12
LAMPIRAN

LAMPIRAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16340/9/T1_362012049_Lampiran.pdf · contoh kasusnya di Indonesia, banyak sekali jika kamu perhatikan di media

Embed Size (px)

Citation preview

LAMPIRAN

Data Narasumber

Nama : Sujiwo Tejo

(Penulis buku Tuhan Maha Asyik)

Tanggal wawancara : 22 Oktober 2017, pukul 22:04 WIB

Lokasi wawancara : Kampus UNS Solo

1. Mengapa Anda tertarik membuat buku ini?

Saya menulis karena memang saya seorang penulis. Jadi sudah seharusnya

saya mencurahahkan pikiran saya dalam bentuk tulisan.

2. Mengapa menggunakan tokoh anak-anak?

Bagi saya, manusia juga seorang homo ludens. Yaitu makhluk yang bermain.

Bagi saya, dunia dan seisinya adalah permainan. Dan dalam diri saya

bersemayam jiwa anak-anak yang selalu ingin bermain dan ingin tahu. Anak-

anak mampu memahami Tuhan tanpa tendensi apa-apa. Dengan segala

kepolosan dan keingintahuan itulah mereka menjalani hidup sebagai anak-

anak. Tidak menganggap segala sesuatu sebagai hal yang sangat serius hingga

kemudian berduka seperti orang dewasa. Manusia pun menurut saya juga

seperti itu dalam kaitannya dengan Tuhan. Karena Tuhan ada dimana-mana

dan kita bisa melihat Tuhan dimanapun mata memandang. Saya bersyukur

masih ada jiwa anak-anak dalm diri saya karena dengan cara itulah saya

bersenang-senang dalam memahami Tuhan. Tentunya dengan cara saya. Dia

membiarkan saya bebas berekspresi.

3. Apa makna dibalik nama-nama tersebut?

Hahaha. Karena saya dekat dengan mereka. Dekat dan mempelajari berbagai

ajaran agama di Indonesia. Jadi saya tidak mau berbicara atas nama satu

agama saja. Saya berbicara secara universal. Karena Tuhan itu milik semua

umat.

Tokoh Christine. Mewakili umat Kristiani. Karena saya juga mempelajari

agama kristiani dan memiliki hubungan yang baik dengan umat Kristiani.

Tokoh Buchori. Ini sebenarnya nama kyai saya di Madura. Tetapi selain itu

maksudnya adalah imam Bukhori Muslim. Boleh juga diartikan sebagai kitab

Bukhori.

Tokoh Samin. Saya memiliki kedekatan dengan kaum Samin. Saya belajar

banyak hal dari mereka. Jika mengerti ajaran Samin, kamu akan terpukau

pada hati mereka.

Tokoh Kapitayan dan Pangestu. Dua-duanya adalah aliran kepercayaan di

Indonesia. Kapitayan adalah agama leluhur yang ajarannya tidak beda dengan

ajaran Islam. Begitu juga dengan Pangestu yang juga merupakan ajaran

kepercayaan. Keduanya memiliki makna mendalam jika kamu pelajari.

Banyak referensi yang bisa kamu gunakan. Jadi sebaiknya baca dulu

mengenai Kapitayan dan Pangestu. Nanti akan paham sendiri.

Parwati adalah salah satu dewi dalam agamaHindu. Saya meggunakn nama

Parwati sebagai salah satu tokoh dalam buku ini juga untuk mewakili umat

Hindu. Maksudnya mewakili kedekatan saya dengan mereka sekaligus

menunjukkan jika Tuhan itu juga milik umat Hindu.

Sedangkan Dharma saya ambil dari ajaran Dharma dari agama Budha.

4. Anda tadi menyebutkan memahami Tuhan dengan cara Anda. Apa

maksudnya? Apakah tata cara dalam agama belum membuat Anda

memahami Tuhan?

Iya betul. Apa yang ada dalam ajraan agama memang sudah baik dan indah.

Seperti itu saja sudah indah. Tetapi kok keindahn itu tidak pas di saya. Jadi

saya cari sesuatu yang membuat hati saya nyama. Dan disitulah saya bisa

memahami Tuhan dengan cara saya sendiri. Misalnya begini, surat Al-Maidah

(kemudian Sujiwo Tejo melantunkan ayat tersebut dalam dua versi. Versi

pertama seperti lantunan ayat pada umumnya dan versi kedua dengan cara

melagukannya).

