Upload
others
View
24
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fraktur
1.1 Defenisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya (Brunner, 1997). Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat, 2003).
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau raius distal patah. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan
kerusakan pembuluh darah.
1.2 Jenis Fraktur 1.2.1 Fraktur terbuka (fraktur kompleks) Fraktur terbuka adalah fraktur yang terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit (Arif, 1999). Menurut Brunner
6 Universitas Sumatera Utara
1997, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya patah tulang yaitu grade I : Fraktur dengan
luka bersih kurang dari 1cm panjangnya, grade II : Fraktur dengan luka lebih luas
tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan grade III : Fraktur yang sangat
terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan
yang paling berat.
Ada beberapa jenis fraktur terbuka(fraktur kompleks) diantaranya:
a. Fraktur greenstick
Fraktur greenstick adalah fraktur dimana salah satu sisi tulang patah
sedang sisi lainnya membengkok, fraktur ini biasanya terjadi pada anak karena
tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur dapat berupa bengkokan tulang di
satu sisi dan patahan korteksdi sisi lainnya. Tulang juga dapat melengkung tanpa
disertai patahan yang nyata(Pradip, 2005)
b. Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen(multiple fraktur), garis patah pada fraktur ini lebih dari satu dan saling
berhubungan (Pradip, 2005).
c. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang, garis
patahan tulang tegak lurus. Terdapat sumbu panjang tulang, fraktur semacam ini
segmen-segmen tulang direposisi kembali ketempat semula (Mutaqqin, 2005).
Universitas Sumatera Utara
d. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah
tulang dan lebih tidak stabil dibandingkan dengan transversal. Fraktur semacam
ini cenderung sulit diperbaiki (Arif, 2005).
e. Fraktur patologi
Fraktur patologi adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang memeng
telah memiliki kelainan, seringkali terjadi setelah trauma trivial, misalnya
penyakit paget, osteoporosis, atau tumor (Brunner, 1997).
f. Fraktur stress dan lelah
Fraktur stres dan lelah adalah fraktur akibat trauma minor berulang dan
kronis. Daerah yang rentan antara lain metatarsal kedua atau ketiga, batang tibia
proksimal, fibula, dan batang femoral (pada pelari jarak jauh dan penari
balet(Pradip, 2005).
g. Fraktur spiral
Fraktur spiral adalah fraktur memuntirseputar batang tulang, arah garis
pada fraktur spiral memuntir diakibatkan oleh adanya trauma rotasi pada tulang
(Brunner, 1997).
h. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi adalah fraktur dengan fragmen-fragmen saling tertekan
satu sama lain, tanpa adanya garis fraktur yang jelas (Pradip, 2005)
i. Fraktur efisis
Fraktur efisis adalah fraktur epifisis pada anak dibawah usia 16 tahun.
Fraktur ini dapat dikelompokkan menjadi tipe 1 sampai 5 berdasarkan klasifikasi
Universitas Sumatera Utara
Salter Harris yaitutipe 1 : epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi
periosteumnya masih utuh, tipe 2 : periosteum robek disatu sisi sehingga epifisis
dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis, tipe 3 : patah tulang cakram
epifisis yang melalui sendi, tipe 4 : terdapat fragmen patahan tulang yang garis
patahnyategak lurus cakram epifisis dan tipe 5 : terdapat kompresi pada sebagian
cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut
(Sjamsuhidajat, 2003).
1.2.2 Fraktur tertutup (fraktur simpel)
Fraktur tertutup adalah fraktur yang apabila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar atau tidak terjadi perlukaan kulit (Arif, 1999).
Pasien dengan fraktur tertutup (sederhana) harus diusahakan untuk kembali ke
aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian
kekuatan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-
bulan (Brunner, 2002).
Pada fraktur tertutup, ada klasifikasi tersendiri yang di dasarkan pada
keadaan jaringan lunak sekitarnya yaitu:
a. Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Universitas Sumatera Utara
d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
resiko terjadinya sindroma kompartemen. (Mansjoer, Arif.et al, 2000,
Price. Suria A 1995)
1.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan eksteremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna(Brunner, 2002).
