Upload
dinhdung
View
221
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL
PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka yang berisikan kajian
terhadap penelitian sebelumnya terkait judul yang akan diteliti, konsep pemikiran
yang akan digunakan dalam membatu penyelesaian penelitian, landasan teori, dan
model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini.
1.1. Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka dijelaskan beberapa hasil penelitian sejenis yang
terdahulu. Kajian pustaka digunakan untuk menghindari terjadinya duplikasi
penelitian, dan juga sebagai dasar atau pedoman untuk melakukan penelitian
selanjutnya. Penelitian terdahulu yang digunakan adalah sebagai berikut.
a. Pengaruh Perkembangan Sistem Jaringan Infrastruktur Transportasi
terhadap Perubahan Tata Ruang di Kawasan Jalan Teuku Umar Barat dan
Jalan Mahendradata, Denpasar.
Swari (2011) melakukan penelitiannya sebagai tesis dalam program studi
Magister Arsitektur, Universitas Udayana. Penelitian ini dilatar belakangi oleh
prosentase jumlah kendaraan bermotor yang bertambah tidak sebanding dengan
daya dukung infrastruktur, terutama jaringan jalan, sehingga terjadi kemacetan.
Solusi yang dilakukan pemerintah, yaitu membangun jalan lingkar baru di luar
9
10
pusat Kota Denpasar dirasa belum optimal, melainkan upaya tersebut
mempengaruhi tata ruang fisik Kota Denpasar, terutama dalam hal penggunaan
lahan dan morfologi kota. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pertambahan panjang jalan tersebut terhadap luas lahan tak
terbangun dan terbangun di Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan Mahendradata
Denpasar, serta mengetahui pengaruh pertambahan panjang jalan terhadap pola
morfologi lahan terbangun di koridor jalan tersebut.
Metode penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif, dengan
strategi penelitian correlational research yang menghubungkan antara fenomena
perkembangan sistem transportasi dan fenomena perubahan tata ruang kota.
Setelah dilakukan proses analisis dengan teknik analisis super impose dan cross
tabulation, hasil yang diperoleh berupa suatu pengujian terhadap kebenaran teori
hubungan antara sistem transportasi dan penggunaan lahan (land use) oleh N.W.
Marler, yang didukung oleh faktor-faktor lainnya, serta pola-pola morfologi lahan
terbangun yang terbentuk di Kawasan Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan
Mahendradata Denpasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan fisik land use berupa
jumlah luas lahan tak terbangun, lahan terbangun, dan pola morfologi terbangun,
sebagai akibat dari adanya penambahan jalan, sudah cukup membuktikan bahwa
teori dari N.W. Marler berlaku di Kawasan Jalan Teuku Umar Barat dan Jalan
Mahendradata Denpasar.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama membahas mengenai pengaruh dari adanya suatu koridor jalan raya
11
terhadap keruangan di sekitar koridor, yakni alih fungsi lahan yang terjadi, dari
fungsi pertanian menjadi non-pertanian dengan berbagai macam fungsi bangunan.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu lokasi yang
berbeda, dimana lokasi penelitian yang akan dilakukan berada di koridor bypass
BIL-Batujai di Kabupaten Lombok Tengah, dengan fungsinya sebagai koridor
pendukung aktivitas bandara bertaraf internasional.
b. Analisa Dampak Perpindahan Bandar Udara terhadap Perekonomian
Provinsi NTB.
Tesis Maulana (2012) Fakultas Ekonomi Program Magister Perencanaan
dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui peranan keberadaan Bandara di Kota Mataram terhadap
perekonomian Kota Mataram dan menganalisa dampak perpindahan lokasi
Bandara ke luar wilayah Kota Mataram terhadap perekonomian di wilayah Kota
Mataram dengan metode kuantitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dampak yang terjadi karena
kehilangan sektor angkutan udara dengan menggunakan metode etraksi pada
analisis input output diprediksi penurunan total output sebesar Rp. 402,42 miliar,
penurunan pendapatan masyarakat sebesar 150,15 miliar dan penurunan tenaga
kerja sebesar 2.772 orang dengan perubahan pada keterkaitan antar sektor dan
perubahan kemampuan mempengaruhi pembentukan output, pendapatan dan
tenaga kerja dari kondisi sebelumnya.
