72

DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Ns. Boby Febri Krisdianto, M.Kep
ii Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA
Penulis
Desain Sampul : Ikhsanul Anwar
Tata Letak : Ikhsanul Anwar
Tahun Terbit : 2019
(APPTI)
Jl. Situjuh No. 1, Padang 25129 Telp/Faks. : 0751-27066
email : [email protected]
tanpa izin tertulis dari penerbit.
PRAKATA
Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji hanya bagi Alloh Subhanahu wa ta’ala yang hanya dengan nikmatnya kebaikan yang kita usahakan dapat terwujud. Dengan segala kemudahan dan kelapangan yang dianugerahkan oleh Alloh Azza wa Jalla penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku yang berjudul “DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI)”
Berawal dari kesempatan yang diberikan oleh Ibu Ns. Leni Merdawati, M.Kep, ketua bagian keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Andalas untuk bergabung sebagai salah satu Narasumber ke dalam Tim Pengabdian kepada Masyarakat dengan Tema “ deteksi dini kanker payudara pada mahasiswi non kesehatan dengan sadari ” di UIN Imam Bonjol . Antusiasme kader dalam mengikuti acara tersebut sangat luar biasa, semua yang diundang datang dan salah satu permintaannya adalah mereka menginginkan diberikan sebuah buku atau modul sebagai panduan dalam melakukan deteksi dini kanker payudara. Dengan keterbatasan ilmu yang kami miliki, penulis mengharapkan buku ini dapat bermanfaat bagi orang tua, mahasiswa kesehatan, guru, dan khususnya untuk para kader kesehatan tentang bagaimana cara mengenal kaker payudara dan cara mendeteksinya.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritik dari praktisi perawat anak atau pakar keperawatan anak lainnya sehingga buku ini dapat semakin lengkap dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu perawatan kanker di masa yang akan datang.
Padang, 31 Oktober 2019
v Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
DAFTAR ISI
PRAKATA ........................................................................................... iii
A. Prevalensi Kanker Payudara ............................................... 1
B. Mengenal Anatomi Payudara .............................................. 3
C. Biologi Sel Kanker................................................................... 4
F. Memahami Perkembangan Sel Kanker ........................... 11
G. Jenis Terapi pada Pasien Kanker ...................................... 13
H. Faktor Risiko Kanker Payudara........................................ 20
I. Apa yang Harus Kita Lakukan?............................................ 22
BAB II PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI)............ 27
A. Definisi.......................................................................................... 27
C. Waktu yang Tepat Untuk SADARI..................................... 28
D. Bagaimana Langkah-Langkah Praktik Sadari
yang Tepat................................................................................... 29
A. Pendahuluan .............................................................................. 43
C. Deteksi Dini Kanker Payudara........................................... 44
D. Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara ............................. 45
E. Pencegahan Primer pada Kanker Payudara ................. 45
F. Pencegahan Sekunder pada Kanker Payudara ............. 47
vi Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
G. Masalah Dalam Pencegahan Kanker ................................ 52
H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Deteksi
Dini pada Kanker Payudara................................................. 53
Biografi Penulis .................................................................................. 63
1 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
BAB I
Sumber : (The Global Cancer Observatory, 2018)
Secara global, American Cancer Society mencatat jumlah penderita kanker, berdasarkan data insiden, prevalensi, dan mortalitas kanker, mencapai setidaknya 18 juta penderita pada 2018. Dengan populasi dunia mencapai 7,7 miliar orang, angka prevalensi kanker mencapai 2,3 per seribu penduduk. Prevalensi kanker ini didominasi oleh beberapa penyakit kanker utama: kanker paru (11,6%) pada laki-laki dan perempuan, lalu kanker payudara (11,6%), kanker prostat (7,1%), dan kanker usus besar (6,1 %) (The Global Cancer Observatory, 2018). Berdasakan data yang dikumpulkan oleh International Agency of Research on Cancer (IARC) pada
2 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
tahun 2012 terdapat 8,2 juta kematian akibat kanker. Kemudian pada tahun 2018 meningkat menjadi 9,6 juta total kematian akibat kanker di seluruh dunia. Di samping kematian yang diakibatkannya, kanker juga menunjukkan jumlah kasus baru yang terus meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia. Diperkirakan jumlah kasus baru kanker akan terus meningkat hingga 70% dalam 20 tahun ke depan (WHO, 2018). Pada tahun 2018, di antara jenis kanker lainnya, kanker payudara merupakan jenis kanker dengan proporsi tertinggi di dunia pada perempuan, yaitu sebesar 46,31 per 100.000 perempuan, dan menduduki peringkat kedua sebagai jenis kanker penyebab kematian tertinggi (11,6%) sama dengan kanker paru (11,6%) (IARC, 2018).
Menurut American Cancer Society (ACS) dalam Reed (2011), kanker payudara merupakan kanker pembunuh utama pada perempuan usia 15—54 tahun dengan laju insidens tertinggi ditemukan pada perempuan di bawah usia 50 tahun. Pada tahun 2007, 1 dari 8 kasus kanker payudara ditemukan pada perempuan dibawah usia 45 tahun. Menurut Ferlay et al. dalam Iskandarsyah et al. (2014), pada tahun 2008, kurang lebih terdapat 1,38 juta kasus baru kanker payudara dan 458.000 kematian yang diakibatkannya baik di negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018, secara umum, prevalensi kanker nasional mencapai 16 per 100.000 atau sekitar 330.000 orang penderita, di mana diperkirakan 18,7% diantaranya merupakan kasus kanker payudara. Kanker payudara juga tercatat sebagai jenis kanker penyebab utama kematian pada perempuan di Indonesia dengan insidens 40 per 100.000 perempuan (IARC, 2012). Pada tahun 2014, jumlah kasus kanker payudara pada perempuandi Indonesia telah mencapai 48.998 kasus, dan merupakan penyebab dari 21,4% kematian pada perempuan, diikuti oleh kanker serviks sebesar 10,3% (WHO, 2014). Kanker payudara juga merupakan jenis kanker tertinggi pada pasien rawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia tahun 2010 (28,7%), diikuti oleh kanker leherrahim (12,8%) (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Kanker payudara tergolong ke dalam penyakit tidak menular. Perkembangan kanker payudara di dalam tubuh penderitanya memerlukan waktu yang cukup panjang dan faktor risiko yang berperan sangat beragam. Brinton dalam Reed (2011) mengungkapkan bahwa menjadi seorang perempuan merupakan faktor risiko utama terhadap kanker payudara karena hanya terdapat <1% kanker payudara terjadi pada laki-laki. Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) (2008), pada usia 30 tahun, seorang perempuan memiliki risiko terkena kanker payudara sebesar 1 per 2.212. Kemungkinan tersebut akan
3 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
meningkat pada usia 30—39 tahun menjadi 1 per 229, dan hingga usia 50 tahun menjadi1 per 38. Akan tetapi, menurut data ACS dalam Reed (2011) dan Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ) dalam Untari (2011), kini kasus kanker payudara juga ditemukan pada remaja putri mulai usia 15 tahun. Berdasarkan temuan data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa deteksi dini terhadap jenis kanker payudara menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama perempuan terhadap penyakit tersebut. Deteksi dini kanker payudara merupakan sebuah proses mendiagnosis penyakit pada fase awal, di mana fase yang dimaksud adalah sistem klasifikasi tumor berdasarkan tingkat penyebarannya dalam tubuh (Reigle, 1998).
B. Mengenal Anatomi Payudara
(Sumber : https://id.theasianparent.com/ciri-ciri-kanker-payudara)
Payudara tersusun dari jaringan lemak yang mengandung kelenjar- kelenjar yang bertanggungjawab terhadap produksi susu pada saat hamil dan setelah bersalin. Setiap payudara terdiri dari sekitar 15-25 lobus berkelompok yang disebut lobulus, kelenjar susu, dan sebuah bentukan seperti kantung- kantung yang menampung air susu (alveoli). Saluran untuk mengalirkan air susu ke puting susu disebut duktus. Sekitar 15- 20 saluran akan menuju bagian gelap yang melingkar di sekitar puting susu (areola) membentuk bagian yang menyimpan air susu (ampullae) sebelum keluar ke permukaan.
4 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Kedua payudara tidak selalu mempunyai ukuran dan bentuk yang sama. Bentuk payudara mulai terbentuk lengkap satu atau dua tahun setelah menstruasi pertamakali. Hamil dan menyusui akan menyebabkan payudara bertambah besar dan akan mengalami pengecilan (atrofi) setelah menopause. Payudara akan menutupi sebagian besar dinding dada. Payudara dibatasi oleh tulang selangka (klavikula) dan tulang dada (sternum). Jaringan payudara bisa mencapai ke daerah ketiak dan otot yang berada pada punggung bawah sampai lengan atas (latissimus dorsi)
Kelenjar getah bening terdiri dari sel darah putih yang berguna untuk melawan penyakit. Kelenjar getah bening didrainase oleh jaringan payudara melalui saluran limfe dan menuju nodul-nodul kelenjar di sekitar payudara sampai ke ketiak dan tulang selangka. Nodul limfe berperan penting pada penyebaran kanker payudara terutama nodul kelenjar di daerah ketiak.
C. Biologi Sel Kanker
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kanker merupakan penyakit yang melibatkan perubahan genetik dalam genom. Hal ini didasari setelah ditemukanya berbagai mutasi gen yang menghasilkan onkogen yang diekspresikan secara berlebihan dan terjadi kehilangan fungsi gen supresor secara resesif. Tumorigenesis merupakan proses multistep dan langkah-langkah tersebut menyebabkan perubahan genetik melalui transformasi progresif suatu sel menjadi sel malignan dan perubahan sel normal menjadi sel kanker yang invasif yang terjadi melalui kondisi premalignan. Hanahan dan weinberg (2000) menguraikan enam
1. Self-sufficiensy in growth signal. Ketidaktergantungan pertumbuhan sel pada simyal pertumbuhan seksogen dapat disebabkab tiga hal yaitu perubahan sinyal ekstrasel sendiri, perubahan transduser transseluler simyal tersebut, dan perubahan dalam sirkuit intraseluler yang menerjemahkan simyal menjadi tindakan. Reseptor permukaan menjadi target deregulasi melalui ekspresi sel yang berlebihan yang menyebabkan sel mejadi hipersensitif terhadap rangsangan. Perubahan paling komplek terjadi pada downstream sitoplasma yang berperan pada kaskade SOS-Ras-Raf-MAPK. Mutasi gen ini menyebabkan berlangsungnya stimulasi pertumbuhan tanpa adanya regulator upstream.
2. Insesnsitivity to anti growth signal, dalam jaringan normal banyak snal antiproliperatif yang bekerja mempertahankan fase GO dan hemostatis jaringan termasuk inhibitor faktor pertumbuhan terlarut yang berada dalam matrik ekstraseluler serta pada permukaan sel tumor di sekitar sel. Simyal ini mencegah proses pertumbuhan dalam dua proses yang berbeda yaitu: sel dipaksa keluar dari suklus dan masuk dalam fase GO, atau sel di induksi untuk secara permanen meniadakan proses proliferasi sel dengan cara di induksi masuk ke dalam fase pasca-miotik dengan status berdiferensisasi.
