23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka yang berisikan kajian terhadap penelitian sebelumnya terkait judul yang akan diteliti, konsep pemikiran yang akan digunakan dalam membatu penyelesaian penelitian, landasan teori, dan model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini. 1.1. Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka dijelaskan beberapa hasil penelitian sejenis yang terdahulu. Kajian pustaka digunakan untuk menghindari terjadinya duplikasi penelitian, dan juga sebagai dasar atau pedoman untuk melakukan penelitian selanjutnya. Penelitian terdahulu yang digunakan adalah sebagai berikut. a. Pengaruh Perkembangan Sistem Jaringan Infrastruktur Transportasi terhadap Perubahan Tata Ruang di Kawasan Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan Mahendradata, Denpasar. Swari (2011) melakukan penelitiannya sebagai tesis dalam program studi Magister Arsitektur, Universitas Udayana. Penelitian ini dilatar belakangi oleh prosentase jumlah kendaraan bermotor yang bertambah tidak sebanding dengan daya dukung infrastruktur, terutama jaringan jalan, sehingga terjadi kemacetan. Solusi yang dilakukan pemerintah, yaitu membangun jalan lingkar baru di luar 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN … II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN ... searah maupun tidak dengan RDTR yang telah di tetapkan

Embed Size (px)

Citation preview

9  

  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka yang berisikan kajian

terhadap penelitian sebelumnya terkait judul yang akan diteliti, konsep pemikiran

yang akan digunakan dalam membatu penyelesaian penelitian, landasan teori, dan

model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini.

1.1. Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka dijelaskan beberapa hasil penelitian sejenis yang

terdahulu. Kajian pustaka digunakan untuk menghindari terjadinya duplikasi

penelitian, dan juga sebagai dasar atau pedoman untuk melakukan penelitian

selanjutnya. Penelitian terdahulu yang digunakan adalah sebagai berikut.

a. Pengaruh Perkembangan Sistem Jaringan Infrastruktur Transportasi

terhadap Perubahan Tata Ruang di Kawasan Jalan Teuku Umar Barat dan

Jalan Mahendradata, Denpasar.

Swari (2011) melakukan penelitiannya sebagai tesis dalam program studi

Magister Arsitektur, Universitas Udayana. Penelitian ini dilatar belakangi oleh

prosentase jumlah kendaraan bermotor yang bertambah tidak sebanding dengan

daya dukung infrastruktur, terutama jaringan jalan, sehingga terjadi kemacetan.

Solusi yang dilakukan pemerintah, yaitu membangun jalan lingkar baru di luar

 

9

10  

  

pusat Kota Denpasar dirasa belum optimal, melainkan upaya tersebut

mempengaruhi tata ruang fisik Kota Denpasar, terutama dalam hal penggunaan

lahan dan morfologi kota. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pertambahan panjang jalan tersebut terhadap luas lahan tak

terbangun dan terbangun di Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan Mahendradata

Denpasar, serta mengetahui pengaruh pertambahan panjang jalan terhadap pola

morfologi lahan terbangun di koridor jalan tersebut.

Metode penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif, dengan

strategi penelitian correlational research yang menghubungkan antara fenomena

perkembangan sistem transportasi dan fenomena perubahan tata ruang kota.

Setelah dilakukan proses analisis dengan teknik analisis super impose dan cross

tabulation, hasil yang diperoleh berupa suatu pengujian terhadap kebenaran teori

hubungan antara sistem transportasi dan penggunaan lahan (land use) oleh N.W.

Marler, yang didukung oleh faktor-faktor lainnya, serta pola-pola morfologi lahan

terbangun yang terbentuk di Kawasan Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan

Mahendradata Denpasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan fisik land use berupa

jumlah luas lahan tak terbangun, lahan terbangun, dan pola morfologi terbangun,

sebagai akibat dari adanya penambahan jalan, sudah cukup membuktikan bahwa

teori dari N.W. Marler berlaku di Kawasan Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan

Mahendradata Denpasar.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

sama-sama membahas mengenai pengaruh dari adanya suatu koridor jalan raya

11  

  

terhadap keruangan di sekitar koridor, yakni alih fungsi lahan yang terjadi, dari

fungsi pertanian menjadi non-pertanian dengan berbagai macam fungsi bangunan.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu lokasi yang

berbeda, dimana lokasi penelitian yang akan dilakukan berada di koridor bypass

BIL-Batujai di Kabupaten Lombok Tengah, dengan fungsinya sebagai koridor

pendukung aktivitas bandara bertaraf internasional.

b. Analisa Dampak Perpindahan Bandar Udara terhadap Perekonomian

Provinsi NTB.

