Upload
trinhdiep
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Landasan Teoretis Social Responsibility
a) Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Legitimasi masyarakat merupakan factor strategi bagi
perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke
depan.Hal itu,dapat dijadikan sebagai wahana untuk
mengonstruksikan strategi perusahaan, terutama terkait dengan
upaya memposisikan diri dalam lingkungan masyarakat yang semakin
maju.
Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan
orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala
lingkunagan sekitarnya baik fisik maupun non fisik. O’Donovan (2002)
dalam buku Nor Hadi (2011,87) berpendapat legitimasi organisasi
dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada
perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari
masyarakat . Dengan demikian , legitimasih merupakan manfaat atau
sumberdaya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going
concern).
Sejalan dengan karakternya yang berdekatan dengan
ruang dan waktu,legitimasi mengalami pergeseran bersamaan
dengan perubahan dan perkembangan lingkungan dan masyarakat di
mana perusahaan berada (Dowling 1975) dalam buku Nor Hadi
(2011,87). Perubahan nilai dan norma social dalam masyarakat
12
sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia,juga
menjadi motovator perubahan legitimasi perusahaan di samping juga
dapat menjadi tekanan bagi legitimasi perusahaan (Lindblom,1994)
dalam buku Nor Hadi (2011,88).
Gray et.al,(1996) dalam buku Nor Hadi (2011,88)
berpendapat bahwa legitimasi merupakan:
‘’…a systems-oriented view of organization and society… permits us to focus on the role of imformation and disclosure in the relationship between organizations,the state, individuals and group.
Definisi tersebut mengisiaratkan, bahwa legitimasi
merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada
keberpihakan masyarakat (society),pemerintah individu dan kelompok
masyarakat.Untuk itu,sebagai suatu system yang mengedepankan
keberpihakan kepasa society,operasi perusahaan harus kongruen
dengan harapan masyarakat.
Legitimacy theory is analysed from a managerial perspective in that it focuses strategies managers may choose to remain legitimate (Deegan et al ,2000,Pattern 1992).
Deegan (2002) dalam buku Nor Hadi (2011,88)
menyatakan legitimasi sebagai :
‘’…a system oriented perspective,the entity is assumed to influenced by,and in turnto have influence upon, the society in which it operates .Corporate disclosure are considered to represent one important means by which management can influence external perceptions about organisation’’.
Defenisi tersebut,mencoba menggeser secara tegas
perspektif perusahaan kearah stakeholder orientation (society).
Batasan tersebut mengisiaratkan,bahwa legitimasi perusahaan
13
merupakan arah implikasi orientasi pertanggungjawaban perusaan
yang lebih menitik beratkan pada stakeholder perspective
(masyarakat dalam arti luas ).
Limbdolm (1994) dalam buku Nor Hadi (2011,88), ‘’Legitimacy is dynamic in that the relevant public cintinously evaluate corporate output,metods , and goals agains an ever-evolving expectation. The legitimacy gap will fluctuate without any chages in action on the part of the corporation. Indeed,as expectation of the relevant pulics change the corpotation must make changes or the legitimacy gap will grow as the level of conflict increases and the levels of positive and passive support decreases’’.
Legitimasi mengalami pergeseran sejalan dengan
pergeseran masyarakat dan lingkungan, perusahaan harus dapat
menyesuaikan perubahan tersebut baik produk, metode dan tujuan.
Deegan,Robin dan Tobin (2002) dalam buku Nor Hadi (2011,89)
menyatakan legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat keseuaian
antara keberadaan perusahaan tidak mengganggu atau sesuai
(congruent) dengan eksistensi system nilai yang ada dalam
masyarakat dan lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju
ketidaksesuaian, maka pada saat itu legitimasi perusahaan dapat
terancam.
b) Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)
Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggungjawab
terhadap para pemilik (Shareholder) sebagaimana terjadi selama ini,
namun bergeser menjadi lebih luas yaitu pada ranah sosial
kemasyarakatan (stakeholder), selanjutnya disebut tanggungjawab
social (Social responsibility). Fenomena seperti ini terjadi, karena
adanya tuntutan dari masyarakat akibat negative externalities yang
14
timbul serta ketimpangan social yang terjadi (Harahap, 2002) dalam
buku Nor Hadi (2011,93). Untuk itu,tanggungjawab perusahaan yang
semula hanya di ukur sebatas pada indicator ekonomi (economic
focused) dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan
memperhitungkan factor-faktor social (social dimentions) terhadap
stakeholder, baik internal maupun external.
Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun
external yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun
dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh
peruasahaan.
Dengan demikian, stakeholder merupakan pihak internal
maupun external, seperti : pemerintah, perusahaan pesaing
,masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga di luar
perusahaan (LSM dan sejenisnya ), lembaga pemerhati lingkungan ,
paara pekerja lingkungan perusahaan, kaum minoritas dan lain
sebagainya yang keberadaannya sangat menpengaruhi dan
dipengaruhi perusahaan.
Hummels (1998) dalam buku Nor Hadi (2011,94) “…..…..(stakeholder are) individuals and group who have legitimate claim on the organization to participate in the decision making prosess simply because they are affectet by the organization’s practices , policies and actions.”
Batasan stakeholder tersebut di atas mengisiaratkan
bahwa perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholder, karna
mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik
secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan
yang diambil dan dilakukan perusahaan. Jika perusahaan tidak
15
memperhatikan stakeholder bukan tidak mungkin akan menuai protes
dan dapat mengeliminasi legitimasi stakeholder.
Jones, Thomas dan Andrew (1999) dalam buku Nor Hadi
(2011,94) menyatakan bahwa pada hakikatnya stakeholder theory
mendasarkan diri pada asumsi, antara lain :
1) The corporation has relationship with many constituenty groups (stakeholder) that effect and are affected by its decisions (Freeman, 1984).
2) The theory is concerned with nature of these relationship in termsof both processes and autcomes for the firm and its stskeholder.
3) The interest of all (legitimate) stakeholder have intrinsic value, and no set of interest is assumend to dominate the others (Clakson, 1995; Donaldson dan Preston 1995).
4) The theory focuses on managerial decisison making (Donaldson dan Preston 1995).
Berdasarkan pada asumsi dasar stakeholder theory
tersebut, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan
social (social setting) sekitarnya. Perusahaan perlu menjaga legitimasi
stakeholder serta mendudukkananya dalam kerangka kebijakan dan
pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung dalam
pencapaian tujuan perusahaan, yaitu usaha dan jaminan going
concern (Adam.C.H, 2002) dalam buku Nor Hadi (2011,95).
Esensi teori stakeholder tersebut di atas jika ditarik
interkoneksi denagan teori legitimasi yang mengisyaratkan bhwa
perusahaan hendaknya mengurangi expectation gap dengan
masyarakat (pulik) sekitar guna meningkatkan legitimasi (pengkuan)
masyarakat, ternyata terdapat benang merah . Untuk itu,perusahaan
hendaknya menjaga reputasinya yaitu dengan menggeser pola
orientasi (tujuan) yang semula semata-mata di ukur dengan economic
16
measurement yang cenderung shareholder orientation, kea rah
memperhitungkan factor social (social factors) sebagai wujud
kepedulian dan keberpihakan terhadap masalah social
kemasyarakatan (stakeholder orientation).
c) Teori Kontrak Sosial (Social Contract Theory)
Kontrak social (social contract) muncul adanya interelasi
dalam kehidupan social masyarakat, agar terjadi keselarasan ,
keserasian dan keseimbangan termasuk terhadap lingkungan.
Perusahaan,yang merupakan kelompok orang yang memiliki
kesamaan tujuan dan berusaha mencapai tujuan secara bersama,
adalah bagian dari masyarakat dalam lingkungan yang lebih besar.
Keberadaanya, sangat di tentukan oleh masyarakat , di mana antara
keduanya saling pengaruh-menpengaruahi . Untuk itu, agar terjadi
keseimbangan (equality) , maka perlu kontrak social (social contract
) baik secara eksplisit maupun implisit sehingga terjadi kesepakatan-
kesepakatan yang saling melindungi kepentingannya.
Jika ditelusuri,teori kontrak social (social contract ) dalam
buku Nor Hadi (2011) berakar dari karya pemikiran Plato, The
Republic (427SM-347SM). Thomas Hobbes (1588-1679)
memformalisasikan secara eksplisit konsep social contract theory
pada sekitar abad 17 dalam karyanya yang berjudul Leviathan.
