Upload
faisal
View
41
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
buat refrensi bab II laporan kerja praktek
Citation preview
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
BAB III
TEORI DASAR
3.1 Definisi Batubara
Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan,
batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk
dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh
kombinasi pengaruh tekanan dan suhu selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan
batubara.
3.2 Tempat dan Proses Terbentuknya Batubara
Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal macam teori :
a. Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,terbentuknya
ditempat di mana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah
tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan
sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang berbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif
kecil.
b. Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya di
tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan
demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu
tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara
yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dteijumpai
dibeberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak pengangkutan dari tempat asal
tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan
di lapangan batubara delat Mahakam purba, Kalimantan Timur.
24
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Dalam proses pembentukan batubara terdapat suatu kondisi yang diperlukan agar
tumbuh-tumbuhan yang mati dan tertumpuk selama berjuta-juta tahun lalu tersebut
mengalami pembatubaraan secara sempurna. Berikut adalah kondisi umum yang
diperlukan dalam proses terbentuknya batubara :
a. Ada tumbuh-tumbuhan
b. Kecepatan tumbuh lebih besar dari kecepatan degradasi
c. Pembusukan lebih kecil dari penumpukan tumbuhan mati
d. Ada pengawetan atau peyimpanan sisa-sisa tumbuhan yang mati di tempat atau sudah
berpindah tempat, lalu ditimbun oleh sedimen
e. Terhindar dari intervensi sedimentasi klastik
f. Terhindar dari gangguan air laut
g. Terhindar dari proses pembusukan total
Gambar 3.01 Proses Terbentuknya Batubara
3.3. Faktor yang Berpengaruh
Batubara terbentuk dengan cara yang kompleks dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Faktor yang berpengaruh pada pembentukan batubara, yaitu :
a. Posisi Geotektonik
Merupakan suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi gaya-gaya tektonik lempeng. Posisi ini mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya.
25
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
b. Morfologi (Topografi)
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk.
c. Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Tergantung pada posisi geografi dan dipengaruhi oleh posisi geotektonik.
d. Penurunan
Dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal.
e. Umur Geologi
Posisi geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangannya secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang tejadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. f. Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu, merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai type batubara.
g. Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati.
26
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara berbitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh mikrobiologi.
h. Sejarah sesudah pengendapan
Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut.
i. Struktur cekungan batubara
Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya mengalami deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk tertentu.
j. Metamorfosa organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase karbon padat, belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkkan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik.
3.4 Parameter Kualitas Batubara
Batubara yang terbentuk di alam memiliki kondisi dan tempat yang berbeda-beda
dalam pembentukannya, sehingga kondisi tersebut mempengaruhi kualitas dan
kandungan unsur-unsur yang ada di dalam batubara.
27
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Kualitas batubara diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut
menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari kuantitasnya di daerah penelitian.
Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for testing
and Material . Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori
dalam basis dry mineral matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb)
menjadi dry mineraal matter free (dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM 1981,
op cit Wood et al., 1983).
Gambar 3.02 ASTM Coal Rank Classification
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas, dan
waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas : antrasit, bituminus, sub-bituminus,
lignit, dan gambut.
a. Antrasit
Anthracite (C94OH3O3) ditandai dengan warna hitam sangat mengkilat, struktur
kompak, kandungan karbon sangat tinggi (86-98%), nilai kalor sangat tinggi,
28
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, dan kandungan sulfur
sangat sedikit. Nilai kalori anthacite lebih besar atau sama dengan 8.300 kcal/kg.
b. Bituminus
Bituminus (C80OH5O15) mengandung 68% - 86% unsur karbon (C) dan berkadar
air 8% - 10% dari beratnya. Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat,
hitam, rapuh (brittle) dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis
dan tidak mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan ini dapat
digunakan antara lain untuk kepentingan transportasi dan jenis industri kecil.
