Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Promosi Kesehatan
2.1.1 Definisi Promosi Kesehatan
Green dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa “Promosi kesehatan adalah
kombinasi upaya-upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan, dan organisasi
untuk mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi hidup yang menguntungkan
kesehatan individu, kelompok, atau komunitas” (susilowati, 2016).
Definisi/pengertian yang dikemukakan Green ini dapat dilihat sebagai
operasionalisasi dari definisi WHO (hasil Ottawa Charter) yang lebih bersifat
konseptual. Rumusan pengertian diatas terlihat dengan jelas aktivitas-aktivitas yang
harus dilakukan dalam kerangka “promosi kesehatan” (susilowati, 2016).
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114 /MENKES/SK/VII/2005
tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, promosi kesehatan
adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya
setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
2.1.2 Tujuan Promosi Kesehatan
Tujuan Promosi Kesehatan dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu :
1. Tujuan promosi kesehatan menurut WHO
a. Tujuan umum
1) Mengubah perilaku individu/ masyarakat dibidang kesehatan
10
b. Tujuan Khusu
1) Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai bagi masyarakat.
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri / kelompok mengadakan
kegiatan untuk mencapai tujuan sehat
3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada (Kholid,2012).
2. Tujuan Operasional
a. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan
perubahan-perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan serta cara
memanfaatkannya secara efisien & efektif.
b. Agar klien/masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada
kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakatnya.
c. Agar orang melakukan langkah2 positip dlm mencegah terjadinya sakit,
mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah
keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat karena penyakit.
d. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana
caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan
kesehatan yang normal ( Kholid, 2012).
2.1.3 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Notoatmodjo (2010b), ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan
(tempat pelaksanaannya):
1. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat. Mencapai perilaku sehat masyarakat,
maka harus dimulai pada tatanan masing-masing keluarga. Teori pendidikan
11
mengatakan, bahwa keluarga adalah tempat persemaian manusia sebagai anggota
masyarakat. Pelaksanaan promosi kesehatan keluarga ini, sasaran utamanya adalah
orang tua terutama ibu. Ibulah di dalam keluarga itu yang sangat berperan dalam
meletakkan dasar perilaku sehat pada anak-anak mereka sejak lahir (Notoatmodjo,
2010b).
2. Promosi kesehatan pada tatanan sekolah
Sekolah merupakan perpanjangan tangan keluarga, artinya, sekolah merupakan
tempat lanjutan untuk meletakkan dasar perilaku bagi anak, termasuk perilaku
kesehatan. Peran guru dalam promosi kesehatan di sekolah sangat penting, karena
guru pada umumnya lebih dipatuhi oleh anak-anak daripada orang tuanya. Sekolah
dan lingkungan sekolah yang sehat sangat kondusif bagi perilaku sehat bagi murid-
muridnya, maka sasaran antara promosi kesehatan di sekloah adalah guru. Guru
memperoleh pelatihan-pelatihan tentang kesehatan dan promosi kesehatan yang
cukup, selanjutnya guru akan meneruskannya ke murid-muridnya (Notoatmodjo,
2010b).
3. Promosi kesehatan pada tempat kerja
Tempat kerja adalah tempat dimana orang dewasa memperoleh nafkah untuk
kehidupan keluarganya, melalui produktivitas atau hasil kerjanya. Selama lebih
kurang 8 jam perhari para pekerja ini menghabiskan waktunya untuk menjalankan
aktivitasnya yang berisiko bagi kesehatannya. Memang risiko yang ditanggung oleh
masing pekerja ini berbeda satu sama lainnya, tergantung pada jenis dan lingkungan
kerja masing-masing karyawan tersebut. Promosi kesehatan ditempat kerja ini dapat
dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau tempat kerja dengan memfasilitasi tempat
12
kerja yang kondusif bagi perilaku sehat bagi karyawan atau pekerjanya
(Notoatmodjo, 2010b).
4. Promosi kesehatan di tempat-tempat umum
Dimaksud dengan tempat umum adalah tempat dimana orang-orang berkumpul
pada waktu-waktu tertentu, misalnya: pasar, terminal bus, stasiun kereta api, bandara,
mall, dan sebagainya. Umum juga perlu dilaksanakan promosi kesehatan dengan
menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku sehat bagi
pengunjungnya, misalnya tersedianya tempat sampah, tempat cuci tangan, tempat
pembuangan air kotor, ruang tunggu bagi perokok dan non-perokok, kantin dan
sebagainya. Pemasangan poster, penyediaan leaflet atau selebaran yang berisi cara-
cara menjaga kesehatan atau kebersihan adalah juga merupakan bentuk promosi
kesehatan (Notoatmodjo, 2010b).
5. Pendidikan kesehatan diinstitusi pelayanan kesehatan
Tempat-tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
poliklinik, tempat praktik dokter, dan sebagainya, adalah tempat yang paling strategis
untuk promosi kesehatan. Sebab pada saat orang baru sakit, atau keluarganya sakit,
maka mereka ini akan lebih peka terhadap informasi-informasi kesehatan terutama
yang berkaitan dengan masalah kesehatannya/penyakitnya, atau masalah kesehatan
keluarganya. Mereka akan mudah menerima informasi, bahkan berperilaku yang
terkait dengan kesehatannya, misalnya mematuhi anjuran-anjuran dari dokter,
perawat, dan petugas kesehatan yang lain (Notoatmodjo, 2010b).
13
2.1.4 Metode dan Teknik Promosi Kesehatan
Pemikiran Dasar Promosi Kesehatan pada hakikatnya ialah suatu kegiatan
atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau
individu. Suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan
kesehatan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya
yaitu metode. Metode harus berbeda antara sasaran massa, kelompok atau sasaran
individual (Ali, 2010).
1. Metode perorangan
Metode ini digunakan apabila antara promotor kesehatan dan sasaran atau
kliennya dapat berkomukasi langsung, baik bertatap muka (face to face) maupun melalui
sarana komunikasi lainnya, misalnya telepon. Cara ini papling efektif, karena antara
petugas kesehatan dengan klien dapat saling berdialog, saling merespons dalam waktu
yang bersamaan. Ketika menjelaskan masalah kesehatan bagi kliennya petugas
kesehatan dapat menggunakan alat bantu atau peraga yang relevan dengan
masalahnya. Metode dan teknik promosi kesehatan individual ini yang terkenal adalah
“councelling” (Notoatmodjo, 2010b).
Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai
masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaaan atau
perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat bagaimana
cara membantunya maka perlu menggunakan bentuk pendekatan (metode) berikut
ini, yaitu
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling) Dengan cara ini kontak antara
klien dan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat
14
digali dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela,
berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut
(mengubah perilaku) (susilowati, 2016).
b. Interview (wawancara) Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan
dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk
mengetahui apakah klien memiliki kesadaran dan pengertian yang kuat tentang
informasi yang diberikan (perubahan perilaku yang diharapkan), juga untuk
menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik
atau belum menerima perubahan yang disampaikan. Jika belum berubah, maka
perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi (susilowati, 2016).
2. Metode kelompok
Dalam memilih metode kelompok, harus mengingat besarnya kelompok sasaran
serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya
akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pada
besarnya sasaran Pendidikan (Notoatmodjo, 2010b).
1) Kelompok Besar, kelompok besar adalaha apabila peserta penyuluhan lebih dari
15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain ceramah dan
seminar (Notoatmodjo, 2010b).
a. Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran pendidikan tinggi maupun rendah. Merupakan
metode dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan. Metode ini
mudah dilaksanakan tetapi penerima informasi menjadi pasif dan kegiatan menjadi
membosankan jika terlalu lama. (Notoatmodjo, 2010b).
