Upload
vodat
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teknik Tata Cara Kerja
Teknik tata cara kerja adalah suatu ilmu yang terdiri atas teknik-teknik dan prinsip-
prinsip untuk mendapatkan suatu rancangan (design) sistem kerja yang terbaik (Hadiguna
dan Setiawan, 2008). Teknik dan prinsip dalam teknik tata cara kerja berfungsi mengatur
komponen-komponen sistem kerja yang terdiri atas manusia dengan sifat dan
kemampuannya, bahan, perlengkapan dan peralatan kerja, serta lingkungan kerja. Hal yang
paling dasar dalam merancangan sebuah sistem kerja adalah membuat peta kerja. Peta
Kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara jelas dan sistematis
seperti kerja produksi.
Menurut Wignjosoebroto (2009) simbol-simbol yang dipergunakan dalam pembuatan
peta proses (ASME standard).
a. Operasi
Kegiatan operasi terjadi bilamana sebuah obyek (benda kerja/bahan baku)
mengalami perubahan bentuk, baik secara fisik maupun kimiawi.
b. Pemeriksaan
Kegiatan inspeksi terjadi bilamana sebuah obyek mengalami pengujian ataupun
pengecekan ditinjau dari segi kuantitas ataupun kuantitas.
c. Transportasi
Kegiatan transportasi terjadi bilamana sebuah obyek dipindahkan dari suatu
lokasi ke lokasi yang lain.
7
d. Menunggu (Delay)
Proses menunggu terjadi bila material, benda kerja, operator atau fasilitas kerja
dalam keadaan berhenti atau tidak mengalami kegiatan apapun.
e. Menyimpan (Storage)
Proses penyimpanan terjadi bilamana obyek disimpan dalam jangka waktu yang
cukup lama.
f. Aktivitas Ganda
Kegiatan ini terjadi bilamana antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan
bersamaan pada suatu tempat kerja.
2.2 Perencanaan Fasilitas
2.2.1. Perancangan Fasilitas
Perancangan fasilitas adalah kegiatan menghasilkan fasilitas yang terdiri atas penataan
unsur fisiknya, pengaturan aliran bahan, dan penjaminan keamanan para pekerja. Kegiatan
perancangan fasilitas adalah menganalisis, membentuk konsep, merancang, dan
mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Dasar pengaturan komponen-
komponen fasilitas adalah aliran barang, aliran informasi, tata cara kerja, dan pekerjaan akan
dioptimumkan baik dari sisi ekonomis maupun teknis (Hadiguna dan Setiawan, 2008).
Menurut Hadiguna dan Setiawan, (2008), perancangan fasilitas merupakan usaha
terus-menerus untuk meningkatkan produktivitas. Untuk mewujudkannya, perancangan
fasilitas harus memenuhi tujuan-tujuan berikut:
1. Memudahkan proses manufaktur
2. Meminimumkan pemindahan barang
3. Menjaga fleksibilitas
4. Memelihara persedian work-in-proces (WIP)
8
5. Menurunkan biaya modal investasi
6. Menghemat pemakaian ruang
7. Meningkatkan utilisasi pekerja
8. Memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
2.2.2. Tata Letak Fasilitas
Menurut Purnomo, (2004), untuk memenuhi tujuan tata letak yang baik, maka dapat
digunakan kriteria untuk menilai apakah tata letak suatu pabrik sudah baik atau masih perlu
disempurnakan lagi, kriteria yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jarak angkut dalam ruang proses minimal, dengan demikian akan menghemat tenaga
serta biaya pemindahan bahan.
2. Aliran bahan berjalan dengan baik dan tidak mengganggu proses prouksi yang sedang
berjalan.
