Upload
haminh
View
228
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Auditing
2.1.1.1 Pengertian Auditing
Auditing merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan (Mulyadi, 2002:2).
Menurut Agoes (2004:3), auditing adalah suatu pemeriksaan yang
dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-
tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan
tingkat kepatuhan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan
(Jusup, 2014:10).
11
Berdasarkan pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa auditing adalah
pekerjaan menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif dan sistematis
mengenai informasi dengan tujuan untuk menetapkan dan melaporkan tingkat
kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta
menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.
2.1.1.2 Standar Auditing
Standar audit adalah pedoman umum untuk membantu para auditor dalam
memenuhi tanggung jawab profesional mereka dalam pengauditan laporan
keuangan historis. Standar tersebut mencakup pertimbangan kualitas profesional
antara lain persyaratan kompetensi dan independensi, pelaporan, dan bukti.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi profesi berkewajiban
untuk menetapkan standar auditing. Untuk melaksanakan tugas tersebut IAPI
membentuk Dewan Standar yang ditetapkan sebagai badan teknis senior dan IAPI
untuk menerbitkan pernyataan-pernyataan tentang standar auditing. IAPI telah
memutuskan untuk mengadopsi International Auditing Standards (ISA) yang
diterbitkan oleh International Auditing and Assurance Standards Boards (IAASB)
dan dengan demikian tidak memberlakukan lagi standard auditing yang selama ini
berlaku. Sebagai langkah pertama IAPI menerjemahkan ISA ke dalam bahasa
Indonesia dan diberi judul Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan
menetapkan pemberlakuan SPAP terhitung mulai 1 Januari 2013 untuk emiten
(entitas publik) dan 1 Januari 2014 untuk entitas selain emiten. Profesi akuntan
publik di Indonesia telah memasuki era baru dalam sejarah perkembangan
pengauditan dengan diadopsinya ISA. Pemberlakuan ISA membawa dampak yang
luas terhadap praktik pengauditan yang harus dilakukan oleh para akuntan publik.
12
Menurut Standar Audit (SA 300-Para 2) mengatur tanggung jawab
auditor untuk merencanakan audit atas laporan keuangan. Standar audit
tersebut menyatakan bahwa tujuan auditor adalah untuk merencanakan audit
agar audit tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif. Perencanaan suatu
audit mencakup penetapan strategi audit secara keseluruhan untuk perikatan
atau penugasan audit dan pengembangan perencanaan audit. Perencanaan
yang cukup akan bermanfaat dalam audit atas laporan keuangan dalam
memfasilitasi arah dan supervisi atas anggota tim perikatan atau tim audit
dan penelaahan atas pekerjaan mereka. Menurut Standar Audit (SA 300-Para
11) mengatur tentang sifat, waktu, dan luas arahan, dan supervisi anggota tim
perikatan tim perikatan, dan penelaahan hasil kerja mereka bervariasi,
tergantung dari banyak faktor termasuk ukuran dan kompleksitas entitas, area
audit, resiko salah saji material yang dinilai, kemampuan dan kompetensi
setiap anggota tim perikatan
2.1.1.3 Jenis-Jenis Audit
Audit pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu:
audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Pengertian
ketiga jenis audit tersebut adalah sebagai berikut (Jusup, 2014:14-16):
1) Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah
laporan keuangan sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang
akan diperiksa dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah
ditetapkan. Pada umumnya kriteria yang digunakan adalah kerangka
pelaporan keuangan yang berlaku, meskipun lazim juga melakukan audit
13
atas laporan keuangan yang disusun berdasarkan dasar tunai (cash basis)
atau dasar akuntansi lain yang cocok untuk organisasi yang diaudit.
Laporan keuangan yang diperiksa biasanya meliputi laporan posisi
keuangan (neraca), laporan laba-rugi komprehensif, laporan perubahan
ekuitas, dan laporan arus kas, termasuk ringkasan kebijakan akuntansi
signifikan dan informasi penjelasan lain.