Nilai kalori antara 6300 – 7300 kal/gram.
c. Sub-bituminus
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-hitaman
dan sudah mengandung lilin. Ciri lain dari Sub-Bituminous (C75OH5O20) adalah
sisa bagian tumbuh-tumbuhan tinggal sedikit dan berlapis. Endapan ini dapat
digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan temperatur
rendah. Nilai kalori 3000- 6300 kal/gram. Sub-bituminus mengandung
sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang
kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
d. Lignit
Lignite ditandai dengan kodisi fisik berwara hitam dan sangat rapuh, nilai kalori
rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu tinggi, dan kandungan sulfur tinggi.
Nilai kalori lignite adalah 1.500-4.500 kcal/kg.
Lignit/ brown coal, (C70OH5O25 ) memiliki sifat :
- Warna kecoklatan
- Material terkornpaksi namun sangat rapuh
- Mempunyai kandungan air yang tinggi
- Mempunyai kandungan karbon padat rendah
- Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi
- Mudah teroksidasi
- Nilai panas yang dihasilkan rendah.
29
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
e. Gambut
Golongan ini sebenarnya belum termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan
bakar. Hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses
pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat asal dari bahan
dasarnya (tumbuh-tumbuhan). Gambut berpori dan memiliki kadar air di atas
75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Peat/gambut, (C60H6O34) memiliki sifat :
- Warna coklat
- Material belum terkompaksi
- Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi
- Mempunvai kandungan karbon padat sangat rendah
- Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi
- Sangat mudah teroksidasi
- Nilai panas yang dihasilkan amat rendah.
Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi antrasit
disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut
disebut sebagai tingkat mutu batu bara. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batu
bara muda dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan
berwarna suram seperti tanah. Batubara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi
dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah.
Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali
berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi
memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah
dan menghasilkan energi yang lebih banyak (Sukandarrumidi, 2004)
Kondisi lapangan tempat dilakukannya operasi penambangan sangat mempengaruhi
kemampuan produksi alat, untuk itu alat-alat mekanis yang digunakan dalam operasi
penambangan harus sesuai dengan lapangan operasinya. Kemampuan produksi suatu alat
mekanis juga sangat tergantung dari berbagai faktor koreksi yang telah dikalkulasi.
30
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
3.1 Peralatan Tambang
Alat-alat yang digunakan dalam industri pertambangan adalah alat-alat berat, dimana
berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu alat produksi dan alat penunjang
(Supporting).
3.1.1 Alat Produksi
Alat produksi merupakan alat-alat utama yang digunakan untuk memproduksi
material yang diinginkan, contoh:
Bulldozer (sebagai alat pendorong dan penggaru untuk membantu excavator
dalam menggali dan memuat material)
Excavator (sebagai alat gali dan muat)
Dump Truck (sebagai alat angkut)
3.1.2 Alat Penunjang (supporting)
Alat penunjang merupakan alat-alat yang digunakan untuk membantu operasi alat-
alat produksi. Alat penunjang ini terdiri dari:
Grader (sebagai alat untuk meratakan jalan dan pembentuk dimensi jalan bese
rta saluran)
Compactor (sebagai alat pemadat)
Mobile Lubricant Oil (untuk menambah oli peralatan tambang)
Fuel Truck (untuk pengisian BBM peralatan tambang)
Drill and Blast Machine (untuk pemboran lubang ledak)
Pompa tambang (untuk memompa air)
Water Tank (untuk penyiraman jalan tambang)
Tower lamp (untuk penerangan)
Genset (sumber tenaga listrik)
3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Alat-alat Mekanis
Ada 5 faktor yang mempengaruhi pemilihan alat-alat mekanis, yakni jenis material,
altitude, kapasitas alat, medan kerja dan sitem penambangan.
31
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
3.2.1 Jenis Material
Material yang diloading ada dua macam yaitu batubara dan waste. Batubara
yang digali tiap seamnya memiliki sifat-sifat yang berbeda, seperti kekerasan dan
warnanya. Waste merupakan material yang tidak mempunyai nilai ekonomis untuk
dijual, diantaranya interburden dan overburden.
