Upload
pungguh-ikhsan-p
View
141
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
TEORI DASAR DESAIN CASING
Setelah suatu operasi pemboran sumur minyak dan gas bumi mencapai
kedalaman tertentu, perlu dipasang casing pada sumur tersebut yang kemudian
dilakukan penyemenan pada casing di dalam lubang bor. Casing merupakan suatu
selubung terbuat dari baja campuran yang dipasang pada sumur pemboran yang
berfungsi melindungi lubang sumur selama proses pemboran selanjutnya dan
proses produksi yang akan dilakukan dalam kondisi operasi yang beragam.
Casing memiliki beberapa Fungsi, diantaranya :
1. Mencegah gugurnya dinding sumur
Pada proses pemboran, terdapat lapisan batuan yang kompak dan ada yang
tidak kompak. Pemboran lapisan yang tidak kompak yang menebus lapisan
tersebut dapat menyebabkan runtuhnya sebagian dinding lubang, dan lubang bor
dapat mengalami pembesaran. Lapisan lunak juga memberikan efek pembelokan
sehingga berakibat menyimpangnya peralatan pemboran dari trayek pemboran
yang telah direncanakan.
2. Menutup zona bertekanan Abnormal dan zona Lost
Zona bertekanan abnormal merupakan zona yang dapat menyebabkan
kick, yaitu masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor. Jika kick membesar dan
tidak dapat ditanggulangi maka terjadi blow out. Sedangkan zona lost yaitu zona
yang memiliki tekanan yang jauh lebih rendah dibanding tekanan hidrostatik
fluida pemboran. Sehingga fluida pemboran akan masuk dan menghilang
kedalam formasi. Zona lost dapat terjadi jika ada suatu patahan (fault) atau faktor
penyebab lainnya.
3. Mencegah Terkontaminasinya air tanah oleh fluida pemboran.
Untuk mengimbangi tekanan formasi yang dilalui dipergunakan lumpur
pemboran dengan densitas tertentu. Lumpur pemboran memiliki tekanan
hidrostatik yang sedikit lebih besar dari tekanan formasi. Akibatnya lumpur
pemboran akan masuk ke dalam formasi akibat adanya perbedaan tekanan
tersebut. Pada proses ini, pada dinding lubang bor akan terbentuk mud cake dan
fitrat lumpur. Filtrat lumpur tersebut masuk ke dalam tanah dan menyebabkan air
tanah tercemar. Diperlukan pemasangan casing untuk menghindari pencemaran
tersebut.
4. Membuat Diameter Sumur tetap
Suatu bagian sumur pemboran yang belum dipasang casing, akan terdapat
mud cake yang dihasilkan fluida pemboran. Ketebalan mud cake merupakan
fungsi waktu terhadap permeabilitas batuan. Bila permeabilitas batuan yang
ditembus besar maka mud cake semakin tebal. Pemasangan casing diperlukan
untuk membuat diameter sumur tetap dan volume annlus akan dapat diketahui
secara pasti.
5. Mencegah Hubungan Langsung Antar Formasi
Apabila suatu sumur menghasilkan minyak dan gas dari lapisan yang
berbeda, dan diproduksikan secara bersama-sama maka perlu dipasang casing dan
packer untuk memisahkan dua lapisan produktif itu, seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1.
Pemisahan Dua Lapisan Produktif 9)
Tubing
Casing
Oil
Gas
Packer
Oil
Oil
6. Tempat Kedudukan BOP dan Peralatan Produksi
BOP merupakan peralatan pelindung jika terjadi kick ataupun semburan
liar. BOP diletakkan dipermukaaan, terhubung dengan surface casing. Peralatan
pompa juga dapat diletakkan pada casing, misalnya ESP.
3.1. Klasifikasi Casing
Berdasarkan fungsinya, casing dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu :
- Conductor casing
- Surface casing
- Intermediate casing
- Production casing
- Liner.
Pada awal pemboran, kondisi lapisan permukaan masih longgar dan
mudah terkikis oleh sirkulasi lumpur. Untuk mencegah keguguran dinding lubang
akibat sirkulasi lumpur diturunkan pipa pertama yang disebut dengan stove pipe.
Untuk lokasi yang berair pemasangan stove pipe dengan jalan ditumbuk. Untuk
lokasi daratan, lubang dibuat terlebih dahulu, baru stove pipe diturunkan.
Stove pipe tidak digolongkan sebagai casing karena sebagai stove pipe dapat
digunakan :
- Plat besi yang digulung dan di las.
- Drum bekas yang disambung-sambung dan di las
- Pipa air.
3.1.1. Conductor Casing
Conductor casing adalah casing yang berfungsi menutup formasi air tawar
agar tidak terkontaminasi oleh zat-zat kimia lumpur. Bila formasi air tawar tidak
ditutup, zat kimia lumpur akan masuk ke dalam formasi air tawar, dan
mengkontaminasi air tawar. Zat kimia lumpur banyak yang membahayakan kalau
dikonsumsi oleh manusia. Penduduk di sekitar lokasi umumnya mengambil air
untuk keperluan sehari-hari dari lapisan formasi air tawar tersebut. Gambarannya
dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2.
Zat kimia lumpur mencemari formasi air tawar 3)
Setelah menembus formasi air tawar, rangkaian casing diturunkan, dan
rangkaian casing ini disebut dengan conductor casing. Conductor casing disemen
sampai ke permukaan. Gambaran sumur setelah dipasang conductor casing dapat
dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3.
Conductor casing mencegah formai air tawar terkontaminasi zat kimia
lumpur 3)
Pada Gambar 3.3 terlihat bahwa setelah conductor casing menutup
formasi air tawar, zat kimia lumpur sudah ditahan oleh casing dan tidak akan
mengkontaminasi formasi air tawar.
Pada umumnya casing ini berdiameter besar, yaitu 16 inch sampai 30 inch
serta letak kedalaman pemasangan umumnya 30 sampai 300 ft.
Fungsi conductor casing antara lain :
1. Khusus di pemboran lepas pantai (offshore) untuk melindungi drill string dari
air laut, dipasang dari platform sampai dasar laut.
2. Pada pemboran di darat, sebagai pelindung apabila tanah dekat permukaan
tidak cukup kuat atau mudah gugur, seperti rawa-rawa dan sebagainya.
3.1.2. Surface Casing
Setelah conductor casing diturunkan dan disemen, dilanjutkan pemboran
melalui bagian dalam conductor casing dengan ukuran bit yang dapat melalui
conductor casing. Bila bit mendekati formasi lapisan formasi yang bertekanan
tinggi, pemboran dihentikan.
Rangkaian pemboran dicabut, kemudian diturunkan rangkaian casing, dan
disemen sampai ke permukaan. Rangkaian casing ini disebut dengan surface
casing.
Diujung atas surface casing dipasang rangkaian blowout preventer.
Gambaran surface casing dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Setelah rangkaian BOP dipasang pada bagian atas surface casing,
pemboran dilanjutkan menembus formasi bertekanan tinggi. Apabila terjadi kick
sumur sudah dapat ditutup, kick dapat dicegah, dan tidak berkembang menjadi
blowout, serta selanjutnya kick dimatikan. Gambaran saat sumur mengalami kick
dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Setelah kick dapat dimatikan, pemboran dilanjutkan menembus formasi
bertekanan tinggi.
Gambar 3.4.
Surface Casing 3)
Gambar 3.5.
Gambaran Sumur Mengalami Kick 3)
Pada Gambar 3.5 diatas terlihat fluida formasi yang masuk ke dalam
sumur (influx) bergerak mendorong lumpur di annulus ke permukaan. Karena
Blowout preventer telah ditutup aliran fluida (lumpur) tidak terus menyembur
karena ditahan oleh packing element dari blowout preventer.
Selanjutnya dilakukan pemboran untuk menembus lapisan abnormal
dengan berat jenis lumpur yang sama dengan kill mud weight.
Letak kedalaman pemasangan casing ditentukan oleh peraturan setempat
yang menentukan pada kedalaman berapa casing tersebut harus dipasang. Casing
ini disemen hingga ke permukaan.
Fungsi surface casing :
1. Melindungi air tanah dari kontaminasi oleh lumpur pemboran.
2. Tempat kedudukan BOP dan wellhead.
3. Menyangga seluruh berat rangkaian casing berikutnya yang telah dimasukkan
ke dalam sumur.
3.1.3. Intermediate casing
Setelah selesai menembus formasi bertekanan tinggi, diturunkan rangkaian
casing untuk menutup formasi bertekanan tinggi, dan disemen. Penyemenan dapat
dilakukan sampai ke permukaan. Akan tetapi untuk menghemat penggunaan
semen seringnya annulus antara casing dengan casing tidak perlu disemen
seluruhnya, untuk penghematan penggunaan semen. Rangkaian casing ini disebut
dengan intermediate casing atau protective casing.
Bila dalam operasi pemboran terdapat beberapa buah formasi yang
berbahaya, setiap rangkaian casing yang menutupnya bernama intermediate
casing, seperti Gambar 3.6.
Formasi-formasi yang membahanyakan adalah sebagai berikut :
- Formasi bertekanan tinggi
- Formasi yang mudah pecah atau weak zone
- Formasi yang mudah runtuh
- Formasi yang mengandung cairan korosif.
