 atau kurang diluar hutansuaka alam dan hutan pelestarian alam. Hutan produksi konversi adalahkawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagipengembangan transmigrasi, permukiman pertanian dan perkebunan.

Tujuan konversi hutan adalah untuk meningkatkan nilai tambah suatukawasan hutan melalui kegiatan pemanfaatan lahan yang lebih optimal.Masalah kebijakan juga menjadi fokus mengapa kebijakan akan konversihutan semakin meluas selain permintaan pasar yang semakin tinggi juga.

Page 7: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

85

Kebijakan dari pemerintahan memang bisa saja tidak terkait langsungdengan pemberian izin dalam pendirian kebun kelapa sawit di Indonesia,tetapi secara tidak langsung memberikan pengaruh yang signifikan dalamperluasan perkebunan kelapa sawit. Masalah izin menjadi lebih mudahdengan berbagai aturan yang ada.

Faktor yang menekankan kerusakan hutan Indonesia adalah konversihutan untuk pengembangan perkebunan. Sedangkan pengertian perkebunanadalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanahdan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolahdan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuanilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk me-wujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Pembangunan pada saat sekarang ini lebih kepada pembangunanyang hanya bersifat sementara. Dengan tuntutan globalisasi Indonesiamengikuti perkembangan zaman tanpa melihat prospek kedepan. Per-kembangan masyarakat yang serba instan dan asal jadi, budaya konsumtiftelah mendarah daging pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Se-dangkan hakikat pembangunan yang sebenarnya adalah pembangunan yangberkenajutan yang tidak parsial, instan dan pembangunan kulit. Maka,dengan adanya konsep suistinable development yang akan berusahamemberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan lingkunganalam demi masa depan.

Dalam sejarah perkembangan pembangunan sektor kehutanan diIndonesia dimulai sejak akhir tahun 1960-an dimana pengelolaan danpemanfaatan hutan mulai mengarah kepada nilai komersial. Namun seirngberjakannya waktu, kebutuhan akan hutan tidak hanya bertumpu padahasil kayu tetapi juga kepada pemanfaatan jasa lingkungan sepertimenyerap emisi karbon yang merupakan salah satu unsur gas rumah kaca.Potensi SDA yang dimiliki Kabupaten Siak dilihat dari aspek luasandari hasil pemaduserasian Tata Guna Hutan Kesepakatan Provinsi Riautahun 1987 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Riautahun 1994 serta berdasarkan hasil pemekaran kabupaten baru.

Pada umumnya kondisi hutan di Indonesia sudah pada tingkat rusakberat dimana kawasan hutan yang masih memiliki tegakan alami yanghanya tersisa pada kisaran 30%-40% saja. Perubahan status kawasan

Page 8: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

86

hutan menjadi peruntukan kegiatan pembangunan dan penambahankawasan hutan oleh kelompok-kelompok masyarakat menjadi ancamanserius bagi kelangsunga ketersediaan sumber daya hutan pada masa yangakan datang. Khusuanya di Kabupaten Siak kerusakan kawasan hutanyang memiliki tegakan alami lebih mengarah kepada upaya peningkatanpendapatan dan kesejahteraan masyarakat temoatan dan pembangunansektor kehutanan berupa pembangunan hutan tanaman industri yang ber-sifat monokutur yang secara langsung dapat mengakibatkan hilangnyakeanekaragaman sumber alam hayati baik jenis flora maupun fauna.

Pembangunan perkebunan di Kabupaten Siak merupakan gabunganantara kebun masyarakat dan perusahaan yang bergerak dibidang perke-bunan didukung oleh industri pengolahan hasil perkebunan. Kombinasitersebut diharapkan dapat meningkatkan penghasilan masyarakat dansebagai sumberpendapatan bagi Pemerintah Kabupaten Siak. Produksiperkebunan yang bermutu dan masyarakat memiliki tempat pemasaranyang pasti dapat menjadi stimulus untuk mempertahankan lahan sehinggapengalihan fungsi lahan dari perkebunan dikembangkan menjadi industriyang ramah lingkungan dan sebagai penggerak perekonomian masyarakat.

