41
BAB I Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin pesat berdampak terhadap meningkatnya kompetisi. Hal ini mengharuskan seluruh organisasi untuk terus-menerus merubah perilakunya dalam menjalankan organisasi sesuai dengan tuntutan jaman. Organisasi dituntut untuk meningkatkan kemampuan di segala tingkatan pekerjaan (bukan jenis pekerjaan). Selain itu organisasi harus mampu menguasi setiap perkembangan informasi serta berusaha untuk meminimalisasi risiko yang ada jika ingin tetap bertahan dalam peta persaingan yang ketat. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa perusahaan yang gagal meraih keberhasilan karena tiga hal. Pertama, perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan strategi yang dibuat. Kedua, karena organisasi tidak siap untuk berubah atau tidak memiliki komitmen terhadap perubahan yang dibutuhkan. Ketiga, tidak memiliki strategi yang baik. Penelitian yang dilakukan menyimpulkan, bahwa salah satu kunci perusahaan dapat bertahan adalah faktor manusia. Organisasi sekarang ini harus mempersiapkan diri untuk berbagai perubahan tersebut dengan melakukan perubahan dari unsur manusianya. Salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah dengan membudayakan manusia itu sendiri melalui proses belajar, yaitu suatu proses individu dan atau sekelompok individu memperoleh dan menguasai pengetahuan yang baru yang diikuti dengan perubahan perilaku dan tindakan serta pengembangan kemampuan di dalam organisasi dan menjadikan organisasi sebagai learning organization. Geus dalam Sangkala (2002) memberikan gambaran tentang karakteristik umum yang menyebabkan tidak bertahannya perusahaan sebagai ketidakmampuannya untuk belajar dan beradaptasi dengan permintaan perubahan lingkungan. Proses 1

Bab I,II,III,VI

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin pesat berdampak terhadap meningkatnya kompetisi. Hal ini mengharuskan seluruh organisasi untuk terus-menerus merubah perilakunya dalam menjalankan organisasi sesuai dengan tuntutan jaman. Organisasi dituntut untuk meningkatkan kemampuan di segala tingkatan pekerjaan (bukan jenis pekerjaan). Selain itu organisasi harus mampu menguasi setiap perkembangan informasi serta berusaha untuk meminimalisasi risiko yang ada jika ingin tetap bertahan dalam peta persaingan yang ketat. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa perusahaan yang gagal meraih keberhasilan karena tiga hal. Pertama, perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan strategi yang dibuat. Kedua, karena organisasi tidak siap untuk berubah atau tidak memiliki komitmen terhadap perubahan yang dibutuhkan. Ketiga, tidak memiliki strategi yang baik. Penelitian yang dilakukan menyimpulkan, bahwa salah satu kunci perusahaan dapat bertahan adalah faktor manusia. Organisasi sekarang ini harus mempersiapkan diri untuk berbagai perubahan tersebut dengan melakukan perubahan dari unsur manusianya.

Salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah dengan membudayakan manusia itu sendiri melalui proses belajar, yaitu suatu proses individu dan atau sekelompok individu memperoleh dan menguasai pengetahuan yang baru yang diikuti dengan perubahan perilaku dan tindakan serta pengembangan kemampuan di dalam organisasi dan menjadikan organisasi sebagai learning organization.

Geus dalam Sangkala (2002) memberikan gambaran tentang karakteristik umum yang menyebabkan tidak bertahannya perusahaan sebagai ketidakmampuannya untuk belajar dan beradaptasi dengan permintaan perubahan lingkungan. Proses belajar ilmu pengetahuan merupakan penciptaan modal atau investasi untuk pembelajaran yang unggul di persaingan global.

Learning Organization bukan merupakan hal baru dalam pengelolaan organisasi yang berbasis pada pengetahuan. Implementasi pembelajaran organisasi merupakan hal penting jika organisasi ingin bertahan hidup. Suatu wujud yang harus menyebabkan perubahan di semua sektor kehidupan, merubah sistem teknologi ke tingkat yang lebih tinggi, membuat hal yan buruk menjadi lebih baik serta perubahan perilaku manusia organisasi merupakan komitmen paling utama dalam proses organisasi pembelajaran. Organisasi pembelajaran bukan merupakan hal yang dianggap mudah.

Banyak permasalahan yang harus diantisipasi dalam menerapkan organisasi pembelajaran, yaitu adanya dua sisi kepentingan. Pertama dari sisi organisasi dan kedua dari sisi manusia. Dua sisi yang tidak mungkin dipisahkan, saling melekat satu sama lain.

Pada dasarnya setiap organisasi telah menerapkan sebagian konsep organisasi pembelajaran. Perbedaannya ada pada kualitas dan kuantitasnya. Seperti halnya Java CELL, yang

1

merupakan sebuah badan usaha swasta berbentuk perusahaan terbatas yang bergerak di bidang teknologi komunikasi.

Salah satu bentuk usaha untuk dapat bertahan hidup dan berkembang harus mengikuti perkembangan telekomunikasi yang semakin canggih. Hal ini berarti bila sebuah perusahaan ingin selalu menjadi pemimpin pasar, paling tidak harus melakukan proses pembelajaran dan membentuk organisasi pembelajaran. Secara umum PT. Java CELL telah menerapkan sebagian dari sistem organisasi pembelajaran. Dalam kaitan ini terlihat dari salah satu visi dan tujuannya, yaitu Ikut berpartisipasi dalam mengembangkan industri komunikasi di Indonesia dan melakukan pemberdayaan manusia yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam mengenai pendukung komunikasi nirkabel. Dalam profilnya juga menyatakan bahwa perusahaan tersebut akan memelihara proyek dan bekerja dengan mendekati pelanggan untuk mengerti dan mengetahui kebutuhan pelanggan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar penerapan yang telah dilakukan perusahaan yang sedang berkembang ini agar dapat ditarik kesimpulan guna perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang.

Rumusan Masalah

Usaha meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk mengantisipasi berbagai perubahan dan mampu untuk berkompetisi, maka sudah barang tentu setiap organisasi untuk meningkatkan kualitas SDM melalui proses pembelajaran individu ataupun kelompok. Untuk itu dirumuskan masalah yang menjadi arah dari penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana penerapan organisasi pembelajaran pada PT. Java CELL ?

2. Bagaimana perbedaan sikap pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan Learning Organization pada PT. Java CELL ?

Batasan Masalah

Penelitian ini hanya membahas satu variabel saja (univariat), yaitu menggali secara mendalam potensi organisasi pembelajaran (Learning Organization) pada PT. Java CELL melalui sub sistem-sub sistem dari teori organisasi pembelajaran itu sendiri.

2

BAB II

Landasan Teori

2.1. Pengertian Organisasi Pembelajaran

Konsep learning organization sudah dikenal pada era post modern, namun baru berkembang secara eksponensial sejak ditulis oleh Peter Senge, (1990) dalam karya Fifth Discipline. Sampai sekarang ini kajian tentang learning organization semakin merambah dunia pendidikan. Marquardt (1996) menyatakan, bahwa pembelajaran dalam organisasi memfokuskan diri pada “apa” - karakteristik, prinsip-prinsip dan sistem dari suatu organisasi yang belajar secara kolektif. Sedangkan organisasi pembelajaran mengacu pada “bagaimana” – tingkat penguasaan dan proses pengembangan pengetahuan.

Sistem organisasi secara menyeluruh yang mengembangkan organisasi pembelajaran sudah didefinisikan oleh beberapa peneliti dan pakar sumber daya manusia dari berbagai perspektif. Senge dalam Marquardt dan Reynolds (1994) memberikan definisi organisasi pembelajaran adalah organisasi yang anggotanya secara terus menerus memperluas kapasitasnya demi terciptanya hasil yang benar-benar diinginkan bersama. Dalam kaitan ini pola ekspansif dimungkinkan, aspirasi kolektif diberi kebebasan dan anggotanya senantiasa mendapatkan bagaimana untuk dapat belajar bersama-sama.

