12
18 BAB III METODE PENELITIAN Metodologi dibentuk dari kata metodos dan logos. Metodos berarti cara, teknik atau prosedur dan logos yang berarti ilmu. Sehingga pengertian metodologi adalah ilmu yang mempelajari prosedur atau teknik-teknik tertentu. Metodologi riset merupakan suatu pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat pada metode riset (Kriyantono, 2006:51). Metode akan mengatur langkah-langkah dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian menjadi amat penting untuk menjaga peneliti tetap fokus pada penelitiannya. 3.1 Jenis Penelitian Conny R Semiawan (2008) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral, di mana untuk mengerti gejala sentral peneliti dapat mewawancarai partisipan. Informasi tersebut bisa berupa kata atau teks, yang nantinya disebut data dan akan dianalisis. Hasil analisis itu nantinya akan diinterpretasi untuk menangkap arti yang mendalam yang dapat dituangkan dalam bentuk laporan tertulis (Semiawan, 2010:7-20). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif eksplanatoris. Penelitian explanatoris adalah penelitian yang bertujuan melihat kausalitas faktor-faktor terhadap suatu fenomena tertentu.Jenis penelitian eksplanatoris menghendaki ketelitian dan terpenuhinya representasifitas yang berusaha menjelaskan hubungan suatu fenomena dengan faktor-faktor terkait (Neuman, 2000: 21-22). Analisis wacana kritis merupakan jenis penelitian eksplanatoris, karena berusaha menjelaskan suatu fenomena dengan faktor-faktor yang ada. Dalam peneltian ini analisis dilakukan dengan pendekatan Norman Fairclough dalam melihat teks dalam buku Tuhan Maha Asyik, dan teks yang akan di analisa ialah teks yang berisikan kritik sosial terhadap kondisi sosial di Indonesia.

BAB III METODE PENELITIAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16340/3/T1_362012049_BAB...Informasi tersebut bisa berupa kata atau teks, yang nantinya disebut

Embed Size (px)

Citation preview

18

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi dibentuk dari kata metodos dan logos. Metodos berarti cara,

teknik atau prosedur dan logos yang berarti ilmu. Sehingga pengertian metodologi

adalah ilmu yang mempelajari prosedur atau teknik-teknik tertentu. Metodologi

riset merupakan suatu pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat pada

metode riset (Kriyantono, 2006:51). Metode akan mengatur langkah-langkah

dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian menjadi amat penting untuk

menjaga peneliti tetap fokus pada penelitiannya.

3.1 Jenis Penelitian

Conny R Semiawan (2008) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

suatu pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral, di

mana untuk mengerti gejala sentral peneliti dapat mewawancarai partisipan.

Informasi tersebut bisa berupa kata atau teks, yang nantinya disebut data dan akan

dianalisis. Hasil analisis itu nantinya akan diinterpretasi untuk menangkap arti

yang mendalam yang dapat dituangkan dalam bentuk laporan tertulis (Semiawan,

2010:7-20). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

eksplanatoris. Penelitian explanatoris adalah penelitian yang bertujuan melihat

kausalitas faktor-faktor terhadap suatu fenomena tertentu.Jenis penelitian

eksplanatoris menghendaki ketelitian dan terpenuhinya representasifitas yang

berusaha menjelaskan hubungan suatu fenomena dengan faktor-faktor terkait

(Neuman, 2000: 21-22).

Analisis wacana kritis merupakan jenis penelitian eksplanatoris, karena

berusaha menjelaskan suatu fenomena dengan faktor-faktor yang ada. Dalam

peneltian ini analisis dilakukan dengan pendekatan Norman Fairclough dalam melihat

teks dalam buku Tuhan Maha Asyik, dan teks yang akan di analisa ialah teks yang

berisikan kritik sosial terhadap kondisi sosial di Indonesia.

19

3.1.1. Pendekatan Kritis

Pendekatan kritis muncul sebagai koreksi dari pandangan

konstruktivisme yang dinilai tidak cukup peka mengkaji proses produksi

dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional.