3. Evasion apoptosis: kemampuan sel tumor bertambah tidak hanya tergantung pada proliferasi sel tetapi pada kematian sel juga. Apoptosis merupakan program pengurangan sel dan menjadi sumber utama pengurangann sel. Mekanisme apoptosis terdiri dari dua komponen utama yaitu sensor dan efektor. Sensor bertanggungjawab terhadap lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan dan kematian sel dan mengatur simyal terhadap efektor kematian sel. Efektor yang penting dalam proses apoptosis adalah protein caspase yang disebut sebagai eksekutor apoptosis. Gangguan proses apoptosis dapat disebabkan oleh ekspresi onkogen yang berlebihan dan mutasi P53.
6 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
4. Unlimited replicative potential: pada saat dilakukan kultur sel maka ditemukan bahwa sebagian besar sel kanker bersifat immortal. Hal ini membuktikan bahwa fenotif yang didapat secara in vivo selama progresi tumor mengalami proliferasi sel yang tak terbatas dan ini menjadi sifat penting agar sel dapat berkembang. Ini juga menjadi faktor yang berperan penting dalam pemeliharaan telemore. Telemore adalah bagian ujung kromosom yang memiliki ribuan repeat sekuen DNA yang memiliki panjang 6bp. Telemore akan memendek ketika sel membelah dan pada sel kanker enzym telomerase akan mencegah pemendekan telemore dan panjang telomere dipertahankan diatas panjang amabnag kritis sehingga menyebabkan proliferasi sel yang tidak terbatas.
5. Sustained Angiogeneisis,untuk memelihara sel tetap hidup dan berfungsi maka sel mendapatkan makanan dan oksigen dari pembuluh dara dengan jarak 100 um dari pembuluh darah kapiler. Karena pertumbuhan sel yang abnormal maka sel ganas meningkatkan kemampuan untuk melakukan angiogenesis dengan berbagai strategi diantaranya dengan meningkatkan ekspresi vaskuler endothelial growth factor (VEGF) dan acidic/ basic fibroblast growth factor (FGF1/2).
6. Invasion and metastasis. Pelepasan protein terjadi pada sel kanker karena berbagai protein yang menahan sel menjadi terganggu seperti cell-cell adhesion molecule (CAM) dan integrin serta E chaderin. Akibatnya sel tidak lagi melekat satu sama lain dan menjadi mudah terlepas dari kelompoknya. Selain itu ekspresi protease juga meningkat dan mengakibatkan sel mnginvasi jaringan sekitarnya. Hal ini menyebabkan peningkatakan kemampuan sel kanker mengalami invasi dan metastasis.
D. Definisi Kanker Payudara
Kanker bermula pada tumor. Tumor merupakan sekumpulan sel- sel dalam jaringan tubuh yang berkembang dan bertambah dalam jumlah atau ukuran yang melebihi batas normal. Terdapat 2 jenis tumor dengan karakteristik berbeda, yaitu benignan dan malignan. Tumor benignan dapat bertumbuh besar namun pada umumnya pertumbuhannya dapat terkontrol dan terbatas serta tidak bermetastasis. Berbeda dengan tumor benignan, tumor malignant dapat bertumbuh terus-menerus tanpa
7 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
terkendali dan dapat bermetastasis ke jaringan atau organ tubuh lain. Kanker merupakan tumor malignan (Grobstein, 2005). Ketika kanker tersebut terjadi pada atau di sekitar kelenjar susu, maka kanker tersebut digolongkan sebagai kanker payudara.
Kanker payudara terdiri dari 2 kategori berdasarkan kemampuan metastasisnya. Dalam dunia kedokteran hingga kini dikenal kanker payudara invasif dan kanker payudara non-invasif atau yang juga dikenal dengan karsinoma in-situ. Sebagian besar kanker payudara bersifat invasif (American Cancer Society [ACS], 2015). Terdapat banyak faktor risiko dari kanker payudara, diantaranya merupakan faktor- faktor yang dapat dikendalikan, dan sebagian lainnya merupakan fakor determinan yang bersifat tidak dapat dihindari, seperti usia, riwayat kanker pada keluarga, menarche pada usia dini dan keterlambatan usia menopause (Kelsey & Gammon, 1991; ACS, 2015). Kanker menurut perkembangannya dibagi menjadi :
1) Karsinoma in-situ
(Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Carcinoma_in_situ)
Karsinoma in-situ merupakan suatu kondisi di mana terdapat sel epitel malignan di dalam pembuluh (duct) dan/atau lobulus (lobule). Karsinoma in-situ bersifat tidak menyebar melebihi membran dasarnya. Secara umum terdapat 2 jenis karsinoma in situ yang dikelompokkan berdasarkan pola pertumbuhannya, yaitu Ductal carcinoma in-situ (DCIS) dan Lobular carcinoma in-situ (LCIS) (Mahon, 2011, p.66).
8 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
2) Ductal carcinoma in-situ (DCIS)
(Sumber : https://www.cancer.gov)
Disebut demikian karena DCIS akan berkembang menyerupai duktal atau pembuluh ketika sudah menginfeksi loblus. Pada umumnya berupa lesi berukuran kecil (non-palpable atau tidak dapat diraba-rasakan) yang dapat menyebar menginfeksi seluruh pembuluh dan lobulus pada payudara (Lester, 2015).
3) Lobular carsinoma in-situ (LCIS)
(Sumber : https://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/lobular-carcinoma- in-situ/symptoms-causes/syc-20374529)
Seperti DCIS, LCIS merupakan proliferasi sel yang bersifat klonal (terus memperbanyak diri atau berkembang) pada membran dasar di payudara. Akan tetapi, pada LCIS, sel yang berkembang tidk mengubah ruang di sekitarnya sehingga struktur lobular yang menjadi dasar pertumbuhan LCIS bersifat stabil (Lester, 2015). LCIS ditemukan pada kurang lebih 1—4% kanker payudara (Wood, et al., 2005).
4) Karsinoma Invasif
infiltrasi berkembang meluas hingga melewati jaringan membran dasarnya. Pertumbuhan tersebut dapat berlangsung secara terus menerus hingga menembus jaringan parenkin payudara dan menuju ruang lymphovascular hingga bermetastasis ke modus-nodus limfa atau jaringan lain di sekitarnya (Mahon, 2011, p.67). Klasifikasi karsinoma
10 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
invasif dibagi berdasarkan sitologi, pola pertumbuhan sel, sekresi, fitur arsitektural, dan perilaku biologisnya. Karsinoma invasif terdiri dari beberapa macam subtipe, antara lain: karsinoma duktal invasif, karsinoma lobular invasif, karsinoma medular, karsinoma tubular dan karsinoma mucinous (koloid), dengan angka kejadian tertinggi pada kanker invasif jenis karsinoma duktal invasif yaitu sekitar 65—80% (Mahon, 2011).
E. Tanda dan Gejala Kanker Payudara
Tanda dan gejala payudara seringkali diabaikan atau tidak disadari kehadirannya karena sebelum menuju pada tahap tertentu, kanker tersebut belum memunculkan gangguan pada penderitanya. Berdasarkan data di Rumah Sakit Kanker Nasional Dharmais, 85% dari pasien kanker payudara datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut (Untari, 2011). Hal tersebut diduga disebabkan oleh kurangnya kepekaan pasien terhadap tanda dan gejala atau penundaan pencarian pengobatan.
Berikut tanda dan gejala yang mengindikasikan kanker payudara:
1. Terjadi perubahan ukuran pada payudara, dalam hal ini perubahan ukuran dapat terjadi hanya pada salah satu payudara, baik terlihat lebih kecil atau lebih besar, atau terlihat kecondongan tidak wajar ke suatu arah tertentu (Pennery, Speechley & Rosenfield, 2009, pp. 20—21).
2. Perubahan pada kulit:
a) Terdapat kerutan atau cekungan pada permukaan kulit payudara. Kondisi kulit yang menebal serta mengerut seperti kulit jeruk disebut juga sebagai kondisi peau d’orange (Pennery, Speechley & Rosenfield, 2009, p. 21; Canadian Cancer Society, 2016).
b) Kemerahan, pembengkakan, dan terasa lebih hangat dari suhu normal (seperti tanda-tanda infeksi)
c) Rasa gatal
3. Terdapat benjolan pada payudara:
a) Benjolan selalu ada, tidak hilang timbul meskipun melewati siklus menstruasi
b) Benjolan terasa keras atau dapat juga terasa lembut yang tidak sakit dan tidak bergerak seperti tertambat pada dada
c) Benjolan pada ketiak, pada umumnya berukuran sangat kecil
11 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
dan biasanya menandakan bahwa kanker payudara telah menyebar hingga modus limfa. Benjolan umumnya tidak terasa sakit dan lembut;
4. Perubahan pada puting
b) Puting mengeluarkan cairan, disertai dengan keluarnya darah (juga merupakan tanda tumor benignan)
c) Mengeras, terdapat luka atau bisul, serta kulit puting bersisik
F. Memahami Perkembangan Sel Kanker
Stadium dalam kanker adalah untuk menggambarkan kondisi kanker, yaitu letaknya, sampai di mana penyebarannya, dan sejauh mana pengaruhnya terhadap organ tubuh yang lain. Kanker payudara mempunyai tahapan atau stadium yang akan menandai parah tidaknya kanker payudara tersebut (Pamungkas, 2011). Stadium kanker payudara tersebut adalah sebagai berikut:
1. Stadium 0
Pada stadium ini, kanker tidak atau belum menyebar keluar dari pembuluh atau saluran payudara dan kelenjar-kelenjar (lobula) susu pada payudara. Stadium inilah yang disebut dengan karsinoma duktal in situ atau kanker yang tidak invasif.
12 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
2. Stadium I (Stadium Dini)
Pada stadium ini, tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada pembuluh getah bening. Besarnya tumor tidak lebih dari 2- 2,25 cm, dan tidak terdapat penyebaran (metastase) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium I ini, kemungkinan penyembuhan secara sempurna adalah 70%. Untuk memeriksa ada atau tidak metastase ke bagian tubuh lain, harus diperiksa di laboratorium.
3. Stadium II a
Pada stadium ini, pasien mengalami hal-hal ssebagai berikut:
a) Diameter tumor lebih kecil atau sama dengan 2 cm dan telah ditemukan pada titik-titik pada saluran getah bening di ketiak.
b) Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm, tapi tidak lebih dari 5 cm. Belum menyebar ke titik-titik pembuluh getah bening pada ketiak.
c) Tidak ada tanda-tanda tumor pada payudara, tapi ditemukan pada titik- titik di pembuluh getah bening ketiak.
4. Stadium II b
Pada stadium ini, penderita kanker payudara akan mengalami atau berada pada kondisi sebagai berikut:
a) Diameter tumor lebih lebar dari 2 cm tapi tidak lebih dari 5 cm
b) Telah menyebar pada titik-titik di pembuluh getah bening ketiak, dan
c) Diameter tumor lebih lebar dari 5 cm, tapi belum menyebar
5. Stadium III a
Pada stadium ini, penderita kanker payudara berada dalam kondisi sebagai berikut:
a) Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar ke titik- titik pada pembuluh getah bening ketiak
b) Diameter tumor lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke titik- titik pada pembuluh getah bening ketiak.
