Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Trombosit
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak
berinti dan terbentuk di sumsum tulang. Trombosit matang berukuran 2-4
μm, berbentuk cakram bikonveks dengan volume 5-8 fl. Trombosit setelah
keluar dari sumsum tulang, sekitar 20-30% trombosit mengalami
sekuestrasi di limpa.
Gambar 2.1. Bentuk trombosit pada sediaan hapus darah tepi
Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Trombosit tidak dapat
dipandang sebagai sel utuh karena berasal dari sel raksasa yang berada di
sumsum tulang, yang dinamakan megakariosit. Megakariosit di dalam
pematangannya dipecah menjadi 3.000-40.000 serpihan sel, yang dinamai
sebagai trombosit atau kepingan sel (platelet) tersebut. Trombosit
mempunyai bentuk bulat dengan garis tengah 0,75-2,25 mm, tidak
mempunyai inti. Kepingan sel ini masih dapat melakukan sintesis protein,
8
walaupun sangat terbatas, karena di dalam sitoplasma masih terdapat
sejumlah RNA. Trombosit masih mempunyai mitokondria, butir glikogen
yang mungkin berfungsi sebagai cadangan energi dan 2 jenis granula yaitu
granula-α dan granula yang lebih padat. (Kosasih, 2008;Sadikin, 2013).
2.1.1.1 Produksi Trombosit
Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui fragmentasi
sitoplasma megakariosit. Prekursor megakariosit-megakarioblast- muncul
melalui proses diferensiasi dari sel induk hemopoietik. Megakariosit
mengalami pematangan dengan replikasi inti endomitotik, memperbesar
volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi
kelipatan keduanya. Pada berbagai stadium dalam perkembangannya,
sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit
mengikuti pembentukan mikrovesikal dalam sitoplasma sel yang menyatu
membentuk membran pembatas trombosit. (Hoffbrand, Pettit, & Moss,
2002). Trombosit beredar di pembuluh darah kurang lebih 10 hari (Fritsma,
2015). Jumlah trombosit yang dihasilkan pada manusia berkisar 150 × 109
/ L hingga 400 × 109 / L (Daly, 2011).
2.1.1.2 Morfologi Trombosit dan Ultrastruktur
Trombosit merupakan sel darah yang berukuran kecil ( 2-3 µm ) ,
tidak berinti (anucleate) dan berbentuk cakram dimana dua pertiga
bagiannya beredar dalam sirkulasi darah dengan sepertiga sisanya beredar
di limpa (Thon & Italiano, 2012).
9
Sumber : (Gawaz, 2001)
Ultrastruktur trombosit dapat dibagi dalam empat bagian morfologi:
zona perifer, zona struktural, zona organel dan sistem membran. Masing-
masing zona morfologi ini memiliki fungsi spesifik. Zona periperal terdiri
dari membran sitoplasma yang tertutup pada sisi ekstraseluler oleh lapisan
tipis yang terdiri dari berbagai glikoprotein, protein, dan mukopolisakarida.
Zona struktural terdiri dari mikrotubuli yang terletak di submukosa yang
mewakili benang tubulin dan dikelilingi oleh jaringan protein struktural
lain yang sangat berbeda. Komponen-komponen dari zona struktural
berfungsi untuk mempertahankan bentuk discoid khas dari trombosit yang
beristirahat dan secara aktif berpartisipasi dalam perubahan bentuk
trombosit yang diaktifkan. Zona organel terdapat di sitoplasma, terdiri dari
Gambar 2.2 : Skema ultrastruktur trombosit yang sedang istirahat
10
mitokondria, penyimpanan glikogen, dan tiga granula penyimpanan yang
berbeda: granula padat, granula alfa dan lisosom. Granula merupakan
karakteristik untuk trombosit dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan
untuk protein dan zat lain yang penting untuk fungsi trombosit. Zona
morfologi keempat adalah sistem membran. Terdiri dari sistem kanalikuli
terbuka (SCS) yang terhubung ke permukaan dan sistem tubular padat
(DTS). Sistem kanalikuli terbuka ditandai oleh kanal-kanal berliku yang
mencapai dari hubungan mereka dengan membran plasma jauh di dalam
trombosit dan membentuk ruang ekstraseluler oleh pori-pori. Sistem
tubular padat berasal dari retikulum endoplasma kasar megakariosit. Ini
adalah salah satu tempat penyimpanan utama untuk ion kalsium bebas
(Ca2+) yang memainkan peran utama dalam regulasi dan aktivasi
metabolisme trombosit (Gawaz, 2001).