12
Penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, karena
penelitian ini lebih membahas terkait perekonomian Kota Mataram, sedangkan
penelitian yang akan dilakukan terkait keruangan, tidak membahas dampaknya
terhadap perekonomian Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah atau
Pemerintah Kota Mataram. Penelitian ini dapat membantu penelitian yang akan
dilakukan, bagaimana dampak ekonomi tersebut berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat di wilayah sekitar BIL, khususnya koridor bypass BIL-Batujai
sehingga memicu terjadinya perkembangan.
c. Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba terhadap
Penggunaan Lahan di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan Kabupaten
Klungkung.
Penelitian ini dilakukan oleh Sugiharta (2014) sebagai Tesis Program
Pascasarjana Universitas Udayana Program Studi Magister Arsitektur. Penelitian
ini dilatarbelakangi oleh pembangunan Jalan Arteri Primer (JAP) Tohpati-
Kusamba yang menyebabkan jarak dari Kabupaten Klungkung menuju Kota
Denpasar sebagai kota dengan pusat segala aktivitas semakin dekat dan lancar,
perkembangan penggunaan lahan lebih dominan di sektor tersier, peningkatan alih
fungsi lahan pertanian, penyimpangan dan peningkatan intensitas pemanfaatan
lahan yang semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
penggunaan lahan sebelum dan sesudah pembangunan JAP Tohpati-Kusamba,
menggambarkan zonasi penggunaan lahan yang terjadi, dan mengetahui faktor-
faktor penyebab alih fungsi pemanfaatan lahan terhadap penggunaan lahan di
13
sepanjang JAP Tohpati-Kusamba. Metode penelitian yang digunakan dengan
pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dengan metode observasi
lapangan dan wawancara.
Hasil penelitian yang didapat yaitu terjadinya pergeseran penggunaan lahan
pertanian basah menjadi lahan terbangun yang setiap tahunnya mengalami
peningkatan, serta perkembangan penggunaan lahan di sepanjang JAP Tohpati-
Kusamba mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang terhadap
Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur tentang Penataan Ruang. Faktor-faktor
penyebab terjadinya yaitu: peningkatan aksesibilitas akan diikuti oleh peningkatan
penggunaan lahan terbangun di sepanjang JAP Tohpati-Kusamba, peraturan
pemanfaatan ruang yang tidak operasional menyebabkan terjadinya
ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, kepemilikan dan harga lahan mengalami
peningkatan, prakarsa pengembang dalam pengembangan perumahan semakin
meningkat, serta terjadinya multiplier effect akibat terjadinya perkembangan
penggunaan lahan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-
sama meneliti mengenai pengaruh suatu koridor jalan raya yang baru dibangun
dengan status jalan arteri primer, terhadap penggunaan lahan di wilayah
sekitarnya dan faktor-faktor penyebabnya.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu lokasi penelitian
yang akan dilakukan berada di Pulau Lombok, tepatnya di koridor bypass BIL-
Batujai, yang memiliki peran sebagai penghubung Kota Mataram sebagai ibu kota
provinsi NTB, Kota Gerung sebagai ibu kota Kabupaten Lombok Barat, dan Kota
14
Praya menuju BIL. Perbedaan lainnya adalah luas cakupan wilayah pada
penelitian ini mencakup satu desa, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan
hanya mencakup koridor saja.
2.2. Kerangka Berpikir dan Konsep
2.2.1. Kerangka Berpikir
Berangakat dari isu perkembangan yang terjadi di koridor bypass BIL-
Batujai, kemudian melakukan study literature terkait isu tersebut dan melakukan
grand tour ke lokasi penelitian dengan melihat fenomena yang terjadi secara
tranparan. Setelah melakukan kedua hal tersebut maka didapatkan rumusan
masalah dalam penelitian. Untuk menjawab rumusan masalah diperlukan teori
yang mendukung, dan metode dalam menjawab rumusan masalah tersebut, baik
metode dalam pengumpulan data, analisis data maupun penyajian hasil analisis.
Setelah melakukan observasi lapangan dan mengumpulkan data, kemudian
didialogkan dengan teori yang mendukung, serta data dikelompokkan dan
dianalisis untuk mendapatkan hasil dan simpulan.
Kerangka berpikir pada proses penelitian Perkembangan Keruangan di
Koridor Bypass BIL-Batujai Pasca Pembangunan BIL dapat dilihat pada diagram
2.1 berikut ini.