6. Stadium III b
Pada stadium ini, tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan dan bisa terdapat luka bernanah di payudara atau di diagnosa sebagai inflammatory breast cancer. Bisa juga sudah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tetapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh.
13 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
7. Stadium III c
Pada stadium ini, kondisinya hampir sama dengan stadium III b, tetapi kanker telah menyebar ke titik-titik pada pembuluh getah bening dalam grup N3. Kanker telah menyebar lebih dari 10 titik di saluran getah bening di bawah tulang selangka.
8. Stadium IV
Pada tahap ini, kondisi pasien tentu sudah mencapai tahap parah yang sangat kecil kemungkinannya bisa disembuhkan. Pada stadium ini, ukuran tumor sudah tidak bisa ditentukan lagi dan telah menyebar atau bermetastasis ke lokasi yang jauh, seperti pada tulang, paru-paru, liver, tulang rusuk, atau organ-organ tubuh lainnya
G. Jenis Terapi pada Pasien Kanker
Keberhasilan terapi pada pasien dengan kanker tergantung kepada stadium kanker. Terapi mutakhir saat ini pada kanker mencakup radioterapi dan pembedahan. Sebelum memulai terapi, daftar riwayat penyakit haruslah dilengkapi serta catatan mengenai tampilan klinis (performance scale) sudah dikaji dengan benar. Skala kemampuan dari WHO dapat digunakan untuk melihat penampilan klinis pasien dalam praktek sehari-hari
Tampilan Angka Keterangan
Cukup 1 Dapat kerja ringan , tidak tinggal di tempat tidur
Lemah 2 Lebih dari 50 persen waktu bangun, jalan dan merawat diri
Jelek Lebih dari 50 persen waktu untuk tiduran, tidak dapat berjalan tetapi dapat merawat diri
Sangat Jelek Tidak dapat bangun atau merawat diri, pen- derita tetap tinggal di tempat tidur atau di kursi
Sumber Sjamsuhidayat, H.R., and De Jong, W., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jilid 2. Jakarta EGC
14 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Untuk mengatasi penyakit kanker, terdapat beberapa terapi dengan tujuan sebenarnya adalah untuk paliatif paliatif pada pasien kanker (Otto, 2001; Smeltzer and Bare, 2002; Syamsuhidayat 2005)
1. Pembedahan
(Sumber : https://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-healthcare/
Pembedahan memberikan kemungkinan terbaik bagi penyembuhan tumor atau meringankan penderitaan pasien. Pengangkatan tumor seluruhnya dapat diakukan apabila yang dihadapi adalah tumor stadium awal yang berbatas tegas. Namun ketika tumor telah bermetastasis atau tumor ganas, maka dapat dilakukan terapi dengan pembedahan yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pasien akibat tumor yang telah bermetastase telah menekan saraf disekitarnya (Langhorne et al., 2007).
Pembedahan pada kanker stadium lanjut terbatas dan untuk mengurangi beban pasien yang bertujuan untuk memperpanjang kelangsungan hidup dan meningkatkan kualitas hidup dalam perawatan paliatif. Lesi metastasis yang sering dilakukan pembedahan antara lain kanker paru-paru, hati, nodul otak, ini dapat dihilangkan untuk mengontrol gejala yang ditimbulkan. Jika ada harapan penyembuhan maka pembedahan paliative akan diikuti dengan terapi lanjutan seperti kemoterapi dan radioterapi (Newton et all,2009).
Pembedahan pada pasien kanker perlu pertimbangan yang baik berdasarkan data, karakteristik tumor, karakteristik pasien dan faktor lingkungan. Perlu pengetahuan yang baik bagaimana dampak pada pasien
sebelum dan sesudah pembedahan keuntungan yang paling banyak yang dialami oleh pasien. Berhubungan juga dengan usia pasien, status kesehatan, prioritas terapi, riwayat kesehatan terdahulu, status emosional yang perlu dikaji pada pasien yang akan menjalani pembedahan (Newton et all, 2009).
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi berfungsi menghancurkan sel-sel tumor menggunakan radiasi ionisasi. Radiasi biasanya digunakan sebagai tindakan tambahan pada pembedahan, untuk memperkecil ukuran tumor atau tujuan-tujuan paliatif. Namun efek sampingnya adalah dapat membuat sel normal dapat terbunuh akibat terapi radiasi. Selain itu dapat terjadi pembentukan jaringan parut pada jaringan normal, timbul fibrosis dan penurunan fungsi organ. Sekitar 60 persen pasien kanker biasanya akan di rawat dengan terapi radiasi.
Terapi radiasi dapat digunakan sebagai penatalaksanaan primer, adjuvan, atau paliatif. Radiasi sebagai terapi primer dilakukan untuk mendapatkan kesembuhan lokal dari kanker. Radiasi sebagai terapi tambahan diberikan sebelum dan sesudah operasi untuk membantu dalam menghancarkan sel kanker dan dapat dipakai beriringan dengan kemoterapi untuk terapi penyakit pada tempat yang tidak dapat diakses pada kemoterapi. Radiasi sebagai terapi paliative dipakai untuk mengurangi nyeri yang berhubungan dengan obstruksi, fraktur patologis, kompresi spinal. Radiasi tidak dapat digunakan pada kondisi kanker yang sudah menyebar karena akan meyebabkan banyak kerusakan jaringan normal (Black & Hawks, 2009).
Pengobatan dengan radiasi dapat memberikan efek samping baik lokal maupun general. Beberapa efek samping general menyebabkan gangguan pada kulit, reaksi kulit akibat radiasi dapat berupa erythema atau hiperpigmentasi, dermatitis, dry desquamation atau moist desquamation. Reaksi kulit pada radiasi dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien yang bersumber dari nyeri atau ketidaknyamanan, keterbatasan aktivitas sehari-hari. Selain gangguan kulit efek samping lainya adalah fatiq dan supresi sum-sum tulang. Fatiq merupakan gejala yang paling sering dialami pasien sebagai efek samping pengobatan yang dialami 90% pasien kanker. Beberapa studi menunjukan fatiq meningkat saat menjalani terapi radiasi. Reaksi hematologi selama radiasi berupa leukopeni, trombositopeni yang dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan pada pasien (Langhorne et al., 2007; Desen, 2013).
Efek samping lokal pada pasien yang menjalani radiasi bergantung pada tempat dilakukan radiasi. Radiasi yang dilakukan pada kepala dan leher dapat menyebabkan mukositis, xerostomia (mulut kering) sebagai salah satu yang paling memberatkan, perubahan rasa caries gigi dan membusuk, osteoradionecrosis. Efek samping pada radiasi dada menyebabkan esophagitis, batuk yang tidak produktif, pneumonitis, fibrrosis. Efek samping pada radiasi abdomen mual dan muntah. Radiasi pelvis menyebabkan diare, cystitis, disfungsi ereksi, dapat menyebabkan infertil. Pada otak dapat menyebabkan cerebral edema, alopecia, iritasi pada kulit kepala, disfungsi kognitif (Langhorne et al.,2007).
Perawat memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama menjalani radiasi yakni 5 hari setiap minggu selama 7 minggu. Hal yang harus diketahui oleh keluarga dan pasien adalah tentang perawatan kulit yang diradiasi seperti hanya boleh mencuci bagian yang diradiasi dengan air bersih, tidak boleh menggunakan sabun dan dilarang memberikan obat- obatan, bedak tabur, dan juga pelembab kulit (Nursing, 2015).
Bagian yang diradiasi juga tidak boleh di gosok oleh pasien, jika terjadi perubahan kulit yang serius, anjurkan keluarga untuk melaporkan ke bagian radiologis. Pasien dianjurkan menggunakan pakaian yang lembut selama dilakukan radiasi, lindungi kulit dari paparan matahari setelah di radiasi dan selama satu tahun setelah terapi radiasi diberhentikan. Tutup kulit dengan pakaian yang tertutup setelah diradiasi dan pasien harus istirahat yang cukup dan makan dengan diet yang seimbang. Radiasi eksternal tidak beresiko terhadap orang lain yang kontak dengan pasien.
17 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
3. Kemoterapi
(Sumber : https://kupang.tribunnews.com/2018/07/03/jika-mesti-
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obat anti kanker dalam bentuk kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Kemoterapi berdampak membunuh sel kanker dan dapat menurunkan metastase. Kemoterapi sering digunakan sebagai tambahan pembedahan, dan juga digunakan untuk tujuan-tujuan paliatif. Terapi ini menyebabkan penekanan sumsum tulang, yang menyebabkan kelelahan, anemia, kecenderungan perdarahan dan peningkatan risiko infeksi. Tujuan kemoterapi adalah menghancurkan sel-sel tumor tanpa kerusakan berlebih pada sel-sel normal. Beberapa jenis kanker dapat disembuhkan dengan kemoterapi bahkan stadium lanjut hanya 10% dari semua jenis tumor. Penggunaan obat kemoterapi ditujukan dalam tiga area yaitu kuratif, kontrol dan paliatif. Pemberian obat kemoterapi pada area paliative tidak dapat memberikan hasil yang maksimal, tetapi hanya dapat berperan menguarangi gejala dan memperpanjang waktu survival (Langhorne, Fulton, & Otto, 2007; Newton et all, 2009; Desen, 2013).
Menurut asal obat, struktur kimia dan mekanisme kerjanya obat kemoterapi dapat dibagi menjadi 7 golongan. Golongan alikator memiliki gugus alkilator yang aktiv, efek sitotoksik zat alikator terutama melalui pembentukan ikatan silang langsung molekul DNA dan protein sehingga dapat merusak sel yang berdampak pada kematian sel. Golongan antimetabolit melakukan fungsinya dengan cara menghambat
18 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
pembentukan sintesis DNA, RNA dan makro molekul protein. Golongan antibiotik menyebabkan terpisahnya rantai DNA dan mengganggu transkrip DNA dan produksi mRNA. Golongan inhibitor protein mikrotubuli bekerja dengan berikatan dengan protein mikrotubuli inti sel tumor, menghambat sintesis dan polimeriasi mikrotubuli sehingga mitosis sel berhenti.
Golongan inhibitor topoisomerase menghambat pertautan rantai ganda pada waktu replikasi DNA sehingga rantai ganda terputus. Golongan hormon berikatan dengan reseptor yang sesuai dalam sel tumor. Digunakan terutama pada kanker payudara dan kanker prostat yang disebabkan oleh hormonal. Golongan target molekul obat jenis ini berbeda dengan obat sitostatika. Obat ini secara spesifik tertuju menghambat gen yang vital untuk berkelanjutan dan proliferasi sel kanker yang terkena (Desen, 2013).