Tesis Maulana (2012) Fakultas Ekonomi Program Magister Perencanaan

dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui peranan keberadaan Bandara di Kota Mataram terhadap

perekonomian Kota Mataram dan menganalisa dampak perpindahan lokasi

Bandara ke luar wilayah Kota Mataram terhadap perekonomian di wilayah Kota

Mataram dengan metode kuantitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dampak yang terjadi karena

kehilangan sektor angkutan udara dengan menggunakan metode etraksi pada

analisis input output diprediksi penurunan total output sebesar Rp. 402,42 miliar,

penurunan pendapatan masyarakat sebesar 150,15 miliar dan penurunan tenaga

kerja sebesar 2.772 orang dengan perubahan pada keterkaitan antar sektor dan

perubahan kemampuan mempengaruhi pembentukan output, pendapatan dan

tenaga kerja dari kondisi sebelumnya.

12  

  

Penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, karena

penelitian ini lebih membahas terkait perekonomian Kota Mataram, sedangkan

penelitian yang akan dilakukan terkait keruangan, tidak membahas dampaknya

terhadap perekonomian Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah atau

Pemerintah Kota Mataram. Penelitian ini dapat membantu penelitian yang akan

dilakukan, bagaimana dampak ekonomi tersebut berpengaruh terhadap kehidupan

masyarakat di wilayah sekitar BIL, khususnya koridor bypass BIL-Batujai

sehingga memicu terjadinya perkembangan.

c. Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba terhadap

Penggunaan Lahan di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan Kabupaten

Klungkung.

Penelitian ini dilakukan oleh Sugiharta (2014) sebagai Tesis Program

Pascasarjana Universitas Udayana Program Studi Magister Arsitektur. Penelitian

ini dilatarbelakangi oleh pembangunan Jalan Arteri Primer (JAP) Tohpati-

Kusamba yang menyebabkan jarak dari Kabupaten Klungkung menuju Kota

Denpasar sebagai kota dengan pusat segala aktivitas semakin dekat dan lancar,

perkembangan penggunaan lahan lebih dominan di sektor tersier, peningkatan alih

fungsi lahan pertanian, penyimpangan dan peningkatan intensitas pemanfaatan

lahan yang semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

penggunaan lahan sebelum dan sesudah pembangunan JAP Tohpati-Kusamba,

menggambarkan zonasi penggunaan lahan yang terjadi, dan mengetahui faktor-

faktor penyebab alih fungsi pemanfaatan lahan terhadap penggunaan lahan di

13  

  

sepanjang JAP Tohpati-Kusamba. Metode penelitian yang digunakan dengan

pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dengan metode observasi

lapangan dan wawancara.

Hasil penelitian yang didapat yaitu terjadinya pergeseran penggunaan lahan

pertanian basah menjadi lahan terbangun yang setiap tahunnya mengalami

peningkatan, serta perkembangan penggunaan lahan di sepanjang JAP Tohpati-

Kusamba mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang terhadap

Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur tentang Penataan Ruang. Faktor-faktor

penyebab terjadinya yaitu: peningkatan aksesibilitas akan diikuti oleh peningkatan

penggunaan lahan terbangun di sepanjang JAP Tohpati-Kusamba, peraturan

pemanfaatan ruang yang tidak operasional menyebabkan terjadinya

ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, kepemilikan dan harga lahan mengalami

peningkatan, prakarsa pengembang dalam pengembangan perumahan semakin

meningkat, serta terjadinya multiplier effect akibat terjadinya perkembangan

penggunaan lahan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-

sama meneliti mengenai pengaruh suatu koridor jalan raya yang baru dibangun

dengan status jalan arteri primer, terhadap penggunaan lahan di wilayah

sekitarnya dan faktor-faktor penyebabnya.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu lokasi penelitian

yang akan dilakukan berada di Pulau Lombok, tepatnya di koridor bypass BIL-

Batujai, yang memiliki peran sebagai penghubung Kota Mataram sebagai ibu kota

provinsi NTB, Kota Gerung sebagai ibu kota Kabupaten Lombok Barat, dan Kota

14  

  

Praya menuju BIL. Perbedaan lainnya adalah luas cakupan wilayah pada

penelitian ini mencakup satu desa, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan

hanya mencakup koridor saja.

