28
II-1 BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Handle Wheel Dalam dunia permesinan penggunaaan eretan mesin ketika proses pembuatan produk pastinya sudah tidak asing lagi dengan handle wheel. Alat bantu yang sering dipasangkan pada eretan ini bertujuan untuk memudahkan operator dalam penggunaan mesin ketika sedang mengarahkan pemakanan pada mesin bubut, menempatkan posisi cutter pada mesin milling, mengencangkan katup pada sistem perpipaan, dan lainnya. Fungsi utama dari handle wheel ini adalah sebagai alat bantu yang digunakan untuk mentransfer gerakan rotasi manual tangan kita terhadap sistem kerja. Bentuk dasar dari handle wheel ini adalah bentuk roda dengan tulang-tulang jari dengan jumlah sesuai kebutuhan. Dalam kebutuhannya ukuran dari handle wheel ini berbagai macam, selain itu bentuk biasanya dimodifikasi untuk meningkatkan keamanan dan meingkatkan efisiensi tenaga yang dikeluarkan oleh tangan kita. Tambahan tuas pada salah satu tulang handle wheel merupakan salah satu contoh dari variasi yang dilakukan pada produk ini dengan tujuan untuk lebih memudahkan penggunaannya. Gambar II. 1 Handle Wheel (Sumber : www.directindustry.com)

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Handle Wheel

Dalam dunia permesinan penggunaaan eretan mesin ketika proses pembuatan

produk pastinya sudah tidak asing lagi dengan handle wheel. Alat bantu yang sering

dipasangkan pada eretan ini bertujuan untuk memudahkan operator dalam

penggunaan mesin ketika sedang mengarahkan pemakanan pada mesin bubut,

menempatkan posisi cutter pada mesin milling, mengencangkan katup pada sistem

perpipaan, dan lainnya. Fungsi utama dari handle wheel ini adalah sebagai alat

bantu yang digunakan untuk mentransfer gerakan rotasi manual tangan kita

terhadap sistem kerja. Bentuk dasar dari handle wheel ini adalah bentuk roda

dengan tulang-tulang jari dengan jumlah sesuai kebutuhan. Dalam kebutuhannya

ukuran dari handle wheel ini berbagai macam, selain itu bentuk biasanya

dimodifikasi untuk meningkatkan keamanan dan meingkatkan efisiensi tenaga yang

dikeluarkan oleh tangan kita. Tambahan tuas pada salah satu tulang handle wheel

merupakan salah satu contoh dari variasi yang dilakukan pada produk ini dengan

tujuan untuk lebih memudahkan penggunaannya.

Gambar II. 1 Handle Wheel (Sumber : www.directindustry.com)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-2

2.2 Pengecoran Logam

Pengecoran logam adalah proses pembuatan produk dengan cara

menuangkan logam cair ke dalam cetakan, sehingga ketika logam cair tersebut

membeku akan menghasilkan logam dengan bentuk sama seperti cetakan yang

digunakan [1]. Pengecoran logam dilakukan dengan beberapa tahapan, dimulai

dari pembuatan pola, mempersiapkan cetakan, proses peleburan logam, proses

penuangan logam cair, dan proses pembongkaran cetakan.

2.3 Klasifikasi Pengecoran

Metode pembentukan dengan teknik penuangan ini terjadi pengembangan

teknologi termasuk pengembangan peralatan dan mesin-mesin yang

digunakannya [2].

Berikut metode-metode dari perkembangan teknologi penuangan dalam

proses pengecoran logam :

1. Sand Casting (Cetakan Pasir)

2. Die Casting (Cetakan Matres)

3. Sentrifugal Casting (Cetakan Putar)

4. Continous Casting (Cetakan Berlanjut)

5. Shell Moulding

6. Investment Casting

2.3.1 Sand Casting

Pengecoran jenis ini dibantu dengan pasir sebagai media pembentukan

cetakannya, cetakan tersebut sebagai rongga hasil cetak pola yang akan diisi oleh

logam cair ketika proses penuangan [2].

Berdasarkan kadar air yang dikandung oleh cetakan, cetakan pasir dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Cetakan Pasir Basah

Cetakan pasir basah adalah cetakan yang menggunakan pasir dengan

kandungan air didalamnya. Berikut kelebihan dan kekurangan jenis cetakan

pasir basah :

a. Kelebihan

Dapat digunakan berulang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-3

Permeabilitas

Harga terjangkau

b. Kekurangan

Adanya unsur hidrogen yang terkandung pada pasir dapat

menyebabkan cacat coran

Cetakan pasir basah memiliki komposisi sebagai berikut :

Bentonit (10-15)%

Pasir (80-90)%

Air (4-5)%

Bahan penolong atau grafit (2-3)%

2. Cetakan Pasir Kering

Cetakan pasir kering merupakan cetakan pasir dengan bahan pengikat

organik. Penggunaan cetakan ini dilakukan pembakaran didalam oven

dengan temperature 200-300 oC dengan tujuan untuk meningkatkan

kekuatan dari cetakan. Berikut merupakan kelebihan dan kelemahan dari

pasir cetak kering :

a. Kelebihan

Ukuran produk yang dihasilkan lebih baik

b. Kelemahan

Harga lebih mahal dibandingkan dengan cetakan pasir basah

Adanya waktu pengeringan menyebabkan laju produksi rendah

Penggunaan terbatas pada produk dengan ukuran medium dan

besar

Berikut komposisi yang terkandung pasir cetak kering :

Tanah Liat (10-15) %

Pasir (80-90) %

Gula Tetes (1-2) %

Pitch (1-1,5) %

Milase (0,5-1) %

Air (< 4)%

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-4

3. Cetakan Kulit Kering

Pembuatan cetakan jenis ini dapat menggunakan cara mengeringkan

permukaan pasir basah dengan kedalaman 1,2-2,5 cm pada rongga cetakan.

