Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hakikat Pembelajaran IPS SD
Hakikat kehidupan manusia adalah suatu dinamika yang tetap tidak
pernah berhenti, melainkan selalu aktif. Dinamika manusialah yang
memadukan manusia dengan sesamanya dan dengan lingkungannya. Dinamika
manusia merupakan ungkapan jiwa manusia sebagai makhluk yang berakal
budi dan sebagai makhluk sosial. Hakikat inilah yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya. Artinya bahwa manusia bukan semata-mata sebagai
makhluk biologis, melainkan juga sebagai makhluk sosial, budaya, ekonomi,
politik, hukum, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut terdiri dari interaksi
sosial, budaya, kebutuhan materi, kehidupan, norma dan peraturan, serta sikap.
Aspek-aspek inilah yang menghasilkan ilmu pengetahuan sosial, seperti
ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, geografi. Sebagian dari ilmu
pengetahuan tersebut berkembang menjadi disiplin ilmu sesuai dengan
perkembangan masyarakat dewasa ini.
Sebagai guru SD, pengetahuan yang berhubungan dengan disiplin ilmu-
ilmu sosial sangat diperlukan baik yang berhubungan dengan ruang lingkup
bahasannya, obyek yang dipelajari, maupun metode/pendekatan dari tiap-tiap
disiplin ilmu-ilmu sosial tersebut. Dengan menguasai konsep-konsep IPS yang
bersumber dari masyarakat dan lingkungan dapat menambah wawasan yang
lebih luas dan mendalam. Selanjutnya marilah kita mulai membahas mengenai
konsep, hakikat, dan karakteristik pendidikan IPS di SD. Untuk memudahkan
dalam memahaminya akan membahasnya satu persatu secara rinci. Mata
pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam
proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di
masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan
memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu
yang berkaitan (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
13
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi
sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan
sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di
lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di
SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
:
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. IPS melihat
bagaimana manusia hidup bersama sesamanya di lingkungannya sendiri, dengan
tetangganya, yang dekat sampai jauh (Suradisastra, Djojo.dkk 1992: 5-6) IPS juga
merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakat,
bangsa, dan lingkungannya berdasarkan pengalaman masalalu yang bisa dimaknai
untuk masa kini, dan antisipasi masa akan datang. Peristiwa fakta, konsep dan
generalisasiyang berkaitan dengan isu sosial merupakan beberapa hal yang
menjadi kajian IPS. Tujuan pembelajaran IPS (instructional objective social)
adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan dimiliki, dan dikuasai oleh peserta
didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran IPS. Setiap guru IPS mestinya
paham hakikat keterpaduan dalam mata pelajaran IPS. Namun ternyata masih
banyak guru yang memahami IPS sebagai mata pelajaran yang terpisah sebagai
ilmu sosial seperti Ekonomi, Geografi, sosiologi dan Sejarah. Bahkan sangat
mungkin di antara guru IPS yang ada, adanya kurang memahami tujuan
pembelajaran IPS. Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa mata pelajaran IPS
bertujuan agar siswa memiliki kemampuan untuk:
14
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap skor-skor sosial dan
kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global.
Keempat tujuan pada mata pelajaran IPS di atas menunjukkan bahwa
IPS merupakan mata pelajaran yang memiliki tujuan membentuk siswa menjadi
warga negara yang baik. Dengan demikian IPS sebenarnya merupakan pelajaran
yang sangat penting.
Tujuan pembelajaran pendidikan IPS mencakup tiga aspek yaitu aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Guru tidak hanya menekankan pada aspek
kognitif saja tetapi aspek-aspek yang lain seperti aspek afektif dan psikomotorik.
Tujuan kognitif pembelajaran IPS lebih mengarah pada tujuan memperoleh
pengetahuan, pengertian, intelegensi, dan ketrampilan berfikir siswa. Tujuan
afektif pembelajaran IPS adalah menekankan pada perasaan, emosi, dan drajat
penerimaan dan penolakan siswa terhadap materi pembelajaran IPS yang
diberikan. Tujuan psikomotorik dapat dikelompokan pada tujuh kelompok besar
yaitu: pengindraan, kesiapan bertindak, respon atau sambutan terbimbing,
mekanisme atau tindakan yang otomatis, ketrampilan yang dilakukan secara hati-
hati, adaptasi dan keaslian.
IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya,
masyarakat, bangsa, dan lingkungannya berdasarkan pengalaman masalalu yang
bisa dimaknai untuk masa kini, dan antisipasi masa akan datang.Pembelajaran IPS
memiliki susunan secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses
15
pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di
masyarakat. IPS memiliki tujuan untuk membentuk siswa menjadi warga negara
yang baik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.1.2. Pembelajaran IPS SD
Sampai saat ini, IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan
sub disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam
nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu
pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education Council (SSEC) dan
National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social
Science Education” dan “Social Studies”. Nama IPS dalam Pendidikan Dasar dan
Menengah di Indonesia muncul bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum
SD, SMP dan SMA tahun 1975. Dilihat dari sisi ini, maka IPS sebagai bidang
studi masih “baru“. Disebut demikian karena cara pandang yang dianutnya
memang dianggap baru, walaupun bahan yang dikaji bukanlah hal yang baru.
Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah
mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah,
antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Perpaduan ini dimungkinkan
karena mata pelajaran tersebut memiliki obyek material kajian yang sama yaitu
manusia. Dalam bidang pengetahuan sosial, kita mengenal banyak istilah yang
kadang-kadang dapat mengacaukan pemahaman. Istilah tersebut meliputi : Ilmu
Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS).
Tujuan IPS dalam setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan
tertentu yang hendak dicapai. Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas,
terarah, barulah pendidik dapat menentukan usaha apa yang akan dilakukannya
dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya diberikan kepada anak didiknya.