Back dalam Marquardt dan Reynold (1996) mendefinisikan organisasi pembelajaran adalah organisasi yang telah memberikan fasilitas pembelajaran dan pengembangan pribadi pada semua anggotanya dan pada saat yang sama organisasi tersebut secara terus menerus mengubah dirinya sendiri. Selanjutnya menurut Schwandt dalam Marquardt dan Reynolds (1996) memberikan definisi organisasi pembelajaran diartikan sebagai suatu system dari tindakan-tindakan para pelaku, simbol-simbol dan proses yang merubah informasi ke dalam pengetahuan yang bernilai pada gilirannya akan mengubah kapasitasnya melalui proses perjalanan panjang dari penyesuaian diri. Pengertian ini menitikberatkan, bahwa organisasi pembelajaran merupakan sistem yang terdiri dari bermacam komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan secara fungsional.

Komponen tersebut adalah perilaku pimpinan dan anggota organisasi sebagai pelaku dalam upaya pencapaian efektivitas dan tujuan organisasi. Watkins dan Marsick dalam Marquardt dan Reynolds (1996) melihat kekuatan dari organisasi pembelajaran adalah organisasi yang berusaha meningkatkan kemampuannya menjadi organisasi pembelajaran, yaitu dengan memberdayakan SDM melalui inisiatif berkualitas dan menciptakan kehidupan dalam pekerjaan berkualitas, menciptakan kesempatan yang luas bagi pembelajaran yang mendorong kerjasama, mengembangkan pengawasan dan secara terus menerus menciptakan kesempatan pembelajaran, melalui strategi yang terintegrasi, yang menyatakan pembelajaran di dalam organisasi mengubah persepsi, perilaku kepercayaan, model mental, strategi kebijakan dan gaya dalam merespon berbagai perubahan di lingkungan dengan cepat.

3

2.2. Karakteristik Organisasi Pembelajaran

Organisasi yang telah menerapkan konsep organisasi pembelajaran memiliki ciri-ciri seperti yang dikatakan Moris dalam Marquardt dan Reynold (1996) adalah :

1. Setiap individu yang belajar, perkembangannya terkait dengan organisasi pembelajaran dan pengembangan organisasi.

2. Menitikberatkan kepada usaha kreativitas dan adaptasi.

3. Berbagai kerjasama merupakan unsur proses dan pengembangan belajar.

4. Jaringan kerja yang bersifat individu dan penerapan teknologi merupakan bagian terpenting untuk menciptakan organisasi pembelajaran.

5. Bagian mendasar adalah berpikir sistem.

6. Organisasi pembelajaran yang berkelanjutan menyebabkan keadaan yang lebih baik (transformasi) terhadap pertumbuhan organisasi.

Uraian tersebut mengarah pada kesimpulan, bahwa organisasi pembelajaran merupakan suatu kondisi atau iklim yang dapat mendorong dan mempercepat personal, kelompok dan organisasi untuk belajar. Organisasi pembelajaran mengarahkan untuk penerapan proses berpikir kritis dalam memahami sesuatu yang seharusnya dilaksanakan dan untuk apa kita melaksanakannya. Setiap individu atau pegawai adalah SDM dalam organisasi yang berperan penting dalam membantu organisasimya untuk belajar dari kesalahan, kegagalan dan keberhasilan. Dengan demikian disadari dan diakui berbagai perubahan lingkungan dan berusaha beradaptasi dengan cara yang lebih efektif.

Dapat diketahui keberadaan organisasi dari kemampuan individunya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Organisasi pembelajaran hanya akan terwujud melalui pengalaman dan perilaku individu yang mencirikan suatu proses pembelajaran dalam organisasi serta membawa peningkatan kinerja organisasi. Marquardt (1994) menyatakan istilah Learning Company yang mengidentifikasikan suatu perusahaan untuk menciptakan kondisi dalam membantu terciptanya komitmen, integritas dan tanggung jawab pada sumber daya manusia terhadap keberhasilan kinerja organisasi. Hal tersebut tercermin dalam tiga sikap. Pertama, setiap pegawai harus memiliki visi organisasi, yaitu persepsi dan sudut pandang yang sama mengenai kegiatan, tujuan dan arah organisasi di masa mendatang. Kedua, setiap pegawai mempunyai akses yang berkesinambungan terhadap informasi yang dibutuhkan guna mendukung keberhasilan organisasi. Ketiga, setiap anggota organisasi mempunyai kesempatan untuk belajar dari anggota yang lain dan membuat kesimpulan dan konsensus bersama tentang apa yang seharusnya dilakukan organisasi.

Untuk lebih mendalam lagi melalui penelitian yang dilakukan Marquardt dan Reynolds (1994), organisasi pembelajaran mempunyai karakteristik sebagai berikut :

4

1. Melihat ketidakpastian sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan.

2. Membuat pengetahuan baru dengan memakai informasi yang obyektif, cara pandang yang obyektif, simbol-simbol dan berbagai asumsi.

3. Respetif terhadap perubahan internal organisasi.

4. Memberikan rangsangan dan meningkatkan tanggung jawab mulai dari tingkatan pegawai yang terendah.

5. Mendorong setiap manajer atau pemimpin untuk menjadi pembimbing dan memberikan fasilitas proses belajar.

6. Mempunyai budaya umpan balik dan keterbukaan.

7. Mempunyai pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap system organisasi, proses dan keterkaitan antar unsur organisasi.

8. Memiliki visi, tujuan dan nilai-nilai yang sama antar anggota organisasi.

9. Pengambilan keputusan terdesentralisasi dan setiap pegawai diberikan kewenangan untuk mengambil suatu keputusan.

10. Mempunyai pemimpin yang berani menghadapi resiko dan selalu mencoba hal-hal yang baru berdasarkan perhitungan yang matang.

11. Orientasi kepada pelanggan.

12. Mempunyai sistem dalam berbagai pengetahuan dan melakukannya dalam organisasi.

13. Kepedulian terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya.

14. Adanya keterkaitan pengembangan diri setiap pegawai dengan pengembangan organisasi.

15. Mempunyai jejaring kerja (network) yang berfungsi di dalam organisasi dengan penggunaan teknologi.

16. Mempunyai jaringan dengan lingkungan internasional.

17. Memberikan kesempatan kepada setiap pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi kerja.

18. Menghindari birokrasi.

19. Memberikan penghargaan kepada setiap pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi.

20. Menumbuhkan rasa saling percaya di antara anggota organisasi.

21. Melakukan pembaharuan yang berkelanjutan.

22. Mendorong, mengembangkan dan menghargai setiap bentuk kerjasama kelompok.5

23. Mengusahakan dan memanfaatkan kelompok kerja lintas fungsional.

24. Mengusahakan dan memanfaatkan keahlian yang ada pada SDM dan mengevaluasi kapasitas belajarnya.

25. Melihat organisasi sebagai organisme yang hidup dan terus berkembang.

26. Memandang sesuatu yang tidak diharapkan sebagai suatu kesempatan untuk belajar.

Usaha mewujudkan organisasi pembelajaran harus dimulai dengan memahami kemampuan dari organisasi dalam upaya membuat kondisi yang mengarah pada terbentuknya organisasi pembelajaran, dengan memanfaatkan keahlian dan pengetahuan yang dimiliki serta dikelola oleh semua unsur organisasi, sehingga menjadi kekuatan organisasi. Peranan pemimpin sangat diperlukan untuk menentukan kondisi terwujudnya pembelajaran setiap pegawai, kelompok kerja dan organisasi secara keseluruhan.

2.3. Model Organisasi Pembelajaran

Senge (1990) yang pertama kali mengemukakan, bahwa di dalam organisasi pembelajaran yang efektif sangat diperlukan lima disiplin yang harus diwujudkan dan dikembangkan dalam terciptanya organisasi pembelajaran :

1. Disiplin Personal Mastery, disiplin yang antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara objektif. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasistas pribadi kita, untuk menciptakan hasil yang paling diinginkan, dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkan diri ke arah sasaran dan tujuan organisasi. Kualitas disiplin personal mastery seseorang dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya, sehingga mampu memahami diri sendiri secara mendalam.

Mampu melakukan penyelarasan (aligment) antara visi pribadinya dengan visi bersama sehingga memiliki keseimbangan antara visi pribadi dengan pemahaman yang mendalam terhadap kondisi organisasi.

Memiliki kesadaran tentang posisi dan kemampuan-kemampuan dirinya relatif diantara anggota-anggota lain dalam organisasinya, sehingga terjadi hubungan interpersonal yang harmonis.