Pemberian obat kemoterapi memberikan efek toksik baik pada sel kanker maupun sel normal. Efek toksik kemoterapi terdiri dari efek jangka pendek dan jangka panjang. Efek jangka pendek antara lain depresi sumsum tulang menimbulkan kejadian leukopenia, trombositopenia dan anemia dengan derajat bervariasi. Reaksi gastrointestinal menimbulkan mual, muntah dan diarea dengan derajat variasi yang berbeda. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan infeksi virus hepatitis laten memburuk dan menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut. Gangguan fungsi ginjal yang dapat merusak parenkim ginjal, nefropati asam urat, oliguri dan uremia sehingga diperlukan pengkajian yang memadai dan rehidrasi yang sesuai. Reaksi kardiotoksisitas, pulmotoksisitas dan neurotoksisitas menyebabkan insufisiensi jantung, kerusakan parenkim paru, pneumonitis, perineuritis. Reaksi alergi dapat menimbulkan menggigil, syok anafilaktik, odema. Efek jangka panjang menyebabkan karsinogenisitas dapat terjadi setelah beberapa tahun menyebabkan terjadinya tumor primer kedua. Infertilitas dapat terjadi jangka panjang pada obat kemotrapi menekan fungsi spermatozoa dan ovarium (Desen, 2013).
Pada penatalaksanaan kemoterapi, perawat memiliki peran dalam mengelola efek kemoterapi tersebut dan juga memberikan edukasi kepada pasien seperti memberikan dukungan emosional kepada pasien (Wiseman et al, 2005). Roe & Lennan (2013) memaparkan bahwa perawat harus memiliki kompetensi komunikasi yang baik dalam memberikan informasi terkait kemoterapi. Perawat juga harus mampu mengkaji pasien terkait bio-psiko-sosial. Selain itu perawat juga harus memiliki pengetahuan yang baik tentang obat-obatan kemoterapi terkait jenis dan efek samping
19 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
obat. Informasi tentang efek samping obat dan juga dukungan emosional sangat dibutuhkan pasien yang menjalani kemoterapi. Efek samping obat kemoterapi dapat menyebabkan perubahan dalam penampilan fisik pasien, sehingga dibutuhkan pendampingan dan dukungan dari perawat dan orang-orang sekitar untuk meningkatkan percaya diri pasien terhadap diri pasien (Wiseman et al, 2005).
4. Imunoterapi
(Sumber: https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/imunoterapi-
Imunoterapi adalah bentuk terapi kanker yang digunakan untuk mengidentifikasi tumor dan memungkinkan pedeteksian semua tempat metastasis yang bersembunyi. Imunoterapi dapat merangsang sistem kekebalan tubuh agar berespon secara lebih agresif terhadap tumor yang dapat diserang oleh antibodi.
20 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
H. Faktor Risiko Kanker Payudara
Sumber : https://www.cermati.com
Seperti yang telah dipaparkan pada latar belakang, kanker payudara (dan jenis kanker lainnya) memiliki banyak faktor risiko atau bersifat multifaktoral. Faktor risiko adalah suatu sifat atau karakteristik yang berkaitan erat terhadap kemungkinan kejadian suatu penyakit ditinjau dari segi statistik (Mahon, 2011). Keberadaan faktor risiko bukan merupakan prediktor pasti bahwa seseorang tersebut akan mengidap penyakit tertentu, sebaliknya, seseorang yang didiagnosis menderita kanker payudara, misalnya, belum tentu memiliki faktor risiko. Faktor perilaku dan genetik memiliki peran besar pada perempuan untuk menderita kanker. Sejumlah faktor dapat dikendalikan dan sebagian faktor lainnya tidak dapat dikendalikan atau dihindari. Misalnya, tidak memberi Air Susu Ibu (ASI), kurangnya aktivitas fisik dan tingginya asupan lemak hewani, perokok aktif maupun pasif, serta penggunaan kontrasepsi oral sebelum masa kehamilan pertama merupakan sebagian dari faktor perilaku yang dapat dikendalikan (Colditz et al., 2003; Kelsey dan Gammon, 1991). Sedangkan, yang dimaksud dengan faktor- faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan antara lain; berjenis kelamin perempuan, ras/suku etnis, riwayat penyakit kanker pada keluarga, riwayat kanker endometrium atau ovarium pada diri sendiri, pernah mendapatkan diagnosis lesi proliferatif, serta menstruasi dini (Brinton, Sherman, Carreon & Anderson; Kelsey, Gammon & John; Brinton & Schairer dalam Reed, 2011).
Meskipun seorang perempuan yang menunjukkan adanya faktor- faktor risiko terbukti didiagnosis kanker payudara, tidak dapat diukur seberapa besar pengaruh masing-masing faktor itu berperan dalam memunculkan panyakit tersebut (ACS, 2014).
1. Riwayat Pribadi dan Keluarga
Perempuan dengan riwayat anggota keluarga penderita kanker payudara memiliki risiko lebih tinggi terkena panyakit tersebut dan risiko semakin meningkat sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang mengidap kanker payudara (ACS, 2015). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Slattery, Berry dan Kerber (1993), perempuan dengan riwayat kanker payudara pada keluarganya juga memiliki pola berbeda dalam hal ketahanan (survival). Faktor risiko yang bersifat mempengaruhi secara langsung penderitanya adalah terjadinya mutasi genetik pada gen BRCA1 atau BRCA2 (pada sel yang normal, gen tersebut memproduksi protein yang mencegah pertumbuhan abnormal pada sel di payudara). Meskipun persentase mutasi genetik tersebut tidak besar (1% dari populasi), hal tersebut menjadi faktor kerentanan terhadap 5—10% kanker payudara pada perempuan (ACS, 2014; 2015; Lester, 2015).
2. Kepadatan Jaringan Payudara
Perempuan dengan jaringan payudara yang padat pada skrining mammografi ditemukan memiliki 4 hingga 6 kali lipat lebih berisiko terkena kanker payudara dibandingkan dengan payudara dengan kepadatan lebih rendah (Lester, 2015).
3. Faktor Reproduktif
Pada perempuan, siklus reproduksi terdiri dari sejumlah rangkaian. Salah satunya adalah menstruasi. Menstruasi memiliki keterkaitan dengan keterpaparan hormon estrogen, oleh karena itu memiliki hubungan positif terhadap risiko kanker payudara, di mana semakin panjang waktu dalam hidup seseorang mengalami siklus menstruasi (misalnya, menarch yang terlalu dini disertai dengan keterlambatan usia menopause), maka semakin tinggi risiko yang dihadapinya terhadap kanker payudara. Hal tersebut juga berlaku pada perempuan nuliparitas (tidak pernah melahirkan) (Boyd, 2000; Chabner, Lynch, dan Longo, 2008). Kemudian, pada perempuan yang menyusui, durasi keseluruhan pemberian ASI memiliki hubungan negatif terhadap risiko kanker payudara, yang artinya menyusui dapat menjadi faktor protektif terhadap kanker payudara. Dari 47 penelitian di 30 negara, diperoleh adanya penurunan risiko kanker
22 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
payudara pada ibu menyusui sebesar 4% setiap 12 bulan durasi pemberian ASI (Lester, 2015; ACS, 2015). Selain siklus reproduksi alami yang dialami oleh perempuan, faktor penggunaan alat konstrasepsi oral (KBO), dan terdapat riwayat kanker payudara pada keluarga, memiliki risiko 3 kali lipat terkena kanker payudara dibandingkan dengan yang tidak (Grabrick, et al., 2000). Akan tetapi, pada penelitian yang dilakukan oleh Silvera, Miller & Rohan (2005), dengan jumlah sampel lebih besar, dibuktikan bahwa penggunaan KBO dalam jangka panjang justru berbanding terbalik dengan risiko kanker payudara di kalangan perempuan dengan riwayat kanker keluarga. penelitian, perempuan yang melakukan aktivitas fisik secara rutin memiliki faktor risiko 10—25% lebih rendah terhadap kanker payudara (American Institute for Cancer Research dalam ACS, 2015)
4. Lingkungan
Menurut Keitel dan Kopala (2000), seseorang dengan waktu kerja malam hari dengan terpapar cahaya pada saat bekerja akan memiliki risiko tinggi terkena kanker payudara. Hal ini dikarenakan rendahnya produksi melatonin pada orang tersebut memicu pertumbuhan tumor. Aspek lainnya dari lingkungan yang memiliki pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya kanker payudara antara lain radiasi (atomik pada bom, nuklir, maupun radiasi yang digunakan pada terapi kanker), dan sejumlah polutan seperti pestisida organoklorin (Lester, 2015; ACS, 2015), senyawa bersifat estrogenik maupun anti-estrogenik, androgenik maupun anti-androgenik seperti dichlo- rodiphenyltrichloroethane (DDT), polychlorinated biphenyls (PCB), senyawa aromatik polisiklik seperti benzo [a] pyrene dan herbisida berbahan aktif triazin (Welp, et al., 1998).
I. Apa yang Harus Kita Lakukan untuk Mendeteksi Kanker Payudara?
(Sumber:https://lifestyle.kompas.com/read/2018/12/18/194533520/ mengenal-tahapan-kanker-payudara?page=all)
23 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Terdapat sejumlah teknik deteksi kanker pada payudara, diantaranya mammogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI), ultrasonografi payudara, Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) atau Clinical Breast Examination (CBE), dan Breast Self Examination atau yang dikenal juga dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Dari antara metode tersebut, mammogram telah terbukti mampu mendeteksi kanker payudara dengan tingkat akurasi paling tinggi. Menurut ACS dalam Mahon (2011), pemeriksaan mammogram memiliki tingkat sensitivitas 75% dengan kemampuan mendeteksi 80—90% kanker payudara tanpa gejala pada perempuan. Sayangnya, metode mammogram masih belum dapat diakses secara merata oleh sebagian masyarakat Indonesia karena biaya yang dibutuhkan untuk pemeriksaan mammogram cukup tinggi dan belum semua fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas memiliki fasilitas layanan mammogram. Selain itu, isu terkait payudara cukup sensitif bagi sejumlah perempuan. Menurut Shalini, Varghese, dan Nayak (2011), hal tersebut juga membuat sebagian besar perempuan merasa tidak perlu memeriksakan diri jika keluhan yang dialami belum terasa mengganggu.
Gambar Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Sumber:https://halloindo.com/detik/2018/10/14/langkahlangkah-periksa- payudara-sendiri-untuk-deteksi-dini-kanker
Breast-Self Examination (BSE) atau Periksa Payudara Sendiri (SADARI) merupakan metode paling murah dan tepat untuk diterapkan dalam mendeteksi kanker payudara sejak dini (Shalini, Varghese, dan Nayak, 2011). SADARI merupakan sebuah metode deteksi kanker payudara sejak dini yang dilakukan secara mandiri. WHO (2002)
24 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
merekomendasikan SADARI sebagai metode alternatif skrining yang bersifat cost-effective untuk dilakukan secara rutin pada perempuan mulai usia 20 tahun. Hal tersebut dikarenakan tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk metode skrining lainnya seperti mammogram. Walaupun teknik mammogram dinilai sebagai cara paling efektif dalam mendeteksi kanker payudara, akan tetapi ketersediaan akses mammogram di sejumlah negara berkembang juga masih belum merata. Kanker payudara seharusnya bisa disembuhkan secara total apabila ditemukan sejak dini. Oleh karena itu, mengenal tanda dan gejala kanker payudara, serta melakukan SADARI secara rutin perlu dilakukan.
