Upload
yollayusticia
View
66
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-
sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat
film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus
kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,
menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel
sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan
cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa
descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang
3
sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan
nomor dua di Indonesia.
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.
1.2 Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,
klasifikasi, gambaran klinis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari
ulkus kornea.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penulis tentang
ulkus kornea.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan merujuk
pada beberapa literatur.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. T
MR : 792732
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Berdagang
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Painan, Pesisir Selatan
Anamnesis (tanggal 12 September 2012)
Seorang pasien laki-laki berusia 48 tahun dirawat di bangsal mata RSUP
Dr. M Djamil Padang sejak tanggal 11 September 2012 dengan :
Keluhan Utama :
Mata kiri merah dan kabur sejak 2.5 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Mata kiri merah dan kabur sejak 2.5 bulan yang lalu
- Riwayat mata kiri masuk kumbang pada saat pasien mengendarai motor 3
bulan yang lalu.
- Pasien dibawa ke spesialis mata untuk mengeluarkan kumbang, dan pasien
diberi obat tetes mata
- 15 hari kemudian pasien merasa mata kiri merah dan kabur, lalu pasien
berobat ke RS M. Djamil dan dirawat selama 1 bulan namun pasien
meminta pulang.
- 2 hari yang lalu pasien datang ke RS M. Djamil untuk dirawat karena
merasa mata makin merah dan kabur.
- Penglihatan kabur pada mata kiri seperti ada benda yang menghalangi
- Riwayat mata kiri berair sejak 2.5 bulan yang lalu
- Kadang mata kiri terasa nyeri
5
- Riwayat mata kiri terasa gatal disangkal
- Riwayat trauma pada mata kiri disangkal
- Riwayat pasien menggosok-gosok mata ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Tidak ada riwayat mata merah
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.
Pemeriksaan Fisik
Status Oftalmikus
STATUS
OFTALMIKUS
OD OS
Visus tanpa koreksi 5/50 1/300
Visus dengan koreksi - -
Refleks fundus + -
Silia / supersilia Trichiasis (-) , Madarosis (-) Trichiasis (-) , Madarosis (-),
sekret (+)
Palpebra superior Ptosis (-), Edema (-), Tanda
Radang(-)
Ptosis (-) , Edema (+),
Tanda Radang (+), Sekret(+)
Palpebra inferior Edema (-) , Tanda Radang (-) Edema (+) , Tanda Radang (+)
Aparat lakrimalis Dalam batas normal Hiperlakrimasi (+)
Margo Palpebra Blefaritis(-), meibomitis(-) Blefaritis(-), meibomitis(-),
sekret(+)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-), Papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), Papil (-),
folikel (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Injeksi siliar (-)
Injeksi konjunktiva (-)
Injeksi siliar (+)
Injeksi konjunktiva (+)
Sklera warna putih warna putih
6
Kornea - Ulkus di sentral diameter
2mm, lesi satelit(+)
Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Hipopion(+) 1mm
Iris Coklat , Rugae (+) Coklat , Rugae (+)
Pupil Bulat, diameter 3mm, refleks
cahaya langsung(+)
Bulat, diameter 3mm
Lensa Bening Sulit dinilai
Korpus vitreum Bening Sulit dinilai
Fundus : Sulit dinilai
- Media - Media bening
- Papil optikus - Papil bulat, batas tegas.
c/d = 0,3-0,4
-
- Makula - Refleks fovea (+) -
- aa/vv retina - aa : vv = 2 : 3 -
- Retina - Eksudat (-), perdarahan (-) -
Tekanan bulbus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas
Gambar
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium
- Pewarnaan Giemsa
- Pemeriksaan KOH
7
Diagnosis Kerja :
Ulkus Kornea OS susp jamur
Diagnosis Banding :
Ulkus Kornea OS susp bakteri
Rencana Terapi :
- Flexa ed tiap jam OS
- Sonazole ed tiap jam OS
- Ciprofloxacin 2 x 500 mg
- Intronazole 2 x 200 mg
- SA ed 3 x 1 OS
- Efrizel 3 x 15 menit
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda beda, yaitu lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. 1
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam, yaitu:2
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
9
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.
