33
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda BAB III TEORI DASAR 3.1 Definisi Batubara Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan suhu selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara. 3.2 Tempat dan Proses Terbentuknya Batubara Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal macam teori : a. Teori Insitu Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,terbentuknya ditempat di mana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang berbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif kecil. b. Teori Drift 24

Bab III Teori Dasar hbm

  • Upload
    faisal

  • View
    41

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

buat refrensi bab II laporan kerja praktek

Citation preview

Page 1: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

BAB III

TEORI DASAR

3.1 Definisi Batubara

Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan,

batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk

dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh

kombinasi pengaruh tekanan dan suhu selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan

batubara.

3.2 Tempat dan Proses Terbentuknya Batubara

Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal macam teori :

a. Teori Insitu

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,terbentuknya

ditempat di mana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah

tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan

sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang berbentuk dengan cara ini

mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif

kecil.

b. Teori Drift

Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya di

tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan

demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu

tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara

yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dteijumpai

dibeberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak pengangkutan dari tempat asal

tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan

di lapangan batubara delat Mahakam purba, Kalimantan Timur.

24

Page 2: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Dalam proses pembentukan batubara terdapat suatu kondisi yang diperlukan agar

tumbuh-tumbuhan yang mati dan tertumpuk selama berjuta-juta tahun lalu tersebut

mengalami pembatubaraan secara sempurna. Berikut adalah kondisi umum yang

diperlukan dalam proses terbentuknya batubara :

a. Ada tumbuh-tumbuhan

b. Kecepatan tumbuh lebih besar dari kecepatan degradasi

c. Pembusukan lebih kecil dari penumpukan tumbuhan mati

d. Ada pengawetan atau peyimpanan sisa-sisa tumbuhan yang mati di tempat atau sudah

berpindah tempat, lalu ditimbun oleh sedimen

e. Terhindar dari intervensi sedimentasi klastik

f. Terhindar dari gangguan air laut

g. Terhindar dari proses pembusukan total

Gambar 3.01 Proses Terbentuknya Batubara

3.3. Faktor yang Berpengaruh

Batubara terbentuk dengan cara yang kompleks dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Faktor yang berpengaruh pada pembentukan batubara, yaitu : 

a. Posisi Geotektonik

Merupakan suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi gaya-gaya tektonik lempeng. Posisi ini mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya.

25

Page 3: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

b. Morfologi (Topografi)

Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk.

c. Iklim

Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Tergantung pada posisi geografi dan dipengaruhi oleh posisi geotektonik.

d. Penurunan

Dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal.

e. Umur Geologi

Posisi geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangannya secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang tejadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. f. Tumbuhan

Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu, merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai type batubara.

g. Dekomposisi

Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati. 

26

Page 4: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara berbitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh mikrobiologi.

h. Sejarah sesudah pengendapan

Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut.

i. Struktur cekungan batubara

Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya mengalami deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk tertentu.

j. Metamorfosa organik

Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase karbon padat, belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkkan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik.

3.4 Parameter Kualitas Batubara

Batubara yang terbentuk di alam memiliki kondisi dan tempat yang berbeda-beda

dalam pembentukannya, sehingga kondisi tersebut mempengaruhi kualitas dan

kandungan unsur-unsur yang ada di dalam batubara.

27

Page 5: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Kualitas batubara diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut

menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari kuantitasnya di daerah penelitian.

Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for testing

and Material . Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori

dalam basis dry mineral matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb)

menjadi dry mineraal matter free (dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM 1981,

op cit Wood et al., 1983).

Gambar 3.02 ASTM Coal Rank Classification

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas, dan

waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas : antrasit, bituminus, sub-bituminus,

lignit, dan gambut.

a. Antrasit

Anthracite (C94OH3O3)  ditandai dengan warna hitam sangat mengkilat, struktur

kompak, kandungan karbon sangat tinggi (86-98%), nilai kalor sangat tinggi,

28

Page 6: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, dan kandungan sulfur

sangat sedikit. Nilai kalori anthacite lebih besar atau sama dengan 8.300 kcal/kg.

b. Bituminus

Bituminus (C80OH5O15) mengandung 68% - 86% unsur karbon (C) dan berkadar

air 8% - 10% dari beratnya. Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat,

hitam, rapuh (brittle) dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis

dan tidak mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan ini dapat

digunakan antara lain untuk kepentingan transportasi dan jenis industri kecil.