Lihat kan? Beda gitu lhofeel-nya. Surat Al-Maidah memang sudah indah. Tapi

bagi saya itu tidak bisa menyentuh sampai ke hati. Lalu saya menggunakan

cara saya sendiri. Dengan cara anak-anak tadi. Cara yang membuat saya

bahagia.

5. Pesan apa yang ingin Anda sampaikan melalui buku ini?

Sederhana saja. Agama apapun hanya sebagai jalan untuk sampai pada Tuhan.

6. Anda mengkritisi banyak hal dalam buku ini, apakah ini bentuk kritikan

Anda?

Sebenarnya soal kritik atau bukan itu tergantung bagaimana pembaca

menafsirkan. Saya hanya penulis yang mencurahkan pemikirannya dalam

sebuah buku. Tetapi jika dikatakan merespon fenomena yang terjadi di sekitar

kita, jawabnya sudah tentu iya.

7. Lalu bolehkah jika saya menyimpulkan jika buku ini adalah bentuk

kritik terhadap kondisi masyarakat kita saat ini?

Terserah kamu. Bagi saya, ketika buku ini terbit, maka dia sudah berdiri

sendiri sebagai sebuah karya. Dan penulisnya sudah mati. The author is dead.

Sehingga apapun kesimpulan dan penilaianmu terhadap buku ini saya tidak

ada masalah. Yang jelas, saya tidak mengeluarkan staement apapun terkait

buku ini.

8. Buku ini diluncurkan bertepatan dengan mencuatnya kasus SARA salah

satu tokoh politik. Apakah ini ada hubunganya?

The author is dead. Tetapi jika kamu menyimpulkan seperti itu ya silakan.

Karena pembaca kan bebas berasumsi. Sebenarnya buku ini sudah saya buat

dengan Buya (panggilan MN Kamba-red) sejak lama ketika saya di Jeddah.

Hanya kebetulan saja jika peluncurannya bertepatan dengan momen itu.

Tetapi saya memilih untuk tidak berkomentar mengenai hal itu.

9. Buku ini lebih banyak mengutip ayatagama Islam. Mengapa?

Islam itu apa menurutmu? Islam itu artinya berserah diri. Penyerahan diri total

pada Tuhan. Jadi siapapun yang menyerahkan diri sepenuhnya pada Tuhan,

dialah Islam. Jadi jangan dipahami bahwa Islam itu sebagai sebuah agama.

Kembalikan Islam pada hakekanya yaitu berserah diri. Siapapun kamu,

apapun agamau, jika kamu menyerahkan dirimu sepenuhnya pada Tuhan, itu

Islam namanya. Dan dalam ajaran agama apapun pasti mengajarkan seperti

itu. Menyerahkan diri pada Tuhan. Dan itu adalah inti dari sebuah agama.

10. Dalam buku ini beberapa kali menyebut otoritas keagamaan, apakah

yang dimaksud adalah salah satu otoritas keagamaan di Indonesia?

Saya serahkan penilaian dan analisis itu sepenuhnya padamu. Saya tidak mau

berkomentar mengenai hal itu. Hahaha.

11. Apakah yang Anda tulis dalam buku ini ada kaitannya dengan situasi

bangsa Indonesia beberapa waktu terakhir?

Buku ini merupakan curahan isi pikiran saya selama beberapa waktu terakhir.

Kemudian dielaborasi oleh Buya. Tetapi sekali lagi, semua penafsiran saya

serahkan sepenuhnya pada pembaca.

Data Narasumber

Nama : Dr M. Nur Samad Kamba, M.A.

(Penulis buku Tuhan Maha Asyik)

Tanggal wawancara : 16 November 2017, pukul 11:00 WIB

Lokasi wawancara : Kampus UIN Walisongo Semarang

1. Mengapa Anda tertarik membuat buku ini?

Ini salah satu bentuk sambung rasa saya dengan Mbah Tejo (Sujiwo Tejo-

red). Saya ikut Mbah saja. Beliau punya gagasan apa dan saya hanya

mengikuti. Dan kami hanya sebatas menuangkan gagasan dalam pikiran.