Semen
Intermediate
Casing
Formasi yang
berbahaya
Gambar 3.6.
Intermediate Casing Menutup High Formation Zone 3)
Intermediate casing yang tidak disemen sampai ke permukaan adalah
seperti pada Gambar 3.7.
Permukaan
Semen Surface casing
semen Intermediate
Formasi yang casing
Berbahaya
Gambar 3.7.
Intermediate casing tidak disemen sampai ke permukaan 3)
Untuk menghemat biaya, rangkaian casing tidak dipasang sampai ke
permukaan. Rangkaian casing digantungkan pada rangkaian casing yang sudah
terpasangan sebelumnya. Rangkaian ini disebut dengan intermediate liner.
Gambaran intermediate liner adalah seperti Gambar 3.8.
Permukaan
Semen
Surface
casing
Semen
Intermediate
Liner
Formasi yang
Berbahaya
Gambar 3.8.
Intermediate Liner 3)
Intermediate casing dipasang berfungsi untuk menghubungkan bagian atas
(conductor) dengan bagian bawah. Fungsinya menutup formasi-formasi yang
dapat menyebabkan kesulitan selama pemboran, seperti sloughing shale, lost
circulation, tekanan abnormal, kontaminasi lumpur dan lain-lain. Suatu sumur
dapat mempunyai lebih dari satu intermediate casing, hal ini tergantung pada
kondisi yang dihadapi selama pemboran.
3.1.4. Production casing
Production casing adalah rangkaian casing yang dipasang dari lapisan
produktif ke permukaan. Casing ini disemen dari dasar lubang sampai ke
permukaan, atau sekurang-kurangnya 100 ft diatas casing shoe yang sudah
terpasang sebelumnya.
Bila production casing dipasang dari puncak lapisan produktif sampai ke
permukaan, dan lapisan produktif dibiarkan terbuka, cara ini disebut dengan open
hole completion. Open hole completion dapat dilakukan bila lapisan produktif
merupakan formasi yang kompak atau consolidated rock.
Bila production casing menembus lapisan produktif dari permukaan,
kemudian disemen, selanjutnya casing dan semen diperforasi, cara ini disebut
dengan perforated completion. Gambaran dari Open hole completion dan
perforated completion dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9.
Gambaran Open hole completion dan Perforated Completion 3)
Bila production casing dipasang dari puncak lapisan produktif sampai ke
permukaan, dan kemudian dipasang liner melapisi lapisan produktif dan disemen,
cara ini disebut dengan liner completion. Liner adalah rangkaian pipa selubung
yang tidak dipasang sampai ke permukaan. Gambaran dari liner completion dapat
dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10.
Liner Completion 3)
Fungsi production casing :
1. Memisahkan lapisan yang mengandung minyak dengan lapisan-lapisan lain.
2. Melindungi alat-alat produksi yang terdapat dibawah pemukaan seperti pompa
dan lain-lain.
3.1.5. Liner
Secara umum liner mempunyai fungsi yang sama dengan production
casing, tetapi tidak dipasang hingga ke permukaan.
Pertimbangan penggunaan liner :
1. Kemampuan dari rig.
2. Penghematan dari segi ekonomis maupun waktu.
3. Pada sumur eksplorasi ternyata payzone berada dibawah program untuk
Production casing yang telah direncanakan, maka untuk memperpanjang agar
mencapai zona yang dituju dipergunakan liner.
3.2. Komposisi Kimia Casing
Didalam mempelajari komposisi kimia casing diperlukan pengetahuan
tentang struktur atom dalam benda padat dimana sifat benda padat akan berubah
bentuk dan kristalnya akibat pengaruh tekanan dan temperatur.
3.2.1. Komposisi Kimia Baja
Semua logam akan membentuk kristal ketika bahan tersebut membeku.
Kebanyakan logam mempunyai struktur kristal berbentuk kubik (a1 = a2 = a3) dan
semua sudutnya 90°. Kristal kubik ini terdiri dari dua bentuk kisi (lattice), yaitu :
a. Kubik Pemusatan Ruang (Body Centered Cubic), KPR
Casing dibentuk dari material dasar baja (steel) yang merupakan
campuran besi dan sejumlah kecil karbon (Fe3C) dan beberapa campuran
lainnya. Tetapi tiap atom besi dalam struktur Kubik Pemusatan Ruang
(Body Centered Cubic), KPR dikelilingi oleh delapan atom tetangga (a).
Tiap atom besi dalam struktur ini mempunyai lingkungan geometrik yang
sama (b). Dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11.
Struktur Logam Kubik Pemusatan Ruang (KPR) 10)
b. Kubik Pemusatan Sisi (face Centreled Cubic), KPS
Struktur logam KPS sering dijumpai pada logam seperti
alumunium, tembaga, perak, nikel yang mempunyai atom pada setiap titik
sudutnya dan terdapat sebuah atom di tengah setiap bidang permukaan.
Jadi setiap atom dalam srtuktur KPS mempunyai 12 tetangga. Dapat
dilihat pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12.
Struktur Logam Kubik Pemusatan Sisi (KPS) 10)
3.2.2. Struktur Baja
Sifat-sifat dari baja adalah berhubungan dengan strukturnya, yaitu
mengenai kristal dan butirnya. Struktur dari baja yaitu :
3.2.2.1. Ferrite
Modifikasi struktur besi murni pada suhu ruang disebut ferrite atau besi-α.
Dalam keadaan murni, ferrite bersifat lunak dan ulet. Dalam keadaan murni
kekuatan tariknya kurang dari 310 Mpa. Bersifat Ferromagnetis pada suhu
dibawah 770 °C. Densitas ferrite adalah 7,88 gr/cc. Karena Ferrite memiliki
struktur KPR dengan ruang antar atom kecil dan pepat, sehingga tidak
menampung atom Carbon yang kecil sekalipun. Maka daya larut Carbon sangat
rendah.
3.2.2.2. Austenite
Modifikasi besi dengan struktur KPS disebut austenite atau besi-σ. Bentuk
besi ini stabil pada temperatur 91-1394 °C. Perbandingan langsung antara sifat-
sifat mekanis austenite dan ferrite sulit, karena harus dibandingkan pada suhu
yang berlainan. Akan tetapi, pada suhu stabilnya austenite bersifat lunak dan ulet
sehingga mudah dibentuk. Penempaan baja dilakukan pada suhu 1100 °C atau
diatasnya ketika besi berbentuk KPS. Austenite tidak bersifat ferromagetik pada
suhu berapapun. Besi berstruktur KPS mempunyai jarak antar atom yang lebih
besar dibandingkan ferrite. Meskipun begitu, lubang pada struktur KPS hampir
tidak dapat menampung atom Carbon. Penyisipan atom Carbon menyebabkan
regangan pada struktur, akibatnya tidak semua lubang dapat diisi (sekitar 6% pada
suhu 912 °C). Daya larut maksimum hanya 2,11% (9% atom Carbon). Menurut
definisi, baja mengandung kurang lebih 1,2% Carbon, jadi pada waktu pemanasan
seluruh Carbon larut dalam austenite.
3.2.2.3. Sementite atau karbida besi
Pada paduan besi Carbon, jika Carbon melebihi batas daya larutnya akan
membentuk fasa kedua, yaitu karbida besi atau sementite. Karbida besi
mempunyai komposisi kimia Fe3C. Hal ini tidak berarti bahwa karbida besi
membentuk molekul-molekul Fe3C, akan tetapi kisi kristal mengandung atom besi
dan Carbon tiga berbanding satu. Fe3C mempunyai sel satuan Orthorombik
dengan 12 atom besi dari satu atom Carbon persel. Jadi, kandungan Carbon 6,7%
berat dan densitas 7,6 kg/m3 atau 7,6 gr/cc. Dibandingkan dengan ferrite dan
austenite, maka sementite lebih keras. Karbida besi dalam ferrite meningkatkan
kekerasan baja akan tetapi, karena karbida besi murni tidak bersifat ulet, karbida
ini tidak dapat menyesuaikan diri dengan adanya konsentrasi tegangan ,oleh
karena itu bersifat kurang kuat.
3.2.2.4. Pearlite
Struktur pearlite terjadi karena selama proses pendinginan, terjadi reaksi
eutectoid Fe-C yang menyangkut pembentukan ferrite dan karbida (C). Jadi,
pearlite merupakan campuran dua fasa dan terbentuk sewaktu austenite dengan
komposisi Fe-C yang bertransformasi menjadi ferrite dan karbida.
3.2.3. Klasifikasi Baja
Baja merupakan paduan besi (Fe) dan Carbon (C) serta unsur-unsur
lainnya. Untuk baja yang terdiri dari campuran besi dengan Carbon disebut Baja
Carbon sedangkan Baja Carbon yang bercampur dengan unsur lain disebut baja
paduan.
3.2.3.1. Baja Carbon
Kekerasan baja carbon ditentukan oleh banyak sedikitnya kandungan
karbon. Semakin banyak kandungan carbon, baja tersebut semakin keras. Selain
itu kekerasan baja juga ditentukan oleh unsur paduannya.
