26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai Hubungan Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free Dan Casein Free dengan Perilaku Anak Autis Di Pusat Layanan Autis Banjarmasin dan didapatkan sampel penelitian sebanyak 31 sampel. Sampel tersebut merupakan sampel yang dipilih dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. A. Karakteristik Sampel Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 31 sampel penelitian. Kriteria inklusi sampel penelitian ini meliputi orang tua yang memiliki anak/merawat anak autis laki-laki dan 53

BAB V

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab 5

Citation preview

58

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai Hubungan Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free Dan Casein Free dengan Perilaku Anak Autis Di Pusat Layanan Autis Banjarmasin dan didapatkan sampel penelitian sebanyak 31 sampel. Sampel tersebut merupakan sampel yang dipilih dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

A. Karakteristik SampelPenelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 31 sampel penelitian.Kriteria inklusi sampel penelitian ini meliputi orang tua yang memiliki anak/merawat anak autis laki-laki dan perempuan yang menjalani terapi di Pusat Layanan Autis, orang tua bersedia sebagai responden dan menandatangani informed consent, diagnosis autis berdasarkan DSM IV dan penderita usia 2 11 tahun. Kriteria eksklusi sampel penelitian ini yaitu mengundurkan diri saat penelitian berlangsung.

1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Anak dengan AutisDari hasil pengolahan data ditemukan bahwa usia anak autis di Pusat Layanan Autis yaitu 3 tahun sampai 11 tahun dapat dilihat pada tabel 5.1.Tabel 5.1 Distribusi Sampel Menurut Usia Anak dengan Autis di Pusat Layanan Autis BanjarmasinUsia AnakFrekuensiPersentase (%)

3-6 tahun1651,6

7-11 tahun1548,4

Total31100,0

Gambar 5.1 Usia Anak dengan Autis Di Pusat Layanan Autis BanjarmasinDari data yang didapatkan, usia sampel termuda adalah berusia 3 tahun dan tertua berusia 11 tahun. Pada tabel distribusi frekuensi dikelompokkan menjadi 2 kelompok yatu 3-6 tahun dan 7-11 tahun. Menurut Pratiwi dalm penelitiannya tahun 2013 autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun yang menyebabkan mereka tidak mampu berkomunikasi maupun mengekspresikan keinginannya, sehingga mengakibatkan terganggunya perilaku dan hubungan dengan orang lain (1).

2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Anak dengan AutisDari hasil pengolahan data ditemukan bahwa sebagian besar jumlah anak autis di Pusat Layanan Autis diderita oleh anak yang berjenis kelamin laki-laki, dapat dilihat pada tabel 5.2.Tabel 5.2 Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin Anak dengan Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin

Jenis KelaminFrekuensiPersen

Laki-laki2993,5

Perempuan26,5

Total31100,0

Gambar 5.2 Karakteristik Usia Anak dengan Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin

Dari 31 sampel pada penelitian ini terdapat 29 orang anak laki-laki yang menderita autisme. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa prevalensi penderita autis lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan (4:1) (2). Pada anak laki-laki lebih rentan menyandang autism dibandingkan anak perempuan. Hal ini dikarenakan anak laki-laki memilki hormone testosterone yang mempunyai efek yang bertolak belakang dengan hormon esterogen pada perempuan, hormone testosteron menghambat kerja RORA (retinoic acid-related orphan receptor-alpha) yang berfungsi mengatur fungsi otak, sedangkan esterogen meningkatkan kinerja RORA (3).

3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Anak Dengan AutisDari hasil pengolahan data ditemukan bahwa sebagian besar jumlah anak autis di Pusat Layanan Autis memiliki orang tua yang bekerja sebagai wiraswasta dapat dilihat pada tabel 5.3.Tabel 5.3 Distribusi Sampel Menurut Pekerjaan Orang Tua Anak dengan Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin

No.Pekerjaan Orang TuaFrekuensiPersen

1Tidak bekerja5 orang16,1

2Ibu rumah tangga19 orang61,3

3Wiraswasta6 orang 19,4

4Pegaewai swasta1 orang3,2

Total31 orang100

B. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi penelitian untuk Hubungan Kepatuhan Orang Tua Tentang Diet Gluten Free Dan Casein Free Dengan Perilaku Anak Autis dapat dilihat pada tabel 5.4.Tabel 5.4 Data Hipotetik dan Data Empirik Hubungan Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free Dan Casein Free dengan Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin

VariabelNData HipotetikData Empirik

Rata-rataSkorSDRata-rataskorSD

MinMaxminmax

Kepatuhan Orang Tua310.50010.160.50010.16

Perilaku Anak Autis3189.50017929.8363.03591.09.33

Berdasarkan data tersebut sebelumnya pada variabel Kepatuhan Orang Tua Tentang Diet Gluten Free Dan Casein Free rata-rata empirik (0,50 dan SD 0,16) sama besar dengan rata-rata hipotetik (0,50 dan SD 0,16). Data Hipotetik adalah data yang diperoleh secara teori sedangakan data empirik adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian. Hal ini berarti bahwa secara umum subjek penelitian memiliki skor kepatuhan orang tua yang sama dengan skor kepatuhan orang tua secara teoritis. Pada variable Perilaku Anak Autis rata-rata empirik (63,00 dan SD 9,33) lebih besar dibandingkan rata-rata hipotetik (89,50 dan SD 9,33). Hal ini berarti bahwa secara umum subjek penelitian memiliki skor perilaku anak autis yang lebih rendah dibandingkan dengan skor kepatuhan orang tua secara teoritis.

C. Tingkat Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Dari perhitungan data diperoleh Tingkat Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin seperti pada tabel 5.5.Tabel 5.5 Kategorisasi Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin

Kategori Kepatuhan Orang TuaFrekuensiPersentase

Patuh929,03 %

Tidak Patuh2270,97 %

Total31100 %

Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, dapat diketahui terdapat 9 orang (29,03%) memiliki skor kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin dalam kriteria patuh dan 22 orang (70,97%) memiliki skor kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free di Pusat Layanan Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin dalam kriteria tidak patuh. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar orang tua tidak patuh dalam memberikan diet gluten free dan casein free pada anak autis.Hasil jawaban dari lembar observasi isian pangan 24 jam kebanyakan orang tua belum mematuhi diet gluten free dan casein free disebabkan beberapa makanan yang mengandung gluten seperti lumpia, roti tawar, mie instan, nugget, jagung, resoles, pastel, bihun, bakso, ayam goreng tepung terigu, pisang goreng lapis tepung terigu dan pempek serta makanan yang mengandung kasein seperti es krim, susu sapi, susu sapi kemasan dan coklat yang seharusnya dihindari belum diketahui oleh orang tua, makanan yang disajikan untuk anak autis disamakan dengan anggota keluarga lain di rumah dan makanan yang dikonsumsi anak autis sebagian besar mengandung gluten dan kasein merupakan makanan yang biasa atau lazim dikonsumsi oleh anak-anak pada umumnya. Indikator kepatuhan orang tua dalam penelitian ini dilihat dari bagaimana perilaku orang tua tersebut dalam mengimplementasikan diet yang meliputi kemampuannya dalam memilih makanan untuk anak dan konsisten dalam menerapkan diet GFCF. Diet bebas gluten dan bebas kasein diet tanpa gluten dan kasein adalah menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein artinya seratus persen benar-benar tanpa gluten dan kasein. Diukur dengan menggunakan lembar isian ingatan pangan 24 jam (24-hour food recall). Dari daftar makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak autis pada ingatan pangan 24 jam akan dapat diketahui kepatuhan orang tua dan diklasifikasikan menjadi patuh dan tidak patuh terhadap diet gluten free dan casein free (4).Dalam hal ini, seorang ibu sangat dituntut untuk dapat bersikap selektif dalam mengatur pola makan anak dan juga harus bisa memilah-milah jenis makanan yang diolahnya, tidak hanya kualitas yang diutamakan tetapi juga kandungan zat gizi yang ada didalam bahan makanan itu (5).Penyandang autisme dianjurkan untuk berdiet GFCF. Selain dapat memperbaiki gangguan pencernaan, glutein dan kasein juga bisa mengurangi gejala atau tingkah laku autistik. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan diet makanan, hindari pemberian makanan yang mengandung glutein dan kasein. Menurut Washnieski (2009), sebagian besar orang tua mengakui bahwa makanan yang dilarang kadang-kadang diberikan kepada anak-anak secara sengaja, dan beberapa anak benar-benar mengalami kemunduran dalam perilaku ketika makanan tersebut diberikan (6). Orang tua yang tidak patuh pada diet GFCF mungkin juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang tidak mendukung. Rendahnya keterlibatan orang-orang dirumah dalam penerapan diet, seperti anggota keluarga bebas memberikan makanan pada anak mengakibatkan anak akan sering melihat dan terbiasa dengan kebiasan-kebiasaan buruk tersebut yang akan berpengaruh pada penerapan diet yang dijalaninya (7).