Sesederhana itu saja.

2. Apa yang melatarbelakangi penulisan buku ini?

Sebagai warga negara yang peduli dengan bangsanya, sudah pasti saya merasa

perlu terlibat dalam penulisan buku ini. Saya memperhatikan perkembangan

kondisi bangsa Indonesia yang semakin hari semakin begini. Buku ini

sebenarnya merespon apa yang terjadi dengan bangsa ini. Bahwa Nusantara

ini harus tetap terjaga harmoninya antar semua kelompok-kelompok yang ada.

Tidak boleh terecah belah karena kepentingan-kepentingan satu pihak. Saya

adalah satu orang yang mengamati dan mempelajri perkembangan sejarah

termasuk didalamnya perkembangan sejarah agama. Sejak abad ke-2 sesudah

wafatnya Nabi, sejarah agama mulai ada pembelokan hingga sekarang.

Agama banyak sekali digunakan untuk berbagai kepentingan sosial politik

bahkan ekonomi. Agama seolah menjadi kendaraan untuk kepentingan-

kepentingan tersebut.

3. Dalam menyampaikan gagasan, Sujiwo Tejo menggunakan tokoh anak-

anak. Apa yang membuat Anda sependapat?

Saya sepenuhnya tidak ada masalah dengan hal itu. Saya sangat mengerti jika

itu adalah cara Mbah Tejo bermain dan mengenal Tuhan.

4. Pesan apa yang ingin Anda sampaikan melalui buku ini?

Gagasan utama yang ingin disampaikan dalam buku ini adalah agama sebisa

mungkin dijauhkan dari kepentingan-kepentingan dan gerakan sosial. Saya

ingin orang yang membaca buku ini memiliki pandangan yang berbeda

terhadap agama dan Tuhan dengan cara yang sederhana. Supaya orang bisa

menemukan kedamaian. Misalnya seorang Katolik tidak perlu merasa

tersesatkarena orang Islam menganggap mereka tersesat. Begitu juga dengan

orang Islam juga tidak harus merasa mengkafirkan orang lain hanya karena

merasa agamanya yang paling direstui Tuhannya. Padahal sebenarnya tidak

demikian. Kalau orang baca buku ini, mereka akan berpikir bengapa tidak

bersama-sama saja masuk surga? Kan lebih enak. Toh Tuhan juga tidak

pernah bilang apa-apa soal itu. Tuhan juga tidak mengambil manfaat dari

orang-orang yang memeluk agama tersebut. Itu hanya kata mereka saja.

Karena kepatuhanmu pada Tuhan itu membawa kepuasan dalam dirimu

sendiri. Dan ini berdampak pada kehidupan pribadi dan sosialnya.

5. Apakah yang Anda tulis dalam buku ini ada kaitannya dengan situasi

bangsa Indonesia beberapa waktu terakhir?

Tidak bisa dipungkiri jika buku ini merespon berbagai fenomena sosial yang

terjadi beberapa waktu belakangan. Tetapi jika dikaitkan secara khusus, tidak.

Tetapi beberapa kejadian yang terjadi di Indonesia

6. Apa yang menjadi keprihatinan terbesar Anda dalam buku ini?

Agama sudah dijadikan sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan tertentu.

Baik itu sosial, pribadi, politik dan ekonomi.

7. Apakah buku ini merupakan kritik terhadap pihak lain? Jika iya, siapa?

Sudah jelas iya. Tetapi secara spesifik memang tidak. Kritik yang

disampaikan dalam buku ini lebih berupa respon terhadap fenomena yang

terjadi dalam masyarakat kita. Kritik terutama pada mereka yang

menggunakan agama sebagai kendaraan untuk kepentingan-kepentingan

mereka.

8. Dalam buku ini beberapa kali menyebut otoritas keagamaan, apakah

yang dimaksud adalah salah satu otoritas keagamaan di Indonesia?

Benar. Tetapi dalam penyebutannya harus ada data dan bukti yang jelas

mengenai lembaga tersebut.

9. Bisa dijelaskan sedikit mengenai hal tersebut?

Sekarang misalnya MUI. Jika kita mau mengkaji lebih dalam mengenai hal

tersebut, sebenarnya MUI tidak memiliki kekuasaan atau kewenangan untuk

menilai halal dan haram. Mereka tidak berhak menerbitkan sertifikasi halal.