10
Gambar 2. Potongan Melintang Kornea
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.2
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea.2
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh - pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfer. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1
2.2 Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang.2
11
2.3 Epidemiologi
Menurut Suharjo dan Fatah Widodo, penelitian di RS Sardjito,
Yogyakarta, terhadap 57 kasus ulkus kornea dengan tingkat keparahan ringan
(43,9%), sedang (31,6%), dan berat (24,7%). Faktor predisposisi terbanyak adalah
trauma (68,4%). Gambaran mikroskopik dan kultur dari hasil scraping didapatkan
basil gram – (26,8%), coccus gram – (16,7%), jamur (13,6%), coccus gram +
(7,8%), basil gram + (3%), dan yang tidak terdeteksi (33,4%). Komplikasi yang
terjadi perforasi 6 kasus, desmetocel 2 kasus, dan endopthalmitis 1 kasus.
Keberhasilan terapi yang dinilai dari visus didapatkan visus baik > 6/18 (21,1%),
visus rendah <6/18 (17,5%), buta < 3/60 (33,3%), dan tidak terdeteksi 16
(28,1%).3
2.4 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.3
12
Kornea mempunyai banyak serabut saraf, maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.1
2.5 Etiologi
a. Infeksi
o Infeksi Bakteri
P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang
keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan
infeksi P aeruginosa.
o Infeksi Jamur
Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
o Infeksi Virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus
dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di
bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola,
vacinia (jarang).
o Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
13
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata
maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara
lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
2.6 Klasifikasi
Ulkus kornea dibagi atas :
1. Ulkus kornea sentral
2. Ulkus kornea perifer
1. Ulkus kornea sentral
14
Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan
pada epitel. Lesi terletak disentral, jauh dari limbus vascular. Hipopion
biasanya menyertai ulkus (tidak selalu). Hipopion adalah pengumpulan
sel-sel radang yang tampak sebagai lapis pucat dibawah kamera anterior
dan khas untuk ulkus kornea bakteri dan fungi. Meskipun hipopion itu
steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada membrane
descement, pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungus.
Etiologi ulkus kornea sentral biasanya bakteri (pseudomonas,
pneumokok, moraxela liquefaciens, streptokok beta hemolitik, klebsiella
pneumoni, e.coli, proteus), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur
(kandida albican, fusarium solani, species nokardia, sefalosforium dan
aspergillus), acanthamoeba.
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk kedalam kornea dengan
epitel yang sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus
kornea seperti erosi pada kornea, keratitis neurotropik, pemakaian
kortikosteroid atau imunosupresif, pemakai obat lokal anestesi, pemakai
I.D.U, pasien diabetes mellitus dan ketuaan.
Ulkus kornea sentral biasanya dimulai dengan trauma kecil dari
epitel kornea, seperti tergores oleh pensil atau terkena debu yang
kemudian disusul dengan infeksi sekunder dengan kuman-kuman. Kuman
ini dapat berasal dari konjungtiva, sakus. Oleh karena itu jangan lupa
melakukan pemeriksaan bakteriologis dari kerokan konjungtiva dan isi
sakus lakrimal. Juga tes anel, di samping pemeriksaan yang harus biasa
dilakukan pada keratitis.