Menurut Hikam (Eriyanto,2001: 8-10) analisis wacana dalam pandangan

kritis mengungkapkan jika individu tidak dianggap sebagai subjek yang

netral jadi bisa menafsirkan apa saja sesuai pikirannya. Hal ini dikarenakan

adanya hubungan dan pengaruh dari kekuatan sosial dalam masyarakat.

Sedangkan bahasa dianggap sebagai representasi yang dapat membentuk

subjek wacana hingga dapat membentuk strategi tertentu. Jadi analisis wacana

dalam pandangan kritis digunakan untuk membongkar kuasa yang ada dalam

setiap proses bahasa. Melalui pendekatan wacana, pesan-pesan

komunikasitidaklah bersifat netral.

Dalam studi analisis tekstual, analisis wacana kritis termasuk dalam

pendekatan kritis, suatu paradigma berpikir yang melihat pesan sebagai

pertarungan kekuasaan.Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah

saluran yang bebas dan netral.Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu

dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Dengan

kata lain, teks di dalam media adalah hasil proses wacana media (media

discourse). Di dalam proses tersebut, nilai-nilai, ideologi, dan kepentingan

media turut serta di dalamnya sehingga jelas terlihat tidak netral.

3.2 Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah segala hal yang berhubungan dengan

penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah buku Tuhan

Maha Asyik.

3.3 Unit Analisa dan Unit Amatan

Satuan analisis adalah keberadaan atau populasi yang terhadapnya dibuat

kesimpulan atau kerampatan empirik (Ihalauw, 2003: 174). Berdasarkan

pengertian tersebut unit analisis dalam penelitian ini adalah konsep ideologi

Ketuhanan dalam buku Tuhan Maha Asyik. Satuan amatan adalah sesuatu yang

20

dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau

menjelaskan tentang satuan analisis (Ihalauw, 2003: 174) Sedangkan unit amatan

dalam penelitian ini adalah buku Tuhan Maha Asyik.

3.4 Jenis dan Sumber Data

3.4.1 Data Primer

Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari

sumber asli (tidak memakai perantara), data primer secara khusus

dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti

(Indrianto dan Supomo, 2002:147). Data primer pada penelitian ini

diperoleh langsung dari wawancara yang dilakukan dan observasi. Data

yang diperoleh langsung oleh peneliti dari hasil wawancara dengan penulis

buku Tuhan Maha Asyik.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder, adalah data yang diperoleh oleh peneliti secara

tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder disini diperoleh

oleh peneliti dari literatur-literatur, kepustakaan dan sumber-sumber

tertulis lainnya. Selain dari sumber yang telah disebutkan sebelumnya,

data sekunder dalam penelitian ini juga berasal dari hasil mewawancarai

pembaca buku Tuhan Maha Asyik.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif, dengan lebih banyak

bersifat uraian dari hasil studi dokumentasi dan kepustakaan. Pengumpulan data

merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data

pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi

dokumentasi. Menurut Patton (Moleong, 2004:103), analisis data adalah “proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan

uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya

kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok

21

penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

a) Dokumentasi

Adalah pencarian data yang berupa catatan, traskrip, buku, surat

kabar, majalas, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya

(Suharsimi Arikunto, 2005:206). Penelitian ini mendokumentasikan

seluruh kegiatan wawancara dengan narasumber menjadi sebuah transkrip

percakapan.

b) Kepustakaan

Adalah hal yang sangat penting dalam penelitian studi deskriptif

karena tanpa adanya literatur pendukung, maka penelitian akan mengalami

banyak kesulitan dan hambatan untuk memperoleh data, baik data yang

bersifat teoritis maupun praktis. Dalam penelitian ini, literatur pendukung

berasal dari referensi pustaka baik buku maupun jurnal.