Pembuatan yang tidak menggunakan pembakaran menguntungkan terhadap

hasil yang diperoleh dalam laju produksi yang tinggi.

Pembuatan produk dengan media cetak pasir ini harus menggunakan

cetakan yang dibuat dengan sedemikian rupa dengan tujuan agar pada proses

penuangan, logam cair dapat mengisi seluruh rongga cetakan dan menghasilkan

produk dengan bentuk sesuai yang diharapkan. Bagian-bagian dari cetakan pasir

dapat dilihat pada Gambar II.2.

Gambar II. 2 Cetakan Pasir [2]

1. Pola (pattern) adalah sebuah prototipe produk asli dengan ukuran yang telah

diperhitungkan. Pola berbahan plastik atau kayu ini selanjutnya akan dicetak

pada cetakan pasir dalam bentuk rongga atau yang disebut dengan mold.

Dalam pembuatan pola atau model tersebut harus memperhatikan beberapa

hal yaitu faktor penyusutan benda tuang, benda tuang harus mudah

dibongkar, model harus mudah dan murah, dan lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-5

2. Inti (core) adalah bagian pada pola yang berfungsi sebagai rangka untuk

melindungi struktur model yang akan dibentuk. Penggunaan inti bertujuan

agar keadaan ketebalan dinding, lubang, dan bentuk-bentuk khusus dari

benda tuangan (casting) tidak akan terjadi perubahan. Pembuatan inti harus

memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah dapat dialiri gas, tahan

gesek, mudah dirusak setelah penuangan, dan lainnya.

3. Cope adalah cetakan pasir bagian atas.

4. Drag adalah cetakan pasir bagian bawah.

5. Pasir Cetak adalah media cetak yang digunakan pada proses pembuatan

rongga atau cavity yang akan diisi oleh logam cair ketika proses pengecoran.

6. Sistem Saluran, yaitu jalan masuk logam cair ke dalam rongga cetakan.

Bagian-bagian dari sistem saluran dapat dilihat pada Gambar II.3.

Gambar II. 3 Sistem Saluran [3]

Fungsi dari masing-masing saluran tuang adalah sebagai berikut :

a. Mangkok Tuang (Pouring Cup)

Mangkok tuang merupakan wadah penerima pertama logam cair yang

berasal dari ladel. Mangkok tuang harus dibuat sedemikian rupa,

sehingga kotoran-kotoran pada logam cair tidak masuk ke dalam

rongga cetakan.

b. Saluran Turun (Sprue)

Saluran turun dibuat kerucut terbalik.

c. Pengalir (Runner)

Top Riser

Casting

Pouring Cup Side

Riser

Gate Runner Sprue

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-6

Saluran pengalir berfungsi untuk distributor logam cair, selain itu juga

berfungsi sebagai pemecah kotoran yang masih terbawa oleh logam

cair agar tidak ikut masuk kedalam cetakan.

d. Saluran Masuk (Gate)

Saluran masuk dibuat lebih kecil dari pengalir juga mengecil ke arah

cetakan.

e. Saluran Penambah (Riser)

Saluran penambah berfungsi sebagai pencegah kerusakan benda tuang

akibat dari penyusutan.

2.3.2 Die Casting

Die casting adalah proses proses pengecoran dengan menggunakan cetakan

logam atau cetakan tetap. Die casting terdiri dari beberapa bagian atau belahan

terbuat dari baja (hot working steel). Sifat dasar dari material die casting yang

perlu diperhatikan adalah koefisien muai panas thermal expansion coeffitient),

konduktivitas panas (thermal conductivity), mampu tarik panas (hot yield

strength), ketahanan terhadap proses tempering (temper resistant), dan keuletan

(ductility).

Penerapan metode die casting sangat cocok pada pembuatan benda

berdinding tipis, berukuran presisi dan benda dengan kualitas permukaan yang

baik. Keunggulan lain metode die casting yaitu ukuran yang berlebihan dapat

dihindari. Die casting memberikan beberapa keuntungan dari segi teknis dan

ekonomis, tidak hanya karena daya manufaktur tinggi, tetapi juga waktu proses

yang sangat singkat antara bahan baku dan produk [4].

Berikut merupakan keuntungan dari penggunaan metode die casting ini :

a. Dapat membuat benda berdinding tipis dan berukuran presisi

b. Kualitas permukaan yang baik

c. Ukuran yang berlebihan dapat dihindarkan

d. Waktu proses yang sangat singkat

e. Menghasilkan kecepatan alir yang tinggi

Berikut merupakan kerugian dari penggunaan metode die casting ini :

a. Biaya operasional lebih tinggi

b. Harga mesin lebih mahal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-7

Berdasarkan cara pengisian metode pemberian tekanan untuk pembuatan

produk, metode ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok utama yaitu Gravity

Die Casting dan Pressure Die Casting. Selain itu didapatkan pula variasi lain dari

kedua metode tersebut, misalnya Vacuum Die Casting.

a. High Pressure Die Casting

High pressure die casting ini menggunakan mesin cold chamber yang

dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang sebanding dengan produk

hasil proses pemesinan. Secara prinsip, metode jenis ini dilakukan dengan

memberikan tekanan pada logam cair yang memasuki rongga cetakan.