Demikian juga di dalam negara kita telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional
dirumuskan berdasarkan pada falsafah negara Pancasila dan UUD 1945, seperti
digariskan dalam GBHN. Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah
dirumuskan tujuan pendidikan nasional, yaitu: membentuk manusia pembangunan
16
yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan
rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan
kreatvitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh
tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai
ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945”.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, tujuan harus dikaitkan
dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang
akan dihadapi anak. Berkaitaan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat
SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004),
bertujuan untuk:
1. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi,
sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan sosial
3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan
4. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Untuk itu pengertian IPS adalah IPS mengikuti cara pandang yang bersifat
terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik,
ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. karena
mata pelajaran tersebut memiliki obyek material kajian yang sama yaitu manusia
dan mengacaukan pada pemahaman beberapa istilah: Ilmu Sosial (Social
Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Tujuan IPS yakni untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila,
sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat
mengembangkan kreatvitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap
demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang
tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai
sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.
17
Pencapaian tujuan IPAdapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
di SD merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh
peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran IPS Sekolah
Dasar Negeri Salatiga 01 Kota Salatiga Kelas 4 Semester II tahun 2011/2013
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
1. Mengenal sumber
daya alam, kegiatan
ekonomi, dan kemajuan
teknologi di lingkungan
Kabupaten/Kota dan
Propinsi
2.1. Mengenal aktivitas
ekonomi yang berkaitan
dengan sumber daya alam
dan potensi di daerahnya.
- Menjelaskan bentuk-
bentuk kegiatan
ekonomi di
lingkungan setempat
- Membuat daftar
tentang kegiatan
pemanfaatan sumber
daya alam setempat
untuk kegiatan
ekonomi
- Membuat daftar
tentang kegiatan
pemanfaatan sumber
daya alam setempat
untuk kegiatan
ekonomi
- Melaporkan hasil
pengamatn tentang
pemanfaatan sumber
daya alam di
daerahnya
- Menjelaskan
pengaruh kondisi
alam terhadap
kegiatan ekonomi
18
2.1.3. Hakikat Belajar
Menurut Nana Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah segala kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya
Belajar merupakan suatu aktvitas yang disengaja dilakukan oleh indvidu agar
terjadi kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu
melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu, atau anak yang tadinya
terampil menjadi terampil. Menutur Slameto (2010: 11 dalam J. Bruner) kata
Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk
mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat
belajar lebih banyak dan mudah. Dalam lingkungan banyak hal yang dapat
dipelajari oleh siswa, hal mana dapat digolongkan menjadi : (a) enactive, (b)
iconic, dan (c) symbolic. Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua
definisi, yaitu;
1) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku;
2) Belajar penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari
instruksi.
Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh
manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori yang disebut “The Domains of learning”
yaitu; (1) keterampilan motoris (motoris skill), (2) informasi verbal, (3)
kemampuan intelektual, (4) strategi kognitif, dan (5) sikap, Slameto (2010: 13
dalam R. Gagne).
Menurut Slameto (2010: 3) belajar ialah proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.” Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar yaitu;
1) Perubahan secara sadar
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
19
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
a. Prinsip-prinsip Belajar
Menurut Slameto (2010: 27) Prinsip belajar yang dapat dilaksanakan
dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswan secara indvidu.
prinsip-prinsip belajar sebagai berikut :
a. berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar (partisipasi,
aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan
instruksional, dapat menimbulkan reinforcement, motivasi kuat,
lingkungan tenang dan interaksis siswa),
b. sesuai hakikat belajar (proses kontinyu, proses organisasi, adaptasi,
eksplorasi, discovery dan proses kontinguitas),
c. sesuai materi/bahan yang harus dipelajari (bersifat keseluruhan,
materi memiliki struktur, penyajian sederhana, mengembangkan
kemampuan dengan tujuan konfensional pencapaian),
d. syarat keberhasilan belajar (keperluan sarana cukup dan repetisi).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2010: 55) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
banyak jenisnya, tetapi dapat digolongan menjadi dua saja, yaitu faktor intern dan
faktor ekstern. faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri indvidu yang
sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luardiri
indvidu.
1) Faktor Intern
Di dalam faktor intern ini memiliki tiga faktor yaitu: faktor jasmani,
faktor psikologis dan faktor kelelahan:
1. faktor jasmani (kesehatan dan cacat tubuh)
2. faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kesiapan)
3. faktor kelelahan
20
Faktor kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan
tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan
jasmani dan kelelahanrohani (bersifat psikis).
2) Faktor ekstern
faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapatlah
dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu: faktor keluarga, faktor
sekolah dan faktor masyarakat:
1. faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antaranggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, dan latar belakang kebudayaan),
2. faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah,),
3. faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat)
Daribeberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agar terjadinya
perubahan pada pembelajaran, hendaknya guru memiliki rencana dari berbagai
pengalaman belajar yang dilakukan oleh siswa dikelas dapat sesuia dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Sehingga guru sebelum melaksanakan
pembelajaran dikelas harus merencakan pembelajaran yang akan disampaikan
dengan menarik, menyenangkan dan memotivasi siswa.
2.1.4. Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi oleh dua faktoryaitu
faktor internal dan eksternal (Slameto, 2003: 54). Sementara itu, Arikunto (
1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami
proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati,dan
dapat diukur”. Mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri
indvidu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi
juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengrtian, dan penghargaan diri pada
21
indvidu tersebut. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar
yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut : Kepuasan
dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswi.Kemampuan
siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengerndalikan dirinya terutaman
adalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses
dan usaha belajarnya.