2) Audit Kepatuhan
Tujuan audit kepatuhan adalah untuk menentukan apakah pihak
yang diaudit telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang
ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Audit kepatuhan untuk suatu
perusahaan dapat berupa penentuan apakah karyawan-karyawan di
bidang akuntansi telah mengikuti prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan oleh kontroler perusahaan, mengkaji ulang tarip upah untuk
disesuaikan dengan tarip upah minimum yang ditetapkan Pemerintah
(UMR), atau memeriksa perjanjian yang dibuat dengan bankir atau
pemberi pinjaman lainnya untuk memastikan bahwa perusahaan telah
mematuhi semua persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian. Audit
kepatuhan atas instansi pemerintah lebih beranekaragam karena
banyaknya peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang harus
dilaksanakan oleh instansi-instansi pemerintah.
3) Audit Operasional
Audit operasional adalah pengkajian (review) atas setiap bagian
dari prosedur dan metoda yang diterapkan suatu entitas dengan tujuan
untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari suatu audit
14
operasional biasanya berupa rekomendasi kepada manajemen untuk
perbaikan operasi. Mengingat begitu banyaknya bidang atau bagian yang
efektivitas operasionalnya bisa dievaluasi, tidaklah mungkin untuk
merumuskan karakteristik pelaksanaan audit untuk suatu audit
operasional tertentu. Pada suatu organisasi, auditor mungkin diperlukan
untuk mengevaluasi relevansi dan kecukupan informasi yang digunakan
manajemen untuk mengambil keputusan apakah akan membeli aset tetap
baru atau tidak, sedangkan dalam organisasi yang lain auditor mungkin
diperlukan untuk mengevaluasi efisiensi aliran dokumen dalam
memproses penjualan. Dalam audit operasional, pengkajian tidak hanya
terbatas pada akuntansi, tapi bisa meliputi juga struktur organisasi,
operasi komputer, metoda produksi, pemasaran, dan bidang-bidang yang
lain asalkan auditor menguasai bidang yang diaudit.
2.1.2 Auditor
Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam
melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan jasa lainnya pada suatu
perusahaan atau organisasi. Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu: auditor pemerintah, auditor internal, dan auditor independen (akuntan
publik). Penjelasan masing-masing jenis auditor tersebut adalah sebagai
berikut (Jusup, 2014:16-21):
1) Auditor Pemerintah
Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit
atas keuangan negara pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia
15
audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 23 ayat 5 Undang-undang Dasar
1945 yang berbunyi “Untuk memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang
pengaturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Badan Pemeriksa
Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada Pemerintah
sehingga diharapkan dapat melakukan audit secara independen, namun
demikian badan ini bukanlah badan yang berdiri di atas Pemerintah.
Hasil audit yang dilakukan BPK disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat sebagai alat kontrol atas pelaksanaan keuangan negara. Oleh
karena kewenangan untuk melakukan pengeluaran dan penerimaan pada
instansi-instansi pemerintah telah dirumuskan dalam undang-undang,
maka audit yang dilakukan kebanyakan merupakan audit kepatuhan.
Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) yang merupakan internal auditor pemerintah yang independen
terhadap jajaran organisasi pemerintahan. Upaya yang diperankan
internal auditor pemerintah merupakan dorongan bagi diterapkannya
good governance pada setiap jenjang pemerintahan serta pengelola
kekayaan Negara yang dipisahkan. Selain itu, internal auditor pemerintah
merupakan kekuatan pendorong dalam upaya peningkatan efektivitas,
efisiensi, dan kehematan penyelenggaraan pelayanan publik dan
pembangunan nasional. Sesuai dengan latar belakang dan kompetensi
16
mereka di bidang akuntansi dan auditing, para auditor BPKP memberikan
layanan audit, antara lain:
(1) Audit khusus (audit investigasi) untuk mengungkapkan adanya
indikasi praktik tindak pidana korupsi dan penyimpangan lain.
(2) Audit terhadap laporan keuangan dan kinerja BUMN/BUMD/ Badan
Usaha lainnya.
(3) Audit terhadap pemanfaatan pinjaman dan hibah luar negeri.