Tekanan injeksi pada sistem berkisar antara 14-140 MPa. Ilustrasi high

pressure die casting dapat dilihat pada Gambar II.4.

Gambar II. 4 High Pressure Die Casting [2]

b. Low Pressure Die Casting

Metode ini diperlukan beberapa bagian mesin yan secara kasar dibagi

dalam tiga. Bagian pertama adalah tungku penahan panas yang kedap udara

untuk menampung material cair. Bagian kedua adalah unit penggerak dies

yang umumnya digerakan secara hindrolik. Bagian ketiga adalah unit

pemberi tekanan udara dan pengontrol proses. Sebuah pipa (riser)

menghubungkan cairan di dalam tungku cetakan. Proses pengisian

dilakukan dengan pemberian tekanan rendah terhadap permukaan cairan di

dalam tungku hingga masuk ke dalam rongga cetak. Tekanan yang terjadi

Molding Pieces

Molding Powder

Plunger Torpedo Orifice

Cooling Chanel

Feed Hope

Gate

Runner

Sprue

Guide Pin

Ejector Plat

Sprue Lock Pin

Ejector Rod

Colc-slug well

Ejector Pin

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-8

pada proses ini berkisar pada 7-35 MPa. Ilustrasi low pressure die casting

dapat dilihat pada Gambar II.5.

Gambar II. 5 Low Pressure Die Casting [2]

c. Gravity Die Casting

Metode ini dilakukan dengan menuangkan logam cair ke dalam cetkan

seperti pada pengcoran pasir. Prinsip yang digunakan pada metode ini

adalah tekanan yang digunakan berasal dari ketinggin dari jatuhnya logam

cair ke dalam cetakan. Pendinginan yang cepat pada metode ini memerlukan

pengontrolan yang baik pada parameter pengecorannya seperti temperature

tuang, bahan tambah, ketebalan rongga cetakan, tinggi bahan pelapis dan

temperatur cetakan.

Beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh metode gravity die casting

antara lain :

a. Tidak semua bahan paduan cocok untuk pengecoran cetakan

permanen

b. Biaya cetakan yang tinggi, sehingga tidak cocok untuk produksi

dalam jumlah rendah

c. Beberapa bentuk tidak dapat dibuat dengan menggunakan metode ini

karena lokasi parting line, undercuts, atau kesulitan dalam

pengeluaran produk dari cetakan

d. Coating diperlukan untuk melindungi cetakan dari serangan logam

cair.

Upper

Die

Product

Plaster Mold

Stroke Air

Flow of Hot

Water

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-9

2.3.3 Centrifugal Casting

Centrifugal casting atau roto casting adlaah teknik pengecoran yang

biasanya digunakan untuk membuat silinder berdinding tipis. Perlu

pengontrolan yang tepat dari metalurgi dan struktur kristal untuk

menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi. Dalam casting

centrifugal sebuah cetakan tetap diputar terus-menerus terhadap sumbunya

dengan kecepatan tinggi (300-3000) rpm ketika logam cair dituang. Cairan

logam dilemparkan ke arah dinding cetakan dalam, dimana ia membeku

setelah pendinginan. Mesin tuang dapat berupa vertical ataupun horizontal.

Ilustrasi centrifugal die casting dapat dilihat pada Gambar II.6.

Berikut kelebihan dari metode centrifugal casting ini :

a. Tidak memerlukan saluran pengalir

b. Produk dengan detail lekukan tinggi dapat dihasilkan dengan

permukaan yang baik

c. Menghasilkan lebih baik untuk jenis produk yang seragam

Berikut kekurangan dari metode centrifugal casting ini :

a. Harga peralatan cukup mahal

b. Biaya maintenance mahal

c. Laju produksi rendah

d. Satu cetakan hanya digunakan untuk satu produk

e. Gaya putar relatif besar

Gambar II. 6 Centrifugal Die Casting [2]

Ladel

Saluran

Dies

Rumah

Transmisi

Motor

Penggerak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-10

2.3.4 Continuous Casting

Continuous casting adalah proses pengecoran yang didinginkan dengan

cepat, kemudian logam yang telah membeku ditarik sehingga membentuk produk

berbentuk slab. Produk yang dihasilkan akan mempunyai hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan produk yang dibuat dengan cara konvensional.

Gambar II. 7 Continous Casting [2]

Continuous casting menghasilkan produk dengan bentuk panjang yang

selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan. Prinsip

dari metode ini adalah menuangkan logam cair pada cetakan yang berbentuk pipa,

selanjutnya keluaran dari cetakan tersebut akan didinginkan oleh air pendingin

dan kemudian diarahkan oleh rol-rol yang ada untuk memasuki tahap pemotongan

(Gambar II.7).