Nilai kalori antara 6300 – 7300 kal/gram.

c. Sub-bituminus

Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-hitaman

dan sudah mengandung lilin. Ciri lain dari Sub-Bituminous (C75OH5O20) adalah

sisa bagian tumbuh-tumbuhan tinggal sedikit dan berlapis. Endapan ini dapat

digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan temperatur

rendah. Nilai kalori 3000- 6300 kal/gram. Sub-bituminus mengandung

sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang

kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

d. Lignit

Lignite ditandai dengan kodisi fisik berwara hitam dan sangat rapuh, nilai kalori

rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu tinggi, dan kandungan sulfur tinggi.

Nilai kalori lignite adalah 1.500-4.500 kcal/kg.

Lignit/ brown coal, (C70OH5O25 ) memiliki sifat :

- Warna kecoklatan

- Material terkornpaksi namun sangat rapuh

- Mempunyai kandungan air yang tinggi

- Mempunyai kandungan karbon padat rendah

- Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi

- Mudah teroksidasi

- Nilai panas yang dihasilkan rendah.

29

Page 7: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

e. Gambut

Golongan ini sebenarnya belum termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan

bakar. Hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses

pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat asal dari bahan

dasarnya (tumbuh-tumbuhan). Gambut berpori dan memiliki kadar air di atas

75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Peat/gambut, (C60H6O34) memiliki sifat :

- Warna coklat

- Material belum terkompaksi

- Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi

- Mempunvai kandungan karbon padat sangat rendah

- Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi

- Sangat mudah teroksidasi

- Nilai panas yang dihasilkan amat rendah.

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit

disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut

disebut sebagai tingkat mutu batu bara. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batu

bara muda dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan

berwarna suram seperti tanah. Batubara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi

dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah.

Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali

berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi

memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah

dan menghasilkan energi yang lebih banyak (Sukandarrumidi, 2004)

Kondisi lapangan tempat dilakukannya operasi penambangan sangat mempengaruhi

kemampuan produksi alat, untuk itu alat-alat mekanis yang digunakan dalam operasi

penambangan harus sesuai dengan lapangan operasinya. Kemampuan produksi suatu alat

mekanis juga sangat tergantung dari berbagai faktor koreksi yang telah dikalkulasi.

30

Page 8: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

3.1 Peralatan Tambang

Alat-alat yang digunakan dalam industri pertambangan adalah alat-alat berat, dimana

berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu alat produksi dan alat penunjang

(Supporting).

3.1.1 Alat Produksi

Alat produksi merupakan alat-alat utama yang digunakan untuk memproduksi

material yang diinginkan, contoh:

Bulldozer (sebagai alat pendorong dan penggaru untuk membantu excavator

dalam menggali dan memuat material)

Excavator (sebagai alat gali dan muat)

Dump Truck (sebagai alat angkut)

3.1.2 Alat Penunjang (supporting)

Alat penunjang merupakan alat-alat yang digunakan untuk membantu operasi alat-

alat produksi. Alat penunjang ini terdiri dari:

Grader (sebagai alat untuk meratakan jalan dan pembentuk dimensi jalan bese

rta saluran)

Compactor (sebagai alat pemadat)

Mobile Lubricant Oil (untuk menambah oli peralatan tambang)

Fuel Truck (untuk pengisian BBM peralatan tambang)

Drill and Blast Machine (untuk pemboran lubang ledak)

Pompa tambang (untuk memompa air)

Water Tank (untuk penyiraman jalan tambang)

Tower lamp (untuk penerangan)

Genset (sumber tenaga listrik)

3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Alat-alat Mekanis

Ada 5 faktor yang mempengaruhi pemilihan alat-alat mekanis, yakni jenis material,

altitude, kapasitas alat, medan kerja dan sitem penambangan.