Pada tempat trauma kornea timbul infiltrate, oleh karena
pengumpulan dari wandering cell disertai injeksi perikornea dan injeksi
konjungtiva. Penderita mengeluh kesakitan, disertai pembengkakan dari
palpebra. Infiltrat ini cepat membesardan ulkusnya menjalar kearah
permukaan dan kedalam,sehingga ulkus tergaung bentuknya dan
penjalarannya dari sentral ke perifer.
a. Ulkus Serpens Akut
15
Ulkus serpens atau ulkus serpenginosa akut menjalar dengan
bentuk khusus seperti binatang melata pada kornea yang kebanyakan
disebabkan oleh kuman pneumokokkus. Penyakit ini biasa didapatkan
pada petani, buruh tambang, orang-orang dengan hygiene buruk, orang
jompo, penderita glaucoma, pecandu alkohol dan obat bius. Biasanya
ulkus ini didahului oleh trauma yang merusak epitel kornea dan akibat
cacat kornea maka mudah terjadi invasi ke dalam kornea.
Pasien akan merasa nyeri pada mata dan kelopak, silau,
lakrimasi, dan tajam pengelihatan menurun. Pada mata pasien akan
terlihat kekeruhan kornea mulai dari central yang mempunyai ciri khas
berupa ulkus yang berbatas lebih tegas pada sisi-sisi yang paling aktif
disertai infiltrat yang berwarna kekuning-kuningan yang mudah pecah
dan menyebabkan pembentukan ulkus.
Ulkus menyebar di permukaan kornea kemudian merambat
lebih dalam yang dapat diikuti dengan perforasi kornea. Ulkus ini
ditandai dengan gejala khas berupa adanya hipopion yang steril yang
terjadi akibat rangsangan toksin kuman pada badan silier. Pada
konjungtiva terdapat tanda-tanda peradangan yang berat berupa injeksi
konjungtiva dan injeksi silier yang berat.
Ulkus serpenginosa akut diobati dengan antibiotik berspektrum
luas dapat diberikan secara topikal tiap jam atau lebih. Dapat juga
diberikan penisilin sebagai pengobatan tambahan secara
subkonjungtiva. Pada keadaan yang mendalam dapat dilakukan
tindakan keratoplasti. Ulkus serpenginosa dapat memberikan penyulit
berupa perforasi kornea dan dapat berlanjut menjadi endoftalmitis dan
panoftalmitis.
b. Ulkus kornea pseudomonas aerugenosa
Infeksi pseudomonas merupakan infeksi yang paling sering
terjadi dan paling berat dari infeksi kuman patogen gram negatif pada
16
kornea. Kuman ini mengeluarkan endotoksin dan sejumlah enzik
ekstraseluler.
Diduga bahwa virulensi pseudomonas pada kornea
berhubungan erat dengan produksi intraseluler calcium activated
protease yang mampu membuat kerusakan serat pada stroma kornea.
Dahulu zat ini diduga kolagenase, akan tetapi sekarang disebut sebagai
enzim proteoglycanolytic.
Secara morfologik pseudomonas aerugenosa tidak mungkin
dibedakan dengan basil enterik gram negatif lainnya pada pemeriksaan
hapus. Pada pembiakan pseudomonas akan terdapat 2 bentuk pigmen,
piosianin dan fluoresein yang lebih nyata pada pengocokan tabung
pada cairan media. Koloni dalam agar darah akan berwarna kelabu
gelap agak kehijauan. Bau amis yang tajam dikeuarkan oleh media ini.
Lesi ulkus yang disebkan pseudomonas aerugenosa mulai di
daerah central kornea. Ulkus central ini dapat menyebar ke samping
dan ke dalam kornea.
c. Keratomikosis
Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur.
Biasanya dimulai dengan rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon,
daun, dan bagian tumbuh-tumbuhan. Pada masa sekarang infeksi jamur
bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan
pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang tidak tepat.
Setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian pasien akan
merasa sakit hebat pada mata dan silau. Ulkus terlihat menonjol di
tengah kornea dan bercabang-cabang dengan endothelium plaque.
Pada kornea terdapat lesi gambaran satelit dan lipatan descement
disertai hipopion.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH
10% terhadap kerokan kornea menunjukkan adanya hifa. Bahkan pada
agar Saboraud dilakukan dengan kerokan pada pinggir ulkus kornea
17
sesudah diberikan obat anestesikum kemudian dibilas bersih dan
dibiak dalam suhu 37o C.