3.6 Analis Wacana Kritis (Critical Discourge Analysis) Norman Fairclough

Pendekatan Fairclough ini intinya menyatakan jika wacana merupakan

bentuk penting praktik sosial yang mereproduksi dan merubah pengetahuan,

identitas, hingga hubungan sosial yang melingkupi hubungan kekuasaan yang

sekaligus dibentuk oleh struktur dan praktik sosial yang lain (Jorgensen,

2007:122-123). Analisis wacana pendekatan Norman Fairclough dikenal dengan

nama analisis wacana tiga dimensi. Analisis wacana tiga dimensi ini ialah analisis

yang melibatkan tiga tingkat analisis sebagai berikut.

1. Analisis teks atau textual (mikro), yaitu pendeskripsian (description)

mengenai teks

2. Analisis wacana atau discourse practice (meso), yakni interpretasi

(interpretation) hubungan antara proses produksi wacana dan teks

3. Analisis sosial budaya atau sociocultural practice (makro), yaitu

penjelasan (explanation) hubungan antara proses wacana dengan

proses sosial (Eriyanto, 2001:286-288; Titscher, 2000:244-247)

22

Gambar 3.1

Kerangka Analisa Wacana Kritis Norman Fairclough

Sumber: http://jlt-polinema.org/?tag=analisis-wacana-kritis

(dikutip 9/5/2017 pukul 17.00 WIB)

Penjelasan dari gambar di atas adalah sebagai berikut:

Dimensi pertama yang merupakan dimensi mikro dalam kerangka analisis

wacana kritis Fairclough adalah dimensi analisis teks yang meliputi bentuk-

bentuk tradisional analisis linguistik – analisis kosakata hingga semantik, tata

bahasa kalimat dan unit-unit lebih kecil, serta sistem suara dan sistem tulisan.

Dalam istilah Fairclough disebut analisis linguistik.

Dimensi kedua ialah dimensi praktik wacana (discourse practice). Dalam

analisis dimensi ini, interpretasi dimulai dari pemrosesan wacana yang meliputi

aspek penghasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Beberapa dari aspek-aspek

itu memiliki sifat yang lebih kental dengan ideologi media atau penulis yang

bersangkutan, sedangkan yang lain berupa proses-proses penggunaan dan

penyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses kearah ideologi, Fairclough

melihat adanya kepentingan media atau penulis dalam penghasilan teks-teks

media.

Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosial budaya media. Dalam analisis

tingkat makro ini melihat konteks sosial yang ada di luar media sebenarnya

membawa pengaruh terhadap wacana yang ada dalam media. Fairclough

23

menganggap jika media bukan pihak yang netral karena mereka sangat ditentukan

oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri.

Fairclough menyatakan bahwa praktik sosial memiliki berbagai orientasi,

seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, ideologi, dan sebagainya, dan wacana

merupakan bentuk penggabungan dari semuanya. Analisis dimensi praktik sosial

merujuk kepada usaha menjelaskan persoalan yang berorientasi terhadap nilai,

kepercayaan, ideologi, filosofi, budaya, dan masih banyak lagi, serta semuanya itu

terbentuk dalam wacana. Penggunaan aspek kebahasaan dalam penelitian ini

merujuk kepada analisis teks, sebagai suatu bentuk pemanfaatan bahasa, dari

aspek morfologis, sintaksis, dan konteks. Dengan kata lain, ekspresi kebahasaan

juga dapat dilihat sebagai upaya pemanfaatan bahasa yang digunakan dalam suatu

teks.

Lalu representasi dalam penelitian ini menunjuk pada bagaimana

seseorang, suatu kelompok, suatu gagasan atau pendapat ditampilkan dalam

pemberitaan. Bisa saja terjadi misrepresentasi yakni tampilan yang tidak

semestinya bahkan mungklin cenderung memperlihatkan kesan buruk dari objek

sesungguhnya yang diberitakan. Representasi dan misrepresentasi merupakan

wujud dari kebahasaan media. Bagaimana objek ditampilkan dan dibentuk dalam

wujud bahasa (Eriyanto, 2001:289-326).