Konsisten untuk membangun kondisi lingkungan kerja yang kondusif untuk suburnya proses belajar bersama.

6

2. Disiplin Berbagi Visi menggambarkan kemampuan organisasi dalam mengikat para anggotanya untuk secara bersama-sama mencapai sasaran yang disepakati. Dengan disiplin berbagi visi, organisasi dapat membangun suatu rasa komitmen bersama, dengan menetapkan gambarangambaran tentang masa depan yang diciptakan bersama, dan sekaligus menetapkan prinsip-prinsip serta rencana-rencana jangka panjang sebagai arahan bertindak para anggotanya. Kualitas disiplin berbagi visi sebuah organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

Mampu mencatat ”gambar” yang diciptakan bersama, untuk kemudian diwujudkan sebagai visi bersama.

Kuatnya komitmen terhadap kebenaran dan tidak mudah putus asa ketika menghadapi tekanan maupun ketidakpastian akibat tuntutan perubahan.

Kuatnya keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan masa depan bersama, dan komitmen untuk menggunakan semua kompetensi yang mereka miliki.

Memiliki tingkat pemahaman yang baik tentang masa depan (visi) organisasi.

3. Disiplin Model Mental menggambarkan kemampuan para anggota organisasi untuk melakukan perenungan, mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal (pemahaman) tentang dunia, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral dan etika. Disiplin model mental berpengaruh saat seseorang membuat peta atau kerangka berpikir, sehingga berpengaruh pada kemampuan seseorang atau organisasi saat memahami permasalahan yang dihadapinya. Disiplin model mental dapat menjelaskan bagaimana seseorang berpikir, sehingga dapat menjelaskan pula mengapa dan bagaimana seseorang atau organisasi menetapkan suatu keputusan atau melakukan tindakan. Kualitas disiplin model mental seseorang atau organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

Para anggota organisasi memiliki kesamaan atau kesadaran akan pentingnya model mental bersama, sebagai landasan berpikir.

Mampu membuka atau membahas asumsi-asumsi yang tersembunyi.

Kuatnya pemahaman akan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang disepakati bersama.

Kuatnya rasa saling terbuka dan tulus dalam bekerjasama diantara seluruh anggota organisasi.

Mampu menciptakan keselarasan (aligment) antara model mental individual dengan model mental bersama (organisasi).

Memiliki jati diri dan paradigma organisasi yang kuat, sehingga tidak ”panik” ketika menghadapi tekanan atau tuntutan perubahan lingkungan yang dinamis.

7

Mampu membuat keputusan kunci didasarkan pada pemahaman bersama atas nilai-nilai yang diyakininya.

4. Disiplin Berpikir Sistemik menggambarkan kemampuan untuk melihat organisasi sebagai satu-kesatuan dari seluruh komponen yang membentuk atau mempengaruhinya. Dengan disiplin berpikir sistemik, kita mampu melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis (helicopter view), sehingga mampu memahami bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi berinteraksi. Dengan disiplin berpikir sistemik, kita mampu melakukan analisis dan sekaligus mampu menyusun kerangka kerja konseptual yang lengkap, karena memiliki cara pandang dan cara berpikir tentang satukesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajaran. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin organisasi pembelajaran, tidak mungkin kita dapat menterjemahkan disiplin-disiplin tersebut menjadi tindakan (action) yang lengkap dan tuntas. Disiplin berpikir sistemik membantu kita melihat bagaimana kita sebaiknya mengubah sistem-sistem yang ada, agar proses belajar dan tindakan organisasi dapat dilakukan dengan lebih efektif. Disiplin berpikir sistemik pengertiannya hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Guthrie (1986), tentang bagaimana sebaiknya kita memandang organisasi sebagai satu-kesatuan yang tidak terpisahkan (viewing organization as integrated whole). Kualitas disiplin berpikir sistemik organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

Memiliki kemampuan untuk memahami hubungan saling pengaruh antara faktor-faktor internal maupun eksternal organisasi secara kontekstual.

Mampu menstrukturkan asumsi-asumsi, atau faktor-faktor penyebab dari suatu masalah secara benar.

Mampu melihat setiap permasalahan secara komprehensif tentang pola keterkaitan dan pola sebab akibat adanya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Mampu menunjukkan apa yang telah kita miliki saat ini, dan bagaimana kita sebaiknya meraih sasaran atau visi organisasi.

Mampu saling mengkoreksi (”saling menilai”) kelebihan dan kelemahan dari kebiasaan-kebiasaan kerjanya.

Kuatnya kesadaran bahwa seluruh anggota organisasi harus mengetahui bagaimana mereka ”bermain” bersama dalam arena organisasi, untuk membangun kerjasama cerdas.

Memiliki kebiasaan untuk berpikir secara terbuka dan positif (positive thingking).

5. Disiplin Tim Pembelajar adalah suatu keahlian para anggota organisasi untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergis, serta mampu melakukan proses dialog dan berbagi pengetahuan secara efektif, sehingga organisasi mampu mengembangkan kecerdasan dan mampu membangun kapasaitas real yang jauh lebih besar daripada sekedar jumlah dati

8

kemampuan individual para anggotanya. Kemampuan dialog dan berbagi kepengetahuan merupakan disiplin fundamental dari organisasi pembelajaran. Melalui dialog dan berbagi pengetahuan, setiap individu mampu berinteraksi untuk menggali dan menyelesaikan permasalahan, membuat keputusan dan sekaligus menentukan tindakan yang tepat, termasuk bagaimana mereka dapat menerima sistem dan struktur dari organisasi, maupun saat menetapkan visi organisasi. Dengan dialog dan berbagi pengetahuan, para anggota organisasi mampu memahami apa yang terjadi dalam organisasi, memahami bagaimana setiap individu memperoleh pemahaman tentang struktur dan proses kerja dalam organisasi, atau memahami bagaimana model-model baru atau tujuan baru ditetapkan. Kualitas disiplin tim pembelajaran organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

Memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk saling pengertian atau kemapuan untuk membangun kesepakan bersama.

Mau dan mampu melaksanakan kerjasama cerdas sehingga terjadi proses pengkayaan wawasan dan pandangan.

Komunitas organisasi memiliki kemampuan yang tinggi untuk melakukan proses dialog (berbagi nilai, berbagi visi maupun berbagi pengetahuan) untuk membangun kecerdasan bersama.

Kelima disiplin yang telah dijelaskan dikembangkan dan dicermati sebagai suatu nilai individual dengan proses pelatihan kepemimpinan dan proses pengamatan perubahan budaya serta pengetahuan untuk suatu perubahan pola pikir yang beradaptasi terhadap perubahan organisasi. Proses pembelajaran diawali dari pembelajaran individu untuk mengetahui potensi diri, sehingga timbul motivasi yang diapresiasikan dalam komitmen bersama, agar dapat belajar secara tim dalam proses pembelajaran organisasi, yang selanjutnya berkomitmen untuk memperjuangkan visi di dalam organisasi pembelajaran.

Model lain telah dikembangkan Marquardt. Model Marquardt ini sering digunakan sebagai dasar dari penelitian-penelitian organisasi pembelajaran, dengan pengembangan-pengembangan lebih lanjut. Menurut Marquardt (1996) organisasi pembelajaran dibentuk dengan menyatukan lima sub sistem yang berbeda, yaitu :

1. Dinamika pembelajaran.

2. Transformasi Organisasi.

3. Pemberdayaan orang-orang/manusia.

4. Pengelolaan pengetahuan

5. Penerapan teknologi.

9

Gambar 1 menunjukkan adanya keterikatan yang tidak terpisahkan antara sub-sub sistem organisasi pembelajaran yang terpusat pada dimensi dinamika pembelajaran. Pembelajaran akan berbeda pada tingkatan individu, kelompok dan tingkatan organisasi. Masing-masing sub sistem yang lain, yaitu transformasi organisasi, pemberdayaan manusia, pengelolaan pengetahuan dan penerapan teknologi diperlukan untuk meningkatkan dan menambah kualitas serta dampak dari organisasi pembelajaran. Keempat sub sistem/dimensi tersebut sangat diperlukan keterikatannya satu sama lain untuk membangun, menjalankan dan mendukung terciptanya organisasi pembelajaran. Kelima sub sistem tersebut diuraikan berikut:

1. Organisasi

2. Teknologi

3. Pengetahuan

4. Manusia

5. Pembelajaran

2.3.1. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran

Terdapat dua hal pokok untuk membangun organisasi pembelajaran pada sebuah organisasi (Marquardt, 1996) :

1. Tingkatan pembelajaran

Ada tiga tingkatan pembelajaran terdiri dari tingkat individu, group/kelompok dan tingkat organisasi. Ketiga tingkatan tersebut dijabarkan sebagai berikut :

10

a. Pembelajaran individu, yaitu pembelajaran yang berkenaan dengan perubahan keahlian, cara pandang, pengetahuan, pengalaman, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu melalui pembelajaran mandiri, cara pandang instruksi teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990) organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki kemauan untuk belajar, tetapi jika individunya tidak ingin belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajaran. Namun jika individunya ingin belajar maka akan terwujud organisasi pembelajaran. Sebegitu besar peran pembelajaran individu dalam organisasi pembelajaran, dikarenakan hanya melalui individu yang dapat melakukan perubahan organisasi sebagai penentu perubahan inti dimensi secara berkesinambungan dan mempersiapkan organisasi di masa mendatang.

b. Pembelajaran kelompok, yaitu pembelajaran yang menitikberatkan peningkatan pengetahuan, keahlian dan kompetensi melalui kelompok-kelompok yang terdapat pada organisasi. Pembelajaran kelompok dapat menghadirkan penemuan baru dalam pemecahan masalah secara bersama (collective problem solving) melalui komunikasi kolektif dan pemikiran yang dibangun bersama, sehingga kreativitas yang konstruktif dalam bekerja terwujud sebagai bentuk kemandirian organisasi.

c. Pembelajaran organisasi menekankan bagaimana meningkatkan kemampuan organisasi, meningkatkan cara pandang dan produktivitas, serta komitmen bersama.

2. Jenis pembelajaran terdiri dari adaptive, anticifation, deuteron dan action learning.

a. Pembelajaran adaptif adalah sistem pembelajaran dari pengalaman dan refleksi. Sistem pembelajaran ini lebih menganggap, bahwa suatu kesalahan merupakan hal yang dapat dipelajari, yang selanjutnya digunakan dalam pemecahan masalah-masalah yang serupa. Pembelajaran juga dapat dilakukan dari kesalahan-kesalahan pihak lain yang selanjutnya dicermati dan dipelajari.

b. Pembelajaran antisipatif, yaitu proses perolehan pengetahuan dengan analisis cara pandang ke depan.

c. Pembelajaran dutro melalui derajat refleksi pada intensitas kegiatan atau kejadian dalam organisasi. Biasanya pembelajaran tipe ini menempatkan semua kejadian-kejadian dalam organisasi sebagai bahan untuk memperoleh perubahan sehingga pekerjaan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien.

d. Pembelajaran tindakan adalah pembelajaran melalui tindakan dengan pemecahan permasalahan yang ada dengan metode yang lebih baik dan memungkinkan terjadinya penyebaran pembelajaran dalam organisasi dengan menanggapi perubahan yang lebih cepat dan efektif. Seperti pepatah : “there is no learning without action and no action without learning”. Action learning begitu berperan dalam suatu pembelajaran yang mana memiliki dua manfaat besar, yaitu : (1) pengembangan keahlian dan pengetahuan melalui proses refleksi atas tindakan yang diambil pada saat penyelesaian masalah yang nyata dan (2) perubahan organisasi yang terjadi menyebabkan setiap individu menempatkan permasalahan

11

organisasi dari perspektif baru. Marquardt mengambil model organisasi pembelajaran dari Senge (1990) dimana disiplin kelimanya ditambah satu lagi, yaitu dialog.

Gambar 2. Sub sistem Dinamika Pembelajaran (Marquardt, 1996)

2.3.2. Sub sistem Organisasi (transformasi organisasi)

Sub sistem kedua dari organisasi pembelajaran adalah organisasi itu sendiri. Organisasi dalam kaitannya diartikan sebagai tempat proses pembelajaran berlangsung. Organisasi dikatakan juga sebagai sekumpulan dari orang-orang yang di dalamnya terdapat komponen dan elemen, termasuk struktur, individu dan kelompok yang melakukan proses belajar itu sendiri. Organisasi dalam upayanya untuk tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajaran harus mengatur dirinya sendiri melalui empat aspek keberhasilan organisasi pembelajaran. Dalam sistem transformasi organisasi dapat diwujudkan dalam empat aspek keberhasilan organisasi pembelajaran.

A. Budaya

Komponen yang terdapat dalam budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi, kebiasaan, pelaksanaan kerja yang dijalankan, kepercayaan, adat-istiadat atau kebiasaan dari organisasi. Di dalam organisasi pembelajaran, budaya memegang peranan Learning Skill :

- System thingking

- Mental Models

- Personal Mastery

12

- Team learning

- Shared Vision

- Dialogue

Types :

- Adaptive

- Anticipatory

- Deutro

- Section

Levels :

- Individual

- Group

- Organization

Penting untuk keberhasilan organisasi. Budaya belajar dari individu harus diciptakan agar menjadi sebuah kebiasaan, sehingga terbentuk pembelajaran organisasi. Melalui budaya belajar organisasi akan memiliki kondisi, sehingga pembelajaran menjadi dihargai, diberi penghargaan dan tanggung jawab terhadap pembelajaran secara keseluruhan. Kepercayaan dan kebiasaan belajar berhasil menciptakan inovasi, mengimplementasikan hal baru dan berani mengambil risiko yang dapat dipertanggungjawabkan. Budaya komitmen pemimpin terhadap pengembangan dan pelatihan pegawai serta kreativitas akan terbentuk, sehingga secara keseluruhan akan mendukung terbentuknya organisasi pembelajaran.

B. Visi

Visi merupakan harapan (hope), tujuan (goal) dan arah masa depan (direction) sebuah organisasi, serta menggambarkan apa yang akan dicapai organisasi di masa mendatang. Organisasi tanpa visi yang jelas akan mempunyai arah dan tujuan yang tidak jelas pula pada akhirnya.

C. Strategi

Strategi merupakan rencana tindakan, metodologi, teknik, langkahlangkah atau kisi-kisi yang dilakukan organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Dengan menjadi organisasi pembelajaran maka segala prioritas tindakan-tindakan akan tertuju pada aktifitas pembelajaran seperti

13

mengakui, menghargai dan membangkitkan peluang pembelajaran serta membuat ruang dan lingkungan untuk kepentingan pembelajaran.

D. Struktur

Struktur menggambarkan keadaan pembagian tanggung jawab dan wewenang suatu pekerjaan yang terdapat dalam organisasi (departemen), dimana pada organisasi pembelajaran hirarki dikurangi dengan memiliki sedikit batasan dan diharapkan mampu mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran dalam setiap lini yang ada dalam organisasi.

2.3.3. Sub Sistem pemberdayaan manusia

Sumber daya manusia merupakan hal yang paling utama dalam organisasi, karena melalui perilaku dan kemampuan individu yang akan mencerminkan perilaku organisasi. Sub sistem pemberdayaan manusia terdapat enam komponen, yakni; pegawai, manajer, konsumen, supplier, masyarakat dan rekanan/mitra (Marquardt, 1996).

Upaya pemberdayaan manusia dalam hal ini pegawai atau individu diperlakukan layaknya manusia bebas berkreasi dan memaksimalkan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab melibatkan seluruh upaya pengembangan strategi dan perencanaan dengan suatu kesinambungan kebutuhan individu di dalam organisasi. Seperti dikemukakan Carver dalam Clutterbucj dan Kernaghan (2003), bahwa pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggung jawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya dan menyumbangkannya untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Hal ini menuntut suatu budaya yang mendorong orang-orang di semua tingkat untuk merasa dapat menghasilkan perubahan-perubahan dan membantunya untuk mendapatkan kepercayaan diri dan keterampilan-keterampilan dalam menghasilkan perubahan-perubahan itu.

Selain individu atau pegawai, pemimpin organisasi memegang peranan penting dalam keberhasilan pemberdayaan manusia. Pemimpin yang mempunyai cara pandang luas dan ke masa depan sesuai kepentingan perubahan. Gaya atau model kepemimpinan yang diperlukan dalam organisasi pembelajaran adalah transformasional, yaitu kepemimpinan yang memiliki gaya memberdayakan SDM, melayani, sebagai teman belajar, instruktur, koordinator dan selalu memberikan bimbingan dalam pembelajaran.