3. Penggunaan ruang yang efektif artinya disediakan suatu jarak antara mesin yang tidak
terlalu lebar maupun tidak terlalu sempit
4. Fleksibel artinya tata letak dirancang sedemikian rupa sehingga apabila diperlukan dapat
dilakukan perubahan mengikuti perkembangan (jenis produk, jumlah, kualitas, dan
sebagainnya) yang ada
5. Terjaminnya keselamatan barang yang diangkut.
2.3 Konsep Tata Letak Pabrik
2.3.1. Jenis-Jenis Masalah Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik merupakan kegiatan merancang fasilitas manufaktur, perancangan
tata letak pabrik perlu direncanakan dengan baik dan benar. Pengaturan kembali fasilitas
manufaktur merupakan bagian kegiatan merancang tata letak yang dikenal dengan istilah
penataan kembali atau relayout (Hadiguna dan Setiawan, 2008).
9
Menurut Hadiguna dan Setiawan, (2008), ada beberapa hal yang mendorong perlu
dilakukannya relayout sebagai bagian permasalahan dalam tata letak pabrik, yaitu:
1. Perubahan rancangan
2. Perluasan departemen
3. Pengurangan departemen
4. Penambahan produk baru
5. Pemindahan departemen
6. Penambahan departemen baru
7. Perubahan metode produksi
8. Peremajaan peralatan yang rusak
9. Penurunan biaya
10. Pendirian pabrik baru
2.3.2. Ciri-Ciri Tata Letak Yang Baik
Dalam merancang tata letak fasilitas sebuah pabrik, tentunya ada ukuran-ukuran
dimana sebuah tata letak dikatakan sudah baik. Tata letak pabrik yang baik perlu
mempertimbangkan aspek-aspek sosial dan aspek-aspek teknik, hal ini dikenal dengan
istilah socio-technical system (Hadiguna dan Setiawan, 2008).
Menurut Hadiguna dan Setiawan, (2008), ada beberapa ciri-ciri yang bisa dijadikan
patokan tata letak pabrik yang baik, yaitu:
1. Keterkaitan kegiatan rencana
2. Pola aliran bahan terencanan
3. Aliran yang lurus
4. Langkah baik (backtrack) minimum
5. Jalur aliran tambahan
6. Gang yang lurus
10
7. Pemindahan antara-operasi minimum
8. Metode pemindahan yang terencana
9. Jarak pemindahan minimum
10. Pemroresan digabung dengan pemindahan bahan
11. Pemindahan bergerak dari penerimaan menuju pengiriman
12. Operasi pertama dekat dengan penerimaan
13. Operasi terakhir dekat dengan pengiriman
14. Penyimpanan pada tempat pemakaian jika mungkin
15. Tata letak fleksibel
16. Mampu mengemodasi rencana perluasan di masa datang
17. Persediaan setengah jadi atau WIP minimum
18. Sedikit mungkin bahan yang tengah diproses
19. Pemakaian seluruh lantai pabrik makasimum
20. Ruang penyimpanan yang cukup
2.3.3. Prosedur Tata Letak Pabrik
Dalam membuat sebuah tata letak pabrik ada langkah-langkah penyusunan tata letak
pabrik (Hadiguna dan Setiawan, 2008). Apple (1990), mengusulkan urutan langkah-langkah
yang cukup rinci dalam membuat tata letak pabrik sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data dasar
2. Menganalisis data dasar
3. Merancang proses yang produktif
4. Merencanakan bentuk aliran bahan
5. Mempertimbangkan rencana pemindahan bahan secara umum
6. Menghitung kebutuhan mesin dan peralatan
7. Merencanakan stasiun kerja mandiri
8. Memilih peralatan pemindahan bahan yang spesifik
11
9. Mengordinasikan kelompok-kelompok operasi yang terkait
10. Merancang interrelationship aktivitas
11. Menentukan kebutuhan penyimpanan
12. Merencanakan aktivitas pelayanan dan tambahan (auxiliary)
13. Menentukan kebutuhan ruang
14. Mengalokasikan aktivitas-aktivitas pada ruang yang telah direncanakan
15. Mempertimbangkan tipe-tipe bangunan
16. Mengonstruksi tata letak induk