Jenis material yang dimaksud adalah sifat-sifat fisik dari material tersebut
yaitu:
a. Pengembangan dan penyusutan material
Pengembangan dan penyusutan material adalah perubahan volume material
apabila material tersebut digali/dipindahkan dari tempat aslinya. Material di alam
ditemukan dalam keadaan padat dan terkonsolidasi dengan baik, dimana bagian
yang kosong merupakan rongga-rongga pemisah antar butiran mineral yang
sangat kecil. Tetapi apabila suatu material tersebut diberaikan dan digali dari
keadaan awalnya, maka akan tampak terjadi penambahan volume yang
disebabkan terbentuknya rongga-rongga baru yang lebih besar dari sebelumnya.
Faktor pengembangan (swell factor) material merupakan perbandingan volume
suatu mineral dalam keadaan insitu dengan volume batuan dalam keadaan lepas
(loose) atau dapat juga didefinisikan sebagai perbadingan antara kerapatan suatu
material dalam keadaan lepas dengan material dalam keadaan insitu, rumus untuk
menghitung swell factor adalah :
swell factor= Density looseDensity i nsitu
b. Densitas
Densitas atau bobot isi adalah perbandingan antara massa dengan unit volume.
Semakin besar densitas suatu material maka akan semakin berat material tersebut
untuk diangkut.
c. Bentuk dan Ukuran Material ( grain size )
32
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Bentuk material ini didasarkan pada ukuran butir material yang akan
mempengaruhi susunan butir-butir material dalam suatu kesatuan volume atau
tempat. Ukuran material yang digali oleh alat muat juga berpengauh terhadap
volume bucket excavator. Semakin besar ukuran material yang digali oleh alat
muat maka volume material yang akan diangkut akan semakin kecil. Hal ini
disebabkan karena besarnya ukuran material sehingga terdapat rongga atau ruang
kosong dalam bucket excavator yang tidak terisi oleh material. Dengan adanya
rongga sebagai ruang kosong maka kapasitas bucket tidak dapat optimal sehingga
secara langsung mempengaruhi tonnase material yang di loading.
Macam-macam ukuran material yang dimuat ke dalam dump truck :
a) Halus (fine size)
Material yang dimuat excavator berupa clay yang ditemui sebagai overburden,
material ini mudah untuk digali sebab bucket dapat terisi membumbung dan
saat menggali juga bebas (free digging) tidak perlu memilah dengan batubara,
sehingga lebih sedikit waktu yang dibutuhkan excavator untuk pemuatan.
b) Sedang (medium size)
Materialnya dapat berupa batubara dan interburden, kedua material tersebut
sering didapati berbentuk bongkah setelah penggaruan dengan ripper dari
bucket.
c) Besar (large size)
Ukurannya yang besar menyulitkan excavator saat pemuatan ke dump truck
dan membutuhkan waktu yang lebih lama dari pemuatan material ukuran
sedang.
d) Kekerasan dari Material
Kekerasan material akan berpengaruh terhadap mudah tidaknya material
tersebut dibongkar. Material yang keras akan lebih sulit dibongkar atau digali
oleh alat mekanis.
Karena perbedaan kekerasan dari material yang akan digali sangat bervariasi
maka sering dilakukan pengelompokan sebagai berikut:
33
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
1. Lunak (soft) atau mudah digali (easy digging), misalnya: tanah atas (top
soil), pasir (sand), lempung pasiran (sandy clay), pasir lempungan (clayed
sand).
2. Agak keras (medium hard digging), misalnya:tanah liat atau lempung
(clay).
3. Sukar digali atau keras (hard digging), misalnya: batu sabak (slate),
material yang kompak (compacted material), batuan sedimen (sedimentary
rock), konglomerat (conglomerate), breksi (breccia).
4. Sangat sukar digali atau sangat keras (very hard digging) atau batuan segar
(fresh rock) yang memerlukan pemboran dan peledakan sebelum dapat
digali, misalnya: batuan beku segar (fresh igneous rock), batuan malihan
segar (fresh metamorfic rock).