2.1.2. Fungsi Trombosit
Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan darah.
Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui
aliran darah. Namun dalam beberapa detik setelah kerusakan suatu
pembuluh, trombosit tertarik ke daerah tersebut sebagai respons terhadap
kolagen yang terpajan dilapisan sub endotel pembuluh. Trombosit melekat
ke permukaan yang rusak dan mengeluarkan beberapa zat (serotonin dan
histamin) yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh. Fungsi
lain dari trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah
berikatan dengan pembuluh yang cidera trombosit akan menjadi lengket dan
11
menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang secara efektif
menambal daerah yang luka (Handayani & haribowo, 2008) .
2.1.3. Mekanisme Adhesi Trombosit
Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan
ikat subendotel yang terbuka. Trombosit menjadi aktif apabila terpajan ke
kolagen subendotel dan bagian jaringan yang cedera. Adhesi trombosit
melibatkan suatu interaksi antara glikoprotein membrane trombosit dan
jaringan yang terpajan atau cedera. Adhesi trombosit bergantung pada faktor
protein plasma yang disebut faktor von Willebrand, yang memiliki hubungan
yang integral dan kompleks dengan faktor koagulasi antihemofilia VIII
plasma dan reseptor trombosit yang disebut glikoprotein Ib membrane
trombosit. Adhesi trombosit berhubungan dengan peningkatan daya lekat
trombosit sehingga trombosit berlekatan satu sama lain serta dengan endotel
atau jaringan yang cedera. Dengan demikian, terbentuk sumbat hemostatik
primer atau inisial. Pengaktifan permukaan trombosit dan rekrutmen
trombosit lain menghasilkan suatu massa trombosit lengket dan dipermudah
oleh proses agregasi trombosit ( (Calverley & Maness, 2004) (Brass &
Stalker, 2008) (Watson SP & Harrison, 2005) (Michelson AD & Furman,
2005).
12
Gambar 2.3 : Mekanisme Adhesi Trombosit
Sumber : (Michelson AD & Furman, 2005)
2.1.4. Mekanisme Agregasi Trombosit
Setelah adhesi, trombosit diaktifkan oleh sejumlah agonis seperti
adenosine difosfat (ADP) dan kolagen yang muncul di lokasi cedera vaskular.
Agonis ini mengaktifkan trombosit dengan mengikat reseptor spesifik pada
permukaan trombosit. Tempat berkumpulnya reseptor-reseptor ini mengarah
ke serangkaian peristiwa hilir yang pada akhirnya meningkatkan konsentrasi
intrasitoplasmik ion kalsium. Peningkatan kalsium intraseluler dalam
trombosit terjadi melalui pelepasan dari tempat penyimpanan intraseluler dan
masuknya kalsium melalui membran plasma. Reseptor yang digabungkan
dengan G-protein seperti ADP, thromboxane A2 (TXA2) dan trombin,
mengaktifkan fosfolipase Cβ (PLCβ), sedangkan reseptor yang bekerja
melalui jalur tirosin kinase non-reseptor seperti reseptor kolagen GpVI
mengaktifkan fosfolipase Cγ (PLCγ) . Aktivasi PLCβ atau PLCγ
menghasilkan dua produk yaitu diacylglycerol (DAG) dan inositol
trisphosphate (IP3). DAG memediasi masuknya kalsium sementara IP3
13
membebaskan kalsium dari penyimpanan intraseluler. Selain itu, masuknya
kalsium dapat diinduksi langsung oleh agonis tertentu, seperti ATP yang
mengikat reseptor ion saluran ligand-gated, P2X1.
Peningkatan konsentrasi kalsium bebas trombosit mengakibatkan
sejumlah perubahan struktural dan fungsional dari trombosit. Secara
morfologis, trombosit berubah dari cakram menjadi bola berduri (suatu proses
yang disebut perubahan bentuk). Granula dalam trombosit dipusatkan dan
isinya dibuang ke dalam lumen sistem kanalikuli terbuka, kemudian
dilepaskan ke luar (reaksi pelepasan). Peningkatan kalsium trombosit
menstimulasi aktivitas membran fosfolipase A2, yang membebaskan asam
arakidonat dari membran fosfolipid. Asam arakidonat diubah menjadi produk
intermediate prostaglandin H2 (PGH2) oleh enzim cyclooxygenase 1 (COX-
1). PGH2 selanjutnya dimetabolisme menjadi TXA2 oleh enzim
thromboxane synthase. TXA2 adalah aktivator trombosit yang poten.