31

Page 9: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

3.2.1 Jenis Material

Material yang diloading ada dua macam yaitu batubara dan waste. Batubara

yang digali tiap seamnya memiliki sifat-sifat yang berbeda, seperti kekerasan dan

warnanya. Waste merupakan material yang tidak mempunyai nilai ekonomis untuk

dijual, diantaranya interburden dan overburden.

Jenis material yang dimaksud adalah sifat-sifat fisik dari material tersebut

yaitu:

a. Pengembangan dan penyusutan material

Pengembangan dan penyusutan material adalah perubahan volume material

apabila material tersebut digali/dipindahkan dari tempat aslinya. Material di alam

ditemukan dalam keadaan padat dan terkonsolidasi dengan baik, dimana bagian

yang kosong merupakan rongga-rongga pemisah antar butiran mineral yang

sangat kecil. Tetapi apabila suatu material tersebut diberaikan dan digali dari

keadaan awalnya, maka akan tampak terjadi penambahan volume yang

disebabkan terbentuknya rongga-rongga baru yang lebih besar dari sebelumnya.

Faktor pengembangan (swell factor) material merupakan perbandingan volume

suatu mineral dalam keadaan insitu dengan volume batuan dalam keadaan lepas

(loose) atau dapat juga didefinisikan sebagai perbadingan antara kerapatan suatu

material dalam keadaan lepas dengan material dalam keadaan insitu, rumus untuk

menghitung swell factor adalah :

swell factor= Density looseDensity i nsitu

b. Densitas

Densitas atau bobot isi adalah perbandingan antara massa dengan unit volume.

Semakin besar densitas suatu material maka akan semakin berat material tersebut

untuk diangkut.

c. Bentuk dan Ukuran Material ( grain size )

32

Page 10: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Bentuk material ini didasarkan pada ukuran butir material yang akan

mempengaruhi susunan butir-butir material dalam suatu kesatuan volume atau

tempat. Ukuran material yang digali oleh alat muat juga berpengauh terhadap

volume bucket excavator. Semakin besar ukuran material yang digali oleh alat

muat maka volume material yang akan diangkut akan semakin kecil. Hal ini

disebabkan karena besarnya ukuran material sehingga terdapat rongga atau ruang

kosong dalam bucket excavator yang tidak terisi oleh material. Dengan adanya

rongga sebagai ruang kosong maka kapasitas bucket tidak dapat optimal sehingga

secara langsung mempengaruhi tonnase material yang di loading.

Macam-macam ukuran material yang dimuat ke dalam dump truck :

a) Halus (fine size)

Material yang dimuat excavator berupa clay yang ditemui sebagai overburden,

material ini mudah untuk digali sebab bucket dapat terisi membumbung dan

saat menggali juga bebas (free digging) tidak perlu memilah dengan batubara,

sehingga lebih sedikit waktu yang dibutuhkan excavator untuk pemuatan.

b) Sedang (medium size)

Materialnya dapat berupa batubara dan interburden, kedua material tersebut

sering didapati berbentuk bongkah setelah penggaruan dengan ripper dari

bucket.

c) Besar (large size)

Ukurannya yang besar menyulitkan excavator saat pemuatan ke dump truck

dan membutuhkan waktu yang lebih lama dari pemuatan material ukuran

sedang.

d) Kekerasan dari Material

Kekerasan material akan berpengaruh terhadap mudah tidaknya material

tersebut dibongkar. Material yang keras akan lebih sulit dibongkar atau digali

oleh alat mekanis.

Karena perbedaan kekerasan dari material yang akan digali sangat bervariasi

maka sering dilakukan pengelompokan sebagai berikut:

33

Page 11: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

1. Lunak (soft) atau mudah digali (easy digging), misalnya: tanah atas (top

soil), pasir (sand), lempung pasiran (sandy clay), pasir lempungan (clayed

sand).

2. Agak keras (medium hard digging), misalnya:tanah liat atau lempung

(clay).

3. Sukar digali atau keras (hard digging), misalnya: batu sabak (slate),

material yang kompak (compacted material), batuan sedimen (sedimentary

rock), konglomerat (conglomerate), breksi (breccia).