Logam Cair

Bejana

Cetakan (Mold)

Air Pendingin

Rol Penarik

Pemotongan

Casting

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-11

2.3.5 Investment Casting

Investment casting adalah pengecoran dengan menggunakan pola berbahan

lilin yang dilapisi bahan tahan api untuk membuat cetakan, selanjutnya lilin

tersebut dicairkan dan dikeluarkan dari rongga cetakan. Pola lilin tersebut dibuat

dengan menggunakan cetakan induk (master die) yang diinjeksikan lilin cair ke

dalam cetakan tersebut. Lost foam casting merupakan salah satu metode yang

dikembangkan dari metode investment ini hanya saja lost foam casting

menggunakan pola berbahan styrofoam bukan berbahan lilin. Ilustrasi investment

casting dapat dilihat pada Gambar II.8.

Gambar II. 8 Investment Casting (Sumber: www.castingquality.com)

Berikut merupakan keuntungan dari penggunaan metode ini :

a. Dapat membuat cetakan dalam bentuk yang rumit

b. Ketelitian dimensi sangat baik

c. Permukaan cor baik

d. Lilin dapat digunakan kembali

e. Tidak memerlukan permesinan lanjutan

Berikut merupakan kerugian dari penggunaan metode ini :

a. Biaya produksi tinggi

b. Banyak tahapan proses

c. Terbatas untuk benda cor ukuran kecil

Wax Injection Assembly

Shel Building Dewax/Burnout

Gravity Pouring Knockout Cut off Finished Casting

The Basic Steps in the Investment Casting Process

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-12

d. Sulit apabila benda cor menggunakan inti

2.3.5 Shell Moulding

Shell moulding adalah metode pengecoran dimana pembuatan cetakan

terbagi dua yang terbuat dari media pasir dengan pengikat resin. Cetakan tipis

terbentuk melalui proses pemanasan cetakan hasil dari proses kimiawi bahan resin

yang terkandung pada pasir. Ukuran yang dihasilkan pada proses ini memiliki

tingkat keakuratan yang tinggi.

Gambar II. 9 Shell Moulding [2]

2.4 Lost Foam Casting

Lost foam casting atau juga dapat disebut dnegan pengecoran evaporative

foam adalah metode pengecoran logam dimana pola yang digunakan berbahan

styrofoam. Shyroer menemukan dan mematenkan metode ini pada tahun 1958,

Half Pattern Resin Bonded

Sand

Mould

Assembled Mold

Supporting Sand

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-13

setelah itu pada tahun 1964, Smith mengembangkan dan mematenkan konsep

penggunaan pasir kering tanpa pengikat [5]. Lost foam casting merupakan bentuk

modern dari investment casting, selain itu LFC juga merupakan metode

pengecoran dengan full mold yang berarti pola akan ditimbun secara utuh di

dalam pasir ketika proses pengecoran. Perbedaan mendasar antara investment

casting dengan lost foam casting ialah pada bahan yang digunakan pada pola

selain itu LFC juga merupakan investment casting yang menghilangkan langkah-

langkah tertentu dalam prosesnya maka disebut dengan metode rapid prototyping.

Lost foam casting dilakukan dalam beberapa tahapan (Gambar II.10), langkah

pertama yaitu proses pembuatan pola berbahan styrofoam. Pola dapat terdiri dari

beberapa bagian atau komponen yang selanjutnya akan dilem untuk menjadi satu

kesatuan pola sehingga untuk bentuk yang lebih kompleks lebih diuntungkan.

Pola dan sistem saluran dirangkai dengan menggunakan lem khsus styrofoam.

Kesatuan antara rangkaian pola dan rangkaian sistem saluran disebut dengan

cluster.

Gambar II. 10 Tahap-tahap Lost Foam Casting [7]

Benda hasil pengecoran sangat dipengarhi oleh sistem saluran yang

digunakan, baik dari segi cetakan yang terisi penuh ke semua bagian hingga

adanya cacat pada benda cor. Cluster selanjutnya dilakukan proses coating.

Coating merupakan proses pelapisan cluster menggunakan bahan tahan panas

(refractory), bahan tahan panas yang biasa digunakan diantaranya tepung zircon,

kaolin dan talk [5]. Cluster kemudian dikeringkan dan setelah itu ditimbun di

Step 1 – Foam pattern

Step 2 – Clustering Step 3 – Coating

Step 4 – Drying

Step 5 – Compaction

Step 6 – Casting

Step 7 – Completed Casting

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-14

dalam pasir. Pasir yang menimbun pola kemudian dipadatkan, salah satu cara

yang efektif dalam pemadatan pasir adalah dengan cara memberikan getaran

dengan frekuensi tertentu pada pasir [5]. Besar butir pasir dengan ukuran AFS

(average fineness number) tertentu akan mengisi ruang-ruang yang kosong dari

cluster dan ketika pengisian logam cair akan menahan cluster tersebut.

Proses penuangan logam cair dimulai dengan menuangkan logam cair ke

dalam saluran tuang dan pola akan terurai menjadi cair dan gas karena panas

logam cair saat masuk ke pola. Styrofoam akan terdekomposisi menjadi hidrogen

dan karbon. Melalui lapisan coating selanjutnya gas hasil penguraian akan

berdifusi. Cairan yang tersisa akan diserap oleh lapisan coating dan diuapkan

menjadi gelembung-gelembung gas kecil. Gelembung gas dari seluruh cetakan

akan berkumpul pada sisi yang lebih tinggi, selain itu gelembung gas hasil

dekomposisi polystyrene foam akan menembus pori-pori lapisan coating. Tetapi

laju eliminasi gas oleh lapisan coating ini tergantung dari beberapa faktor

diantaranya jumlah produksi gas, permeabilitas pada coating dan pasir, sifat

termal pada coating dan pasir serta temperatur cair. Menguapnya styrofoam

menghasilkan gap yang lebih besar antara logam dan styrofoam menyebabkan

perpindahan panas dari logam ke styrofoam pun berkurang sehingga styrofoam

akan menguap secara mencair dibandingkan dengan terbakar. Daerah yang terjadi

gap akan terjadi proses dekomposisi styrofoam yang akan menghasilkan tekanan

balik yang berlawanan dengan aliran dari logam cair [5]. Akibatnya hal tersebut

mnenghasilkan gaya terhadap cetakan sehingga cetakan tetap pada bentuknya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-15