1.3.1 Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang intuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang (Brunner,
1997).
1.3.2 Hilangnya fungsi tubuh
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah(gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabakan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
Universitas Sumatera Utara
1.3.3 Pemendekan Ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
1.3.4 Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa dengan palpasi, teraba adanya derik
tulang(krepitus) yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
Uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
1.3.5 Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
1.4 Komplikasi
1.4.1 Komplikasi awal
Komplikasi awal (dini) setelah fraktur adalah syok, yang bisa berakibat
fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam
48 jam atau lebih dan sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi
ekstremitas permanen jika tidak ditangani segera.
Komplikasi awal lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi,
tromboemboli, emboli paru, yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata(KID).
Universitas Sumatera Utara
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel
kejaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan
vertebra. Penanganan syok meliputi mempertahankan volume darah, mengurangi
nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, melindungi
pasien dari cedera lebih lanjut (Brunner, 1997)
b. Sindrom Emboli Lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin
yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadi globula lemak dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan terombosit membentuk emboli,
yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok ke otak, paru,
ginjal, dan organ lain. Gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi,
dan pireksia. Dengan adanya emboli sistemik pasien nampak pucat, tampak ada
ptekie pada membran pipi dan kantung konjungtiva, diatas dada dan lipatan ketiak
depan. Lemak bebas dapat ditemukan dalam urine bila emboli mencapai ginjal
dapat terjadi gagal ginjal. Perubahan kepribadian, gelisah , iritabilitas, atau
konfusi pada pasien yang mengalami fraktur merupakan petunjuk untuk
dilakukannya pemeriksaan gas darah. Penyumbatan pada pembuluh darah kecil
meningkatkan tekanan pembuluh darah meningkat, kemungkinan mengakibatkan
gagal jantung ventrikel kanan, edema, dan perdarahan dalam alveoli mengganggu
Universitas Sumatera Utara
transport oksigen, mengakibatkan hipoksia, terjadi peningkatan kecepatan
respirasi, nyeri dada prekordial, batuk, dispnea, dan edema paru akut.
c. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini
bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips(balutan) yang terlalu menjerat dan
peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah(iskemi, cedera remuk, penyuntikan bahan penghancur
jaringan).
Pencegahan dan penatalaksanaan sindrom kompartemen dapat dicegah
dengan mengontrol edema yang dapat dicapai dengan meninggikan ekstremitas
yang cedera setinggi jantung dan memberikan kompres es setelah cedera sesuai
resep, Bila terjadi sindrom kompartemen, balutan yang kuat harus dilonggarkan
(Brunner, 1997).
1.4.2 Komplikasi Lanjut
Selain komplikasi awal(dini) terdapat komplikasi lanjut fraktur diantaranya:
a. Non-union
Non-union merupakan akibat imobilisasi yang tidak adekuat atau adanya
fraktur patologis, non union terjadi karena adanya konsolidasi pada fase
pembentukan kalus yang dimulai minggu ke 4-8 dan berakhir pada minggu ke 8-
14 setelah terjadinya fraktur, sehingga didapat pseudoarthrosis (sendi palsu).
Universitas Sumatera Utara
Pseudoarthrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi sama – sama
dengan infeksi disebut infected pseudoarthrosis (Pradip, 2005)
b. Mal-union
Mal-union adalah penyembuhan dengan angulasi yang buruk, keadaan ini
dikatakan buruk karena fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas
yang terbentuk angulasi, varus / valgus, rotasi, kependekan atau union secara
menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
c. Nekrosis avaskular
Nekrosis avaskular merupakan gangguan aliran darah yang mengakibatkan
kematian tulang, lokasi yang paling sering terkena adalah kaput femur dan kaput
talus.
d. Osteoartritis
Proses degeneratif dini pada sendi akibat malaligment yang buruk, pada
keadaan ini, sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan
ujung-ujung tulang penyusun sendi.
e. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan akibat penggunaan tulang yang tidak benar, dan
bentuk yang paling berat, atrofi sudeck, dapat menyebabkan nyeri dan
pembengkakan jaringan lunak(Pradip, 2005).