Keratomikosis diobati dengan antimikosis seperti amfoterisin
dan nistatin. Bila tidak terlihat efek obat mata dapat dilakukan
keratoplasti. Penyulit yang dapat terjadi pada keratomikosis adalah
endoftalmitis.
d. Ulkus ateromatosis
Ulkus ateromatosis adalah ulkus yang terjadi pada jaringan
parut kornea. Jaringan parut kornea atau sikatrik pada kornea sangat
rentan terhadap serangan infeksi. Ulkus ateromatosis berkembang
secara cepat kesegala arah. Pada ulkus ateromatosis sering terjadi
perforasi dan diikuti panoftalmitis.
Ulkus ateromatosis biasanya terjadi pada orang yang telah
menderita leukoma sebelumnya, dimana mengalami penumpukan
garam kalsium. Oleh karena itu kornea menjadi lemah dan tidak
sensitif lagi, inilah yang nanti rentan menjadi infeksi. Ulkus ini dapat
mengakibatkan perforasi dengan cepat dan setelah itu dapat
mengakibatkan panoptalmitis. Keadaan ini dapat diobati dengan
penatalksanaan ulkus secara umum, tetapi jika sudah terjadi kebutaan
maka dilakukan eviserasi.
Keratoplasty merupakan tindakan yang tepat bila mata dan
pengelihatan masih dapat diselamatkan. Keratoplasty adalah eksisi
jaringan kornea dan menggantinya dengan kornea yang berasal dari
donor manusia. Tujuannya adalah mengganti kornea yang keruh,
mengganti kornea yang rusak akibat injury, inflamasi, perforasi, dan
memperbaiki ketidaknormalan kornea. Ada 2 tipe keratoplasty :
a. Keratoplasty Lamellar/Partial-Thickness/Nonpenetrating
Mengangkat, melepaskan, dan mengganti lapisan
permukaan kornea tanpa mengenai COA
b. Keratoplasty Full Thickness/Penetrating
18
Mengangkat kornea untuk diganti dengan kornea donor
sebagian atau seluruhnya.
Syarat untuk menjadi donor :
a. Mayat yang meninggal bukan karena :
- Leukemia
- Sepsis
- Infeksi : Hepatitis,HIV/AIDS
- Tumor pada mata
b. Jika akan mendonorkan mata :
- Sebaiknya segera dienukleasi 1 jam post mortal
- 5 jam post mortal jika matanya dikompres es
c. Idealnya transplantasi dilakukan segera setelah kornea diangkat,
tetapi dengan adanya bank mata, kornea donor dapat disimpan lebih
lama (24-48 jam) pada suhu 40C.
d. Jangan melipat kornea selama penyimpanan
Kontraindikasi dan peringatan :
a. Persepsi dan proyeksi terhadap cahaya harus normal
b. Kemungkinan perbaikan kerusakan kornea dapat tercapai dengan
dilakukannya transplantasi
c. Dapat terjadi reaksi rejeksi dalam 3 minggu atau lebih
d. Proses inflamasi dimulai dari tepian graft menuju bagian tengah
Komplikasi :
a. Perdarahan
b. Dislokasi graft
c. Infeksi
d. Glaukoma post operasi
e. Graft rejection : 10-14 hari post operasi
2. Ulkus kornea perifer
19
Ulkus perifer merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas
yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Diduga dasar kelainannya adalah suatu reaksi
hipersensitifitas terhadap eksotoksin bakteri. Ulkus yang terutama terdapat
pada bagian perifer kornea, biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi
dan penyakit kolagen vascular. Biasanya bersifat rekuren, dengan
kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumoniae, Hemophillus
aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia.