15
b. Seminar
Metode ini hanya cocok untuk Pendidikan formal menengah ke atas. Seminar
adalah suatu penyajian (presentasi) dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli
tentang suatu topik yang di anggap penting dan di anggap hangat di masyarakat
(Notoatmodjo, 2010b).
2) Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut kelompok
kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain:
a. Diskusi Kelompok
Metode yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi antara pemberi dan penerima
informasi, biasanya untuk mengatasi masalah. Metode ini mendorong penerima
informasi berpikir kritis, mengekspresikan pendapatnya secara bebas,
menyumbangkan pikirannya untuk memecahkan masalah bersama, mengambil satu
alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah
berdasarkan pertimbangan yang seksama. Dalam diskusi kelompok agar semua
anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk
para peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka dapt berhadap-hadapan atau
saling memandang satu sama lain, misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat.
Pimpinan diskusi juga duduk diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan
yang lebih tinggi. Dengan kata lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama
sehingga tiap anggota kelompok mempunyai kebebasan/ keterbukaan untuk
mengeluarkan pendapat. Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi harus
memberikan pancingan-pancingan yang dapat berupa pertanyaan-petanyaan atau
16
kasus sehubungan dengan topik yang dibahas. Agar terjadi diskusi yang hidup maka
pemimpin kelompok harus mengarahkan dan mengatur sedemikian rupa sehingga
semua orang dapat kesempatan berbicara, sehingga tidak menimbulkan dominasi dari
salah seorang peserta (Notoatmodjo, 2010b).
b. Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok, yang diawali dengan
pemberian kasus atau pemicu untuk menstimulasi tanggapan dari peserta. Prinsipnya
sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaan pemimpin
kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan
jawaban atau tanggapan (curah pendapat). Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut
ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta
mencurahkan pendapatnya, tidak boleh dikomentari oleh siapa pun. Baru setelah
semua anggota dikeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, dan
akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2010b).
c. Bola Salju (Snow Balling)
Metode dimana kesepakatan akan didapat dari pemecahan menjadi kelompok
yang lebih kecil, kemudian bergabung dengan kelompok yang lebih besar. Kelompok
dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) dan kemudian dilontarkan suatu
pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2pasang bergabung
menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini
bergabung lagi dengan pasangan lainnya, demikian seterusnya sehingga akhirnya akan
terjadi diskusi seluruh anggota kelompok (Notoatmodjo, 2010b).
17
d. Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz group) yang
kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok
lain, Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut, Selanjutnya hasil dan
tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya (Notoatmodjo,
2010b).
e. Role Play (Memainkan Peranan)
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran
tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter Puskesmas, sebagai
perawat atau bidan, dan sebagainya, sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau
anggota masyarakat. Mereka memperagakan, misalnya bagaimana interaksi atau
berkomunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas (Notoatmodjo, 2010b).
f. Permainan Simulasi (Simulation Game)
Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diakusi kelompok.
Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti
permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli, dengan
menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah), selain beberan atau papan main. Beberapa
orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber
(Notoatmodjo, 2010b).
18
g. Bibliotherapy
Bibliotherapy merupakan proses bibliotherapeautic meliputi suatu seri
aktivityas penggunaan buku dalam treatment, yang di tujuakan untuk menggerakkan
seseorang agar bisa menyeleasaikan masalah. Penggunaan bibliotherapy dilakukan
dengan sepuluh tahap seperti mengembangkan rapport, rasa saling percaya, dan rasa
percaya diri dengan siswa, b. mengidentifikasi personil lain yang bisa membantu, 3
menggunakan dukungan dari orang tua, 4 menetapkan atau membatasi masalah
tertentu yang dialami siswa, 5 menentukan tujuan yang ingin dicapai dan kegiatan
yabg dapat mengatasi masalah, 6 meneliti dan melilih buku yang sesuai dengan situasi,
7 memperkenalkan buku kepada siswa, 8 menggabungkan kegiatan membaca, 9
mengimplementasikan kegiatan pasca membaca, 10 mengevaluasi (prater et al, 2006).
3. Metode massa
Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk mengkomunikasikan
pesanpesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau
publik. Dengan demikian cara yang paling tepat adalah pendekatan massa.
Oleh karena sasaran promosi ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan
golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan,
dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pendekatan ini
biasanya digunakan untuk menggugah awareness (kesadaran) masyarakat terhadap
suatu inovasi, dan belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku.
Namun demikian, bila kemudian dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku
juga merupakan hal yang wajar. Pada umumnya bentuk pendekatan (metode) massa
19
ini tidak langsung. Biasanya dengan menggunakan atau melalui media massa.
Beberapa contoh metode pendidikan kesehatan secara massa ini, antara lain:
a. Ceramah umum (public speaking) Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari
Kesehatan Nasional, Menteri Kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya
berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.
Safari KB juga merupakan salah satu bentuk pendekatan massa (Notoatmodjo,
2010b).
b. Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV
maupun radio, pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa
(Notoatmodjo, 2010b).
c. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan adalah juga merupakan
pendekatan pendidikan kesehatan massa (Notoatmodjo, 2010b).
d. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya
jawab atau konsultasi tentang kesehatan adalah merupakan bentuk pendekatan
promosi kesehatan massa (Notoatmodjo, 2010b).
e. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster, dan sebagainya juga
merupakan bentuk promosi kesehatan massa. Contoh : billboard Ayo ke
Posyandu (Notoatmodjo, 2010b).
2.1.5 Media Promosi kesehatan
Media memiliki multi makna, baik dilihat secara terbatas maupun secara luas.
Munculnya berbagai macam definisi disebabkan adanya perbedaan dalam sudut
pandang, maksud, dan tujuannya. AECT (Association for Education and Communicatian
Technology) dalam Harsoyo (2002) memaknai media sebagai segala bentuk yang
20
dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi. NEA (National Education
Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat,
didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan
tersebut. Sekitar pertengahan abad 20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi
dengan peralatan audio, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran
(susilowati,2016).
Usaha-usaha untuk membuat pelajaran abstrak menjadi lebih konkrit terus
dilakukan. Dalam usaha itu, Edgar Dale membuat klasifikasi 11 tingkatan pengalaman
belajar dari yang paling konkrit sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut
kemudian dikenal dengan nama “Kerucut Pengalaman” (The Cone of Experience) dari
Edgar Dale. Ketika itu, para pendidik sangat terpikat dengan kerucut pengalaman itu,
sehingga pendapat Dale tersebut banyak dianut dalam pemilihan jenis media yang
paling sesuai untuk memberikan pengalaman belajar tertentu (susilowati,2016).
Menurut Edgar Dale, dalam dunia pendidikan, penggunaan media
/bahan/sarana belajar seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman yang
membutuhkan media belajar seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh
pengajar dan “audio-visual” (susilowati,2016).Berdasarkan pada piramida
21
pembelajaran Dale atau dalam bahasa inggris lebih dikenal dengan dengan Cone of
Experience oleh Edgar Dale (1946) diatas, pada sisi kanan piramida pembelajaran
menunjukkan kemampuan yang akan siswa dapatkan yang relatif terhadap jenis
kegiatan atau tingkatan kegiatan yang mereka lakukan (seperti membaca, mendengar,
melihat, dan yang lainnya). Sedangkan angka-angka persentase di sisi kiri piramida
menunjukkan seberapa besar umumnya seseorang dapat mengingat dan memahami
sesuatu sesuai dengan tingkatan jenis kegiatan yang mereka lakukan. Berdasarkan
tingkatan kegiatan diatas maka didapatkan pengalaman sebagai berikut :
1. Pengalaman melalui lambang kata. Pengalaman ini diperoleh dalam buku/ bahan
bacaan.
2. Pengalaman melalui pendengaran, pengalaman ini dapat diperoleh dengan
mendengarkan seseorang, baik secara langsung, melalui radio, atau yang lainnya.