Konsep tersebut lebih lanjut dikembangkan oleh John
Locke (1636-1704) mengatakan pada dasarnya bentuk dan dasar
lingkungan social bersifal apolitical , dimana pelaku social memiliki
tanggung jawab untuk mematuhi hukum alam yang sudah teratur
17
(Chariri Anis, 2007) dalam buku Nor Hadi (2011,96) . Keteraturan
hukum alam tersebut,masyarakat berkewajiban memlihara lewat
kontrak social untuk mencegah individu agar tidak menyimpang dan
melanggar hukum tersebut.
J.J Rousseau (1762) dalam buku Nor Hadi (2011,96)
berpendapat bahwa alam bukanlah wujud dari konflik, melainkan
memberikan hak kebebasan bagi individu-individu untuk berbuat
secara kreatif. Kkontrak social (social contract) dibuat sebagai media
untuk mengatur tatanan (pranata) social kehidupan masyarakat.
J. J Rousseu menyatakan :
‘’….Social Contract Which was degigned to explain-and therefore legitimate-the relationship between and individual and society and its government.”
Pendapat tersebut mengandung makna bahwa secara
volunteer individu harus menaati perintah ,sementara pemerintah
harus mampu maengatur agar terjadi peningkatan good citizenship.
Social contract dibangun dan dikembangkan ,salah
satunya umtuk menjelaskan hubungan antara perusahaan terhadap
masyarakat (society). Di sini ,perusahaan (ataupun bentuk
organisasi lainnya), memiliki kewajiban kepada masyarakat untuk
member kemanfaatan bagi masyarakat setempat. Interaksi
perusahaan (dalam organisasi ) dengan masyarakat akan sellu
berusaha untuk memenuhi dan mematuhi aturan dan norma-norma
yang berlaku di masyarakat (community norm), sehingga perusahaan
dapat dipandang legitimate (Deegan, 2000).
18
Dalam perspektif manajemen kontemporer, social contract
theory menjelaskan hak kebasan individu dan kelompok termasuk
sociality, yang di bentuk berdasarkan kesepakatan-kesepakatan
yang saling menguntungkan bagi anggotanya, (Rawl,1999) . Dalam
konteks perusahaan dan stakeholder , konrtak social mengisyaratkan
bahwa perusahaan seharusnya berusaha untuk memastikan bahwa
operasinya harus congruence denagn ekspektasi masyarakat
sehingga dapat di katakana legitimate . hal ini sejalan dengan
konsep legitimacy theory bahwa legitimasi dapat dapat diperoleh
manakala terdapat keseuaian antara keberadaan perusahaan tidak
menggangu atau sesuai (congruence) dengan eksistesi system nilai
yang ada dalam masyarakat dan lingkungan (Deegan, Robin dan
Tobin, 2002) dalam buku Nor Hadi (2011,97).
Shocker dan Sethi dalam Chariri Anis (2006) dalam buku
Nor Hadi (2011,98) menjelaskan konsep kontak social (social
contract) bahwa untuk menjamin kelangsungan hidup serta
kebutuhan masyarakat , kontrak di dasarkan pada :
1) Hasil akhir (out put) yang secara social dapat di berikan kepada
masyarakat luas
2) Distribusi manfaat ekonomi, social atau politik kepada kelompok
sesuai dengan power yang dimiliki.
2. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)
Sebagai suatu konsep, meskipun telah menjadi trend yang
semakin rame diperbincangkan, social responsibility belum memiliki
19
batasan yang sepadan. Banyak ahli,praktisi dan peneliti belum memeiliki
kesamaan dalam memberikan definisi, meskipun dalam banyak hal
memiliki kesamaam esensi.
Adapun beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli dalam
buku Nor Hadi (2011) antara lain ;
Johnson and Johnson (2006 ) dalam mendefinisikan :
“Corporate Social ResponsibilitY (CSR ) is about how companies manage the business prosesses to produce on averal positive impact on society”.
Definisi tersebut pada dasarnya berangkat dari filosofi bagaimana
cara mengelolah perusahan baik sebagian maupun secara keseluruhan
memiliki dampak positif bagi dirinya dan lingkungan. Untuk itu,
perusahaan harus mampu mengelola bisnis operasinya dengan
menghasilkan produk yang berorientasi secara positif terhadap
masyarakat dan lingkungan.