1.5 Tahap penyembuhan tulang
Proses penyembuhan fraktur bervariasi sesuai dengan ukuran tulang
dan umur pasien. Faktor lainnya adalah tingkat kesehatan pasien secara
Universitas Sumatera Utara
keseluruhan, atau kebutuhan nutrisi yang cukup. Berdasarkan proses
penyembuhan fraktur, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.5.1 Proses hematom.
Proses hematom merupakan proses terjadinya pengeluaran darah hingga
terbentuk hematom (bekuan darah) pada daerah terjadinya fraktur tersebut, dan
yang mengelilingi bagian dasar fragmen. Hematom ini kemudian akan menjadi
medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematom
berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya (Sjamsuhidajat,
2005).
1.5.2 Proses proliferasi.
Pada proses ini, terjadi perubahan pertumbuhan pembuluh darah menjadi
memadat, dan terjadi perbaikan aliran pembuluh darah (Pakpahan, 1996).
1.5.3 Proses pembentukan callus
Pada orang dewasa antara 6-8 minggu, sedangkan pada anak-anak 2
minggu. Callus merupakan proses pembentukan tulang baru, dimana callus dapat
terbentuk diluar tulang (subperiosteal callus) dan didalam tulang (endosteal
callus). Proses perbaikan tulang terjadi sedemikian rupa, sehingga trabekula
yang dibentuk dengan tidak teratur oleh tulang imatur untuk sementara bersatu
dengan ujung-ujung tulang yang patah sehingga membentuk suatu callus tulang
(Smeltzer & Bare, 2002).
Universitas Sumatera Utara
1.5.4 Proses konsolidasi (penggabungan).
Perkembangan callus secara terus-menerus, dan terjadi pemadatan
tulangseperti sebelum terjadi fraktur, konsolidasi terbentuk antara 6-12
minggu (ossificasi) dan antara 12-26 minggu (matur). Tahap ini disebut
denganpenggabungan atau penggabungan secara terus-menerus (Smeltzer &
Bare, 2002).
1.5.5 Proses remodeling.
Proses remodeling merupakan tahapan terakhir dalam penyembuhan
tulang, dan proses pengembalian bentuk seperti semula. Proses terjadinya
remodeling antara 1-2 tahun setelah terjadinya callus dan konsolidasi
(Smeltzer & Bare, 2002).
1.6 Penatalaksanaan fraktur
Pengelolaan patah tulang secara umum mengikuti prinsip pengobatan
kedokteran pada umumnya, yaitu yang pertama dan utama adalah jangan cederai
pasien (premium non nocere). Cedera tambahan pada pasien terjadi akibat
tindakan yang salah dan/atau tindakan yang berlebihan (Sjamsuhidajat, 2007)
Prinsippenanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1.6.1 Reduksi fraktur
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti pengembalian fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup pada kebanyakan kasus
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
Universitas Sumatera Utara
saling berhubungan). Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan
sementas gips, bidai dan alat lain dipasang oleh dokter (Brunner, 1997). Reduksi
juga dapat dilpertahankan dengan memasang traksi (Sjamsuhidajat, 2007).
Reduksi terbuka pada fraktur tertentu memerlukan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solit terjadi. Alat ini
dapat diletakkan disisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung
kerongga sum-sum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimal dan fiksasi yang
kuat bagi fragmen tulang (Brunner, 1997).
1.6.2 Imobilisasi fraktur
Imobilisasi fraktur, setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus di
imobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
(Sjamsuhidajat, 2003).
1.6.3 Pengembalian fungsi
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, reduksi dan imobilisasi
harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) harus dipantau.
Universitas Sumatera Utara
2. Nyeri
2.1 Defenisi Nyeri
Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri
dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan
dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu(Mahon,
1994).Murwani, 2008 menyatakan bahwa nyeri adalah mekanisme perlindungan
bagi tubuh dalam hal ini adalah sebagai kontrol atau alarm terhadap bahaya.