Mulai usia 20 tahun, perempuan diharapkan sudah dapat melakukan pemeriksaan terhadap payudaranya secara rutin, yaitu satu kali dalam sebulan, 5—7 hari setelah masa menstruasi. Hal ini dilakukan agar ia dapat mengenal dengan baik bentuk payudaranya, sehingga apabila terjadi perubahan akan segera terdeteksi (ACS, 2014). Meskipun sebagian besar perempuan (96%) mengetahui tentang SADARI, akan tetapi hanya 20—25% dari mereka yang melakukannya. Hal tersebut disertai dengan alasan bahwa sebagian besar dari perempuan merasa tidak percaya diri dalam melakukan teknik palpasi yang benar, serta melakukan SADARI membuat mereka merasa cemas atau takut (Keitel & Kopala, 2000). Hal yang sama tergambar dalam penelitian di berbagai negara. Penelitian yang di lakukan di Bostwana juga menunjukkan rendahnya perempuan yang mempraktikan SADARI, yaitu hanya sekitar 23,5%, di mana 46.7% dari mereka yang tidak melakukan SADARI memberikan alasan tidak tahu bagaimana cara melakukannya (Tieng’o, et al., 2011). Di Iraq di mana 91% perempuan di wilayah tersebut pernah mendengar mengenai SADARI, hanya 48% diantaranya yang mempraktikkannya. Seperti studi di Bostwana, sebagian besar alasannya adalah karena pengetahuan yang kurang mengenai cara melakukan SADARI (Alwan, et al., 2012). Hal tersebut cukup disayangkan karena SADARI dapat mendeteksi 95% kanker payudara pada tahap dini dan 65% kanker payudara pada stadium awal (Champion dalam Masyitah, 2013). Hal tersebut berarti bahwa SADARI dapat menjadi salah satu jalan yang dapat ditempuh dalam usaha meningkatkan efektivitas penanganan kanker payudara, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia.
Praktik SADARI di kalangan masyarakat, khususnya perempuan Indonesia masih terbilang rendah. Sebagai perilaku pendukung deteksi dini kanker payudara, SADARI belum dapat mencakup sebagian masyarakat, terutama yang memiliki risiko tinggi terkena kanker payudara. Hal tersebut disebabkan oleh persepsi seseorang terhadap SADARI yang
25 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
turut dipengaruhi oleh keyakinan, kebudayaan, dan pengetahuan. Salah satu contohnya adalah adanya persepsi bahwa menemukan benjolan pada payudara sendiri menimbulkan kecemasan bagi perempuan itu sendiri, sehingga mereka cenderung tidak mau melakukan SADARI. Selain itu, ditemukan juga hambatan-hambatan seperti rendahnya persepsi terhadap kerentanan dan pengetahuan terkait kanker payudara, serta masih terdapat mitos di kalangan masyarakt yang juga menganggap bahwa meraba payudara sendiri merupakan hal yang tabu untuk dilakukan (Desanti, et al., 2010). Praktik Pemeriksaan Payudara Sendiri melibatkan aspek keyakinan dalam diri seseorang. Aspek keyakinan tersebut berupa persepsi seseorang yang merujuk kepada suatu kondisi kesehatan atau penyakit tertentu.
Gambar Program metode Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS)
Sumber : https://indopos.co.id/read/2018/02/05/126286/sadari-sadanis- deteksi-dini-kanker-payudara/
Dalam rangka menangani masalah kanker payudara di Indonesia, pemerintah mencanangkan Program Nasional Gerakan Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. Kanker payudara dideteksi melalui metode Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) atau Clinical Breast Examination (CBE), dengan target 50% perempuan berusia 30 hingga 50 tahun yang dicapai dalam kurun waktu 5 tahun, yaitu sejak tahun 2007 (diawali dengan pilot project) dan dimulai secara resmi pada tahun 2015 (Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Program
26 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
deteksi dini kanker tersebut tidak juga berlaku untuk mendeteksi kanker leher rahim dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Sampai dengan tahun 2014, hasil pilot project skrining melalui SADANIS dan IVA berhasil diterapkan pada 1.986 Puskesmas di 304 kabupaten/kota yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Kedua metode pemeriksaan tersebut berhasil dilaksanakan terhadap lebih dari 900.000 perempuan (2,45%) dan berhasil mendeteksi tumor payudara pada 2.368 perempuan (2,6 per 1.000 perempuan). Kegiatan yang terangkai dalam program tersebut terdiri dari beberapa tahap, yaitu: promosi dan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai media, sosialisasi oleh tenaga kesehatan melalui pertemuan atau forum, konseling, dan deteksi dini kanker payudara dan serviks. Pada saat pemeriksaan payudara klinis atau CBE berlangsung, petugas kesehatan juga akan mengajarkan kepada klien cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri atau yang dikenal dengan SADARI untuk dilakukan secara mandiri setiap bulannya (Kementerian Kesehatan RI, 2015b).
27 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
BAB II
A. Definisi
SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) merupakan usaha untuk mendapatkan kanker payudara pada stadium yang lebih dini (down staging). SADARI direkomendasikan dilakukan setiap bulan, 7 hari setelah menstruasi bersih (Manuaba, 2010). Salah satu langkah penting untuk mengidentifikasi tumor payudara pada tahap awal. Pemeriksaan secara regular SADARI dapat mencegah wanita dari beratnya morbiditas dan mortalitas kanker payudara (Marinho et al, 2003 dalam Musallam dan Shah, 2011).
B. Tujuan dan Manfaat SADARI
Menurut Ramli (2001) tujuan dilakukan SADARI adalah untuk mendeteksi secara dini jika ada kelainan di payudara. Manfaat pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) adalah untuk mendeteksi sedini mungkin adanya kelainan pada payudara wanita di usia subur. Setiap wanita mempunyai bentuk dan ukuran payudara yang berbeda. Bila wanita memeriksa payudara sendiri secara teratur setiap bulan setelah haid, maka wanita dapat merasakan bagaimana payudara yang normal, sehingga bila ada perubahan wanita dapat mengetahuinya dengan mudah.
28 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Kelemahan dari pemeriksaan SADARI adalah hanya dapat mendeteksi dini dan tidak mencegah kanker payudara. Sebagian wanita berasumsi bahwa SADARI tidak perlu dilakukan karena hal ini tidak akan mencegah terjadinya kanker payudara. Sehingga sangat perlu ditekankan bahwa keuntungan SADARI adalah pada hasil akhir, yang berarti dengan ditemukannya kanker payudara pada stadium dini maka kesempatan untuk sembuh akan lebih besar.
C. Waktu yang Tepat Untuk SADARI
Pemeriksaan sendiri tentu sangat penting artinya bagi kesehatan payudara wanita atau disebut dengan breast self exam (BSE). Karena itu pada awal usia
20 tahun, wanita harusnya diberi tahu manfaat dan batasan- batasan dari pemeriksaan payudara sendiri.Waktu terbaik bagi wanita untuk memeriksa sendiri payudaranya adalah ketika payudara tidaklah begitu lunak atau membengkak (Pamungkas, 2011).
Sebaiknya pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan oleh setiap perempuan tiap bulan dimulai pada usia 20 tahun atau sejak menikah. Pemeriksaan klinis oleh petugas kesehatan terlatih sebaiknya dilakukan pada perempuan berusia 30-50 tahun setiap 3 tahun sekali, kecuali bagi mereka yang memiliki faktor risiko, pemeriksaan mammografi dilakukan 1 tahun sekali setelah berusia di atas 40 tahun dan dilakukan pemeriksaan USG 1 tahun sekali di bawah 40 tahun (PP& PL 2009).
Pemeriksaan payudara sendiri dilakukan sendiri dengan belajar melihat dan memeriksa perubahan payudaranya sendiri setiap bulan. Dengan melakukan pemeriksaan secara teratur akan diketahui adanya benjolan atau masalah lain sejak dini walaupun masih berukuran kecil sehingga lebih efektif untuk diobati. Sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan pada hari ke-7-10 yang dihitung sejak hari ke-1 mulai haid (saat payudara sudah tidak mengeras dan nyeri) atau bagi yang telah menopause pemeriksaan dilakukan dengan memilih tanggal yang sama setiap bulannya (misalnya setiap tanggal 1 atau tanggal lahirnya). The American Society menganjurkan bahwa wanita berusia 20 tahun atau lebih untuk memeriksa sendiri payudara mereka setiap bulan. Waktu yang paling baik untuk memeriksa payudara adalah 7 sampai 10 hari setelah terjadinya haid, saat pembengkakan dan nyeri payudara telah mereda (otto, 2001)
29 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
D. Bagaimana Langkah-Langkah Praktik SADARI yang Tepat
Sadari sebenarnya hanya terdiri dari 2 hal pemeriksaan yang dilakukan yaitu inspeksi (melihat bentuk, warna, dan kelainan pada payudara) dan kedua adalah palpasi atau melakukan pijatan lembuh di payudara dan sekitarnya. Cara pemeriksaan payudara sendiri (Buku Saku Kanker Payudara 2009):
1. Sadari dengan Berdiri
a. Inpeksi (melihat bentuk, warna, dan kelainan pada payudara)
Berdirilah di depan cermin dengan tangan di sisi tubuh dan lihat apakah ada perubahan pada payudara. Lihat perubahan dalam hal ukuran, bentuk atau warna kulit, atau jika ada kerutan, lekukan seperti lesung pipi pada kulit
Gambar 2.1 Perhatikan dengan teliti kedua payudara anda di muka cermin, dengan kedua lengan lurus kebawah. Perhatikan bila ada benjolan atau
perubahan bentuk pada payudara anda.
Gambar 2.2 Angkatlah kedua lengan ke atas sampai kedua lengan berada di belakang kepala dan tekan ke depan, perhatikan apakah ada benjolan atau
perubahan bentuk pada payudara.
30 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Gambar 2.3 Bungkukkan badan untuk melihat apakah kedua payudara
menggantung seimbang
Gambar 2.4 Tekan kedua tangan anda pada pinggul dan gerakkan kedua lengan dan siku ke depan sambil menganggkat bahu, Cara ini akan menegangkan otot- otot dada anda dan perubahan-perubahan seperti cekungan dan benjolan akan
lebih terlihat.
31 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Perhatikan bentuk, warna dari payudara. Catat apabila ada beberapa tanda dari kanker payudara seperti ini:
1. Benjolan payudara
2. Kecepatan benjolan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit, makin lama benjolan ini makin mengeras dan bentuknya tidak beraturan
3. Keluar cairan spontan dari satu lubang di puting susu di luar masa laktasi (Nipple discharge), retraksi puting susu dan adanya krusta atau borok
4. Kelainan kulit di payudara seperti Lekukan seperti lesung pipit pada kulit payudara(dimpling), peau d’orange, ulserasi, dan vanektasi
5. Pembesaran kelenjar getah bening pada lipat ketiak atau leher
6. Keluhan Tambahan seperti Nyeri tulang (vertebra, femur) dan sesak dan lain sebagainya
Gambar 2.5 Peau d’orange (bentuk kulit jeruk) (Sumber:https://www. researchgate.net/publication/297315993_Inflammatory_Breast_Cancer_from_
Metastatic_Ovarian_Cancer/figures?lo=1)
Tampilan seperti kulit jeruk (peau d’orange) sebagai tanda terjadinya edema lokal karena terhambatnya aliran limfatik dari kulit ke kelenjar getah bening lokal oleh adanya metastasis sel tumor pada saluran limfe tersebut..
