Upload
doquynh
View
220
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Payudara
1. Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara (Carcinoma Mammae) adalah suatu penyakit
pertumbuhan sel, akibat adanya onkogen yang menyebabkan sel normal
menjadi sel kanker pada jaringan payudara (Suryaningsih & Bertiani,
2009). Kanker payudara sering terungkap oleh adanya perubahan
payudara, pengisutan, atau tertarik ke dalamnya, daerah sekitar puting,
serta tanpa nyeri (Jong, 2005).
2. Pertumbuhan Kanker
Pertumbuhan kanker payudara dimulai dari epitel duktus ataupun lobules
duktus atau kelenjer didaerah lobules dan melakukan invasi ke dalam
stroma yang dikenal dengan nama karsinoma invansive. Tumor yang
meluas menuju fasia otot pektoralis ataupun daerah yang menimbulkan
perlengkapan dikategorikan tumor stadium lanjut (Tambunan, 1995).
Penyebaran kanker terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit, dan
tumbuh di kelenjer aksila maupun supraklavikula, kemudian melalui
pembuluh darah kanker menyebar ke organ lain seperti paru, hati, tulang,
dan otak (Luwia, 2003).
3. Penyebab Kanker Payudara
Menurut Tjindarbuni (2003), dalam Hawari (2004) merujuk hasil penelitian
dari Simanjuntak (1977) yang telah melakukan penelitiannya di Bagian
Bedah FKUI/RSCM periode 1971-1973, menemukan beberapa faktor
penyebab kanker payudara yang sudah diterima secara luas oleh kalangan
pakar kanker (Oncologist) di dunia adalah:
11
a. Wanita yang berumur lebih dari 30 tahun mempunyai kemungkinan
yang lebih besar untuk mendapat kanker payudara dan resiko ini akan
bertambah sampai umur 50 tahun dan setelah menopause.
b. Wanita yang tidak kawin resikonya 2-4 kali lebih tinggi dari pada wanita
yang kawin dan mempunyai anak.
c. Wanita yang melahirkan anak pertama setelah berumur 35 tahun
resikonya 2 kali lebih besar.
d. Wanita yang mengalami menstruasi pertama (menarche) yang usianya
kurang dari 12 tahun resikonya 1,7 hingga 3,4 kali lebih tinggi daripada
wanita dengan menarche yang datang pada usia normal atau lebih dari
12 tahun.
e. Wanita yang mengalami masa menopausenya terlambat lebih dari 55
tahun, resikonya 2,5 hingga 5 kali lebih tinggi.
f. Wanita yang pernah mengalami infeksi, trauma atau tumor jinak
payudara, resikonya 3 hingga 9 kali lebih besar.
g. Wanita yang mengalami penyinaran (radiasi) di dinding dada, resikonya
3 hingga 4 kali lebih tinggi.
h. Wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita kanker payudara
pada ibu, saudara perempuan ibu, saudara perempuan, adik/kakak,
resikonya 2 hingga 3 kali lebih tinggi.
i. Wanita yang memakai kontrasepsi oral pada penderita tumor payudara
tumor payudara jinak akan meningkatkan resiko untuk mendapatkan
kanker payudara 11 kali lebih tinggi.
4. Manifestasi Klinis Kanker Payudara
Menurut Daniel & jane, (2000) Fase awal kanker payudara yaitu tanpa ada
tanda dan gejala (asimtomatik) Sebagian terbesar bermanifestasi sebagai :
a. Fase mamae yang tidak nyeri.
b. Sering kali ditemukan secara tak sengaja. Lokasi massa kebanyakan di
kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas
12
tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (pada stadium
lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks).
c. Massa cenderung membesar bertahap, dalam beberapa bulan bertambah
besar secara jelas. Sedangkan menurut Suyatno & Pasaribu (2010)
menyebutkan beberapa tanda dan gejala kanker payudara di antaranya
yaitu:
1) Ada benjolan yang keras di payudara dengan atau tanpa rasa sakit.
2) Bentuk puting berubah (retraksi nipple atau terasa sakit terus-
menerus) atau puting mengeluarkan cairan/darah (nipple discharge).
3) Ada perubahan kulit payudara di antaranya berkerut seperti kulit
jeruk (peau d’orange), melekuk ke dalam (dimpling) dan borok
(ulkus).