4. Sangat sukar digali atau sangat keras (very hard digging) atau batuan segar

(fresh rock) yang memerlukan pemboran dan peledakan sebelum dapat

digali, misalnya: batuan beku segar (fresh igneous rock), batuan malihan

segar (fresh metamorfic rock).

3.2.2 Altitude ( Ketinggian Tempat Kerja )

Altitude (ketinggian tempat kerja) berpengaruh terhadap kerja mesin, semakin

tinggi altitude, tekanan udara makin berkurang. Berdasarkan pengalaman diketahui

bahwa tenaga mesin diesel akan berkurang 3% setiap naik ketinggian 1000 feet,

jadi dalam pemilihan alat, terlebih dahulu perlu diketahui ketinggian suatu daerah

yang akan dikelola agar kemampuan alat yang dipilih dapat sesuai dengan

ketinggian daerah tersebut.

3.2.3 Kapasitas Alat

Kapasitas alat berkaitan dengan daya atau kemampuan maksimum alat.

Semakin keras dan besar material maka semakin besar pula kapasitas alat yang

diperlukan.Kapasitas alat yang dipilih tentunya disesuaikan dengan kebutuhan di

lapangan. Pemilihan kapasitas alat yang tepat akan sangat mempengaruhi

pencapaian target produksi.

3.2.4 Medan Kerja

Alat yang digunakan pada medan kerja yang berbatu dan bergelombang akan

sangat berbeda dengan alat yang digunakan pada medan kerja yang lunak maupun

berlumpur. Ketidaksesuaian alat dengan kondisi medan kerja menimbulkan

34

Page 12: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

kerugian karena banyak waktu yang akan hilang. Adapun ciri-ciri medan kerja

yang baik adalah:

a. Kondisi permukaan jalan kasar dan rata, tidak mengandung lumpur.

b. Kemiringan permukaan jalan ±5%, hal ini untuk mengantisipasi adanya

genangan air pada waktu hujan.

c. Elevasi badan jalan harus lebih tinggi dari bahu jalan, untuk menghindari

masuknya air ke badan jalan.

d. Saluran air harus lancar sesuai dengan debit dan kemiringan jalan.

3.2.5 Sistem Penambangan

Secara umum sistem penambangan batubara ada 2, yaitu:

- Penambangan Terbuka (Surface Mining)

- Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining)

a. Penambangan Batubara Terbuka

Kegiatan-kegiatan dalam tambang batubara terbuka adalah sebagai berikut:

a) Persiapan daerah penambanga

b) Pengupasan dan penimbunan tanah humus

c) Pengupasan tanah penutup

d) Pemuatan dan pembuangan tanah penutup (misalnya dengan shovel dan truck)

e) Penggalian batubaran

f) Pemuatan dan pengangkutan batubara

g) Penirisan tambang

h) Reklamasi

Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak

endapan dan alat-alat mekanis yang dipergunakan. Teknik penambangan pada

umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang akan

ditambang. Metode - metode tambang terbuka khusus pada tambang batubara dibagi

menjadi:

I. Strip Mining

35

Page 13: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Strip mining merupakan pertambangan kupas atau pertambangan baris yang

secara khusus merupakan sistem tambang terbuka atau tambang permukaan

untuk batubara. Sistem penambangan ini pada dasarnya terbagi dua, yaitu

tambang area dan tambang kontur. Pertambangan kupas adalah merupakan

operasi pengupasan tanah atau batuan penutup lapisan batu bara dengan

bentuk pengupasan baris-baris serjajar. Strip mining pada umumnya digunakan

untuk endapan batubara yang memiliki kemiringan endapan (dip) kecil atau

landai dimana sistem penambangan yang lain sulit untuk diterapkan karena

keterbatasan jangkuan alat-alat. Selain itu endapan batubaranya    harus tebal,

terutama bila lapisan tanah penutupnya juga tebal. Hal ini dimaksudkan untuk

mendapatkan perbandingan yang masih ekonomis anatara jumlah  tanah

penututp yang harus dikupas dengan jumlah batubara yang dapat digali

(economic stripping ratio).