Menurut Purwanto (1990:3), evaluasi dalam pendidikan adalah penafsiran
atau penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju kearah
tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam kurikulum.Hasil penillaian ini
pada dasarnya adalah hasil belajar yang diukur. Hasil penilaian dan evaluasi ini
merupakan umpan balik untuk mengetahui sampai dimana proses belajar mengajar
yang telah dilaksanakan.. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak
melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan
dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh-sungguh,
kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.
Hasil dari proses belajar disebut sebagai hasil belajar yang dapat dilihat
dan diukur. Keberhasilan seseorang di dalam mengikuti satuan program
pengajaran pada satu jenjang pendidikan tertentu dapat dilihat dari hasil belajarnya
dalam program tersebut. (Bloom,1976 : 76) membagi hasil belajar ke dalam tiga
ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan ranah psikomotor. Untuk dapat belajar
sesuatu diperlukannya kondisi yang mempengaruhi belajar, meliputi kondisi
internal yang ada pada diri orang yang belajar. Kondisi internal ini sebagai
karakteristik siswa yang merupakan diskripsi umum dari sifat-sifat siswa yang
akan menerima pelajaran misalnya, usia, kelas, minat, profesi, kesehatan,
motivasi, tingkat prestasi, kemampuan, status social ekonomi, atau kemampuan
berbahasa asing. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir,
termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,
menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Ranah kognitif
merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan kemampuan intelektual.
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktvitas otak adalah termasuk
dalam ranah kognitif. Menurut Sudjana (1995) dalam ranah kognitif itu terdapat
22
enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai
dengan jenjang yang paling tinggi, enam aspek tersebut antara lain:
1. Pengetahuan (Knowledge), mencakup ingatan akal hal-hal yang dipelajari
dan disimpan dalam ingatan.
2. Pemahaman(Comprehension), mengacu pada kemampuan memahami
makna materi.
3. Penerapan (Application), mengacu pada kemampuan menggunakan atau
menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan
menyangkut penggunaan atau dan prinsip.
4. Analisis (Analysis), mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke
dalam hubungan diantara bagian yang satu dengan lainnya sehingga
struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.
5. Sintesis (Synthesis), mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau
komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau
bentuk baru.
6. Evaluasi (Evaluation), mengacu pada kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.
Aspek pengetahuan dan pemahaman merupakan kognitif tingkat rendah,
sedangkan aspek aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi termasuk kognitif tingkat
tinggi. Diantara ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris, maka ranah kognitif
paling banyak digunakan oleh guru dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini,
karena ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran. Hasil belajar aspek pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang
paling rendah, meliputi pengetahuan faktual dan pengetahuan hafalan atau untuk
diingat.
Hasil belajar kognitif siswa dapat diukur melalui instrumen dalam bentuk
tes. Tes yang peneliti gunakan yaitu tes objektif dalam bentuk tes uraian. Tes
uraian, yang dalam literatur disebut juga essay examination, merupakan alat
penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah
pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain
23
yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata
dan bahasanya sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa hasil belajar
adalah hasil akhir dari aktvitas sesorang setelah mengalami proses belajar. Untuk
mengetahui seberapa jauh tingkat keberhasilan seseorang dapat diukur dengan
belajar menggunakan sualu alat penilaian yaitu dapat berupa tes evaluasi dengan
hasil belajar yang dapat dinyatakan dalam bentuk nilia.
Cara untuk mengetahui hasil belajar dapat dicari dengan pengukuran.
Pengukuran hasil belajar dapat dibedakan menjadi ;
1) Teknik Tes
Merupakan seperangkat evaluasi atau tugas yang harus dikerjakan oleh
peserta yang akan dites, dan berhasil menyelesaikan tugas atau evaluasi yang
telah dikerjakan tersebut, akan dapat ditarik suatu kesimpilan tentang aspek
tertentu pada orang atau peserta tersebut. Alat tes adalah sebagai alat ukur
yang banyak ragamnya serta luas cara penggunaannya, seperti berikut ;
a. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Merupakan soal yang harus dijawab oleh perseta atau orang
yang dites dengan memilih jawaban yang tersedian.
b. Tes Tertulis
Merupakan tes yang beberapa soal harus dijawab oleh peserta
atau orang yang dites dengan memberikan jawaban tertulis.
c. Tes Lisan
Merupakan tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara
mengadakan tanya-jawab secara langsung antara peserta atau
orang yang dites dan orang yang member pertanyaan atau
penanya.
d. Tes Perbuatan
Merupakan tes dengan cara memiliki penguasaan yang
disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaa
tugasnya diukur dengan perbuatan atau unjuk kerja.
24
2) Teknik Non Tes
Teknik non tes merupakan kegiatan aktvitas yang diamati oleh observer pada
saat observasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan angket, maupun wawancara, dan dapat pula dilakukan dengan
menggunakan sosiometri. Tes ini digunakan sebagai pelengkap dan sebagai
bahan petimbangan dalam pengambilan keputusan untuk sebagai bahan
pertimbangan penentuan kualitas dari hasul belajar, teknik ini dapat memiliki
sifat yang menyeluruh untuk semua aspek dikehidupan anak.
Menurut dari beberapa bentuknya hasil tes belajar dapat dibedakan
menjadi dua, yakni :
a). Tes Objektif
Menurut Popham 1981 dalam Purwanto (2011:70) tes objektif adalah tes
yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah
tersedia. Tes ini memiliki dua kelebihan kemungkinan jawaban benar
atau salah, sehingga penilainnya bersifat objektif.
b). Tes Essay
Tes essay dalah suatu bentuk tes yang terdiri dri pertanyaan atau suruhan
yang menghendaki jawaban berupa uraian-uraian yang relaif panjang .