Proyeksi membran panjang yang dibawa oleh reaksi perubahan bentuk
memungkinkan trombosit untuk berinteraksi satu sama lain untuk
membentuk agregat. Perubahan bentuk dimediasi oleh sitoskeleton platelet,
yang disusun oleh jaringan mikrotubulus dan filamen aktin yang terorganisasi
dan sejumlah protein yang terkait, terkait dengan berbagai molekul sinyal
trombosit. Perubahan bentuk trombosit menghasilkan reorganisasi jaringan
cytoskeleton, polimerisasi aktin, dan rantai fosforilasi myosin, respon ini
bervariasi tergantung waktu dan rangsangan.
14
Molekul adhesi utama yang terlibat dalam agregasi trombosit adalah
protein membran, kompleks GPIIb / IIIa. GPIIb / IIIa adalah reseptor integrin
yang muncul pada kepadatan tinggi pada trombosit, baik pada membran
plasma dan pada granula alpha. Hal tersebut ada sebagai bentuk tidak aktif
dalam trombosit yang beristirahat. Aktivasi trombosit oleh hampir semua
agonis menginduksi perubahan konformasi (‘sinyal keluar-dalam’) dari
GPIIb / IIIa, yang menjadi kompeten untuk mengikat fibrinogen plasma yang
larut. Pada gilirannya, ligan mengikat hasil GPIIb / IIIa dalam perubahan
konformasi yang diarahkan ke sitoplasma (outside-in signaling). Peran
pengelompokan reseptor, fosforilasi dan asosiasi dengan sitoskeletal dan
molekul sitoplasma lainnya dalam menginduksi perubahan konformasi GPIIb
/ IIIa tidak sepenuhnya digambarkan. Namun demikian, fibrinogen yang
terikat reseptor bertindak sebagai jembatan antara dua molekul GPIIb / IIIa
pada trombosit yang berdekatan yang merupakan jalur umum agregasi
trombosit yang diinduksi oleh agonis kimia trombosit. Bagaimanapun, vWF
merupakan pengganti fibrinogen sebagai molekul jembatan antara GPIIb /
IIIa untuk agregasi trombosit yang diinduksi oleh kondisi geser tinggi,
meskipun agregasi trombosit di bawah geser bawah dimediasi oleh ikatan
antara fibrinogen dengan GPIIb / IIIa.
Trombosit yang diaktifkan mengambil trombosit tambahan ke
sumbat hemostatik yang berkembang dengan beberapa loop amplifikasi
umpan balik dengan melepaskan agonis trombosit (seperti ADP dan serotonin
yang disimpan dalam granula alpha) dan mereka mensintesis de novo
15
proaggregatory TXA2. Pelepasan sintesis ADP dan TXA2 menggabungkan
sumbat hemostatik awal dengan menunjukan keterlibatan trombosit lain pada
sumbat hemostatik yang terbentuk di tempat cedera vaskular. Akhirnya,
trombosit juga memainkan peran dominan dalam hemostasis sekunder
dengan menyediakan permukaan katalitik yang sangat efektif untuk aktivasi
kaskade koagulasi.
Ketika trombosit diaktifkan, fosfolipid bermuatan negatif bergerak
dari selebaran bagian dalam membran bilayer ke selebaran luar. Gerakan
transbilayer dari fosfolipid anionik dikaitkan dengan pendarahan dan
pelepasan vesikula prokoagulan yang kaya fosfolipid anionik. Kedua
trombosit yang teraktivasi dan vesikel mikro menyediakan tempat
pengikatan untuk enzim dan kofaktor sistem koagulasi, yang kemudian
16
secara efisien menghasilkan trombin, yang merupakan agonis platelet yang
poten (Rumbaut & Thiagarajan, 2010).