15
KAJIAN PER ZONASI
Diagram 2.1. Bagan Kerangka Berpikir pada Proses Penelitian Perkembangan Keruangan di Koridor Bypass BIL-Batujai Pasca Pembangunan BIL
ISU
- Luas lahan sawah semakin berkurang
- Harga lahan semakin meningkat
- Pembangunan meningkat
- Muncul zonasi baru
STUDY LITERATURE
GRAND TOUR
RUMUSAN MASALAH
- Fenomena perkembangan keruangan di koridor bypass BIL-Batujai pasca pembangunan BIL.
- Faktor penyebab terjadinya fenomena perkembangan keruangan di koridor bypass BIL-Batujai.
- Dampak yang terjadi akibat faktor-faktor penyebab perkembangan keruangan.
TEORI - Teori
Perkembangan Ruang
- Teori Penggunaan Lahan (Land Use)
- Kutub Pertumbuhan (Growth Pole Theory)
METODE
- Observasi lapangan,
- Wawancara kepada masyarakat, dan
- Wawancara dengan pejabat yang mengetahui serta pemerintah daerah lainnya.
Zona I
Zona II
Zona III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
SIMPULAN
DAN SARAN
TELAAH TEORI
15
16
2.2.2. Konsep
Konsep merupakan dasar pemikiran yang dijadikan acuan dalam melakukan
suatu penelitian, sehingga nantinya tidak keluar dari lingkup penelitian yang akan
dilakukan. Pengertian konsep yang digunakan dalam penelitian Perkembangan
Keruangan di Koridor Bypass BIL-Batujai Pasca Pembangunan Bandara
Internasional Lombok, yaitu konsep perkembangan, konsep keruangan, dan
konsep koridor bypass BIL-Batujai itu sendiri.
2.2.2.1. Konsep Perkembangan
Perkembangan adalah perihal berkembang. Berkembang berarti mekar
terbuka atau membentang; menjadi besar, luas dan banyak, serta menjadi
bertambah sempurna (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991).
Perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke
arah yang lebih maju. Pertumbuhan (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu
dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti
sebuah tahapan perkembangan (a stage of development) (McLeod, 1989).
Perkembangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil dari proses
pemekaran yang terjadi di koridor bypass BIL-Batujai sebagai usaha untuk lebih
maju dan berkembang pasca adanya kegiatan kebandarudaraan BIL.
Sedangkan fenomena perkembangan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah segala hasil pertumbuhan yang muncul di lokasi penelitian pasca
pembangunan BIL, baik yang sifatnya fisik maupun non-fisik, dan terencana oleh
pemerintah setempat maupun tidak.
17
2.2.2.2. Konsep Keruangan
Dampak dari keberadaan ruang selalu dikaitkan dengan kepentingan
manusia pada saat ini dan akan datang. Proses keruangan berkenaan dengan
perubahan elemen-elemen pembentuk ruang. Oleh karena itu perkembangan
keruangan selalu terkait dengan dimensi waktu (temporal dimension).
Keruangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keruangan baik
secara horizontal maupun vertikal. Keruangan di koridor bypass BIL-Batujai yang
dimaksud adalah dalam hal perubahan yang terlihat di wilayah sekitar bypass
tersebut, baik itu secara fisik maupun non-fisik. Secara fisik misalnya perubahan
yang terjadi pada kondisi alam di wilayah tersebut, terjadinya alih fungsi lahan
pertanian menjadi pembangunan baru dengan beragam fungsi. Secara non-fisik
misalnya perpindahan hak kepemilikan lahan oleh masyarakat sekitar ke
pendatang yang disebabkan oleh adanya pembangunan bandara di sekitar koridor,
dimana lahan menjadi komoditas ekonomi di wilayah tersebut.
Pasca pembangunan BIL, pemerintah telah menetapkan RDTR Kawasan
Bandara Lombok Baru (2006) sebagai upaya dalam mengendalikan
perkembangan yang terjadi di wilayah sekitar BIL, koridor bypass BIL-Batujai
termasuk di dalamnya. Dalam RDTR tersebut dijelaskan mengenai arahan
perkembangan terkait fisik yang meliputi pemanfaatan ruang, zonasi keselamatan
penerbangan, dan arahan KDB dan ketinggian lantai. Sedangkan aspek non-fisik
meliputi arahan perkembangan terkait ekonomi, sosial budaya, dan politik.