Melzack dan Casey (1968)mengemukakan bahwa, nyeri bukan hanya suatu
pengalaman sensori belaka tetapi juga berkaitan dengan motivasi dankomponen
affektif individunya.
2.2 Teori Nyeri
Teori nyeri yang diterima saat ini salah satunya adalah teori Gate
Control.Menurut teori ini, sensasi nyeri dihantar sepanjang saraf sensoris menuju
ke otak dan hanya sejumlah sensasi atau pesan tertentu dapat dihantar melalui
jalur sarafini pada saat bersamaan.
Teori Gate Control menyatakan bahwa sinaps pada akar dorsal yang
dikenal sebagai substansia gelatinosa berperan sebagai gerbang yang dapat
meningkatkan atau menurunkan rangsang nyeri dari saraf perifer ke otak. Gerbang
ini terbuka atau tertutup tergantung input dari serabut saraf besar dan kecil.
Peningkatan aktivitas serabut saraf kecil akan membuka gerbang dan
menyebabkan sensasi nyeri sampai ke otak. Sedangkan peningkatan aktifitas
Universitas Sumatera Utara
serabut saraf besar akan menutup pintu gerbang sehingga sensasi nyeri tidak
sampai ke otak (Guyton, l990).
Serabut serat A-Beta berdiameter terbesar dan berespon secara maksimal
pada sentuhan ringan dan atau rangsang pergerakan merupakan serat saraf spinalis
bermielin dengan ambang tinggi dan berkecepatan antara 30-90 meter perdetik
dalam menghantarkan impuls sedangkan serabut serat A-Delta merupakan serat
saraf bermielin dan berdiameter kecil yang menghantarkan impuls pada kecepatan
rendah yaitu antara 6-30 meter perdetik sedangkan serabut saraf C yang tidak
bermielin memiliki kecepatan konduksi 0,5-20 meter perdetik (Guyton, 1990).
Serabut saraf A-Delta dan C berespons secara maksimal terhadap nyeri. Pada
mekanisme teori ini, serabut saraf A-Beta yang menyampaikan sensasi sentuhan
akan melewati mekanisme gerbang. Ketika diaktifkan, serabut saraf ini akan
berlomba dengan serabut saraf A-Delta maka gerbang akan tertutup bagi impuls
nyeri pada serabut saraf A-Delta sehingga memblok impuls nyeri. Bila gerbang
tertutup impuls nyeri terhambat, bila gerbang terbuka sebagian, beberapa impuls
nyeri dapat masuk. Bila gerbang terbuka maka nyeri akan dirasakan.
2.3 Klasifikasi Nyeri
2.3.1 Berdasarkan Sumber Nyeri
Sumber nyeri bisa berasal dari mana saja yaitu kulit, ligamen, otot
dll.Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan atas:
Universitas Sumatera Utara
a. Cutaneus/ superfisial
Cutaneus/ superfisial adalah nyeri yang mengenai kulit/ jaringansubkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh: terkena ujungpisau atau
gunting.
b. Deep somatic/ nyeri dalam
Deep somatic/ nyeri dalam adalah nyeri yang muncul dari
ligament,pembuluh darah, tendon dan saraf. Nyeri menyebar & lebih lama
daripadacutaneus. Contoh: sprain sendi.
c. Visceral (pada organ dalam)
Visceral (pada organ dalam) adalah stimulasi reseptor nyeri dlmrongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,iskemia, dan
regangan jaringan (Tamsuri, 2007).
2.3.2 Berdasarkan penyebab nyeri
Nyeri yang dialami oleh pasien dapat disebabkan hal-hal tertentu,
olehkarena itu berdasarkan penyebabnya, nyeri dapat dibedakan atas 2 kategori,
yakni:
a. Fisik
Penyebab nyeri secara fisik adalah merupakan nyeri yang berasal dari
bagian tubuh seseorang dan ini terjadi karena stimulus fisik serta nyeri ini dapat
dilihat secara langsung dari morfologi tubuh yang berubah (Contoh:
frakturfemur).