2.2. Kerangka Berpikir dan Konsep

2.2.1. Kerangka Berpikir

Berangakat dari isu perkembangan yang terjadi di koridor bypass BIL-

Batujai, kemudian melakukan study literature terkait isu tersebut dan melakukan

grand tour ke lokasi penelitian dengan melihat fenomena yang terjadi secara

tranparan. Setelah melakukan kedua hal tersebut maka didapatkan rumusan

masalah dalam penelitian. Untuk menjawab rumusan masalah diperlukan teori

yang mendukung, dan metode dalam menjawab rumusan masalah tersebut, baik

metode dalam pengumpulan data, analisis data maupun penyajian hasil analisis.

Setelah melakukan observasi lapangan dan mengumpulkan data, kemudian

didialogkan dengan teori yang mendukung, serta data dikelompokkan dan

dianalisis untuk mendapatkan hasil dan simpulan.

Kerangka berpikir pada proses penelitian Perkembangan Keruangan di

Koridor Bypass BIL-Batujai Pasca Pembangunan BIL dapat dilihat pada diagram

2.1 berikut ini.

15  

  

KAJIAN PER ZONASI

Diagram 2.1. Bagan Kerangka Berpikir pada Proses Penelitian Perkembangan Keruangan di Koridor Bypass BIL-Batujai Pasca Pembangunan BIL

ISU

- Luas lahan sawah semakin berkurang

- Harga lahan semakin meningkat

- Pembangunan meningkat

- Muncul zonasi baru

STUDY LITERATURE

GRAND TOUR

RUMUSAN MASALAH

- Fenomena perkembangan keruangan di koridor bypass BIL-Batujai pasca pembangunan BIL.

- Faktor penyebab terjadinya fenomena perkembangan keruangan di koridor bypass BIL-Batujai.

- Dampak yang terjadi akibat faktor-faktor penyebab perkembangan keruangan.

TEORI - Teori

Perkembangan Ruang

- Teori Penggunaan Lahan (Land Use)

- Kutub Pertumbuhan (Growth Pole Theory)

METODE

- Observasi lapangan,

- Wawancara kepada masyarakat, dan

- Wawancara dengan pejabat yang mengetahui serta pemerintah daerah lainnya.

Zona I

Zona II

Zona III

HASIL DAN

PEMBAHASAN

SIMPULAN

DAN SARAN

TELAAH TEORI

 

15 

16  

  

2.2.2. Konsep

Konsep merupakan dasar pemikiran yang dijadikan acuan dalam melakukan

suatu penelitian, sehingga nantinya tidak keluar dari lingkup penelitian yang akan

dilakukan. Pengertian konsep yang digunakan dalam penelitian Perkembangan

Keruangan di Koridor Bypass BIL-Batujai Pasca Pembangunan Bandara

Internasional Lombok, yaitu konsep perkembangan, konsep keruangan, dan

konsep koridor bypass BIL-Batujai itu sendiri.

2.2.2.1. Konsep Perkembangan

Perkembangan adalah perihal berkembang. Berkembang berarti mekar

terbuka atau membentang; menjadi besar, luas dan banyak, serta menjadi

bertambah sempurna (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991).

Perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke

arah yang lebih maju. Pertumbuhan (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu

dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti

sebuah tahapan perkembangan (a stage of development) (McLeod, 1989).

Perkembangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil dari proses

pemekaran yang terjadi di koridor bypass BIL-Batujai sebagai usaha untuk lebih

maju dan berkembang pasca adanya kegiatan kebandarudaraan BIL.

Sedangkan fenomena perkembangan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah segala hasil pertumbuhan yang muncul di lokasi penelitian pasca

pembangunan BIL, baik yang sifatnya fisik maupun non-fisik, dan terencana oleh

pemerintah setempat maupun tidak.

17  

  

2.2.2.2. Konsep Keruangan

Dampak dari keberadaan ruang selalu dikaitkan dengan kepentingan

manusia pada saat ini dan akan datang. Proses keruangan berkenaan dengan

perubahan elemen-elemen pembentuk ruang. Oleh karena itu perkembangan

keruangan selalu terkait dengan dimensi waktu (temporal dimension).

Keruangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keruangan baik

secara horizontal maupun vertikal. Keruangan di koridor bypass BIL-Batujai yang

dimaksud adalah dalam hal perubahan yang terlihat di wilayah sekitar bypass

tersebut, baik itu secara fisik maupun non-fisik. Secara fisik misalnya perubahan

yang terjadi pada kondisi alam di wilayah tersebut, terjadinya alih fungsi lahan

pertanian menjadi pembangunan baru dengan beragam fungsi. Secara non-fisik

misalnya perpindahan hak kepemilikan lahan oleh masyarakat sekitar ke

pendatang yang disebabkan oleh adanya pembangunan bandara di sekitar koridor,

dimana lahan menjadi komoditas ekonomi di wilayah tersebut.