Baja Carbon dapat dibedakan berdasar kandungan karbonnya, yaitu :
a. Low Carbon Steel
Kadar Carbonnya 0,15%, baja ini sebagai ferrite yang lunak, kenyal.
Secara normal mempunyai Tensile strength kecil, tetapi karena kadar Carbonnya
rendah, maka tidak baik jika dikerjakan dengan bantuan mesin, karena cenderung
robek oleh adanya tekanan dari peralatan potong yang keras. Baja jenis ini
mempunyai Range atau batas yield point 16,8 – 26 ton/in2, dan maksimum
strength 24,8 – 26,8 ton/in2.
b. Mild Steel
Kandungan Carbonnya 0,15% - 0,2%, dengan bertambahnya kadar
Carbon maka kekerasan baja semakin besar, Tensile strengthnya juga bertambah
sampai titik eutectoid 1,8% Carbon.
c. Medium Carbon Steel
Kadar Carbonnya 0,2% - 0,6%, medium carbon steel mempunyai Tensile
strength 20 – 40 ton/in2, banyak digunakan pada struktur jembatan, bangunan,
kapal, lokomotif, dan mobil.
d. High Carbon Steel
Kadar Carbonnya 0,61 – 1,4%, baja dengan kandungan Carbon tertinggi
ini mempunyai kekerasan dan Tensile strength tinggi. Baja ini banyak digunakan
untuk membuat rantai, valve spring untuk mesin roda gigi dan lain-lain. Baja jenis
ini memiliki Tensile strength sebesar 39.000 psi.
3.2.3.2. Unsur-unsur Tambahan pada Baja Paduan
Unsur-unsur tambahan pada baja paduan, antara lain :
a. Mangan (Mn)
Terkandung dalam semua bahan besi dan ditambahkan dalam jumlah yang
besar pada jenis tertentu seperti baj keras mangan dengan 13 % Mn. Mangan
dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, ketahanan aus, peka pada pemanasan
lanjut dan getas.
b. Silinsium (Si)
Terkandung didalam baja, komponen ini menurunkan kemampuan
pengubah dalam bentuk dingin karena itu hanya diijinkan 0,2 % Si. Si
meningkatkan ketahanan elektris, kekuatan, kekerasan, kenyataan dan ketahanan
aus.
c. Nikel (Ni)
Dapat dipadukan dengan baja dan paduan di las atau di solder dan diberi
penggarapan pengelupasan serpih dengan baik, dapat dibentuk dalam keadaan
dingin atau panas dan dapat dipoles ataupun dimagnetisasikan. Ni dapat
meningkatkan keuletan, kekuatan, pengerasan menyeluruh, ketahanan karat dan
listarik (kawat pemanas), serta menurunkan kecepatan pendinginan dan regangan
panas.
d. Tembaga (Cu)
Dengan kadar 0,2 % akan menyebabkan baja lebih kuat untuk berkarat,
tetapi untuk baja jenis lain atau baja murni yang tidak berkarat dipakai campuran
lain, terutama nikel dan chrom.
e. Chrom (Cr)
Merupakan unsur terpenting untuk baja perkakas (baja paduan tinggi) dan
baja konstruksi (baja paduan rendah). Cr dapat meningkatkan kekerasan, kekuatan
batas rentang, ketahanan aus, dapat diperkeras, ketahanan panas dan karat, dapat
menurunkan ketegangan dalam suatu tingkat yang kecil.
f. Wolfram (W)
Merupakan paduan penting dalam baja karena titik leburnya tinggi, dapat
digunakan sebagai kawat pijak dan logam keras. W dapat meningkatkan
kekerasan, kekuatan batas rentang, kekuatan panas, ketahanan terhadap
normalisasi dan menurunkan sedikit regangan.
g. Moliban (Mo)
Kebanyakan dipadu dengan baja pada ikatanya dengan Cr, Ni dan
vanadium. Mo dapat meningkatkan kekuatan tarik, batas regang, kekuatan panas
dan batas kelelahan, suhu pijar dan perlakuan panas, menurunkan regangan dan
kerapuhan.
h. Vanadium (V)
Hampir sama dengan Mo dalam baja, tanpa mengurangi regangan. V dapat
meningkatkan kekuatan batas rentang, keuletan, kekuatan panas dan ketahanan
leleh, suku pijak dan perlakuan panas. Menurunkan kepekaan terhadap sengatan
panas dalam perlakuan panas.
i. Cobalt (Co)
Digunakan sebagai tambahan terhadap baja dengan cepat, magnet
permanen juga mengandung unsur ini. Co dapat meningkatkan kekerasan,
ketahanan panasdan karat, ketahanan aus, daya hantar listrik dan kejenuhan
magnetis.
j. Belerang (S)
Dapat ditempa dan dilas, mengurangi sifat baja, yaitu menjadikan baja
rapuh dalam keadaan pijar. Umumnya merugikan, oleh sebab itu harus dibawah
ukuran tertentu.
k. Phospor (P)
Mempunyai sifat membuat baja menjdi rapuh, tetapi baja lebih lambat
berkarat. Untuk baja lain atau baja murni yang tidak berkarat dipakai campuran
lain terutama adalah nikel dan chrom.
3.3. Spesifikasi Casing
Spesifikasi casing yang telah distandarisasikan oleh API antara lain adalah
diameter, berat nominal, tipe sambungan, grade, length Range, dan yield casing.
3.3.1. Diameter
Casing mempunyai tiga macam diameter, yaitu :
1. Diameter Luar (OD)
2. Diameter Dalam (ID)
3. Drift Diameter.
Outside diameter casing adalah :
OD = ID + 2 t ……………………………………...........................(3-1)
Dimana :
OD : Outside diameter body casing, inchi
ID : Inside diameter body casing, inchi
t : Ketebalan body casing, inchi.
t
OD ID
Gambar 3.13.
Gambaran Body Casing 3)
Diameter luar (OD) maupun diameter dalam casing (ID) diukur pada body
casing itu sendiri seperti pada Gambar 3.13 diatas, bukan pada sambungan
casing atau couplingnya. Drift diameter adalah diameter maksimum suatu benda
yang dapat dimasukkan ke dalam casing. Diameter ini berguna untuk menentukan
diameter bit untuk melanjutkan pemboran setelah terpasangnya suatu casing.
3.3.2. Berat Nominal
Berat nominal adalah berat rata-rata body dan sambungan casing per foot.
Dari harga berat nominal, untuk panjang casing tertentu dapat diketahui berat
casing.
Berat Nominal casing terdiri dari dua, yaitu berat nominal dan berat plain
end. Berat Nominal merupakan berat rata-rata dari serangkaian casing beserta ulir
(thread) dan couplingnya per satuan panjang, yang biasanya dinyatakan dalam
satuan lb/ ft.
Sedangkan berat plain end yaitu berat dari casing tiap foot tanpa
memperhitungkan pemotongan thread maupun penambahan couplingnya.
Berat casing adalah :
W = L x BN ……………………………………....................(3-2)
Dimana :
W : Berat casing, lbs
L : Panjang casing, ft
BN : Berat nominal casing , lbs/ft.
3.3.3. Tipe Sambungan
Untuk menyambung casing satu dengan casing yang lain, dipergunakan
ulir (thread). Ada tiga macam tipe sambungan casing yang dapat dilihat pada
Gambar 3.14, antara lain Round Thread and Coupling (RTC), Buttress Thread
and Coupling (BTC), Extreme Line Casing (ELC).
3.3.3.1. Round thread and coupling (RT & C)
Bentuk ulir seperti huruf “V” dengan jumlah ulir 8 - 10 per inchi.
Sambungan ini ada dua macam, yaitu long thread & coupling (LT&C) dan short
thread & coupling (ST&C), dimana Tension strength LT&C 30% lebih kuat dari
pada ST&C.
3.3.3.2. Buttres thread and coupling (BT & C)
Bentuk ulir seperti trapezium dengan jumlah ulir 5 buah per inch.
Rangkaian casing dengan tension load besar, rangkaian casing yang panjang atau
berdiameter besar sebaiknya memakai casing jenis ini.
3.3.3.3. Extreme line casing
Tipe sambungan yang ulirnya menyatu pada badan casing, bentuk ulirnya
trapezium atau segi empat. Sambungan jenis ini sangat tahan terhadap kebocoran,
yang berdiameter 85/8” sampai 103/4” mempunyai lima ulir per inch dan
berdiameter kecil, 7” ke bawah mempunyai ulir per inch.
Gambar 3.14.
Tipe Sambungan Casing 1)
3.3.4. Grade
Kekuatan casing dapat dilihat pada gradenya pada Tabel III-1. Grade ini
ditentukan oleh pemakaian bahan campuran pembuatannya, seperti : carbon,
belerang, atau lainnya. Selain itu juga berdasarkan yield strength minimum yang
didefinisikan sebagai besarnya beban tension minimum agar terjadi penguluran
0,5% panjang pipa kecuali P-110 sebesar 0,65% panjang pipa.
Tabel III-1.