II. Contour Mining

Sistem penambangan ini biasanya diterapkan untuk cadangan batubara yang

tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Kegiatan penambangan diawali

dengan pengupasan tanah penutup di daerah singkapan (outcrap) di sepanjang

lereng mengikuti garis kontur, kemudian diikuti dengan penggalian endapan

batubaranya. Penggalian kemudian dilanjutkan ke arah tebing sampai

mancapai batas penggalian yang masih ekonomis, mengingat tebalnya tanah

penutup yang harus dikupas untuk mendapatkan batubaranya. Karena

keterbatasannya daerah yang biasanya digali, maka daerah menjadi sempit

tetapi panjang sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah.

Umur tambang bisanya pendek.

III. Area Mining

Sistem ini pada umumnya diterapkan untuk endapan batubara yang letaknya

kurang lebih horizontal (mendatar) serta daerahnya juga merupakan dataran.

Kegiatan penambangan dimulai dengan pengupasan tanah penutup dengan

cara membuat paritan besar yang biasanya disebut box cut dan tanah

penutupnya dibuang ke daerah yang tidak di tambang. Setelah endapan

batubara dari galian pertama diambil, kemudian disusul dengan pengupasan

berikutnya yang sejajar dengan pengupasan pertama dan tanah penutupnya

36

Page 14: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

ditimbun atau dibuang ke tempat bekas penambangan atau penggalian yang

pertama (back filling digging method). Demikianlah selanjutnya penggalian

demi penggalian dilanjutkan sampai penggalian yang terakhir. Penggalian

yang terakhir akan meninggalkan lubang memanjang yang di satu sisi lainnya

oleh tanah penutup yang tidak digali. Seirama dengan kemajuan penambangan,

secara bertahap timbunan tanah penutup juga diratakan.

IV. Auger Mining

Untuk menambang endapan batubara yang tipis dan tersingkap di lereng

bukit dapat dipakai auger head miner  yang memiliki auger berdiameter 28-36

inchi (71-91cm). Kemudian alat ini diperbaiki menjadi twin auger yang

berdiameter 20-28 inchi (50-71 cm) dengan kedalaman penggalian efektif 5 ft

(1,5 m). Pada saat penambangan alat ini ditempatkan dibagian pinggir 

lombong (stope). Auger yang satu diletakkan di dasar lombong, sedang auger

yang kedua dinaikkan sehingga alat tersebut digerakkan kesamping ke arah

pinggir lombong diseberangnya dengan ditarik kabel yang diikatkan pada     2

buah jangkar penopang di kiri-kanan alat. Gerakan kesamping itu dilakukan

berulang-ulang sambil diikuti dengan gerakan maju. Batubara yang tergali

diterima oleh chain conveyor pengumpul untuk diangkat ke luar lombong.

V. Box Cut Mining

Box cut adalah suatu lubang galian awal pada daerah yang efektif datar

yang tak memiliki daerah pembuangan   tanah penutup, sehingga tanah

penutup terpaksa dibuang kesamping  lubang galian awal. Kemudian lubang

galian awal ini dikembangkan menjadi kawasan penambangan yang lebih baik

dengan berbagai cara. Pengembangan box cut itu adalah yang disebut advance

benching system. Bila tanah penutupnya lunak, maka dapat dipakai dragline

atau back hoe sebagai alat-gali sehingga box cut-nya dapat diperluas menjadi

medan kerja (front) yang memanjang. Batubara yang telah terkupas kemudian

ditambang dengan peralatan khusus, misalnya dengan pemboran dan

peledakan atau penggarukan (ripping), kemudian dimuatkan ke alat-angkut

untuk dibawa keluar tambang.

b. Penambangan batubara bawah tanah

Metode penambangan batubara bawah tanah ada 2 metode yang populer, yaitu:

37

Page 15: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

1) Room and Pilar

Metode penambangan ini dicirikan dengan meninggalkan pilar-pilar batubara

sebagai penyangga alamiah. Metode ini biasa diterapkan pada daerah dimana

penurunan (subsidence) tidak diijinkan.