Gambar II. 11 Ilustrasi Styrofoam Pada Lost Foam Casting [5]

Setelah semua cetakan terisi oleh logam cair langkah selanjutnya adalah

proses pendinginan, setelah benda cor cukup dingin kemudian dilakukan

pembongkaran cetakan.

2.5 Pasir Cetak

Pasir cetak adalah media cetak yang digunakan dalam metode pengecoran

sand casting. Pasir cetak yang digunakan dalam proses pengecoran logam

diharuskan memenuhi syarat-syarat diantaranya :

1. Mampu bentuk baik. Pasir cetak yang mempunyai kemampuan bentuk yang

baik akan mempermudah ketika proses pembuatan rongga cetakan dengan

bentuk yang kompleks.

2. Permeabilitas pasir baik. Permeabilitas yang baik akan memudahkan gas-

gas yang terdapat di dalam cetakan untuk keluar ketika proses penuangan

sehingga kemungkinan terjadinya cacat coran akan berkurang.

3. Tahan terhadap temperatur logam cair selama penuangan. Hal ini sangat

penting untuk mengindari adanya erosi pasir ketika proses penuangan logam

cair.

4. Komposisi pasir yang baik. Perbandingan antara pasir dan bahan tambah

yang sesuai akan menghasilkan cetakan baik.

5. Reusable yang baik. Pasir cetak yang dapat digunakan kembali akan

menurunkan biaya produksi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-16

Berikut merupakan pasir-pasir yang umum digunakan di dunia pengecoran

logam antara lain :

1. Pasir Silika

Pasir jenis ini diperoleh dengan menghancurkan batu silika menjadi butiran-

butiran pasir.

2. Pasir Zircon

Pasir jenis ini merupakan pasir dengan ketahanan api yang baik dapat

mencegah terjadinya sinter.

3. Pasir Olivin

Pasir jenis ini diperoleh dengan menghancurkan batuan yang membentuk

2MgO, SiO2 dan 2FeO2. Daya hantar panas jenis ini lebih baik dibandingkan

dengan jenis pasir silika.

2.6 Pola

Pola (pattern) merupakan sebuah master yang digunakan ketika proses

pembuatan cetakan pengecoran logam. Bahan yang digunakan dalam pembuatan

pola terdapat berbagai jenis sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan pola dapat

menggunakan bahan-bahan sebagai berikut:

1. Logam

Keuntungan pola berbahan loham salah satunya adalah umur pola lebih

lama dibandingkan dengan bahan lainnya sehingga sangat cocok untuk

pembuatan produk dengan kuantitas yang besar. Jenis logam yang

digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

2. Kayu

Pola berbahan kayu memiliki kekurangan yaitu kurang tahannya terhadao

gesekan sehingga kurang tepat untuk pembuatan produk dalam kuantitas

besar. Keuntungan penggunaan pola jenis ini terletak pada biaya pembuatan

pola lebih murah, waktu pemnbuatan pola lebih cepat, dan proses

pembuatan pola yang lebih mudah.

3. Plastik

Pola jenis ini memiliki keuntungan dalam segi biaya pembuatan pola dan

kemudahan pembuatan pola.

4. Sintetik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-17

Pembuatan pola jenis ini menggunakan bahan kimia berupa resin dan sangat

cocok untuk membuat produk dengan ukuran kecil atau pada pencetakan

mesin. Selain itu polajenis ini memiliki sifat tahan aus dan penyusutan kecil.

5. Styrofoam

Pola jenis ini merupakan pola yang sekali pakai dikarenkan ketika proses

penuangan logam cair pola akan ikut larut bersama cairan logam. Oleh

karena itu pola berbahan styrofoam ini kurang cocok untuk pembuatan

produk dengan kuantitas banyak.

2.7 Sistem Saluran

Sisten saluran adalah jalur-jalur yang digunakan agar logam cair dapat

mengalir memasuki rongga cetakan. Sistem saluran umunya terdiri dari cawan

tuang, saluran turun, saluran pengalir, saluran masuk dan penambah (Gambar

II.12) [6].

1. Cawan tuang adalah wadah atau corong yang menerima langsung logam cair

dari ladel untuk diteruskan ke saluran turun.

2. Saluran turun adalah penghubung antara cawan tuang dengan saluran

pengalir.

3. Saluran pengalir adalah saluran yang berfungsi untuk meneruskan logam

cair dari saluran turun menuju rongga cetakan. Jumlah saluran pengalir

biasanya sebanding dengan jumlah produk yang dicor.

4. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil daripada irisan

pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk ke dalam rongga cetakan

(Surdia dan Chijiwa, 1986).