Perkembangan keruangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pertumbuhan yang ada di koridor bypass BIL-Batujai, baik berupa aspek fisik
18
maupun non-fisik pasca pembangunan BIL. Pertumbuhan yang ada saat ini dapat
dilihat dari pembangunan yang terus berkembang, seperti: meningkatnya harga
lahan, berubahnya alih fungsi pertanian menjadi non-pertanian, perpindahan hak
kepemilikan lahan, dan munculnya pembangunan di sepanjang koridor bypass
baik dengan fungsi komersial maupun permukiman. Perkembangan tersebut
memicu terbentuknya zonasi baru yang terjadi akibat pembangunan tersebut, yang
searah maupun tidak dengan RDTR yang telah di tetapkan oleh pemerintah
setempat. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
fenomena perkembangan keruangan tersebut dan faktor-faktor penyebab
terjadinya perkembangan tersebut, serta usulan yang dapat diberikan terhadap
perkembangan yang terjadi.
2.2.2.3. Konsep Koridor Bypass BIL-Batujai
Koridor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu lorong di
rumah; lorong yang menghubungkan gedung satu dengan gedung yang lain; tanah
(jalan) sempit yang menghubungkan daerah terkurung. Sedangkan dalam bahasa
bebas, koridor (corridor) dapat diartikan sebagai jalan atau jalur. Dalam
perencanaan kota, koridor merupakan penghubung dua tempat atau lebih pada
suatu kawasan. Krier (1979) menyebutkan bahwa karakteristik geometri dari
koridor dan jalan adalah sama; mereka hanya dibedakan melalui dimensi elemen
yang membatasi, karakteristik pola fungsi dan sirkulasinya. Secara garis besar,
koridor dapat diartikan sebagai jalan (street) yang menghubungkan antar kawasan
dan dibatasi oleh deretan elemen pembatas misalnya bangunan atau pohon.
19
Koridor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah koridor bypass BIL-
Batujai yang merupakan bagian dari bypass BIL-Gerung yang dibangun sebagai
pendukung aktivitas BIL. Koridor ini memiliki panjang sekitar 2,5 kilometer dan
batas kedalaman satu lapis kavling ke samping. Koridor bypass BIL-Batujai
merupakan kawasan sekitar Bandara Internasional Lombok yang
perkembangannya sangat terlihat, mulai dari kenaikan harga lahan sampai dengan
adanya pembangunan baru. Wilayah penelitian dimulai dari Intersection di
Batujai melewati Intersection Penujak menuju bundaran BIL. Lebih jelasnya
mengenai gambaran batasan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini.
Berdasarkan gambar di atas bahwa bagian barat wilayah penelitian dibatasi
oleh Intersection Batujai dan wilayah timur dibatasi oleh bundaran BIL. Dilihat
pada gambar di atas terdapat jalur Intersection Penujak menuju Desa Penujak
sebagai jalur yang terkena dampak akibat adanya bypass BIL-Batujai.
Bundaran BIL
Intersection Penujak
Intersection Batujai
Gambar 2.1. Batasan Penelitian Berdasarkan Konsep Koridor Bypass BIL-Batujai Sumber: Google Earth di Modifikasi, 2014.
20
2.3. Landasan Teori
Landasan teori merupakan teori yang akan digunakan sebagai dasar ataupun
batasan dalam melakukan suatu penelitian. Landasan teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori terkait perkembangan ruang oleh Yunus (2005), teori
terkait penggunaan lahan (land use) oleh Marler (1985), serta teori terkait
perkembangan wilayah yaitu Teori Kutub Pertumbuhan oleh Perroux (1995).
2.3.1. Teori Perkembangan Ruang
Yunus dalam bukunya Manajemen Kota Perspektif Spasial (2005)
menjelaskan bahwa ditinjau dari prosesnya, perkembangan ruang (spasial) secara
fisik tampak ada dua macam bentuk perkembangan yang dapat diidentifikasi,
yaitu: (a) proses perkembangan spasial secara horizontal dan (b) proses
perkembangan spasial secara vertikal. Pada penelitian ini perkembangan ruang
yang akan dibahas secara horizontal, oleh sebab itu pembahasan mengenai teori
perkembangan ruang hanya sebatas perkembangan ruang secara horizontal.
Proses perkembangan ruang secara horizontal menjadi penentu bertambah
luasnya area kekotaan dan makin padatnya bangunan bagian dalam kota, yang
secara definitif dapat dirumuskan sebagai suatu proses penambahan ruang yang
terjadi secara mendatar dengan cara menempati ruang-ruang yang masih kosong,
baik di daerah pinggiran kota maupun di daerah-daerah bagian dalam kota.