3.2.2 Altitude ( Ketinggian Tempat Kerja )
Altitude (ketinggian tempat kerja) berpengaruh terhadap kerja mesin, semakin
tinggi altitude, tekanan udara makin berkurang. Berdasarkan pengalaman diketahui
bahwa tenaga mesin diesel akan berkurang 3% setiap naik ketinggian 1000 feet,
jadi dalam pemilihan alat, terlebih dahulu perlu diketahui ketinggian suatu daerah
yang akan dikelola agar kemampuan alat yang dipilih dapat sesuai dengan
ketinggian daerah tersebut.
3.2.3 Kapasitas Alat
Kapasitas alat berkaitan dengan daya atau kemampuan maksimum alat.
Semakin keras dan besar material maka semakin besar pula kapasitas alat yang
diperlukan.Kapasitas alat yang dipilih tentunya disesuaikan dengan kebutuhan di
lapangan. Pemilihan kapasitas alat yang tepat akan sangat mempengaruhi
pencapaian target produksi.
3.2.4 Medan Kerja
Alat yang digunakan pada medan kerja yang berbatu dan bergelombang akan
sangat berbeda dengan alat yang digunakan pada medan kerja yang lunak maupun
berlumpur. Ketidaksesuaian alat dengan kondisi medan kerja menimbulkan
34
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
kerugian karena banyak waktu yang akan hilang. Adapun ciri-ciri medan kerja
yang baik adalah:
a. Kondisi permukaan jalan kasar dan rata, tidak mengandung lumpur.
b. Kemiringan permukaan jalan ±5%, hal ini untuk mengantisipasi adanya
genangan air pada waktu hujan.
c. Elevasi badan jalan harus lebih tinggi dari bahu jalan, untuk menghindari
masuknya air ke badan jalan.
d. Saluran air harus lancar sesuai dengan debit dan kemiringan jalan.
3.2.5 Sistem Penambangan
Secara umum sistem penambangan batubara ada 2, yaitu:
- Penambangan Terbuka (Surface Mining)
- Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining)
a. Penambangan Batubara Terbuka
Kegiatan-kegiatan dalam tambang batubara terbuka adalah sebagai berikut:
a) Persiapan daerah penambanga
b) Pengupasan dan penimbunan tanah humus
c) Pengupasan tanah penutup
d) Pemuatan dan pembuangan tanah penutup (misalnya dengan shovel dan truck)
e) Penggalian batubaran
f) Pemuatan dan pengangkutan batubara
g) Penirisan tambang
h) Reklamasi
Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak
endapan dan alat-alat mekanis yang dipergunakan. Teknik penambangan pada
umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang akan
ditambang. Metode - metode tambang terbuka khusus pada tambang batubara dibagi
menjadi:
I. Strip Mining
35
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Strip mining merupakan pertambangan kupas atau pertambangan baris yang
secara khusus merupakan sistem tambang terbuka atau tambang permukaan
untuk batubara. Sistem penambangan ini pada dasarnya terbagi dua, yaitu
tambang area dan tambang kontur. Pertambangan kupas adalah merupakan
operasi pengupasan tanah atau batuan penutup lapisan batu bara dengan
bentuk pengupasan baris-baris serjajar. Strip mining pada umumnya digunakan
untuk endapan batubara yang memiliki kemiringan endapan (dip) kecil atau
landai dimana sistem penambangan yang lain sulit untuk diterapkan karena
keterbatasan jangkuan alat-alat. Selain itu endapan batubaranya harus tebal,
terutama bila lapisan tanah penutupnya juga tebal. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan perbandingan yang masih ekonomis anatara jumlah tanah
penututp yang harus dikupas dengan jumlah batubara yang dapat digali
(economic stripping ratio).