5. Penambah berfungsi untuk meminimalisir penyusutan produk cor yang

disebabkan oleh pembekuan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-18

Gambar II. 12 Sistem Saluran [4]

Fungsi lain dari sistem saluran adalah untuk mengatur kecepatan aliran

logam cair yang menuju rongga cetakan dan untuk meminimalisir kotoran-kotoran

yang terbawa logam cair untuk tidak masuk ke dalam rongga cetakan.

2.7.1 Perhitungan Sistem Saluran

Sistem saluran pada proses pengecoran lost foam dibuat dengan bahan yang

sama dengan pola yaitu styrofoam. Parameter pengecoran dapat ditentukan

sebagai berikut :

1. Pouring Weight (Wp)

Formula yang digunakan untuk menghitung pouring weight adalah

sebagai berikut :

𝑊𝑝 =𝑊0

𝑌 …………………………………………...............(1)

Keterangan :

Wp : Pouring weight [kg]

Y : Yield ratio

W0 : Massa benda cor [kg]

2. Pouring Volume (Qp)

Formula yang digunakan untuk menghitung pouring volume adalah

sebagai berikut :

𝑄𝑝 =𝑊𝑝

𝜌 …………………………………………………(2)

Keterangan :

Qp : Pouring volume [m3]

Cawan Tuang

Saluran Turun

Saringan Pengalir

Saluran Masuk Coran

Pengalir Saluran Masuk

Coran

Dam

Saluran

Turun

Cawan Tuang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-19

Wp : Pouring weight [kg]

ρ : Massa jenis logam [kg/m3]

3. Hidrostatis Praktis (Hp)

Formula yang digunakan untuk menghitung tinggi hidrostatis praktis

sebagai berikut :

Gambar II. 13 Hidrostatis Praktis [8]

𝐻𝑃 =2𝐻𝑐 𝑥 𝐶− 𝑃2

2𝐶 ………………………………………..(3)

Keterangan :

Hp : Tinggi hidrostatis praktis [mm]

Hc : Jarak kedudukan saluran masuk terhadap permukaan logam cair

pada cawan tuang [mm]

C : Tinggi rongga cetakan [mm]

P : Jarak saluran masuk paling atas rongga cetakan [mm]

4. Pouring Time (t)

Waktu tuang adalah waktu yang dibutuhkan logam cair untuk mengisi

penuh rongga cetakan dan dimulali pada saat logam cair menyentuh cawan

tuang.

Besarnya waktu tuang (t) diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

𝑡 = 𝑠 𝑥 √𝑀𝑐 ……………………………………………….(4)

Keterangan :

t : Waktu tuang [detik]

s : Besaran spesifik

Mc : Massa benda cor [kg]

Nilai s bergantung pada tebal dinding dari benda cor dan dapat dilihat

pada Tabel II.1.

Hc P C

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-20

Tabel II. 1 Konstanta (s) untuk Pouring Time [8]

Tebal Dinding Benda Cor (mm) Nilai (s)

3-3,5 1,63

3,5-8 1,86

8-15 2,2

5. Pouring Speed (Vm)

Kecepatan tuang adalah laju aliran logam cair untuk mengisi rongga

cetakan per satuan waktu tuang.

Formula yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan tuang

adalah sebagai berikut :

𝑉𝑚 =𝑀𝑐

𝑡 …………………..……………………………….(5)

Keterangan :

Vm : Kecepatan tuang [kg/detik]

Mc : Berat benda cor [kg]

t : Waktu tuang [detik]

Gating ratio didefinisikan sebagai perbandingan luas penampang melintang

sprue (As) : total penampang luas runner (Ar) : total luas penampang gate (Ag).

Perbandingan sistem saluran (gating ratio) dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II. 2 Gating Ratio [8]

Waktu Tuang As : Ar: Ag

Penuangan Cepat 1 : 2 : 4

Penuangan Biasa 1 : 0,9 : 0,8

Penuangan Lambat 1 : 0,7 : 0,5

1. Saluran Turun (Sprue)

a. Luas Saluran Turun (As)

Langkah awal untuk menentukan luas penampang saluran turun

adalah dengan menentukan luas penampang choke. Luas penampang

choke adalah bagian bawah dari saluran turun atau sprue.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-21

Formula untuk mendapatkan luas potongan melintang choke

adalah dapat menggunakan Persamaan (6)

𝐴𝑐 =𝑀𝑐

𝑡 𝑥 𝜇 𝑥 𝜌 𝑥 √2𝑔 𝑥 𝐻𝑝………………………………..(6)

Keterangan :

Ac : Luas potongan melintang choke [mm2]

Mc : Berat benda cor [kg]

ρ : Massa jenis logam [kg/mm3]

μ : Tahanan hidrostatis seluruh sistem saluran

g : Percepatan gravitasi [mm/s2]

Hp : Tinggi hidrostatis praktis [mm]

Formula yang menghubungkan luas potongan melintang bagian

atas sprue dan luas potongan melintang choke ditunjukkan oleh

Persamaan (7)

𝐴𝑠 = 𝐴𝑐 𝑥 √𝐻

ℎ ………………………………………..(7)

Keterangan :

As : Luas bagian atas sprue [mm2]

Ac : Luas bagian choke sprue [mm2]

H : Tinggi efektif logam cair atau Hc [mm]

h : Tinggi dari logam cair di dalam cawan tuang [mm]

b. Volume Saluran Turun (Vs)

Volume dari saluran turun (sprue) dapat dihitung menggunakan

Persamaan (8).