3. Pengalaman melalui gambar visual, pengalaman dari sesuatu yang diwujudkan
secara visual dalam bentuk dua dimensi misalnya lukisan, poster, potret, dan
lainnya.
4. Pengalaman melalui video, pengalaman ini diperoleh dari pemutaran video baik
itu berasal dari televisi maupun dari media lainnya.
5. Pengalaman melalui pameran/situs. Pengalaman tersebut diperoleh melalui
pertunjukan hasil pekerjaan siswa ataupun yang lainnya.
6. Pengalaman melalui demonstrasi, yaitu pengalaman melalui percontohan atau
pertunjukan mengenai suatu hal atau suatu proses
7. Pengalaman melalui karyawisata, contohnya dapat mengajak pembelajar melihat
objek yang nyata di luar dengan maksud memperkaya dan memperluas
pengalaman siswa.
22
8. Pengalaman melalui diskusi, pengalaman ini dapat diperoleh dengan merancang
pembelajaran kelompok, sehingga antar pembelajar dapat saling berbagi atau
bertukar informasi mengenai suatu masalah.
9. Pengalaman tiruan, pengalaman ini diperoleh melalui benda-benda atau kejadian-
kejadian tiruan yang sebenarnya.
10. Pengalaman langsung, pengalaman ini diperoleh dengan berhubungan secara
langsung dengan benda, kejadian, atau objek yang sebenarnya. Pembelajar secara
aktif bekerja untuk memecahkan masalah (susilowati,2016).
Jika meninjau piramida pembelajaran diatas, dapat dilihat secara garis besar,
bahwa pembelajaran itu terbagi menjadi 2, yakni aktif dan pasif. Pada pembelajaran
yang pasif, membaca memberikan andil penguasaan materi dan daya ingat sebesar
membaca 10%, mendengarkan 20%, dan melihatnya secara langsung memberikan
kontribusi sebesar 30%. Namun, melihat pembelajaran aktif, dimana ketika seseorang
mengatakan, mengajarkan, memperagakan, atau berdiskusi, maka hal itu dapat
memberikan 70% pemahaman dan daya ingat terhadap materi yang dikuasai, serta
jika aktif dalam melakukan /mengaplikasikan ilmu maka hal tersebut berkontribusi
90% terhadap pemahaman dan daya ingat kita terhadap sesuatu (susilowati,2016).
Pada tingkatan kegiatan membaca (10 %), mendengar (20%), dan melihat
gambar maupun video (30%), kegiatan ini, menganggap pembelajar sebagai partispan,
sehingga tingkat daya ingat dan pemahamannya pun akan lebih sedikit. Kemudian
pada tingkatan kegiatan adanya pameran/situs dan demonstrasi (50%) serta
karyawisata maupun diskusi (70%), pembelajar diberikan suatu kasus permasalahan,
maka dari itu pembelajar dapat aktif berfikir mengenai permasalahan tersebut. Pada
tingkatan ini masalah yang diberikan masih berupa permasalahan yang konkrit,
23
sehingga pembelajar masih dianggap sebagai partisipan. Selanjutnya pada tingkatan
kegiatan bersimulasi dan melakukan hal nyata (90%), pembelajar turun langsung
untuk mengamati sebuah permasalahan. Tingkat pemahamannya pun lebih besar, dan
disini pembelajar sudah bertindak sebagai pengamat (susilowati,2016).
Selanjutnya berdasarkan sisi kanan piramida pembelajaran Dale ini,
kemampuan yang dicapai pembelajar pada tingkatan kegiatan membaca dan
mendengar adalah hanya pada mampu mendefinisikan, menggambarkan,
mendaftarkan, dan menjelaskan saja, karena pada tingkatan ini kemampuan untuk
memahami dan mengingatnya cukup rendah. Pada tingkat kegiatan melihat gambar,
menonton video, mengahdiri pameran, dan melihat demonstrasi, kemampuan yang
didapatkan adalah mampu menunjukkan, menerapkan, dan mempraktikan, karena
pada tingkat ini pembelajar mendapatkan lebih banyak gambaran dan pengetahuan
khsusunya dalam hal suatu proses. Kemudian yang terakhir pada tinggkat diskusi,
bersimulasi dan melakukan hal nyata, kemampuan yang didapatkan merupakan
kemampuan yang paling tinggi yaitu mampu menganalisis, mampu menentukan,
bahkan hingga mampu membuat , dan mengevaluasi/ menilai sesuatu, karena pada
tingkat ini pembelajar pada dasarnya berperan aktif dalam kegiatan tersebut dan
mempunyai tambahan pengalaman, pengetahuan serta wawasan yang lebih luas,
sehingga memancing pengalaman belajar dengan pemahaman dan daya ingat yang
tinggi (susilowati,2016).
Dengan demikian, hal yang penting untuk diingat bahwa bukan berarti
membaca dan mendengarkan menjadi pengalaman belajar yang tidak berharga, hanya
saja ketika dapat melakukan hal yang nyata menyebabkan pemahaman dan daya ingat
yang tinggi, maka diyakini bahwa semakin banyaknya indera yag digunakan, semakin
24
bersar kemampuan kita untuk memahami dan mengingat sesuatu dari pengalaman
belajar tersebut (susilowati,2016).
2.1.6 Peran media promosi Kesehatan
Bagaimana peranan media dalam promosi kesehatan? Berdasarkan definisi
diatas kita paham bahwa media sangat penting peranannya dalam pelaksanaan
penyuluhan kesehatan, karena:
1. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3. Media dapat memperjelas informasi.
4. Media dapat mempermudah pengertian
5. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
6. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata.
7. Media dapat memperlancar komunikasi (Kholid, 2012).
2.1.7 Jenis Media Promosi Kesehatan
Berdasarkan peran-fungsinya sebagai penyaluran pesan / informasi
kesehatan, media promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yakni :
1. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran
sejumlah , gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini
adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan
pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi
kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup
banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik,
25
mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan
mudah terlipat (susilowati,2016).
2. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan
didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam
media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD, internet (computer
dan modem), SMS (telepon seluler). Seperti halnya media cetak, media elektronik ini
memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal
masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajiannya
dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan
dari media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih
untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan
berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya (susilowati,2016).
3. Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun
elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar
lebar, umbul-umbul, yang berisi pesan, slogan atau logo. Kelebihan dari media ini
adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan,
bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat
dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya
lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang,
26
peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan
dan keterampilan untuk mengoperasikannya (susilowati,2016).
4. Media lain seperti :
a. Iklan di bus
b. Mengadakan event, merupakan suatu bentuk yang di adakan di pusat
perbelanjaan atau hiburan yang menarik perhatian pengunjung
c. Road show, suatu kegiatan yang di adakan di beberapa tampat.
d. Sampling, contoh produk yang di berikan kepada sasaran secara gratis
e. Pameran, suatu kegiatan untuk menunjukkan informasi program dan pesan-
pesan promosi (susilowati,2016).
2.2 Konsep Bibliotherapy
2.2.1 Definisi Bibliotherapy
Bibliotherapy adalah proses terapi dengan menggunakan buku untuk
membantu anak memikirkan, memahami, dan bekerja melalui masalah sosial dan
emosional (Akinola, 2014). Coombs (2000 dalam ogrenir, 2013) "Bibliotherapy
adalah teknik yang menggunakan literatur untuk membantu siswa mengembangkan
kesadaran diri dan untuk lebih memahami masalah mereka.
2.2.2 Tujuan Bibliotherapy
Bibliopterapi bertujuan untuk mempengaruhi pembaca seperti hal di bawah
ini:
1. empati;
2. sikap positif;
3. penyesuaian pribadi dan sosial;
27
4. citra diri positif;
5. kepentingan baru;
6. toleransi, rasa hormat, dan penerimaan orang lain;
7. menyadari bahwa ada yang baik di semua orang;
8. perilaku yang diterima secara sosial;
9. Pemeriksaan nilai moral, yang bisa berakibat pada pengembangan karakter
masalah (Cornett & Cornett, 1980 dalam McCulliss, D & Chamberlain, D.