Tes ini dirancang untuk mengukur hasil belajar di mana unsure-unsur
yang diperlukan untuk menjawab soal dicari, diciptakan, dan disusun
sendiri oleh peserta yang dites Nurkancana dan Sumartana 1986 dalam
Purwanto (2011:70).
Dari beberapa pengertian diatas hasil belajar yakni hasil dari proses
belajar yang dapat dilihat dan diukur. Untuk dapat belajar sesuatu diperlukan
kondisi yang dapat memepengaruhi belajar seperti kondisi internal dan kondisi
ekternal yang merupakan diskripsi umum. Oleh karena itu pendidikan
pembelajaran IPS sangat membutuhkan kondisi internal dan eksternal supaya
dapat tercapainya pembelajaran yang aktif untuk melengkapi kalimat dalam
pembelajaran IPS.
25
2.1.5. Pembelajaran Aktif
Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif,
maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa (Depdiknas,
2004:3, 3-8).
Pada dasarnya anak perlu mendapatkan kesempatan untuk melepaskan
tenaganya, jadi memerlukan kesempatan utuk bergerak sebaik-baiknya (Mouly,
1968 dalam Suradisastra, djojo.dkk, 1992;61). Aktifitas dan pengalaman sering
dianggap serupa (Dunfee dan Sagl,1966 dalam buku Suradisastra,Djojo dkk,1992:
61).
Keaktifan anak didik tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari
segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya
kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai.
(Djamarah, 2010: 38)
Pembelajaran aktif merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang lebih
membutuhkan fisik atau nonfisik untuk terlibat dalam segala aktifitas sehari-hari
yang termasuk dapat dilakukan oleh siswa pada saat pembelajaran berlangsung
agar mendapatkan segala informasi,dan pengetahuan sebagai referensi yang
diterima kemudian menjadi proses dari berlangsungnya belajar mengajar. Aktif
sangat dibutuhkan oleh siswa untuk menunjang hasil belajar pada saat
pembelajaran berlangsung untuk mengukur sejauh mana siswa dapat menerima
informasi dan pengetahuan yang diberikan oleh guru, dengan demikian aktif
dalam belajar dapat meningkatkan daya ingat yang berkaitan dengan kemampuan
berfikir siswa agar dapat mengembangkan kemampuannya. Hal demikianlah,
siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuan berfikir tinggi supaya memiliki
rasa ingin tahu sehingga siswa berkeinginan untuk bertanya dengan guru.Dalam
pembelajaran berlangsung guru memposisikan dirinya hanya sebagai fasilitator
saja, yang hanya bertugas sebagai memberikan penjelasan apa yang harus siswa
lakukan supaya mudah untuk dikerjakan dalam pembelajaran (to facilitate of
learning). Proses pembelajaran dikatan sedang berlangsung, apabila ada aktifitas
siswa di dalamnya.
26
Dave Meier (dalam Zaini, Hisyam dkk, 2008: 74) mengemukakan bahwa
“ Belajar harus dilakukan dengan aktifitas, yaitu dengan menggerakan fisik ketika
belajar, dan memanfaatkan indera siswa sebanyak mungkin, dan membuat seluruh
tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar”.Pembelajaran dapat mengaktifkan
siswa melalui berbagai penerapan-penerapan keterampilan belajar esensial yang
antara lain: (1) berkomunikasi secara lisan dan tertulis secara efektif, (2) berfikir
logis, kritis, (3) rasa ingin tahu, (4) penguasaan tekhnologi dan informasi, (5)
pengenmabangn personal dan sosial, dan (6) belajar mandiri”.
Penerapan pembelajaran yang mengaktifkan siswa dapat dilakukan
melalui pengembangan berbagai keterampilan belajar esensial yang antara lain
sebagai berikut: (1) berkomunikasi secara lisan dan tertulis secara efektif, (2)
berfikir logis, kritis, dan kreatif, (3) rasa ingin tahu, (4) penguasaan teknologi dan
informasi, (5) pengembangan personal dan sosial, dan (6) belajar mandiri.
(Rusman, 2012: 388)
Menurut beberapa pendapat di atas keaktifan belajar adalah segala
kesibukan atau tindakan yang dilakukan oleh siswa pada saat pembelajaran
berlangsung yang mana melibatkan keaktifan fisik maupun psikis yang dapat
mendorong terjadinya proses belajar, yang mana siswa memiliki keinginan untuk
bertanya yang melibatkan lisan, kegiatan mendengarkan yang melibatkan telinga,
kegiatan menulis dan menggambar yang melibatkan tangan,kegiatan mental,
motorik dan kegiatan emosional (Emotional activties). Dengan keaktifan belajar
siswa pada mata pelajaran IPS dapat menumbuhkan kekuatan mental dari psikis
atau fisik itu berupa keinginan, perhatian kemauan dan cita-cita, baik yang
tergolong rendah maupun yang tinggi, yang menggerakkan perilaku manusia
termasuk perilakau belajar dengan mengaktifkan, menggerakkan dan
mengarahkan tingkah laku indvidu dalam belajar untuk mencapai cita-cita dan
harapannya. Sehingga menjadikan hasil belajar siswa dapat meningkat.
27
2.1.6. Hakikat Assesmen Pembelajaran
Asesmen mencakup semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk
kerja individu atau kelompok. Cara itu seperti menggunakan tes tertulis, tes lisan,
kuis, ulangan harian, tugas kelompok laporan, lembar pengamatan, pedoman
wawanvara, tugas rumah dan sebagainya. Dengan demikian, proses asesmen
meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik
Wardani, Nanik Sulistya,dkk 2012: 49 dalam TGAT dalam mardapi 2008).