(4) Audit terhadap peningkatan penerimaan Negara, termasuk
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
(5) Audit terhadap kegiatan yang dananya bersumber dari APBN.
(6) Audit dalam rangka memenuhi permintaan stakeholder tertentu.
2) Auditor Internal
Auditor internal adalah auditor yang bekerja pada suatu entitas
(perusahaan) dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada entitas
tersebut. Tugas audit yang dilakukannya terutama ditujukan untuk
membantu manajemen entitas tempat dimana ia bekerja. Pada
perusahaan-perusahaan besar, jumlah staf auditor internal bisa mencapai
ratusan orang. Pada umumnya mereka wajib memberikan laporan
langsung kepada pimpinan tertinggi perusahaan (direktur utama), atau
ada pula yang melapor kepada pejabat tinggi tertentu lainnya dalam
perusahaan (misalnya kepada Kontroler), atau bahkan ada pula yang
berkewajiban melapor kepada komite audit yang dibentuk oleh dewan
komisaris.
17
Tanggung jawab auditor internal pada berbagai perusahaan sangat
beranekaragam tergantung pada kebutuhan perusahaan yang
bersangkutan. Kadang-kadang stat auditor internal hanya terdiri dari satu
atau dua orang yang sebagian besar waktunya digunakan untuk
melakukan tugas rutin berupa audit kepatuhan. Pada perusahaan lain,
staff auditor internal bisa banyak sekali jumlahnya dengan tugas yang
bermacam-macam, termasuk melakukan tugas-tugas di luar bidang
akuntansi. Pada tahun-tahun terakhir ini banyak auditor internal terlibat
pula dalam pengauditan operasional atau meningkatkan keahliannya di
bidang evaluasi atas sistem komputer. Agar dapat melakukan tugasnya
secara efektif, auditor internal harus independen terhadap fungsi-fungsi
lini dalam organisasi tempat ia bekerja, namun demikian ia tidak bisa
independen terhadap perusahaannya karena ia adalah pegawai dan
perusahaan yang diaudit. Auditor internal berkewajiban memberi
informasi kepada manajemen yang berguna untuk pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan efektifitas perusahaan. Pihak luar
perusahaan pada umumnya tidak bisa mengandalkan hasil audit yang
dilakukan oleh auditor internal karena kedudukannya yang tidak
independen. Kedudukan yang tidak independen inilah yang membedakan
auditor internal dengan auditor eksteren yang independen dari kantor-
kantor akuntan publik.
3) Auditor Independen (Akuntan Publik)
Tanggung jawab utama auditor independen atau lebih umum
disebut akuntan publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas
18
laporan keuangan yang diterbitkan entitas (perusahaan dan organisasi
lainnya). Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terbuka
(perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar
modal), perusahaan-perusahaan besar, dan juga pada perusahaan-
perusahaan kecil, serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan
mencari laba. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus diaudit
laporan keuangannya, dan kalangan bisnis serta banyak pihak Iainnya
semakin mengenal laporan ini, maka orang awam sering mengartikan
auditor sama dengan akuntan publik, padahal terdapat beberapa jenis
auditor yang berbeda-beda fungsi dan pekerjaannya. Dewasa ini
keberadaan akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-undang No
5 tahun 2011 tentang akuntan publik. Menurut undang-undang tersebut,
akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dan menteri
keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik di Indonesia. Bidang
jasa akuntan publik meliputi:
(1) Jasa atestasi
a. Jasa audit umum atas laporan keuangan;
b. Jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif;
c. Jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma
d. Jasa review atas laporan keuangan; dan
e. Jasa atestasi Iainnya sebagaimana tercantum dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (S PAP)
(2) Jasa non-atestasi, yaitu mencakup jasa yang berkaitan dengan
akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan
19
konsultasi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Izin akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan
berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Akuntan yang mengajukan
permohonan untuk menjadi akuntan publik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
(1) Memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik
(USAP) yang sah yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI) atau perguruan tinggi terakreditasi oleh IAPI untuk
menyelenggarakan pendidikan profesi akuntan publik.
(2) Apabila tanggal kelulusan USAP telah melewati masa 2 tahun, maka
wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP)
dalam 2 tahun terakhir.