2.1.5. Induktor dalam agregrasi trombosit
Agregasi trombosit dapat diukur dengan menimbulkan kontak antara
plasma kaya trombosit dengan suatu zat penginduksi agregasi. Sebagian besar zat
penginduksi ini seperti kolagen, epinefrin dan thrombin bekerja melalui efek ADP
yang dibebaskan sendiri oleh trombosit. Respons trombosit tergantung kekuatan
induktor/agregatornya. Induktor lemah adalah adenosine diphosphate (ADP) dan
adrenalin,induktor sedang adalah thromboxone A2 (TxA2). sedangkan trombin dan
kolagen adalah induktor kuat
Gambar 2.4 : Mekanisme Agregasi Trombosit
Sumber : (Durachim & Astuti, 2018)
17
2.1.5.1 ADP
Kadar 1-10 µM ADP sering dipakai pada pemeriksaan agregasi trombosit.
Kadar ADP yang rendah (1-3 µM) menghasilkan kurva tunggal (monofasik) atau
kurva bifasik. Pada kadar yang rendah, ikatan fibrinogen biasanya reversible dan
trombosit disagregasi. Kadar ADP yang lebih tinggi (10 atau 20 µM) dapat
menutupi respon bifasik oleh pelepasan ADP endogen. Ini masih dianggap respon
bifasik karena terjadi pelepasan ADP tetapi tidak tampak pada kurva. Aspirin akan
menghambat respon agregasi ADP kadar rendah, karena hambatan jalur
sikooksigenase dan pelepasan isi granul. (Helena, 1998, pp. 231-233) (Velaskar &
Chitre, 1982)
2.1.5.2. Epinefrin
Biasanya dipakai epinefrin 5-10 µM untuk pemeriksaan agregasi. Dijumpai
gelombang pertama yang kecil, kadang diikuti respon sekunder yang lebih besar.
Gelombang kedua ini dihambat oleh aspirin, obat anti inflamasi non steroid,
antihistamin, beberapa antibiotik. (Velaskar & Chitre, 1982) (Platelet Agregation
Reagen : collagen, ADP, epinephrine, 1994)
2.1.5.3. Kolagen
Biasanya dipakai kadar 1-5 µg/ml. Kolagen adalah agonist yang paling kuat.
Agregasi trombosit yang diinduksi kolagen menunjukkan lag phase sekitar 1 menit,
dimana pada saat itu trombosit berikatan pada fibril kolagen, mengalami perubahan
bentuk dan reaksi pelepasan. Respon agregasi yang diukur adalah gelombang kedua
setelah aktivasi dan pelepasan trombosit. Pada kadar kolagen yang rendah, respon
18
agregasi trombosit dapat dihambat aspirin dan obat anti trombosit lain. (Platelet
Agregation Reagen : collagen, ADP, epinephrine, 1994)
2.1.5.4. Asam Arakidonat
Dengan siklooksigenase, asam arakidonat diubah menjadi tromboksan A2.
Aspirin menghambat jalur siklooksigenase dan respon agregasi terhadap asam
arakidonat. Pasien yang mengkonsumsi aspirin atau anti trombosit lain, penderita
gangguan pelepasan atau Glanzman tromboastenia akan memberikan hasil
abnormal agregasi trombosit yang diinduksi asam arakidonat. Pasien dengan SPD
menunjukkan respon agregasi asam arakidonat yang normal (Lindkvista, et al.,
2018)
2.1.5.5. Ristocetin
Pada trombosit normal, antibiotic ristocetin dengan kadar 1,5 mg/ml,
menyebabkan agregasi trombosit yang trgantung GpIb/VWF. Bila responnya
abnormal, dicurigai penyakit von Willebrand atau sindroma Bernard Soulier (tidak
ada kompleks GpIb-IX-V)
2.1.5.6. Trombin
Trombin adalah agonist trombosit yang sangat poten. Peptida sintetik Gly
Pro-Arg-Pro (GPRP) menghambat polimerisasi fibrin yang diinduksi thrombin,
sehingga dapat terjadi agregasi trombosit yang diinduksi thrombin. α-trombin
dengan kadar 0,1-0,5 U/ml dapat dipakai untuk mengakivasi trombosit, baik yang
19
washed atau gel-filtered. (Platelet Agregation Reagen : collagen, ADP, epinephrine,
1994)
2.1.5.7. TRAP
Thrombin receptor activating peptide (TRAP) adalah peptide sintetik yang
berikatan dengan sekuens asam amino N-terminal dari “tethered ligand” yand
dibentuk setelah hidrolisis thrombin protease activatedreceptor (PAR1).