𝑉𝑠 = 𝐴𝑠 𝑥 𝑇𝑠 …………………………………….(8)

Keterangan :

Vs : Volume sprue [mm3]

As : Luas sprue [mm2]

Ts : Tinggi sprue [mm]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-22

c. Massa Saluran Turun (Ms)

Massa saluran turun (sprue) dapat dihitung menggunakan

Persamaan (9).

𝑀𝑠 = 𝑉𝑠 𝑥 𝜌 ………………………………………(9)

Keterangan :

Ms : Massa sprue [kg]

Vs : Volume sprue [mm3]

ρ : Massa jenis logam [kg/mm3]

d. Dimensi Saluran Masuk

Dimensi dari saluran masuk dapat disesuaikan dengan

kebutuhan, umumnya menggunakan bentuk trapesium, persegi,

lingkaran dan setengah lingkaran.

Hal yang paling penting adalah dimensi yang telah dipilih

aktualnya memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan

harga As atau dengan kata lain luas As merupakan luas permukaan

minimum dari saluran turun yang direkomendasikan.

2. Saluran Pengalir (Runner)

a. Luas Saluran Pengalir (Ar)

Luas saluran pengalir didapatkan berdasarkan gating ratio yang

telah ditentukan sebelumnya, setelah itu nilai Ar dapat dihitung

menggunakan Persamaan (10).

𝐴𝑟 = 𝑘 𝑥 𝐴𝑠 …………………………………………..(10)

Keterangan :

Ar : Luas runner [mm2]

k : Konstanta gating ratio

As : Luas sprue [mm2]

b. Volume Saluran Pengalir (Vr)

Volume saluran penglir (runner) dapat dihitung menggunakan

Persamaan (11).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-23

𝑉𝑟 = 𝐴𝑟 𝑥 𝐿𝑟 ……………………………………(11)

Keterangan :

Vr : Volume saluran pengalir [mm3]

Ar : Luas saluran pengalir [mm2]

Lr : Panjang saluran pengalir [mm]

c. Massa Saluran Pengalir (Mr)

Massa saluran pengalir (runner) dapat dihitung menggunakan

Persamaan (12).

𝑀𝑟 = 𝑉𝑟 𝑥 𝜌 ………………………………………(12)

Keterangan :

Mr : Massa runner [kg]

Vr : Volume runner [mm3]

ρ : Massa jenis logam [kg/mm3]

3. Saluran Masuk (Ingate)

a. Luas Saluran Masuk (Ag)

Luas saluran masuk didapatkan berdasarkan perbandingan

saluran (gating ratio) yang sudah ditentukan sebelumnay. Luas

saluran masuk (ingate) dapat dihitung menggunakan Persamaan (13).

𝐴𝑔 = 𝑘 𝑥 𝐴𝑠 ………………………………………….(13)

Keterangan :

Ag : Luas ingate [mm2]

k : Konstanta gating ratio

As : Luas sprue [mm2]

b. Volume Saluran Masuk (Vg)

Volume saluran masuk (ingate) dapat dihitung menggunakan

Persamaan (14).

𝑉𝑔 = 𝐴𝑔 𝑥 𝐿𝑔 ………………………………………(14)

Keterangan :

Vg : Vloume ingate [mm3]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-24

Ag : Luas ingate [mm2]

Lg : Panjang ingate [mm]

c. Massa Saluran Masuk (Mg)

Massa saluran masuk (ingate) dapat dihitung menggunakan

Persamaan (15).

𝑀𝑔 = 𝑉𝑔 𝑥 𝜌 ……………………………………….(15)

Keterangan :

Mg : Volume ingate [kg]

Vg : Volume ingate [mm3]

ρ : Massa jenis logam [kg/mm3]

d. Dimensi Saluran Masuk

Dimensi dari saluran masuk ditentukan berdasarkan bentuk dari

saluran masuk yang dipilih. Syarat yang harus dipenuhi adalah total

luas dari dimensi yang dipilih harus lebih besar dibandingkan dengan

luas saluran masuk hasil perhitungan (Ag).

4. Cawan Tuang (Ct)

Cawan tuang (Ct) adalah suatu penampung logam cair yang dituang

dari ladel untuk diteruskan ke saluran turun (sprue). Dimensi dari cawan

tuang dapat berbagai macam sesuai dengan kebutuhan, umumnya berbentuk

kerucut terpancung dimana untuk menghitung diameter atasnya

menggunakan formula sebagai berikut :

Gambar II. 14 Contoh Bentuk Cawan Tuang [8]

𝐷 = 𝑑 + (2(𝑡𝑔 30𝑜𝑥 𝐻))………………………………(16)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-25

Keterangan :

D : Diameter atas [mm]

d : Diameter bawah [mm]

H : Tinggi cawan tuang [mm]

2.8 Styrofoam

Styrofoam atau polystyrene foam merupakan salah satu polimer turunan dari

plastik. Polystyrene yang berarti terbuat dari monomer-monomer stirena yang

dilakukan proses polimerisasi suspense pada suhu dan tekanan tertentu.

Polystyrene foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas

seperti n-butana atau n-pentana. Proses pembuatannya yaitu dengan cara

polimerisasi monomer stirena yang kemudian diberikan CFC atau Cloro Fluro

Carbon dengan cara dihembuskan. Polystyrene tidak baik apabila dijadikan

sebagai tempat makanan dikarenakan stiren sendiri memiliki sifat yang dapat larut

dalam panas, alkohol, lemak, toluene dan susu. Apabila masuk ke dalam tubuh

manusia, stirena tersebut akan bersifat racun yang akan menyerang syaraf dan

mengkontaminasi tubuh.