Gambar 2.6 Kulit Tertarik (skin dimpling)
(Sumber:https://www.huffingtonpost.co.uk/2016/03/07/woman-shares- photo-of-dimples-on-breast-sign-of-cancer)
Gambar 2.7 Cairan Spontan Dari Satu Lubang Di Puting Susu Di Luar Masa
Laktasi (Nipple Discharge)
Gambar 2.8 Pembesaran kelenjar getah bening pada lipat ketiak atau leher
(Sumber : https://www.hipwee.com/tips/awas-ini-6-pertanda-serangan- kanker-kelenjar-getah-bening-termasuk-benjolan-di-ketiak/)
(Sumber: https://babygizmo.com/how-give-yourself-breast-self-exam/)
Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang (supine), lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal. kedua payudara dipalpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan lengan pemeriksa menopang lengan pasien. Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula.
Gambar 2.10 Angkat lengan kiri anda.
Gambar 2.11 Rabalah Payudara kiri dengan 3 ujung jari tangan yang dirapatkan.
35 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Gambar 2.12 Contoh gerakan memutar dengan tekanan lembut tetapi mantab, dimulai dari pinggang atas (Posisi jam 12) dengan mengikuti arah jarum jam
bergerak ke tengah susu
36 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Gambar 2.13 Gerakan dari atas kebawah dan sebaliknya
37 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Gambar 2.14 Gerakan dari tengah ke arah luar
Dengan lembut tekan masing-masing putting dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk melihta apakah ada cairan yang keluar
Gambar 2.15 Pencetlah pelan pelan daerah seputar kedua payudara dan amatilah apakah keluar cairan tidak normal/biasa
Catatan :
38 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
2. Sadari dengan Berbaring
a. Inpeksi (melihat bentuk, warna, dan kelainan pada payudara sama sengan sadari berdiri )
Gambar 2.16 . Berbaringlah dengan tangan kanan dibawah kepala. Letakkan
bantal kecil dibawah kepala. Letakkan bantal kecil dibawah bahu kanan.
b. Palpasi
39 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Gambar 2.17 Gerakan memutar dengan tekanan lembut tetapi mantab, dimulai dari pinggang atas (Posisi jam 12) dengan mengikuti arah jarum jam bergerak
ke tengah susu.
40 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Gambar 2.19 Gerakan dari tengah ke arah luar
Gambar 2.20 Berikan perhatian khusus pada payudara bagian atas dekat ketiak (Kwardan Superolateral) kanak dan kiri, sebab di daerah tersebut banyak ditemukan tumor payudara. Jika ditemukan kelainan atau perubahan dibandingkan keadaan sebelumnya , maka sebaiknya periksakanlah lebih lanjut ke dokter.
Catatan :
41 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Apabila dalam pemeriksaan, payudara memiliki benjolan, harus diketahui berapa banyak benjolan yang teraba beserta lokasinya. Bulan berikutnya, harus diperhatikan apakah terdapat perubahan ukuran maupun bentuk benjolan tersebut dibandingkan dengan bulan seblumnya.
Jika ada cairan dari putting yang tampak seperti darah atau nanah, pada ibu yang tidak menyusui, maka harus segera menemui petugas kesehatan untuk memeriksakan diri lebih lanjut (PP dan PL, 2009).
Prosedur untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri berbeda dengan rekomendasi yang ada sebelumnya. Perubahan ini merepresentasikan pandangan lebih maju dalam dunia medis dan masukan dari kelompok ahli. Bukti bahwa posisi berbaring miring, merasakan area, pola penyapuan payudara, dan penggunaan jumlah tekanan yang berbeda bisa meningkatkan kemampuan wanita dalam menemukan area-area yang tidak normal (Pamungkas, 2011).
43 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
BAB III
A. Pendahuluan
Hasil penelitian menyatakan bahwa 31,7% responden pernah melakukan SADARI, dan 7,1% diantaranya melakukan SADARI setidaknya 1 kali dalam sebulan. Persepsi manfaat dan self-efficacy pada perempuan yang mempraktikkan SADARI lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak melakukan SADARI (Sedigheh Sadat Tavafian, et al. (2009).
Deteksi dini kanker adalah usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat, benar-benar sehat dengan tampak sehat tetapi sesungguhnya menderita kelainan. Deteksi dini bertujuan untuk menemukan adanya kanker secara dini, yaitu kanker yang masih dapat disembuhkan, untuk mengurangi mordibitas dan mortalitas kanker. (Rasjidi, 2009).
B. Dasar Dasar dalam Mengadakan Deteksi Dini
Deteksi kanker didasarkan atas kenyataan-kenyataan berikut :
1. Perjalanan penyakit kanker umumnya mulai dari kanker in situ atau kanker lokal dalam taraf seluler atau organ. Fase kanker lokal umumnya cukup lama sebelum mengadakan invasi keluar organ atau sebelum mengadakan metastase.
2. Banyak kasus kanker yang timbul dari tumor atau lesi pra kanker yang telah lama ada.
3. Lebih dari 75% kasus kanker terdapat pada organ atau tempat-tempat yang mudah diperiksa sehingga mudah dapat diketemukan.
4. Penderita kanker umumnya baru datang ke dokter sesudah penyakitnya dalam stadium lanjut.
5. Hasil pengobatan kanker dini jauh lebih baik dari lanjut. Kanker dini dapat disembuhkan dan kanker lanjut sukar atau tidak dapat disembuhkan lagi. Makin dini kanker itu dapat ditemukan dan diobati makin baik prognosenya. Pengobatan tumor jinak dan lesi pra kanker mencegah timbulnya kanker, dan ini merupakan prevensi primer terhadap kanker.
6. Penyembuhan kanker secara spontan hampir tidak pernah terjadi.
(Rasjidi, 2009).
44 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
C. Deteksi Dini Kanker Payudara
Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara. Estimasi International Agencies for Research on Cancer (IARC) tahun 2005, kasus baru di Indonesia sekitar 26 per 100.000 perempuan setiap tahun, sebagian besar ditemukan sudah dalam stadium lanjut (>50%).
Berdasarkan data yang didapatkan dari PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) pada tahun 2003, didapatkan data prognosis daya tahan hidup penderita kanker payudara (survival rate)
per stadium sebagai berikut :
Stadium 0 : 10-years survival ratenya 98% (nonpal- pable breast cancer yang terdeteksi oleh Mammografi/USG)
Stadium I : 5-years survival ratenya 85%
Stadium II : 5-years survival ratenya 60-70%
Stadium III : 5-years survival ratenya 30-50%
Stadium IV : 5-years survival ratenya 15%
Sampai saat ini patofisiologi kanker payudara masih belum diketahui secara pasti, sehingga upaya deteksi dini yang dilakukan hanya bertujuan untuk menemukan penderita kanker pada stadium yang masih rendah (down staging) dan presentase kemungkinan untuk dapat disembuhkan tinggi.
Kegiatan deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih di puskesmas yang disebut dengan pemeriksaan payudara klinis (CBE = Clinical Breast Examination) yang diikuti dengan pengajaran cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dengan cara yang benar. (Kemenkes, 2011)
45 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
D. Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara
Upaya deteksi dini kanker payudara adalah upaya untuk mendeteksi dan mengidentifikasi secara dini adanya kanker payudara, sehingga diharapkan dapat diterapi dengan teknik yang dampak fisiknya kecil dan punya peluang lebih besar untuk sembuh.
Upaya ini sangat penting, sebab apabila kanker payudara dapat dideteksi pada stadium dini dan diterapi secara tepat maka tingkat kesembuhan yang cukup tinggi (80-90%). Deteksi dini pada negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Belanda dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan ultrasonografi dan mammografi, karena sumber daya di negara-negara itu cukup memadai untuk melakukan program tersebut, sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia, Deteksi dini secara massal dengan USG dan mammografi belum memungkinkan untuk dilakukan. Oleh karena itu pemeriksaan klinis payudara oleh tenaga kesehatan terlatih yang diikuti dengan promosi dan edukasi tentang pengobatan yang baik kepada masyarakat (bahwa kanker payudara bila ditemukan pada stadium awal dan dilakukan operasi akan meningkatkan kemungkinan untuk sembuh dan waktu untuk bertahan hidup lebih lama) sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pencapaian tujuan dari Deteksi dini yaitu menurunkan angka kematian dan meningkatkan kualitas hidup penderita kanker payudara.
Selain Deteksi dini, penemuan dini merupakan strategi lain untuk down staging. Penemuan dini dimulai dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang perubahan bentuk atau adanya kelainan di payudara mereka sendiri, dengan cara memasyarakatkan program SADARI bagi semua perempuan dimulai sejak usia subur, sebab 85% kelainan di payudara justru pertama kali dikenali oleh penderita bila tidak dilakukan Deteksi dini massal.
E. Pencegahan Primer pada Kanker Payudara
Pencegahan primer pada kanker payudara dapat dilakukan dengan berbagai cara :
1. Kontrasepsi
Menurut ACS (2015), penggunaan kontrasepsi (baik oral maupun suntik), memilki sedikit pengaruh terhadap risiko kanker payudara, di mana tingkat risiko tersebut tergantung pada lamanya dan waktu dimulainya pemakaian kontrasepsi.
46 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
2. Gaya Hidup
(Sumber : https://kumparan.com/millennial/gaya-hidup-milenial-dan-risiko- kanker-1549112471894514199)
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko kanker payudara pada masa post- menopause. Perempuan yang sudah melewati masa menopause, akan memproduksi estrogen lebih banyak dari jaringan lemak di tubuhnya. Hal tersebut menyebabkan tingginya risiko perempuan obesitas dan bertubuh gemuk atau overweight terkena kanker payudara lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dengan massa tubuh proporsional. Hal tersebut didukung oleh hasil sebuah meta-analisis yang menyatakan bahwa setiap 5 kilogram kenaikan berat tubuh, akan meningkatkan risiko kanker payudara sebesar 11% di mana jenis asupan utama yang memiliki dampak terhadap risiko tersebut adalah lemak dan alkohol (Nelson, et al. dalam ACS, 2015).
Perilaku merokok juga memilki dampak signifikan di mana ditemukan pada perempuan yang merokok, memilki usia terkena kanker payudara rata-rata lebih awal 8 tahun dibandingkan dengan perempuan yang tidak merokok (Bennicke, 1995). Aktivitas fisik, berhubungan erat dengan kebugaran tubuh dan memilikihubungan berbanding terbalik dengan risiko kanker payudara.