Dalam organisasi pembelajaran pelanggan sebagai input dari berbagai informasi yang berharga untuk memperbaiki kualitas pelayanan, karenanya harus mendapat perhatian yang serius. Misalnya memberi kesempatan belajar mengenal produk, menemukan inovasi, memberikan saran-saran dan sebagainya. Keberhasilan organisasi tergantung juga pada jaringan (networking) yang ada. Jaringan tersebut mencakup mitra kerja, masyarakat, supplier dan seluruh stake holder untuk membangun ikatan yang global menjadi kebutuhan

14

organisasi memperluas wawasan, peningkatan produk dan pelayanan. Keterlibatan peran masyarakat pada proses belajar adalah hal yang sangat penting terutama untuk meningkatkan citra organisasi dan melayani masyarakat dalam mengantisipasi perubahan di dalam dan luar organisasi agar selalu tanggap akan keinginan kepentingan masyarakat.

2.3.4. Sub sistem Pengelolaan Pengetahuan

Pengetahuan menjadi lebih penting untuk organisasi dibandingkan dengan sumber daya keuangan, teknologi atau aset perusahaan lainnya (Marquardt, 1996). Pengetahuan dilihat sebagai sumber daya utama dalam penyelenggaraan organisasi. Tradisi organisasi, teknologi, system operasi dan prosedur sangat membutuhkan keahlian pengetahuan. Pegawai memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan layanan jasa yang berkualitas. Dengan pengetahuan, organisasi memungkinkan untuk terus tumbuh dan berkembang. Terdapat beberapa komponen dari sub sistem pengelolaan pengetahuan, suatu sub sistem yang juga tidak dapat berdiri sendiri, yaitu :

A. Penguasaan atau akuisisi berkaitan dengan pengumpulan input berupa informasi dan data dari internal dan eksternal organisasi. Organisasi pembelajaran memerlukan penguasaan dan akuisisi sebagai alat untuk mentranformasikan pengetahuan yang dibutuhkan organisasi. Sumber pengetahuan dari luar, misalnya melalui studi banding dari organisasi lain yang lebih berhasil, konferensi, seminar, internet, televisi, radio, umpan balik dari pelanggan dan informasi sekitar lingkungan organisasi atau kerja sama dengan organisasi lain. Sementara sumber pengetahuan dari dalam misalnya pengetahuan pegawai, belajar dari pengalaman terhadap pemecahan permasalahan dan mengimplementasikan proses perubahan yang berkelanjutan.

B. Penciptaan pengetahuan.

Dalam hal penciptaan pengetahuan, Nonaka dan Takeuchi (1995) beranggapan, bahwa pengetahuan tercipta melalui (1) tacit-tacit, yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang yang ditularkan kepada orang lain melalui bekerja bersama, sehingga dapat dilihat dan dicontoh; (2) eksplisit to eksplisit, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari kombinasi dengan memperbaiki pengetahuan yang telah ada; (3) Tacit to eksplisit, yaitu pengetahuan yang didapat dari memformalisasikan pengetahuan yang ada pada diri seorang; (4) Eksplisit to tacit, yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan cara menanamkan pengetahuan tertulis atau informasi kepada seseorang.

C. Penyebaran dan penggunaan pengetahuan. Dalam penyebaran pengetahuan ini dapat dilakukan melalui beberapa hal, sengaja dilakukan dan tidak sengaja dilakukan. Proses ini dilakukan dengan beberapa hal (Marquardt, 1996), yaitu melalui intentional transfer (sengaja dilakukan) : (1) komunikasi secara individu; (2) Melakukan pelatihan melalui kursus-kursus; (3) konferensi internal; (4) briefing; (5) publikasi internal (6) kegiatan pariwisata; (7) mutasi kerja internal dan (8) mentoring. Disamping juga melalui unintentional transfer (tidak

15

sengaja) yaitu dengan melakukan rotasi kerja, sejarah kerja, tugas-tugas dan keterkaitan jaringan informal.

D. Penyimpanan dan pencarian pengetahuan atau persiapan data dan informasi untuk memudahkan penyimpanan dan penelusuran, serta pencarian kembali pengetahuan dengan pengelolaan yang maksimal. Maka ketika data dan informasi akan dipergunakan oleh organisasi dapat diketahui dengan mudah dan cepat.

2.3.5. Sub sistem Penerapan Teknologi

Dari beberapa sub sistem penerapan teknologi adalah teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi, sistem teknologi elektronik pendukung kerja. Teknologi sebagai alat untuk mendukung upaya komunikasi struktur dan kolaborasi, pelatihan, koordinasi dan keahlian pengetahuan lainnya di dalam organisasi. Alat tersebut menggunakan elektronik yang mempercepat proses pembelajaran seperti konferensi dengan komputer, simulasi dan pengambilan data informasi melalui internet. Peralatan komputer tersebut bekerja untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan penyebarannya yang secara bebas diakses dan dipergunakan di seluruh jajaran, unit-unit organisasi untuk kepentingan keberhasilan tujuan organisasi.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi, data dan informasi dari seluruh penjuru dunia dapat diakses dalam waktu yang sangat cepat dan akurat. Lingkup organisasi di mana semua kegiatan membutuhkan peran teknologi infromasi sehingga dapat dijalankan dengan mudah dan cepat. Bahkan dengan perkembangan internet dan telekonferen memungkinkan diskusi dan pembelajaran dilakukan dengan jarak jauh dan juga bermanfaat terhadap efisiensi waktu dalam pengambilan keputusan.

Konsep mengenai model juga disimpulkan Blackman dan Henderson (2005), menyatakan terdapat tiga perspektif tipologi dari organisasi pembelajaran, yakni adaptation developing of action-outcome relationship, assumption sharing dan instutitionalised experience. Konsep ini menyatakan, bahwa keseluruhan berawal dari perbedaan dasar pengetahuan. Proses adaptasi dan orientasi pada penerapan akan memunculkan suatu yang mendasar dari sebuah pengalaman dan dengan fokus yang murni bagaimana sebuah pembelajaran mendapat tempat. Assumption sharing adalah sebuah gaya yang memiliki konstruk pembelajaran seperti keharusan adanya pembentukan model mental secara individual. Instutitionalised experience adalah kombinasi dari beberapa gugus tugas yang selanjutnya menjadi pengetahuan dikembangkan secara cepat, yang diterapkan pada keterampilan yang sama dan muncullah perkembangan.

Perkembangan ini membentuk alasan-alasan beradaptasi sebaik perkembangan akan pengertian dari konteks yang ada. Ini merujuk pada sebuah organisasi pembelajaran yang berhasil diterima sebagai fokus dalam institutionalised experiences dan shared assumptions – ini akan merefleksikan pada suatu yang berkelanjutan. Keseluruhan menjadi suatu bentuk

16

alur proses, yaitu (1) adanya masukan dari proses organisasi berupa struktur baru yang radikal atau perubahan kepemimpinan, adanya kemungkinan kesempatan pembelajaran yang terkontrol, adanya personal mastery dan informasi mengenai pengetahuan/perkembangan dan kebersamaan, (2) masukan organisasi pembelajaran berupa individu baru – berorientasi pada budaya yang menantang, system thinking, kebersamaan dalam mental model yang baru dan visi bersama dan; (3) output berupa pengetahuan yang mengarah pada kekuatan untuk berkompetisi dan perubahan-perubahan. Alur tersebut dapat digambarkan sebagaimana Gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan pola hubungan yang mirip dengan yang dikemukakan Marquardt (1996). Ahli yang memberikan model/dimensi berbeda untuk mengukur organisasi pembelajaran yang merupakan pengembangan dari beberapa teori sebelumnya. Dimensi-dimensi yang juga disebut faset-faset ini disebut Organizational Learning Mechanisms (OLMs). OLMs merupakan budaya dan faset-faset struktural dari organisasi yang memfasilitasi perkembangan dari pembelajaran, penerapan dan pembaharuan dari organisasi pembelajaran. Tanpa mekanisme ini sebuah organisasi pembelajaran tidak akan terbentuk. Faset-faset budaya berisi beberapa set dari nilai bersama, normanorma yang dipercaya, sikap, peran asumsi-asumsi dan perilaku-perilaku yang memungkinkan untuk belajar (Argyris & Schon, 1978). Senge (2002) juga berbicara mengenai visi bersama dalam model mental yang luas di dalam budaya organisasi. Visi bersama yang memungkinkan terjadinya budaya belajar berkembang adalah merefleksi dalam beberapa item seperti komitmen pada sumber daya untuk memunculkan seperti pengidentifikasian kebutuhan belajar dan menyiapkan aktivitas pelatihan. Nilai lain yang dapat mempengaruhi pembelajaran dapat dimasukan, sebagai contoh persepsi yang berbeda yang dipakai bersama dari peran belajar dalam keberhasilan unjuk kerja organisasi melalui kemampuan individu dan juga penyelia, pemberdayaan, pembaharuan dan tanggung jawab pribadi.