Penglihatan pasien dengan ulkus perifer akan menurun disertai rasa sakit,
fotofobia dan lakrimasi. Terdapat pada satu mata blefarospasme, injeksi
konjungtiva, infiltrate atau ulkus yang memanjang dan dangkal. Terdapat
unilateral dapat tunggal atau multiple dan daerah yang jernih antara
kelainan ini dengan limbus kornea.
Kebanyakan ulkus kornea perifer bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus
ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun, khususnya
blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang konjungtivitis koch-
weeks (Haemophhilus aegyptius). Namun ulkus-ulkus ini bukan
merupakan proses infeksi dan kerokan tak mengandung bakteri penyebab.
Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibody dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui
epitel kornea.
Ulkus kornea perifer antara lain berupa:
a. Ulkus dan infiltrate marginal
Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer
berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus
kornea dengan tempat kelainannya. Sumbu memenjang daerah
peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea. Diduga dasar
kelainanya adalah suatu reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin
stafilokokkus. Penyakit infeksi lokal dapat menyebabkan keratitis
20
kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya
pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.
Ulkus yang terdapat terutama dibagian perifer kornea, yang
biasanya terjadi akibat alergi, toksik, infeksi, dan penyakit kolagen
vaskuler. Ulkus marginal merupakan ulkus kornea yang didapatkan
pada orang tua yang sering dihubungkan dengan reumatik dan
debilitas. Hampir 50% kelainan ini berhubungan dengan infeksi
stafilokokkus. Ulkus marginal dapat juga terjadi bersama-sama dengan
radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch
Weeks atau proteus vulgaris. Pada beberapa keadaan dihubungkan
dengan alergi terhadap makanan.
Perjalanan penyakit ini berubah-ubah, dapat sembuh dengan
cepat atau dapat pula timbul/ kambuh dalam waktu singkat. Pada
kerokan dan biakan yang diambil dari ulkus biasanya terdapat bakteri.
Biasanya bersifat rekuren, dengan kemingkinan terdapatnya
Streptococcus pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata,
dan Esrichia.
Infiltrat dan ulkus yang terlihat diduga merupakan timbunan
kompleks antigen antibodi. Secara histopatologik terlihat sebagai ulkus
atau abses yang epitelial atau subepitelial. Konjungtivitis angular
disebabkan oleh Moraxella (diplobasil), menghasilkan bahan-bahan
proteolitik yang mengakibatkan defek epitel.
Pengelihatan pasien dengan ulkus marginal akan menurun
disertai dengan rasa sakit, fotofobia, dan lakrimasi. Terdapat pada satu
mata blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang
memanjang dan dangkal. Terdapat unilateral dapat tunggal atau
multipel dan daerah jernih antara kelainan ini dengan limbus kornea,
dapat terbentuk neovaskularisasi dari arah limbus.
Pengobatan ulkus marginal ini adalah antibiotik dengan steroid
lokal dapat diberikan sesudah kemungkinan infeksi virus herpes
simpleks disingkirkan. Pemberian steroid sebaiknya dalam waktu yang
singkat dan disertai dengan pemberian vitamin B dan C dosis tinggi.
21
b. Ulkus Mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang
dimulai dari tepi kornea dengan bagian tepinya bergaung dan berjalan
progresif tanpa kecenderungan perforasi. Lambat laun ulkus ini
mengenai seluruh kornea.
Penyebab ulkus Mooren sampai sekarang belum diketahui.
Banyak teori yang diajukan dan diduga penyebabnya hipersensitivitas
terhadap protein tuberkulosis, virus, autoimun, dan alergi terhadap
toksin ankilostoma.
Merupakan ulkus kornea yamg idiopatik unilateral ataupun
bilateral. Pada usia lanjut biasanya unilateral dengan rasa sakit dan
merah. Penyakit ini lebih sering terdapat pada wanita usia pertengahan.
Ulkus ini menghancurkan membran Bowman dan stroma
kornea. Neovaskularisasi tidak terlihat pada bagian yang sedang aktif,
bila kronik akan terlihat jaringan parut dengan jaringan vaskularisasi.