17. Mengevaluasi, menyesuaikan, dan memeriksa tata letak dengan pihak-pihak terkait
18. Mengajukan persetujuan
19. Menginstal tata letak
20. Menindak lanjuti implementasi tata letak
Reed (dalam Hadiguna dan Setiawan, 2008) merekomendasikan systematic plan of
attack sebagai langkah-langkah yang diperlukan dalam perencanaan dan persiapan tata
letak dengan urutan sebagai berikut:
1. Menganalisa produk-produk yang akan dibuat
2. Menentukan proses yang dibutuhkan
3. Mempersiapkan petas-petas rencana tata letak
4. Menentukan stasiun kerja
5. Menganalisis kebutuhan area penyimpanan
6. Menetapkan lebar gang minimum
7. Menetapkan kantor yang dibutuhkan
8. Mempertimbangkan fasilitas dan pelayanan bagi paras pekerja
9. Melakukan survei pelayanan pabrik
10. Melengkapi fasilitas terhadap kemungkinan ekspansi
12
Menurut Reed (dalam Hadiguna dan Setiawan, 2008), peta-peta rencana tata letak
sangat penting agar proses membuat tata letak sepenuhnya berhasil dengan baik. Adapun,
peta-peta yang diperlukan adalah:
1. Proses aliran (flow process) termasuk operasi, transportasi, penyimpanan dan inspeksi
2. Waktu standar untuk setiap operasi
3. Pemilihan dan penyeimbangan mesin yang dibutuhkan
4. Pemilihan dan penyeimbangan operator yang dibutuhkan
5. Kebutuhan pemindahan bahan
Konsep Engineering Approach dapat digunakan sebagai pendekatan untuk merancang
tata letak pabrik, pendekatan ini terdiri atas beberapa langkah, yaitu (Hadiguna dan Setiawan
2008).
1. Mengidentifikasi masalah
2. Mengumpulkan data
3. Memformulasikan model dari masalah
4. Mengembangkan algoritma penyelesaian model
5. Membangun alternatif, mengevaluasi, dan memilih
6. Mengimplementasikan solusi
7. Tinjauan terus-menerus setelah implementasi
2.4 Macam/Tipe Tata Letak dan Dasar-Dasar Pemilihannya
Menurut Wignjosoebroto, (2009) ada empat macam/tipe tata letak yang secara klasik
umum diaplikasikan dalam desain lay-out yaitu:
1. Tata letak fasilitas berdasarkan aliran produksi (production line product lay-out).
2. Tata letak fasilitas berdasarkan lokasi material tetap (fixed material location lay-out atau
fixed position lay-out).
13
3. Tata letak berdasarkan kelompok produk (product famili, product lay-out, atau group
technology lay-out).
4. Tata letak fasilitas berdasarkan fungsi atau macam proses (functional atau process lay-
out).
2.4.1. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Aliran Produksi (Production Line
Product atau Product Lay-out)
Tata letak fasilitas berdasarkan aliran produksi pada umumnya digunakan untuk pabrik
yang memproduksi satu macam produk atau kelompok produk dalam jumlah/volume yang
besar dan waktu produksi yang lama, maka segala fasilitas-fasilitas produksi dari pabrik
tesebut haruslah diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berlangsung
seefisien mungkin. Dengan lay-out berdasarkan aliran produksi, maka mesin dan fasilitas
produksi lainnya akan diatur menurut prinsip machine after machine. Tidak perduli macam
mesin yang dipergunakan. Dengan memakai tata letak tipe produksi ini segala fasilitas-
fasilitas untuk proses manufacturing atau juga perakitan akan diletakan berdasarkan garis
aliran (flow line) dari proses produksi tersebut Wignjosoebroto, (2009).
Tata letak berdasarkan aliran produksi ini merupakan tipe lay-out yang paling populer
untuk pabrik yang bekerja/produksi secara masal (mass production), yang mana secara
prinsip hal ini dapat ditunjukan pada gambar berikut Wignjosoebroto, (2009).