II. Contour Mining
Sistem penambangan ini biasanya diterapkan untuk cadangan batubara yang
tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Kegiatan penambangan diawali
dengan pengupasan tanah penutup di daerah singkapan (outcrap) di sepanjang
lereng mengikuti garis kontur, kemudian diikuti dengan penggalian endapan
batubaranya. Penggalian kemudian dilanjutkan ke arah tebing sampai
mancapai batas penggalian yang masih ekonomis, mengingat tebalnya tanah
penutup yang harus dikupas untuk mendapatkan batubaranya. Karena
keterbatasannya daerah yang biasanya digali, maka daerah menjadi sempit
tetapi panjang sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah.
Umur tambang bisanya pendek.
III. Area Mining
Sistem ini pada umumnya diterapkan untuk endapan batubara yang letaknya
kurang lebih horizontal (mendatar) serta daerahnya juga merupakan dataran.
Kegiatan penambangan dimulai dengan pengupasan tanah penutup dengan
cara membuat paritan besar yang biasanya disebut box cut dan tanah
penutupnya dibuang ke daerah yang tidak di tambang. Setelah endapan
batubara dari galian pertama diambil, kemudian disusul dengan pengupasan
berikutnya yang sejajar dengan pengupasan pertama dan tanah penutupnya
36
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
ditimbun atau dibuang ke tempat bekas penambangan atau penggalian yang
pertama (back filling digging method). Demikianlah selanjutnya penggalian
demi penggalian dilanjutkan sampai penggalian yang terakhir. Penggalian
yang terakhir akan meninggalkan lubang memanjang yang di satu sisi lainnya
oleh tanah penutup yang tidak digali. Seirama dengan kemajuan penambangan,
secara bertahap timbunan tanah penutup juga diratakan.
IV. Auger Mining
Untuk menambang endapan batubara yang tipis dan tersingkap di lereng
bukit dapat dipakai auger head miner yang memiliki auger berdiameter 28-36
inchi (71-91cm). Kemudian alat ini diperbaiki menjadi twin auger yang
berdiameter 20-28 inchi (50-71 cm) dengan kedalaman penggalian efektif 5 ft
(1,5 m). Pada saat penambangan alat ini ditempatkan dibagian pinggir
lombong (stope). Auger yang satu diletakkan di dasar lombong, sedang auger
yang kedua dinaikkan sehingga alat tersebut digerakkan kesamping ke arah
pinggir lombong diseberangnya dengan ditarik kabel yang diikatkan pada 2
buah jangkar penopang di kiri-kanan alat. Gerakan kesamping itu dilakukan
berulang-ulang sambil diikuti dengan gerakan maju. Batubara yang tergali
diterima oleh chain conveyor pengumpul untuk diangkat ke luar lombong.
V. Box Cut Mining
Box cut adalah suatu lubang galian awal pada daerah yang efektif datar
yang tak memiliki daerah pembuangan tanah penutup, sehingga tanah
penutup terpaksa dibuang kesamping lubang galian awal. Kemudian lubang
galian awal ini dikembangkan menjadi kawasan penambangan yang lebih baik
dengan berbagai cara. Pengembangan box cut itu adalah yang disebut advance
benching system. Bila tanah penutupnya lunak, maka dapat dipakai dragline
atau back hoe sebagai alat-gali sehingga box cut-nya dapat diperluas menjadi
medan kerja (front) yang memanjang. Batubara yang telah terkupas kemudian
ditambang dengan peralatan khusus, misalnya dengan pemboran dan
peledakan atau penggarukan (ripping), kemudian dimuatkan ke alat-angkut
untuk dibawa keluar tambang.
.
b. Penambangan batubara bawah tanah
Metode penambangan batubara bawah tanah ada 2 metode yang populer, yaitu:
37
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
1) Room and Pilar
Metode penambangan ini dicirikan dengan meninggalkan pilar-pilar batubara
sebagai penyangga alamiah. Metode ini biasa diterapkan pada daerah dimana
penurunan (subsidence) tidak diijinkan.
2) Longwall
Metode penambangan ini dicirikan dengan membuat panel-panel
penambangan dimana ambrukan batuan atap diijinkan terjadi di belakang
daerah penggalian. Metode Penambangan ini juga dapat dilaksanakan secara
manual maupun mekanis.