2) Longwall

Metode penambangan ini dicirikan dengan membuat panel-panel

penambangan dimana ambrukan batuan atap diijinkan terjadi di belakang

daerah penggalian. Metode Penambangan ini juga dapat dilaksanakan secara

manual maupun mekanis.

3.2 Cycle Time ( Waktu Edar )

Siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

berulang. Pekerjaan utama didalam kegiatan tersebut adalah menggali, memuat,

memindahkan, membongkar muatan dan kembali ke kegiatan awal. Semua kegiatan tersebut

dilakukan oleh satu atau beberapa alat. Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan diatas

disebut dengan waktu edar atau cycle time atau CT.

Gambar 3.10 Cycle Time

a. Waktu Edar Alat Muat

Dapat dinyatakan dalam persamaan:

CTm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4

Keterangan:

CTm : Cycle Time Alat muat (menit)

38

Page 16: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Tm1 : Waktu untuk mengisi muatan (menit)

Tm2 : Waktu ayunan bermuatan (menit)

Tm3 : Waktu untuk menumpahkan muatan (menit)

Tm4 : Waktu ayunan kosong (menit)

b. Waktu Edar Alat Angkut

Dapat dinyatakan dalam persamaan:

CTa = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6

Keterangan:

CTa : Cycle Time Alat Angkut (menit)

Ta1 : Waktu Manufer kosong (menit)

Ta2 : Waktu Loading (menit)

Ta3 : Waktu Hauling (menit)

Ta4 : Waktu Manufer isi (menit)

Ta5 : Waktu Dumping (menit)

Ta6 : Waktu Bucket kembali (menit)

Waktu edar yang diperoleh setiap unit alat mekanis, hal ini dapat disebabkan oleh

beberapa faktor :

a. Kekompakan Material

Material yang kompak akan lebih sukar untuk digali atau dikupas oleh alat

mekanis. Hal ini akan berpengaruh pada lamanya waktu edar alat mekanis, sehingga

dapat menurunkan produksi alat mekanis.

b. Pola Pemuatan

Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka pola

peuatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi waktu edar alat. Pola pemuatan

berdasarkan level penggalian antara alat muat dan alat angkut.

3.3 Effisiensi Kerja

Effisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau

merupakan perbandingan anatara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu yang

tersedia. Untuk perhitugan, digunakan pengertian presentase waktu kerja efektif (%We).

39

Page 17: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar digunakan oleh operator bersama

alat mekanis yang digunakan untuk kegiatan produksi. Untuk dapat menentukan waktu kejra

efektif harus dilakukan analisa waktu kerja yang dilakukan pada jam kerja yang telah

dijadwalkan.

Effisiensi kerja ada dua, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif :

1. Contoh Effisiensi Kerja secara Kualitatif.

Untuk Excavator

Tabel 3.1 Effisiensi Kerja untuk Excavator

Kondisi Kerja

Effisiensi

Kerja

Good 0.83

Average 0.75

Rather Poor 0.67

Poor 0.56

Untuk DumpTruck

Tabel 3.2 Effisiensi Kerja untuk Dumptruck

Kondisi Kerja

Effisiensi

Kerja

Good 0.83

Average 0.8

40

Page 18: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Rather Poor 0.75

Poor 0.7

Kondisi Kerja :

1. Keadaan tempat kerja

2. Kondisi cuaca ( Hujan, panas, terik, dingin sekali )

3. Tenaga kerja yang tersedia ( Kecapakan, keterampilan

Kondisi Manajemen:

1. Pengaturan dan pengendalian pekerjaan

2. Pengaturan dan pengendalian alat-alat produksi

3. Pengaturan dan pengendalian personilnya

2. Secara Kuantitatif

Ada 4 jenis effisiensi alat yang saling berhubungan :

1. Mechanical Avaibility (ketersediaan mekanis)

M . A= W(W +R)

2. Physical Avaibility (ketersediaan fisik)

P . A=(W +S)

(W +R+S )

3. Use of Avaibility (penggunaan ketersediaan)

U . A= W(W +S )

4. Effective Utilization (penggunaan efektif)

E . U= W(W +R+S)

W = Working Hours = Jam jalan sesungguhnya

R = Repair Hours = Jam perbaikan alat yang rusak

S = Standby Hours = Jam bersiap

T = Total Hours = Jumlah jam kerja yang tersedia

41

Page 19: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Catatan :

Peralatan cadangan yang tidak dijalankan selama jam shift, termasuk

peralatan yang rusak berat (overhaul) tidak mempunyai harga W, R, S.