Dalam proses analisa data, teks berita akan di bahas satu persatu

berdasarkan analisis wacana kritis milik Norman Fairclough sebagai berikut.

3.6.1. Analisis Teks

Analisis teks berita difokuskan dalam tiga unsur, yakni

representasi, relasi dan identitas. Representasi ialah gambaran suatu

peristiwa, keadaan, atau situasi bahkan orang maupun kelompok yang

terdapat dalam sebuah teks. Sementara relasi ialah bentuk hubungan antara

wartawan/media, khalayak dan partisipan yang ada dalam teks.Lalu

identitas yang dimaksud di sini ialah identitas wartawan/media, khalayak

dan partisipan yang ada dalam teks. Tiga unsur ini akan tercemin di dalam

teks-teks yang akan di analisis dilihat dari tiap-tiap bahasanya.

24

Dalam analisis bahasa, bahasa-bahasa yang tersusun dalam teks

akan terlihat melalui pendekatan linguistik, dan bahasa yang terlihat

menarik atau dalam hal ini terlihat memiliki makna khusus akan dikaji

dengan pandangan kritis. Di level bahasa dalam teks ini sendiri, akan

dilihat dari beberapa hal sebagai berikut.

1. Representasi Dalam Anak Kalimat

Aspek ini berhubungan dengan bagaimana seseorang, kelompok,

dan kegiatan ditampilkan ke teks yang berbentuk bahasa. Bagi Fairclough,

pada dasarnya pemakaian bahasa dihadapkan dalam dua dua pilihan yakni

tingkat kosakata (vocabulary) yakni tentang kosakata apa yang digunakan

untuk menggambarkan sesuatu, yang menunjukkan bagaimana suatu hal

dibentukkan ke dalam satu set kategori. Lalu pilihan yang kedua yakni

melihat di tingkat tata bahasa (grammar) di mana melihat apakah suatu

kejadian ditampilkan sebagai sebuah tindakan atau peristiwa, atau yang

lainnya. Serta di tingkat tata bahasa Fairclough memusatkan pada apakah

tata bahasa ditmpilkan dalam bentuk proses atau partisispan. Lalu dapat

juga melihat dalam pemakaian metafora, yang juga dapat menjadi kunci

bagaimana realitas ditampilkan dan dibedakan dengan yang lain.

2. Representasi dalam Kombinsi Anak Kalimat

Antara satu anak kalimat dengan yang lain dapat digabunggkan

hingga membentuk suatu pengertian yang dapat dimaknai. Gabungan

antara anak kalimat dapat membentuk koherensi, yakni pengertian yang di

dapat dari penggabungan kalimat satu dengan kalimat yang lain, hingga

kalimat tersebut menjadi mempunyai arti. Koherensi ini pada titik tertentu

menunjukan ideologi dari pemakaian bahasa.

Koherensi antara anak kalimat ini mempunyai beberapa bentuk,

yang pertam disebut elaborasi. Yakni anak kalimat yang satu menjadi

penjelas anak kalimat yang lain, lalu kedua ada perpanjangan di mana

anak kalimat satu menjadi perpanjangan anak kalimat yang lain. Ketiga,

25

mempertinggi dalam hal ini anak kalimat yang satu posisinya lebih besar

dari anak kalimat lain.

3. Representasi dalam Rangkaian Antar Kalimat

Aspek ini berhubungan dengan bagaimana dua kalimat atau lebih

dirangkai ataupun disusun. Representasi ini berhubungan dengan

bagaimana kalimat yang lebih menonjol dibandingkan dengan yang

lain.Aspek penting perlu dicermati ialah apakah partisipan dianggap

mandiri atau ditampilkan memberi reaksi dalam teks. Penempatan susunan

kalimat secara implisit menunjukkan praktik yang ingin disampaikan oleh

wartawan.