Faset-faset struktural adalah struktur dari institusi dan prosedur yang digunakan dan diakui yang mendukung organisasi menjadi informasi kolektif yang sistematis, teranalisa, tersimpan, tidak digunakan dan digunakan untuk bersinergi pada organisasi efektif Dari penjelasan faset-

17

faset OLMs tersebut dapat disimpulkan, bahwa organisasi pembelajaran mengacu pada faset-faset budaya (visi, nilai-nilai, asumsi-asumsi dan perilaku) yang mendukung lingkungan belajar, proses yang mendorong orang-orang untuk belajar dan perkembangan melalui identifikasi kebutuhan pembelajaran dan fasilitasi belajar. Faset struktural yang memungkinkan aktivitas pembelajaran untuk mendukung dan mengimplementasikan dalam dunia kerja. Elemen-elemen ini membentuk dasar dari operasionalisasi OLMs.

Kategori-kategori yang merupakan dimensi atau struktur OLMs berikut :

1. Lingkungan pembelajaran, meliputi aspek-aspek pembelajaran berkaitan dengan misi, fasilitasi lingkungan belajar dan misi yang mendukung.

2. Identifikasi kebutuhan belajar dan perkembangan yang meliputi aspek-aspek identifikasi pembelajaran pada kepuasan dalam unit kerja dan identifikasi pembelajaran pada penyelia langsung.

3. Penyelarasan kebutuhan belajar dan kebutuhan berkembang yang meliputi aspek-aspek kebutuhan belajar dan untuk maju dengan adanya dukungan organisasi, sedikitnya pengaruh pada pegawai, adanya mentor dan pelatih dan kepuasan pada pelatihan.

4. Penerapan hasil belajar dalam dunia kerja meliputi aspek-aspek kemudahan dalam penerapan hasil belajar, efektifitasnya dan adanya umpan balik, serta dukungan penyelia langsung.

BAB III

Pembahasan

3. 1 Penjelasan Umum Perusahaan

Java CELL adalah perusahaan yang berbentuk Perusahaan Terbatas bergerak dalam bidang komunikasi, termasuk pengerjaan implementasi infrastruktur, disain instalasi komunikasi, penyediaan sarana prasarana jaringan dan pelayanan pemeliharaan dan pengoptimalisasi penggunaannya juga didukung dengan pelayanan pembangunan engeneering. Java CELL juga memberikan pelayanan sampai pada pemeriksaan manajemen proyek dan pekerjaan lainnya dengan mendekatkan diri dengan pelanggan dan berusaha memahami kebutuhan pelanggan.

Perusahaan mengembangkan diri dalam upaya untuk ikut berpartisipasi pada pembangunan industri komunikasi di Indonesia. Didukung oleh SDM yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam dalam jaringan komunikasi tanpa kabel dan selalu berusaha mengembangkannya.

18

Secara umum perusahaan bergerak dalam bidang :

1. Implementasi infrastruktur,

2. Pembangunan desain jangkauan instalasi komunikasi,

3. Instalasi dan pengembangan elemen-elemen jaringan komunikasi,

4. Pemeliharaan dan optimalisasinya.

Pelanggan yang telah bekerja sama dengan perusahaan tersebut selama ini adalah :

1. M3-Indosat dalam membangun coverage design dan pengecekan jaringan.

2. Telkomsel dalam membangun coverage design dan pengecekan jaringan.

3. Satelindo dalam membangun implementasi jangkauan jaringan

4. Erikson GSM/DCB

5. Exelcom dalam membangun jaringan.

Dalam proses pekerjaan, secara teknis perusahaan tersebut didukung oleh 53 Sarjana Teknik dalam bidang engeenering dan komunikasi. Administasi dan pemasaran, serta pengembangan didukung sebanyak 112 orang pegawai. Sebagian besar adalah tamatan S1, Diploma 3, pasca sarjana dan sebagian kecil SMU sederajat untuk pelaksanaan administrasi ringannya.

3. 2 Analisis Penerapan Organisasi Pembelajaran

3. 2 Karakteristik Responden

Jumlah responden yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah 114 orang, yaitu karyawan dan karyawati PT. Java CELL yang memenuhi kriteria seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada metodologi penelitian. Dari 114 responden tersebut didapatkan karakteristik tingkat jabatan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia dan masa kerja.

3.2.1. Tingkat Jabatan

Berdasarkan data yang dikumpulkan, responden dapat dikelompokkan dalam dua tingkat jabatan, yaitu penyelia / manajer sebanyak 30 orang dan pegawai administrasi / staf lainnya sebanyak 84 orang

19

Tabel 1. Data Responden Berdasarkan Tingkat Jabatan

Nomor Jabartan Jumlah(Orang)1 Manajer Dan

Penyelia30

2 Staf Administrasi/ Staf Lainnya

84

Jumlah Total 114

3.2.2. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki memiliki jumlah lebih besar dibanding responden wanita, yakni 80 orang pekerja laki-laki dan 34 orang adalah pekerja wanita. Hal ini bukan karena adanya diskriminasi gender, tetapi lebih disebabkan peminat pekerjaan telekomunikasi yang cenderung bersifat teknis ini adalah laki-laki. Sebagian pekerjaan lainnya lebih banyak berkaitan dengan tuntutan spesifikasi pekerjaan laki-laki.

Tabel 2. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Nomor Jenis Kelamin Jumlah(Orang)1 Laki-Laki 802 Perempuan 34

Jumlah Total 114

3.2.3. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan pengelompokkan tingkat pendidikan, jumlah responden didominasi oleh yang memiliki tingkat pendidikan sarjana/pascasarjana, yaitu 61 orang dan diploma yaitu 42 orang. Hal ini dikarenakan pekerjaan yang ditawarkan merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus atau terapan.

Tabel 3. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Nomor Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)1 SMU/SLTA

sederajat11

2 Diploma 2/diploma 3 423 Sarjana/Pasca

Sarjana61

Jumlah Total 114

20

3.2.4. Usia

Pengelompokan berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4. Data menunjukan hanya sedikit dari responden memiliki usia yang non produktif. Dijelaskan di sini, dengan sedikitnya pegawai berusia di bawah 25 tahun memungkinkan organisasi atau perusahaan tidak terlalu besar mengeluarkan biaya pemberian fasilitas dan ilmu pengetahuan dasar. Sehingga dapat memprioritaskan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan organisasi.

Tabel 4. Data Responden Berdasarkan Usia

Nomor Usia (tahun) Jumlah (orang)1 <25 112 25-30 393 31-35 344 36-40 145 >40 16

Jumlah 114

Dari data tersebut diketahui, bahwa mayoritas responden berada pada usia produktif untuk bekerja adalah usia antara 25-30 tahun sebanyak 39 orang, 31-35 tahun sebanyak 34 orang dan 36-40 tahun sebanyak 14 orang.

3.2.5. Masa Kerja

Jumlah responden berdasarkan masa kerja adalah sebagaimana Tabel 5. Seluruh responden yang menjawab kuesioner memiliki masa kerja di atas satu tahun, ini berarti data yang valid, karena pengetahuan tentang organisasi paling tidak sudah dikenal oleh responden dengan masa kerja tersebut. Mayoritas responden telah bekerja lebih dari dua tahun, yang berarti ada kecenderungan telah beradaptasi dengan budaya organisasi atau bahkan ikut membentuk budaya organisasi itu sendiri.