Lord holme and Richard Watts (2006) mendefinisikan:
“ Corporate social Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and social at large “
Ghana (2006) mendefinisikan :
“CSR is about capacity building for sustainable likelihoods. It respect cultural differenses and find the business opportunities in bilding the skills of employees, the community and the government “. Lebih lanjut dinyatakan…..”Corporate Social Responsibility (CSR) is about business giving back to society”.
Batasan yang diberikan Ghana tersebut memberikan penjelasan
secara lebih dalam, baha sesunggunya tanggung jawab social
perusahaan (corporate social responsibility) memberikan kapasitas dalam
20
membangun corporate building menuju terjaminnya going concern
perusahaan. Didalamnya, termasuk upaya peka (respect) terhadap
adopsi sistematik berbagai budaya (kearifan local ) ke dalam strategi
bisnis perusahaan, termasuk keterampilan karyawan, masyarakat dan
pemerintah.
Flaherty (1999) berpendapat:
“…..From the economist’s view point the problem of corporate social responsibility is matter of distribution of cost that include not only money cost but also human costs or social cost”.
The World Bisiness Council for Sustainable Development
(WBCSD) yang merupakan lembag internasional yang berdiri tahun 1955
yang beranggotakan 120 perusahaan multinasional yang berasal dari 30
negaradi dunia, lewat publikasinya “ Making Good Business Sense ”
mendefinisikan corporate social responsibility :
“Continuing commitment by business to behave ethically and conrtributed to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large “.
Definisi tersebut menunjukkan tanggungjawab social perusahaan
(corporate social responsibility) merupakan suatu bentuk tindakan yang
berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang di arahkan untuk
meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualiatas
hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan
kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas.
Kotler dan Lee (2005) memberikan rumusan:
“corporate social responsibility is a commitment to improve commitment to improve community well being discretionary business practices and contribution of corporate recources”.
21
Definisi tersebut nampaknya menekankan kata discretionary,
sehingga kegiatan tanggungjawab social merupakan komitmen volunter
perusahaan untuk turut serta dalam meningkatkan kesejahteraan
komunitas. Denagan demikian, social responsibility lebih ditekankan
pada motive approach bukan system approach. Sosial responsibility lebih
dipicu oleh cara pandang , hasil kreasi dan iktikat baik manajer
perusahaan.
Namun konsep CSR yang seringkali tumpang tindih dengan
konsep-konsep lainnya seperti corporate citizenship, sustainable
business dan business ethic (Moon, 2004). Perbedaan atau persamaan
konsep-konsep tersebut tidaklah menjadi fokus penelitian ini. Konsep
CSR sudah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini.
CSR adalah sebuah konsep yang telah menarik perhatian dunia dan
mendapat perhatian dalam ekonomi global. Namun demikian, konsep
CSR masih belum seragam dengan pandangan yang masih beragam
tentang kegunaan dan aplikabilitas potensialnya .
Salah satu perkembangan besar tanggungjawab sosial
perusahaan (corporate social responsibility) dikemukakan oleh John
Eklington (1997) dalam buku Suharto (2010,4) yang terkenal dengan “The
Triple Botton Line” yang dimuat dalam buku “Cannibals with Forks, the
Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Lebih lanjut
dinyatakan, bahwa jika perusahaan ingin sustain maka perlu
memperhatikan 3P, yaitu bukan hanya profit, namun juga harus dapat
memberikan kontribusi terhadap masyarakat (people) dan ikut aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet).
22
Gambar 1. Konsep Triple Botton Line
Sumber : Elkington dalam Wibisono (2007)
3. Prinsip-Prinsip Social Responsibility
Ranah tanggung jawab social (social responsibility) mengandung
dimensi yang sangat luas dan kompleks. Di samping itu, tanggungjawab
social (social responsibility) juga mengandung interpretasi yang sangat
berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan
(stakeholder). Untuk itu, dalam rangka memudahkan pemahaman dan
penyederhanaan, banyak ahli mencoba menggarisbawahi prinsip dasar
yang terkandung dalam tanggungjawab social (social responsibility).
Crowther David (2008) dalam buku Nor Hadi (2011) mengurai
prinsip-prinsip tanggungjawab social (social responsibiliy) menjadi tiga,
yaitu : (1) sustainability; (2) accountability; dan (3) transparency.
Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam
melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan
3P
SOCIAL
LINGKUNGAN EKONOMI
23
sumber daya di masdepan. Keberlanjutn juga memberikan arahan
bagaimana penggunaan sumber daya sekarang tetap memperhatikan
dan memperhitungkan kemanpuan genersi masa depan. Dengan
demikian, sustainability berputar pada keberpihakan dan upaya
bagaimana society memanfaatkan sumberdaya agar tetap
memperhatikan generasi masa datang. Sustainability therefore implies
that society must use no more than can be regeneraged. This canbe
defined in term of the carrying capacity of the cosystem (Hawken,1993)
dalam buku Nor Hadi (2011,59).
Accountabilty, upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab
atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika
aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan
eksternal. Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas
perusahaan terhadap pihak internal dan eksternal (Crowther David, 2008)
dalam buku Nor Hadi (2011,59). Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai
media bagi perusahaan membangun image dan network terhadap para
pemangku kepentingan . Nor Hadi (2009) menunjukkan bahwa tingkat
keluasan dan keinformasian laporan perusahaan memiliki konsekuensi
social maupun ekonomi. Tingkat akuntabilitas dan tanggungjawab
perusahaan menentukn legitimasi stakeholder eksternal, serta
meningkatkan transaksi saham perusahaan. Penelitian tersebut sejalan
dengan penelitian Memed (2002), Belkauoi dan Karpik (1989).
Kasali Reinal (2005) dalam buku Nor Hadi (2011,60)
menunjukkan bahwa keterbukaan perusahaan aktivitas tanggungjawab
social menentukan respon masyarakat bagi perusahaan. Namun,
24
informasi yang bersifat negatif justru menjadi boomerang bagi
perusahaan, dan cenderung memunculkan image negative. Crowther
David (2008) menyatakan akuntabilitas dan keterbukaan (disklosure)
memiliki kemanfaatan secara social dan ekonomi. Lebih lanjut di
nyatakan bahwa informasi yang disampaikan perusahaan bermanfaat
bagi para pemangku kepentinan dalam mendukung pengambilan
keputusan . Agar informasi dalam laporan perusahaan sebagai wujud
akuntabilitas memenuhi kualifikasi, maka akuntabilitas seharusnya
mencerminkan karakteristik, antara lain : (1) understandability to all paries
concerned; (2) relevance to the users of the information provided; (3)
reliability and terms of accuracy ofmeasurement, repsentation of impack
and freedom from bias ; and (4) comporbility,which implies consistency,
both over time and between diffrent organization.
Transparency,merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal.
Transparansi bersinggungan dengan peloporan aktivitas perusahaan
berikut dampak terhadap pihak eksrernal.
Crowther David (2008) dalam buku Nor Hadi (2011,60)
menyatakan:
“Transparency, as a principle,means that the external impact of the action of the organization da be ascertained from that organisation’s reporting and pertinent facts are not disguised within that reporting…..the effect of the action of the organisation, including external impacts, should be apparent to all from using the information provided by the organisation’s reporting mechanism.”
Transpsransi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi,
25
kesalapahaman, khususnya informasi dan pertanggung jawaban berbagai
dampak dari lingkungan.
Alyson Warhurst dari University of Bath Inggris (1998) dalam
buku Nor Hadi (2011) mengajukan prinsip-prinsip corporate social
responsibility, sebagai berikut:
1) Prioritas korporat : Mengakui tanggungjawab social sebagai periorits
tertinggi perusahaan, sehingga gejala aktivitas (operasi) perusahaan
tak dapat dilepas dari tanggungjawab social.
2) Manajemen Terpadu : Mengintegrasiakan kebijakan, program dan
praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis sebagai satu unsur
manajemen dalam semua fungsi.
3) Proses perbaikan : Secara berkesinambungan memprbaiki kebijaan,
program dan kebijakan social korporat, berdasarkan temuan riset
mutakhir dan memahami kebutuhan social serta menerapkan criteria
social tersebut secara internasional.
4) Pendidikan karyawan : Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
serta motivasi karyawan.
5) Pengkajian : Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai
kegiatan atau proyekbaru dan sebelum menutupsatu fasilitas atau
meninggalkan lokasi proyek.
6) Produk jasa : Mengembangkan produk dan jas yang tidak berdampak
negative terhadap lingkungan.
7) Informasi Publik : Memberi informasi an(bila iperlukan) mendidik
pelanggan,distributor dan tentang penggunaan yang aman, dan
begitu pula dengan jasa .
