22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Analisis Univariat 4.1.1.1 Usia Penelitian ini dilakukan pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Sriwijaya dengan usia 17-22 tahun yang melibatkan 138 Responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi. Rentang usia populasi pada penelitian ini diambil dari usia mahasiswi semester awal hingga akhir yaitu 17-22 tahun. Usia responden termuda pada penelitian ini adalah 17 tahun yang didapatkan 7 (5,1%) sedangkan usia responden tertua pada penelitian ini adalah 22 tahun yang didapatkan 5 (3,6%). Angka kejadian akne vulgaris tertinggi yang berusia 19 tahun didapatkan 39 (28,3%) dan terendah yang berusia 22 tahun didapatkan 5 (3,6%). Distribusi umur responden yang mengalami akne vulgaris dapat dilihat pada diagram dibawah ini : Gambar 3. Diagram Distribusi Responden Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Pada Tahun 2013 Berdasarkan Umur 40

BAB IV

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bab iV

Citation preview

Page 1: BAB IV

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Analisis Univariat

4.1.1.1 Usia

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Sriwijaya

dengan usia 17-22 tahun yang melibatkan 138 Responden mahasiswi yang

memenuhi kriteria inklusi. Rentang usia populasi pada penelitian ini diambil dari

usia mahasiswi semester awal hingga akhir yaitu 17-22 tahun.

Usia responden termuda pada penelitian ini adalah 17 tahun yang

didapatkan 7 (5,1%) sedangkan usia responden tertua pada penelitian ini adalah

22 tahun yang didapatkan 5 (3,6%). Angka kejadian akne vulgaris tertinggi yang

berusia 19 tahun didapatkan 39 (28,3%) dan terendah yang berusia 22 tahun

didapatkan 5 (3,6%).

Distribusi umur responden yang mengalami akne vulgaris dapat dilihat pada

diagram dibawah ini :

Gambar 3. Diagram Distribusi Responden Mahasiswi Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya Pada Tahun 2013 Berdasarkan Umur

Umur05

1015202530354045

Umur17 Tahun

18 Tahun

19 Tahun

20 Tahun

21 Tahun

22 Tahun

40

Page 2: BAB IV

Keterangan : Pada diagram 1 menunjukkan distribusi responden mahasiswi

Fakultas Kedokteran Univerversitas Sriwijaya pada tahun 2013. Kejadian akne

pada usia 17 tahun didapatkan 7 (5,1%), usia 18 tahun didapatkan 29 (21%), usia

19 tahun didapatkan 39 (28,3%), usia 20 tahun didapatkan 36 (26,1%), usia 21

tahun didapatkan 22 (15,9%) dan usia 22 tahun didapatkan 5 (3,6%).

Tabel10. Distribusi Responden Berdasarkan Umur (n=138)

Umur Jumlah Persentase (%)

17 7 (5,1)18 29 (21,0)

19 39 (28,3)

20 36 (26,1)

21 22 (15,9)

22 5 (3,6)

Total 138 (100,0)

4.1.1.2 Derajat Akne Vulgaris

Distribusi responden yang mengalami akne derajat ringan sampai sedang

didapatkan112 (81,2%) sedangkan responden yang mengalami akne derajat berat

didapatkan 26 (18,8%). Sebagian besar responden mengalami akne derajat ringan.

Tabel 1l. Distribusi Responden Berdasarkan Derajat Akne (n=138)

D e r a j a t A k n e

Jumlah Persentase (%)

Ringan+sedang

112 (81,2)

Berat 26 (18,8)

41

Page 3: BAB IV

Total 138 (100,0)

4.1.1.3 Genetik

Responden yang memiliki riwayat keluarga akne vulgaris didapatkan 73

(52,9%) dan yang tidak memiliki akne vulgaris didapatkan 65 (47,1%). Sebagian

besar responden memiliki riwayat keluarga yang mengalami akne vulgaris.

Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Genetik (n=138)

Genetik Jumlah Persentase(%)

Ya 73 (52,9)

Tidak 65 (47,1)

Total 138 (100,0)

4.1.1.4 Kosmetik

Sebagian besar responden menggunakan kosmetik didapatkan (98,6%)

sedangkan yang tidak menggunakan kosmetik didapatkan (1,4%). Jenis kosmetik

yang digunakan oleh responden adalah pembersih (30%), pelembap (25%), bedak

(27%) dan pelindung (18%).