Pasca pembangunan BIL, pemerintah telah menetapkan RDTR Kawasan

Bandara Lombok Baru (2006) sebagai upaya dalam mengendalikan

perkembangan yang terjadi di wilayah sekitar BIL, koridor bypass BIL-Batujai

termasuk di dalamnya. Dalam RDTR tersebut dijelaskan mengenai arahan

perkembangan terkait fisik yang meliputi pemanfaatan ruang, zonasi keselamatan

penerbangan, dan arahan KDB dan ketinggian lantai. Sedangkan aspek non-fisik

meliputi arahan perkembangan terkait ekonomi, sosial budaya, dan politik.

Perkembangan keruangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pertumbuhan yang ada di koridor bypass BIL-Batujai, baik berupa aspek fisik

18  

  

maupun non-fisik pasca pembangunan BIL. Pertumbuhan yang ada saat ini dapat

dilihat dari pembangunan yang terus berkembang, seperti: meningkatnya harga

lahan, berubahnya alih fungsi pertanian menjadi non-pertanian, perpindahan hak

kepemilikan lahan, dan munculnya pembangunan di sepanjang koridor bypass

baik dengan fungsi komersial maupun permukiman. Perkembangan tersebut

memicu terbentuknya zonasi baru yang terjadi akibat pembangunan tersebut, yang

searah maupun tidak dengan RDTR yang telah di tetapkan oleh pemerintah

setempat. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai

fenomena perkembangan keruangan tersebut dan faktor-faktor penyebab

terjadinya perkembangan tersebut, serta usulan yang dapat diberikan terhadap

perkembangan yang terjadi.

2.2.2.3. Konsep Koridor Bypass BIL-Batujai

Koridor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu lorong di

rumah; lorong yang menghubungkan gedung satu dengan gedung yang lain; tanah

(jalan) sempit yang menghubungkan daerah terkurung. Sedangkan dalam bahasa

bebas, koridor (corridor) dapat diartikan sebagai jalan atau jalur. Dalam

perencanaan kota, koridor merupakan penghubung dua tempat atau lebih pada

suatu kawasan. Krier (1979) menyebutkan bahwa karakteristik geometri dari

koridor dan jalan adalah sama; mereka hanya dibedakan melalui dimensi elemen

yang membatasi, karakteristik pola fungsi dan sirkulasinya. Secara garis besar,

koridor dapat diartikan sebagai jalan (street) yang menghubungkan antar kawasan

dan dibatasi oleh deretan elemen pembatas misalnya bangunan atau pohon.

19  

  

Koridor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah koridor bypass BIL-

Batujai yang merupakan bagian dari bypass BIL-Gerung yang dibangun sebagai

pendukung aktivitas BIL. Koridor ini memiliki panjang sekitar 2,5 kilometer dan

batas kedalaman satu lapis kavling ke samping. Koridor bypass BIL-Batujai

merupakan kawasan sekitar Bandara Internasional Lombok yang

perkembangannya sangat terlihat, mulai dari kenaikan harga lahan sampai dengan

adanya pembangunan baru. Wilayah penelitian dimulai dari Intersection di

Batujai melewati Intersection Penujak menuju bundaran BIL. Lebih jelasnya

mengenai gambaran batasan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini.

Berdasarkan gambar di atas bahwa bagian barat wilayah penelitian dibatasi

oleh Intersection Batujai dan wilayah timur dibatasi oleh bundaran BIL. Dilihat

pada gambar di atas terdapat jalur Intersection Penujak menuju Desa Penujak

sebagai jalur yang terkena dampak akibat adanya bypass BIL-Batujai.

Bundaran BIL

Intersection Penujak

Intersection Batujai

Gambar 2.1. Batasan Penelitian Berdasarkan Konsep Koridor Bypass BIL-Batujai Sumber: Google Earth di Modifikasi, 2014.

20  

  

2.3. Landasan Teori

Landasan teori merupakan teori yang akan digunakan sebagai dasar ataupun

batasan dalam melakukan suatu penelitian. Landasan teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori terkait perkembangan ruang oleh Yunus (2005), teori

terkait penggunaan lahan (land use) oleh Marler (1985), serta teori terkait

perkembangan wilayah yaitu Teori Kutub Pertumbuhan oleh Perroux (1995).