Asseemen merupakan kegiatan untuk mengungkapkan kualitas proses
dan hasil pembelajaran. Banyak yang mencampur adukkan antara evaluasi
(evaluation), penilaian (assesmen), dan tes (test). Sebenarnya keempatnya
memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda. secara umum, assesmen dapat
diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang
dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang
menyangkut kurikulum, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang kurikulum dan program sekolah
termasuk pengambilan keputusan tentang efektifitas program dan langkah-langkah
untuk meningkatkan kemampuan siswa dengan pengajaran remidi (remidal
teaching). Untuk melakukan assesmen tentang siswa akanmeliputi bagaiman guru
mengoleksi semua informasi untuk membantu siswa dalam mencapai target
pembelajaran dengan berbagai teknik assesmen, baik teknik yang bersifat formal
maupun nonformal, seperti teknik paper and pencil test, unjuk kerja siswa dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas-tugas dilaboratorium maupun keaktifan
diskusi selama proses pembelajaran. Menurut Poerwanti Endang 2001: 1-32).
Menurut Uno, Hamzah B., koni, Satria (2012: 2) Assesmen merupakan proses
pengukuran dan nonpengukuran untuk memperoleh data karakteristik
siswa/peserta didik dengan aturan tertentu. Dalam pelaksanaan assesmen
pembelajaran guru dihadapkan tiga pengertian atau bahkan sering pula digunakan
secara bersama, yaitu pengukuran, penilaian, dan tes.
Asesmen pembelajaran dapat bermanfaat untuk : (1) memberi penjelasan
secara lengkap tentang target pembelajaran yang dapat dijelaskan; sebelum guru
melakukan asesmen terhadapa siswanya terlebih dahulu harus mengetahui
28
bagaiman tingkat pengetahuan siswa, informasi yang dibituhkan tentang
pengetahuan keterampilan, dan performa siswa, (2) memilih teknik asesmen untuk
kebutuhan masing-masing siswa, bila mungkin guru dapat menggunakan beberapa
indikator keberhasilan untuk setiap target pembelajaran; masing-masing target
pembelajaran melakukan pemilihan teknik sesmen yang berbeda, (3) memilih
teknik asesmen untuk setiap target pembelajaran, pemilihan teknik asesmen harus
didasarkan pada kebutuhan praktis di lapangan dan efisiensi.
Pengembangan sistem peneilaian berbasis kompetensi dasar mencakup
beberapa hal, yaitu : (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) rencana
penilaian, (4) proses penilaian, (5) proses implementasi. Berdasarkan pedoman
penilaian kelas untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yang diperlukan
oleh Balitbang Depdiknas (2006) dinyatakan bawha salah satu penilaian internal
yang disyaratkan adalah penilaian kelas. Sedangkan Uno, Hamzah B., koni, Satria
ASSESMENT
TEKNIK
TES
TEKNIK NON TES
SKEMA
ANGKA
SKEMA
KLASIFIK
AS
Disebut proses
Skala kuantitatif
PENGUKURAN
Skala kuantitatif
dan kualitatif
Skor hasil pengukuran
Dikombinasikan dengan menggunakan berbagai pertimbangan untuk
pengambilan keputusan tentang prestasi peserta didk
2.1. Skema hubungan antara evaluasi, assesmen, pengukuran,
dan tes (Poerwanti Endang 2001: 1-32)
EVALUASI
29
2012: 12 (dalam Suharsimi Arikunto 1996) mengatakan bahwa tujuan atau
evaluasi ada beberapa hal, yaitu (1) penilaian berfungsi selektif, (2) penilaian
berfungsi diagnostic, (3) penilaian berfungsi sebagai penempatan, (4) penilaian
berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
2.1.6.1. Pelaksanaan Assesmen dan Hasil Balajar
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19. tahun 2005 (PPNo. 19/2005),
penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas ;
(1) penilaian hasil belajar oleh pendidik, (2) penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan, dan (3) penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Wardani
Naniek,S.dkk. 2009 (dalam Poerwanti Endang 2001: 1-32). Dilihat dari tekniknya,
asesmen proses dan hasil belajar dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan
teknik tes dan nontes namun pada umunya pengajar lebih banyak menggunakan
tes sebagai alat ukut dengan rasional bahwa tingkat obyektifitas evaluasi jauh
lebih terjamin, hal ini tidak sepenuhnya benar. Pada penilaian teknik asesmen
dapat dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu.
Wardani Naniek,S.dkk. 2009 (dalam Poerwanti Endang 2001: 1-32).
Menurut beberapa pendapat di atas, maka assesmen (penilaian)
merupakan proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat
digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa baik yang
menyangkut kurikulum, program pembelajarannya, iklim sekolah maupun
kebijakan-kebijakan sekolah dan guru mengoleksi semua informasi untuk
membantu siswa dalam mencapai target pembelajaran dengan berbagai teknik
assesmen, baik teknik yang bersifat formal maupun nonformal, seperti teknik
paper and pencil test, unjuk kerja siswa dalam menyelesaikan pekerjaan rumah,
tugas-tugas dilaboratorium maupun keaktifan diskusi selama proses pembelajaran.
Oleh karena itu, assesmen dapat digunakan untuk menilai siswa dalam melengkapi
kalimat mata pelajaran IPS sehingga hasil belajar meningkat.
30
2.1.7. Asesmen Melengkapi kalimat
Model pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran
mudah dan sederhana di mana siswa belajar melengkapi paragraf yang belum
sempurna dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia. Atau bisa dikatakan
bahwa model complete sentence merupakan model pembelajaran yang dilakukan
dengan cara melengkapi kalimat.