Perkembangan keruangan secara horizontal terdiri dari proses perkembangan
spasial sentrifugal (centrifugall spatial development) dan proses perkembangan
spasial secara sentripetal (centripetal spatial development). Dua macam proses
perkembangan ini menandai bentuk perkembangan kota di Negara berkembang.
21
2.3.1.1. Proses Perkembangan Spasial Sentrifugal
Proses perkembangan secara sentrifugal adalah proses bertambahnya ruang
kekotaan yang berjalan ke arah luar dari daerah kekotaan yang sudah terbangun
dan mengambil tempat di daerah pinggiran kota. Proses inilah yang memicu dan
memacu bertambah luasnya area kekotaan. Makin banyak dan kuat faktor-faktor
penarik yang terdapat di daerah pinggiran kota terhadap penduduk dan fungsi-
fungsi, makin cepat pula proses bertambahnya ruang kekotaan.
2.3.1.1.1. Faktor Pengaruh terhadap Variasi Spasial Sentrifugal
Di dalam studinya (Lee, 1979) mengemukakan bahwa terdapat 6 faktor
yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses perkembangan ruang secara
sentrifugal dan sekaligus mencerminkan variasi inteensitas perkembangan ruang
di daerah pinggiran kota. Keenam faktor tersebut adalah: (a) faktor aksesibilitas
(accessibility); (b) faktor pelayanan umum (public service); (c) karakteristik lahan
(land characteristics); (d) karakteristik pemilik lahan (land owners
characteristics); (e) keberadaan peraturan-peraturan yang mengatur tata guna
lahan (regulatory measures) dan (f) prakarsa pengembang (developer’s
initiatives).
Faktor aksesibilitas mempunyai peranan yang kuat terhadap perubahan
pemanfaatan lahan. Aksesibilitas yang dimaksud merupakan tingkat kemudahan
suatu lokasi dapat dijangkau oleh lokasi lain. Faktor pelayanan umum merupakan
faktor penarik terhadap penduduk dan fungsi-fungsi perkotaan untuk datang ke
arahnya. Pusat pelayanan umum yang dimaksud diantaranya: kampus pendidikan,
pusat perbelanjaan, kompleks perkantoran, industri, rumah sakit, tempat ibadah,
22
tempat rekreasi dan olahraga, stasiun kereta api, stasiun bus, bandara. Faktor
karakteristik lahan yang dimaksud adalah kondisi lahan yang ada, seperti terbebas
dari banjir, stabilitas tanahnya tinggi, topografinya relatif datar, air tanahnya relatf
dangkal, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara maupun tanah, akan
mempunyai daya tarik yang besar terhadap penduduk. Karakteristik pemilik lahan
yang berstatus ekonomi lemah dan memiliki kebutuhan ekonomi tinggi akan
cenderung untuk lebih cepat menjual lahannya. Keberadaan peraturan yang
mengatur tata ruang serta prakarsa pengembang juga berpengaruh kuat terhadap
intensitas perkembangan spasial di daerah pinggiran kota.
2.3.1.1.2. Ekspresi Spasial Proses Spasial Sentrifugal
Berdasarkan berbagai studi mengenai perkembangan kota, dapat
disimpulkan bahwa terdapat tiga macam bentuk ekspresi spasial dari proses
perkembangan spasial sentrifugal, yaitu (1) perkembangan memanjang; (2)
perkembangan lompat katak dan (3) perkembangan konsentris. Kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa ketiganya dapat terjadi secara bersama-sama,
gabungan dua macam maupun sendiri-sendiri.
2.3.1.1.3. Dampak Perkembangan Spasial Sentrifugal
Perkembangan spasial sentrifugal akan mempengaruhi daerah pinggiran
kota yang berkaitan dengan peri kehidupan sosial, ekobomi, budaya, lingkungan
biotik, abiotik dan spasial. Oleh karena perkembangan spasial sentrifugal berada
di daerah pinggiran kota maka dampak yang muncul akan dirasakan oleh sektor
perkotaan maupun pedesaan, karena daerah pinggiraan kota pada hakikatnya
merupakan daerah yang mempunyai sifat kekotaan dan sifat kedesaan. Makin
23
mendekati area terbangun maka makin banyak sifat kekotaan yang muncul dan
makin sedikit ketampakan kedesaan yang ada.