Gambar 4. Diagram Distribusi Responden Mahasiswi Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya Pada Tahun 2013 Berdasarkan Penggunaan Kosmetik

Pembersih30%

Pelembap25%

Bedak27%

Pelindung 17%

Penggunaan Kosmetik

42

Page 4: BAB IV

Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian Kosmetik

Kosmetik Jumlah Persentase(%)

Pembersih Wajah

Tidak 2 (1,4)

Ya 136 (98,6)

Frekuensi Pembersihan Wajah

Sering 129 (92,8)

Jarang 8 (5,8)

Pelembap Wajah

Tidak 24 (17,4)

Ya 114 (82,6)

Frekuensi Pemakaian

Sering 87 (63,0)

Jarang 27 (19,6)

Bedak Wajah

Tidak 15 (10,9)

Ya 123 (89,1)

Frekuensi Pemakaian

Sering 90 (65,2)

Jarang 33 (23,9)

Pelindung Wajah

Tidak 59 (42,8)

Ya 79 (57,2)

43

Page 5: BAB IV

Frekuensi Pemakaian

Sering 45 (32,6)

Jarang 34 (24,6)

Sebanyak 138 responden yang mengalami akne vulgaris, sebagian besar

responden menggunakan kosmetik didapatkan 136 (98%) dan yang tidak

menggunakan kosmetik didapatkan 2 (1,4%). Dari 138 responden yang

menggunakan kosmetik diantaranya menggunakan kosmetik pembersih

didapatkan 136 (98,6%), kosmetik pelembap didapatkan 114 (82,6%), kosmetik

bedak didapatkan 123 (89,1%) dan kosmetik pelindung 79 (57,2%). Hampir

sebagian besar responden membersihkan wajah secara teratur (minimal 2 kali

sehari) didapatkan 129 (92,8%), responden yang sering menggunakan pelembap

wajah didapatkan 87 (63%) , responden yang sering menggunakan bedak wajah

didapatkan 90 (65,2%) dan responden yang sering menggunakan pelindung wajah

didapatkan 45 (32,6%).

4.1.1.5 Efek Samping Penggunaan Kosmetik

Responden yang mengalami efek samping didapatkan 70 (50,7%)

sedangkan yang tidak mengalami efek samping didapatkan 68 (49,3%). Hampir

sebagian besar responden mengalami efek samping setelah pemakaian kosmetik.

Efek samping yang berupa flek-flek hitam didapatkan 2 (1,4%), iritasi didapatkan

20 (14,5%) dan jerawat didapatkan 48 (34,8%). Sebagian besar responden

mengalami efek samping berupa akne vulgaris.

Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Efek Samping Penggunaan Kosmetik

Efek Samping Jumlah Persentase(%)

Tidak Ada 68 (49,3)

Flek-flek hitam 2 (1,40)

Iritasi 20 (14,5)

Jerawat 48 (34,8)

44

Page 6: BAB IV

TOTAL 138 (100,0)

4.1.2 Analisis Bivariat

4.1.2.1 Genetik

Tabel 15. Hubungan Akne Vulgaris dengan Genetik

Ya 39 (53,4) 34 (46,6) p=0,021

Tidak 22 (33,8) 43 (66,2)

Dari uji chi square untuk faktor genetik didapatkan p=0,021, maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor genetik

dengan timbulnya akne vulgaris, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Evans, dkk,

yang menyatakan bahwa faktor genetik mempunyai pengaruh yang signifikan

sebesar 31-97% terhadap derajat akne vulgaris pada semua usia (Evans,2005).

4.1.2.2 Kosmetik

Tabel 16. Hubungan Akne Vulgaris dengan Penggunaan Kosmetik

Pembersih wajah

45

Genetik Derajat Akne P

Berat Ringan

n % n %

Variabel Derajat Akne P

Berat Ringan

n % n %

Page 7: BAB IV

Ya 60 (44,1) 76 (55,9) p=0,868

Tidak 1 (50,0) 1 (50,0)

Frekuensi Pemakaian Pembersih

Tidak 0 (00,0) 1 (50,0) p=0,348

Jarang 2 (25,0) 6 (75,0)

Sering 59 (45,7) 70 (54,3)

Pelembap wajah

Ya 51 (44,7) 63 (55,3) p=0,783

Tidak 10 (41,7) 14 (58,3)

Frekuensi Pemakaian Pelembap

Tidak 10 (41,7) 14 (58,3) p=0,859

Jarang 11 (40,7) 16 (59,3)

Sering 40 (46,0) 47 (54,0)

Bedak Wajah

Ya 56 (45,5) 67 (54,5) p=0,369

Tidak 5 (33,3) 10 (66,7)

Frekuensi Pemakaian Bedak

Tidak 5 (33,3) 10 (66,7) p=0.612

Jarang 14 (42,4) 19 (57,6)