5.3 POKOK-POKOK KEBIJAKAN KEHUTANAN

Dinas Pekebunan dan Kehutanan Kabupaten Siak memiliki kebi-jakan yang harus dilaksanakan, dalam hal ini penitikberatkannya kepadapemberian manfaat bagi masyarakat sebesar-besarnya terutama masya-rakat disekitar kawasan hutan dengan tetap menjaga dan mempertahankankelestarian fungsi hutan dari segi produksi, fungsi ekologi dan sosialekonomi.

Perkembangan kawasan hutan di Kabupaten Siak dapat dilihat dalambeberapa kategori atau fungsi lahan. Hutan dapat dikelompokkan antaralain kawasan hutan lindung, kawasan hutan konservasi, dan kawasanhutan produksi sesuai dengan tabel berikut:

Page 9: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

87

Pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan pengelolaan hutan, baikitu mempertahankan hutan yang telah dirusak maupun membangun hutanyang baru diperlukan prioritas kegiatan teknis seperti berikut:

1. Menyelesaikan masalah kawasan hutan yang sudah terjadi danmencegah terjadinya masalah baru guna meningkatkan kapasitaspengelolaan hutan lindung serta hutan konservasi.

2. Memberikan kemudahan bagi penerima manfaat serta mampumenekan terjadinya ekonomi harga tinggi serta mmbuat landasanyang kuat guna mengalokasikan manfaathutan secara adil.

3. Menyediakan ketersediaan infrastruktur sosial ataupun ekonomidalam menunjang penguatan kelembagaan lokal khususnya untukmemperoleh akses dalam memanfaatkan hutan, meningkatkanefisiensi ekonomi ataupun mengembangkan nilai tambah hasil darihutan.

No Kawasan Hutan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Cagar Alam 0,000 0,00 2 Kawasan Konservasi

a. Hutan Suaka Margasatwa b. Taman Hutan Raya

72.221.247 69.884.247 2.337.000

8,44 8,17 0,27

3 Kawasan Lindung a. Hutan Lindung b. Hutan Mangrove

12.924.000 6.103.475 6.820.525

1,51 0,71 0,80

4 Kawasan Hutan Produksi a. Hutan Produksi Tetap b. Hutan Produksi Terbatas c. Hutan Produksi

Konservasi/Areal Pengembangan Lainnya

770.457.760 183.551.900 215.394.380 371.511.480

90,05 21,45 25,17 43,42

5 Hutan Adat 0,000 0,00 6 Taman Nasional 0,000 0,00 7 Taman Wisata Alam 0,000 0,00 8 Taman Buru 0,000 0,00 9 Lahan Kritis (Eks HPH) 0,000 0,00 10 Kawasan Aliran 0,000 0,00 TOTAL 855.603.007 100,00

Tabel 5.1 Kawasan Hutan di Kabupaten Siak

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Siak, 2014

Page 10: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

88

Jenis kegiatan diatas harus dilakukan serta berorientasi padarencana yang telah ditetapkan serta juga harus memperhatikan kondisisosial ekonomi untuk menyelaraskan arah egenda pemerintah, Pemprov,serta Prmbkab/Pemkot sehingga KPH menjadi solusi stretegis yang takbisa dihindari.

Adapun landaan dibentuknya KPH berdasarkan pada peraturanseperti berikut:

1. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan2. PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan3. PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.4. PP 38/2007 Tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah,

Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota5. PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah6. Permenhut P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH7. Permenhut P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur

dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPH Lindung(KPHL) dan KPH Produksi (KPHP)

8. Permendagri No.61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan TataKerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan KesatuanPengelolaan Hutan Produksi Daerah.Selaras dengan peraturan diatas, bahwa pokok-pokok yang terkandung

menjadi pedoman dalam membuat kebijakan dibentuknya KPH. Seluruhkawasan hutan serta seluruh kekayaan yang ada di dalamnya yang beradadi Negara Indonesia sepenuhnya dikuasi negara untuk dimanfaatkan dalamrangka kesejahteraan masyarakat. Negara memberikan kewenangan ke-pada pemerintah untuk mengurus dan mengatur apapun yang berkaitandengan hutan. Pengelolaan hutan bertujuan urntuk memperoleh manfaatsebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat yang mencakup:

1. Perencanaan kehutanan2. Pengelolaan hutan3. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan dan

penyuluhan hutan4. Pengawasan

Page 11: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

89

Adapun TUPOKSI dari organisasi KPH adalah:1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan, mencakup:

a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutanb. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan pengendalian

terhadap pemegang izinc. Penggunaan kawasan hutan dalam pemantauan serta pengen-

dalian terhadap pemegang izind. Pemanfaatan hutan diwilayanh tertentue. Rehabilitasi hutan dan reklamasif. Perlindungan hutan dan konservasi alam

2. Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota untuk diimplementasikan

3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dariperencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan sertapengendalian.

4. Melaksanakan pemantauan serta penilaian atas pelaksanaan ke-giatan pengelolaan hutan diwilayahnyaBerdasarkan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 serta Peraturan

Pemerintah No. 03 Tahun 2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan RencanaPengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan telah menetapkan TUPOKSIKPH. Adapun Tupoksi utama KPH adalah untuk KPHP serta KPHL.Sebelum adanya KPH, seluruh TUPOKSI KPH dilaksanakan oleh DinasKehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Adapun TUPOKSI KPHtersebut yaitu pada penyelenggaraan manajemen pengelolaan hutan ditingkat tapak/lapangan, sedangkan TUPOKSI Dinas Kehutanan yaitumenyelenggarakan pengurusan administrasi kehutanan.

Dalam proses pembangunan KPHP dan KPHL di negara Indonesia,Kementerian Kehutanan membuat ketetapan Indikator Kerja Utama (IKU)mengenaik KPH dan dituangkan dalam Rencana Strategis KementerianKehutanan dalam Permenhut No. P51/Menhut-II/2010 tentang PenetapanWilayah KPH di Indonesia dan dioperasikannya 120 KPH sehingga perludibentuk KPH Model Seluruh Indonesia. Pembangunan KPHL dan KPHPterdiri dari 3 aspek yakni pembangunan wilayah, pembentukan organisasiserta penyusunan rencana.

Page 12: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

90

Pada dasarnya manusia akan selalu melakukan interaksi denganhutan, karena hutan menjadi kebutuhan pokok yang memiliki kekayaanSDA yang dibutuhkan manusia. Seperti melakukan perburuan ataupunmencari ramuah herbal yang semua bahan bakunya terdapat dalam hutan.Sehingga manusia dan hutan tidak bisa dipisahkan dan menciptakan hu-bungan yang kuat.

Pada tahun 2000, CIFOR memprediksikan bahwa sekitar 48,8 jutajiwa penduduk Indonesia bertepat tinggal di dalam maupun disekitarhutan. Dan bermata pencaharian sebagai petani rotan, madu, damar, buah-buahan, dedauan, satwa liar, serta ikan yang sumbernya berasal darihutan yang akan digunakan sebagai kebutuhan rumah tangga maupun dikomersilkan. Dan membuat perkitaan bahwa sekitar 7 juta pendudukPulau Sumatera dan Pulau Kalimantan bergantung pada karet yang tersebardilahan sekitar 2.5 juta Ha. Perkebunan karet dijadikan sebagai lahanusaha penduduk lokal serta memiliki berbagai jenis wanatani (perkebunanberbagai jenis spesies buah digabung dengan tumbuhan hutan alami)tanpa campur tangan dari liar. Walaupun lahan tersebut tidak bersertifikatnamun masyarakat asli mengerti bentuk tradisional pengelolaan sebagaihak adat yang diwariskan, yang diakui secara spesifik dalam pasal 18UUD negara Indonesia.

Meskipun pemerintah memberikan pengakuan terhadap keberadaanmasyarakat serta sistem penguasaan lahan seperti yang termaktub dalamUU No. 5/60 tentang Pokok-Pokok Agraria dan UU Pokok KehutananNo. 5/67 yang kemudian direvisi menjadi UU Kehutanan No. 41/99 secarategas juga menyatakan bahwa kesempatan untuk mnuntut hak pemanfaatanhasil hutan maupun hak ulayat atas tanah tidak diperbolehkan melebihikepentingan nasional. Dapat dipahami, tentunya ini tidak mengedepankankepentingan kelompok diatas kepentingan negara.