2013).
Bibliotherapy juga bisa menginduksi perubahan kognitif pada pembaca, yang
telah dijelaskan sebagai berikut :
1. meningkatkan kemampuan berpikir kritis;
2. perspektif dan universalitas masalah;
3. wawasan tentang perilaku dan motif manusia;
4. peningkatan kapasitas untuk evaluasi diri;
5. penalaran tingkat tinggi;
6. Perencanaan yang cermat sebelum mengambil tindakan yang disengaja;
7. Pilihan dan solusi alternatif dalam pemecahan masalah (Cornett &
Cornett, 1980 dalam McCulliss, D & Chamberlain, D. 2013).
2.2.3 Sejarah Bibliotherapy
Bibliotherapy berasal dari kombinasi dua kata Yunani, biblion (Berarti buku)
dan therapeia (berarti penyembuhan). Istilah bibliotherapy diciptakan Pada tahun
1916 oleh Samuel McChord Crothers (1916), seorang menteri Unitarian dan esais.
Sejarah dari bibliotherapy berawal dari perang dunia I (pertama) ketika para tentara
28
mengalami luka lalu diberi buku konten emosional untuk dibaca agar dapat
menenangkan dan membantu mereka mengungkapkan perasaan.
Selama berabad-abad, buku telah di gunakan sebagai sumber daya untuk
membantu orang mengatasi masalahnya dan sumber untuk meningkatkan kualits
hidup. Pada masa kuno pertumbuhan lewat membaca telah di akui, perpustkaan di
gambarkan sebagai “the healing pleace of soul” tempat penyembuhan jiwa. Schrank and
angel (1981) menyatakan bahwa praktek biblioterapy di gunakan sebagai sumber
bantuan untuk pengajaran dan penyembuhan si masa kuno.
Biblioterapy baru belakangan ini mendapat pengakuan sebagai sebuah
pendekatan treatment. Di mulai pada masa abad 20. Sejumlah artikel muncul dalam
literature professional pada tahun 1940’ artikel ini sering memfokuskan pada validitas
psikologi dari Teknik treatment baru ini (Biblioterapy) (berntein,1983). Selama tahun
1950 beberapa pemikiran yang berkaitan dengan bibliotherapy di buat oleh shrodes
(1949), yang menguji status seni ini yang sangat mempengaruhi pandangan filosofi.
Definisi awal shrodes tentang bibilioterapi yaitu as a process of dynamic interaction
between the personality of the reader and literature under the guidenance of trainer
helper (proses dari interaksi dinamis antara kepribadian pembaca dengan literature
yang mendasari bimbingan dari helper terlatih).pardeck (1989) berpendapat bahwa
bibliotherapy tidak harus merupakan proses yang perlu di arahkan oleh trapis terlatih.
Sebagai mana kemudian dinyatakan dalam bukunya, bibliotherapy dapat di lakukan
oleh individu yang tidak terlatih sebagai terapis. Sebagai contoh orang tua atau guru
yang di gunakan untuk membantu anak mengatasi masalah yang berhubungan denan
perkembangan dan penyesuaian pribadi.
29
Pada tahun 1960, hanning dan handerson (1963) melakukan penelitian
ekstensif tentang dampak biblioterapy terhadap kedekatan remaja penyalah guna
obat-obatan dengan pembebasan bersyarat. pene
2.2.4 Manfaat Bibliotherapy
Adapun manfaat dari Bibliotherapy yaitu dapat membantu anak
menyesuaikan diri untuk mengatasi kesulitan atau permasalahan yang mereka hadapi
(Akinola, 2014). Bibliotherapy bisa membuat seseorang memperoleh pemecahan
suatu masalah, strategi pengalaman tersebut didapatkan dalam karakter buku dan
dapat mengidentifikasi bagaimana karakter tersebut dalam buku yang berkaitan
dengan kegelisahan dan kekecewaan bahwa mereka juga mungkin akan menghadapi
masalah tersebut. Buku dapat memberikan wawasan dalam solusi alternatif atau
program tindakan yang mungkin mereka ambil. Melalui media bibiotherapy, anak-
anak yang lebih baik dapat belajar untuk memecahkan masalah karena mereka
melihat karakter dalam sebuah buku untuk memecahkan masalah (Darmawan, 2012).
2.2.5 Tahapan-tahapan dalam Bibliotherapy
Aiex (1993, Olsen 2006)menyaranakan lima tahap penerapan bibliotherapy,
baik di gunakan secara perorangan maupun kelompok. Llima tahap penerapannya
sebagai berikut.
1. Pertama : awali dengan motiva. Terapis dapat memberika kegiatan
pendahuluan seperti permainan atau baermain peran yang dapat memotivasi
peserta untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan terapi 10 menit.
30
2. Kedua : berikan waktu yang cukup. Terapis mengajak peserta untuk membaca
bahan-bahan bacaan yang telah di siapkan hingga selesai. Yakinkan trapis
telah akrap dengan bahan-bahan bacaan yang di sediakan selama 25 menit.
3. Ketiga : lakukan inkubasi. Terapis memberikan waktu pada peserta untuk
merenungkan materi yang baru mereka baca selama 10 menit.
4. Ke empat : tindak lanjut. Lakukan metode diskusi sealma 10 menit. Lewat
diskusi peserta mendapatkan ruang untuk saling bertukar pandangan
sehingga mumunculkan gagasan baru. Lalu trapis membantu peserta untuk
merealisasikan pengetahuan itu dalam hidupnya
5. Kelima evaluasi : evaluasi di lakukan secara mandiri oleh peserta. Hal ini
memancing peserta untuk memperoleh kesimpulan yang tuntas dan
memahami arti pengalaman yang di alami selama 5 menit.
2.2.6 Buku bacan anak untuk Bibliotherapy
Bahan bacaan yang digunakan dalam bibliotherapy harus sesuai dengan
tingkat kemampuan membaca dan pemahaman anak (Suparyo, 2010; Shinn 2007),
dan tulisan harus menarik. Dalam memilih buku juga harus sesuai dengan umur dan
tingkat perkembangan anak (Stauart & Laraia, 2005). Tema bacaan seharusnya sesuai
dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi dari klien dan karakter dalam buku harus
dapat dipercaya serta mampu memunculkan rasa empati. Alur kisah juga seharusnya
realistis dan melibatkan kreativitas dalam menyelesaikan masalah (Suparyo, 2010).
Memilih buku dan karakter cerita yang benar, dapat memandu anak mengatasi
disstress atau tantangan (Pehrsson et al, 2007 dalam Goddar 2011). Bahan bacaan
dapat berupa buku, artikel, puisi dan majalah. Pemilihan bahan bacaan tergantung
pada tujuan dan tingkat intervensi yang diinginkan (Suparyo, 2010). Secara garis
31
besar, bahan bacaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu didaktif dan imajinatif
(Suparyo, 2010). Bahan bacaan didaktif memfasilitasi suatu perubahan dalam individu
melalui pemahaman diri yang lebih bersifat kognitif, pustakanya bersifat instruksional
dan mendidik, seperti buku ajar dan buku petunjuk, materi-materinya adalah
bagaimana suatu perilaku baru harus dibentuk atau dihilangkan, bagaimana mengatasi
masalah, relaksasi dan meditasi. Bahan bacaan imajinatif atau kreatif merujuk pada
presentasi perilaku manusia dengan cara yang dramatis. Kategori ini meliputi novel,
cerita pendek, puisi, dan sandiwara (Suparyo, 2010).