D. Tingkat Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Dari perhitungan data diperoleh tingkat Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin seperti pada tabel 5.6Tabel 5.6 Kategorisasi Tingkat Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin

KategoriMeanNStandar Deviasi

Patuh52,33914, 91

Tidak Patuh69,002212,12

Total64,163114,88

Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, dapat diketahui terdapat 22 orang tua yang tidak patuh menerapkan diet gluten free dan casein free dengan mean derajat autis 53,33 dan 9 orang tua yang patuh menerapkan diet gluten free dan casein free dengan mean derajat autis 52,33. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak autis tidak patuh diet gluten free dan casein free memiliki memiliki mean derajat autis yang lebih tinggi dibandingkan dengan dengan anak yang patuh menerapkan diet gluten free dan casein free yang memiliki mean derajat autis yang lebih rendah.Skala derajat autis dapat diobservasi Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC) (8). Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC) merupakan kuesioner baku yang dikembangkan oleh Autism Research Institute (ARI) yang ditujukan untuk membimbing orang tua, dokter, ahli terapi rehabilitasi medis dan peneliti untuk mengevaluasi efek dari suatu terapi terhadap perilaku anak penyandang autisme (9). Skor ATEC berkisar dari nol sampai 180. Semakin rendah skor, semakin baik. Jika nilai anak nol atau mendekati nol, anak yang tidak bisa lagi dibedakan dari anak-anak non-autis dan dengan demikian dapat dianggap sepenuhnya pulih (9). Perilaku anak autis adalah semua yang dilakukan oleh anak autis. Beberapa perilaku anak autis menunjukkan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya dapat ditunjukkan dalam situasi kehidupan sehari-hari. Banyak penelitian mengatakan bahwa pemberian makanan rendah gluten dan randah kasein panak anak dengan autisme akan memberikan respon terhadap perubahan perilaku. Berat ringannya perilaku pada anak dengan autism juga dipengaruhi ada tidaknya terapi perilaku, terapi obat dan diet bebas gluten dan bebas kasein sebelumnya (10).

E. Persentase Hubungan Kepatuhan Orang Tua Tentang Diet Gluten Free Dan Casein Free Dengan Perilaku Anak Autis Di Pusat Layanan Autis BanjarmasinPengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan Spearmans Correlation. Spearmans Correlation digunakan untuk menguji hubungan antara variabel independen berskala nominal (dikotomis/dua nilai) dan dependen berskala ordinal.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pusat Layanan Autis Banjarmasin pada bulan Juli-Agustus 2014 dari 31 orang responden didapatkan hasil hubungan kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis seperti pada gambar 5.7.Tabel 5.7 Hasil uji Spearman Rank Hubungan Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free terhadap Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin

Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein FreePerilaku Anak Autis

Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free0,0100,010

Berdasarkan hasil penelitan dapat dilihat koefisien korelasi sebesar 0,010 yang menunjukkan bahwa kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free sebesar 0,010 memiliki peranan terhadap perilaku anak autis dengan signifikansi 0,010 (p < 0,05). Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan stimulasi orang tua dengan perilaku anak autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin. Pada orang tua yang patuh melakukan diet gluten free dan casein free, memiliki derajat autis yang rendah dibandingkan anak dengan autis yang orang tuanya tidak patuh menerapkan diet gluten free dan casein free. Tidak hanya pada derajat autis, secara spesifik orang tua yang menerapkan diet gluten free dan casein free pada skala perilaku anak lebih rendah pada anak yang patuh diet gluten free dan casein free dibandingkan dengan tidak patuh. Hal itu sesuai dengan teori bahwa pada anak dengan autisme dianjurkan untuk berdiet GFCF. Selain dapat memperbaiki gangguan pencernaan, gluten dan kasein juga bisa mengurangi gejala atau tingkah laku autistik. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan diet makanan, hindari pemberian makanan yang mengandung glutein dan kasein. Menurut Washnieski (2009), sebagian besar orang tua mengakui bahwa makanan yang dilarang kadang-kadang diberikan kepada anak-anak secara sengaja, dan beberapa anak benar-benar mengalami kemunduran dalam perilaku ketika makanan tersebut diberikan (7). Pada penelitian ini kebanyakan orang tua tidak patuh tentang diet gluten free dan casein free. Orang tua sudah mencoba untuk mnerapkan diet ini namun tidak sepenuhnya meninggalkan makanan yang mengandung gluten dan kasein. Dari lembar ingatan pangan 24 jam beberapa orang tua memberikan makanan yang mengandung gluten dan kasein diantaranya adalah anak RRS dan MCA yang mengonsumsi makanan seperti ayam dan pisang goreng lapis tepung terigu, pastel, resoles yang mengandung gluten dan coklat, susu, es krim yang mengandung kasein. Pada anak MCA perilaku autisme yang tampak adalah memukul diri sendiri dan orang lain, merusak benda, rutinitas kaku, berteriak dan menjerit, serta gelisah yang menjadi masaah kecil, kemudian perilaku hiperaktif, obsessive speech, dan gerakan mengulang-ulang merupakan masalah sedang. Pada anak RRS memukul/melukai orang lain dan sering gelisah merupakan masalah sedang sedangkan perilaku hiperaktif merupakan masalah serius. Perilaku anak dengan autis seperti hiperaktif, melukai diri sendiri, melukai orang lain dan destruktif menjadi tidak masalah. Melalui penelitian Reichelt menemukan bahwa menghilangkan makanan yang mengandung gluten dan kasein dari diet seseorang dengan autis membawa kemajuan yang sangat signifikan, baik dalam hal perilaku maupun kondisi fisik penderita (11).Thompson dalam Washnieksi tahun 2009 menyatakan bahwa ketika seseorang menerapkan diet ini, maka mereka harus mengikutinya dengan sangat ketat untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Melalui terapi ini dapat membantu meringankan beberapa perilaku autistik yang diperlihatkan anak dengan menerapkan diet gluten free dan casein free (7).Keberhasilan diet dipengaruhi oleh lingkungan yang sangat mendukung. Keterlibatan orang-orang di rumah pada pelaksanaan terapi akan menyita perhatian dan memberi pengaruh kepada seluruh keluarga dirumah yang secara tidak langsung menimbulkan tuntutan-tuntutan/ penyesuaian dari anggota keluarga tersebut. Anak autisme akan menjadikan orang tua dan saudara kandungnya sebagai contoh (7).Beberapa upaya diperlukan agar orang tua dapat menerapkan diet GFCF dengan tepat pada anaknya. Informasi yang terpercaya, tepat, dan mudah diperoleh sangat dibutuhkan orang tua yang berharap untuk mengikuti diet ini, karena keterbatasan sifat dari diet dan pentingnya kepatuhan yang tepat pada diet. Membantu orang tua mengerti tentang mekanisme fisiologi dibalik penerapan diet mungkin dapat membantu mereka merasa lebih nyaman dalam menerapkan diet. Kemudahan untuk mendapatkan informasi yang tepat dan mengetahui dasar ilmu dibalik diet mungkin dapat membantu orang tua mengerti prosesnya lebih baik karena tanpa 100% kepatuhan terhadap diet, kekuatan dari diet tersebut tidak akan terlihat (7).Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pratiwi pada tahun 2013 Hubungan Skor Frekuensi Diet Bebas Gluten Bebas Casein dengan Skor Perilaku Autis menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skor frekuensi diet bebas gluten dan casein dengan skor perilaku autis (1). Penelitian Hartiningrum pada tahun 2012 tentang Gambaran Pola Perilaku Anak Penyandang Autisme Dengan Penerapan Diet Gluten Free-Casein Free (gfcf) di Sekolah Inklusi Cahaya Bangsa Khatulistiwa Pontianak terdapat perbaikan pola perilaku pada anak penyandang autisme dengan penerapan diet GFCF (10).Kelemahan dari penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner jadi data yang didapat kurang mendalam karena keterbatasan waktu penelitian sehingga peneliti tidak dapat mengobservasi semua sampel penelitian.