Karena dalam kitab suci Al-Quran sendiri dijelaskan barang-barang yang

diharamkan untuk dikonsumsi. Yang diharamkan kan babi, untuk dimakan.

Tetapi oleh MUI yang diharamkan adalah semua yang mengandung unsur

babi. Termasuk kosmetik, obat, fashion. Bahkan peralatan yang bersentuhan

dengan babi pun diharamkan. Padahal ketika didebat mengenai dasar

pengharaman itu juga tidak ada. Mereka tidak ada dasar yang pasti mengenai

hal tersebut.

Ini ada contoh lagi. Air minum mana ada diberi label halal. Mana masuk

logikanya? Teknologi dan ilmu pengetahuan sekarang sudah begitu canggih

dan sampai pada ketepatan bahwa air ini higienis dan layak untuk dikonsumsi.

Air ini cocok untuk konsumsi manusia. Lalu mengapa masih harus dilabeli

dengan label halal? Kok agama jadi diperdagangkan?

10. Lalu sebenarnya siapa yang berhak untuk melakukan hal itu?

Tidak ada. Siapa yang memberikan MUI hak untuk memberikan sertifikasi

halal? Tidak ada. Begitu juga dengan otoritas keagamaan lain atau kelompok

lain. Mereka hanya mengambil alih kekuasaan atas nama Tuhan. Jika kita

kembalikan lagi ke kitab suci, mana ada hal itu? Itu hanya penafsiran mereka

saja. Mereka merasa berhak melakukan tindakan dengan mengatasnamakan

Tuhan.

Contoh lain dalam agama Nasrani dengan sistem kependetaan.Memangnya

Tuhan memerintahkan untuk membuat sistem kependetaan? Kan tidak.

Otoritas keagamaanlah yang merasa menjadi wakil Tuhan dan merasa berhak

mengambil alih kepemimpinan umat.

Sebenarnya siapapun tidak berhak untuk menghakimi sesama makhluk Tuhan.

Lha memangnya siapa mereka? Tetapi kembali lagi, itu semua hanya

penafsiran mereka saja.Termasuk mengkafirkan orang, menganggap diri

sendiri dan kaumnya lebih suci dan yang lain tidak. Itu hanya penafsiran

mereka saja.

11. Dalam buku ini juga disebutkan berapa pihak seprti Ormas misalnya,

yang melakuan hal serupa. Apakah bisa dijelaskan?

Banyak pihak yang bisa dikritisi jika kita bisa meneliti satu per satu. Tapi

pada dasarnya ya sama. Mereka menatasnakanTuhan untuk kepentingan

mereka. Dan merasa berhak menghakimi dan mengkafirkan siapapun yang

tidak sepaham dengan mereka. Parah sekali.

Sebenarnya buat apa orang belajar agama di universitas. Ini kan hanya tradisi

yang diwariskan ke masyarakat kita.Kalau mau dilanjutkan ya tidak apa-apa.

Tapi kalau perguruan tinggi masuk ke ranah agama ya dimana nilai

akademisnya? Agama kan urusan manusia dengan Tuhan. Lha ngapain

dinilai?

Jika kita berbicara mengenai Ormas di Indonesia banyak sekali. Tetapi

memang perlu pengkajian lebih mendalam mengenaihal ini. Silakan kamu cari

contoh kasusnya di Indonesia, banyak sekali jika kamu perhatikan di media

massa.

12. Mengapa dalam buku ini banyak memuat tanggapan tokoh-tokoh dari

lintas agama?

Untuk menegaskan pesan bahwa buku ini bukan untuk satu kalangan saja.

Buku ini adalah untuk semua makhluk dan diharapkan bisa membawa

kedamaian bagi siapapun yang membacanya.

FOTO WAWANCARA

Keterangan foto wawancara 1

Narasumber: Sujiwo Tejo

Lokasi :Sahid Hotel Solo

Tanggal : 22 Oktober 2017, Pukul 19:52

Keterangan Foto Wawancara II

Narasumber : DR.MN.Kamba & Sujiwo Tejo

Lokasi : UIN Walisongo Semarang

Tanggal : 13 November 2017, Pukul 14: 36