3.2 Cycle Time ( Waktu Edar )
Siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
berulang. Pekerjaan utama didalam kegiatan tersebut adalah menggali, memuat,
memindahkan, membongkar muatan dan kembali ke kegiatan awal. Semua kegiatan tersebut
dilakukan oleh satu atau beberapa alat. Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan diatas
disebut dengan waktu edar atau cycle time atau CT.
Gambar 3.10 Cycle Time
a. Waktu Edar Alat Muat
Dapat dinyatakan dalam persamaan:
CTm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4
Keterangan:
CTm : Cycle Time Alat muat (menit)
38
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Tm1 : Waktu untuk mengisi muatan (menit)
Tm2 : Waktu ayunan bermuatan (menit)
Tm3 : Waktu untuk menumpahkan muatan (menit)
Tm4 : Waktu ayunan kosong (menit)
b. Waktu Edar Alat Angkut
Dapat dinyatakan dalam persamaan:
CTa = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6
Keterangan:
CTa : Cycle Time Alat Angkut (menit)
Ta1 : Waktu Manufer kosong (menit)
Ta2 : Waktu Loading (menit)
Ta3 : Waktu Hauling (menit)
Ta4 : Waktu Manufer isi (menit)
Ta5 : Waktu Dumping (menit)
Ta6 : Waktu Bucket kembali (menit)
Waktu edar yang diperoleh setiap unit alat mekanis, hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor :
a. Kekompakan Material
Material yang kompak akan lebih sukar untuk digali atau dikupas oleh alat
mekanis. Hal ini akan berpengaruh pada lamanya waktu edar alat mekanis, sehingga
dapat menurunkan produksi alat mekanis.
b. Pola Pemuatan
Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka pola
peuatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi waktu edar alat. Pola pemuatan
berdasarkan level penggalian antara alat muat dan alat angkut.
3.3 Effisiensi Kerja
Effisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau
merupakan perbandingan anatara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu yang
tersedia. Untuk perhitugan, digunakan pengertian presentase waktu kerja efektif (%We).
39
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar digunakan oleh operator bersama
alat mekanis yang digunakan untuk kegiatan produksi. Untuk dapat menentukan waktu kejra
efektif harus dilakukan analisa waktu kerja yang dilakukan pada jam kerja yang telah
dijadwalkan.
Effisiensi kerja ada dua, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif :
1. Contoh Effisiensi Kerja secara Kualitatif.
Untuk Excavator
Tabel 3.1 Effisiensi Kerja untuk Excavator
Kondisi Kerja
Effisiensi
Kerja
Good 0.83
Average 0.75
Rather Poor 0.67
Poor 0.56
Untuk DumpTruck
Tabel 3.2 Effisiensi Kerja untuk Dumptruck
Kondisi Kerja
Effisiensi
Kerja
Good 0.83
Average 0.8
40
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Rather Poor 0.75
Poor 0.7
Kondisi Kerja :
1. Keadaan tempat kerja
2. Kondisi cuaca ( Hujan, panas, terik, dingin sekali )
3. Tenaga kerja yang tersedia ( Kecapakan, keterampilan
Kondisi Manajemen:
1. Pengaturan dan pengendalian pekerjaan
2. Pengaturan dan pengendalian alat-alat produksi
3. Pengaturan dan pengendalian personilnya
2. Secara Kuantitatif
Ada 4 jenis effisiensi alat yang saling berhubungan :
1. Mechanical Avaibility (ketersediaan mekanis)
M . A= W(W +R)
2. Physical Avaibility (ketersediaan fisik)
P . A=(W +S)
(W +R+S )
3. Use of Avaibility (penggunaan ketersediaan)
U . A= W(W +S )
4. Effective Utilization (penggunaan efektif)
E . U= W(W +R+S)
W = Working Hours = Jam jalan sesungguhnya
R = Repair Hours = Jam perbaikan alat yang rusak
S = Standby Hours = Jam bersiap
T = Total Hours = Jumlah jam kerja yang tersedia
41
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Catatan :
Peralatan cadangan yang tidak dijalankan selama jam shift, termasuk
peralatan yang rusak berat (overhaul) tidak mempunyai harga W, R, S.