Sering 42 (46,7) 48 (53,3)

Pelindung Wajah

Ya 38 (48,1) 41 (51,9) p=0,286

Tidak 23 (39,0) 36 (61,0)

Frekuensi Pemakaian Pelindung

Tidak 23 (39,0) 36 (61,0) p=0,559

Jarang 16 (47,1) 18 (52,9)

Sering 22 (48,9) 23 (51,1)

46

Page 8: BAB IV

4.2 Pembahasan

4.2.1 Umur

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa angka kejadian akne

vulgaris tertinggi pada usia 19 tahun (28,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Sehat Kabau di Fakultas Ekonomi Universitas

Diponegoro pada tahun 2012 bahwa kejadian akne vulgaris paling banyak

ditemukan pada usia 19 tahun (28,0%). Namun secara teori puncak kejadian

tertinggi akne vulgaris dijumpai pada usia 14-17 tahun (Wasitaatmadja,2010), hal

ini disebabkan karena pada penelitian ini responden yang diambil adalah

mahasiswi 17-22 tahun.

4.2.2 Derajat Akne Vulgaris

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar responden

mengalami derajat akne vulgaris ringan sampai sedang didapatkan 112 (81,2%)

dan derajat akne vulgaris berat didapatkan 26 (18,8%). Hal ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi Rahmawati di SMA/MA/MK di

kota Semarang pada tahun 2012 bahwa sebagian besar responden mengalami akne

derajat ringan sampai sedang didapatkan (93,8%) dan derajat akne vulgaris berat

(6,2%).

4.2.3 Genetik

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa faktor genetik

mempengaruhi timbulnya akne vulgaris. sebagian besar responden memiliki

riwayat keluarga yang mengalami akne vulgaris didapatkan 73 (52,9%) dan yang

tidak memiliki riwayat keluarga yang mengalami akne vulgaris didapatkan 65

47

Page 9: BAB IV

(47,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi

Rahmawati di SMA/MA/MK di kota Semarang pada tahun 2012 bahwa sebagian

besar responden memiliki riwayat keluarga yang mengalami akne vulgaris

didapatkan (89,1%). Secara teori menyatakan bahwa faktor genetik memberi

pengaruh yang signifikan sebesar 31-97% terhadap derajat akne vulgaris pada

semua usia (Evans,2005). Faktor riwayat keluarga sangat berpengaruh besar pada

aktivitas kelenjar sebasea. Apabila kedua orang tua memiliki riwayat menderita

akne vulgaris kemungkinan besar anaknya akan menderita akne vulgaris (TQ

Wu,2007).

4.2.4 Kosmetik

Dari uji chi square untuk penggunaan pembersih wajah didapatkan

p=0,868, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara penggunaan pembersih wajah dengan derajat akne vulgaris, hal ini sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh M.Dewita D pada siswi

SMUN 1 Bekasi, Jakarta didapatkan p=0,200, bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara penggunaan pembersih kosmetik dengan timbulnya akne

vulgaris. Namun secara teori pembersih yang digunakan harus dapat

menghilangkan kelebihan lipid barier kulit, menghindari pengikisan yang

berlebihan karena akan merangsang hiperaktifitas kelenjar sebasea untuk

meningkatkan produksinya sebagai mekanisme terhadap kehilangan lipid kulit.

Sebaiknya menggunakan bahan yang tidak iritatif. Membersihkan kulit tidak

menggunakan bahan yang kasar, cukup menggunakan ujung-ujung jari

(Draelos,2000).

Dari uji chi square untuk frekuensi pembersih wajah didapatkan p=0,348,

maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

frekuensi pembersih wajah dengan derajat akne vulgaris, hal ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh M.Dewita D pada siswi SMUN 1

Bekasi, Jakarta didapatkan p=0,200, bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara penggunaan pembersih kosmetik dengan timbulnya akne

48

Page 10: BAB IV

vulgaris. Namun secara teori untuk iklim tropis seperti di Indonesia frekuensi

mencuci muka yang ideal 3-4x sehari, Dengan menerapkan frekuensi mencuci

muka yang ideal akan mencegah timbulnya akne vulgaris (Draelos,2000).

Dari uji chi square untuk penggunaan pelembap wajah didapatkan

p=0,783, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara penggunaan pelembap wajah dengan derajat akne vulgaris, hal ini sesuai

dengan peelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi Rahmawati di

SMA/MA/MK di Kota Semarang didapatkan p=0,520, tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara penggunaan pelembap wajah dengan derajat akne vulgaris.