Penambahan TRAP 10 µM menyebabkan aktivasi respon trombin yang sangat kuat
tanpa pemecahan fibrinogen dan pembentukan clot. Pada umumnya trombosit
menunjukkan respon agregasi normal terhadap TRAP kecuali pada Glanzmann
thromboasthenia. Sekarang ini TRAP dipakai untuk memonitor efek
farmakodinamik anti trombosit baru yang menghambat ikatan fibrinogen dengan
trombosit atau yang mengganggu reseptor PAR di trombosit. (Platelet Agregation
Reagen : collagen, ADP, epinephrine, 1994)
2.1.6. Metode Pemeriksaan Agregasi Trombosit
Agregasi trombosit dapat diperiksa dengan beberapa metoda.
2.1.6.1 Metoda Nefelometrik
Metoda nefelometrik berdasarkan perubahan transmisi cahaya. Cara ini
merupakan metode pemeriksaan agregasi trombosit yang paling sering dipakai.
Bahan yang digunakan adalah Platelet Rich Plasma (PRP). PRP diinkubasi pada
suhu 37oC dan diaduk dengan stirrer. Apabila ditambahkan induktor, maka
trombosit akan beragregasi sehingga transmisi melalui cahaya meningkat.
Perubahan transmisi cahaya ini dapat direkam dan dicetak, dan dinilai berdasarkan
20
bentuk kurva yang terbentuk (Michelson, Frelinger III, & I, 2006) (Pakala &
Waksman, 2011) (Braunwald, et al., 2008). Antikoagulan yang digunakan adalah
Natrium Sitrat 3.8% dengan perbandingan darah : antikoagulan 9 : 1. Antikoagulan
ini merupakan antikoagulan terpilih untuk pemeriksaan hemostasis karena di
samping mengikat ion Ca, juga sebagai pengawet untuk faktor II dan VIII.
Dibandingkan dengan oksalat faktor V lebih stabil dalam natrium sitrat. Kalsium
dan natrium membentuk kompleks terlarut dengan cepat, sebaliknya kalsium dan
oksalat membentuk kompleks yang tidak larut secara lambat. Dengan alasan di atas
pemeriksaan hemostasis digunakan antikoagulan natrium sitrat dengan
perbandingan 9 bagian darah dan 1 bagian Natrium sitrat (Platelet Agregation
Reagen : collagen, ADP, epinephrine, 1994) (JS, 1987) (Helena, 1998) (Dickinson,
1997) (Narayanan, 1995) (Rahajuningsih, 1989)).
2.1.6.2 Perhitungan Sisa Trombosit Bebas
Metoda ini memakai darah lengkap maupun Platelet Rich Plasma (PRP)
sebagai bahan pemeriksaan. Platelet Rich Plasma diperoleh dengan
mensentrifugasi, sentrifugasi dilakukan dua kali. Sentrifugasi pertama dilakukan
untuk memisahkan trombosit dengan sel darah merah. Sentrifugasi kedua dilakukan
untuk memekatkan trombosit. Prinsipnya jika ke dalam darah atau PRP yang
diinkubasi pada 37oC dan diaduk dengan stirrer ditambahkan induktor, maka
trombosit akan beragregasi sehingga trombosit bebas berkurang. Setiap interval
waktu tertentu, dihitung sisa trombosit bebas dan dihitung presentasinya terhadap
jumlah trombosit sebelum penambahan induktor. Semakin banyak sisa trombosit
bebas berarti trombosit yang beragregasi semakin sedikit.
21
2.1.6.3 Cara Wu & Hoak
Cara Wu & Hoak menilai ada tidaknya agregasi trombosit in vivo.
Metode ini didasarkan pada gagasan bahwa dalam syringe mengandung campuran
formalin / EDTA. Agregat trombosit yang muncul akan diperbaiki dan
disentrifugasi ke bawah oleh karena itu, jumlah trombosit dari PRP sampel akan
dikurangi. Namun, agregat trombosit mungkin terpisah dalam syringe yang
mengandung larutan EDTA (Wu & Hoak, 1974).
Pada cara ini darah pasien dimasukan ke dalam dua botol, botol 1 berisi
EDTA dan botol II berisi EDTA dan formalin. EDTA bersifat mencegah terjadinya
agregasi trombosit, sedangkan formalin mencegah terlepasnya trombosit yang telah
beragregasi. Dihitung jumlah trombosit dari kedua botol tersebut. Jika sudah terjadi
agregasi trombosit in vivo, jumlah trombosit bebas dalam botol II akan lebih rendah
dari botol I (Wu & Hoak, 1974).