Namun pemahaman ini menjadi tumpang tindih saat paradigmapembangunan kehutanan menitikberatkan pada laju investasi baik dalamnegeri maupun luar negeri. Pemerintah mengundang para investor untukmenanamkan modalnya padasektor kehutanan di Indonesia sehingga akanmenggantikan keberadaan masyarakat yang tinggal disekitar hutan yangtelah menjadikan hutan sebagai suatu kebutuhan baik dalam bermata pen-caharian yang sudah membentuk suatu sistem ataupun membangun equilibirum.

Page 13: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

91

Meskipun perusahaan memberikan trickledown effect dalamusahanya namun hal ini justru tidak pernah terjadi. Dalam jangka pendekmasyarakat bisa menjalankan kegiatan ekonomi dalam menyalurkan baha-bahan makanan dan kebutuah lainnya serta mendapatkankesempatah kerjameskipun hanya menjadi buruh dari perusahaan tersebut. Dalam jangkapendek ketia hutan dieksploitasi secara terus menerus maka akan ber-dampak pada jangka panjang karena tanah akan kehilangan kesuburannyadan berakibat kepada masyarakat yang tidak bisa lagi memenfaatkanSDA yang dimiliki hutan bahkan bisa meninmbulkan bencana alam sepertibanjir dan longsor.

Sampai sekarang pemerintah tidak juga melakukan koreksi maupunevaluasi terhadap perusahaan yang telah melakukan kerusakan tersebut,pemerintah tidak juga peka terhadap dampak jangaka panjang yang akanditimbulkan. Padahal dalam UU dijelaskan bahwa hutan adat merupakanhutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat yang telah menguasaidan mengelola hutan jauh sebelum negara ini lahir sehingga untuk pe-ngelolaan dan pemanfaatannya harus terlebih dahulu meminta izin kepadapemilik lahan.

Selain itu, pemerintah juga dalam menetapkan status selama inimasih mengikuti sikap pemerintahan zaman Belanda tanpa melalui prosesyang seharusnya (due process) dan juga tidak memberikan kompensasiyang berarti. Ratusan juta Ha lahan diklaim sebagai hutan negera ke-mudian dengan kepentingan ekeonomi akan diserahkan kepada investoryang dianggap menguntungkan. Meskipun proses penetapan hutan negaramemberikan syarat untuk dilakukan penatabatasan terhadap kawasan gunamenghindari tumpang tindih dengan kawasan masyarakat. Walaupunfaktanya hanya sekitar 20% seluruh hutan yang dilakukan penatabataan.

Adanya metode pengambil alihan secara paksa SDA hutan darimasyarakat pada akhirnya akan berujung pada kemunculan konflik yangbermacam-macam. Ekstraksi hutan yang awalnya betujuan untuk men-sejaherakan masyarakat sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomimasyarakat pada akhirnya menjunjukkan kegagalan. Hal ini terlihat di-mana hadirnya pembangunan sektor kehutanan di negara Indonesia malahberujung pada kemunculan koflik seperti demonstrasi yang dilakukanoleh beberapa masyarakat, suku adat, ataupun dari etnis tertentu yang

Page 14: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

92

merasa dirugika atas pembangunan sektor kehutan tersebut. Suatupembangunan akan dikatakan berhasil jika keberadaannya akan mampumeningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat karena masyarakatmenjadi salah satu kelompok sasaran utama serta mampu memper-tahankan keberadaan dan daya dukung ekologinya

5.4 KORUPSI SEKTOR KEHUTANAN

Penegakan hukum di sektor hutan di Indonesia tidak akan berjalanjika terdapat tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN ). Meskipunitu sudah dibentuk institusi penegak hukum, aparat serta materi yangterkandung dalam perundang-undangan. Korupsi telah menjadi penyakityang mewabah di ranah birokrasi sehingga dapat menyebabkan melemah-nya hukum yang ada.