Universitas Sumatera Utara
b. Psycogenic
Nyeri psycogenic terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Contoh:
orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya). Biasanya nyeri
terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut.
2.3.3 Berdasarkan durasi nyeri
Lama/durasi nyeri yang dialami oleh pasien sangat beraneka ragam, hal
initentu sangat mengganggu aktivitas dari penderita nyeri tersebut. Untuk
itulahmaka perlu diambil tindakan secepat mungkin untuk mengurangi
danmenghilangkan nyeri. Sedangkan berdasarkan lamanya nyeritersebut
dapatdibedakan atas 2 yaitu nyeri akut dan nyeri kronik (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Nyeri akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cedera akut,, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai
berat) dan berlangsung untuk waktu singkat (meinhart & McCafery, 1983). Nyeri
akut mengidentifikasi bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi, hal ini menarik
perhatian pada kenyataannya bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan
kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan
nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Nyeri akut berlangsung beberapa jam dalam sehari, dan sering disertai
dengan tanda-tanda fisik seperti detak jantung cepat, berkeringat, pucat, dan
gangguan tidur. Contoh nyeri akut termasuk rasa sakit dari lengan yang patah atau
operasi (Bonica, 1990) diambil dari Suza (2007).
Universitas Sumatera Utara
Nyeri akut berdurasi singkat, memiliki onset yang tiba-tiba, dan
terlokalisir. Nyeri ini biasanya diakibatkan oleh trauma, bedah, atau inflamasi.
Hampir semua individu pernah merasakan nyeri ini, seperti saat sakit kepala, sakit
gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri oto, nyeri saat melahirkan, nyeri sesudah
tindakan pembedahan (Prasetyo, 2010).
Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas sistem saraf simpatis yang
akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan
denyut jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Klien yang mengalami nyeri akut
akan memperlihatkan respon emosi dan prilaku seperti menangis, mengerang
kesakitan, mengerutkan wajah atau menyeringai. Klien akan melaporkan secara
verbal adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan (Prasetyo,
2010). Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara
spontan atau dapat memerlukan pengobatan. (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang
diperkiran dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik.
Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan
sering sulit untuk diobatinya karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. (Smeltzer & Bare, 2002).
Nyeri kronik berlangsung lebih lama dari pada nyeri akut, intensitasnya bervariasi
(ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (Prasetyo,
2010).
Universitas Sumatera Utara
Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu nyeri kronik
maligna dan nyeri kronik nonmaligna. Karakteristik nyeri kronis adalah
penyembuhannya tidak dapat diprediksi meskipun penyebabnya mudah
ditentukan , nyri kronis dapat menyebabkan klien merasa putus asa dan frustasi.
Klien yang mengalami nyeri kronis mungkin menarik diri dan mengisolasi diri.
Nyeri ini menimbulkan kelelahan mental dan fisik (Tamsuri, 2006), diambil dari
wardani (2011).
Berikut dibawah ini perbedaan antara nyeri akut dan nyeri kronis, yang
dikutip dari Port CM. Pathophysiologi ; Concepts of Altered health State, ed. Ke-
4, Philadelphia, JB Lippincott, 1995.
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Tujuan Memperingatkan klien terhadap adanya cedera/masalah
Memberikan alasan pada klien untuk mencari, informasi berkaitan dengan perawatan dirinya.
Awitan
Mendadak Terus menerus/intermittent
Durasi Intensitas
Durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan) Ringan sampai berat
Durasi lama (6 bulan/lebih) Ringan sampai berat
Respon Otonom
• Frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat
• Tekanan darah meningkat • Dilatasi pupil meningkat • Tegangan otot meningkat • Motilitas gastrointestinal
menurun • Alira saliva menurun
• Tidak terdapat respon otonom
• Vital sign dalam batas normal
Respon Psikologis
Anxietas • Depresi • Keputusasaan • Mudah
tersinggung/marah Respon • Menangis/mengerang • Keterbatasan gerak
Universitas Sumatera Utara
Fisik/Prilaku • Mengerutkan dahi • Menyeringat • Mengeluh sakit
• Kelesuan • Penurunan libido • Kelelahan/kelemahan • Mengeluh sakit hanya
ketika dikaji Contoh Nyeri bedah, Trauma Nyeri kanker, arthritis,
euralgia.