Batasan W, R, S dan T :

a. W adalah jam kerja efektif yang benar-benar digunakan untuk berproduksi.

b. R adalah jam perbaikan yang dilakukan dalam jam shift termasuk istirahat makan,

buang air, dan menunggu suku cadang

c. S adalah jam hilang selama alat tidak beroperasi dalam jam shift dimana kondisi

tidak rusak.

Yang termasuk S :

Mengisi air radiator, aki, BBM, gemuk

Operator menunggu

Menunggu pindah front tambang

Operator buang air, istirahat makan, tertidur, ijin meninggalkan pekerjaan

d. T=W +R+S, adalah jam tersedia, yaitu jam kerja dalam satu shift kerja, biasanya

1 shift = 8 jam, 1 hari = 3 shift = 24 jam.

3.4 Produktivitas Alat

Kemampuan produksi penambangan dapat diketahui dengan melakukan perhitungan

kemampuan produksi alat mekanis masing-masing rangkaian kerja yang telah diterapkan.

Kemampuan produksi alat mekanis dapat digunakan untuk menilai kemampuan kerja dari

suatu alat. Semakin besar hasil produksi suatu alat berarti produktifitas alat tersebut juga

semakin baik.

1. Produktivitas Excavator

Kemampuan produksi excavator adalah sebagai berikut :

P=q × 60 × ECT

Q = Produksi per jam (ton/jam)

42

Page 20: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

q = Produksi per cycle (ton/cycle)

CT = Cycle time (menit)

E = Job Efficiency (Tabel 3.1)

q=q1× K

q1 = Kapasitas munjung (heaped) bucket (ton)

K = Bucket fill factor

Untuk nilai bucket fill factor (K) dapat dilihat pada tabel 3.3

Tabel 3.3 Bucket fill factor (Backhoe)

PC2000 Excavating Conditions

Bucket Fill

Factor

Easy Excavating natural ground of clayey soil, clay, or soft soil 1.1 - 1.2

Average

Excavating natural ground of soil such as sandy soil and

dry soil 1.0 - 1.1

Rather

difficult Excavating natural ground of sandy soil with gravel 0.8 - 0.9

Diffcult Loading blasted rock 0.7 - 0.8

Tabel 3.4 Bucket fill factor (Loading Shovel)

PC2000 Excavating Conditions

Bucket Fill

Factor

Easy Loading clayey soil, clay, or soft soil 1.0 - 1.1

Average Loading loose soil with small diameter gravel 0.95 - 1.0

43

Page 21: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Rather

difficult Loading well blasted rock 0.90 - 0.95

Diffcult Loading poorly blasted rock 0.85 - 0.90

2. Produktivitas Dump Truck

Kemampuan produksi dump truck adalah sebagai berikut :

P=q × 60 × Et

CT

P = Produksi per jam (ton/jam)

q = Produksi per siklus (ton)

q=n × qi× K

n = Jumlah pengisian bak oleh excavator

qi = Kapasitas bucket excavator

K = Faktor pengisian bucket excavator (Tabel 3.3)

Et = Job Efficiency (Tabel 3.2)

CT = Waktu edar (menit)

3.5 Faktor Keserasian ( Match Factor )

Keserasian adalah pengaturan pola kegiatan kerja dan penyesuaian kemampuan alat

yang berlainan jenis tetapi bekerja sama dalam suatu sistem sehingga terdapat keselarasan

antara kedua jenis alat tersebut dalam suatu sistem sehingga terdapat keselarasan antara

kedua jenis alat tersebut.