Desentralisasi kewenangan yang seharusnya dapat menghilangkanbibit separatisme serta menghilangkan kecemburuan pusat-daerah justrumenjadi wadah penyakit koruspi. Bahkan upaya untuk memerangi korupsidianggap sangat sulit karna banyak keterlibatan aktor-aktor kunci yangbermain disana. Korupsi telah melunturkan kepercayaan publik bahkanmemunculkan statement bahwa pemerintah telah gagal memimpin suatunegara. Seperti apa yang telah diungkapkan oleh Menteri Kehutanan padatahun 2000 yang mengatkan bahwa “penyebaran korupsi telah mendorongbanyak pihak yang mempunyai hubungan tindakan ilegal disektor kehu-tanan tanda disertai rasa bersalah dan takut sedikitpun. Baik itu keter-libatan individu atau perusahaan, pemerintah sipil, aparat penegak hukum,dan DPR.

Korupsi yang terjadi didaerah dikarenakan Kepala Daerah mem-punyai kewenangan dan kekuasaan penuh untuk mengelola sektor tertentudan menjadikan perusahan sebagai ATM guna meningkatkan PAD bahkantidak sedikit juga menjadi peluang untuk meningkatkan pendatan oknum-oknum tertentu. Perusahaan memberikan keutuhan pemerintah denganimblannya dipermudah proses perizinan dan pengamanan.

Pada zaman Soeharto korupsi memiliki skala kecil untuk tingkatnasional namun berbanding terbalik yang terjadi di daerah. Karena KepalaDaerah memiliki kekuasaan penuh untuk mengelola segala kekayanan

Page 15: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

93

SDA yang ada di masing-masing daerah. Korupsi pada sektor kehutanantelah menjadi lahan subur yang dilakukan perusahaan bekerja samadengan kepala daerah bahkan juga aparat penegak hukum seperti militerdan kepolisian untuk menjamin keamanannya.

Keterlibatan polisi dan militer dalam bisnis kayu telah berlansungsejak lama. Skema ini yang digunakan Soeharto untuk menjamin kesetiaanpendukung partainya. Sejak zaman Soeharto pula para militer/kepolisianbersama pihak swasta saling mempengaruhi ntuk menjalankan ektrasirimba dan saling mencari keuntungan masing-masing kelompok tersebut.Keterlibatan polisi dalam kasus korupsi pada sektor kehutnan ini di-akibatan karena salary yang diterima mereka itu rendah bahkan dibawahstandar sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka mencaricara lain salah satunya dengan melakukan tindakan terlarang ini. Apalagisosok militer/polisi pada zaman Soeharto sangat ditakuti kekuatan yangdimiliki mereka.

Adapun bentuk praktik korupsi bisnis pada pemegang IUPHHK padahutan alam yakni:

1. Tidak melakukan penataan batas dan penataan kawasan lindung2. Tidak menganggap penting persetujuan masyarakat setempat dalam

mengambil keputusan3. Tidak menjalankan kewajibannya dalam melindungi areal kawasan

hutan lindung4. Kapitalisasi yang dilakukan tidak dibarengi dengan penataan hutan5. Tidak melakukan audit keuangan oleh akuntan publik/ laporan ke-

uangan tidak cukup menilai alokasi dana untuk pengelolaan hutanalam lestari.

6. Melakukan kapitalisasi dan reinvestasi tetapi tidak menambahpotensi modal dalam revitalisasi hutan

7. Menunggak dana reboisasi dan Provinsi Sumberdaya Hutan8. Tidak menyediakan dana untuk pengololaan hutan dengan lancar

dan proporsional9. Tidak melakukan investasi untuk kegiatan pengembangan sumber-

daya manusia dan pengelolaan kawasan hutan lindung10.Tidak membuat rencana kerja yang baik untuk jangka panjang