Tabel 5. Data Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Nomor Masa Kerja (Tahun) Jumlah (Orang)1 1-2 152 2-5 653 >5 34

Jumlah Total 114

3.3.1 Sub Sistem Transformasi Organisasi

A. Visi

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa Visi pada PT. Java CELL sangat mengedepankan dan menanamkan visi kepada para pegawainya sebagai landasan utama

21

dalam bekerja. Melalui visi tersebut diharapkan tujuan perusahaan dapat terwujud dengan baik. Disamping itu perusahaan tersebut menjadikan visi sebagai acuan dalam menentukan arah jangka panjang yang akan ditempuh. Dari hasil wawancara dengan pimpinan perusahaan tersebut menunjukkan harapan besar kepada para pegawai untuk tidak melakukan pekerjaan tanpa visi yang jelas. Hal ini akan berakibat pada ketidakseimbangan perusahaan dalam menentukan arah dan tujuan di masa depan. Untuk itu visi perusahaan telah dijelaskan sejak awal oleh pimpinan ketika pegawai baru bergabung dengan perusahaan, agar nantinya dapat diterapkan seterusnya setiap melakukan pekerjaan.

B. Budaya

Pada PT Java Cell aspek keterikatan antara budaya dengan proses pembelajaran cenderung ke arah yang baik. Sehingga berkesimpulan bahwa budaya organisasi merupakan nilai atau norma-norma yang dapat dijadikan acuan bagi pegawai sebagai pedoman perilaku dalam bekerja termasuk juga dalam melakukan kegiatan belajar secara terus menerus. Budaya organisasi yang tidak mendukung untuk kegiatan belajar, menyebabkan pegawai enggan untuk melakukan kegiatan tersebut. Salah satu bentuk adalah dengan ditunjukannya melalui contoh oleh atasan. Hal ini pada PT. Java CELL sebagian besar telah diterapkan. Karena budaya organisasi dipandang penting oleh perusahaan tersebut.

Adapun budaya perusahaan tersebut seperti pemberian penghargaan bagi pegawai berprestasi, saling membantu antar pegawai ketika timbul masalah dalam bekerja, saling bertukar informasi tentang hal yang penting untuk dibahas bersama dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan agar dapat terjalin suatu hubungan yang harmonis antara atasan dengan bawahan dan antar sesama pegawai tanpa memandang tingkat jabatan yang diemban.

C. Strategi

Dari hasil analisis strategi pada PT. Java CELL selalu menciptakan dan menggunakan strategi dalam menjalankan roda perusahaannya, agar dapat terus berada dalam persaingan yang semakin kompetitif. Menurut pimpinan perusahaan tersebut merupakan hal yang mustahil bagi perusahaannya untuk tetap bertahan hidup tanpa menggunakan atau menciptakan strategi strategi baru dalam bisnis telekomunikasi yang terus berkembang pesat dari waktu ke waktu. Untuk itu diharapkan kepada seluruh pegawai untuk berpartsipasi aktif dalam menciptakan strategi-strategi baru bagi perusahaan agar tetap beroperasi.

D. Struktur

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa struktur pada PT. Java CELL berguna untuk meningkatkan komunikasi hubungan kerja antar pegawainya. Dengan demikian tidak akan terjadi lagi hubungan komunikasi yang terhambat antar pegawai dan atau antar unit kerja. Disamping itu hubungan kerja yang terdapat pada perusahaan tersebut saling terkait satu sama lain. Sehingga akan berakibat buruk jika terjadi hambatan, hambatan dalam komunikasi hubungan kerja antar sesama pegawai dan antar unit kerja. Oleh karena itu pimpinan

22

perusahaan tersebut selalu ikut andil dalam setiap permasalahan yang ada agar tidak terjadi hambatan hubungan kerja.

3.3.2 Sub Sistem pemberdayaan Manusia

Sub sistem pemberdayaan organisasi yang menjadi salah satu indikator dari organisasi pembelajaran ini memiliki enam sub indikator , yaitu pegawai, atasan, konsumen, rekanan, mitra kerja dan masyarakat.

A. Pegawai

Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat kita ketahui bahwa PT. Java CELL sudah mengupayakan pemberdayaan pegawai dalam upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan yang dapat diperoleh dengan proses pembelajaran. Perusahaan tersebut memberikan wewenang dan tanggung jawab, serta kepercayaan penuh kepada pegawai untuk ikut dalam pengambilan keputusan, membuat rencana-rencana kerja dan target-target individu. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut yakin bahwa dengan memberikan wewenang dan tanggung jawab yang merata merupakan salah satu bentuk kokohnya suatu organisasi untuk bersaing dengan didukung oleh kerjasama tim yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan untuk pemberdayaan pegawai sudah dirasakan dan berjalan dengan baik.

B. Atasan

Dari hasil analisis data tersebut tercermin bahwa PT. Java CELL melalui pimpinannya telah memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan pengetahuan dan melakukan penerapan pengetahuan yang didapatkan, kemampuan atasan untuk mendampingi, melatih dan bekerja dengan penuh kemitraan untuk saling berbagi dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada telah berjalan dengan baik. Hubungannya tidak sekedar atasan dan bawahan belaka, tetapi cenderung ke arah mitra kerja. Selain itu para pegawai merasakan adanya dorongan dari atasan mereka, serta adanya pelatihan maupun pembinaan langsung dari atasan.

Walau demikian masih dirasakan belum merata yang dikarenakan oleh adanya atasan yang hanya memberikan tugas-tugas semata tanpa memperhatikan keperluan pegawai untuk maju dan berkembang. Selain itu atasan juga tidak memberikan kesempatan untuk membuat perencanaan dan target-target individu untuk penyelesaian pekerjaan.

C. Konsumen

Dalam hal ini, hasil pengolahan pada PT. Java CELL telah melakukan pemberdayaan konsumen, dengan melibatkan konsumen dalam memberikan input melalui angket yang disebarkan demi perbaikan dan memuaskan para konsumen terhadap pelayanan yang diberikan. Selain itu perusahaan tersebut juga mengajak konsumennya untuk mengenal lebih jauh lagi terhadap produk-produk yang dihasilkan, kemudian memberi masukan terhadap

23

kekurangan dari produk tersebut. Disamping itu perusahaan juga memberikan kesempatan dalam menciptakan inovasi baru yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Hal ini sejalan dengan visi perusahaan yang berusaha mengerti keinginan konsumen dan mendekati konsumen untuk lebih meningkatkan pelayanan.

D. Rekanan

PT. Java CELL telah memberikan perhatian terhadap rekanan perusahaan yang akhirnya dapat berkontribusi terhadap kegiatan perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen atau pelanggan. Kesempatan untuk berpartisipasi setiap rekanan sudah dirasakan adanya keterbukaan yang seluas-luasnya secara profesional dalam melakukan kegiatan yang ada. Disamping itu perusahaan juga memberdayakan rekanan sebagai penyedia keperluan kantor yang sangat penting guna tersedianya barang dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.

E. Mitra Kerja

PT. Java CELL sudah melakukan pemberdayaan mitra kerja ke seluruh stakeholder untuk saling mendukung peningkatan kompetensi dan belajar dari seminar untuk mencari pengetahuan yang baru dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Selain itu perusahaan juga berusaha untuk tetap menjalin hubungan baik dengan perusahaan yang pernah menjadi mitra kerja sebelumnya guna memupuk kepercayaan antar mitra kerja.

F. Masyarakat

Perberdayaan masyarakat juga telah dilakukan oleh PT. Java CELL, yaitu dengan memberikan informasi-informasi terbaru dari organisasi dan hasil-hasil produknya, baik melalui media cetak ataupun media elektronik (website). Hal ini mengidentifikasikan bahwa perusahaan telah melaksanakan pemberdayaan masyarakat secara terbuka. Perusahaan memandang pentingnya memberdayakan masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan, lembaga sosial dan ekonomi sebagai sumber informasi. Keuntungan yang didapat dalam memberdayakan masyarakat di masa mendatang, perusahaan menjadi lebih peka terhadap perubahan di sekitar masyarakat yang sebagian juga merupakan pengguna barang dan jasa perusahaan.

Kesimpulan yang dapat diambil pada sub sistem pemberdayaan organisasi ini adalah bahwa PT. Java CELL telah melakukan pemberdayaan disetiap lini, baik eksternal maupun internal perusahaan. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari keinginan perusahaan untuk mewujudkan sistem organisasi pembelajaran yang berkualitas dan mampu untuk bersaing di dunia bisnis telekomunikasi.