Batasan W, R, S dan T :
a. W adalah jam kerja efektif yang benar-benar digunakan untuk berproduksi.
b. R adalah jam perbaikan yang dilakukan dalam jam shift termasuk istirahat makan,
buang air, dan menunggu suku cadang
c. S adalah jam hilang selama alat tidak beroperasi dalam jam shift dimana kondisi
tidak rusak.
Yang termasuk S :
Mengisi air radiator, aki, BBM, gemuk
Operator menunggu
Menunggu pindah front tambang
Operator buang air, istirahat makan, tertidur, ijin meninggalkan pekerjaan
d. T=W +R+S, adalah jam tersedia, yaitu jam kerja dalam satu shift kerja, biasanya
1 shift = 8 jam, 1 hari = 3 shift = 24 jam.
3.4 Produktivitas Alat
Kemampuan produksi penambangan dapat diketahui dengan melakukan perhitungan
kemampuan produksi alat mekanis masing-masing rangkaian kerja yang telah diterapkan.
Kemampuan produksi alat mekanis dapat digunakan untuk menilai kemampuan kerja dari
suatu alat. Semakin besar hasil produksi suatu alat berarti produktifitas alat tersebut juga
semakin baik.
1. Produktivitas Excavator
Kemampuan produksi excavator adalah sebagai berikut :
P=q × 60 × ECT
Q = Produksi per jam (ton/jam)
42
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
q = Produksi per cycle (ton/cycle)
CT = Cycle time (menit)
E = Job Efficiency (Tabel 3.1)
q=q1× K
q1 = Kapasitas munjung (heaped) bucket (ton)
K = Bucket fill factor
Untuk nilai bucket fill factor (K) dapat dilihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3 Bucket fill factor (Backhoe)
PC2000 Excavating Conditions
Bucket Fill
Factor
Easy Excavating natural ground of clayey soil, clay, or soft soil 1.1 - 1.2
Average
Excavating natural ground of soil such as sandy soil and
dry soil 1.0 - 1.1
Rather
difficult Excavating natural ground of sandy soil with gravel 0.8 - 0.9
Diffcult Loading blasted rock 0.7 - 0.8
Tabel 3.4 Bucket fill factor (Loading Shovel)
PC2000 Excavating Conditions
Bucket Fill
Factor
Easy Loading clayey soil, clay, or soft soil 1.0 - 1.1
Average Loading loose soil with small diameter gravel 0.95 - 1.0
43
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Rather
difficult Loading well blasted rock 0.90 - 0.95
Diffcult Loading poorly blasted rock 0.85 - 0.90
2. Produktivitas Dump Truck
Kemampuan produksi dump truck adalah sebagai berikut :
P=q × 60 × Et
CT
P = Produksi per jam (ton/jam)
q = Produksi per siklus (ton)
q=n × qi× K
n = Jumlah pengisian bak oleh excavator
qi = Kapasitas bucket excavator
K = Faktor pengisian bucket excavator (Tabel 3.3)
Et = Job Efficiency (Tabel 3.2)
CT = Waktu edar (menit)
3.5 Faktor Keserasian ( Match Factor )
Keserasian adalah pengaturan pola kegiatan kerja dan penyesuaian kemampuan alat
yang berlainan jenis tetapi bekerja sama dalam suatu sistem sehingga terdapat keselarasan
antara kedua jenis alat tersebut dalam suatu sistem sehingga terdapat keselarasan antara
kedua jenis alat tersebut.
Dua alat yang berlainan misalnya alat muat (excavator) dan alat angkut (dumptruck)
tetapi bekerja sama dalam satu sistem dikatakan selaras apabila masing-masing alat bekerja
sama dalam satu sistem dikatakan selaras apabila masing-masing alat bekejra sibuk sehingga
dapat dicapai hasil kegiatan yang optimum. Untuk menentukan ukuran keselaran kerja alat
muat dengan alat angkut kondisi tertentu dipakai “ Match Factor (MF) “, yaitu suatu
terminologi yang diperkenalkan oleh Caterpillar dan Stanford University.