Dampak negatif dan dampak positif dari perkembangan spasial sentrifugal
terhadap kedesaan yang bersifat sosial dapat terjadi. Dampak negatif antara lain:
(a) makin mengendornya rasa gotong royong masyarakat, (b) makin kuatnya peri
kehidupan konsumeristis, (c) makin maraknya sifat-sifat negatif budaya kota yang
masuk seperti penggunaan obat-obat terlarang, (d) makin banyaknya konsumen
minuman yang memabukkan, (e) makin meningkatnya tindakan kriminalitas, (f)
makin lemahnya komitmen petani terhadap lahan pertanian, (h) makin
berkurangnya petani, dan lainnya.
Dampak positif yang terjadi yaitu makin banyaknya permukiman baru yang
mempunyai status sosial ekonomi tinggi ke daerah pinggiran kota, membawa
dampak langsung terhadap perbaikan lingkungan tempat hunian. Banyaknya
permukiman yang tertata lebih baik, sarana permukiman yang lebih lengkap pada
kawasan permukiman terencana membawa berkah bagi permukiman yang telah
ada sebelumnya. Masyarakat pedesaan yang telah ada sebelumnya dapat ikut
menikmati sarana permukiman yang lebih lengkap dan lebih baik. Masuknya
jaringan listrik, air minum, jalur pendekat dan jalan lingkungan yang lebih baik
akan menaikkan kualitas permukiman di sekitar kompleks permukiman baru.
Adanya keragaman budaya, kebiasaan sosial yang dibawa oleh pendatang akan
membawa pemikiran baru bagi masyarakat pedesaan untuk berpikir lebih maju,
lebih rasional dalam menyikapi perubahan spasial, sosial, kultural, dan ekonomi
yang terjadi di sekitarnya.
24
2.3.1.2. Proses Perkembangan Spasial Sentripetal
Merupakan suatu proses penambahan bangunan perkotaan yang terjadi di
bagian dalam kota (the inner parts of the city). Proses ini terjadi pada lahan-lahan
yang masih kosong di bagian dalam kota, baik berupa lahan yang terletak di
antara bangunan-bangunan yang sudah ada, maupun pada lahan terbuka lainnya.
2.3.2. Teori Penggunaan Lahan (Land Use)
Menurut Marler (1985), land use merupakan pemanfaatan atau kegunaaan
dari suatu lahan, terdapat berbagai macam dan jenis aktivitas yang berlangsung di
dalamnya. Dalam bukunya “The Urban Pattern”, Gallion menyatakan bahwa land
use terdiri dari beberapa aspek penting, yaitu:
a. Aspek Fisik, meliputi:
1) Kawasan lahan terbangun, pemanfaatan lahan untuk permukiman,
kesehatan, pendidikan, peribadatan, perkantoran, industri, jasa, dan
perdagangan.
2) Kawasan lahan tak terbangun, berupa lahan pertanian, perkeburan
campuran, dan lahan kosong lainnya yang tidak terbangun.
b. Aspek Ekonomi, meliputi aksesibilitas dan trend, semakin tinggi aksesibilitas
dari suatu land use maka akan semakin besar kecenderungan lahan pada suatu
trend yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi seperti bisnis, industri, dan
jasa.
c. Aspek Sosial, meliputi popularitas yang merupakan suatu fenomena dari
kegiatan sosial, dimana popularitas berkembang melalui interaksi sosial.
25
d. Aspek Politik, merupakan isu-isu pemerintah dan peraturan perundang-
undangan, diantaranya adalah RTRW, RDTR, dan rencana penggunaan lahan
suatu kawasan.
Aspek-aspek tersebut sangat berperan dan berpengaruh dalam
perkembangan karakter, kualitas, kecepatan pertumbuhan dan pola morfologi land
use yang secara langsung mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan pola
morfologi suatu kawasan atau perkotaan (Gallion, 1980;219).