Gambar 2. Tata Letak Produk (Product Lay-out) Sumber: Wignjosoebroto, (2009)
Gudang b
aha
n b
aku (
Mate
rial)
Gudang p
roduk jadi
Pro
ses P
era
kitan (
Assem
bly
) Mesin
Bubut
Mesin
Pelengkung Mesin Press
Mesin
Drill
Mesin
gerinda
Mesin Drill
Mesin
Drill
Mesin Drill
Mesin
Perata
Mesin Drill
Mesin
Perata
Mesin
Bubut
14
Dari diagram diatas tata letak berdasarkan produk yang dibuat (Product lay-out) atau
seringkali disebut pula dengan flow/line lay-out didefinisikan sebagai metode pengaturan dan
penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan kedalam satu departemen secara
khusus. Dengan tata letak menurut tipe ini, suatu produk akan dapat dikerjakan sampai
selesai didalam departemen tersebut tanpa perlu dipindah-pindahkanke departemen yang
lain (Wignjosoebroto, 2009).
Tujuan utama dari tata letak ini yaitu untuk mengurangi proses pemindahan bahan
(yang akhirnya juga berkaitan dengan biaya) dan juga memudahkan pengawasan didalam
aktivitas produksinya. (Wignjosoebroto, 2009).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut, ini akan menjadi dasar utama
didalam penempatan tata letak pabrik berdasarkan aliran produksinya, yaitu (Wignjosoebroto
2009).
1. Hanya ada satu atau beberapa standard produk yang dibuat
2. Produk dibuat dalam jumlah/volume besar untuk jangka waktu relatif lama
3. Adanya kemungkinan untuk mempelajari studi gerak dan waktu guna menentukan laju
produksi per satuan waktu
4. Adanya keseimbangan lintasa (line balancing) yang baik antara operator dan peralatan
produksi.
5. Memerlukan aktivitas inspeksi yang sedikit selama proses produksi berlangsung
6. Satu mesin hanya digunakan untuk melaksanakan satu macam operasi kerja dari jenis
komponen yang serupa
7. Aktivitas pemindahan bahan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya dilaksanakan
secara mekanis, umumnya dengan menggunakan conveyor
8. Mesin-mesin yang berat dan memerlukan perawatan khusus jarang sekali dipergunakan
dalam hal ini, mesin produksi dipilihkan tipe special purpose dan tidak memerlukan skill
operator
15
2.4.2. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material Tetap (Fixed
Material Location) Product Lay-out atau Fixed Position Lay-out
Tata letak pabrik yang bedasarkan proses tetap, material atau komponen produk utama
akan tinggal tetap pada posisi/lokasinya, sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin,
manusia serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi material atau
komponen produk utama tersebut (Wignjosoebroto, 2009). Berikut skema diagram dari tata
letak fasilitas produksi yang diatur berdasarkan posisi material yang tetap.
Gambar 3. Tata Letak Lokasi Tetap (Fixed Position Lay-out)
Sumber: Wignjosoebroto (2009)
2.4.3. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk (Product Family
Product Lay-out atau Group Technology Lay-out)
Tata letak tipe ini didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang akan
dibuat. Produk-produk yang tidak indentik dikelompokan berdasarkan langkah-langkah
pemrosesan, bentuk, mesin atau peralatan yang dipakai dan sebagainya (Wignjosoebroto,
2009).
Gudang B
ahan B
aku
(M
ate
rial,
Kom
ponen
, S
pare
Part
s, D
ll)
Gudang P
roduk J
adi
Mesin
Las
Mesin
Gerinda
Mesin
Gergaji/Potong
Mesin
Gerinda
Mesin
Keling
Fasilitas
Pengecetan
16
Pada tipe product family atau group technology lay-out, mesin-mesin atau fasilitas
produksi nantinya juga akan dikelompokan dan ditempatkan dalam sebuah manufacturing
cell. Karena setiap kelompok produk akan memiliki urutan proses yang sama, maka akan
menghasilkan tingkat efesiensi yang tinggi dalam proses manufakturingnya (Wignjosoebroto,
2009).