Page 16: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

94

maupun jangka menengah11.Korupsi bisnis terkait dengan pengukuran pertumbuhan, riap dan

petak ukur permanenan.12.Tidak ada kesesuaian antara rencana pengaturan dengan realisasi-

nya dilapangan13.Komitmen peningkatan peran serta masyarakat dan pengadaan

kesempatan kerja sebatas rencana tertulis tanpa aksi14.Implementasi mekanisme peran serta masyarakat ditetapkan secara

sepihak oleh pihak manajemen15.Kesempatan kerja dan pelatihan hanya ditujukan kepada peme-

nuhan kebutuhan kerja/buruh kasar operasional lapangan.Korupsi realitanya sudah melemahkan aparat penegak hukum. Kasus-

kasus yang mengangkat pemerintah lokal dengan perusahaan-perusahaanmenghilang begitu saja. Para penegak keadilan memanfaatkan situasi iniuntuk memperkaya diri sendiri. Sehingga perusahaan memiliki pengaruhyang besar dalam mempengaruhi politik lokal dan yuridiksinya. Pejabatkehutanan senior tahun 2001 mengaku bahwa kasus kejahatan kehutanantidak sampai 10% yang masuk ke pengadilan. Sehingga kondisi ini sulituntuk diharapkan bahwa dengan adanya perundang-undangan akan mampumemperbaiki sektor kehutanan. Jangankan untuk memperbaiki, bahkanhutan malah dieksploitoir oleh aparat penegak hukum, penegak kedilanserta pemerintah lokal bahkan pemerintah nasional.

Indonesia sejak dulu telah di design untuk memenuhi kebutuhanraw material dan komoditi bagi negara utara. Surat Sebelas Maret (SuoerSemar) tidak hanya memberikan kekuasaan penuh kepada Soeharto namunjuga membuka peluang bagi negara utara untuk masuk ke Indonesia.Negara asing tiba-tiba mengatur apa yang harus diperbuat Indonesia.Pada abad ke 21 Indoesia tidak hanya harus memenuhi kebutuhan negarautara bahkan juga harusm memenuhi kebutuhan China, Jepang dan India.Jutaan Ha hutan dieksploitasi bahkan dibabat habis untuk kemudiandiganti dengan komoditi tanaman lain dan menghasilkan CPO, kertas,plywood dan kayu gergajian untuk memenuhi kebutuhan negara tersebut.Peristiwa ini muncul akibat paradigma pertumbuhan ekonomi berasaldari devisa yang diberikan negara asing atas hasil ekstrasi SDA yangdilakukan secara kontinu.

Page 17: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

95

Setelah adanya kebijakan desentralisasi permasalahan menjadisemakin kompleks. Kebijakan IPK seratus Ha justru kemudian diman-faatkan oleh pemerintah daerah tidak hanya sebagai kas daerah namunjuga sebagian dialihkan kepada partai pendukungnya. Lahirnya PP No.32 tahun 2002 tidak hanya dilanggar bahkan juga dijadikan sebagai alatuntuk mengeksploitasi perizinan yang jauh lebih besar dari apa yangmenjadi syarat bahkan diatas lahan yang sudah terbebani hak.

Pasca desentralisasi juga ditandai dengan beban hutang industrikehutanan yang dibebankan kepada rakyat. Beban tersebut selanjutnyaakan memicu percepatan ekstrasi hutan alam serta poses pengkorversiandari hutan menjadi uang, diantaranya memudahkan proses peningkatankapasitas produksi, perluasan konsesi bahkan menjadi bintang iklanindustri hutan sendiri. Tidak hanya itu, bahkan pasca desentralisasi jugamenyulitkan koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.Sehingga data yang ada di daerah dan pusat tidak sinkron. Jangankanpusat dengan daerah bahkan dinas provinsi juga mengalami kesulitanuntuk mengetahui Rencana Pemenuhan Bahan Baku yang ada di tingkatKabupaten.

Sementara berkenaan dengan industri mikro yang berbahan dasarkayu juga tidak terkoordinir dengan baik antara Menteri Perindustriandengan Dinas yang ada di daerah. Banyak laporan perkembangan industritidak sampai ke pusat dan juga banyak distorsi informasi berkenaan de-ngan keadaan indutrsi kecil tersebut. Bahkan koordinasi antara MenteriKehutanan dan Menteri Perindustrian dimana yang terakhir mempunyaiwewenang untuk melakukan peningkatan kapasitas produksi industri meskiitu berkenaan dengan sektor kehutanan.

Page 18: BAB V PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN - ap.fisip.unri.ac.id

TATA KELOLA PEMBANGUNAN KAWASAN

96