2.3.1. Teori Perkembangan Ruang

Yunus dalam bukunya Manajemen Kota Perspektif Spasial (2005)

menjelaskan bahwa ditinjau dari prosesnya, perkembangan ruang (spasial) secara

fisik tampak ada dua macam bentuk perkembangan yang dapat diidentifikasi,

yaitu: (a) proses perkembangan spasial secara horizontal dan (b) proses

perkembangan spasial secara vertikal. Pada penelitian ini perkembangan ruang

yang akan dibahas secara horizontal, oleh sebab itu pembahasan mengenai teori

perkembangan ruang hanya sebatas perkembangan ruang secara horizontal.

Proses perkembangan ruang secara horizontal menjadi penentu bertambah

luasnya area kekotaan dan makin padatnya bangunan bagian dalam kota, yang

secara definitif dapat dirumuskan sebagai suatu proses penambahan ruang yang

terjadi secara mendatar dengan cara menempati ruang-ruang yang masih kosong,

baik di daerah pinggiran kota maupun di daerah-daerah bagian dalam kota.

Perkembangan keruangan secara horizontal terdiri dari proses perkembangan

spasial sentrifugal (centrifugall spatial development) dan proses perkembangan

spasial secara sentripetal (centripetal spatial development). Dua macam proses

perkembangan ini menandai bentuk perkembangan kota di Negara berkembang.

21  

  

2.3.1.1. Proses Perkembangan Spasial Sentrifugal

Proses perkembangan secara sentrifugal adalah proses bertambahnya ruang

kekotaan yang berjalan ke arah luar dari daerah kekotaan yang sudah terbangun

dan mengambil tempat di daerah pinggiran kota. Proses inilah yang memicu dan

memacu bertambah luasnya area kekotaan. Makin banyak dan kuat faktor-faktor

penarik yang terdapat di daerah pinggiran kota terhadap penduduk dan fungsi-

fungsi, makin cepat pula proses bertambahnya ruang kekotaan.

2.3.1.1.1. Faktor Pengaruh terhadap Variasi Spasial Sentrifugal

Di dalam studinya (Lee, 1979) mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor

yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses perkembangan ruang secara

sentrifugal dan sekaligus mencerminkan variasi inteensitas perkembangan ruang

di daerah pinggiran kota. Keenam faktor tersebut adalah: (a) faktor aksesibilitas

(accessibility); (b) faktor pelayanan umum (public service); (c) karakteristik lahan

(land characteristics); (d) karakteristik pemilik lahan (land owners

characteristics); (e) keberadaan peraturan-peraturan yang mengatur tata guna

lahan (regulatory measures) dan (f) prakarsa pengembang (developer’s

initiatives).

Faktor aksesibilitas mempunyai peranan yang kuat terhadap perubahan

pemanfaatan lahan. Aksesibilitas yang dimaksud merupakan tingkat kemudahan

suatu lokasi dapat dijangkau oleh lokasi lain. Faktor pelayanan umum merupakan

faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi perkotaan untuk datang ke

arahnya. Pusat pelayanan umum yang dimaksud diantaranya: kampus pendidikan,

pusat perbelanjaan, kompleks perkantoran, industri, rumah sakit, tempat ibadah,

22  

  

tempat rekreasi dan olahraga, stasiun kereta api, stasiun bus, bandara. Faktor

karakteristik lahan yang dimaksud adalah kondisi lahan yang ada, seperti terbebas

dari banjir, stabilitas tanahnya tinggi, topografinya relatif datar, air tanahnya relatf

dangkal, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara maupun tanah, akan

mempunyai daya tarik yang besar terhadap penduduk. Karakteristik pemilik lahan

yang berstatus ekonomi lemah dan memiliki kebutuhan ekonomi tinggi akan

cenderung untuk lebih cepat menjual lahannya. Keberadaan peraturan yang

mengatur tata ruang serta prakarsa pengembang juga berpengaruh kuat terhadap

intensitas perkembangan spasial di daerah pinggiran kota.

2.3.1.1.2. Ekspresi Spasial Proses Spasial Sentrifugal

Berdasarkan berbagai studi mengenai perkembangan kota, dapat

disimpulkan bahwa terdapat tiga macam bentuk ekspresi spasial dari proses

perkembangan spasial sentrifugal, yaitu (1) perkembangan memanjang; (2)

perkembangan lompat katak dan (3) perkembangan konsentris. Kenyataan di

lapangan menunjukkan bahwa ketiganya dapat terjadi secara bersama-sama,

gabungan dua macam maupun sendiri-sendiri.