4. Relasi

Aspek ini berhubungan dengan bagaimana partisipasi dalam

media berhubungan dan ditampilkan dalam teks. Di sini media dianggap

sebagai suatu arena sosial, di mana semua kelompok, golongan, dan

khalayak saling berhubungan menyampaikan versi gagasan dan

pendapatnya.Fairclough membagi tiga kategori partisipan utama dalam

media, yakni wartawan (redaktur, pembaca berita, reporter), khalayak

media dan partisipan publik (politisi, pengusaha, tokoh masyarakat,

ilmuan, dll). Titik perhatian dari analisis hubungan ialah bagaimana pola

hubungan di antara ketiga aktor ini ditampilkan dalam teks. Analisis

tentang konstuksi hubungan ini dalam media sangat penting dan signifikan

terlebih jika dihubungkan dengan konteks sosial. Analisis dalam hubungan

ini penting dalam dua hal. Pertama, media merupakan ruang sosial dimana

tiap–tiap kelompok yang ada saling mengungkapkan pendapat dan

gagasan serta mencari pengaruh agar diterima oleh publik. Kedua, analisis

hubungan juga penting untuk melihat bagaimana khalayak diposisikan

dalam pemberitaan.

26

5. Identitas

Aspek identitas melihat bagaimana identitas wartawan

ditampilkan dan dikonstruksi dalam teks pemberitaan. Penulis akan

melihat bagaimana wartawan memposisikan diri dan mengidentifikasi

dirinya dengan kelompok sosial yang terlibat. Setelahnya penulis juga

akan mengidentifikasi partisipan publik dan khalayak dalam teks

(Eriyanto, 2001:290-305).

3.7 Intertekstualitas

Intertekstualitas adalah istilah di mana teks dan ungkapan dibentuk

melalui teks yang ada sebelumnya, saling menanggapi dan mengantisipasi satu

dengan yang lainnya. Menurut Bakhtin yang dikutip Fairclough, semua ungkapan

dari semua jenis teks seperti laporan ilmiah, novel dan berita di bedakan oleh

perubahan dari pembicara dan ditujukan dengan pembicara atau penulis

sebelumnya. Setiap ungkapan dihubungkan oleh suatu rantai komunikasi, dan

semua pernyataan didasarkan dan mendasari teks lain. Gagasan Bakhtin yakni

wacana bersifat dialogis, dimana penulis teks pada dasarnya tidak berbicara

dengan dirinya sendiri dan menyuarakan dirinya sendiri, ia berhadapan dengan

suara lain, teks lain. Fairclough sendiri menyitir teori intertekstualitas Bakhtin

tersebut untuk mengetahui gambaran bagaimana wartawan sebagai pemroduksi

teks juga menghadapi aneka suara yang ada, lalu bagaimana wartawan

menampilkan suara-suara yang ada, hingga pandangan banyak pihak itu

dihadapkan dengan suaranya sendiri yang akan ditampilkan dalam bentuk teks

berita.

Intertekstual sendiri pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian besar, yakni

manifest intertectualy yang merupakan bentuk intertekstualitas di mana teks yang

lain atau suara yang lain muncul secara eksplisit dalam teks. Ada beberapa jenis

manifest intertectualy yakni representasi wacana, pengandaian, negasi, ironi, dan

metadiscourse. Lalu yang kedua ada interdiscursivity di mana teks lain atau suara

yang lain mendasari konfigurasi elemen. Fairclough sendiri menjabarkan

beberapa elemen dari interdiskursif ini sebagai genre, tipe aktivitas dan wacana.

27

Elemen-elemen ini dapat di rangking karena elemen ini saling menjelaskan

elemen yang lain. Analisis ini melihat tentang cara wartawan menampilkan

pemikirannya sendiri dianatara banyak pemikiran dan pandangan dalam suatu teks

berita (Eriyanto, 2001:305-316).

3.8 Analisis Praktik Wacana (Discourse Practice)

Analisis praktik wacana ini memfokuskan perhatian pada produksi dan

konsumsi teks. Teks dibentuk melalui suatu praktik diskursus, yang menentukan

bagaimana teks akan diproduksi. Fairclough membagi dua sisi praktik diskursus

ini yakni, produksi teks (pihak media) dan konsumsi teks (pihak khalayak).