Jarang terjadi perforasi maupun hipopion. Pasien terlihat sakit berat
dan 25% mengalami bilateral. Proses yang terjadi mungkin kematian
sel yang disusul dengan pengeluaran kolagenase.
Di klinis dikenal 2 bentuk, yaitu:
Pasien tua terutama laki-laki, 75% unilateral dengan rasa sakit
yang tidak berat, prognosis sedang dan jarang terjadi perforasi.
Pasien muda laki-laki, 75% binokular, dengan rasa sakit dan
berjalan progresif. Prognosis buruk, 1/3 kasus terjadi perforasi
kornea.
Banyak pengobatan yang dicoba seperti steroid, antibiotik, anti
virus, anti jamur, kolagenase inhibitor, heparin, dan pembedahan
keratektomi, lameler keratoplasti, dan eksisi konjungtiva. Semua cara
pengobatan biasanya belum memberi hasil yang memuaskan.
22
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Fotofobia
Nyeri
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi. Adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik, seperti: diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.1
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
23
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
2.9 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik - baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
24
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea
kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin
B 1, 2, 5 mg / ml, Thiomerosal 10 mg / ml, Natamycin > 10 mg / ml,
golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti
biotic
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal
untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
25
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon
inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan
pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Manajemen Ulkus Kornea di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer, Sekunder,
dan Tersier
(World Health Organization Regional Office for South East Asia, 2004)
1. Manajemen di Pusat Layanan Primer
a. Anamnesis dan pemeriksaaan dilakukan pada pasien untuk menilai:
Apakah terdapat riwayat trauma kornea superfisial
Apakah terdapat abrasi kornea pada pemeriksaan
26
b. Tatalaksana:
Chloramphenicol eye ointment (0,5-1%) 3x/hari sekurang-kurangnya
dalam waktu tiga hari
Jangan gunakan obat-obatan yang mengandung steroid
Jangan gunakan obat-obatan tradisional
c. Rujuk pada dokter spesialis mata apabila:
Mata merah dan terasa nyeri yang tidak hilang dalam waktu tiga hari
Terdapat bercak putik pada kornea dan mata merah (ulkus kornea)
Jangan pernah menunda untuk merujuk pasien ke dokter spesialis mata
apabila pasien didiagnosis mengalami ulkus kornea
Abrasi Kornea
Ulkus Kornea
2. Manajemen di Pusat Layanan Sekunder
a. Anamnesis dan pemeriksaan:
Dilakukan untuk menilai apakah terdapat gambaran klinis yang spesifik
pada ulkus kornea pasien
Gambaran Ulkus Bakteri Gambaran Ulkus Jamur
Riwayat trauma kornea atau
memakai lensa kontak.
Riwayat trauma kornea akibat
tanam-tanaman.
27
Nyeri, merah, berair, penurunan
visus.
Udem palpebra (biasanya terjadi
pada ulkus kornea Gonococcus),
sekret yang purulen pada ulkus
kornea Gonococcus, sekret hijau
kebiruan pada ulkus kornea
Pseudomonas.
Bentuk ulkus bulat atau oval,
terdapat pada daerah sentral atau
parasentral dari kornea. Hipopion
dapat terbentuk atau tidak.
Ulkus yang disebabkan oleh
Moxarella dan Nocardia bersifat
slowly progressive pada pasien
immunocompromise.
Ulkus Pseudomonas berkembang
dalam waktu yang singkat dan
progresif. Jika tidak ditangani
segera, ulkus akan perforasi
dalam waktu 2-3 hari.
Suspek ulkus jamur apabila
pekerjaan utama pasien adalah
bertani
Nyeri dan merah, sama seperti
pada ulkus bakteri. Tapi udem
palpebra minimal walaupun pada
kasus yang berat.