2.3.1.1.3. Dampak Perkembangan Spasial Sentrifugal

Perkembangan spasial sentrifugal akan mempengaruhi daerah pinggiran

kota yang berkaitan dengan peri kehidupan sosial, ekobomi, budaya, lingkungan

biotik, abiotik dan spasial. Oleh karena perkembangan spasial sentrifugal berada

di daerah pinggiran kota maka dampak yang muncul akan dirasakan oleh sektor

perkotaan maupun pedesaan, karena daerah pinggiraan kota pada hakikatnya

merupakan daerah yang mempunyai sifat kekotaan dan sifat kedesaan. Makin

23  

  

mendekati area terbangun maka makin banyak sifat kekotaan yang muncul dan

makin sedikit ketampakan kedesaan yang ada.

Dampak negatif dan dampak positif dari perkembangan spasial sentrifugal

terhadap kedesaan yang bersifat sosial dapat terjadi. Dampak negatif antara lain:

(a) makin mengendornya rasa gotong royong masyarakat, (b) makin kuatnya peri

kehidupan konsumeristis, (c) makin maraknya sifat-sifat negatif budaya kota yang

masuk seperti penggunaan obat-obat terlarang, (d) makin banyaknya konsumen

minuman yang memabukkan, (e) makin meningkatnya tindakan kriminalitas, (f)

makin lemahnya komitmen petani terhadap lahan pertanian, (h) makin

berkurangnya petani, dan lainnya.

Dampak positif yang terjadi yaitu makin banyaknya permukiman baru yang

mempunyai status sosial ekonomi tinggi ke daerah pinggiran kota, membawa

dampak langsung terhadap perbaikan lingkungan tempat hunian. Banyaknya

permukiman yang tertata lebih baik, sarana permukiman yang lebih lengkap pada

kawasan permukiman terencana membawa berkah bagi permukiman yang telah

ada sebelumnya. Masyarakat pedesaan yang telah ada sebelumnya dapat ikut

menikmati sarana permukiman yang lebih lengkap dan lebih baik. Masuknya

jaringan listrik, air minum, jalur pendekat dan jalan lingkungan yang lebih baik

akan menaikkan kualitas permukiman di sekitar kompleks permukiman baru.

Adanya keragaman budaya, kebiasaan sosial yang dibawa oleh pendatang akan

membawa pemikiran baru bagi masyarakat pedesaan untuk berpikir lebih maju,

lebih rasional dalam menyikapi perubahan spasial, sosial, kultural, dan ekonomi

yang terjadi di sekitarnya.

24  

  

2.3.1.2. Proses Perkembangan Spasial Sentripetal

Merupakan suatu proses penambahan bangunan perkotaan yang terjadi di

bagian dalam kota (the inner parts of the city). Proses ini terjadi pada lahan-lahan

yang masih kosong di bagian dalam kota, baik berupa lahan yang terletak di

antara bangunan-bangunan yang sudah ada, maupun pada lahan terbuka lainnya.

2.3.2. Teori Penggunaan Lahan (Land Use)

Menurut Marler (1985), land use merupakan pemanfaatan atau kegunaaan

dari suatu lahan, terdapat berbagai macam dan jenis aktivitas yang berlangsung di

dalamnya. Dalam bukunya “The Urban Pattern”, Gallion menyatakan bahwa land

use terdiri dari beberapa aspek penting, yaitu:

a. Aspek Fisik, meliputi:

1) Kawasan lahan terbangun, pemanfaatan lahan untuk permukiman,

kesehatan, pendidikan, peribadatan, perkantoran, industri, jasa, dan

perdagangan.

2) Kawasan lahan tak terbangun, berupa lahan pertanian, perkeburan

campuran, dan lahan kosong lainnya yang tidak terbangun.

b. Aspek Ekonomi, meliputi aksesibilitas dan trend, semakin tinggi aksesibilitas

dari suatu land use maka akan semakin besar kecenderungan lahan pada suatu

trend yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi seperti bisnis, industri, dan

jasa.

c. Aspek Sosial, meliputi popularitas yang merupakan suatu fenomena dari

kegiatan sosial, dimana popularitas berkembang melalui interaksi sosial.

25  

  

d. Aspek Politik, merupakan isu-isu pemerintah dan peraturan perundang-

undangan, diantaranya adalah RTRW, RDTR, dan rencana penggunaan lahan

suatu kawasan.

Aspek-aspek tersebut sangat berperan dan berpengaruh dalam

perkembangan karakter, kualitas, kecepatan pertumbuhan dan pola morfologi land

use yang secara langsung mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan pola

morfologi suatu kawasan atau perkotaan (Gallion, 1980;219).