2.3 Konsep Anak
2.3.1 Definisi Anak
Merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain
mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses
perkembangan anak memiliki ciri fisik, kongnitif, konsep diri, pola koping dan
perilaku sosial (Hidayat, 2009).
2.3.2 Tahap tumbuh kembang Anak Sekolah
Tumbuh Kembang merupakan maninfestasi dari perubahan morfologi,
biokimia, dan fisiologis yang terjadi sejak konsepsi samapai dewasa/ matang.
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitait yaitu bertambahnya
32
jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. (sotjiningsih dan
ranuh,2013)
Perkemabngan (development) adalah perkembangan yang bersifat kuntitatif dan
kualitatitif diamana bertambahnya kemampuan dan sturktur fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil
dari proses diferensiasisel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang
terorganisasi. Perkembangan menyangkut proses diferesiasi sel tubuh, jaringan, organ
dan system organ yang berkembang sehingga dapat memenuhi fungsinya.
(sotjiningsih dan ranuh,2013)
Tumbuh kembang anak usia sekolah dibagi menjadi 5 tahap yaitu sebagai
berikut :
1. Perkembengan Kognitif
Perkembangan kognitif berhubungan dengan perkembangan cara anak untuk
mencari alasan perfikit, membentuk Bahasa, memecahkan masalah, dan menambah
pengetahuan. (sotjiningsih dan ranuh,2013) Perubahan kognitif memberikan
kemampuan untuk berfikir secara logis tentang waktu dan lokasi untuk memahami
hubungan antara benda dan pikiran. Anak telah dapat membayangkan suatu peristiwa
tanpa harus mengalaminya terlebih dahulu (Hockenberry & Wilson, 2007).
Jean Piaget anak-anak perfikir dengan cara berbeda disbanding orang
dewasa dan menetapkan suatu teori pertahapan yaitu :
1. Tahap sensorik motor 0-2 tahun (Sensorimotor Stage)
Tahap sensorik motor anak belajar hanya melibatkan panca indra, dimana
anak untuk mengetahui dunia mengandalkan gerak dan panca indra melalui meraba,
33
melihat mendengar dan merasakan. Tahapan dalam sensorimotor di bagi menjadi 6
tahap yaitu:
a. Reaksi reflek (lahir – 1 bulan)
b. Reaksi sekuler primer (1-4 bulan). Kamampuan belajar menggunakan anggota
tubuh sendiri
c. Reaksi sekuler sekunder (4-8 bulan). Kemampuan bayi berorientasi pada
benda yang bergerak.
d. Reaksi sekuler sekunder (8-12 bulan). Kemampuan mengkombinasi apa yang
sudah dipelajari.
e. Reaksi tersier (12-18 bulan). Bayi mulai minatnya pada benda yang dilihatnya.
f. Internalisasi (18-24 bulan). Perubahan dari taraf sensori motoric menjadi taraf
simbolis.
2. Tahap Praoperasional 2-7 tahun (Preorerational Stage)
Tahap ini, anak mulai memiliki konsep secara stabil penalaran mulai muncul,
egosentrisme mulai timbul, melihat suatu dari sudut pandang dirinya sendiri. Pieget
membagi tahapan praoperasional menjadi dua bagian yaitu tahap fungsi simbolis (2-4
tahun) merupakan egosentrime dimana melihat suatu sudut pandang pada diri sendiri
dan tahap pemikiran intuitif (5-7 tahun) anka secara perlahan mulai berfikir dalam
pembelajaraan di kelas menggunakan konseptualisasi dimana pada tahap ini
representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri tidak kepada
penalaran. Ciri-ciri tahap perkembangan preoperasional :
a. Umur 2-4 tahun merupakan tahap berfikir prekonseptual dan 4-7 tahap
befikir intuitif
34
b. Tahap prekonseptual memungkinkan representasi sesuatu dengan Bahasa,
gambar, dan permainan khayalan. Penilaian dan pertimbangan anak pada
tahap intuitif didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri.
c. Belum mampu berfikir induktif maupun deduktif
d. Mampu memanipulasi benda-benda konret.
3. Tahap Operasional konkrit (7-11 tahun)
Anak mulai memiliki kemampuan berpikir logis dengan syarat ada gambar
/obyek konkrit yang menjadi sumber berpikirnya ada secara nyata. Piagit
mengklaim bahwa sebelum mulai tahap ini ide anak-anak tentang objek yang
berbeda dibentuk dan di dominasi oleh penampilan objek. Anak-anak pada
tahap ini di kelompokkan kedalam taraf berfikir konkrit yaitu memerlukan
bantuan benda-benda konkrit atau berfikir semi konkrit yaitu dapat mengerti
jika di bantu dengan bantuan gambar benda konkrit.
4. Tahap operasional formal (11 tahun)
Anak akan berfikir secara abstrack dan imajinasi seperti kemampuan
mengemukakan ide / gagasan, memprediksi kejadian. Hal ini memungkinkan
remaja untuk melewati dunia realita yang konkrit ke dunia kemungkinan dan
untuk beroperasi secara logis pada symbol dan informasi yang tidak selalu
mengacu pada objek dan peristiwa di dunia nyata.
Beberapa factor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak usia dini :
1. Kematangan
Kematangan merupakan factor internal yang mempengaruhi perkembangan
kognitif anak. Anak mempunyai waktu kematangan masing-masing. Anak
yang telah matang siap untuk melakukan sesuatu.
35
2. Pengalaman
Perkembangan kognitif anak di pengruhi oleh pengalaman belajar anak.
Menurut edgare dale pengalaman belajar seseorang yang di dapatkan dari jenis
kegiatan yang di lakukan dapat mengingat dan memahami berdasarkan
kegitan seperti membaca 10% pendengaran 20 %, rangsangan visual 30 %
dan pengalaman melalui diskusi 70%.
3. Interaksi dengan lingkungan
Interaksi dengan orang lain teman sebaya ataupun orang dewasa. Interaksi
sosial membuat pemikiran anak akan berkembang sesuai dengan
perkembangan kognitif menurut piagit
4. Lingkungan yang mendukung
Lingkungan yang nyaman akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Lingkungan yang susuai akan meninkgtakan kretivitas dan keterampilan
motoric diperlukan media yang sesuai dan media tersebut sebagai media
belajar.
2. Perkembangan Pengamatan Visual dan imajinasi.
Kajian Psikologi terdapat fungsi-fungsi kepribadian anak yang bersifat
kejiwaan yang perlu mendapat pengembangan. Fungsi tersebut adalah fungsi
perhatian, fungsi pengamatan, fantasi, tanggapan, ingatan, pikiran, perasaan
dan fungsi kemauan (sama’un bakry, 2005 dalam nur saidah) fungsi yang
dapat di kembangkan lebih lanjut dengan memanfaatkan media ilustrasi
antara lain fungsi pengamatan, perhatian dan fantasi.
Pengamatan dan perhatian merupakan aspek tingkah laku yang
mempunyai peranan penting dalam proses pembelan. Pengamatan
36
merupakan salah satu bentuk perilaku kognitif, yaitu suatu proses mengenal
lingkungan dengan menggunakan alat indra.
Anak usia 5-7 tahun yang memasuki bangku sekolah bentuk gambar
mendapat perhatian . perkembangan persepsi visual dan pendengarannya
meningkat cepat meski masih terbatas pada pemahaman konkrit.
Perkembangan atensinya lebih mengena pada hal-hal yang terlihat mencolok
berbeda dari hal-hal yang relevan. Sehingga gambar kartun yang lucu lebih
menarik perhatian dari pada foto yang relistis.
Usia 7-11 tahun anak memasuki periode began (schematic period). Anak
mulai menggamabar objek dalam suatu hubungan dengan objek lain. Konsep
ruang mulai nampak dengan pengaturan hubungan natara objek dan ruang.