Grade dan Yield Strength Casing 9)
Grade Min. Yield Strength
(psi)
Max. Yield Strength
(psi)
Yield Strength
rata-rata (psi)
H-40 40.000 60.000 50.000
J-55 55.000 75.000 65.000
K-55 55.000 75.000 65.000
C-75 75.000 90.000 85.000
N-80 80.000 100.000 90.000
C-95 95.000 105.000 100.000
P-110 110.000 140.000 125.000
3.3.5. Range Length
Range casing adalah panjang casing yang diukur dari ujung coupling
sampai ke ujung thread atau merupakan panjang casing bersama couplingnya (L).
Harga perkiraan panjang joint adalah Range dari setiap seksi pipa, seperti pada
Tabel III-2 dibawah ini.
Tabel III-2.
Length Range Casing 8)
Range Length Range Min (ft) Average Length (ft) Variasi Panjang (ft)
1 15 – 25 22 6
2 25 – 34 31 5
3 Over – 34 42 6
3.4. Penentuan Kedalaman Penempatan Casing
Penempatan casing harus mempertimbangkan lithologi batuan pada lubang
bor. Sehingga casing dapat menutup zona-zona yang diperkirakan sebagai zona
abnormal pressure ataupun zona lost. Casing yang dimasukkan kedalam lubang
bor harus ditempatkan pada kedalaman yang tepat. Jika penempatan casing tidak
pada kedalaman yang seharusnya, akan terjadi problem-problem yang akan
menghambat kegiatan selanjutnya. Penentuan kedalaman penempatan casing
dilakukan dengan perhitungan terhadap data-data tekanan formasi, tekanan
lumpur yang digunakan, dan tekanan rekah formasi.
3.4.1. Tekanan Formasi
Tekanan formasi adalah tekanan yang berasal dari fluida dalam ruang pori
suatu matrik batuan. Tekanan formasi normal adalah tekanan hidrostatik dari
fluida formasi, dimana berat jenis fluida formasi bervariasi sekitar 8,33 ppg (0,433
psi/ft) sampai dengan 9 ppg (0,465 psi/ft). setiap tekanan formasi yang lebih besar
atau lebih kecil dari tekanan normal disebut tekanan abnormal dan tekanan
subnormal.
3.4.1.1. Tekanan Pori Formasi
Tekanan pori formasi (Pp) adalah aktivitas tekanan yang memperlihatkan
fluida (air, minyak, gas) dalam pori suatu matrik batuan. Tekanan pori formasi
normal dalam setiap satuan geologi akan sama dengan tekanan hidrostatik air dari
permukaan sampai bawah permukaan.
Besar gradient tekanan hidrostatik sama dengan 0,465 psi/ft. Setiap
gradient tekanan formasi diatas gradient ini disebut dengan tekanan abnormal
(abnormal pressure). Perkiraan tekanan pori formasi ini dibagi menjadi 2 ditinjau
dari pelaksanaannya yaitu sebelum pemboran dan ketika pemboran.
a. Sebelum Pemboran
Perkiranan tekanan formasi sebelum pemboran adalah dengan
menggunakan data korelasi dari sumur yang telah ada atau untuk pemboran
eksplorasi yaitu menggunakan data Seismic.
b. Ketika Pemboran
Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi tekanan formasi
yang lebih besar daripada gradient hidrostatik formasi normal (0,465 psi/ft).
metode yang paling banyak digunakan adalah metode drilling rate, dimana
metode ini didasarkan pada perhitungan d-exponent.
Metode d-exponent ini adalah suatu cara untuk melihat kondisi pemboran,
walaupun besarnya putaran, laju penembusan dan berat pahat bor berubah-ubah
besarnya selama operasi pemboran berlangsung. Persamaan d-Exponent dapat
digunakan untuk mendeteksi tekanan normal dan tekanan abnormal jika densitas
fluida pemboran konstan. Dasar dari persamaan ini adalah rumus Bingham
tentang proses pemboran. Persamaannya sebagai berikut:
…………………………………………….....(3-3)
Dimana :
R : Laju penetrasi, ft /jam
RPM : Kecepatan putar, rpm
WOB : Berat bit, 1000 lb
dB : Diameter bit, inch
b : Exponent berat bit, dimensionless
a : Konstanta drillability formasi, dimensionless.
Jordan dan Shirley memodifikasi persamaan Bingham menjadi:
d-Exp = ……………………………………………......(3-4)
Rhem dan Mc Clendon menyempurnakan persamaan tersebut dengan
melihat bahwa, kenaikan berat lumpur akan menutupi perbedaan tekanan formasi
normal dan aktual. Mereka mengajukan suatu perbandingan dalam Persamaan
(3-5). Untuk menghitung pengaruh peningkatan berat lumpur sebagai berikut:
……………………………………………........(3-5)
Dimana :
dcorr : D-Exponent terkoreksi
ρn : Densitas lumpur normal equivalent dengan tekanan formasi normal, ppg
ρc : Densitas lumpur pada saat sirkulasi, ppg.
Kemudian tekanan formasi dihitung dengan Persamaan (3-6) sebagai berikut :
.......................................................................(3-6)
Dimana :
Pf : Tekanan formasi, ppg.
3.4.1.2. Tekanan abnormal
Tekanan formasi abnormal didefinisikan sebagai tekanan yang
menyimpang dari gradient tekanan normal. Penyimpangn ini dapat lebih kecil dari
0,465 psi/ft (subnormal pressure) atau lebih besar dari 0,465 psi/ft (over
pressure). Pada umumnya tekanan subnormal tidak banyak menimbulkan problem
pemboran jika dibandingkan dengan over pressure.
Asal mula terjadinya tekanan formasi subnormal secara singkat sebagai
berikut :
a. Thermal Expansion
Disebabkan karena batuan sedimen dan fluida dalam pori dipengaruhi oleh
adanya temperatur. Jika fluida mengalami pengembangan maka densitas akan
berkurang dan tekanan juga akan berkurang.
b. Formation Foreshortening (pengkerutan formasi)
Selama proses kompresi akan ada beberapa lapisan yang melengkung.
Perlapisan teratas melengkung keatas dan perlapuisan terbawah akan
melengkung kebawah sedangkan perlapisan tengah mengembang sehingga
dapat menghasilkan zona tekanan subnormal. Pada kondisi ini juga dapat
menyebabkan terjadinya overpressure pada lapisan teratas dan terbawah.
Tekanan abnormal (subnormal pressure dan over pressure) tersebut
berasosiasi dengan adanya penyekat (sealing) tersebut dan akan menggangu
keseimbangan tekanan yang terjadi dalam urutan proses geologi. Penyekat ini
terbentuk oleh adanya penghalang (barier) permeabilitas sebagai hasil dari proses
fisika maupun kimia. Penyekat fisik dihasilkan dari patahan selama proses
pengendapan atau pengendapan butir-butir material yang lebih halus. Chemical
seal (penyekat kimia) berasal dari calsium carbonate yang terendapkan sehingga
terjadi pembatas permeabilitas. Contoh lain adalah diagenesa kimia selama proses
kompaksi dari material organik. Baik proses fisik maupun kimia dapat terjadi
secara bersamaan membentuk seal (penyekat) seperti proses penguapan gypsum.
Dengan demikian maka terjadinya tekanan abnormal memerlukan
mekanisme tertentu yang dapat menjebak tekanan. Adanya mekanisme tersebut
maka penyebab tekanan abnormal tergantung dari litologi, mineralogi, gaya-gaya
tektonik dan kecepatan sedimentasi.
3.4.1.3. Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat
batuan dan fluida diatasnya terhadap suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
………………………….(3-
7)
Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan overburden tiap
satuan kedalaman.
…………………………………………………………….(3-8)
Dimana :
Pob : Tekanan overburden, psi
D : Kedalaman, ft.
3.4.1.4. Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang ditimbulkan oleh fluida yang
mengisi suatu kolom terhadap kedalaman. Penerapan utama dari tekanan
hidrostatik ini adalah untuk memperhitungkan besarnya densitas dari fluida
pemboran atau lumpur pemboran. Tekanan hidrostatik lumpur pemboran haruslah
lebih besar dari pada tekanan pori formasi dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
.......................................(3-
9a)
....................................(3-
9b)
..........................................(3-
9c)
Dimana :
Ph : Tekanan hidrostatik, Psi
0,052/0,00695/9,81 : Konstanta.
3.4.1.5. Tekanan Rekah Formasi
Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik maksimum yang dapat ditahan
tanpa menyebabkan terjadinya pecah formasi. Besarnya gradien tekanan rekah
dipengaruhi oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi dan kondisi
batuan.
Mengetahui gradient tekanan rekah sangat berguna ketika meneliti
kekuatan dasar casing, sedangkan bila gradient tekanan rekah tidak diketahui,
maka akan mendapatkan kesukaran dalam pekerjaan penyemenan dan
penyelubungan sumur (casing).
3.4.1.5.1.Metode Matthews and Kelly
Matthews and Kelly membuat suatu anggapan bahwa matrik batuan
berhubungan dengan matrix stress dan derajat kompaksinya. Matthews and Kelly
mengembangkan suatu persamaan untuk menghitung gradient rekah pada batuan
sedimen.
…………………………………...............................(3-10)
Dimana :
P : Tekanan formasi pada kedalaman yang diinginkan, Psi
D : Kedalaman yang diinginkan, ft
σ : Matrik stress pada kedalaman yang diinginkan, Psi
Ki : Matrik stress coefficient untuk kedalaman yang nilainya mungkin normal,
dimensionless
F : Gradient rekah pada kedalaman yang diinginkan, Psi/ft.