2.4 Fisiologi Nyeri
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam
proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf aferen atau neuron sensori, serabut
konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel saraf
ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan implus nyeri
dihantarkan ke sumsum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini disebut
nosiseptor dan sangat khusus dan memulai implus yang merespon perubahan fisik
dan kimia tubuh.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosireseptor yang merupakan
zat-zat yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi
P, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensasi ujung saraf dan
menyampaikan implus ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Serabut saraf perifer yang membawa sensasi ke otak dibedakan atas tiga
bentuk, serabut saraf A-alfa dan A-beta yaitu serabut saraf besar yang bermielin.
Serabut saraf A-delta adalah serabut saraf halus, bermielin. Serabut saraf C, tidak
dibungkus oleh mielin. Serabut ini halus dan hantarannya lambat yang membawa
senasasi neyri tumpul (Torrance & Serginson, 1997).
Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
Universitas Sumatera Utara
dalam kulit dan organ internal, terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis
yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan transmisi informasi yang
menyakitkan.
2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
2.5.1 Usia
Usia merupakan faktor yang menentukan respon seseorang terhadap
respon rasa nyeri. Seorang anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga
perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada
lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap
nyeri adalah hal yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit
berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2.5.2 Jenis kelamin
Potter (1997) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri.
2.5.3 Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
ternadap nyeri. Suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat
yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
mengeluh jika ada nyeri (Potter, 1997).
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri
dan bagaimana mengatasinya. Hal ini juga berhubungkan dengan nyeri yang
meningkat (Potter, 1997).
2.5.5 Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas. Hal ini merupakan hubungan timbal balik yang
dapat dialami penderita nyeri. Bayangan akan rasa nyeri yang hebat tentu saja
membuat cemas (Potter, 1997).
2.5.6 Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu
dalam mengatasi nyeri.
2.5.7 Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
2.5.8 Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan
perlindungan. Dengan cara pemberian pemahaman tentang apa yang akan dialami
Universitas Sumatera Utara
dan kesembuhan yang akan diperoleh setelah menjalani terapi dapat lebih efektif
dalam proses mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien (Harahap, 2006).
2.6 Pengukuran Intensitas Nyeri
Menurut Perry & Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara objektif
misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat
diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang perawat hanya bisa
mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan perilaku pasien. Pasien
diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri
ringan, sedang atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda
antara pasien dan perawat. Tipe nyeri tersebut juga berbeda pada setiap waktu,
oleh karena itu perlu dilakukan waktu pengukuran yang berbeda. Misalnya
pengukuran nyeri pada saat belum dilakukan terapi dan setelah pemberian terapi
kepada pasien (Potter & Perry, 1993).
Gambaran skala nyeri merupakan makna yang dapat diukur. Gambaran skala
nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dalam
mengevaluasi perubahan kondisi anda (Potter & Perry, 1993).
Ada 3 cara mengkaji intensitas nyeri yang biasanya digunakan, antara lain:
2.6.1 Visual Analog Scale (VAS)
Digunakan garis 10 cm batas antara daerah yang tidak sakit ke sebelah kiri
dan daerah batas yang paling sakit (Mc Kinney et al, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Tidak sakit(no pain) Sakit tidak dapat dibayangkan
2.6.2 Pain Numerical Rating Scale (PNRS)
Sama dengan VAS hanya diberi skor 0-10 daerah yang paling sakit dan
kemudian diberi skala (Mc Kinney et al, 2000).
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No pain Mild pain Moderate pain Worst possible
2.6.3 Kategori sakit
Pada pengukuran nyeri dengan kategori sakit, nyeri terbagi atas tidak sakit,
ringan, moderat, sangat sakit, sakit sekali (very severe) dan sakit yang tak dapat
dibayangkan.