2.9 Hot Wire Cutting

Hot wire cutting adalah proses pemotongan model styrofoam, pada saat

pemotongan struktur grid styrofoam akan menutup karena panas yang dihasilkan

oleh konsleting adaptor. Styrofoam dibentuk menjadipola yang akan dibuat.

Perangkat ini teridiri dari kawat logam tipis yang sering dibuat dari nichrome atau

stainless steel, atau kawat tebal yang telah dibentuk sebelumnya menjadi bentuk

yang diinginkan, kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 200oC. Kedalaman

potong dibatasi oleh panjang dari kawat itu sendiri dan lebar potongan dibatasi

oleh diameter kawat.

2.10 Aluminium

Aluminium merupakan logam goloangan IIIA pada sistem periodic dengan

nomor atom 13 dan berat atom 26,98 per mol (sma). Aluminium merupakan salah

satu jenis logam non ferro dengan massa jenis 2,7 gram/cm3. Aluminium juga

termasuk kedalam jenis logam ringan dengan ketahanan korosi yang baik dan

memiliki sifat konduktifitas listrik 60% lebih baik dari tembaga [9].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-26

Aluminium mudah teroksidasi dengan membentuk lapisan aluminium

oksida (Al2O3) dimana lapisan tersebutlah yang membuat aluminium menjadi

tahan terhadap korosi. Struktur kristal FCC atau Face Centered Cubic

menyebabkan aluminium mempunyai sifat yang ulet meskipun pada temperatur

yang rendah sehingga mendapatkan keuntungan dalam kemampuan bentuknya.

Tabel II. 3 Sifat-sifat Aluminium

Sifat-sifat Alumunium Murni Tinggi

Struktur kristal FCC

Densitas pada 20oC (sat. 103kg/m3) 2,698

Titik cair (oC) 660,1

Koefisien mulur panas kawat 20o-100oC (10-6/K) 23,9

Konduktifitas panas 20o-400oC (W/(m K)) 238

Tahan listrik 20oC (10-8KΩ m) 2,69

Modulus elastisitas (GPa) 70,5

Modulus kekakuan (GPa) 26,0

Sifat-sifat aluminium yang lebih unggul bila dibandingkan dengan logam

lain adalah sebagai berikut :

a. Ringan. Massa jenis aluminium sebesar 2,7 gram/cm3 atau sepertiga dari

massa jenis besi.

b. Tahan korosi. Aluminium oksida tipis yang ada pada permukaan aluminium

melindungi bagian inti aluminium untuk tidak teroksidasi.

c. Hantar listrik baik. Aluminium mempunyai 65% daya hantar listrik yang

lbeih baik dibandingkan dengan tembaga walaupun massa jenisnya hanya

sepertiganya sehingga sangat memungkinkan untuk memperluas

penampangnya.

d. Anti magnetis. Aluminium merupakan logam yang bersifat non magnetis

karena sedikitnya unsur Fe didalamnya.

e. Toksifitas. Aluminium termasuk ke dalam jenis logam tidak berbau dan

tidak beracun.

f. Mampu bentuk baik. Aluminium yang memiliki struktur kristal FCC

menyebabkan sifat ulet sehingga dalam pembentukannya tidak sukar.

g. Reusable. Titik lebur yang rendah memberikan keuntungan terhadap

pembentukan kembali dari aluminium sehingga tidak memerlukan energi

yang lebih banyak dibandingkan dengan peleburan besi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-27

2.10.1 Aluminium Paduan Seri 6082

Paduan merupakan mengkombinasikan dua atau lebih jenis logam dan dapat

disebut juga sebagai larutan padat dalam logam. Aluminium biasanya dipadukan

dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni dan sebagainya dengan tujuan untuk

memperbaiki sifat aluminium itu sendiri. Elemen paduan untuk aluminium

paduan seri 6xxx adalah unsur mangan, magnesium dan silikon.

Paduan seri 6xxx merupakan paduan yang termasuk ke dalam jenis paduan

aluminium yang dapat diperlaku-panaskan dan mempunyai sifat tahan korosi yang

cukup baik dan sifat mampu potong yang baik. Kekurangan aluminium paduan

seri 6xxx ini adalah pada daerah las yang mendapatkan panas dari proses las akan

mengalami pelunakan.

1. Komposisi kimia aluminium paduan 6082

Tabel II. 4 Komposisi Unsur Aluminium Paduan 6082 [11]

Unsur Persentase (%)

Si 0,7 – 1,3

Mg 0,6 – 1,2

Mn 0,4 – 1,0

Fe 0,0 – 0,5

Zn 0,0 – 0,2

Cu 0,0 – 0,1

Ti 0,0 – 0,1

Cr 0,0 – 0,25

Al Balance

2. Sifat fisik aluminium paduan 6082

Tabel II. 5 Sifat Fisik Aluminium Paduan 6082 [11]

Sifat Fisik Nilai

Massa Jenis 2700 kg/m3

Titik Cair 555 oC

Modulus Elastisitas 70 GPa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-28

Ketahanan Listrik 0,038 x 10-6 Ωm

Konduktivitas Suhu 180 W/mk

Pemuaian Panas 24 x 106/K