BAB VIPENUTUPA. SimpulanSimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil ategori yang telah dilakukan, dapat diketahui terdapat 9 orang (29,03%) memiliki skor kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin dalam kriteria patuh dan 22 orang (70,97%) memiliki skor kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free di Pusat Layanan Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin dalam kriteria tidak patuh2. Hasil kategori yang telah dilakukan, dapat diketahui terdapat 22 orang tua yang tidak patuh menerapkan diet gluten free dan casein free dengan mean derajat autis 53,33 dan 9 orang tua yang patuh menerapkan diet gluten free dan casein free dengan mean derajat autis 52,33.3. Berdasarkan hasil penelitan dapat dilihat koefisien korelasi sebesar 0,010 yang menunjukkan bahwa kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free sebesar 0,010 memiliki peranan terhadap perilaku anak autis dengan signifikansi 0,010 (p < 0,05).

B. Saran1. Bagi masyarakat Orang tua hendaknya menerapkan diet gluten free dan casein free dengan menghindari makanan yang mengandung gluten seperti tepung terigu dan makanan dari kasein seperti susu karena diet gluten free dan casein free memberi manfaat bagi perbaikan perilaku anak dengan autis, selain itu diet ini juga dapat diterapkan dengan mengganti bahan makanan lain yang tidak mengndung gluten dan kasein.2. Bagi perawat Perawat hendaknya memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada orang tua tentang pentingya dalam menerapkan diet gluten free dan casein free pada anak dengna autis dan pengaruhnya terhadap perilaku anak autis.4. Bagi penelitian selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya direkomendasikan untuk melakukan penelitian tentang kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis menggunakan metode eksperimen sehingga data yang diperoleh lebih mendalam.

DAFTAR PUSTAKA1. Pratiwi RA. Hubungan skor frekuensi diet bebas gluten bebas casein dengan skor perilaku autis. Skripsi. Universitas Diponegoro. 2013: 3-4.

2. Nugraheni, SA. Efektivitas Diet Bebas Gluten Bebas Casein terhadap Perubahan Perilaku Anak Autis. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2008.

3. Haryadi D. Pedoman Singkat Menghitung Kebutuhan Gizi Anak Autis Untuk Mahasiswa Gizi. Pontianak:Dpd Persagi Kalimantan Barat, 2009.

4. Ramadayanti S, Margawati A. Perilaku pemilihan makanan dan diet bebas gluten bebas kasein pada anak autis. Journal of Nutrition Collage 2013; 2 (1): 35-43.

5. Koka, E.M. 2011. Perilaku ibu tentang pemberian makan dan status gizi anak autism di kota Binjai tahun 2011.

6. Washnieski G. Gluten-free and casein-free diets as a form of alternative treatment for autism spectrum disorder. Thesis. Madison: University of Wisconsin, 2009.

7. Sofia AD, Helwiyah Ropi, Ai Mardhiyah. Kepatuhan orang tua dalam menerapkan terapi diet gluten free casein free pada anak penyandang autisme di yayasan pelita hafizh dan slbn Cileunyi Bandung. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran.

8. Takwin S, Indriasari R, Salam A. Studi validasi asupan vitamin menggunakan metode semi-quantitative food frequency questionnaire dengan food recall 24 jam pada ibu hamil di puskesmas kassi-kassi kota makassar tahun 2013. Skripsi. ProgramStudi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS Makassar. 2013.

9. Anonymous. Autism treatment evaluation checklist 2010; (online), (http://autism-nutrition.com/autism-treatment-evaluation-checklist-atec, diakses 26 April 2014).

10. Hartinngrum YPA. Gambaran pola perilaku anak penyandang autisme dengan penerapan diet gluten free-casein free (gfcf) di sekolah inklusi cahaya bangsa khatulistiwa Pontianak. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Program Studi Pendidikan Dokter Pontianak. 2012.

11. Kessick R. Autisme dan pola makan yang penting untuk anda ketahui. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.53