Tahap ini anak mulai menyadari warna secara objektif, adanya hubungan
antara warna dan obyek.
Usia 11 tahun Pada periode awal realisme (early realism), pengamatan visual
anak mulai berkembang, anak mulai memperhatikan detail. Karakterisasi
warna mulai mendapat perhatian. pada tahap ini mulai tampak adanya
kesadaran mendekorasi obyek. Anak mulai menemukan keindahan alamiah
dari benda-benda di sekelilingnya.
3. Perkembangan Bahasa
Perkembangan Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respon
terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara sepontan. Kemampuan
komunikasi pada manusia mempunyai fungsi tertinggi dibandingkan dnegan
hewan.komunikasi tidak hanya bicara, tetapi perilaku non verbal seperti
mimik wajah dan sikap tubuh. Perdengaran dan komunikasi saling terkait
sehiungga diperlukan intelektual tinggi untuk mengerti dan berbicara.
37
Perkembangan Bahasa meliputi komprehensi, ekspresi, simbolik, dan non
verbal komunikasi (sotjiningsih dan ranuh,2013).
Peningkatan penggunaan bahasa dan perluasan pengetahuan
strukturalnya. Mereka memahami peraturan bahasa, frase, dan kalimat.
Mereka juga mampu mengidentifikasi generalisasi dan pengecualian terhadap
aturan tersebut. Mereka memahami bahwa bahasa merupakan alat
penyampaian untuk menggambarkan dunia secara subjektif dan mereka
memahami bahwa kata-kata memiliki arti yang relatif dan bukan absolut.
Mereka dapat menggunakan kata yang berbeda untuk objek atau konsep yang
sama, selain itu juga memahami bahwa suatu kata memiliki berbagai arti.
Perkembangan perbendaharaan kata sangat berhubungan dengan kegiatan
membaca
4. Perkembangan Fisik
Kecepatan pertumbuhan pada usia sekolah awal bersifat perlahan dan
konsisten sebelum terjadinya lonjakan pertumbuhan pada usia remaja. Anak
usia sekolah tampak lebih langsing dibandingkan anak usia pra-sekolah karena
perubahan distribusi dan ketebalan lemak. Kecepatan pertumbuhan bervariasi
pada berbagai anak. Peningkatan tinggi badan sekitar 2 inci (5 cm) pertahun,
dan berat badan meningkat sekitar 4 sampai 7 pon (1,8 sampai 3,2 kg) per
tahun. Banyak anak yang mengalami peningkatan berat badan dua kali lipat,
dan sebagian besar anak perempuan mendahului anak laki-laki dalam
pertambahan tinggi dan berat badan pada akhir usia sekolah (Hockenberry &
Wilson, 2007).
5. Perkembangan Psikososial
38
Pada masa ini, anak mencoba memperoleh kompetensi dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk berfungsi kelak pada usia dewasa. Mereka yang memperoleh
kegagalan sering merasa rendah diri atau tidak berharga sehingga dapat
mengakibatkan penarikan diri dari sekolah maupun kelompok temanya. Anak usia
sekolah mulai mendeskripsikan diri mereka berdasarkan karakteristik internal. Mereka
mulai mendefinisikan konsep diri dan membangun kepercayaan diri yang merupakan
suatu evaluasi mereka mendefiniskan pencapaian diri berdasarkan perbandingan
dengan pencapaian orang lain (Santrock, 2007).
6. Perkembangan Moral
Kebutuhan akan nilai moral dan sosial semakin dirasakan oleh anak usia
sekolah. Mereka menganggap peraturan sebagai prinsip kehidupan yang penting.
Pada usia awal sekolah, mereka masih menginterpretasikan peraturan sebagai hal yang
harus dita’ati. Seiring pertumbuhannya, mereka mulai membangun pertimbangan
yang lebih fleksibel dan mengevaluasi peraturan untuk penerapannya dalam situasi
tertentu sekolah (Potter & Perry, 2009).
2.4 Konsep Perilaku
2.4.1 Definisi Perilaku
Menurut Herri zan petter (2010 dalam adliyani, 2015) Perilaku adalah reaksi
manusia akibat kegiaan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perilaku dari aspek
biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup
yang baersangkutan. Menurut Skinner (1938, dalam Notoatmodjo, 2010b)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia melalui proses: Stimulus-
Organisme-Respon, sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”.
39
2.4.2 Klasifikasi Perilaku
Berdasarkan teori SOR skinner maka perilaku manusia dapat di kelompokka
menjadi :
1. Perilaku Tertutup (Cover Behavior) adalah perilaku tertutup terjadi bila
respon terhadap stimulus tersebut maish belum dapat diamati oleh orang
lain (Kholid, 2012)
2. Perilaku terbuka (over behavior ) adalah perilaku terbuka terjadi bila respon
terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktek yang dapat
di amati oleh orang lain dari luar ataupun observable behavior (Kholid,
2012)
2.4.3 Faktor-faktor yang berperan dalam Perubahan Perilaku
Pola-pola perilaku dapat di bentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan
(reinforcement) dengan mengkondidikan atau menciptakan stimulus-stimlus
(rangsangan) dalam lingkungan. Mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya
perilaku individu dapat di gambarkan dalam bagan berikut : S (stimulus), R (respon),
dan O (organisme). Karena stimulus datang dari lingkungan (W=world) dan R
(respon) maka mekanisme terjadi dan berlangsungya dapat di lengkapkan seperti
tampak dalam bagan berikut ini W>S>O>R>W. (Kholid, 2012)
Notoatmodjo (2010a) strategi program-program kesehatan, agar diperoleh
perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat diperlukan
usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan
perilaku tersebut oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga.
1. Menggunakan kekuatan (Enforcement)
40
Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia
mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh
menggunakan cara-cara kekuatan baik fisik maupun psikis, misalnya dengan cara
mengintimidasi atau ancaman-ancaman agar masyarakat atau orang mematuhinya.
Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut
belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau
belum didasari oleh kesadaran sendiri (Notoatmodjo, 2010a).
2. Menggunakan kekuatan peraturan atau hukum (Regulation)
Perubahan perilaku masyarakat melalui peraturan, perundangan, atau
peraturan-peraturan tertulis ini sering juga disebut “law enforcement” atau “regulation”.
Artinya masyarakat diharapkan berperilaku, diatur, melalui peraturan atau undang-
undang secara tertulis (Notoatmodjo, 2010a).
3. Pendidikan (Education)
Perubahan perilaku kesehatan melalui cara pendidikan atau promosi
kesehatan ini diawali dengan cara pemberian informasi-informasi kesehatan.
Memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara
pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Pengetahuan-
pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan
menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu.
Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi
perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka
sendiri (bukan karena paksaan) (Notoatmodjo, 2010a).
41
2.4.4 Domain Perilaku
(Benyamin 1908, dalam Notoatmodjo, 2010b) membedakan adanya 3 area,
wilayah, ranah atau domain perilaku ini, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan
psikomotor (psychomotor). Perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain
oleh Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3
tingkat ranah perilaku sebagai berikut:
1. Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh melalui indra pendengaran dan penglihatan.
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi sebelumnya untuk mengingat
kembali terhadap sesuatu yang spesifik akibat rangsakan yang telah di terima
(kholid,2012). Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil memori) yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.(Notoatmodjo, 2010)
42
b. Memahami (comprehension)
memahati diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan suatu objek
dengan benar sesuai yang di ketahui dan mampu menginterpretasikan secara
banar.(kholid,2012)
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi real.(kholid,2012)
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Kemampuan analisis dapat
dilihat dari pengguanaan kata kerja, mengelompokkan.(kholid,2012)
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk menghubungkan atau
meletakkan bagian-bagian dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki. Kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada
(kholid,2012).