Ulkus jamur tahap awal
berbentuk seperti dendrit pada
ulkus oleh virus herpes simpleks.
Feathery border pada ulkus
adalah gambaran patognomonis.
Adanya satellite lesions, immune
ring, dan unleveled hypopyon
dapat membantu untuk
menegakan diagnosis.
Permukaan ulkus menonjol
dengan infiltrat yang berwarna
putih keabu-abuan.
Ulkus oleh jamur yang
berpigmen akan berwarna coklat
atau hitam; menonjol, kering,
kasar pada permukaan kornea.
d. Pemeriksaan laboratorium:
Lakukan corneal smear untuk pemeriksaan jamur (fungal hyphae)
e. Anjuran rawat:
Jika ada ancaman terhadap visus atau fungsi penglihatan
Agar pengobatan adekuat
Mempermudah follow up pasien
Treatment Guidelines:
28
No Fungal Hyphae Seen on SmearFungal Hyphae Seen on
SmearCafazolin 5% andGentamycin 1.4% drops hourly
Natamycin 5% drops hourlyalone (no antibiotics)
Ciprofloxacin may be used instead of gentamycin If hourly drops is not possible, then a
sub-conjunctival injection can be considered.
or Amphotericin 0.15% dropshourly
Treatmet frequency, duration and follow up:
No Fungal Hyphae Seen on SmearFungal Hyphae Seen on
SmearDaily examination until the ulcer starts improving
Examination every 2 days until the ulcer starts improving
Then gradually reduce the frequency of drops and follow up over 2 weeks
Then continue drops at least 3 hourly for at least 2 weeks after healing of the ulcer
f. Rujuk pasien apabila:
Tidak ada perubahan setelah 3 hari pengobatan (pada ulkus yang tidak
ditemui hifa pada pemeriksaan smear).
Tidak ada perubahan setelah 7 hari pengobatan (pada ulkus yang
ditemukan hifa pada pemeriksaan smear)
g. Terapi tambahan (adjunctive therapy):
Sikloplegik, analgetik, obat-obat anti glaukoma jika dibutuhkan
Jangan gunakan obat-obatan yang mengandung steroid
Tanyakan apakah pasien menderita diabetes mellitus, yang dapat
menjadi faktor risiko terjadinya ulkus kornea
Algoritma manajemen di pusat pelayanan sekunder
Yes
29
Ulcer in an only eyesThe Patient is a childImpending or actual perforationSuspected fungal ulcer
Refer to tertiary center immediately
No
No Yes
No improvement No improvementuntil 3 days until 7 days
Early and Late Bacterial Ulcer
30
Fungal hyphae seen
Perform KOH smear and other fungal stain
Examination every 2 days until improvement
Daily examination until improvement
Cefazolin 5% and Gentamycin 1,4% drops hourly
Refer to tertiary ophthalmic center
Natamycin 5% or Amphotericin 0,15% drops hourly
Early and Late Fungal Ulcer
3. Manajemen di Pusat Layanan Tersier
a. Anamnesis dan pemeriksaan:
Gunakan form standar (Corneal Ulcer Patient Proforma)
b. Pemeriksaan Laboratorium:
Lakukan pemeriksaan fungal stain (KOH) dan gram stain
c. Anjuran rawat:
Jika ada ancaman gangguan fungsi penglihatan atau visus
Jika pasien anak – anak
Agar pengobatan adekuat
Mempermudah follow up pasien
Treatment Guidelines:
Smear not possible
No organism seen on smear
Gram positive bacteria seen
Gram negative bacteria seen
Fungal hyphae seen
Cefazolin 5% andGentamycin 1,4% drops hourly
Natamycin 5%Drops hourly
Ciprofloxacin may be used instead of gentamycin If hourly drops is not possible, then a sub-conjunctival
injection can be considered
or Amphotericin 0,15% drops hourly
31
Treatment frequency, duration, and follow up:
Smear not possible
No organism seen on smear
Gram positive bacteria seen
Gram negative bacteria seen
Fungal hyphae seen
Daily examination until the ulcer is improving
Examination every 2 days until the
ulcer starts improving
Then gradually reduce frequency of dropsFollow up over 2 weeks
Then continue drops at least 3
hourly for at least 2 weeks after healing
the ulcers