2.1.6.4 Pemeriksaan Sediaan Apus Darah Tepi
Pemeriksaan sediaan apus darah tepi untuk menilai fungsi agregasi
trombosit diperkenalkan oleh Velaskar DS dan Chitre pada tahun 1982 (Velaskar
& Chitre, 1982). Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah whole blood
dengan antikoagulan natrium sitrat 3.8%.
Pada pemeriksaan fungsi agregasi trombosit dengan metode sediaan apus
darah tepi menggunakan induktor epinefrin 1 mg / mL dan ADP 1 mg / mL.
Induktor adalah zat yang digunakan untuk mempercepat terjadinya agregasi
trombosit. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan agregasi
trombosit dengan dan tanpa memperhitungkan agregasi trombosit awal (atau yang
22
disebut agregasi trombosit yang beredar). Velaskar membaca seluruh zona dari tepi
sediaan apus ke tepi berikutnya, dan dihitung persentase trombosit yang beragregasi
dibandingan dengan total trombosit (Velaskar & Chitre, 1982).
Agregasi awal dihitung pada apusan yang disiapkan langsung dari spuit
segera setelah pengumpulan sampel dan agregasi total dihitung pada apusan yang
disiapkan setelah penambahan induktor. Karena trombosit yang teragregasi
sebelum penambahan induktor mewakili populasi yang : (1) Tidak muncul dalam
PRP, (2) tidak mengalami gaya seperti sentrifugasi dan pengadukan, (3) tidak
terkena agen agregasi. Agregasi awal dikurangi dari total agregasi untuk
memberikan hasil yang dikoreksi. Koreksi yang diterapkan adalah sebagai berikut
(Velaskar & Chitre, 1982)
Penilaian agregasi trombosit pada menit tertentu dihitung berdasarkan
rumus di bawah ini (rumus Velaskar)
Keterangan :
% Agregasi trombosit = % Agregasi trombosit ialah agregasi
trombosit yang dihitung pada masing-masing preparat apus darah
tepi (yang menggunakan induktor epinefrin maupun yang tanpa
menggunakan induktor)
Agregasi dengan koreksi = (% 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙−% 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙) × 100
100−% 𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙
% Agregasi Trombosit = 𝑡𝑟𝑜𝑚𝑏𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑠𝑖 ×100 %
𝑇𝑟𝑜𝑚𝑏𝑜𝑠𝑖𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
23
% Agregasi trombosit dengan koreksi = % Agregasi trombosit
dengan koreksi ialah hasil perhitungan agregasi trombosit dengan
memasukan hasil % agregasi trombosit pada preparat dengan
epinefrin dan preparat tanpa epinefrin ke dalam rumus untuk
mendapatkan hasil agregasi trombosit yang terkoreksi.
Velaskar menggunakan prosedur ini dengan mengikuti dari sebelum
diberi induktor, dan menit ke menit setelah diberi induktor. Agregasi
trombosit maksimal tercapai mulai menit ke-3. Hal ini terlihat pada grafik
di bawah ini.
Sumber : (Velaskar & Chitre, 1982)
Gambar 2.5 : Grafik agregasi trombosit dalam % pada berbagai interval waktu
setelah pemberian Induktor Adrenalin (epinefrin) 1 mg/mL.
24
Dari grafik diatas bisa dilihat bahwa agregasi trombosit maksimal tercapai
pada menit ke -3
2.1.7 Sediaan Apus Darah Tepi
Pemeriksaan SADT diperlukan untuk menunjang diagnosis penyakit
hematologis, penyakit non-hematologis, memantau efek terapi, dan untuk
mengetahui ada tidaknya efek samping dari terapi. Informasi yang didapat dari
pemeriksaan SADT tergantung pada kualitas pembuatan apusan, pewarnaan, dan
pembacaan yang sistematis (Dalimoenthe, 2002). Bahan pemeriksaan yang
digunakan berasal dari vena atau kapiler, lalu dihapuskan pada objeck glass (Wahid
& Purwaganda, 2015).
2.1.7.1 Ciri-ciri Sediaan Apus Darah Tepi yang Baik
Pemeriksaan SADT yang digunakan untuk menghitung agregasi trombosit harus
dibuat dan dipulas dengan baik agar hasil pemeriksaan yang didapat baik.
Kriteria sediaan apus yang baik menurut Arif M, 2015 adalah sebagai berikut :
1. Lebar dan panjang apusan tidak memenuhi seluruh objeck glass (2/3 dari
panjang objeck glass).