Dalam melakukan kegiatan manusia melakukan perjalanan di antara land

use dengan menggunakan transportasi seperti jalan, kendaraan umum, dan

kendaraan pribadi. Pergerakan manusia, kendaraan, barang dan jasa membentuk

suatu interaksi dengan melibatkan perjalanan yang mengakibatkan terjadinya arus

lalu lintas. Menurut Marler (1985;96), terdapat tiga komponen utama dalam

hubungan antara land use dan sistem transportasi, yaitu:

a. Penggunaan Lahan (Land Use)

Penggunaan lahan (land use) merupakan pemanfaatan atau penggunaan suatu

lahan dan intensitas dari kegiatan yang berlangsung di atas lahan tersebut.

intensitas land use diukur dari hubungan antara zona yang dapat

menimbulkan traffic sebagai akibat dari perjalanan manusia di antara zona

tersebut.

b. Transport Supply

Transport supply merupakan bagian dari jaringan transportasi, seperti: jalan,

parkir, pedestrian, fasilitas transortasi umum, dan rute perjalanannya.

Transport supply juga mencakup karakteristik operasional dari sebuah

26  

  

jaringan transportasi seperti: kapasitas, rute jalan dan biaya, serta kapasitas

dan frekuensi servis dari transportasi umum.

c. Traffic

Traffic merupakan hasil/akibat dari interaksi antara land use dan transport

supply. Traffic dapat berupa arus manusia, kendaraan ataupun barang di atas

jaringan transportasi, yang dapat diukur dengan jumlah kendaraan ataupun

manusia setiap jamnya.

Ketiga komponen ini merupakan suatu sistem yang terintegrasi dan saling

mempengaruhi satu sama lainnya (membentuk hubungan yang saling

mempengaruhi/reciprocal antara satu dengan yang lainnya). Perubahan yang

terjadi pada suatu komponen secara otomatis akan menimbulkan perubahan pada

komponen yang lainnya, seperti pada gambar 2.2 berikut ini.

Interaksi antara dua komponen juga dapat memberikan pengaruh terhadap

komponen lainnya, seperti:

a. Interaksi antara land use dengan transport supply berpengaruh pada besarnya

traffic.

Gambar 2.2. Gambar Hubungan Antara Land Use, Transport Supply, dan Traffic

Land

Use

Transport

Supply

Traffic

27  

  

b. Interaksi antara transport supply dan traffic berpengaruh pada land use.

c. Interaksi antara traffic dan land use berpengaruh terhadap transport supply.

2.3.3. Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Pole Theory)

Teori kutub pertumbuhan atau sering disebut teori pusat pertumbuhan

pertama kali diperkenalkan oleh Perroux (1995). Teori ini menyatakan bahwa

pembangunan sebuah kota atau wilayah merupakan hasil proses dan tidak terjadi

secara serentak, melainkan muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan

dan intensitas yang berbeda. Tempat atau lokasi yang menjadi pusat pembangunan

atau pengembangan dinamakan kutub pertumbuhan. Dari tempat inilah

selanjutnya proses pembangunan berlanjut ke wilayah-wilayah di sekitarnya.

Teori ini menjelaskan perkembangan ekonomi kota dalam suatu wilayah

yang luas dengan adanya sumber daya yang timpang. Teori ini juga ditopang oleh

alat-alat ukur ekonomi sehingga dapat menjelaskan implikasinya pada

perencanaan dan bersifat dinamis. Teori ini berkembang sejak tahun 1950-an dan

cukup mampu menjelaskan perkembangan di negara maju maupun berkembang.

Konsep-konsep yang ada dalam teori ini meliputi :

a. Prospulsive Industry, industri sebagai pemicu perkembangan.

b. Circular and Cumulative Causation, proses yang memungkinkan akumulasi

perkembangan.

c. Multiplier Effect, menurut teori ini ketimpangan dapat diatasi oleh tricling

down process dan spread effect.

28  

  

Secara konseptual, pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan

dua cara, yaitu secara fungsional dan geografis. Secara fungsional, pusat

pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri

yang dikarenakan sifat hubungannya memiliki unsur-unsur yang bersifat dinamis

sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar

(wilayah belakangnya). Secara geografis pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi

yang memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of

attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di

daerah tersebut dan penduduk datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota

tersebut, walaupun kemungkinannya tidak ada interaksi antara usaha-usaha

tersebut.