(3) Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan
paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan paling sedikit 500
(lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi
perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin
Rekan KAP.
(4) Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya.
(5) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(6) Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin akuntan publik.
20
(7) Tidak pernah dipidana yang mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melakukan pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(8) Menjadi anggota IAPI.
(9) Tidak berada dalam pengampuan.
Untuk memperoleh Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi
Akuntan Publik (USAP), para calon akuntan publik wajib mengikuti
ujian nasional yang diselenggarakan oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI) Ujian ini diselenggarakan dua kali dalam setahun dan
berlangsung selama dua hari penuh yang meliputi empat mata ujian,
yaitu:
(1) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
(2) Auditing & Asurans
(3) Akuntansi Manajemen, Manajemen Keuangan, dan Sistem Informasi
(4) Lingkungan Bisnis, Hukum Komersial, dan Perpajakan
2.1.2.1 Opini Auditor
Auditor harus merumuskan suatu opini tentang apakah laporan keuangan
disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku. Untuk merumuskan opini tersebut, auditor harus
menyimpulkan apakah telah memperoleh keyakinan memadai tentang apakah
laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material,
baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan. Adapun opini auditor
yang dinyatakan dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut (Jusup, 2014:67):
1) Opini Wajar tanpa Pengecualian
21
Laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Apabila semua
persyaratan terpenuhi, suatu laporan audit dengan opini wajar tanpa
pengecualian dapat diterbitkan. Laporan bentuk baku seringkali disebut juga
“clean opinion”, karena tidak ada Sesuatu hal yang membutuhkan kualifikasi
atau modifikasi atas opini auditor.
2) Opini Wajar dengan Pengecualian
Auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian ketika:
(1) Auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat,
menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual
maupun secara agregasi, adalah material, tetapi tidak pervasit, terhadap
laporan keuangan; atau
(2) Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang
mendasari opini, tetapi auditor menyimpulkan bahwa pengaruh kesalahan
penyajian yang tidak terdeteksi yang mungkin timbul terhadap laporan
keuangan, jika ada, dapat menjadi material, tetapi tidak pervasif.
3) Opini Tidak Wajar
Auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar ketika auditor, setelah
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa
kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara agregasi, adalah
material dan pervasif terhadap laporan keuangan.
4) Opini Tidak Menyatakan Pendapat
Auditor harus tidak menyatakan pendapat ketika auditor tidak dapat
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini, dan
22
auditor menyimpulkan bahwa pengaruh kesalahan penyajian material yang
tidak terdeteksi yang mungkin timbul terhadap laporan keuangan, jika ada,
dapat bersifat material dan pervasif. Auditor harus tidak menyatakan
pendapat ketika, dalam kondisi yang sangat jarang melibatkan banyak
ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, meskipun telah memperoleh
bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap ketidakpastian tersebut,
adalah tidak mungkin untuk merumuskan suatu opini atas laporan keuangan
karena interaksi yang potensial dari ketidakpastian tersebut dan pengaruh
kumulatif ketidakpastian tersebut yang mungkin timbul terhadap laporan
keuangan.
2.1.3 Kantor Akuntan Publik
Dalam Undang-undang No.5 tahun 2011 yang dimaksud dengan Kantor
Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP, adalah badan usaha yang
didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Salah satu
persyaratan izin usaha KAP adalah memiliki rancangan sistem pengendalian
mutu sehingga dapat menjamin bahwa perikatan profesional dilaksanakan
sesuai dengan SPAP. Sementara itu, pengaturan mengenai bentuk usaha KAP
dimaksudkan agar sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik, yaitu
independensi dan tanggung jawab profesional Akuntan Publik terhadap hasil
pekerjaannya. Izin usaha KAP dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. KAP
berbentuk badan usaha perseorangan yang mengajukan permohonan untuk
mendapatkan izin usaha KAP harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
23
1) Memiliki izin akuntan publik.
2) Menjadi anggota IAPI.