2. Ada bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, letak eritrosit berdekatan
tetapi tidak bertumpukkan.
3. Rata, tidak bergaris-garis dan tidak berlubang-lubang.
25
4. Mempunyai bagian kepala dengan keadaan eritrosit saling bertumpukan,
bagian badan eritrosit terdistirbusi secara merata dan struktur tiga dimensi
mudah untuk diamati, sedangkan bagian ekor eritrosit tersebar tetapi
struktur tiga dimensi sulit untuk diamati.
2.1.7.2 Morfologi SADT
Morfologi sediaan apus darah tepi dibagi menjadi kepala, badan, dan ekor. Bagian
badan terdapat enam zona (daerah baca), yaitu zona I ada di dekat kepala sampai zona
VI di dekat ekor (Santosa, 2010).
Pembagian zona pada sediaan apus darah tepi berdasarkan susunan populasi sel
darah merah (Afida, 2005) :
1. Zona I disebut zona ireguler, menempati 3% dari seluruh badan SADT,
distribusi sel darah merah tidak teratur dan kadang padat bergerombol.
Gambar 2.6 : Ciri-ciri Sediaan Apus Yang baik
Sumber : (Arif, 2015)
26
2. Zona II disebut zona tipis, menempati 14% dari seluruh badan SADT,
distribusi sel darah merah tidak teratur, saling berdesakan dan bertumpuk.
3. Zona III disebut zona tebal, menempati 45% dari seluruh badan SADT,
distribusi sel darah merah bergerombol rapat dan padat.
4. Zona IV disebut zona tipis, menempati 18% dari seluruh badan SADT,
kondisi sama dengan zona II tetapi lebih tipis.
5. Zona V atau zona regular, menempati 11% dari seluruh badan SADT, sel-
sel tersebar merata, bentuk masih asli, dan tidak saling bertumpuk.
6. Zona VI atau zona tipis, menempati 9% dari seluruh badan SADT, sel-sel
tersusun lebih longgar dan berderet.
2.1.8 Penggunaan Epinefrin sebagai Induktor Pada Pemeriksaan Agregasi
Trombosit
Pemeriksaan fungsi agregasi trombosit dengan sediaan apus darah
tepi ini dapat menggunakan induktor Kolagen dan adrenalin (Epinefrin
1mg/mL). Adrenalin mempunyai sifat sebagai induktor lemah seperti ADP
(Kaplan, Dauzier, & Rose, 1981), mudah didapatkan dan tersedia di semua
pelayanan pengobatan sampai tingkat puskesmas dan murah.
Gambar 2.7 : Zona-zona pada Sediaan Apus Darah Tepi
Sumber : (Budiwiyono, 1995)
27
Epinefrin telah dilaporkan mampu mempotensiasi respon agregasi
trombosit agonis lainnya. Kemampuan epinefrin sendiri untuk
menyebabkan agregasi trombosit in vitro, sangat tergantung pada
metabolisme asam arakidonat oleh jalur siklooksigenase (Best, Holland,
Jones, & Russell, 1980). Epinefrin mendorong jalur agregasi tromboksan-
independen yang diinduksi ADP tanpa menyebabkan pelepasan nukleotida
(Cameron & Ardlie, 1982).
Epinefrin memiliki tiga efek berbeda pada trombosit tergantung
pada konsentrasinya. Pertama, pada konsentrasi tinggi Epinefrin
menghasilkan agregasi maksimal dalam dua fase. Agregasi ini tidak
menunjukkan pembalikan setidaknya selama 5 menit. Konsentrasi
menengah Epinefrin menghasilkan fase tunggal yang juga tidak dapat
diubah. Pada konsentrasi yang lebih rendah daripada yang menghasilkan
agregasi yang dapat diamati, potensiasi masih terlihat namun belum
maksimal. Ini menunjukkan bahwa efek epinefrin melibatkan α-receptor.
(Mills & Roberts, 1967)
2.1.8 Penggunaan kolagen sebagai induktor pada peeriksaan agregasi
trombosit
Kolagen adalah aktivator trombosit yang kuat dan memainkan peran
penting untuk menghentikan perdarahan selama cedera pembuluh darah
ketika kolagen terpapar dalam matriks subendotelial. Aktivasi trombosit
yang diinduksi kolagen dimediasi melalui glikoprotein reseptor kolagen
trombosit utama (GP) VI. kolagen digunakan dalam 0.3, 1 dan 3μg / mL.