Menurut Notoatmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara
lain, yaitu :
a Faktor Pendidikan Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka
akan semakin mudah untuk menerima informasi tentang objek atau yang berkaitan
dengan pengetahuan. Pengetahuan pada umumnya dapat diperoleh dari informasi
43
yang disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa. Pendidikan sangat erat
kaitannya dengan pengetahuan, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menerima, serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi.
b Informasi/Media massa Informasi adalah suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, meyimpan, memanipulasi, mengumumkan,
menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi diperoleh
dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka
pendek sehingga menghasilkan perubahan perilaku dan peningkatan pengetahuan.
Semakin berkembangnya teknologi menyediakan bermacam-macam media masa
sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat. Informasi mempengaruhi
pengetahuan seseorang jika sering mendapatkan informasi tentang suatu
pembelajaran maka akan menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan
seseorang yang tidak sering menerima informasi tidak akan menambah pengetahuan
dan wawasannya.
c Faktor pekerjaan Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses
mengakses informasi yang dibutuhkan terhadap suatu obyek.
d Faktor pengalaman, pengalaman seseorang sangat mempengaruhi
pengetahuan, semakin banyak pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan
semakin bertambah pula pengetahuan seseorang akan hal tersebut. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan
tantang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
44
e Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa didapat secara
turuntemurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan positif dan
keyakinan negatif dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
f Sosial budaya, kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu
(Notoatmodjo, 2010).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Indicator pengetahuan kesehatan adalah tingginya pengetahuan
responden tentang kesehatan. Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang yaitu: pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman,
kebudayaan lingkungan sekitar dan Informasi (Mubarak, 2012).
2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang melibatkan factor pendapat dan emosi (notoadmodjo, 2010)
Azwar (1995 dalam kholid 2012) menyatakan sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya dengan
positifdan negative sikap meliputi rsa suka dan tidak suka, mendekati dan
menghindari situasi.
Sikap mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima
Menerima siartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan
45
b. Menanggapi
Menggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan
atau objek yang dihadapi
c. Menghargai
Menghargai diartikan sebagai subjek atau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus dalam artian membahas dengan orang lain
dan bahkan mengajak , mempengaruhi atau mengajurkan orang lain merespon.
d. Bertanggung jawab
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang stimulus atau obejek yang bersangkuatan. Pertnyaan secara
langsung juga dapat dilakukan denga cara memberikan pendapat dengan
menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap pertnyaan tentang objek tertentu
dengan menggunakan scala Lickert
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, diantaranya :
a. Pengalaman pribadi, pengalaman dapat menjadi dasar pembentukan sikap
apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional.
b. Pengaruh orang lain, individu pada umumnya cenderng untuk memiliki sikap
yang searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini
46
antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk menghindar
konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
c. Pengaruh kebudayaan, kebudayaan dapat memberi ceorak pengalaman individu-
individu masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan
telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.
d. Media massa, dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media
komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif
berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga
pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah
mengeherankan apabila pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
f. Faktor emosional, kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2011)
3. Tindakan atau Praktik (Practice)
Praktek kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau
aktivitas orang dalam rangka memlihara tindakan (notoatmodjo, 2010) Menurut
Fitriani (2011) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior) untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Tindakan ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu (a) Persepsi (Perseption)
mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama (b) Respon terpimpin (guided
response) dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua (c) Mekanisme
47
(mechanism) apa bila orang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat
tiga (d) Adopsi (adoption) adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara atau mengingat kembali terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
beberapa jam, hari atau bulan yang lalu melalui pertanyan-pertnyaan terhadap
subjektentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan kesehatan. Pengukuran
juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau
kegiatan responden (Fitriani, 2011 dalam okti).
2.5 Konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
2.5.1 Definisi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan
seseorang keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat. (kementrian RI, 2011).
48
2.5.2 Konsep Tatanan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Manusia hidup dalam berbagai tatanan, yakni di berbagai tempat atau
keberadaan sistem sosial seseorang saat melaksanakan kegiatan sehari-harinya. Di
setiap tatanan, faktor-faktor individu, lingkungan fisik dan lingkungan sosial
berinteraksi dan berakibat dampak terhadap kesehatan. Tatanan yaitu suatu tempat
dimana manusia secara aktif yang dimanipulasi lingkungan, sehingga dapat diciptakan
dan sekaligus juga diatasi permasalahan dalam bidang kesehatan. Terdapat lima
tatanan yang telah disepakati, yaitu :
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga
PHBS di rumah tangga, merupakan sasaran primer yang harus dipraktikkan
perilaku yang dapat menciptakan Rumah Tangga ber-PHBS. Indikator PHBS dalam
rumah tangga tersebut mencakup persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih,
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, pengelolalaan air minum dan makan di
rumah tangga, menggunakan jamban sehat (Stop Buang Air Besar
Sembarangan/Stop BAB), pengelolaan limbah cair di rumah tangga, membuang
sampah di tempat sampah, memberantas jentik nyamuk, makan buah dan sayur setiap
hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah dan lain-lain
(Kemenkes RI, 2011)
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Kerja
Sasaran yang harus dipraktikkan di tempat kerja (kantor, pabrik, dan lain-lain)
pada perilaku yang dapat diciptakan tempat Kerja Ber-PHBS yakni mencakup
mencuci tangan memakai sabun, mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat,
49
penggunaan jamban sehat, pembuangan sampah pada tempatnya, tidak merokok,
tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah pada sembarang tempat, memberantas
jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Umum
Sasaran primer yang harus dipraktikkan di tempat umum (tempat ibadah, pasar,
pertokoan, terminal, dermaga, dan lain-lain) pada perilaku yang dapat diciptakan di
Tempat Umum Ber-PHBS yakni mencakup mencuci tangan memakai sabun,
mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat, penggunaan jamban sehat,
pembuangan sampah pada tempatnya, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA,
tidak meludah pada sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain
(Kemenkes RI, 2011). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Institusi Pendidikan
4. Perilaku Hidup bersih dan sehat di dalam instutusi pendidikan
Perilaku hidup bersih dan sehat di dalam insitusi pendidikan (seperti: kampus,
sekolah, pesantren, seminar, dan lain-lain), sasaran yang harus dipraktikkan yakni
perilaku yang dapat diciptakan melalui institusi Pendidikan yang Ber-PHBS. Praktik
tersebut diantaranya mencakup mencuci tangan menggunakan sabun, mengonsumsi
makanan dan minuman yang sehat, menggunakan jamban sehat, membuanga
sampah pada tempatnya, tidak merokok, tidak mengonsumsi Narkotik, alcohol,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), dan memberantas jentik nyamuk
(Kemenkes RI, 2011)
2.5.3 Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah
Perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat di lingkungan Sekolah atas
50
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat (Kemenkes, 2014).
Perilaku hidup bersih di sekolah adalah upaya untuk memperdayakan siswa,
guru, masyaakat dan lingkungan sekolah agar mengetahui, berkemauan dan mampu
untuk mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah yang
sehat. Perilaku hidup sehat di sekolah dapat diterapkan dengan mendukung
kebersihan lingkungan sekolah, meningkatkan semangat dan prestasi belajar, serta
meningkatkan citra sekolah di masyarakat umum (Depkes RI, 2007).
2.5.4 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di sekolah
1. Mencuci tangan menggunakan sabun
2. Mengkomsumsi jajanan sehat
3. Menggunakan jamban sehat
4. Membuang sampah pada tempatnya
5. Tidak merokok
6. Meberantas jentik nyamuk
7. Berolah raga yang teratur
8. Melakukan kerja bakti
2.5.5 Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah
Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan di sekolah dapat
menciptakan kondisi sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru, dan
masyarakat ligkungan sekolah terlindungi dari berbagai ancaman penyakit. Citra
sekolah sebagai institusi pendidikan juga akan semakin meningkat sehingga citra
pemerintah daerah dalam bidang pendidikan juga meningkat. Sekolah juga
51
bisamenjadi menerapkan sekolah percontohan sekolah yang sehat bagi sekolah yang
lan(Notoatmodjo, 2010).