d. Terapi tambahan (adjunctive therapy)
Sikloplegik, analgetik, obat-obat anti glaukoma jika diperlukan
Algoritma manajemen di pusat pelayanan tersier
No
Yes
32
Culture performedStop antibiotic for 24-48 hours and reculture;
corneal biopsy in severe progressive cases
No growthGrowth
No
Yes
No
Yes
Yes
Tindakan Pembedahan dalam Tatalaksana Ulkus Kornea
Prosedur-prosedur pembedahan yang dilakukan:
1. Debridement / superficial keratectomy
Tindakan pembedahan untuk membuang epitel kornea tanpa mencederai
basement membrane dari kornea tersebut. Indikasi: keratitis herpes simpleks,
erosi kornea rekuren, untuk mendiagnosis keratitis infeksi superfisial
2. Superficial keratectomy
Tindakan pembedahan untuk membuang epitel kornea termasuk membran
bowman dan stroma anterior dari kornea yang sakit. Indikasi: biopsi pada non-
healing corneal ulcer, dan debulking infective material.
3. Conjunctival flap
Indikasi: non-healing superficial ulcer, dan ulkus kornea perifer dengan
descementocele atau perforasi kecil.
33
Organisms susceptible to antibiotic used
Change antibiotic to cover organism
involved
Add specific media for bacteria, fungi, or
parasite
Inadequate dosing
72 hours of therapyGrowth of organism
Wait for 72 hours of treatment
Treat spesifically
Consider surgical option
Increase to hourlydosing
Repeat subconjunc. injection and or
hospitalize
Supplement drops with subconjunc. inj. and
consider systemic antibiotics treat the cause
Non-compliace Host immunocompromised
4. Patch graft
Indikasi: descementocele atau perforasi kecil.
5. Penetrating keratoplasty
Indikasi: non-healing corneal ulcer dengan berbagai tindakan pengobatan
yang telah dilakukan, dan impending atau actual perforation.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
2.11 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika, maka dapat
menimbulkan resistensi.
34
BAB IV
DISKUSI
Pada saat masuk ke bangsal mata, pasien datang dengan pandangan mata
yang terhalang, mata merah, serta disertai nyeri dengan riwayat pernah masuk
kumbang ke mata kiri. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien didiagnosis
menderita ulkus kornea. Dilihat dari gejala klinisnya dan anamnesis terhadap
pasien, diagnosa ulkus kornea susp jamur.
Menurut diskusi, keratomikosis adalah suatu infeksi kornea oleh jamur.
Biasanya dimulai dengan rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun, dan
bagian tumbuh-tumbuhan. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan
pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan
kortikosteroid yang tidak tepat. Pada pasien ada riwayat trauma karena kemasukan
kumbang pada mata kiri.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%
terhadap kerokan kornea menunjukkan adanya hifa. Bahkan pada agar Saboraud
dilakukan dengan kerokan pada pinggir ulkus kornea sesudah diberikan obat
anestesikum kemudian dibilas bersih dan dibiak dalam suhu 37o C.
35
Keratomikosis diobati dengan antimikosis seperti amfoterisin dan nistatin.
Bila tidak terlihat efek obat mata dapat dilakukan keratoplasti. Penyulit yang
dapat terjadi pada keratomikosis adalah endoftalmitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan dkk. 2007. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Widya Medika
2. Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FKUI
3. Suharjo, Fatah Widodo. 2007. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id
4. Wijaya, Nana. 1989. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-4
5. WHO. 2004. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary,
Secondary, and Tertiary Care health facilities in the South-East Asia Region.
36
37