4) Adanya benjolan-benjolan kecil di dalam atau kulit payudara (nodul
satelit).
5) Ada luka puting di payudara yang sulit sembuh.
6) Adanya benjolan di aksila dengan atau tanpa masa di payudara.
5. Rencana Penanganan Kanker Payudara
Menurut Jong (2005), penanganan kanker payudara ditetapkan dalam suatu
rencana penanganan, di sini nantinya akan dibahas alasan, tujuan, cara, dan
waktu penanganan. Penanganan baru dimulai bila pasien sudah memahami
dengan jelas mengapa penanganan ini dilakukan, apa yang akan terjadi, dan
apa yang dapat diharapkan daripadanya. Dengan demikian akan jelas
kerugian yang mungkin akan timbul misalnya berkurangnya kekebalan
tubuh atau efek samping tidak sebanding dengan apa yang dapat
diharapkan dari penanganan itu. Penanganan kanker payudara meliputi
terapi kuratif, penunjang, paliatif, dan simtomatis. Secara berurutan hal ini
berarti penyembuhan, penambahan, penunjang, dan memerangi simtom
sebagai berikut:
a. Terapi Kuratif
13
Adalah suatu penanganan, operasi, atau penyinaran yang dilaksanakan
apabila di perkirakan penyembuhannya dimungkinkan. Tujuan dari
terapi ini adalah penyembuhan kanker namun hanya mungkin
kankernya belum tumbuh terlalu jauh ke jaringan sekitar dan tidak ada
penyebaran.
b. Terapi Penunjang
Dalam dasawarsa terakhir ini terjadi perkembangan yang hebat untuk
memperbaiki angka penyembuhan dengan lebih sering
mengkombinasikan berbagai bentuk terapi, misalnya menambahkan
kemoterapi atau penyinaran pada penanganan bedah. Penanganan
semacam ini disebut sebagai penanganan penunjang, yang diberikan
sesudah terapi dasar dengan maksud kuratif guna membunuh sumber
sel kanker atau sel-sel kanker yang terlepas letaknya yang mungkin
ada. Hal ini menyangkut penyebaran yang tidak dapat
ditunjukkan lewat saluran limfe ke kelenjer limfe atau lewat peredaran
darah ke organ-organ lain, seperti hati, paru-paru, atau tulang, yaitu
yang di sebut mikrometastasis.
c. Terapi Paliatif
Terapi ini digunakan apabila penderita tidak dapat disembuhkan, tapi
dapat ditangani dan dirawat. Terapi paliatif tidak menghilangkan
penyakitnya tetapi meniadakan penyulitnya, tentunya dapat ditangani
misalnya rasa nyeri atau sesak nafas termasuk didalamnya. Tujuan dari
terapi ini adalah meringankan penderitaan, dan mendapatkan kualitas
hidup yang dapat diterima dengan atau tanpa memperpanjang
kehidupan. Terapi paliatif mencakup pula mengurus penderita dan
keluarganya di saat fase terminal. Disini meliputi aspek paramedik,
perawatan, psikososial, dan kejiwaan.
14
d. Terapi Simtomatis
Terapi ini diarahkan untuk meniadakan atau menekan simptom sehari-
hari yang mengganggu. Misalnya obat-obat untuk memerangi rasa
mual, lelah, atau nyeri. Tujuan dari terapi ini adalah untuk secepat
mungkin menghilangkan keluhan yang dirasakan.
B. Kemoterapi
1. Pengertian Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat
anti kanker yang disebut sitostatika (Suryaningsih & Bertiani 2009). Di
mana fungsi utama kemoterapi ini adalah mencari sel kanker (sel yang
pertumbuhannya cepat) dan menghancurkannya sebelum sel-sel tersebut
semakin memperbanyak diri (Taylor, 2004). Diperlukan adanya diskusi
khusus dengan dokter onkologi tentang manfaat dan resiko kemoterapi dan
jenis-jenis obat yang di sediakan bagi masing-masing pasien Lincoln &
Wilensky (2008).
Kemoterapi berbeda dengan terapi radiasi dan pembedahan. Karena ada hal
penting yang harus di perhatikan dalam pengobatan ini yaitu harus di
perhatikan dalam penatalaksanaan intoksikasi obat, reaksi host, tumor, dan
agen onkogen serta mekanisme pertahanan host. Hal penting lainnya adalah
penentuan kemoterapi yang sesuai untuk di berikan pada kanker tertentu,
serta kombinasi obat apa yang digunakan dan juga saat pemberian obat
dalam perjalanan penyakitnya apakah sebelum tindakan pembedahan atau
sesudah pembedahan, penggunaan bersamaan dengan radioterapi (Rasjidi,
2007).