Seperti juga halnya dengan panyakit lain, kanker payudara pada prinsipnya merupakan penyakit yang dapat dicegah apabila dikenali faktor risikonya sejak dini. Pencegahan primer dimaksudkan dengan menghindari faktor-faktor risiko yang telah dipaparkan sebelumnya.
47 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Misalnya, dengan menjaga berat tubuh proporsional, mengurangi asupan lemak terutama lemak hewani, mengurangi konsumsi alkohol, dan bagi ibu yang baru melahirkan agar memberikan ASI secara rutin.
F. Pencegahan Sekunder pada Kanker Payudara
Deteksi dini pada penyakit, termasuk kanker payudara merupakan suatu tindakan preventif sekunder. Dengan melakukan deteksi kanker payudara sejak dini, kelainan dan penyakit akan lebih cepat ditemukan dan pengobatan dapat dilakukan segera. Hal tersebut sangat berdampak pada prognosis, pemilihan metode pengobatan, bahkan pasien memiliki kesempatan untuk membandingkan hasil pengobatan dengan metode berbeda yang pada akhirnya berujung pada tingkat kesembuhan (Harris dalam Reigle, 1998). Berikut lima metode utama yang masih digunakan sampai saat ini untuk mendeteksi kanker payudara menurut ACS (2014;
2015).
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
Sumber:https://hellosehat.com/pusatkesehatan/kankerpayudara/apa-itu-mri- payudara/
MRI berfungsi serupa dengan mammografi, hanya saja, pada pemeriksaan MRI, teknologi yang digunaka adalah medan magnet dan menggunakan bantuan cairan yang akan disuntikkan pada pembuluh darah lengan. MRI hanya dianjurkan oleh ACS untuk dilakukan di samping mammografi sebagai pelengkap bagi perempuan berisiko tinggi terkena kanker payudara mulai usia 30 tahun
49 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
3. Breast Ultrasound atau Ultrasonografi Payudara
Gambar 3.2 Pemeriksaan Ultrasonography (USG)
Sumber:https://hellosehat.com/pusatkesehatan/kankerpayudara/fungsi-usg- payudara-mammae-adalah/
Baik dilakukan sebagai pemeriksaan pelengkapan, terutama dalam mendeteksi keberadaan abnormalitas pada jaringan payudara yang lebih padat. Clinical Breast Examination (CBE) atau Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) CBE pada dasarnya tidak direkomendasikan sebagai metode pemeriksaan utama dalam mendeteksi kanker payudara. CBE merupakan metode pemeriksaan yang dilakukan oleh bantuan dokter atau tenaga kesehatan terlatih dalam memeriksa kondisi fisik payudara dengan palpasi. CBE, meskipun tidak lagi direkomendasikan sebagai metode deteksi, tetap memiliki peran penting dalam aspek edukasi pasien terutama dalam membangkitkan kesadaran dan melatih pasien untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Apabila pada pemeriksaan CBE terdapat benjolan dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan USG maupun mammografi USG juga dilakukan terutama untuk membuktikan adanya massa kistik dan solid/padat yang mengarah pada keganasan, dan pada perempuan di bawah usia 40 tahun.
50 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
4. Pemeriksaan Klinis Payudara Oleh Tenaga Medis Terlatih Clinical Breast Examination (CBE)
Sumber : http://bhayangkari.or.id/pengurus/new-penyuluhan-
Baik dilakukan sebagai pemeriksaan pelengkapan, terutama dalam mendeteksi keberadaan abnormalitas pada jaringan payudara yang lebih padat. Clinical Breast Examination (CBE) atau Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) CBE pada dasarnya tidak direkomendasikan sebagai metode pemeriksaan utama dalam mendeteksi kanker payudara. CBE merupakan metode pemeriksaan yang dilakukan oleh bantuan dokter atau tenaga kesehatan terlatih dalam memeriksa kondisi fisik payudara dengan palpasi. CBE, meskipun tidak lagi direkomendasikan sebagai metode deteksi, tetap memiliki peran penting dalam aspek edukasi pasien terutama dalam membangkitkan kesadaran dan melatih pasien untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
5. Breast Self-Examination (BSE)
Gambar 3.1 Pemeriksaan Sadari
Merupakan sebuah metode pemeriksaan yang dilakukam sendiri dengan sejumlah teknik perabaan dan merasakan adanya perubahan tertentu pada payudara. Teknik pemeriksaan akan dibahas pada sub bab berikutnya.
Selain deteksi dini, pencegahan sekunder berupa pembatasan risiko penyakit juga dapat dilakukan. Tindakan tersebut adalah chemoprevention dan operasi prophylactic dan hanya dilakukan pada individu dengan risiko dangat tinggi (misalnya mereka yang terdeteksi mengalami mutasi gen BRCA).
SADARI sebaiknya dilakukan setiap kali selesai menstruasi (hari ke- 10, terhitung mulai hari pertama haid). Pemeriksaan dilakukan setiap bulan sejak umur 20 tahun (sumber: American Cancer Society). Pada perempuan sejak pertama mengalami haid dianjurkan melaksanakan SADARI, sedangkan berumur 20-39 tahun dianjurkan CBE dilakukan setiap tiga tahun sekali. Untuk perempuan yang mendapatkan kelainan
52 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
pada saat SADARI dianjurkan dilaksanakan CBE sehingga dapat lebih dipastikan apakah ada kemungkinan keganasan. Pada perempuan berusia di atas 40 tahun, dilakukan CBE setiap tahun. Pemeriksaan Deteksi dini Mammografi Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala, setiap satu tahun sekali pada perempuan di atas 40 tahun. Dilakukan pada perempuan yang bergejala maupun pada perempuan yang tidak bergejala (opportunistic screening dan organized screening) (Kemenkes, 2011).
G. Masalah Dalam Pencegahan Kanker
Salah satu cara pencegahan primer kanker yang paling dikenal dalam kanker adalah deteksi dini. Deteksi dini adalah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih kecil, masih lokal, masih belum menimbulkan kerusakan yang berarti, pada golongan masyarakat tertentu dan pada waktu yang tertentu. Deteksi dini umumnya dikerjakan pada orang-orang yang “kelihatan sehat”, tanpa gejala (asimtomatik) atau pada orang-orang yang mempunyai risiko tinggi mendapat kanker.
Penyembuhan kanker secara spontan hampir tidak pernah terjadi Berkaitan dengan upaya promosi untuk pencegahan kanker, selama ini penyuluhan sudah dilakukan dengan tujuan menambah pengertian masyarakat akan kanker, memperpendek kelambatan penderita datang ke rumah sakit dan ke dokter, mencegah timbulnya kanker, dan mencegah adanya kankerfobia dan mempersiapkan terapi, rehabilitasi dan follow up. Sementara itu materi penyuluhannya berkisar tentang hakikat kanker (tumor, neoplasma, dan kanker), bentuk kanker, tempat tumbuh kanker, orang yang berisiko, penyebab, gejala, diagnosis, pencegahan primer dan pengobatannya.
Seringkali kanker ditemukan sudah dalam stadium akhir. Kelambatan ini dapat digolongkan dalam 3 jenis yaitu kelambatan oleh penderita, dokter, dan rumah sakit. Kelambatan penderita antara lain karena, hal-hal berikut :
1. Penderita kanker stadium dini umumnya merasa sehat, tidak sakit dan tidak terganggu kerja sehingga penyakitnya dibiarkan saja beberapa lama, bulanan, atau tahunan sampai penyakitnya itu terasa berat.
2. Kurang memperlihatkan diri sendiri. Penderita baru mengetahui adanya tumor di dalam tubuhnya susah tumor itu besar atau sesudah menimbulkan keluhan. Kalau saja ia lebih memperhatikan keadaan dirinya sendiri, mungkin tumor itu telah dapat diketahui adanya sewaktu masih kecil.
53 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
3. Tidak mengerti atau kurang menyadari akan bahaya kanker yang meskipun hanya lesi yang kelihatannya sangat ringan padahal itu adalah suatu kanker yang sangat berbahaya.
4. Ada rasa takut karena mengidap kanker, takut ke dokter, takut operasi dan takut metastasis dan takut sakit.
5. Faktor lainnya misalnya tidak mempunyai biaya, keluarga tidak mengijinkan ke dokter atau rumah yang jauh dari dokter.
6. Kelambatan dokter dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:
a) Dokter tidak memikirkan keluhan penderita yang mungkin disebabkan oleh suatu kanker. Seringkali keluhan penderita dianggap disebabkan oleh penyakit non kanker dan bisa diobati beberapa lama sampai gejala kanker menjadi jelas.
b) Dokter enggan mengadakan konsultasi atau merujuk penderita
c) Dokter belum memiliki “cancer minded”, yaitu berfikir kearah kanker Sementara itu kelambatan rumah sakit dapat disebabkan oleh kurang tempat pemondokan di rumah sakit, kurangnya sarana diagnostik dan terapi, dan kurang tenaga
ahli Onkologi. (Rasjidi, 2010).
1. Umur
Definisi menurut Depdiknas (2005) umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Definisi lain menurut Notoatmodjo (2005) umur adalah jumlah tahun yang dihabiskan wanita sejak kelahirannya sampai ulang tahun terakhir.
Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah umur maka pendidikan yang didapat akan lebih banyak. Baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang diinginkan adalah terjadi perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau keterampilannya (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Anderson dan Andersen (1972) tentang penggunaan pemanfaatan pelayanan kesehatan lebih banyak dimanfaatkan oleh orang yang sangat muda (anak-anak) dan berusia tua. Menurut Rasjidi (2010) pola distribusi insiden tumor berdasarkan distribusi komunitas, umur
54 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
tidak menjadi sebab khas terjadinya tumor, tetapi untuk kebanyakan tumor risiko timbulnya tumor bertambah sesuai dengan pertambahan umur. Menurut Walta (2007) risiko menderita kanker pada wanita akan meningkat seiring dengan semakin tuanya seseorang.
Berdasarkan penelitian Nugraheny (2010) menunjukkan tidak ada pengaruh yang bermakna/signifikan antara umur terhadap perilaku untuk melakukan deteksi dini kanker pada wanita. Hal ini sejalan dengan penelitian Rusminingsih tahun 2013 dimana tidak ada perbedaan signifikan antara perilaku berdasarkan umur.
2. Pendidikan
Pusat Bahasa Depdiknas (2005) menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pendidikan dapat berfungsi sebagai dasar dari seseorang untuk berperilaku sesuai dengan tingkatan dan jenis pendidikan yang diikutinya. Namun pada keadaan tertentu tingkatan pendidikan formal baik yang rendah maupun yang tinggi tidak selalu berbeda pada sekelompok orang tertentu dalam melakukan satu tindakan tertentu. Dalam arti formal, pendidikan adalah suatu proses penyampaian bahan-bahan materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan keluarannya yaitu tenaga atau lulusan yang mempunyai kualifikasi tertentu sesuai dengan tujuan pendidikan institusi yang bersangkutan. Jadi tujuan pendidikan adalah mengubah tingkah laku (tujuan). Karena pendidikan itu suatu proses, maka mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan salah satunya adalah pendidikan yang mempunyai karakteristik, dan tingkah laku kearah yang diinginkan.(Notoatmodjo, 1993). Hasil penelitian Lestari (2012) menunjukkan terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku deteksi kanker pada wanita .