3.3.3 Sub Sistem Aplikasi Teknologi

24

Sub sistem aplikasi teknologi yang menjadi salah satu indikator dari organisasi pembelajaran ini memiliki tiga sub indikator , yaitu teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi dan sistem pendukung kinerja elektronik.

A. Teknologi Informasi

Kegiatan teknologi informasi dalam organisasi pembelajaran selalu dikaitkan dengan komputer. Dengan kecanggihan teknologi yang tak terbendung, komputer menjadi salah satu produk yang sangat membantu dalam penyelesaian tugas atau pekerjaan. Meliputi kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan mendistribusikan data. Melalui data diatas mencerminkan bahwa PT. Java CELL telah menggunakan perangkat komputer sebagai pendukung pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian data. Walau demikian ada beberapa pegawai yang mungkin masih belum dapat mengoperasikan komputer. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan yang mereka terima bukanlah pekerjaan yang kerap mengandalkan komputer sebagai alat kerja mereka.

B. Pembelajaran Berbasis Teknologi

Proses kegiatan pembelajaran yang didukung dengan perangkat komputer, multimedia, audio visual merupakan dasar dari pertukaran informasi. Penyampaian informasi berupa pengetahuan, ketrampilan dan keahlian tertentu menggunakan media-media tersebut.

Sehingga mencerminkan bahwa PT. Java CELL telah menerapkan sebagian besar organisasi pembelajaran dikaitkan dengan pembelajaran berbasis teknologi. Ketika penelitian ini dilakukan, PT. Java CELL sedang merencanakan e-learning untuk pelatihan seluruh pegawai disesuaikan dengan keahliannya .Diharapkan bahwa pelatihan ini akan sangat membantu para pegawai dalam melakukan pembelajaran berbasis teknologi.

C. Sistem Pendukung Kinerja Elektronik

Dalam hal ini PT. Java CELL sangat berkomitmen untuk membentuk organisasi pembelajaran yang baik bagi karyawannya melalui sistem pendukung kinerja elektronik. Walau demikian beberapa pegawai menyatakan belum meratanya penggunaan sistem pendukung elektronik seperti audio visual maupun perangkat komputer dengan multimedia. Begitu juga alasan belum terlaksananya secara utuh dikarenakan jumlah pegawai yang dapat mengoperasikan peralatan canggih secara baik masih sedikit.

Kesimpulan yang dapat kita ambil pada sub sistem aplikasi teknologi ini adalah bahwa PT. Java CELL telah melakukan aplikasi teknologi dalam sistem organisasi pembelajaran meliputi sarana pendukung tersedianya akses dan pertukaran informasi untuk terjadinya proses pembelajaran yang berkaitan dengan sarana berteknologi komputer. Akan tetapi sebagian kecil pegawai menyatakan belum diterapkannya sub sistem aplikasi teknologi pada perusahaan dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan belum meratanya pemberian kesempatan oleh perusahaan terhadap pegawainya untuk penggunaan teknologi modern dengan alasan minimnya pemahaman pegawai tersebut terhadap teknologi modern.

25

3.3.4 Analisis Keseluruhan Penerapan Organisasi Pembelajaran

Hasil keseluruhan analisis PT. Java CELL telah mendukung adanya sistem organisasi pembelajaran, yang ditunjang oleh pegawai yang juga berusaha meningkatkan kemampuannya. Walau demikian masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan pegawai secara mendalam tentang organisasi pembelajaran. Namun perusahaan tetap optimis bahwa di masa yang akan datang proses pembelajaran organisasi akan berjalan dengan lebih baik lagi melalui perbaikan-perbaikan pada setiap unit kerja yang ditunjang oleh pegawai yang handal, guna menghadapi persaingan global yang semakin kompetitif. Disamping itu perusahaan akan memberikan dorongan dan motivasi penuh terhadap para pegawai untuk terus menggali potensi dalam diri masing-masing, menumbuhkan keinginan untuk belajar, meningkatkan komunikasi antar pimpinan dengan bawahan dan antar sesama pegawai agar organisasi pebelajaran dalam perusahaan dapat tercipta dengan baik.

Adapun sub sistem dinamika pembelajaran, hal ini menunjukkan peran serta pegawai dalam proses organisasi pembelajaran cukup besar. Setiap pegawai ingin terus mengembangkan dirinya untuk menjadi pegawai yang handal dan mampu berkompetisi bersama perusahaan. Namun masih dipandang perlu perbaikan perbaikan dalam pelaksanaannya, agar mendapatkan hasil yang lebih sempurna.

Sub sistem transformasi organisasi dapat diartikan bahwa para pegawai dan perusahan berjalan seirama dalam satu visi demi terciptanya organisasi pembelajaran yang baik. Budaya perusahaan yang diterapkan dapat memotivasi pegawai untuk terus berkembang dan berprestasi. Struktur perusahaan yang terbuka membantu terwujudnya hubungan komunikasi dengan baik. Meski demikian perlu adanya peningkatan agar sub sistem ini dapat berjalan dengan lebih baik lagi.

Sub sistem pemberdayaan manusia ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu menjalin hubungan yang cooperatif antar internal perusahaan dengan pihak luar. Akan tetapi perlu ditingkatkan lagi agar perusahaan dapat menciptakan proses pembelajaran ke arah yang lebih baik.

Sub sustem aplikasi teknologi merupakan sub sistem dengan rata-rata jawaban tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk menyediakan sarana-prasarana teknologi canggih demi terciptanya pegawai yang dapat diandalkan dalam menuju persaingan global. Namun kesempatan penggunaannya diharapkan lebih merata lagi oleh pegawai agar kemampuan yang dimiliki dapat merata pula.

BAB IV

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penerapan Learning Organization di PT. Java CELL, disimpulkan beberapa hal berikut :

1. Penerapan Learning Organization pada PT. Java CELL dinilai cukup baik. Namun demikian masih perlu perbaikan-perbaikan, serta ditingkatkan lagi penerapannya agar perusahaan dapat terus berkompetisi dalam dunia bisnis telekomunikasi dengan perusahaan-perusahaan kompetitor.

2. Analisis perbedaan persepsi tidak menunjukan nilai yang signifikan, yang berarti tidak ada perbedaan persepsi tentang penerapan organisasi pembelajaran. Hal ini disebabkan berbagai hal, diantaranya adanya pengaruh-pengaruh lain yang lebih kuat dari pada faktor level jabatan.

DAFTAR PUSTAKA

27

Argyris C and Schon D.A. 1978. Organizational Learning : Theory of Action Perspsctive. Addison-Wesley, Reading MA.

Blackman. and Henderson. 2005. Organization Learning .Knowledge Management. Conference Board. Ney York.

Clutterbucj and Kernaghan 2003. Art of HRD The Power of Empowerment. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Guthrie, J.W. 1986. School-based Management : The Next Needed Education Reform. Phil Delta Kappa, Vol 68 No. 4 pp 305-309.

Kerlinger, F.N. 1994. Foundation For Social Resource. Edisi Terjemahan.4th Edition. Yogyakarta : Gajah Mada.

Marquardt, M 1996. Building The Learning Organisation, a Sistem Approach to Quantum Improvement and Global Success. Mc. Graw Hill Book Inc, New York.

Marquardt, M. 1994. The Global Learning Organization 1. Irwin Profesional Publishing : New York.

Marquardt, M. and Reynold 1996. The Global Learning Organization. Irwin Profesional Publishing : New York.

Sangkala, 2002. Knowing Organisation : Sebuah kerangka Mambangun Adaptasi Organisasi Setengah Perubahan Lingkungan Yang Dinamis’ Manajemen Usahawan Nomor 5/TH XXXI/April 2002.

Sekaran, U. 2003. Research Methods For Business. 4th Edition. John Wiley & Sons, Inc. USA

Senge, P.M. 1990. The Fifth Discipline : The Age and Practise of The Learning Organization, Century and Business. Doubelay, New York.

Senge P.M. (2002) Buku Pegangan Disiplin Kelima. Terjemahan, Alih bahasa Hari Suminto, editor : Lyndon Saputera. : Interaksara, Jakarta.

28