2. Tujuan Penggunaan Kemoterapi
Kemoterapi memiliki beberapa tujuan, di antaranya yaitu Wan Desen
(2008):
15
a. Kemoterapi kuratif
Terhadap tumor sensitif yang kurabel, misalnya leukemia limfositik
akut, limfoma maligna, kanker testis, karsinoma sel kecil paru dan
lainnya. Kemoterapi kuratif harus memakai formula kemoterapi
kombinasi yang terdiri atas obat dengan mekanisme kerja berbeda.
b. Kemoterapi adjuvant
Adalah kemoterapi yang dikerjakan setelah operasi radikal. Pada
dasarnya ini adalah bagian dari terapi kuratif. Bertujuan untuk
membunuh sel yang telah bermetastase.
c. Kemoterapi neoadjuvan
Kemoterapi yang dilakukan sebelum operasi atau radioterapi. Bertujuan
untuk mengecilkan massa tumor.
d. Kemoterapi paliatif
Kemoterapi disini hanya digunakan untuk mengurangi gejala-gejala dan
memperpanjang waktu survival.
e. Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
3. Cara Pemberian Kemoterapi
Cara pemberian kemoterapi di antaranya yaitu:
a. Pemberian per oral, di antaranya adalah chlorambucil dan etoposide
(VP-16).
b. Pemberian secara intra–muskulus, di antaranya yaitu bleomicin dan
methotrexate.
c. Pemberian secara intravena, diberikan secara infuse/drip. Cara ini
merupakan cara pemberian yang paling umum dan banyak digunakan.
16
d. Pemberian secara intra-arteri, jarang dilakukan karena membutuhkan
sarana yang cukup banyak, antara lain alat radiologi diagnostik, mesin,
atau alat filter serta memerlukan keahlian tersendiri.
e. Pemberian secara intraperitoneal, di indikasikan dan di isyaratkan pada
minimal tumor residu pada kanker ovarium (Rasjidi, 2007).
4. Efek Samping Kemoterapi
Suryaningsih & Bertiani, (2009) mengemukakan bahwa obat sitotoksik
menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat membelah. Namun,
terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel tubuh normal yang
mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa (selaput lendir),
sumsum tulang, kulit, dan sperma. Obat sitotoksik juga dapat bersifat
toksik pada beberapa organ seperti jantung, hati, ginjal, dan sistem saraf.
Menurut Steven & Kenneth, (2001) Berikut ini beberapa efek samping
kemoterapi yang sering ditemukan pada pasien, yaitu:
a. Supresi sumsum tulang
Trombositopenia, anemia, dan leukopenia adalah kondisi yang terjadi
sebagai efek samping kemoterapi yang mensupresi sumsum tulang. Sel-
sel dalam sumsum tulang lebih cepat tumbuh dan membelah, sehingga
sel-sel tersebut rentan terkena efek kemoterapi.
b. Mukositis
Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis), lidah (glositis),
tenggorok (esofagitis), usus (enteritis), dan rectum (proktitis).
Umumnya mukositis terjadi pada hari ke-5 sampai 7 setelah
kemoterapi. Satu kali mukositis muncul, maka siklus berikutnya akan
terjadi mukositis kembali, kecuali jika obat diganti atau dosis
diturunkan. Mukositis dapat menyebabkan infeksi sekunder.
17
c. Mual dan muntah
Mual dan muntah pada pasien yang mendapat kemoterapi digolongkan
menjadi tiga tipe yaitu akut, tertunda (delayed) dan antisipasi
(anticipatory). Muntah akut terjadi pada 24 jam pertama setelah
diberikan kemoterapi. Muntah yang terjadi setelah periode akut ini
kemudian digolongkan dalam muntah tertunda (delayed). Sedangkan
muntah antisipasi merupakan suatu respon klasik yang sering dijumpai
pada pasien kemoterapi (10-40%) dimana muntah terjadi sebelum
diberikannya kemoterapi atau tidak ada hubungannya dengan
pemberian kemoterapi. Lebih jauh Suryaningsih & Bertiani
(2009) mengemukakan bahwa secara umum, ada 4 mekanisme yang
menyebabkan mual dan muntah.