Hal ini disebabkan karena jenis pelembap tidak mengandung unsur minyak dan

komedogenik serta bervariasi cara dan pemakaian pelembap. Namun secara teori

akne kosmetik biasanya terdapat pada perempuan dewasa setelah pemakaian

kosmetik terutama pelembap (Kligman, 1975).

Dari uji chi square untuk penggunaan bedak wajah didapatkan p=0,369,

maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

penggunaan bedak wajah dengan derajat akne vulgaris, hal ini tidak sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi Rahmawati di SMA/MA/MK di

Kota Semarang didapatkan p=0,043, terdapat hubungan antara penggunaan bedak

wajah dengan derajat akne vulgaris, hal ini disebabkan karena frekuensi

pemakaian bedak yang berbeda-beda setiap individu. Namun secara teori bedak

padat (compact powder) adalah jenis bedak yang sering menyebabkan akne.

Pemakaian bedak dimaksudkan untuk mendapatkan “covering efek” pada wajah,

yaitu untuk menutup permukaan kulit wajah. Bedak padat mempunyai

kemampuan menutupi, jauh lebih baik dibandingkan bedak tabur karena memiliki

ukuran partikel yang lebih kecil dan daya adhesi yang lebih kuat. Hal ini ditambah

dengan zat pengikat (yang dipakai dalam proses pembuatan bedak padat) antara

lain lanolin yang aknegenik justru menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya akne

vulgaris (Pujianta,2010).

Dari uji chi square untuk penggunaan pelindung wajah didapatkan

49

Page 11: BAB IV

p=0,286, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara penggunaan pelindung wajah dengan derajat akne vulgaris,hal ini sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi Rahmawati di

SMA/MA/MK Kota Semarang didapatkan p=1,000, tidak terdapat hubungan

bermakna antara penggunaan pelindung wajah dengan derajat akne vulgaris. Hal

ini disebabkan karena alat, bahan serta frekuensi penggunaan pelindung yang

berbeda-beda setiap individu.

4.2.5 Efek Samping

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden

mengalami efek samping setelah pemakaian kosmetik didapatkan 70 (50,7%)

sedangkan yangt tidak mengalami efek samping didapatkan 68 (49,3%).

Responden yang mengalami efek samping didapatkan 70 (50,7%) sedangkan yang

tidak mengalami efek samping didapatkan 68 (49,3%). Hampir sebagian besar

responden mengalami efek samping yang berupa akne vulgaris didapatkan 48

(34,8%), flek-flek hitam didapatkan 2 (1,4%) dan iritasi didapatkan 20 (14,5%).

Hal ini sesuai kepustakaan, berdasarkan Direktorat Jenderal P.O.M Departemen

Kesehatan Republik Indonesia bahwa angka kejadian efek samping kosmetik di

Indonesia yang tertinggi adalah akne vulgaris didapatkan 86 (35,98%). Secara

teori penggunaan kosmetik akan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan

karena faktor-faktor berikut : 1) Intensitas/lamanya kontak dengan kulit; 2) Lokasi

pemakaian; 3) pH kosmetik, kosmetik dengan pH alkali dapat menimbulkan efek

samping; 4) Kandungan bahan yang mudah menguap misalnya alcohol dapat

mempertinggi konsentrasi bahan aktif sehingga dapat menimbulkan efek samping

(Soebaryo,1985).

50

Page 12: BAB IV

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswi Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor genetik dengan timbulnya

akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat.

2. Tidak terdapat hubungan antara pemakaian pembersih wajah serta frekuensi

pemakaiannya dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan

berat.

3. Tidak terdapat hubungan antara pemakaian pelembap wajah serta frekuensi

pemakaiannya dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan

berat.

4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian bedak wajah serta

frekuensi pemakaiannya dengan timbulnya akne vulgaris derajat

ringan+sedang dan berat.

5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pemakaian pelindung wajah serta

frekuensi pemakaiannya dengan timbulnya akne vulgaris derajat

ringan+sedang dan berat.

6. Efek samping pemakaian kosmetik yang timbul paling banyak berupa akne

vulgaris.

51

Page 13: BAB IV

5.2 Saran

1. Angka kejadian akne vulgaris yang cukup tinggi. Maka dari itu

diperlukan informasi yang lebih luas kepada masyarakat melalui diskusi,

penyuluhan dan seminar mengenai pemakaian kosmetik khususnya

perawatan kulit wajah yang benar untuk mencegah serta mengurangi

timbulnya akne vulgaris.

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara penggunaan

jenis kosmetik dengan kejadian akne vulgaris, sebaiknya penelitian yang

dilakukan dengan design rancangan yang lebih baik untuk menjelaskan

kuatnya hubungan

52

Page 14: BAB IV

53