28
Trombosit yang terpapar dengan kolagen dosis rendah, 0,3 μg / mL, tidak
menunjukkan agregasi, atau sangat sedikit, dan tidak ada sekresi granula
padat. Dengan kolagen 1μg / mL, agregasi dan sekresi granula padat
berkisar dari respons rendah hingga tinggi. Pada kolagen dosis tinggi, 3μg /
mL, respons agregasi tinggi dan sekresi granula padat terdeteksi pada semua
individu. Jejak asli representatif dari agregasi platelet dan sekresi granula
padat sebagai respons terhadap 0,3-3 μg / mL kolagen ditunjukkan pada
Gambar. 1A. (Lindkvista, et al., 2018).
2.1.9.1. Kolagen dari air rebusan ceker ayam
Kolagen merupakan jaringan ikat matriks ekstraseluler yang keberadaannya
berlimpah yaitu sekitar 30% dari total protein. Kolagen terdiri atas 26 tipe yang
salah satunya adalah kolagen tipe I yang merupakan komponen penyusun utama
pada jaringan tendon, tulang, dan kulit (Gelse, et al., 2003). Kolagen tipe II terdapat
pada kartilago dan bagian virous mata. Kolagen tipe III terdapat pada pembuluh
darah. Sekitar 80-90% tipe kolagen yang berada dalam tubuh manusia adalah tipe
I, II, dan III. Komposisi asam amino kolagen yang terdapat pada ceker ayam
didominasi oleh asam amino glisin, asam glutamat, prolin, dan hidroksiprolin
(Hashim et al. 2014).
Kolagen yang terdapat di pasaran saat ini umumnya berasal dari kulit sapi
dan kulit babi. Penggunaan kolagen dari bahan-bahan tersebut memiliki kendala
dari aspek agama (Hashim et al. 2014). Sumber alternatif kolagen yang potensial
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kolagen. Hal ini menyebabkan tingginya
29
potensi ceker ayam sebagai salah satu alternatif dalam pemilihan bahan baku
pembuatan kolagen. Penelitian ini menggunakan ceker ayam sebagai bahan baku
pembuatan kolagen. Penggunaan ceker ayam dikarenakan jumlahnya yang cukup
besar di Indonesia, sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk
dimanfaatkan. Selain itu, kandungan protein yang tinggi juga dapat berpotensi
sebagai sumber kolagen.
Ceker ayam merupakan limbah dari rumah potong ayam dengan volume
limbah yang cukup besar. Berdasarkan data statistik peternakan dan kesehatan
hewan tahun 2017 menunjukkan bahwa jumlah ayam ras pedaging atau boiler
sebanyak1.698.369.000 ekor (Kementan 2017). Dengan demikian potensi jumlah
ceker ayam yang dihasilkan dapat mencapai dua kali lipat dari jumlah ayam
tersebut. Selama ini potensi ceker ayam belum termanfaatkan secara maksimal,
sehingga ceker ayam hanya menjadi limbah dari rumah potong ayam. Salah satu
cara untuk meningkatkan nilai tambah ceker ayam adalah dengan memanfaatkan
kolagen yang terkandung di dalamnya.
Kolagen didapatkan dengan meresbus ceker ayam yang sudah dibersihkan
dan dipotong kukunya lalu direbus pada air bersih dan dibiarkan hingga mendidih
selama 10 menit setelah mendidih, air hasil rebusan dipisahkan dan di saring untuk
menghindari dari kotoran.
30
2.2 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas atau yang mempengaruhi
(Independent) adalah penggunaan induktor epinefrin dan induktor kolagen yang
didapatkan dari air rebusan ceker ayam. Sedangkan untuk variabel terikat atau yang
dipengaruhi (dependent) adalah nilai agregasi trombosit metode Velaskar.
2.3 Hipotesis
Ada perbedaan nilai agregasi trombosit metode Velaskar dengan
menggunakan induktor epinefrin dan induktor kolagen dari air rebusan
ceker ayam.
Nilai agregasi
trombosit dengan
induktor Epinefrin
Pemeriksaan
Agregasi Trombosit
metode Velaskar
Nilai agregasi
trombosit dengan
induktor kolagen
dari ceker ayam
dengan konsentrasi
40%, 30%, dan 20%
Gambar 2.8 : Kerangka Konsep