Mekanisme pertama terjadinya muntah yaitu melalui impuls yang
dibangkitkan dalam area di otak di luar dari pusat muntah. Area ini
dinamakan Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) yang terletak secara
bilateral pada dasar dari ventrikel.
Muntah yang terjadi pada pasien yang mendapat kemoterapi diduga
terutama disebabkan oleh stimulasi CTZ oleh agen kemoterapi.
Mekanisme kedua melalui kortek, yang disebabkan oleh rangsang rasa,
bau, kecemasan, iritasi meningen dan peningkatan tekanan intrakranial,
kesemuanya itu dapat merangsang pusat muntah yang akan memicu
respon muntah, Anticipatory nausea and vomiting terjadi melalui
mekanisme yang ke dua ini. Pada pasien yang mengalami mual dan
muntah setelah kemoterapi dan tidak teratasi dengan baik akan
menimbulkan trauma, sehingga pada pasien ini sering mengalami mual
dan muntah sebelum obat dimasukkan karena sudah mempunyai
pengalaman yang buruk tentang kemoterapi Jong, (2005).
18
Mekanisme ketiga, yaitu impuls dari saluran cerna bagian atas yang
diteruskan vagus dan serabut simpatis afferent ke pusat muntah,
kemudian dengan impuls motorik yang sesuai akan menyebabkan
muntah. Mekanisme muntah yang terakhir atau mekanisme ke empat,
menyangkut sistem vestibular (keseimbangan) atau labirin pada telinga
tengah dipengaruhi oleh kerusakan atau gangguan dalam labirin akibat
penyakitnya atau akibat pergerakan Dianda, (2007).
d. Diare
Diare disebabkan karena kerusakan epitel saluran cerna sehingga
absorpsi tidak adekuat. Obat golongan antimetabolit adalah obat yang
sering menimbulkan diare. Pasien dianjurkan makan rendah serat, tinggi
protein (seperti enteramin) dan minum cairan yang banyak. Obat anti
diare juga dapat diberikan dan dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit yang telah keluar Brunner & Suddarth, (2001).
e. Alopesia
Kerontokan rambut atau alopesia sering terjadi pada kemoterapi akibat
efek letal obat terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan total akan
terjadi setelah terapi dihentikan. Pada beberapa pasien rambut dapat
tumbuh kembali pada saat kemoterapi masih berlangsung. Tumbuhnya
kembali rambut dapat merefleksikan proses proliferative kompensatif
yang meningkatkan jumlah sel-sel induk atau mencerminkan
perkembangan resistensi obat pada jaringan normal Barbara, (1996).
f. Infertilitas
Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium merupakan hal yang
rentang terhadap efek toksik obat antikanker. Pria yang mendapat
kemoterapi seringkali produksi spermanya menurun. Efek anti
spermatogenik ini dapat pulih kembali setelah diberikan kemoterapi
dosis rendah tetapi beberapa pria mengalami infertilitas yang menetap.
19
Selain pada pria, kemoterapi juga sering menyebabkan perempuan
pramenopause mengalami penghentian menstruasi sementara atau
menetap dan timbulnya gejala-gejala menopause. Hilangnya efek ini
sangat tergantung umur, jenis obat yang digunakan, serta lama dan
intensitas kemoterapi Brunner & Suddarth, (2001).
g. Nyeri
Menurut Dianda (2007), obat kemoterapi dapat menyebabkan efek
samping yang menyakitkan. Obat tersebut dapat merusak jaringan saraf,
lebihsering pada persarafan jari tangan dan kaki. Sensasi yang dirasakan
berupa rasa terbakar, mati rasa, geli, atau rasa nyeri.
h. Kelelahan
Kelelahan, rasa letih, dan kehilangan energi merupakan gejala yang
paling umum dialami oleh pasien yang mendapatkan kemoterapi.
Kelelahan karena kemoterapi dapat muncul secara tiba-tiba. Kelelahan
dapat berlangsung hanya sehari, minggu, atau bulan, tetapi biasanya
hilang secara perlahan-lahan karena respon tubuh terhadap tindakan
Barbara (1996).
i. Kerusakan epitel mukosa saluran pencernaan
Epitel mukosa saluran pencernaan merupakan sel normal tubuh yang
sering menerima dampak dari kemoterapi oleh karena sel epitel mukosa
saluran pencernaan membelah dengan cepat.