Dalam melakukan kegiatan manusia melakukan perjalanan di antara land
use dengan menggunakan transportasi seperti jalan, kendaraan umum, dan
kendaraan pribadi. Pergerakan manusia, kendaraan, barang dan jasa membentuk
suatu interaksi dengan melibatkan perjalanan yang mengakibatkan terjadinya arus
lalu lintas. Menurut Marler (1985;96), terdapat tiga komponen utama dalam
hubungan antara land use dan sistem transportasi, yaitu:
a. Penggunaan Lahan (Land Use)
Penggunaan lahan (land use) merupakan pemanfaatan atau penggunaan suatu
lahan dan intensitas dari kegiatan yang berlangsung di atas lahan tersebut.
intensitas land use diukur dari hubungan antara zona yang dapat
menimbulkan traffic sebagai akibat dari perjalanan manusia di antara zona
tersebut.
b. Transport Supply
Transport supply merupakan bagian dari jaringan transportasi, seperti: jalan,
parkir, pedestrian, fasilitas transortasi umum, dan rute perjalanannya.
Transport supply juga mencakup karakteristik operasional dari sebuah
26
jaringan transportasi seperti: kapasitas, rute jalan dan biaya, serta kapasitas
dan frekuensi servis dari transportasi umum.
c. Traffic
Traffic merupakan hasil/akibat dari interaksi antara land use dan transport
supply. Traffic dapat berupa arus manusia, kendaraan ataupun barang di atas
jaringan transportasi, yang dapat diukur dengan jumlah kendaraan ataupun
manusia setiap jamnya.
Ketiga komponen ini merupakan suatu sistem yang terintegrasi dan saling
mempengaruhi satu sama lainnya (membentuk hubungan yang saling
mempengaruhi/reciprocal antara satu dengan yang lainnya). Perubahan yang
terjadi pada suatu komponen secara otomatis akan menimbulkan perubahan pada
komponen yang lainnya, seperti pada gambar 2.2 berikut ini.
Interaksi antara dua komponen juga dapat memberikan pengaruh terhadap
komponen lainnya, seperti:
a. Interaksi antara land use dengan transport supply berpengaruh pada besarnya
traffic.
Gambar 2.2. Gambar Hubungan Antara Land Use, Transport Supply, dan Traffic
Land
Use
Transport
Supply
Traffic
27
b. Interaksi antara transport supply dan traffic berpengaruh pada land use.
c. Interaksi antara traffic dan land use berpengaruh terhadap transport supply.
2.3.3. Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Pole Theory)
Teori kutub pertumbuhan atau sering disebut teori pusat pertumbuhan
pertama kali diperkenalkan oleh Perroux (1995). Teori ini menyatakan bahwa
pembangunan sebuah kota atau wilayah merupakan hasil proses dan tidak terjadi
secara serentak, melainkan muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan
dan intensitas yang berbeda. Tempat atau lokasi yang menjadi pusat pembangunan
atau pengembangan dinamakan kutub pertumbuhan. Dari tempat inilah
selanjutnya proses pembangunan berlanjut ke wilayah-wilayah di sekitarnya.
Teori ini menjelaskan perkembangan ekonomi kota dalam suatu wilayah
yang luas dengan adanya sumber daya yang timpang. Teori ini juga ditopang oleh
alat-alat ukur ekonomi sehingga dapat menjelaskan implikasinya pada
perencanaan dan bersifat dinamis. Teori ini berkembang sejak tahun 1950-an dan
cukup mampu menjelaskan perkembangan di negara maju maupun berkembang.
Konsep-konsep yang ada dalam teori ini meliputi :
a. Prospulsive Industry, industri sebagai pemicu perkembangan.
b. Circular and Cumulative Causation, proses yang memungkinkan akumulasi
perkembangan.
c. Multiplier Effect, menurut teori ini ketimpangan dapat diatasi oleh tricling
down process dan spread effect.
28
Secara konseptual, pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan
dua cara, yaitu secara fungsional dan geografis. Secara fungsional, pusat
pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri
yang dikarenakan sifat hubungannya memiliki unsur-unsur yang bersifat dinamis
sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar
(wilayah belakangnya). Secara geografis pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi
yang memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of
attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di
daerah tersebut dan penduduk datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota
tersebut, walaupun kemungkinannya tidak ada interaksi antara usaha-usaha
tersebut.
Menurut Tarigan (2005) tidak semua kota dikategorikan sebagai pusat
pertumbuhan, karena pusat pertumbuhan memiliki empat ciri, yaitu adanya
hubungan internal antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi,
adanya multiplier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan
bersifat mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya.
a. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada
keterkaitan antara sektor satu dengan sektor lainnya sehingga apabila ada satu
sektor yang tumbuh, akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya karena saling
terkait. Demikian halnya dengan kegiatan BIL, yang mempengaruhi munculnya
sektor lainnya sebagai pendukung kegiatan tersebut.