Koeficent stress ditampilkan pada Gambar 3.15 dan ini tergantung dengan
keadaan geologi suatu lapangan. Matthews and Kelly memberikan contoh pada
daerah South Texas Gulf Coast dan Louisiana Gulf Coast.
Gambar 3.15.
Matrix Stress Coeficient dari Matthews and Kelly 1)
3.4.1.5.2.Metode Ben Eaton
Ben Eaton menjabarkan konsep yang telah di kemukakan oleh Mattheus
and Kelly dengan menggunakan Poisson’s ratio dengan Persamaan sebagai
berikut :
………………………………….....................(3-11)
Dimana :
Fg : Fracture Gradient, psi/ft
v : Poison’s Ratio (0,33-0,55)
S : Overburden Pressure, psi/ft
1 psi/ft (D < 10000 ft)
1 - 1,2 psi/ft (D > 10000 ft)
P : Formation pressure Gradient, psi/ft.
Ben Eaton mengasumsikan tekanan overburden seperti pada Gambar
3.16 dan poisson’s ratio dengan fungsi kedalaman. Ben Eaton menggunakan
perhitungan data rekah di lapangan (leak off test) dan data log yang diperlihatkan
pada Gambar 3.17.
Gambar 3.16.
Variable Overburden Stress by Eaton 1)
Gambar 3.17.
Variable Poisson’s Ratio with Depth 1)
Poisson ratio atau nisbah poisson adalah perbandingan antara regangan
lateral terhadap regangan aksial. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan
perkiraan poisson ratio adalah :
Metode pengujian laboratorium
Metode sonic log
3.4.1.5.3. Metode Leak Off Test
Pengukuran tekanan rekah formasi selalu dilakukan sebelum pemboran
trayek berikutnya setelah casing di set dan disemen. Pengukuran ini disamping
untuk mengetahui tekanan rekah formasi, juga untuk mengetahui baik tidaknya
hasil penyemenan disekitar casing shoe. Hasil pengukuran ini sangat penting
untuk menentukan kedalaman casing.
Langkah-langkah Leak Off Test adalah sebagai berikut :
1. Setelah dilakukan pemboran formasi baru sedalam 10 ft – 20 ft dibawah
casing shoe, tutup BOP dan pompakan lumpur kedalam perlahan dengan
rate pemompaan 0,5 bbls/menit. Catat tekanan setiap kenaikan 0,5 bbls.
2. Pompakan terus sampai ada tanda formasi mulai rekah.
3. Pemompaan dihentikan dan catat 10 detik setelah pemompaan dihentikan.
Hasil dari pencatatan tekanan setiap pertambahan volume lumpur yang di
pompakan kedalam sumur diplot dalam suatu grafik seperti dalam Gambar 3.18.
Perhitungan tekanan rekah formasi menggunakan persamaan sebagai
berikut :
Pfrac = (0,052 x ρm x TVD) + PLOT …………………………………...(3-12)
Dimana :
Pfrac : Tekanan rekah formasi, psi
ρm : Densitas lumpur, ppg
TVD : Kedalaman vertikal, ft
PLOT : Tekanan hasil Leak Off Test, psi.
Kemudian menghitung gradient tekanan rekah dengan persamaan sebagai
berikut :
GF = ……………………………………………......................(3-13)
Dimana :
GF : Gradient tekanan, psi/ft.
Jika dinyatakan dalam equivalent Mud Weight (EMW) menggunakan
persamaan :
EMW = ……………………………………................(3-14)
Dimana :
EMW : Equivalent Mud Weight, ppg.
Gambar 3.18.
Contoh Hasil dari Leak-Off Test 1)
3.4.2. Tekanan Lumpur
Besarnya tekanan lumpur tergantung pada densitas lumpur yang digunakan
dan tinggi kolom lumpur di dalam lubang bor. Tekanan lumpur berfungsi
menahan tekanan formasi sehingga fluida formasi tidak masuk kedalam lubang
bor. Masuknya fluida formasi kedalam lubang bor disebut kick. Kick yang tidak
terkendali menyebabkan blow out. Tekanan lumpur tidak boleh lebih besar dari
tekanan rekah formasi. Apabila tekanan lumpur lebih besar dari tekanan rekah
formasi akan terjadi lost circulation yang disebabkan tekanan lumpur yang lebih
besar dari tekanan rekah formasi.
3.4.3. Langkah-langkah penentuan Casing Setting Depth
Casing harus ditempatkan pada lapisan batuan yang kompak dan kuat.
Sehingga casing dapat bertahan dari tekanan maupun pembebanan yang
ditanggungnya. Hal ini memberikan keamanan untuk proses pemboran maupun
proses produksi tahap selanjutnya.
Casing setting depth kita mulai dari perencanaan casing terbawah.
Perencanaan casing setting depth bertujuan untuk menentukan dimana kedalaman
yang optimum untuk mendudukkan casing shoe pada batuan formasi.
Adapun langkah-langkah dalam penentuan casing setting depth, yaitu :
1. Tabelkan data-data gradient pore pressure (GPp) terhadap kedalaman
2. Cari harga gradient pore pressure (GPp) dengan ditambahkan safety 0,5
ppg
3. Tabelkan data-data gradient fracture pressure (Gf) terhadap kedalaman
4. Cari harga gradient fracture pressure (Gf) dengan dikurangi safety 0,5 ppg
5. Tabelkan data-data densitas lumpur (ρm) yang diinginkan.
Tekanan formasi (Pore Pressure) dapat diketahui dari data-data pada
sumur-sumur sekitarnya (offset well), seperti untuk sumur “BG-40” ini, data untuk
tekanan formasinya diambil dari sumur “BG-40”.
Setelah data-data tersebut didapatkan kemudian di ploting dalam grafik
Cartesian antara kedalaman dengan gradient tekanan.
3.4.3.1. Penempatan Kedalaman casing
3.4.3.1.1. Conductor casing
Perencanaan penempatan conductor casing didasarkan pada kebijaksanaan
pemerintah, dimana yang salah satunya adalah air tanah disekitar daerah
pemboran supaya tidak tercemar akibat operasi pemboran tersebut, seperti terlihat
pada Gambar 3.19. Selain itu juga conductor casing dipasang dengan
mempertimbangkan keadaan formasi sekitarnya. Contoh apabila daerah tersebut
berupa rawa maka penempatan conductor casing ini harus dipasang dibawah
kedalaman air tanah di daerah tersebut, begitu juga untuk pemboran di laut.
Pemasangan conductor casing ini mulai dari permukaan sampai beberapa meter
dari dasar laut. Adapun fungsi utama conductor casing ini adalah mencegah
kontaminasi lumpur pemboran dengan air tanah permukaan, melengkapi sistem
pengaliran lumpur untuk trayek berikutnya dan menutupi formasi permukaan
yang mudah runtuh.
3.4.3.1.2. Surface casing
Penentuan surface casing setting depth tergantung dari peraturan
pemerintah setempat yang menetapkan kedalaman minimum, prkatek rutin di
lapangan, kondisi geologi, dan problem selama pemboran berlangsung. Surface
casing setting depth didasarkan dari fungsinya untuk menahan tekanan bila terjadi
kick pada kedalaman pemboran berikutnya, karena surface casing akan menerima
beban terbesar.
3.4.3.1.3. Intermediate casing
Pada pemboran yang menghadapi formasi yang bertekanan abnormal
penentuan intermediate casing setting depth diutamakan untuk melindungi
formasi–formasi yang lemah bila terjadi kick, dengan demikian penentuan
intermediate casing setting depth dimulai dari kedalaman target ke permukaan.
3.4.3.1.4. Production casing
Perencanaan penempatan production casing sangat dipengaruhi oleh
kedalaman lapisan produktif, batuan penyusun lapisan produktif dan tenaga
pendorong dari reservoir, sehingga digunakan open hole complesion atau cased
hole. Untuk batuan yang kompak, open hole completion lebih effektif digunakan.
Sedangkan penempatan production casing pada komplesi seperti ini di setting
sampai kedalaman diatas lapisan produktif. Bila batuan lapisan produktif tidak
kompak, maka cased hole completion lebih baik digunakan. Production casing
dipasang sampai dasar lapisan produktif yang kemudian di perforasi pada
kedalaman zona produktif ini agar tidak terjadi terproduksinya pasir secara
berlebihan dan juga untuk menghindari water coning atau gas coning.
Gambar 3.19.
Casing Setting Depth 1)
3.5. Perencanaan Desain Casing
Setelah lubang dibuat sampai kedalaman tertentu diturunkan rangkaian
casing untuk menyelubungi dinding lubang. Casing diturunkan sebatang demi
sebatang yang disambungkan secara ulir.
Prinsip dasar perencanaan casing adalah sebagai berikut :
- Rangkaian casing yang dipasang dapat berfungsi dengan baik.
- Biaya casing semurah mungkin.