Stomatitis merupakan salah satu efek kemoterapi yang sering timbul
akibat dari kemoterapi Brunner & Suddarth, (2001).
Hal ini akibat dari rusaknya mukosa akibat dari pemberian obat
kemoterapi. Biasanya stomatitis muncul setelah dua sampai empat
minggu setelah kemoterapi.
20
j. Gangguan jantung
Barbara (1996), ada beberapa kemoterapi menyebabkan gangguan otot
pada otot jantung. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan pompa
jantung. Untuk menghindari efek fatal dari gangguan jantung sebelum
kemoterapi dimulai biasanya dilakukan pemeriksaan untuk menilai
fungsi jantung.
k. Efek Pada Darah
Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum
tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel
darah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih
(leokosit) Brunner & Suddarth, (2001).
Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan
dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah
sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
mengakibatkan:
1) Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh Karena jumlah leokosit turun, karena
leokosit adalah sel darah yang berfungsi untuk perlindungan
terhadap infeksi. Ada beberapa obat yang bisa meningkatkan jumlah
leokosit.
2) Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah.
Penurunan jumlah trombosit mengakibatkan perdarahan sulit
berhenti, lebam, bercak merah di kulit.
3) Anemia
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai oleh
penurunan Hb (hemoglobin). Karena Hb letaknya di dalam sel darah
merah. Akibat anemia adalah seorang menjadi merasa lemah, mudah
lelah dan tampak pucat.
21
5. Siklus Pemberian Kemoterapi
Pamela & Robin (2007), siklus kemoterapi adalah waktu yang diperlukan
untuk pemberian satu kemoterapi. Satu siklus umumnya dilaksanakan
setiap tiga atau empat minggu sekali, tetapi ada juga yang setiap minggu.
Efektifitas kemoterapi hanya akan tercapai jika diberikan sesuai siklus /
jadwal.
6. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian Kemoterapi
Desen (2008), mengemukakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pemberian kemoterapi, adalah pilihan rejimen pengobatan, dosis,
cara pemberian dan jadwal pemberian. Sedangkan faktor yang harus
diperhatikan pada pasien adalah usia, jenis kelamin, status sosioekonomi,
status gizi, status penampilan, cadangan sumsum tulang, fungsi paru, ginjal,
hati, jantung, dan penyakit penyerta lain. Selain itu perlu juga
memperhatikan faktor yang berhubungan dengan tumor adalah jenis dan
derajat histologi, tumor primer atau metastasis, lokasi metastasis, ukuran
tumor, dan adanya efusi (National Comprehensive Cancer Network
clinical, 2007).
C. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Sedangkan menurut
Brooks (dalam Rakhmat, 2002) konsep diri adalah segala persepsi tentang
diri sendiri , secara fisik, sosial, dan psikologis yang di peroleh berdasarkan
pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Konsep diri belum ada sejak
lahir, konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman
berhubungan dengan orang lain.
22
Menurut Keliat (1998), individu dengan konsep diri yang positif dapat
berfungsi lebih positif yang terlihat dari kemampuan interpersonal,
kemampuan intelektual, dan kemampuan interpersonal. Sedangkan konsep
diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
maladaptif.
Menurut Taylor (2003), konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang
mempengaruhi menejemen kita terhadap situsi dan hubungan kita dengan
orang lain. Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan
konsep diri dapat menjadi sumber stress dan konflik.
2. Komponen Konsep Diri
Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu : gambaran diri, ideal diri, harga
diri, mperan dan identitas diri (Stuart & Sundeen, 1991).
a. Gambaran Diri (Body Image)
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar
atau tidak sadar (Stuart & Sundeen, 1991). Sikap ini mencakup persepsi
dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
Menurut (Cash, 2002a), Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian
tubuhnya, menerima reaksi dari tubuhnya, dan menerima stimulus dari
orang lain. Kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar
dirinya terpisah dari lingkungannya. Pandangan yang realistik terhadap
diri, menerima, dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman
sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri.
Beberapa hal yang terkait dengan citra tubuh :
1) Fokus individu terhadap bentuk fisik dan ukuran tubuh
2) Citra tubuh memandang dirinya berdampak penting terhadap aspek
psikologis individu tersebut.