29
b. Adanya efek pengganda (multiplier effect)
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan
menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar
wilayah, produksinya meningkat karena adanya keterkaitan yang mengakibatkan
sektor lain juga meningkat dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan
sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan kenaikan
permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor pertama mengalami peningkatan
permintaan). Unsur efek pengganda sangat berperan sehingga kota itu mampu
memacu pertumbuhan wilayah belakangnya. Kegiatan berbagai sektor di kota
akan meningkat tajam sehingga kebutuhan akan bahan baku dan tenaga kerja yang
dipasok dari daerahnya akan meningkat tajam pula.
Sesuai dengan ciri yang disebutkan, yaitu adanya multiplier effect, kegiatan
BIL mengakibatkan munculnya pendukung kegiatan lainnya seperti restaurant dan
toko oleh-oleh, yang dapat menguntungkan satu sama lainnya. Jika di wilayah
sekitar BIL kekurangan stok bahan mentah maupun jadi, dapat meminta ke daerah
lainnya sehingga menguntungkan daerah lainnya karena munculnya kegiatan
ekonomi baru di daerahnya.
c. Adanya konsentrasi geografis
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga
meningkatkan daya tarik dari kota tersebut. Orang yang datang ke wilayah
tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi,
kebutuhan dapat diperoleh dengan hemat waktu, tenaga dan biaya, serta volume
30
transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga
tercipta efisiensi lanjutan.
Sarana dan prasarana yang lengkap di wilayah sekitar BIL akan
memudahkan masyarakat lokal maupun pendatang dalam pemenuhan kebutuhan.
Masyarakat tidak perlu mendatangi daerah lain jika sudah tersedia di wilayah
sekitar BIL, sehingga akan menghemat biaya dan waktu.
d. Bersifat mendorong wilayah belakangnya
Hal ini berarti antara wilayah tersebut dan wilayah belakangnya terdapat
hubungan yang harmonis. Wilayah tersebut membutuhkan bahan baku dari
wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila terdapat
hubungan yang harmonis dengan wilayah belakangnya dan wilayah itu memiliki
tiga karakteristik yang disebutkan terdahulu, otomatis akan berfungsi untuk
mendorong wilayah belakangnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila konsentrasi itu dapat
mempercepat pertumbuhan ekonomi, baik ke dalam (di antara berbagai sektor di
dalam kota) maupun ke luar (ke wilayah belakangnya).
Dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap di wilayah sekitar BIL,
adanya bantuan wilayah belakangnya sebagai pemenuhan bahan akan
menguntungkan wilayah belakangnya juga. Jadi keuntungan perkembangan sektor
di wilayah sekitar BIL akan mendorong juga wilayah belakangnya sebagai
pembantu dalam pemenuhan bahan mentah maupun bahan jadi.
31
2.4. Model Penelitian
Model penelitian merupakan suatu tahapan yang harus dilakukan dalam
suatu penelitian karena dapat memberikan gambaran model dari penelitian yang
akan dilakukan. Lebih jelasnya mengenai model penelitian Perkembangan
Keruangan di Koridor Bypass BIL-Batujai dapat dilihat pada diagram 2.2.
PERKEMBANGAN
RUMUSAN MASALAH 1
- Fenomena perkembangan keruangan di koridor bypass BIL-Batujai pasca pembangunan BIL.
METODE - Observasi lapangan,
- Wawancara kepada masyarakat, dan - Wawancara dengan pejabat yang mengetahui serta pemerintah
daerah lainnya. - Memaparkan hasil yang di dapat
- Menganalisis
BIL
RUMUSAN MASALAH 3
- Dampak yang terjadi akibat faktor-faktor penyebab terjadinya perkembangan keruangan.
TEORI - Perkembangan
Ruang - Land Use - Kutub Pertumbuhan
(Growth Pole Theory)
PEMBAHASAN
RUMUSAN MASALAH 2
- Faktor penyebab terjadinya fenomena perkembangan keruangan di koridor bypass BIL-Batujai.
SIMPULAN
DAN SARAN
EKONOMI
POLITIK
SOSIAL
BUDAYA
Diagram 2.2. Bagan Model Penelitian Perkembangan Keruangan di Koridor Bypass BIL-Batujai Pasca Pembangunan BIL