Secara garis besar, suatu rangkaian casing yang akan dipasang harus
memenuhi delapan persyaratan, antara lain :
1. Mampu menahan beban Burst
2. Mampu menahan beban Collapse
3. Mampu menahan beban Tension
4. Mampu menahan beban Tension yang ditimbulkan oleh deviasi lubang
bor
5. Tidak ada kebocoran pada sambungan-sambungannya
6. Mampu menahan beban kompresi
7. Mampu menahan beban putiran
8. Tidak mudah terkena korosi.
Langkah-langkah dalam perencanaan casing adalah sebagai berikut :
- Tentukan atau perkirakan gaya dan tekanan yang diterima casing.
- Pilih casing yang mempunyai kekuatan yang sedikit lebih besar dari
pada gaya dan tekanan yang diterima casing.
Gaya-gaya dan tekanan yang diterima casing adalah sebagai berikut :
- Tension load
- External pressure
- Internal pressure
- Biaxial Stress.
Kalau gaya-gaya dan tekanan-tekanan yang diterima casing melebihi
kekuatannya, maka casing akan rusak. Kerusakan-kerusakan casing tersebut
adalah sebagai berikut :
- Casing putus
- Casing collapse
- Casing Bursting.
Untuk menghadapi gaya-gaya dan tekanan-tekanan yang diterima casing,
casing mempunyai kekuatan-kekuatan untuk menghadapinya. Kekuatan-kekuatan
tersebut adalah sebagai berikut :
- Joint strength
- Collapse resistance
- Internal pressure resistance.
Mengingat biaya untuk rangkaian casing sangat mahal, rangkaian casing
yang dipilih harus semurah mungkin. Jadi dalam perencanaan rangkaian casing,
dipilih casing yang dapat menahan gaya-gaya dan tekanan-tekanan yang bekerja
pada rangkaian casing dan semurah mungkin.
Langkah-langkah penggambaran desain casing adalah :
1. Membuat Collapse load line
2. Membuat Collapse load line design
3. Membuat Burst load line
4. Membuat Burst load line design
5. Memilih casing yang akan dipasang
6. Memeriksa beban tarikan (beban tension)
7. Memeriksa beban biaxial.
3.5.1. Internal pressure
Internal pressure adalah tekanan yang diterima casing dari dalam casing.
Dalam perencanaan casing dianggap bahwa internal pressure adalah tekanan
formasi yang berasal dari trayek casing berikutnya, disaat terjadi kick. Gambaran
internal pressure yang diderita oleh casing dapat dilihat pada Gambar 3.20.
Gambar 3.20.
Internal pressure 3)
Pada Kedalaman casing yang direncanakan, internal pressure adalah :
Pi = Gf x D …………………………………….................................(3-15)
Dimana :
Pi/Pf : Internal yield pressure / tekanan formasi, psi
Gf : Gradient tekanan rekah formasi, psi/ft
D : Kedalaman casing, ft.
Kekuatan yang dipunyai casing untuk menahan internal pressure disebut
dengan Internal pressure resistance. Apabila internal pressure yang terjadi pada
casing lebih besar dari pada kekuatan casing untuk menahannya, maka casing
akan pecah atau Bursting. Gambaran casing Bursting dapat dilihat pada Gambar
3.21.
Gambar 3.21.
Casing Bursting 3)
3.5.2. External pressure
External pressure adalah tekanan yang diterima casing dari luar. Dalam
desain casing, sebagai external pressure dianggap tekanan hidrostatis lumpur di
luar rangkaian casing, sehingga external pressure terbesar dirasakan casing di
dasar lubang dan kondisi yang terburuk terjadi disaat casing kosong atau tekanan
di dalam casing adalah nol. Pada kedalaman nol atau di permukaan external
pressure adalah nol, karena tinggi kolom lumpur yang menekan casing tidak ada.
Pada Kedalaman casing yang direncanakan, External pressure adalah :
Pc = 0,052 x ρm x D ……………………………………..............(3-16)
Dimana :
Pc : Collapse pressure, psi
ρm : Densitas lumpur, ppg.
Bila external pressure yang terjadi pada casing lebih besar dari pada
kekuatan casing untuk menahannya, maka casing akan tertekuk kedalam atau
Collapse. Agar casing casing tidak Collapse, casing yang dipasang harus
mempunyai Collapse resistance lebih besar dari external pressure. Gambaran
casing Collapse dapat dilihat pada Gambar 3.22.
Gambar 3.22.
Casing Collapse 3)
3.5.3. Pemilihan Casing
Burst load line berpotongan dengan collapse load line. Dibawah titik
potong (titik C) sampai dasar lubang gaya atau tekanan dominan yang diterima
casing adalah external pressure. Sehingga casing-casing yang dipilih harus
mempunyai Collapse resistance yang sedikit lebih besar dari external pressure,
supaya casing tidak collapse.
Sedangkan untuk casing diatas titik potong (titik C) sampai ke permukaan
tekanan yang dominan diterima casing adalah internal pressure. Sehingga casing-
casing yang dipilih harus mempunyai internal pressure resistance yang sedikit
lebih besar dari internal pressure yang diterima casing, supaya casing tidak
Bursting.
Pemilihan casing dilakukan terlebih dahulu untuk yang dibawah titik C
sampai kedalaman casing yang direncanakan, kemudian baru dilanjutkan untuk
kedalaman diatas titik C ke permukaan.
3.5.3.1. Pemilihan Casing Dibawah Titik C
Dalam pemilihan casing dibawah titik C, pilih casing yang mempunyai
Collapse resistance yang lebih besar dari external pressure, lihat pada Lampiran
C. Tabel Standar API Casing, Collapse resistance sesuai dengan ukuran casing
yang direncanakan. Kemudian plotkan harga Collapse resistance pada collapse
load line dalam grafik yang telah dibuat, seperti pada Gambar 3.23.
3.5.3.2. Pemilihan Casing Di Atas Titik C
Langkah selanjutnya adalah memilih casing yang akan dipasang dari titik
C ke permukaan. Casing yang dipilih harus mempunyai internal pressure
resistance yang lebih besar dari internal pressure, supaya casing tidak Bursting.
Kemudian plotkan harga internal pressure resistance pada Burst load line dalam
grafik yang telah dibuat, seperti pada Gambar 3.24. Dan hasil keseluruhan plot
harga Collapse resistance dan Internal yield pressure bisa dilihat seperti pada
Gambar 3.25.
Gambar 3.23.
Pemilihan Casing Dibawah Titik C 3)
Gambar 3.24.
Pemilihan Casing Diatas Titik C 3)
Gambar 3.25.
Pemilihan Casing Secara Grafis 3)
3.5.3.3. Pemilihan Casing berdasarkan kondisi sumur
Selain mempertimbangkan beban yang akan ditanggung oleh casing terhadap
beban Burst, Collapse¸dan Tension, perlu juga diperhatikan mengenai kondisi
sumur yang akan dipasangi casing. Sumur dengan kondisi khusus, diantaranya
adalah sumur HP/HT (High pressure/High temperature), atau sumur yang
memiliki kandungan CO2, H2S, dan Cl (Sour Gas Well). Sumur-sumur tersebut
dapat menyebabkan korosi pada casing, sehingga lama kelamaan akan
menyebabkan berkurangnya kekuatan terhadap beban yang ditanggung. Untuk
kondisi sumur yang khusus digunakan jenis casing yang tahan terhadap kondisi
sumur tersebut. Casing dipilih dengan kandungan material yang tahan terhadap
korosi sesuai dengan yang sudah dijelaskan pada sub-bab 3.2.3.
Tabel III-3Kebutuhan Komposisi Kimia Untuk Casing
(Bruce D Craig “Practical Oilfield Metallurgy And Corrosion”PennWell Books, 1993)
Tabel III-4Kebutuhan Kekerasan Dan Tensile Pada Casing(Bruce D Craig “Practical Oilfield Metallurgy And Corrosion”PennWell Books, 1993)
Berbagai Grade API dengan komposisi kimia dan sifat mekaniknya yang
sesuai ditunjukkan pada Tabel III-3 dan Tabel III-4. Pada grade di grup satu
memiliki kekuatan terendah, dan kelompok keempat, memiliki kekuatan tinggi.
Spesifikasinya membutuhkan pembuatan baja dengan tanur listrik, perapian
terbuka, atau proses basic oxygen. Persyaratan kimia yang minimal terdapat pada
kelompok satu dan tiga, yang hanya mengandung fosfor dan belerang masing-
masing dibatasi maksimal 0,030% wt. Komposisi kimia yang lebih terkontrol
disediakan dalam kelompok dua dan empat.
Grade yang terdapat pada grup dua memiliki komposisi kimia sifat
mekanik yang terkontrol untuk memberikan ketahanan yang lebih besar untuk
sulfide-stress cracking. Komposisi kimianya terbatas daripada grup lain dan juga
termasuk komposisi 9Cr dan 13Cr. Kisaran kekuatan yield-nya jauh lebih padat
untuk grade seperti L-80 vs N-80. Yang pertama memiliki kekuatan yield
diijinkan mulai dari 15000 psi sampai lebih dari 30000 psi. Selanjutnya, grade
pada grup dua memiliki kekerasan maximal dan berbagai variasi kekerasan.