23
3) Gambaran yang realistis penerimaan diri akan memberi rasa aman
serta mencegah kecemasan dan meningkatkan harga diri.
4) Individu yang stabil, realistis, dan konsisten terhadap citra
tubuhnya dapat mencapai kesuksesan dalam hidup (Mubarak &
Chayatin, 2008).
Menurut (Cash, Santos, & Williams, 2005) Gambaran diri berubah
hampir pada semua klien kanker termasuk kanker payudara, dan
jika perubahan ini tidak terintegrasi dengan konsep diri maka
kualitas hidup akan menurun drastis. Perubahan citra tubuh yang
terjadi pada penderita kanker dapat diidentifikasi dari berbagai
aspek diantaranya yaitu efek samping program terapi yang dapat
merubah citra tubuh, seperti: semua tindakan operasi, radioterapi,
dan kemoterapi (James, 2007). Fokus individu terhadap fisik nya
lebih menonjol dari periode kehidupan yang lain, bentuk tubuh,
tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda pertumbuhan sekunder.
Perkembangan mamae, menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan
bulu, semua akan menjadi bagian dari gambaran tubuh.
Ancaman terhadap citra tubuh dan juga harga diri, sering disertai
perasaan malu, ketidakadekuatan dan rasa bersalah. Ansietas,
perubahan mendadak, dan kasihan adalah respon umum terhadap
penampilan dan fungsi tubuh yang abnormal. (Smeltzer dan Bare,
2002).
Menurut Suliswati, Maruhawa, Sianturi, Sumijatun, Payapo (2005)
tanda dan gejala gangguan citra tubuh :
1) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan
terjadi
3) Menolak penjelasan perubahan tubuh.
24
4) Persepsi negatif pada tubuh
5) Preokupasi terhadap tubuh yang hilang
6) Mengungkapkan keputusasaan
7) Mengungkapkan ketakutan
Kepribadian yang sehat menurut Stuart & Sundeen, (1998) di
antaranya yaitu gambaran diri positif dan akurat, kesadaran akan
diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai
akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan yang lalu, akan
diri sendiri dan perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan
potensi tubuh.
b. Ideal Diri
Menurut Murwani (2008), ideal diri adalah persepsi individu tentang
bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi,
tujuan, atau nilai personal tertentu. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita
dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial. Ideal diri berkembang
pada masa kanak-kanak dan di pengaruhi oleh orang yang penting bagi
dirinya.
Kepribadian yang sehat menurut Stuart & Sundeen, (1998) di antaranya
yaitu Ideal diri realitas, individu yang mempunyai ideal diri yang
realistis akan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai. Sifat ideal
seseorang mendekati persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut
cenderung tidak ingin berubah dari kondisinya saat ini. Sebaliknya, jika
ideal diri terlalu tinggi justru dapat menyebabkan harga diri rendah.
Menurut Suliswati dkk (2005), tanda dan gejala yang dapat di kaji pada
ideal diri adalah:
1) Mengungkapkan keputusasaan akibat penyakitnya.
2) Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, ideal diri yang tidak
realistis.
25
c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart &
Sundeen,1991).
Murwani, (2008) harga diri dapat di peroleh dari diri sendiri maupun
dari orang lain. Aspek utama adalah perasaan di cintai dan menerima
penghargaan dari orang lain. Selain itu frekuensi pencapaian tujuan
akan menghasilkan harga diri rendah atau tinggi. Jika individu selalu
sukses maka cenderung harga diri tinggi tetapi apabila individu sering
gagal maka kecenderung memiliki harga diri rendah. Gangguan harga
diri atau harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal
dalam mencapai keinginan.
Kepribadian yang sehat menurut Stuart & Sundeen, (1991) di antaranya
yaitu harga diri tinggi, sesorang yang mempunyai harga diri yang tinggi
akan memandang dirinya sebagai seorang yang berarti dan bermanfaat.
Ia memandang dirinya sangat sama dengan apa yang ia inginkan.
Perry dan Potter (2005), harga diri rendah bisa dilihat dari:
1) Perasaan negatif terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit.
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri.
3) Merendahkan martabat dengan mengatakan dia tidak mempunyai
kemampuan.
4) Gangguan sosial seperti menarik diri, klien tidak mau bertemu
dengan orang lain.
5) Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan.
6) Mencederai diri, akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram.
26
d. Peran (Role)
Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang di harapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat Murwani (2008).