Media yang digunakan dalam pembelajaran complete sentence yaitu
Siapkan blanko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap. Menurut
Suyatno (2009:77) prosedur pembelajaran Melengkapi kalimat ialah siapkan
blangko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan
kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelopmpok,
LKS dibagikan berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap, siswa
berkelompok melengkapi dan presentasi. Dengan kata lain, pembelajaran
AsesmenMelengkapi kalimat adalah cara siswa belajar dengan melengkapi kalimat
dan membentuk suatu kelompok serta mempresentasikan hasil dari kerja
kelompok. Guru hanya membantu siswa untuk membentuk kelompok dan
membagikan blangko kepada masing-masing kelompok. Keadaan siswa yang aktif
hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru tidaklah cukup jika proses
pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai
siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki
sejumlah tujuan pembelajaran yang dicapai.
Menurut Uno, Hamzah B., Koni, Satria (2012: 118) kalimat
merupakanpernyataan yang tidak lengkap, dan siswa diminta untuk melengkapi
pernyataan tersebut. Ahli tata bahasa tradisional menyatakan bahwa kalimat
adalah satuan kumpulan kata yang terkencil yang mengandung pikiran yang
lengkap Menurut Nyoto Harjono & Philipus Pirenomulyo (2009: 54). kalimat
sebagai satu bagian dari ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan,
sedang intonasinya menunjukkan bagian ujaran itu sudah lengkap Keraf (1984:
156 dalam Nyoto Harjono & Philipus Pirenomulyo 2009: 54).
31
2.1.7.1.Prinsip Melengkapi kalimat
Pembelajaran melengkapi kalimat rumpang (Melengkapi kalimat) dalam
penelitian ini sebenarnya merupakan sebagai strategi, konsep dan praktik
pembelajaran yang merupakan sinergi dari pembelajaran yang bermakna,
pembelajaran kontekstual, teori kontruktivisme, pembelajaran aktif (active
learning) dan perkembangan psikologi anak. Dengan demikian walaupun
metodologi pembelajarannya sama, akan tetapi ada spesifikasi yang berbeda
terkait dengan penanaman konseptualnya yang relevan dengan perkembangan
moral, motorik dan kejiwaan anak. Anak akan bersemangat dan gembira dalam
belajar karena mereka tahu makna dan kegunaan belajar, karena belajar harus
mengutamakan minat, hobi (meaning learning) dan rasa ingin tahu yang tinggi
agar mereka dapat memadukan konsep pembelajaran yang berkesinambungan
dengan kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar dan masyarakat, bahkan
dengan berbagai topik permasalahan yang sedang “trend” berkembang di
masyarakat. Belajar adalah kegiatan seumur hidup yang dapat dilakukan dengan
cara aktif yang menggunakan fisik maupu non fisik yang dapat menghasilkan
pembelajaran secara optimal di lingkungan sehingga siswa dapat merasakan
penting, aman, dan nyaman. Keaktifan tidak hanya ditentukan oleh keaktifan fisik
semata, tetapi juga ditentukan oleh keaktifan non fisik seperti mental, intelektual
dan emosional Hal ini dimulai dari adanya kegiatan yang aktif dari fisik di dalam
ruangan secara kondusif yang diperindah dengan kegiatan visual (Visual actvities).
Ruangan harus terasa pas untuk kegiatan belajar seoptimal mungkin.
Pembelajaran Asesmen Melengkapi kalimat merupakan bagian dari
metode diskusi. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok atau
diskusi agar siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing)
pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih berinteraksi, komunikasi dan sosialisasi karena diskusi merupakan
miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar untuk menyadari kekurangan dan
kelebihan masing-masing indvidu. Pembelajaran koopretif adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu
32
mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri (Suryatno 2009:
51). Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesi (kelompok-
partisipatif), tiap anggota kelompok terdidari 4-5 orang, siswa heterogen
(kemampuan, gender, karakter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung
jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Menggunakan metode
pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok
harus saling membantu memahami materi pelajaran. Dalam pembelajran
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran. Prinsip pembelajaran yang melengkapi kalimat rumpang
(Melengkapi kalimat) adalah dimana siswa harus menyelesaikan kalimat menjadi
sebuah paragraf dengan berdiskusi kelompok serta mempresentasikan. Mereka
dapat belajar dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
(contextual teaching and learning). Mereka juga bergembira dalam belajar karena
memulainya dari sesuatu yang telah dimilikinya sendiri, sehingga timbul rasa
percaya diri dan itu akan menimbulkan perasaan diakui dan dihargai yang
menyenangkan hatinya karena ia diberi kesempatan untuk mengekspresikan
dirinya (teori konstruktivisme) sesuai ciri-ciri perkembangan fisiologis dan
psikologisnya. Hal ini sangat penting dalam pembelajaran Melengkapi kalimat
dimana siswa membutuhkan percaya diri dan keberanian untuk mempresentasikan
hasil diskusi atau kerja kelompok. Penerapan metode Melengkapi kalimat sangat
mendukung sistem pembelajaran tuntas (mastery learning). Siswa yang belajarnya
lamban dapat dengan cepat menuangkan idenya dalam memilih kata yang tepat.
selain itu, siswa berkomunikasi rendah dapat bertnya kepada siswa berkompetensi
tinggi sesuai dengan pembelajaran diskusi. Begitu dengan sebaliknya, siswa yang
berkompetensi tinggi dapat membantu siswa yang berkompetensi rendah.
Kondisi yang demikian siswa akan terlibat aktif dalam proses
pembelajaran karena sesuai denagan kepentingannya dan diciptakannya sendiri.
Jadi faktor untuk dapat melengkapi kalimat rumpang menjadi paragraf
33
(Melengkapi kalimat) anak harus memiliki keaktifan dengan lingkungan
pembelajaran yang dapat merangsang anak untuk belajar.