Couplings diharuskan untuk seamless dan memiliki grade yang sama
seperti pada pipa, dan memenuhi semua komposisi kimia yang sama dan sifat
mekanik seperti pada pipa.
Banyak grade Non-API dari tubular yang tersedia untuk aplikasi khusus.
Ini berkisar dari casing dengan tahanan collapse tinggi, untuk baja paduan rendah
(low alloy steel) dengan sifat terbatas untuk servis hidrogen sulfida, untuk paduan
berbahan dasar nikel dan kobalt untuk sumur dalam dan panas yang mengandung
klorida, hidrogen sulfida, dan karbon dioksida. Paduan ini yang disebut sebagai
Corrotion-Resistant Alloy (CRA).
Minyak yang diproduksi dan gas sering mencakup penyebab karat seperti
hidrogen sulfida, karbon dioksida, dan klorida. Cukup langka dalam produksi
cairan tersebut bahwa tidak terdapat air dalam setidaknya jumlah yang cukup
untuk menyebabkan korosi. Pitting oleh hidrogen sulfida, karbon dioksida, dan
klorida dapat menjadi parah, dan ketika dikombinasikan dengan suhu tinggi ketika
produksi, rata-rata laju korosi menjadi pada beberapa ratus mils per year (mpy)
hingga satu inch per year (IPY) telah diamati. Selain serangan pitting, bentuk
kerusakan yang lebih parah seperti sulfide-stress cracking (SSC) dan dalam kasus
tubular paduan stainless steel dan tubular paduan nikel, stress-corrotion cracking
(SCC) dapat terjadi.
Inhibitor masih merupakan metode utama untuk pengendalian korosi dalam
memproduksi pada sumur. Bila pendekatan ini tidak memuaskan atau tidak
efektif, langkah berikutnya adalah peningkatan konten paduan dari tubular.
Meskipun telah ada beberapa eksposur 9-1 CR Mo tubular ke lingkungan agresif,
ketahanan dari paduan ini marjinal. Yang lebih umum digunakan adalah grade
stainless steel seperti AISI420, yang berisi Cr nominal 13%. Karbon dioksida
dalam gas atau minyak yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan yang
sangat cepat jika paduan mengandung kurang dari 12% Cr.
3.5.4. Tension Load
Tension load (gaya tarikan) yang diderita oleh casing adalah berat casing
yang menggantung di dalam lubang sumur. Makin panjang casing maka tension
load yang diderita casing yang teratas makin besar. Tension load yang terbesar
dirasakan oleh rangkaian casing adalah yang paling atas, sehingga kemungkinan
putus adalah pada joint teratas.
Pada saat casing dimasukkan ke dalam sumur maka lumpur yang berada
didalam lubang bor akan memberikan gaya keatas terhadap casing, sehingga
terdapat titik netral pada rangkaian casing tersebut. Rangkaian casing akan lebih
ringan jika berada di dalam lumpur dibandingkan dengan rangkaian casing di
udara bebas.
Hukum Archemedes : Benda dalam suatu cairan akan berkurang beratnya
sebesar berat cairan yang dipisahkannya.
Karena bagian yang tertipis dari suatu casing adalah pada sambungan
(joint), maka tension load disebut juga dengan Joint load. Kekuatan casing untuk
menahan Joint load, disebut dengan joint strength.
Casing yang dipasang harus mempunyai Joint Strength yang lebih besar
dari tension load (Joint load), agar casing tidak putus.
Casing mempunyai kekuatan untuk menahan Joint load. Kekuatan ini
disebut dengan joint strength. Joint strength casing tergantung pada :
- Diameter luar
- Berat nominal
- Jenis sambungan
- Grade.
Apabila beban tension pada casing telah melampaui minimum yield
strengthnya maka casing akan mengalami deformasi permanen. Deformasi akan
terjadi pada sambungan casing, yaitu pada bagian ulir terakhir, karena luas
penampang ulir pada bagian itu minimum.
Pada umumnya, pemboran tidak menghasilkan lubang yang benar-benar
lurus, melainkan ada penyimpangan (deviasi). Casing yang dipasang pada lubang
yang mengalami deviasi akan memperbesar beban tension casing tersebut. Dalam
perencanaan casing untuk lubang yang mengalami deviasi, beban tension yang
ditimbulkan pada casing sekitar titik belok tersebut harus memperhitungkan setiap
seksi yang melewati dan ditempatkan pada titik belok tersebut. Tetapi casing
berada diatas titik belok yang tidak dipengaruhi. Pengaruh pembelokan lubang
terhadap beban tension akan lebih besar khususnya pada casing berdiameter besar
daripada casing berdiameter kecil.
Prosedur untuk menghitung beban tension adalah sebagai berikut :
1). Bouyancy factor
BF = 1 – (ρm/65,5) ……………………………………................(3-17)
2). Berat casing di udara, lbs
Wa = Ls x BN ……………………………………........................(3-18)
3). Berat casing didalam lumpur, lbs
Wm (Tension load) = Ls x BN x BF ……………………………….(3-19)
4). Luas penampang casing, in2
A = ¼ x 3,14 x (OD2 – ID2) ……………………………………(3-20)
Pengecekan Joint Strength
5). Berat maksimum yang mampu ditahan casing, lbs
Wmax = Fj / Nj ……………………………….................................(3-21a)
Berat maksimum yang mampu ditahan casing akibat adanya deviasi
lubang, lbs
Wmax = (Fj x cos α / Nj ………………………………...................(3-21b)
6). Panjang maksimum yang mampu ditahan casing, ft
Lmax = Wmax / BN ………………………………........................(3-22a)
Panjang maksimum yang mampu ditahan casing akibat kombinasi casing,
ft
Lmax = Wmax –Tension load total / BN …………………………(3-22b)
Dimana :
OD : Diameter luar, inch
ID : Diameter dalam, inch
L : Panjang casing, ft
ρm : Densitas lumpur, ppg
BF : Bouyancy factor
A : Luas penampang dinding casing, inch2
T : Beban tension, lbs
BN : Berat nominal casing, lb/ft
Fj : Joint strength casing, lbs
Nj : Safety factor untuk mencegah casing putus
65,5 : Densitas besi/baja, ppg.
Jika dalam trayek pemboron terdiri dari beberapa seksi, maka untuk
perhitungan beban tension adalah sebagai berikut :
Seksi 1 :
Wm1 = BF1 . L1 . W1
……………………………………..............(3-
23)
Seksi 2 :
…………………………………….(3-
24)
Seksi 3 :
…………………………………….(3-
25)
Jadi beban tension di permukaan :
Ts = Wm1 + Wm2 + Wm3
Ts = TsI + TsII + TsIII ……………………………………................(3-26)
Dimana :
Wm : Berat casing dalam lumpur, lbs
w/BN : Unit berat casing, lbs/ft.
Bowers mengemukakan suatu persamaan untuk menentukan besarnya
beban tension akibat deviasi lubang.
BL = 218 x de x Φ x A ……………………………………...............(3-27)
Dimana :
BL : Beban tension akibat deviasi lubang, lbs
de : Diameter casing, inch
Φ : Perubahan sudut, 0/100 ft.
Harga perubahan sudut dapat diperoleh dari survey dengan menganggap
deviasi terjadi pada satu arah, maka :
Φ = ……………………………………......................(3-28)
Dimana :
1 & D1 : Hasil pengukuran survey ke satu
: Deviasi sudut, 0
D : Kedalaman, ft.
Beban tension akibat dari deviasi lubang harus ditambahkan pada setiap
seksi casing yang melewatinya dan seksi casing yang ditempatkan tepat pada
kedalaman lubang dimana terjadi deviasi.
Wt = Wm + BL ……………………………………...........................(3-29)
Dimana :
Wt : Beban tension total plus deviasi lubang, lbs
Wm : Beban tension load dalam lumpur, lbs.
3.5.5. Beban Biaksial
Adanya berbagai pembebanan pada casing, memungkinkan casing
menerima dua gaya yang bekerja secara bersamaan (biaxial). Beban Burst atau
collapse terjadi serentak dengan beban tension. Kombinasi dan pengaruh gaya-
gaya ini pada casing ditunjukkan pada kurva ellips.
Misalkan terdapat suatu rangkaian casing dengan Burst dan collapse rating
tertentu dan berada dalam lubang bor yang berisi lumpur. Pada bagian atas casing,
tension akan menyebabkan kenaikan burst rating dan penurunan collapse rating.
Sedangkan pada casing bagian bawah, compression akan menyebabkan
penurunan burst rating dan kenaikan collapse rating.
Perencanaan ini diuji mengikuti urutan terhadap beban burst, beban
collapse, beban tension dan terakhir beban biaxsial. Sehingga apabila ada salah
satu langkah pengujian dari tiga beban diatas yang tidak dapat dipenuhi maka
desain harus diulang dari beban Burst dan selanjutnya kembali seperti langkah
semula diuji terhadap beban collapse, tension dan beban biaxsial hingga terpenuhi
semuanya.
Untuk menghitung besarnya penurunan collapse resistance suatu casing
pada beban tension tertentu dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut :
1. Faktor beban axial
X = (Beban Tension / Pipe body yield strength) ………………(3-30)
2. Memasukkan harga X ke dalam grafik biaxial stress pada Gambar 3.26,
atau sudah tersedia pada Tabel III-5, sehingga didapat harga faktor
Collapse strength (Y).