No worst pain Mild possibleModerate pain Severe pain Very painWorst pain imaginable
Universitas Sumatera Utara
2.6.4 Skala wajah wong dan barker
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda, menampilkan
wajah bahagia hingga wajah sedih, digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri.
Skala ini biasanya dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun (Potter & Perry,
2005).
Skala wajah untuk nyeri
2.7 Nyeri Pada Fraktur
Nyeri yang terjadi pada fraktur, merupakan salah satu manifestasi klinis yang
ditimbulkan oleh banyaknya kerusakan yang ditimbulkan oleh fraktur. Kerusakan
jaringan dan pergeseran fragmen tulang merupakan salah satu penyebab
timbulnya rasa nyeri pada fraktur (Brunner, 2005).
Sjamsuhidajat (2005), mengatakan bahwa nyeri yang timbul pada fraktur
dapat bersumber dari penatalaksanaan terhadap fraktur tersebut. Pernyataan ini
juga diperkuat oleh suyono (2003) yaitu penatalaksanaan fraktur yang tidak
efektif merupakan salah satu penyebab nyeri pada fraktur. Penatalaksanaan yang
tepat pada fraktur merupakan kunci keberhasilan dalam proses penyembuhan
Universitas Sumatera Utara
fraktur, disamping itu harus didukung dengan beberapa terapi farmakologis dan
nonfarmakologis yang tepat (Murwani, 2009).
3. Terapi Perilaku kognitif(CBT/ Cognitif Behavior Theraphy)
3.1 Terapi Distraksi Dalam Penanganan Nyeri
Teknik distraksi adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri dengan
mengalihkan perhatian kepada sesuatu yang lain sehingga kesadaran klien
terhadap nyerinya berkurang(Murwani, 2009). Stimulus yang menyenangkan dari
luar juga dapat merangsang sekresiendorfin, sehingga stimulus nyeri yang
dirasakan oleh pasien menjadi berkurang.Peredaan nyeri secara umum
berhubungan langsung dengan partisipasi aktifindividu, banyaknya modalitas
sensori yang digunakan dan minat individu dalamstimulasi, oleh karena itu,
stimulasi otak akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri.
Tujuan dari terapi distraksi adalah memberikan kenyamanan kepada pasien
dengan berbagai tekhnik, kenyamanan pasien di dapat dari terangsangnya sekresi
endorfin yang mampu mendistraksi persepsi nyeri pasien (Murwani, 2009)
3.2 Teknik Terapi Perilaku Kognitif Distraksi Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah sebuah teknik distraksi yang bertujuan untuk
mengurangi stress dan meningkatkan perasaan tenang dan damai serta merupakan
obat penenang untuk situasi yang sulit dalam kehidupan. Imajinasi terbimbing
atau imajinasi mental merupakan suatu teknik untuk mengkaji kekuatan pikiran
saat sadar maupun tidak sadar untuk menciptakan bayangan gambar yang
membawa ketenangan dan keheningan (National Safety Council,2004).
Universitas Sumatera Utara
Imajinasi terbimbing merupakan salah satu jenis dari teknik distraksi
sehingga manfaat dari teknik ini pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik
distraksi yang lain. Para ahli dalam bidang teknik imajinasi terbimbing
berpendapat bahwa imajinasi merupakan penyembuh yang efektif. Teknik ini
dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membantu tubuh
mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, alergi dan asma (Holistic-
online,2006).
Imajinasi terbimbing pada penelitian ini yaitu menggunakan distraksi
dengan mendengarkan musik instrumen, karena musik merupakan salah satu
menurunkan rasa nyeri fisiologis,stres, kecemasan, menurunkan tekanan darah
dan mengubah persepsi waktu (Sjamsuhidajat, 2009 dikuti dari Guzetta, 1989).
Jihan (2009) meneliti efektifitas mendengarkan musik pada nyeri pasien kanker
payudara yang dilakukan pada 16 orang sampel, dengan waktu pemberian 3 x
dalam seminggu, dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat
perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi dengan mendengarkan
musik.
Universitas Sumatera Utara