Peran adalah serangkaian harapan tentang bagaimana seseorang
bersikap/berperilaku sesuai dengan posisinya Perry & Potter (2005),
Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang
berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok
sosial (Stuart, 2002). Sepanjang hidup orang menjalani berbagai
perubahan peran. Perubahan normal yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan maturasi mengakibatkan transisi perkembangan
Setiap individu dalam kehidupannya sering disibukkan dengan
perannya pada setiap waktu.
Menurut Stuart dan Sundeen, (1998) banyak faktor yang mempengaruhi
dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan yaitu:
1) Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.
2) Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang
dilakukan.
3) kesesuaian dan keseimbanagn antar peran yang di emban.
4) Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
5) Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian
perilaku peran.
Individu yang mempunyai kepribadian yang sehat akan dapat
berhubungan denga orang lain secara intim dan mendapat kepuasan. Ia
dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain dan membina
hubungan interdependen.
Beberapa peran negatif menurut Murwani (2008), dari diri seseorang
dapat dinilai sebagai berikut :
27
1) Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran.
2) Ketidak puasan peran.
3) Kegagalan menjalankan peran yang baru.
4) Ketegangan menjalankan peran yang baru.
5) Kurang tanggung jawab.
6) Apatis/bosan/jenuh dan putus asa.
e. Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri bersumber dari observasi
dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri
sebagai suatu kesatuan yang utuh (Murwani, 2008). Individu yang
memiliki perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya
berbeda dengan orang lain, unik dan tak ada duanya. Hal yang
terpenting dari identitas adalah jenis kelamin (Keliat, 1994).
Kepribadian yang sehat menurut Stuart & Sundeen (1998), di antaranya
yaitu identitas jelas, individu merasakan keunikan dirinya, yang
memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan. Jadi Identitas
personal adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggungjawab atas kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan
keunikan individu.
Muwarni (2008), kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh
individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya meliputi:
1) Tidak ada percaya diri.
2) Sukar mengambil keputusan.
3) Ketergantungan.
4) Masalah dalam hubungan interpersonal.
5) Ragu/tidak yakin terhadap terhadap keinginan.
6) Menyalahkan orang lain.
28
3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Tarwoto &
Wartonah, (2003) yaitu:
a. Tingkat perkembangan dan kematangan.
Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan, dan
pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
b. Budaya
Pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya,
kelompoknya, dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian
akan membawa anak lebih dekat pada lingkungannya. Lingkungan yang
dimaksud disini adalah lingkungan fisik dan lingkungan psikososial.
Lingkungan fisik adalah segala sarana yang dapat menunjang
perkembangan konsep diri, sedangkan lingkungan psikososial adalah
segala lingkungan yang dapat. Menunjang kenyamanan dan perbaikan
psikologis yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri.
c. Sumber internal dan eksternal
Kekuatan dan perkembngan pada individu sangat berepengaruh
terhadap konsep diri. Pada sumber internal misalnya, orang yang
humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternalnya,
dukungan dari masyarakat, dan ekonomi yang kuat.
d. Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep
diri demikian juga sebaliknya.
29
e. Stressor
Stressor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian,
dan ketakutan. Jika koping individu yang tidak adekuat maka akan
menimbulkan depresi, menarik diri, dan kecemasan.
f. Usia, keadaan sakit dan trauma
Usia tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi dirinya.
4. Penyebab Gangguan Konsep Diri
Menurut Keliat (1994), stressor yang dapat mempengaruhi konsep diri
seseorang diantaranya yaitu hilangnya bagian badan, tindakan operasi,
proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses
tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Perubahan tubuh
dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri,
ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri.
5. Karakteristik Konsep Diri yang Rendah
Menurut Carpenito (1995), dalam Taylor yang di kutip oleh Tarwoto dan
Wartonah (2003), ada beberapa karakteristik konsep diri yang rendah yaitu:
menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu, tidak mau
berkaca, menghindari diskusi tentang topik dirinya, menolak usaha
rehabilitasi, melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat, mengingkari
perubahan pada dirinya, tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan,
dan menangis, tingkah laku yang merusak seperti gangguan obat-obatan,
dan alkohol, menghindari kontak mata, kurang bertanggung jawab.