Intinya analisis ini ingin melihat bagaimana suatu teks diproduksi dan bagaimana

suatu teks tersebut dikonsumsi. Sehingga akan dilihat setidaknya tiga aspek

penting yang mempengaruhinya, yakni sisi individu wartawan, lalu hubungan

wartawan dengan struktur organisasi media (semua pihak baik anggota redaksi

hingga bidang lain salam satu media seperti periklanan, dll) dan praktik kerja

(rutinitas kerja) dari produksi berita dari pencarian berita, penulisan, editing

hingga berita tersebut muncul. Ketiga pihat tersebut saling terkait satu dengan

yang lain dalam memproduksi wacana berita (Eriyanto, 2001:316-320)

3.9 Analisis Praktik Sosial Budaya (Sociocultural Practice)

Analisis praktik sosial budaya didasarkan pada asumsi bahwa kontes sosial

yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana muncul dalam

media.analisis teks, analisis praktik wacana dengan kondisi sosial budaya yang

ada. Teks dapat saja merepresentasikan ideologi yang ada di suatu negara, daerah,

atau ideologi kelompok tertentu. Kondisi sosial budaya di sini tidak hanya ranah

daerah, nasional namun dapat mencakup internasional. Menurut fairclough,

hubungan praktik sosial budaya dengan teks terjadi tidak langsung, namun

dimediasi oleh praktik wacana yang ada. Fairclough pun membagi tiga level

analisis pada praktik sosial budaya sebagai berikut.

28

1. Situasional

Teks dihasilkan dalam suatu kondisi suatu suasana yang khas,

unik, sehingga berbeda dengan suatu teks yang lain. Jika wacana dipahami

sebagai suatu tindakan, maka tindakan yang sebenarnya ialah respon

terhadap konteks sosial tertentu. Setiap peristiwa tentu dibalut dengan

konteks situasional yang khas, yang dipengaruhi oleh nuansa dan emosi

tertentu.

2. Institusional

Level Institusional melihat bagaimana intitusi organisasi

mempengaruhi praktik produksi wacana. Institusi di sini bias berasal dari

diri media sendiri, dan juga dapat berasal dari kekuatan-kekuatan eksternal

yang dapat menentukan proses produksi berita. Faktor institusiyang

penting ialah institusi yang berhubungan dengan ekonomi media, karena

produksi berita tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ekonomi. Pertama,

tentu pengiklan menentukan keberlangsungan hidup media. Kedua,

khalayak pembaca dalam industry modern ditujukkan dengan data-data

seperti oplah dan rating, sehinnga wartawan yang memproduksi berita

harus menciptakan “berita yang baik” yang dapat disukai banyak orang.

Sehingga tak jarang untuk menarik perhatian dilakukan dramatisasi isu

hingga menarik minat banyak orak. Ketiga adanya persaingan antar media.

Pada dasarnya media memperebutkan khalayak dan pengiklan yang sama

serta berhadapan dengan peristiwa yang sama. Keempat, adanya intervensi

dari pemilik modal (pemilik media), di mana kepemilikan disini harus

dihubungkan secara luas dengan kapitalisme yang ada di berbagai bidang.

Dan kelima adanya institusi politik. Institsi politik ini mempengaruhi

kehidupan dan kebijakan media.

3. Sosial

Fairclough menegaskan bahwa wacana yang muncul di media

ditentukan oleh perubahan masyarakat. Aspek sosial lebih melihat ke

29

aspek makro seperti sistem politik, ekonomi, atau sistem budaya secara

keseluruhan. Sistem itu yang menentukan siapa yang berkuasa, nilai apa

yang dominan di masyarakat dan bagaimana nilai dan kelompok yang

berkuasa itu mempengaruhi dan menentukan perilaku media (Eriyanto,

2001:320-326).