Dua alat yang berlainan misalnya alat muat (excavator) dan alat angkut (dumptruck)

tetapi bekerja sama dalam satu sistem dikatakan selaras apabila masing-masing alat bekerja

sama dalam satu sistem dikatakan selaras apabila masing-masing alat bekejra sibuk sehingga

dapat dicapai hasil kegiatan yang optimum. Untuk menentukan ukuran keselaran kerja alat

muat dengan alat angkut kondisi tertentu dipakai “ Match Factor (MF) “, yaitu suatu

terminologi yang diperkenalkan oleh Caterpillar dan Stanford University.

44

Page 22: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Pada kenyataannya di lapangan sulit dicapai bahkan hampir tidak mungkin dicapai

keadaan selaras antara alat muat dan alat angkut (MF=1), oleh karena itu sinkronisasi sering

diartikan sebagai keserasian kerja (MF mendekati 1).

Syarat agar diperoleh keselarasan dalam suatu sistem penambangan yang

menggunakan alat angkut dan alat muat adalah produksi alat angkut = produksi alat muat.

Atau :

produksi alat angkutproduksi alat muat

=1

Rumus tersebut dapat berubah menjadi :

jumla halat angkut ×loading time alat muatjumlah alat muat × cycle time alat angkut

=1

Jadi :

MF=NH ×< ¿NL× CH

¿

MF = Match Factor

NH = Jumlah alat angkut

NL = Jumlah alat muat

CH = Cycle time alat angkut

Jika:

MF = 1, Jumlah alat angkut dan alat muat tidak ada waktu menunggu, berarti terjadi

keserasian kerja

MF < 1, Jumlah alat angkut kurang, berarti alat angkut bekerja penuh dan alat gali-muat

menunggu, alat angkut ditambahkan.

MF > 1, Jumlah alat angkut lebih, berarti alat angkut menunggu dan alat gali-muat bekerja

penuh, sehingga muncul waktu tunggu dimuat untuk alat angkut, alat angkut dapat dikurangi.

45

Page 23: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

Gambar 3.11 Pengaruh Keserasian Alat Terhadap Faktor Kerja

Keterangan :

---------------- Garisuntukalatmuat

Garisuntukalatangkut

3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Alat

Kemampuan produksi alat muat dan alat angkut yang digunakan untuk pemuatan dan

pengangkutan batubara perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi

alat-alat tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas alat muat dan alat angkut

adalah :

1. Kondisi Jalan

Kondisi jalan yang kurang baik akan mengakibatkan waktu angkut bagi dump

truck menjadi lebih lama sehingga menambah waktu edarnya. Hal ini dapat

menyebabkan produktivitas dumptruck menjadi tidak optimal. Kemiringan dan lebar

jalan angkut baik dijalan lurus maupun pada tikungan sangat berpengaruh, apabila

kondisi jalan sudah memenuhi syarat, maka akan memperlancar jalan dari dumptruck,

sehingga memperkecil waktu edar dumptruck.

46

Page 24: Bab III Teori Dasar hbm

Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda

2. Kondisi Loading Point

Kondisi loading point juga sangat mempengaruhi terhadap produktivitas alat.

Apabila Batubara yang diambil tidak dibantu diberai dengan grader dan tidak dibantu

dikumpulkan dengan bulldozer maka akan menambahkan waktu yang lama bagi

excavator untuk memuat Batubara ke dump truck. Hal ini disebabkan excavator

menggali, mengumpulkan, mengambil dan memuat batubara sekaligus. Ini akan

berakibat pada waktu edar excavator yang lama, sehingga dapat menyebabkan

produktivitas excavator tidak akan optimal.\

3. Skill Operator

Kemampuan (Skill) dari operator alat akan berpengaruh besar pada

produktivitas alat yang dibawanya. Apabila operator tidak mahir dalam

membawa/mengendarai alat yang dibawanya maka akan mengakibatkan waktu edar

dan effisiensi alat akan berkurang, sehingga produktivitas alat berkurang.

4. Kondisi Dumping Point

Kondisi dumping point juga mempengaruhi produktifitas alat. Apabila kondisi

dumping pointnya penuh batubara yang diangkut tidak dapat di dumping, sehingga

dapat menyebabkan dumptruck tidak dapat mendumping sebagaimana seharusnya

mendumping di dumping point tersebut.

47