2.5.6 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
di Sekolah
faktor-faktor perilaku hidup bersih dan sehat di pengaruhi oleh
dua faktor yaitu :
1. Faktor internal meliputi faktor-faktor yang muncul dari dalam diri individu
bersangkutan untuk mempengaruhi individu tersebut, sehingga di dalam diri
individu timbul unsur-unsur dan dorongan berbuat sesuatu. Faktor internal
terdiri dari :
a. Kebiasaan,
Kebiasaan merupakan suatu perilaku yang pada akhirnya menjadi otomatis
dan tidak membutuhkan pemikiran dari orang tersebut, sehingga orang
tersebut dapat memikirkan hal-hal lain yang lebih menarik ketika ia sedang
berperilaku yang menjadi bagian dar kebiasaan tersebut (Rudiansyah &
Jonyanis, 2014).
b. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu faktor internal yang semakin baik
kepercayaan seseorang, maka akan semakin baik pula sikap yang terbentuk di
dalam diri individu tersebut. Pada akhirnya kepercayaan yang seperti itu
membuat semakin baik pula perilaku yang dimunculkan oleh orang tersebut
(Rudiansyah & Jonyanis, 2014).
52
c. Motivasi
Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak dalam mencapai suatu
tujuan tertentu, dan hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam
bentuk perilaku. Manusia berbuat sesuatu karena adanya dorongan atau
motivasi tertentu. Motivasi atau dorongan ini timbul karena dilandasi oleh
adanya kebutuhan yang Maslow dikelompokkan menjadi kebutuhan biologis,
kebutuhan sosial, dan kebutuhan rohani (Rudiansyah & Jonyanis, 2014).
d. Kemauan
Kekuatan kemauan sangat erat hubungannya dengan keinginan. Jika
seseorang memiliki perbedaan keinginan dalam dirinya, hal ini dapat
menyebabkan konflik keinginan (Rudiansyah & Jonyanis, 2014).
e. Kepribadian
Kepribadian adalah komponen dalam diri individu yang berupa kesadaran
maupun ketidaksadaran yang saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya untuk saling mengisi dan saling membantu individu tersebut dalam
melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya secara khas dan
termanifestasikan dalam pikiran , perasaan dan perilaku (Suminta, 2016)
f. Pengetahuan
Pengetahuan (ranah kognitif) adalah doman yang sangat penting dalam
pembentukan tindakan seseorang (overt behavior). Ada enam tingkatan
pengetahuan di dalam domain kognitif yakni di antaranya, Tahu (Know),
memahami (Comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis
53
(synthesis), dan evaluasi (evaluation). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012).
2. Faktor eksternal yakni, faktor-faktor yang ada di luar diri individu bersangkutan
yang mempengaruhi individu tersebut, sehingga di dalam diri individu timbul
unsur-unsur dan dorongan berbuat sesuatu. Contohnya faktor eksternal Faktor
lingkungan,pendidikan, ekonomi, fasilitas, dukungan dan budaya, yaitu :
a. Faktor lingkungan,
Faktor lingkungan sangat erat berkaitannya dalam mempengaruhi
perilaku kesehatan. Faktor lingkungan juga terdiri dari, lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan teman sebaya, lingkungan masyarakat, dan
lain-lain. Munculnya faktor lingkungan akan berdampak pada kebiasaan
perilaku masing-masing individu (Maulana, 2009).
b. Pendidikan
Pendidikan memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat. Jika
pendidikan masyarakat yang rendah, menjadkan mereka sulit untuk
mendapatnya pengetahuan tentang pentingnya kesehatan perorangan dan
sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular
(Rudiansyah & Jonyanis, 2014).
c. Ekonomi
Pendapatan bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka ekonomi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat
mengenasi santasi lingkungan. Kemapuan anggaran rumah tannga juga
54
dipengaruhi oleh kecepatan untuk meminta pertolongan apabila anggota
keluarganya sakit (Rudiansyah & Jonyanis, 2014).
d. Fasilitas
Saranan untuk mempermudah dan memperlancar suatu pelaksanaan,
terdapat dua macam fasilitas yakni sosial dan umum. Jika fasilitas sosial adalah
fasilitas yang disediakan oleh pmerintah atau swasta untuk masyarakat, seperti
sekolah, klinik, dan tempat ibadah. Sedangkan untuk fasilitas umum
merupakan fasilitas yang disediakan untuk umum, seperti jalan dan alat
penerangan umum (Rudiansyah & Jonyanis, 2014).
2.6 Konsep Hubungan Bibliotherapy Terhadap Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat.
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatan kemampaun masyarakat
melalui upaya Pendidikan, agar bisa menjaga kesehatan individu, kelompok atau
komunitas. Promosi kesehatan hakikatnya ialah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan atau informasi kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau
individu. Untuk mencapai tujuan Pendidikan keseahatan yakni perubahan perilaku di
pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya metode dan media yang menunjang
dalam penyampaian informasi. Menurut Edgar Dale (1946) seseorang dapat
mengingat dan memahami sesuatu sesuai dengan tingkatan jenis kegiatan seperti
membaca 10% , mendengar 20%, visual (melihat gambar dan video) 30%, demontrasi
50% dan memperaktekkan 70% (Ali, 2010).
Kegiatan biblioterap anak akan membaca atau dibacakan cerita. Buku cerita
ditulis dengan kalimat pendek, kosa kata dan tatabahasa yang lebih sederhana
55
sehingga membuat sangat effektif dalam memperngaruhi daya serap anak untuk
mengambil niai-nilai positif yang terkandung dalam isi cerita (Yustiana Olfah, Ni
Ketut Mendri, Bondan Palestin, 2017). Cerita merupakan bentuk fantasi yang
membantu perkembangan imajinasi anak, sehingga buku cerita menjadi terapeutik
karena memasuki dunia yang digambarkan di dalam buku dan terhubung dengan
karakter di dalam buku. Anak akan mengidentifikasi dan mengevaluasi bagaimana
cara yang dilakukan oleh karakter di dalam buku untuk memecahkan masalah,
sehingga diharapkan anak akan termotivasi dan mengaplikan dikehidupannya.
(Rozalski M, Stewart A & Miller J, 2012).
Buku bergambar memiliki warna yang menarik bagi anak sehingga
membangkitkan semangat dalam memperhatikan dari cerita tersebut (afnida,
fakhriyah, dan firiani. 2016). Buku bergambar mampu merangksang imajinasi dan
membantu anak dalam memperkaya imajinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nurgiantoro (2010:154), “ gambar dalam buku mengandung cerita”. Gambar
digunakan untuk memperkaya teks, mengkonkretkan karakter dan alur secara naratif
digunakan sebagai daya tangkap dan imajinasi anak terhadap narasi teks yang masih
terbatas.
Missiriya (2013) melakukan penelitian tentang presentasi animasi untuk
pengetahuan PHBS pada anak sekolah dasar. Pada siswa kelas IV dan V Government
Primary School Tiruvellore. Desain penelitian menggunakan quasi experimental .
instrumenn yang digunakan dibagi menjadi 2, I – data demografi seperti umur, jenis
kelamin, Pendidikan, dan kebiasaan makan. II – kuisoner PHBS terdiri dari 24
pertanyaan multiple choice , untuk jawaban benar mendapatkan nilai satu dan jawaban
salah mendapatkan nilai nol. Paired ‘t’ test didapatkan hasil, ada keefektifitasan
56
presentasi gambar pada level pengetahuan PHBS, namun pada chi-square tidapatkan
hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan data demografi.