26
8) Fasilitas dan operasi : Mengembangkan, merancang, dan
mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan yang
mempertimbangkan temuan kajian ampak lingkungan.
9) Penelitian : Melakukan ataumendukung penelitian dampak social
bahan baku, produk, proseseisi dan limbah yang terkait dengan
kegiatan usaha dan penelitian yang menjadi sarana mengurangi
dampak negatif.
10) Prinsip pencegahan : Modifikasi manufaktur, pemasaran atau
menggunkan produk dan jasa, sejalan dengan penelitian mutakhir
untukmencegah dampak social yang bersifat negative.
11) Kontraktor dan Pemasok : Mendorong penggunaan prinsip-prinsip
tanggungjawab sosial korporat yang dijalankan kalangan kontraktor
dan pemasok, dismping itu bila diperlukan masyarakat perbaikan
dalam praktik bisnis yang dilakukan kontraktor dan pemasok.
12) Siaga menghadapi darurat : Menyusun dan merumuskan rencana
menghadapi keadaan darurat , dan bila terjadi keadaan bahaya
bekerja sama dengan layanan gawat darurat,instansi berwenang dan
komunitaslokal. Sekaligus mengenalipotensi bahaya yang muncul.
13) Transfer Best Practice : Berkontribusi padapengembangan kebijakan
publik dan bisnis , lembaga pemerintah dan lintas
departemenpemerintah sertalemmbaga pendidikan yang akan
meningkatkan kesadaran tentang tanggugjawab social.
14) Memberi Sumbangan: Sumbangan untuk usaha bersama,
pengembangan kebijakan publik dan bisnis, lembaga pemerintah dan
27
lintas departemen permerintah serta lembaga pendidikan yang akan
meningkatkan kesadaran tentang tanggungjawab sosisal.
15) Keterbukaan : menumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog
dengan pekerja dan public, mengantisipasi dan member respons
terhadap potencial hazard dan dampak operasi,produk dan limbah
atau jasa.
16) Pencapaian dan pelaporan : Mengevaluasi kinerja social
melaksanakan audit social secara berkala dan mengkaji pencapaian
berdasarkan criteria korporat dan peraturan perundang-uandangan
dan menyampaikan informasi tersebut kepada dewan direksi,
pemegang saham,pekerja dan public.
4. Tipologi Tanggungjawab Sosial Dilihat dari Peraturan Menteri BUMN
Nomor KEP-04/MBU/2007
Mengacu pada Keputusan Menteri BUMN Nomor
KEP.04.MBU/2007 pelaksanaan tanggungjawab social dikelompokkan
menjadi dua, yaitu Kemitraan dan Bina Lingkungan. Sebagian besar
perusahaan memahami tanggungjawab sosial adalah mengacu pada
keputusan menteri tersebut. Sementara bentuk tanggungjawab social
lain, seperti energy,produk dan lainnya tidak dikategorikan pada
tanggungjawab social ini.
Kondisi itu, merupakan awal dari kekurangtepatan batasan
tentang tanggungjawab social oleh perusahaan, sehingga terkadang
antarperusahaan dalam memaknai tanggungjawab social menjadi
berbeda. Perusahaan BUMN dan perusahaan yang operasinya
bersentuhan dengan eksploitasi sumberdaya alam, menggunakan kaidah
28
keputusan Menteri BUMN Nomor KEP.04/MBU/2007 dalam
mendefinisikan tanggungjawab sosial, serta melaporkannya kepada
pihak-pihak yang berkepentingan secara mandatory, sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007. Sementara
aktivitas tanggungjawab sosial lain telah dilakukan perusahaan dan
meskipun terdapat aturan yang mengharuskannya, jika tidak tergolong
(termuat) dalam Keputusan Menteri BUMN dan UU No. 40 Tahun 2007
tersebut maka tidak dikategorikan sebagai tanggungjawab
sosial,meskipun tetap dikategorikan mandatory.
Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP.04/MBU/2007,
menyatakan stakeholder yang menjadi sasaran adalah stakeholder
eksternal, yaitu community dan lingkungan. Sementara stakeholder lain,
bukan menjadi sasaran.
Hasil content analysis praktik tanggungjawab sosial sebagaimana
diungkapkan dalam annual report yang tergolong dalam bina lingkungan,
seperti: bantuan bencana alam, bantuan kesehatan, khitanan missal,
penerangan jalan sekitar perusahaan, bantuan sarana umum dan tempat
ibadah, beasiswa pendidikan masyarakat sekitar, seni dan budaya, donor
darah, operasi katarak, bibir sumbing, serta bentuk kegiatan sejenisnya.