2.1.7.2.Langkah-langkah Pembelajaran Melengkapi kalimat
Adapun langkah-langkah pada pembelajaran Asesmen melengkapi
kalimat.adalah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru Menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh
membacakabuku atau modul dengan waktu secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok 5-8 orang secara heterogen
4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum
lengkap.
5. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang
tersedia.
6. Siswa berdiskusi secara berkelompok.
7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap
peserta membaca sampai mengerti atau hafal.
8. Kesimpulan.
Sedangkan menurut Suryanto dalam buku Menjelajah Pembelajaran
Inovativ (2009:77) adalah:
1. sisapkan blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap.
2. sampaikan kompetensi.
3. siswa ditugaskan membaca wacana.
4. guru membentuk kelompok.
5. LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap.
6. siswa berkelompok melengkapi.
7. presentasi.
Menurut beberpa pendapat pembelajaran Asesmen melengkapi kalimat
sebagai strategi, konsep dan praktik pembelajaran yang merupakan sinergi dari
pembelajaran yang bermakna, pembelajaran kontekstual, teori kontruktvisme,
34
pembelajaran aktif (active learning) dan perkembangan psikologi anak. Dengan
Asesmen melengkapi kalimat pada mata pelajaran IPS siswa dapat memiliki
keaktifan dari kognitif, afektif maupun spikomotoriknya. Sehingga menjadikan
hasil belajar siswa dapat meningkat.
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
Pembelajaran IPS dengan menerapkan peserta didik sebagai sebagai
warga Negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills),
sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan
mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai aktvitas. “Usaha ini
dilakukan sehubungan dengan adanya kesenjangan antara materi yang dicita-
citakan oleh kurikulum tertulis (intended curriculum), serta perbedaan materi yang
diajarkan dengan materi yang dipelajari siswa (relized curriculum)”. (Hasanah,
2010: 12). Pada kajian yang relevan untuk memperkuat alasan mengapa memilih
model pembelajaran Melengkapi kalimat maka dibutuhkan hasil penelitian yang
sudah menunjukkan keberhasilan, berikut beberapa penelitian yang terdahulu
dapat menjadi rujukan keberhasilan Melengkapi kalimat dalam pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan Nahji, Fatih.2008. Model Pembelajaran
Melengkapi kalimat untuk Menumbuhkan Kemampuan Memahami Persamaan
Matematis Kinematika Gerak Lurus Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Bumiayu
Tahun Pelajaran 2008/2009. Fisika mempelajari tentang kejadian alam yang
memungkinkan penelitian melalui percobaan, pengukuran dan penyajian secara
matematis berdasarkan pada aturan-aturan umum. Bekal pengetahuan tentang
persamaan matematis yang baik sangat diperlukan dalam pembelajaran fisika.
Buku-buku fisika yang kita ketahui di dalamnya terdapat aturan atau prinsip yang
akhirnya berbentuk persamaan matematis. Pemahaman persamaan matematis
dapat membantu penyelesaian perhitungan-perhitungan fisika. Siswa kelas XI-IPA
SMA N 1 Bumiayu belum memahami persamaan matematis yang ada dalam
materi fisika terutama yang berhubungan dengan grafik, penurunan rumus, dan
penjelasan rumus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menumbuhkan
kemampuan memahami persamaan matematis siswa melalui model pembelajaran
35
melengkapi kalimat. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang
terdiri dari dua siklus. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI-
IPA 1 SMA N 1 Bumiayu. Pengambilan data dilakukan dengan metode tes dan
observasi. Berdasarkan hasil analisis data, rata-rata hasil belajar siswa pada siklus
1 adalah 63,14, dengan persentase ketuntasan hasil belajar adalah 59,50% dan
pada siklus 2 rata-rata hasil belajar siswa naik menjadi 72,70 dengan persentase
ketuntasan hasil belajar 86,49%. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran melengkapi kalimat dapat meningkatkan kemampuan
memahami persamaan matematis siswa kelas XI-IPA 1 semester 1 SMA N 1
Bumiayu dan mencapai standar ketuntasan belajar secara klasikal. Sebagai salah
satu prosedur didaktik, maka model pembelajaran melengkapi kalimat dapat
digunakan sebagai alternatif pembelajaran fisika pokok bahasan kinematika gerak
lurus.
Hasilnya antara lain bahwa pembelajaran melengkapi kalimat dapat
meningkatkan kemampuan memahami persamaan matematis siswa kelas XI-IPA 1
semester 1 SMA N 1 Bumiayu dan mencapai standar ketuntasan belajar secara
klasikal. Sebagai salah satu prosedur didaktik, maka model pembelajaran
melengkapi kalimat dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran fisika pokok
bahasan kinematika gerak lurus.
Hasil penelitian Fadhilah, Nur 2009. Peningkatan Hasil belajar mata
pelajaran Al-Qur’an Hadist Melalui Metode Melengkapi kalimat pada Siswa
Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Kangkung Mranggen Demak Tahun
Pelajaran 2009/2010.Metode Melengkapi kalimat merupakan salah satu metode
pembelajaran yang dapat membantu peserta didik membangun keterkaitan antara
informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah
dimiliki dan dan dikuasai peserta didik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadits melalui metode Melengkapi
kalimat pada siswa kelas III Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Kangkung tahun
pelajaran 2009/2010?. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar tes dan
lembar pedoman observasi. Instrumen tes, digunakan untuk mengetahui
36
kemampuan awal siswa sebelum mendapatkan perlakuan dan memantau
perkembangan siswa setelah mendapatkan perlakuan. Lembar pedoman observasi,
digunakan untuk mendapatkan data mengenai keadaan kelas, suasana
pembelajaran, kreatifitas guru, keaktifan siswa dan sebagainya.
Penelitian menunjukkan bahwa metode Melengkapi kalimat dapat
meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran siklus I, II, dan III.