3. Pekerjaan / Unit Kerja
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2005) mengemukakan bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Siagian (1983) menyatakan bahwa suatu jenis pekerjaan dari seseorang akan memberikan pengalaman belajar terhadap yang bersangkutan baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan secara finansial ataupun psikologis. Peristiwa yang manis maupun yang pahit itu akan berperan terhadap perilaku seseorang. Kejadian seperti itu adalah kenyataan bahwa ada hubungan yanag penting antara jenis pekerjaan yang dilakukan dengan berbagai tekanan psikologis didalamnya.
55 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Pola distribusi insiden tumor berdasarkan distribusi komunitas, dimana meneliti pola distribusi kanker di kalangan dengan pekerjaan berbeda mempunyai makna penting bagi penelitian kausa tumor dan penelitian tersebut membuktikan bahwa semua pekerjaan yang diteliti berhubungan dengan bahan karsinogen kimiawi terkait. (Rasjidi, 2010).
Rasjidi (2009) mengemukakan bahwa bagi karyawan atau buruh yang bekerja di tempat atau daerah yang kadar polusi atau karsinogennya tinggi, lindungilah diri/atau hindarilah kontak dengan karsinogen, dengan patuh terhadap peraturan keselamatan kerja dan memakai alat- alat pelindung yang sesuai. Salah satunya adalah bahaya potensial yang ada di rumah sakit, seperti paparan radiasi penyinaran (radiologi), kuman pathogen dan bahan kimia.
Hasil penelitian Safa’ah (2012) menunjukkan hasil tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan motivasi melakukan deteksi dini kanker pada wanita. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Indarwati (2012) yaitu pekerjaan tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap perilaku deteksi dini kanker pada wanita.
4. Pengetahuan
Menurut penelitian Lestari (2012) ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku deteksi dini kanker pada wanita Hal ini sejalan dengan penelitian Safa’ah (2012) dimana terdapat hubungan antara pengetahuan dengan motivasi melakukan deteksi dini kanker pada wanita.
5. Sikap
Sikap adalah reaksi seseorang yang masih tertutup terhadap rangsangan atau obyek. Manifestasi sikap ini tidak dapat dilihat langsung dan hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
56 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi dari tindakan suatu perilaku. (Notoatmodjo, 2007).
Menurut penelitian Lestari (2012) ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku deteksi dini pada wanita. Hal ini sejalan dengan penelitian Triyani (2012) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dan positif antara sikap tentang kanker pada wanita dan perilaku deteksi dini kanker.
6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2010) faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses (terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian Safa’ah (2012) menunjukkan faktor eksternal seperti fasilitas pelayanan kesehatan juga sangat berpengaruh terhadap motivasi melakukan deteksi dini kanker pada wanita.
7. Sarana dan Prasarana
Menurut Notoatmodjo (2007) untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses (terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Menurut hasil penelitian Safa’ah (2012) salah satu faktor eksternal seperti sarana dan prasarana di fasilitas pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap motivasi melakukan deteksi dini kanker pada wanita.
8. Dukungan Keluarga
Green (1980) mengemukakan bahwa faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku keluarga sangat diperlukan bagi setiap orang dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu tugas pokok keluarga adalah membangkitkan semangat anggota keluarga dalam menghadapi suatu hal, termasuk didalamnya dukungan dalam berperilaku.
Effendi (1998) mengemukakan bahwa salah satu tugas pokok keluarga adalah membangkitkan semangat anggota keluarga dalam
57 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
menghadapi suatu hal. Dorongan keluarga ini sangat besar sekali pengaruhnya bagi individu dalam sebuah keluarga karena semua permasalahan anggota keluargasaling berkaitan dansaling mempengaruhi antar sesama anggota keluarga.Berdasarkan penelitian Tarigan (2012) didapatkan hasil ada pengaruh langsung dukungan keluarga terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker.
9. Dukungan Teman/Lingkungan Kerja
Dukungan sosial dapat dipenuhi dari teman atau persahabatan, keluarga, dokter (petugas kesehatan), psikolog, psikiater (Sarafino,1998). Hal senada juga diungkapkan oleh Taylor (2009), bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, tetangga, dan saudara. Berdasarkan penelitian Tarigan (2012) didapatkan hasil ada pengaruh langsung sumber informasi dan dukungan dari teman terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker.
10. Dukungan Petugas Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (1993) semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis maupun tingkatannya, pada dasarnya adalah pendidik kesehatan (health educator). Ditengah-tengah masyarakat petugas kesehatan menjadi tokoh panutan di bidang kesehatan. Untuk itu maka petugas kesehatan harus mempunyai sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Demikian pula petugas- petugas lain atau tokoh-tokoh masyarakat. Mereka juga merupakan panutan perilaku, termasuk perilaku kesehatan. Oleh sebab itu mereka harus mempunyai sikap dan perilaku yang positif. Sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lain merupakan pendorong atau penguat perilaku kesehatan masyarakat.
Green (1980) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang adalah faktor penguat yang salah satu diantaranya dorongan dari petugas kesehatan. Dorongan petugas kesehatan disini adalah memberikan pengetahuan dan informasi yang benar dan lengkap mengenai deteksi dini kanker pada wanita. Berdasarkan penelitian Tarigan (2012) didapatkan hasil ada pengaruh langsung dukungan dan sumber informasi dari petugas kesehatan terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker.
59 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
DAFTAR PUSTAKA
ACS (2014) Breast Cancer Early Detection. T e r s e d i a d i :
http://www.cancer.org/cancer/breastcancer/moreinformation/ breastcancerearl ydetection/index (Diakses: 10 March 2019).
Alwan, N.A.S., Attar, W.M. Al-, Eliessa, R.A., Madfaie, Z.A. dan Tawfeeq, F.N. (2012) ‘Knowledge, Attitude and Practice Regarding Breast Cancer and Breast Self-Examination Among a Sample of The Educated Population in Iraq’, Eastern Mediterranean Health Journal, 18(4), pp. 337 – 45.
Bennicke, K., Conrad, C., Sabroe, S. dan Sørensen, H.T. (1995) ‘Cigarette Smoking And Breast Cancer’, 310 (6992), pp. 1431 – 1433.
Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.). Singapore: Elsevier (Singapore) Pte Ltd
Canadian Cancer Society (2016) Signs and Symptoms of Breast Cancer. Tersediadi:http://www.cancer.ca/en/cancerinformation/cancer- type/breast/signs-and- symptoms/?region=sk (Diakses: 13 March 2019).
Colditz, G.A., Feskanich, D., Chen, W.Y., Hunter, D.J. dan Willett, W.C. (2003) ‘Physical Activity and Risk of Breast Cancer in premenopausal Women’
Desanti, O.I., Sunarsih, I. dan Supriyanti (2010) ‘Persepsi Wanita Berisiko Kanker Payudara Tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri di Kota Semarang, Jawa Tengah’, Berita Kedokteran Masyarakat, 26(3), pp. 152–161
Desen, W. (Ed.). (2013). Onkologi Klinis (2nd ed.). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Grabrick DM, Hartmann LC, Cerhan JR, et al. (2000) ‘Risk of Breast Cancer with Oral Contraceptive Use in Women With a Family History of Breast Cancer’, 284(14), pp. 1791 – 1798.
Green, Lawrence, et al. 2005. Health Program Planning : An Education and Ecological Approach Fourth Edition. New York : Mc Geaw Hill.
IARC(2012)Map.Tersediadi:http://globocan.iarc.fr/Pages/Map.aspx# (Diakses: 1 March 2019).
IARC dan WHO (2012) World Cancer Report.
IARC dan WHO (2008) World Cancer Report. Diedit oleh Bernard W Stewart and Paul Kleihues. Lyon: International Agency for Research on Cancer.
Keitel, M.A. dan Kopala, M. (2000) Counseling Women With Breast Cancer: A Guide for Professionals. California: SAGE Publications.
Kelsey, J.L. dan Gammon, M.D. (1991) ‘The Epidemiology of Breast Cancer’, CA: A Cancer Journal for Clinicians, 41(3), pp. 146–165. doi: 10.3322/ canjclin.41.3.146.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim Direktorat Jenderal PP & PL. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI (2014) Hilangkan Mitos Tentang Kanker. Tersediadihttp://www.depkes.go.id/article/print/201407070001/ hilangkan-mitos- tentang-kanker.html (Diakses: 4 March 2019).
Kementrian Kesehatan RI (2015a) Buletin Jendela Data dan InformasiKesehatan.Tersediadi:http://www.depkes.go.id/ download.php? (Diakses: 1 March 2019).
Kementerian Kesehatan RI (2015b) Panduan Program Nasional Gerakan Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara. Jakarta: Ditjen. P2PL
Langhorne, M. E., Fulton, J. s., & Otto, S. E. (2007). Oncology Nursing. St. Louise, Missouri: Mosby, Inc., an affiliate of Elsevier Inc.
Lestari, Sri. 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga Dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Metode IVA di Puskesmas Jaten II Kabupaten Karanganyar. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Nursing (2015) nursing care of the client receiving radiation therapy diunduhtanggal23Juli2019dariHttp://wps.prenhall.com/wps/media/ objects/737/755395/radiation_therapy.pdf
Notoatmodjo, Soekidjo. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset.
Nursa’adah, et al. 2005. Risk Factors of Breast Cancer in Women in Kelantan, Malaysia. Singapore Medician Journal, 46 (12), 698-705
61 Deteksi Dini Kanker Payudara Dengan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)
Otto, S.E (2001). Oncology Nursing. St. Louis, Missouri, Mosby Rome,R et al (2011) Nurse’s role in controlling cancer pain. diunduh tanggal 21Me i2019m elaluhttp://w ww.ncbi.nlm .nih.gov/ pubmed/21952573J
Pennery, E., Speechley, V. dan Rosenfield, M. (2008) Breast cancer: Answers at Your Fingertips. United Kingdom: Class Publishing
Rasjidi, Imam. 2009. Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita. Jakarta : Sagung Seto
Rasjidi, Imam. 2010. Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta : Sagung Seto
Reigle, B.S. (1998) The Development and Testing of The Breast Self- ExaminationQuestionnaire.AnnArbor.Tersediadi:http://search. proquest.com/docview/304493185?accountid=17242
Silvera, S.A.N., Miller, A.B. dan Rohan, T.E. (2005) ‘Oral Contraceptive Use and Risk of Breast Cancer Among Women With a Family History of Breast Cancer: A Prospective Cohort Study’, Cancer Causes and Control, 16(9), pp. 1059– 1063.
Tarigan, Frida Lina. 2012. Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Wanita Usia Subur Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2012. Tesis. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Triyani, Isti. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tentang Kanker Payudara Dengan Perilaku Kader Dalam Deteksi Dini Pemeriksaan Payudara Sendiri di Desa Madurejo Prambanan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tieng’O, J.G., Pengpid, S., Skaal, L.