Bantuan bina lingkungan ditujukan untuk membantu masyarakat sekitar
yang tidak memiliki kontraprestasi langsung secara ekonomi.
Sementara, bantuan kemitraan dimaksudkan sebagai bantuan
dana bergulir dan kemitraan dalam rangka pengembangan usaha. Bentuk
kemitraan yang dilakukan perusahaan sebagaimana diungkapakan dalam
annual report, seperti: bantuan kredit lunak (dana bergulir) untuk koperasi
29
dan UKMK, bantuan pemasaran, bantuan manajemen, pelatihan
perbengkelan, bantuan teknis, bantuan jaringan pengembangan usaha
dan sejenisnya.
Hasil content analysis juga menunjukkan, terdapat banyak
pengeluaran yang telah dilakukan perusahaan dan memiliki karakter
hamper sama dengan kemitraan, namun tidak dapat dikategorikan
sebagai tanggungjawab sosial ranah kemitraan. Berbagai bantuan
kemitraan yang tidak dimasukkan dalamkategori social responsibility
kemitraan, antara lain: kerjasama dengan masyarakat dalam penghijauan
lahan bekas tambang, kemitraan pengelolaan limbah (daur ulang limbah),
pengelolaan tanah bekas tambang, pengembangan budi daya kepiting
dan kerapu, serta bentukkegiatan sejenisnya.
Berbagai bantuan tersebut,memiliki kemanfaatan pengembangan
jangka panjang, mengarah pada pemberdayaan intiplasma, sertamemiliki
multiplier effect jangka panjang. Namun, karena pendefinisian
tanggungjawab sosial lebih mengacu pada Keputusan Menteri
BUMN,maka kegiatan tersebut tidak termasuk dalam kemitraan (Nor
Hadi, 2009).
5. Program Corporate Social Responsibility PT. Bank Rakyat Indonesia
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang
didedikasikan untuk kepentingan masyarakat khususnya di sekitar
wilayah operasional BRI merupakan salah satu bentuk tanggung jawab
perusahaan untuk ikut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan mendukung pembangunan bangsa.
30
PKBL merupakan tanggung jawab sosial yang telah diamanahkan
pemegang saham BRI yang pelaksanaannya berdasarkan Peraturan
Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007
tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program
Bina Lingkungan. Penyisihan laba perusahaan untuk kegiatan PKBL tiap
tahunnya diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BRI.
a. Program Kemitraan
Program Kemitraan BRI merupakan kegiatan pembinaan dan
penyaluran pinjaman kepada usaha mikro dan kecil termasuk
koperasi yang memenuhi kelayakan usaha tetapi belum bisa dilayani
dengan skim kredit komersial. Program ini diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas usaha mikro dan kecil untuk menjadi
usaha yang tangguh di kemudian hari dan selanjutnya dapat
mengakses produk pinjaman komersial BRI.
Selain melayani pinjaman kemitraan dengan persyaratan yang
ringan, BRI juga membina mitra binaan untuk lebih mengembangkan
usahanya. Kegiatan yang sering dilakukan adalah mengikutsertakan
mitra binaan pada berbagai pameran baik daerah maupun nasional.
Kegiatan ini membantu mitra binaan dalam pemasaran produk
mereka.
b. Program Bina Lingkungan
Program Bina Lingkungan yang selanjutnya disebut BRI Peduli
merupakan pemberdayaan sosial untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat sekitar wilayah operasional BRI menjadi lebih baik.
Ruang lingkup program BRI Peduli adalah perbaikan sarana umum,
31
sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana ibadah, pelestarian
alam, dan bantuan korban bencana alam
B. Kerangka Konseptual
Untuk memudahkan dan menyamakan persepsi kita terhadap karya
ilmiah ini, maka di bawah ini penulis akan memberikan gambaran tentang
kerangka pemikiran dari karya ilmiah ini.
Gambar 2. Skema Kerangka Konseptual
KONSEP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
PT. BANK RAKYAT INDONESIA
HASIL CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
PT. BANK RAKYAT INDONESIA PADA WILAYAH KOTA MAKASSAR
Prinsip-Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) : 1. Sustainability 2. Accountability 3. Transparency