Skor keaktifan siswa siklus I adalah 8,29 (Baik). Siklus II adalah 9,14 (Baik) dan
siklus III adalah 9,43 (sangat baik). Metode Melengkapi kalimat juga dapat
meningkatkan hasil belajar. Hal ini bisa dilihat dari nilai yang diperoleh siswa,
yaitu pencapaian nilai rata-rata kelas pada siklus III adalah 70,91; pada siklus II
adalah 65; dan pada siklus I adalah 64,09. Dari rata-rata tersebut dapat dimaknai
bahwa ada kenaikan nilai sebesar 5,91 point dari siklus II dan terdapat kenaikan
6,82 point dari siklus I.
Fadhilah,Nur (2009) tentang peningkatan hasil belajar pada mata
pelajaran Al-Qur’an hadits melalui metode melengkapi kalimat dikelas III
Madrasah IbtidaiyahMiftahul Huda Kangkung Mranggen Demak, dengan hasil
menunjukkan bahwa metode Melengkapi kalimat dapat meningkatkan keaktifan
siswa selama proses pembelajaran.
1.3 Kerangka Berfikir
Sebelum pembelajaran berlangsung agar mencapai hasil pembelajaran
yang maksimal, terlebih dahulu menentukan langkah awal pada pembelajaran
mata pelajaran IPS, guru harus dapat menentukan metode dan materi apa yang
tepat dan tidak asing bagi siswa dalam pembelajaran. Penentuan pembelajaran,
dan materi ini akan sangat membantu proses pembelajaran untuk menentukan
berhasil tidaknya pembelajaran itu dilakukan dan diberikan kepada siswa. Pada
pembelajaran berlangsung hendaknya guru harus memiliki prinsip bahwa nara
sumber ilmu satu-satunya yang ada dikelas adalah guru akan tetapi hanya sebagai
penasihat, fasilitator dan mentor bagi siswa.
Pada kondisi siswa yang kurang aktif saat pembelajaran berlangsung
sudah tentu hal ini akan tidak akan mampu menghasilkan hasil belajar yang
37
maksimal. Kaitannya tentu dengan materi pelajaran IPS, selama ini siswa
cenderung kurangaktif untuk mempelajarinya. Hal ini tidak lain karena adanya
salah dalam pemilihan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan
belajar siswa dalam proses belajar mengajar yang akan berpengaruh pada hasil
belajar.
Pembelajaran Asesmen Melengkapi kalimat memiliki hubungan dengan
pembelajaran yang meyenangkan. Dimana siswa harus memiliki keaktifan yang
tinggi untuk menimbulkan efektvitas belajar yang terus berkembang. Dengan
demikian siswa tidak mudah mengantuk, jenuh, dan bosan, karena siswa ditutut
untuk selalu aktif seperti halnya membaca, diskusi, memberi saran, berbagi ilmu
dengan teman, presentasi, percakapan, menulis, memcahkan soal, mengambil
keputusan, sehingga memiliki keaktifan belajar yang tinggi dalam mencapai hasil
belajar yang lebih baik, dibandingkan dengan siswa yang kurang aktif yang hanya
duduk terdiam hanya mendengarkan saja. Pembelajaran siswa yang tidak memiliki
keaktifan belajar akan kelihatan kurang bergairah untuk mengikuti pembelajaran
di kelas, tidak menaruh perhatian terhadap pelajaran yang disampaikan oleh guru
dan tidak berpartisipasi aktif dalam belajar.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada awalnya belum
menggunakan metode atau strategi pembelajaran, sehingga menjadikan hasil
belajar belum berhasil. Proses pembelajaran kedua atau siklus I guru melakukan
tindakan untuk menentukan metode atau strategi yang akan digunakan dalam
pembelajaran, pada tahap ini ditemukan hasil belajar yang lebih baik dari
pembelajaran sebelumnya, akan tetapi belum mencapai hasil belajar yang
diinginkan pada KKM. Proses pembelajaran ketiga atau silkus II guru mengubah
cara pembelajaran dengan metode atau strategi yang sama, di tahap ini ditemukan
hasil belajar yang meningkat sesuai dengan KKM.
38
Pembelajaran IPS
Kompetensi Dasar : Mengenal aktifitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber
daya alam dan potensi di daerahnya.
Keatifan dan Hasil
Belajar Rendah
Siswa pasif, mengantuk,
dan cepat bosan dalam
mengikuti pembelajaran
Pembelajaran Konvensional (penyampaian materi
dengan metode ceramah, berpusat pada guru)
Pen
ilaia
n K
eak
tifa
n S
isw
a
Pembelajaran dengan Asesmen Melengkapi Kalimat
Pembentukkan kelompokke dalam 6-7
kelompok
Penerimaan materi dan tugas berupa melengkapi
kalimat kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan SDA
Mengerjakan LKS dengan melengkapi kalimat yang
belum lengkap kalimat tentang kegiatan ekonomi
dengan memanfaatkan SDA
Rubrik aktifitas diskusi Diskusi tentang kegiatan ekonomi dengan
memanfaatkan SDA
Rubrik presentasi Presentasi
Tes formatif
Hasil belajar Penilaian hasil
belajar
Gambar 2.1
Langkah-langkah Asesmen Melengkapi Kalimat Untuk
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa
Rubrik Pembentuka kelompok
Rubrik penerimaan materi kegiatan
ekonomi dengan memanfaatkan SDA
Rubrik mengerjakan LKS tentang kegiatan
ekonomi dengan memanfaatkan SDA
39
1.4 Perumusan Hipotesis
Dengan menggunakan Asesmen Melengkapi Kalimat pada mata pelajaran
IPS dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas 4 Sekolah Dasar
Negeri Salatiga 01 kota Salatiga Semester II tahun 2012/2013.