3. Collapse resistance hasil koreksi terhadap beban tension
CRC = Faktor Collapse strength (Y) x Collapse Resistance ...........(3-31)
Gambar 3.26.
Analisa Biaxial Stress 9)
Gambar 3.27.
Grafik Biaxial Stress 9)
Tabel III-3.Pasangan Harga Faktor Beban Axial (X) dan Faktor Collapse Strength (Y) 9)
x y x y x y x y x y
0,000 1,000 0,200 0,929 0,400 0,818 0,600 0,659 0,800 0,4270,005 0,999 0,205 0,927 0,405 0,815 0,605 0,654 0,805 0,4200,010 0,997 0,210 0,925 0,410 0,812 0,610 0,650 0,810 0,4120,015 0,996 0,215 0,922 0,415 0,808 0,615 0,645 0,815 0,4050,020 0,995 0,220 0,920 0,420 0,805 0,620 0,640 0,820 0,3980,025 0,993 0,225 0,918 0,425 0,801 0,625 0,635 0,825 0,3900,030 0,992 0,230 0,915 0,430 0,798 0,630 0,630 0,830 0,3820,035 0,990 0,235 0,913 0,435 0,794 0,635 0,625 0,835 0,3740,040 0,989 0,240 0,910 0,440 0,791 0,640 0,620 0,840 0,3660,045 0,987 0,245 0,908 0,445 0,787 0,645 0,615 0,845 0,3580,050 0,986 0,250 0,905 0,450 0,784 0,650 0,609 0,850 0,3500,055 0,984 0,255 0,903 0,455 0,787 0,655 0,604 0,855 0,3420,060 0,983 0,260 0,900 0,460 0,776 0,660 0,599 0,860 0,3340,065 0,981 0,265 0,898 0,465 0,773 0,665 0,594 0,865 0,3250,070 0,980 0,270 0,895 0,470 0,769 0,670 0,588 0,870 0,3160,075 0,978 0,275 0,893 0,475 0,765 0,675 0,583 0,875 0,3070,080 0,976 0,280 0,890 0,480 0,761 0,680 0,577 0,880 0,2980,085 0,975 0,285 0,887 0,485 0,757 0,685 0,572 0,885 0,2890,090 0,973 0,290 0,885 0,490 0,754 0,690 0,566 0,890 0,2800,095 0,971 0,295 0,882 0,495 0,750 0,695 0,561 0,895 0,2700,100 0,969 0,300 0,879 0,500 0,746 0,700 0,555 0,900 0,2610,105 0,968 0,305 0,876 0,505 0,742 0,705 0,549 0,905 0,2510,110 0,966 0,310 0,874 0,510 0,738 0,710 0,543 0,910 0,2410,115 0,964 0,315 0,871 0,515 0,734 0,715 0,538 0,915 0,2300,120 0,962 0,320 0,868 0,520 0,730 0,720 0,532 0,920 0,2200,125 0,960 0,325 0,865 0,525 0,725 0,725 0,526 0,925 0,2090,130 0,958 0,330 0,862 0,530 0,721 0,730 0,520 0,930 0,1980,135 0,956 0,335 0,859 0,535 0,717 0,735 0,513 0,935 0,1870,140 0,954 0,340 0,856 0,540 0,713 0,740 0,507 0,940 0,1750,145 0,952 0,345 0,853 0,545 0,709 0,745 0,501 0,945 0,1630,150 0,950 0,350 0,850 0,550 0,704 0,750 0,495 0,950 0,1510,155 0,948 0,355 0,847 0,555 0,700 0,755 0,488 0,955 0,1390,160 0,946 0,360 0,844 0,560 0,696 0,760 0,482 0,960 0,1260,165 0,944 0,365 0,841 0,565 0,691 0,765 0,475 0,965 0,1120,170 0,942 0,370 0,838 0,570 0,687 0,770 0,469 0,970 0,0980,175 0,940 0,375 0,835 0,575 0,682 0,775 0,462 0,975 0,0840,180 0,938 0,380 0,831 0,580 0,678 0,780 0,455 0,980 0,0690,185 0,936 0,385 0,828 0,585 0,673 0,785 0,448 0,985 0,0530,190 0,934 0,390 0,825 0,590 0,668 0,790 0,441 0,990 0,0360,195 0,931 0,395 0,822 0,595 0,664 0,795 0,434 0,995 0,019
3.6. Angka Keselamatan (Safety factor)
Angka keselamatan bertujuan untuk mencegah kerusakan casing akibat
adanya gaya-gaya atau beban yang bekerja berlebihan pada casing. Angka
keselamatan terhadap beban tension, burst, dan collapse yang dikeluarkan
Petroleum Equipment and Service dapat dilihat pada Tabel III-6.
Angka keselamatan dikalikan dengan gaya yang bekerja tetapi dengan
resistancenya dibagi. Menurut Hills, angka keselamatan dipilih sesuai dengan
empat faktor utama yaitu :
1. Ketelitian daripada strength data yang digunakan untuk desain. Makin tepat
harga minimumnya, maka Safety factor cukup kecil saja.
2. Ketelitian daripada asumsi yang digunakan untuk pembebanan. Makin besar
asumsi pembebanan dengan harga maksimum yang terjadi sebenarnya, makin
kecil Safety factornya.
3. Perbandingan antara kondisi-kondisi testing dengan yang sebenarnya. Jika
praktek sebenarnya memberikan beban yang sama, tipenya dengan yang
ditest, maka Safety factornya boleh kecil.
4. Akibat yang ditimbulkan jika terjadi kegagalan. Jika gagal, dapat
menimbulkan bahaya bagi pekerja dan kerugian ekonominya, maka Safety
factor harus dibuat besar.
Tabel III-6.
Angka Keselamatan (Safety factor) 4)
Beban / GayaAngka Keselamatan
Tinggi Rendah Rata-rata
Burst (Ni) 1,25 0,875 1,1
Collapse (Nc) 1,25 0,7 1
Tension (Nj) 2,0 1,6 1,8
Untuk menentukan Safety factor masing-masing gaya adalah dengan persamaan:
SF Ni = ……………………………………....(3-32)
SF Nc =
……………………………………………...(3-33)
SF Nj = …………………………………….......................(3-34)
Dimana :
SF Ni = Safety factor internal pressure
SF Nc = Safety factor collpase
SF Nj = Safety factor joint strength.
3.7. Prosedur Perhitungan Desain Casing
3.7.1. Burst Load
a). Tekanan Burst di permukaan
Pb @surface (Pf) = Gf x D …………………………………….(3-35)
b). Tekanan Burst pada kaki casing
Pb @shoe = Pb @surface – (D x Gg) …………………………(3-36)
d). Desain tekanan Burst di permukaan
BPD @surface/TOL = Pb @surface/TOL x Safety factor …………..(3-37)
e). Desain tekanan Burst pada kaki casing
BPD @shoe = Pb @shoe x Safety factor ………………………….(3-38)
Plot harga Pb @surface dan Pb @shoe pada grafik. Garis yang dihasilkan
adalah Burst load line. Dan plot harga BPD @surface dan BPD @shoe
pada grafik yang sudah dibuat. Garis yang dihasilkan adalah Burst load
line design.
3.7.2. Collapse Load
a). Pada kedalaman nol atau di permukaan external pressure adalah nol,
karena tinggi kolom lumpur yang menekan casing tidak ada.
Pc @surface = 0 ……………………………………........................(3-39)
Pada kedalaman top off liner dan akibat adanya deviasi lubang, maka
external pressure adalah :
Pc @TOL = 0,052 x ρm x DTOL ………………………………..(3-40)
b). Beban Collapse pada kaki casing
Pc @shoe = 0,052 x ρm x D ……………………………………(3-41)
c). Desain tekanan Collapse di permukaan
CPD @surface/TOL= Pc @surface/TOL x Safety factor …………...(3-42)
d). Desain tekanan Collapse pada kaki casing
CPD @shoe = Pc @shoe x Safety factor ………………………….(3-43)
Plot harga Pc @surface dan Pc @shoe pada grafik. Garis yang dihasilkan
merupakan Collapse load line. Dan plot harga CPD @surface dan CPD
@shoe pada grafik. Garis yang dihasilkan merupakan Collapse load line
design.
3.7.3. Pemilihan casing
Dalam pemilihan casing dibawah titik C dan Pemilihan casing yang akan
dipasang dari titik C ke permukaan seperti yang sudah dijelaskan dalam sub-bab
3.5.3 sebelumnya terurai jelas pemilihan casing.
3.7.4. Perhitungan Beban Tension
Perhitungan beban Tension seperti yang sudah dijelaskan dalam sub-bab
3.5.5 sebelumnya terurai jelas prosedur perhitungan beban Tension.
3.7.5. Perhitungan Beban Biaxial
Perhitungan beban Biaxial seperti yang sudah dijelaskan dalam sub-bab
3.5.6 sebelumnya terurai jelas prosedur perhitungan beban Biaxial.
3.7.6. Perhitungan Safety Factor
Perhitungan Safety factor seperti yang sudah dijelaskan dalam sub-bab 3.6.