Menurut James (2007), ada beberapa pengaruh yang akan terjadi akibat
konsep diri yang rendah diantaranya yaitu :
a. Konsep diri negatif membuat kita cenderung memusatkan perhatian Pada
yang negatif-negatif dalam diri kita. Seseorang biasanya akan berpikir
tentang diri sendiri terutama dari segi negatif, dan sulit menemukan hal-
hal yang pantas dihargai dalam diri mereka. Mereka cenderung terlalu
30
menjadi kritis terhadap diri sendiri, mudah mengecam dan menyalahkan
diri sendiri karena merasa kurang cakep atau bakat.
b. Konsep diri yang negatif mendorong kita untuk membuat perbandingan
negatif dengan orang lain.
c. Konsep diri negatif menciptakan ingatan yang pilih-pilih, selektif, yang
meneguhkan perasaan diri tak berharga. Misalnya orang yang sedih
dipenuhi dengan ingatan-ingatan yang pahit, bila kita sedang dilanda
rasa rendah diri (down) kita kerap teringat dan suka mengenang
pengalaman-pengalaman masa lampau yang menambah rasa tidak puas
terhdap diri kita. Konsep diri yang negatif cenderung membawa kita ke
dalam kegagalan.
6. Konsep Diri Penderita Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi
Kanker dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan baik itu secara fisik
maupun psikis. Menurut Keliat (1998) perubahan psikologis yang terjadi
pada penderita kanker diantaranya yaitu perubahan konsep diri yang
biasanya ditunjukkan dengan sikap malu, menarik diri, rendah diri, kontrol
diri kurang, takut pasif, asing terhadap diri, dan frustasi. Kemudian
terjadinya perubahan citra tubuh yang terjadi hampir pada semua klien
kanker.
Namun selain proses penyakit kanker itu sendiri, efek samping dari
pengobatan kanker seperti kemoterapi dan radioterapi juga bisa
mempengaruhi kehidupan psikologis penderita kanker payudara yang
sedang menjalani pengobatan. Menurut penelitian Ronis (dikutip
dalam The U.S. National Institutes Of Health, 2008), pasien kanker
melaporkan bahwa mereka mengalami perubahan quality of life setelah
menjalani tindakan (terutama tindakan pengobatan kemoterapi).
31
Menurut Weymuller & Bhama (2007), Pasien mengatakan keluhan fisik
setelah menjalani kemoterapi seperti: sakit pada area leher dan kepala,
menurunnya daya penglihatan, gangguan indra pengecapan dan penciuman,
kurangnya nafsu makan karena nyeri pada leher, rambut rontok, mulut
terasa pahit, dan sulit menelan. Pasien juga melaporkan keluhan fisik
seperti depresi. Keluhan ini di alami pasien selama satu hingga duabelas
bulan setelah menjalani perawatan.
D. Kerangka Teori
Skema: 2.1. kerangka teori
Sumber : Stuart & Sundeen (1998), Tarwoto& Wartonah (2003), James
(2007), Wan Desen (2008), Suryaningsih & Bertiani,( 2009).
Kemoterapikanker
Efek samping:Supresi sumsum tulang, mukositis,mual muntah,diare, alopesia,infertilitas, nyeri, kelelahan, kerusakanepitel mukosa saluran pencernaan,gangguan jantung, efek pada darah
Komponen Konsepdiri :a. Gambaran dirib. Ideal diric. Harga dirid. Perane. Identitas diri
Hilangnya bagian badan,perubahan struktur dan fungsitubuh, proses tumbuh kembangkarena prosedur tindakan danpengobatan
32
Keterangan :
Kausatif/penyebab.
Korelasi/hubungan.
E. Variabel penelitian
Variabel penelitian konsep diri
Sub variabel gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran, identitas diri.
F. Pernyataan Peneliti
Pernyataan peneliti dapat dirumuskan pada pembahasan ini adalah Bagaimana
konsep diri penderita kanker payudara yang dilakukan kemoterapi
1. Bagaimana gambaran diri penderita kanker payudara yang dilakukan
kemoterapi di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.
2. Bagaimana harga diri penderita kanker payudara yang dilakukan
kemoterapi di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.
3. Bagaimana ideal diri penderita kanker payudara yang dilakukan kemoterapi
di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.
4. Bagaimana peran diri penderita kanker payudara yang dilakukan
kemoterapi di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.
5. Bagaimana identitas diri penderita kanker payudara yang dilakukan
kemoterapi di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.