Efesiensi tinggi tersebut akan dicapai sebagai konsekuensi pengaturan fasilitas produksi
secara kelompok atau sel yang menjamin kelancaran aliran kerja (Wignjosoebroto, 2009).
Tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk dapat ditunjukan seperti gambar dibawah
ini:
Gambar 4. Tata Letak Group Technology (Group Technology Lay-out) Sumber: Wignjosoebroto, (2009)
2.4.4 Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Fungsi Atau Macam Proses
(Functional/Process Lay-out)
Tata letak berdasarkan macam proses merupakan metode pengaturan dan penempatan
dari segala mesin serta peralatan produksi yang memiliki tipe/jenis sama dalam satu
departemen. Dalam tata letak menurut macam proses ini jelas sekali bahwa semua mesin
dan peralatan yang mempunyai ciri-ciri operasi yang sama akan dikelompokan bersama
Gudang B
ahan B
aku
Gudang B
ahan B
aku
Mesin
Bubut Mesin
Drill
Mesin Gerinda
Mesin
Perata Pera-
kitan
Pera-
kitan
Mesin
Press Mesin
Bubut
Mesin
Las
Mesin
Press
Mesin
Drill
Pera-kitan
Mesin Gerinda
Mesin
Drill
Pera-
kitan Mesin
Drill
Mesin Gerinda
Penge-
cetan
17
sesuai dengan proses atau fungsi kerjanya Wignjosoebroto, (2009). Gambar dibawah ini
merupakan tata letak fasilitas berdasaarkan fungsi atau macam proses:
Gambar 5. Tata Letak Proses (Process Lay-out)
Sumber: Wignjosoebroto, (2009)
Tata letak berdasarkan proses ini umumnya dipergunakan untuk industri manufakturing
yang bekerja dengan jumlah/volume produksi relatif kecil dan terutama untuk jenis produk
yang tidak standard, tata letak tipe ini akan terasa lebih fleksibel dibandingkan dengan tata
letak aliran produk (Wignjosoebroto, 2009).
Dasar pertimbangan yang bisa diambil dalam menentukan tata letak yang berdasarkan
aliran proses yaitu Wignjosoebroto, (2009).
1. Produk yang dari banyak tipe/model yang khusus
2. Volume produk yang dalam jumlah kecil dan dalam jangka waktu yang relatif singkat pula
3. Aktivitas motion dan time study sulit sekali dilaksanakan karena jenis pekerjaan berubah-
ubah.
4. Memerlukan pengawasan yang banyak selama langkah-langkah operasi sedang
berlangsung
5. Satu tipe mesin dapat melaksanakan lebih dari satu macam operasi kerja, untuk itu mesin
umumnya dipilih tipe general purpose
6. Material dan produk terlalu berat dan sulit untuk dipindah-pindahkan
Sto
rag
e
Wa
ter
Ho
use
Lathe
Lathe Lathe
Drill Weld Drill
Mill
Drill
Mill
Grind Grind Mill
Paint
Assembly
Paint
Assembly
18
7. Banyak memakai peralatan berat dan memerlukan perawatan khusus
2.5 Keuntungan dan Kerugian Dari Product Layout, Process Layout,
Fixed Position Layout dan Group Technology Layout
2.5.1 Keuntungan dan Kerugian Product Layout
Menurut Purnomo (2004) Keuntungan dan kerugian product layout yaitu:
a. Keuntungan
1. Layout sesuai dengan urutan proses, sehingga proses berbentuk garis
2. Pekerjaan dari satu proses secara langsung dikerjakan pada proses berikutnya,
sebagai akibat inventori barang yang setengah jadi menjadi kecil
3. Total waktu produksi per unit menjadi pendek
4. Mesin dapat ditempatkan dengan jarak yang minimal, konsekuensi dari operasi ini
adalah material handling dapat dikurangi
5. Memerlukan operator dengan keterampilan yang rendah,training operator tidak lama
dan tidak membutuhkan banyak biaya
6. Lokasi yang tidak begitu luas dapat digunakan untuk transit dan penyimpanan
barang sementara
7. Memerlukan aktivitas yang sedikit selama proses produksi berlangsung.
b. Kerugian
1. Kerusakan dari satu mesin akan mengakibatkan terhentinya proses produksi
2. Layout ditentukan oleh produk yang diproses, perubahan desain produk
memerlukan penyusunan layout ulang
3. Kecepatan produksi ditentukan oleh mesin yang beroperasi paling lambat
4. Membutuhkan supervisi secara umum tidak terspesialisasi
19
5. Membutuhkan investasi yang besar karena mesin yang sejenis akan dipasang lagi
kalau proses yang sejenis diperlukan
2.5.2 Keuntungan dan Kerugian Process Layout
Menurut purnomo (2004) keuntungan dan kerugian process layout yaitu:
a. Keuntungan
1. Penggunaan mesin dapat dilakukan dengan efektif, konsekuensinya memerlukan
sedikit mesin
2. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitasproduksi besar dan sanggup berbagai macam
jenis dan model produk
3. Investasi mesin relatif kecil
4. Keragaman tugas membuat tenaga kerja lebih tertarik dan tidak bosan
5. Adanya aktivitas supervisi yang lebih baik dan efisien melalui spesialisasi pekerjaan
b. Kerugian
1. Aliran proses yang panjang mengakibatkan material handling lebih mahal
2. Total waktu produksi lebih panjang
3. Inventory barang setengah jadi cukup besar
4. Diperlukan keterampilan tenaga kerja yang tinggi guna menangani berbagai macam
aktivitas produksi yang memiliki variasi besar
5. Kesulitan dalam menyeimbangkan kerja dari setiap fasilitas produksi karena
penempatan mesin yang terkelompok
2.5.3 Keuntungan dan Kerugian Group Technology Layout
Menurut Purnomo (2004) keuntungan dan kerugian dari group technology layout
yaitu:
20
a. Keuntungan
1. Karena group technology memanfaatkan kesamaan komponen/produk maka dapat
mengurangi pemborosan waktu dalam perpindahan antara kegiatan yang berbeda,
dengan standardisasi dapat menghilangkan duplikasi dan mengurangi waktu
pelacakan sewaktu-waktu membutuhkan informasi
2. Penyusunan mesin didasarkan pada family produk sehingga dapat mengurangi
waktu set-up, mengurangi ongkos material handling dan mengurangi area lantai
produksi
3. Apabila ada urutan proses yang berhenti maka dapat dicari alternatif yang lain
4. Mudah mengidentifikasi “bottlenecks” dan cepat merespon perubahan jadwal
5. Operator makin terlatih, cacat produk dapat dikurangi dan dapat mengurangi bahan
yang terbuang.
b. Kerugian
1. Utilisasi mesin yang rendah
2. Memungkinkan terjadinya duplikasi mesin
3. Biaya yang cukup tinggi untuk realokasi mesin
4. Membutuhkan tingkat kedisiplinan yang tinggi dikarenakan ada kemungkinan part
yang diproses berada pada sel yang salah.
2.5.4 Keuntungan dan Kerugian Fixed Position Layout
Menurut Purnomo (2004) keuntungan dan kerugian dari fixed position layout yaitu:
a. Keuntungan
1. Karena yang berpindah adalah fasilitas-fasilitas produksi, maka perpindahan
material dapat dikurangi
21
2. Bila pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi, maka
kontiyuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik-baiknya.
b. Kerugian
1. Adanya peningkatan frekuensi pemindahan fasilitas produksi atau operator pada
saat operasi berlangsung
2. Adanya duplikasi peralatan kerja yang akhirnya menyebabkan perubahan space
area dan tempat untuk barang setengah jadi
3. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam
penjadwalan produksi.
2.6 Metode Untuk Menganalisa Data Aliran
Tahapan-tahapan yang perlu dilalui dalam teknik konvensional terdiri atas tiga bagian,
yaitu tahap analisis tingkat hubungan atau kedekatan, perencanaan kebutuhan luas lantai,
dan tata letak akhir. Ada tiga bagian utama perancangan tata letak pabrik yang di rinci
sebagai berikut (Hadiguna dan Setiawan, 2008).
1. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang telah didefenisikan sebagai fasilitas-fasilitas
pabrik
2. Menyiapkan lembaran Activity Relationship Chart (ARC) dan mengisinya dengan nama-
nama fasilitas yang telah ditetapkan
3. Merumuskan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar bahwa fasilitas dapat didekatkan
atau harus dijauhkan
4. Memberikan penilaian berdasarkan sistem penilaian yang telah disepakati
5. Merangkum hasil penilaian ARC kedalam work sheet
6. Menyiapkan Block Template sejauh fasilitas yang akan dirancang tata letaknya
7. Menyusun Activity Relationship Diagram (ARD) berdasarkan tingkat hubungan
8. Menyiapkan Area Template berdasarkan kebutuhan luas lantai setiap fasilitas
22
9. Membuat Area Allocating Diagram (AAD) sebagai tata letak akhir rancangan
Menurut Sritomo (2009), sistem penilaian dalam Activity Relationship Chart (ARC),
umumnya menggunakan tipe huruf sebagai berikut:
A = Mutlak perlu didekatkan
E = Sangat penting untuk didekatkan
I = Penting untuk didekatkan
O = Cukup/biasa
U = Tidak penting
X = Tidak dikehendaki berdekatan
Nilai A, E, dan I menunjukan rengking penilaian tertinggi sampai terendah, pasangan
fasilitas harus berdekatan dengan nilai tingkat hubungan A. artinya, sangat banyak alasan
mengharuskan sepasang fasilitas harus berdekatan dibandingkan dengan nilai tingkat
hubungan E, demikian seterusnya untuk I. pada tingkat hubungan berjauhan, nilai tingkat
hubungan X diberikan apabila sangat banyak alasan yang mengharuskan pasangan fasilitas
harus dijauhkan. Demikian seterusnya untuk nilai tingkat hubungan U yang lebih rendah dari
X (Hadiguna dan Setiawan, 2008).
23
Tabel 2. Standard Penggambaran Derajat Hubungan Aktivitas
Derajat (Nilai)
Kedekatan Deskripsi
Kode Garis
Kode Warna
A Mutlak Merah
E Sangat penting Oranye
I Penting Hijau
O Cukup/biasa Biru
U Tidak penting Tidak ada kode garis
Tidak ada kode warna
X Tidak dikehendaki Coklat
Sumber: Wignjosoebroto, (2009)
2.7 Proses Perancangan
Proses perancangan tata letak pabrik, memerlukan 8 (delapan) jenis fasilitas atau pusat
kegiatan. Pusat-pusat kegiatannya adalah gudang bahan baku, gudang produk jadi,
departemen pemotongan, departemen perakitan, kantor, kantin, pembangkit listrik, dan
penampungan limbah. Langkah awal yang dilakukan untuk proses perancangan adalah
menganalisis tingkat hubungan dengan menggunakan ARC (Activity Relationship Chart).
Agar proses penilaian tingkat hubungan menghasilkan penilaian yang baik, maka terlebih
dahulu merumuskan alasan-alasan tingkat hubungan antara pusat kegiatan sebagai berikut
(Hadiguna dan Setiawan, 2008).
24
Tabel 3. Alasan Tingkat Hubungan
Kode Alasan
1. Urutan aliran bahan
2. Membutuhkan area yang sama
3. Intesitas hubungan dokumen dan personalia yang sama
4. Debu dan bising
5. Bau dan kotor
Sumber: Hadiguna dan Setiawan, (2008)
Alasan-alasan nomor 1 sampai nomor 3 menunjukan tingkat hubungan kedekatan
antara pusat kegiatan. Sebaliknya, alasan-alasan nomor 4 sampai nomor 5 menunjukan
tingkat hubungan untuk dijauhkan. Berdasarkan alasan-alasan di atas, untuk proses
perancangan dilakukan penilaian terhadap setiap pasangan fasilitas. Langkah awal pengisian
ARC adalah mengidentifikasi hubungannya. Pada contoh, ada 3 (tiga) alasan tingkat
kedekatan. Dengan demikian, perancang akan memberikan nilai A apabila ada 3 alasan
yang memenuhi hubungan pasangan pusat kegiatan, nilai E apabila ada 2 alasan, dan nilai I
apabila hanya 1 alasan. Demikian halnya dengan tingkat hubungan berjauhan, dalam kasus
ini ada 2 (dua) alasan. Artinya, perancang memberikan nilai X pada pasangan pusat kegiatan
apabila memiliki 2 alasan, sedangkan nilai U apabila hanya ada 1 alasan yang memenuhi.