44
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Pada kenyataannya di lapangan sulit dicapai bahkan hampir tidak mungkin dicapai
keadaan selaras antara alat muat dan alat angkut (MF=1), oleh karena itu sinkronisasi sering
diartikan sebagai keserasian kerja (MF mendekati 1).
Syarat agar diperoleh keselarasan dalam suatu sistem penambangan yang
menggunakan alat angkut dan alat muat adalah produksi alat angkut = produksi alat muat.
Atau :
produksi alat angkutproduksi alat muat
=1
Rumus tersebut dapat berubah menjadi :
jumla halat angkut ×loading time alat muatjumlah alat muat × cycle time alat angkut
=1
Jadi :
MF=NH ×< ¿NL× CH
¿
MF = Match Factor
NH = Jumlah alat angkut
NL = Jumlah alat muat
CH = Cycle time alat angkut
Jika:
MF = 1, Jumlah alat angkut dan alat muat tidak ada waktu menunggu, berarti terjadi
keserasian kerja
MF < 1, Jumlah alat angkut kurang, berarti alat angkut bekerja penuh dan alat gali-muat
menunggu, alat angkut ditambahkan.
MF > 1, Jumlah alat angkut lebih, berarti alat angkut menunggu dan alat gali-muat bekerja
penuh, sehingga muncul waktu tunggu dimuat untuk alat angkut, alat angkut dapat dikurangi.
45
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
Gambar 3.11 Pengaruh Keserasian Alat Terhadap Faktor Kerja
Keterangan :
---------------- Garisuntukalatmuat
Garisuntukalatangkut
3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Alat
Kemampuan produksi alat muat dan alat angkut yang digunakan untuk pemuatan dan
pengangkutan batubara perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi
alat-alat tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas alat muat dan alat angkut
adalah :
1. Kondisi Jalan
Kondisi jalan yang kurang baik akan mengakibatkan waktu angkut bagi dump
truck menjadi lebih lama sehingga menambah waktu edarnya. Hal ini dapat
menyebabkan produktivitas dumptruck menjadi tidak optimal. Kemiringan dan lebar
jalan angkut baik dijalan lurus maupun pada tikungan sangat berpengaruh, apabila
kondisi jalan sudah memenuhi syarat, maka akan memperlancar jalan dari dumptruck,
sehingga memperkecil waktu edar dumptruck.
46
Laporan Kerja Praktek CV. Harapan Binuang Muda
2. Kondisi Loading Point
Kondisi loading point juga sangat mempengaruhi terhadap produktivitas alat.
Apabila Batubara yang diambil tidak dibantu diberai dengan grader dan tidak dibantu
dikumpulkan dengan bulldozer maka akan menambahkan waktu yang lama bagi
excavator untuk memuat Batubara ke dump truck. Hal ini disebabkan excavator
menggali, mengumpulkan, mengambil dan memuat batubara sekaligus. Ini akan
berakibat pada waktu edar excavator yang lama, sehingga dapat menyebabkan
produktivitas excavator tidak akan optimal.\
3. Skill Operator
Kemampuan (Skill) dari operator alat akan berpengaruh besar pada
produktivitas alat yang dibawanya. Apabila operator tidak mahir dalam
membawa/mengendarai alat yang dibawanya maka akan mengakibatkan waktu edar
dan effisiensi alat akan berkurang, sehingga produktivitas alat berkurang.
4. Kondisi Dumping Point
Kondisi dumping point juga mempengaruhi produktifitas alat. Apabila kondisi
dumping pointnya penuh batubara yang diangkut tidak dapat di dumping, sehingga
dapat menyebabkan dumptruck tidak dapat mendumping sebagaimana seharusnya
mendumping di dumping point tersebut.
47