Menurut Tarigan (2005) tidak semua kota dikategorikan sebagai pusat

pertumbuhan, karena pusat pertumbuhan memiliki empat ciri, yaitu adanya

hubungan internal antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi,

adanya multiplier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan

bersifat mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya.

a. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan

Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada

keterkaitan antara sektor satu dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu

sektor yang tumbuh, akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya karena saling

terkait. Demikian halnya dengan kegiatan BIL, yang mempengaruhi munculnya

sektor lainnya sebagai pendukung kegiatan tersebut.

29  

  

b. Adanya efek pengganda (multiplier effect)

Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan

menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar

wilayah, produksinya meningkat karena adanya keterkaitan yang mengakibatkan

sektor lain juga meningkat dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan

sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan kenaikan

permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor pertama mengalami peningkatan

permintaan). Unsur efek pengganda sangat berperan sehingga kota itu mampu

memacu pertumbuhan wilayah belakangnya. Kegiatan berbagai sektor di kota

akan meningkat tajam sehingga kebutuhan akan bahan baku dan tenaga kerja yang

dipasok dari daerahnya akan meningkat tajam pula.

Sesuai dengan ciri yang disebutkan, yaitu adanya multiplier effect, kegiatan

BIL mengakibatkan munculnya pendukung kegiatan lainnya seperti restaurant dan

toko oleh-oleh, yang dapat menguntungkan satu sama lainnya. Jika di wilayah

sekitar BIL kekurangan stok bahan mentah maupun jadi, dapat meminta ke daerah

lainnya sehingga menguntungkan daerah lainnya karena munculnya kegiatan

ekonomi baru di daerahnya.

c. Adanya konsentrasi geografis

Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa

menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga

meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. Orang yang datang ke wilayah

tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi,

kebutuhan dapat diperoleh dengan hemat waktu, tenaga dan biaya, serta volume

30  

  

transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga

tercipta efisiensi lanjutan.

Sarana dan prasarana yang lengkap di wilayah sekitar BIL akan

memudahkan masyarakat lokal maupun pendatang dalam pemenuhan kebutuhan.

Masyarakat tidak perlu mendatangi daerah lain jika sudah tersedia di wilayah

sekitar BIL, sehingga akan menghemat biaya dan waktu.

d. Bersifat mendorong wilayah belakangnya

Hal ini berarti antara wilayah tersebut dan wilayah belakangnya terdapat

hubungan yang harmonis. Wilayah tersebut membutuhkan bahan baku dari

wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila terdapat

hubungan yang harmonis dengan wilayah belakangnya dan wilayah itu memiliki

tiga karakteristik yang disebutkan terdahulu, otomatis akan berfungsi untuk

mendorong wilayah belakangnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi

kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila konsentrasi itu dapat

mempercepat pertumbuhan ekonomi, baik ke dalam (di antara berbagai sektor di

dalam kota) maupun ke luar (ke wilayah belakangnya).

Dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap di wilayah sekitar BIL,

adanya bantuan wilayah belakangnya sebagai pemenuhan bahan akan

menguntungkan wilayah belakangnya juga. Jadi keuntungan perkembangan sektor

di wilayah sekitar BIL akan mendorong juga wilayah belakangnya sebagai

pembantu dalam pemenuhan bahan mentah maupun bahan jadi.

31  

  

2.4. Model Penelitian

Model penelitian merupakan suatu tahapan yang harus dilakukan dalam

suatu penelitian karena dapat memberikan gambaran model dari penelitian yang

akan dilakukan. Lebih jelasnya mengenai model penelitian Perkembangan

Keruangan di Koridor Bypass BIL-Batujai dapat dilihat pada diagram 2.2.

PERKEMBANGAN

RUMUSAN MASALAH 1

- Fenomena perkembangan keruangan di koridor bypass BIL-Batujai pasca pembangunan BIL.

METODE - Observasi lapangan,

- Wawancara kepada masyarakat, dan - Wawancara dengan pejabat yang mengetahui serta pemerintah

daerah lainnya. - Memaparkan hasil yang di dapat

- Menganalisis

BIL

RUMUSAN MASALAH 3

- Dampak yang terjadi akibat faktor-faktor penyebab terjadinya perkembangan keruangan.

TEORI - Perkembangan

Ruang - Land Use - Kutub Pertumbuhan

(Growth Pole Theory)

PEMBAHASAN

RUMUSAN MASALAH 2

- Faktor penyebab terjadinya fenomena perkembangan keruangan di koridor bypass BIL-Batujai.

SIMPULAN

DAN SARAN

EKONOMI

POLITIK

SOSIAL

BUDAYA

Diagram 2.2. Bagan Model Penelitian Perkembangan Keruangan di Koridor Bypass BIL-Batujai Pasca Pembangunan BIL