Berikut adalah hasil penelaian secara keseluruhan dengan menggunakan (Activity
Relationship Chart) ARC (Hadiguna dan Setiawan, 2008).
25
Gambar 6. Activity Relationship Chart (ARC)
Sumber: Hadiguna dan Setiawan, (2008)
2.8 Metode Pembobotan Kedekatan
Metode pembobotan kedekatan merupakan metode untuk pengaturan mesin atau
fasilitas pada tata letak berdasarkan produk. Prinsip kerja metode adalah menentukan urutan
fasilitas atau mesin terbaik, kriteria yang digunakan dalam penentuan urutan terbaik adalah
total bobot terkecil. Metode ini membutuhkan data urutan pembuatan produk atau komponen,
tetapi tidak membutuhkan informasi dimensi fasilitas atau mesin (Hadiguna dan Setiawan,
2008).
Menurut Hadiguna dan Setiawan, (2008) langkah-langkah dalam metode pembobotan
kedekatan terdiri atas dua bagian, yaitu penghitungan bobot awal dan perbaikan urutan.
Secara terperinci, langkah kerjanya sebagai berikut:
1. Tentukan urutan awal sebagai tata letak saat ini.
2. Format terlebih dahulu from to chart berdasarkan data routing produksi. Isi from to chart
adalah frekuensi atau jarak perpindahan bahan dari fasilitas atau mesin. Tipe from to
chart adalah asimetris, sehingga kita memperoleh informasi frekuensi atau jarak langkah
mundur dan langkah maju
26
3. Hitung bobot untuk langkah maju dan langkah mundur. Prinsip perhitungan bobot
berdasarkan tingkat kedekatan fasilitas atau mesin. Acuannya adalah from to chart
dengan memperhatikan diagonal imajinernya, diagonal pertama diberikan bobot lebih
kecil dibandingkan dengan diagonal imajiner berikutnya. Misalnya, diagonal imajiner
pertama dari langkah maju diberi bobot 1, maka diagonal imajiner kedua diberi bobot 2
dan seterusnya. Pada langkah mundur, kita melakukan hal yang sama pula, baik besar
bobot maupun prinsipnya namun demikian, langkah mundur merupakan aliran bahan
yang tidak diinginkan. Maka, agar mendapatkan urutan minimum langkah mundur, nilai
bobot dapat diberikan lebih besar. Misalnya, diagonal imajiner pertama pada langkah
mundur diberi bobot 2, maka diagonal imajiner kedua diberi bobot 4 dan seterusnya.
Nilai bobot terbesar bertujuan memperkecil terpilihnya urutan fasilitas dan mesinnya.
4. Setelah nilai bobot langkah maju dan nilai bobot langkah mundur diperoleh, maka hitung
total bobot dengan cara menjumlahkan kedua nilai bobot.
5. Berikutnya adalah menyusun atau memperbaiki urutan awal atau tata letak saat ini.
Caranya berdasarkan nilai frekuensi atau jarak tertinggi yang diprioritaskan. Kemudian,
logika urutan fasilitas atau mesin dipertimbangkan dalam perbaikan urutan.
6. Setelah memperoleh urutan baru, maka kita kembali ke langkah 3 dan 4. Apabila nilai
total bobot lebih baik atau lebih kecil, maka urutannya dianggap lebih baik.