3) Mempunyai paling sedikit 2 orang auditor tetap dengan tingkat pendidikan
formal bidang akuntansi yang paling rendah berijazah setara Diploma III dan
paling sedikit 1 orang diantaranya berijazah sarjana.
4) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
5) Memiliki rancangan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) KAP yang
memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan paling kurang
mencakup aspek kebijakan atas seluruh unsur pengendalian mutu.
6) Domisili Pemimpin KAP sama dengan domisili KAP.
7) Memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor, dan denah ruang kantor yang
menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain.
8) Membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang mencantumkan alamat
Akuntan Publik, nama dan domisili kantor, serta maksud dan tujuan pendirian
kantor (hanya untuk KAP berbentuk badan usaha perseorangan).
9) Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Usaha
Kantor Akuntan Publik, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang
menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar.
Untuk KAP berbentuk badan usaha persekutuan, selain persyaratan-
persyaratan di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Memiliki NPWP KAP.
2) Memiliki perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaris.
3) Memiliki surat izin akuntan publik bagi Pemimpin Rekan dan Rekan yang
akuntan publik.
24
4) Memiliki tanda keanggotaan IAPI yang masih berlaku bagi Pemimpin Rekan
dan Rekan yang akuntan publik.
5) Memiliki surat persetujuan dari seluruh Rekan KAP mengenai penunjukan
salah satu Rekan menjadi Pemimpin Rekan.
6) Memiliki bukti domisili Pemimpin Rekan dan Rekan KAP.
KAP berbentuk badan usaha persekutuan dapat membuka Cabang KAP di
seluruh wilayah Indonesia dengan izin dari Menteri Keuangan.
2.1.3.1 Struktur KAP
Mengingat pekerjaan audit atas laporan keuangan menuntut tanggung jawab
yang besar, maka pekerjaan profesional kantor akuntan publik menuntut tingkat
independensi dan kompetensi yang tinggi. Independensi memungkinkan auditor
untuk menarik kesimpulan tanpa bias tentang laporan keuangan yang diauditnya.
Kompetensi memungkinkan auditor untuk melakukan audit secara efisien dan
efektif. Adanya kepercayaan atas independensi dan kompetensi auditor,
menyebabkan pemakai bisa mengandalkan diri pada laporan yang dibuat auditor.
Oleh karena kantor akuntan publik demikian banyak jumlahnya, maka tidaklah
mungkin bagi pemakai laporan untuk menilai independensi dan kompetensi
masing-masing kantor akuntan publik. Oleh karena itu struktur kantor akuntan
publik akan sangat berpengaruh terhadap hal ini, walaupun tidak menjamin
sepenuhnya. Bentuk usaha KAP sebagaimana diatur pada Pasal 12 Undang-
undang Akuntan Publik adalah (Jusup, 2014:22-24):
1) Perseorangan
2) Persekutuan perdata
3) Firma, atau
25
4) Bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik
yang diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.O1/2008. Kantor Akuntan Publik yang berbentuk badan usaha
perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang Akuntan Publik
yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin. KAP yang berbentuk badan usaha
persekutuan adalah persekutuan perdata atau persekutuan firma. KAP yang
berbentuk badan usaha persekutuan hanya dapat didirikan oleh paling sedikit 2
(dua) orang Akuntan Publik, dimana masing-masing sekutu merupakan rekan dan
salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan. Dalam hal KAP
berbentuk badan usaha persekutuan mempunyai rekan non Akuntan Publik,
persekutuan dapat didirikan dan dijalankan apabila paling kurang 75% dari
seluruh sekutu adalah Akuntan Publik.
Yang dimaksud dengan “bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik
profesi Akuntan Publik” adalah bentuk usaha yang menunjukkan adanya
independensi dan tanggung jawab yang melekat pada Akuntan Publik, sebagai
contoh Limited Liability Partnership dan Professional Limited Liability Company.
Kantor akuntan publik yang berbentuk perseorangan sangat sedikit
jumlahnya, sebagian besar memilih bentuk persekutuan. Dalam badan usaha
persekutuan, beberapa orang Akuntan Publik bekerja sama berpraktik sebagai
rekan atau partner, untuk memberikan jasa profesional berupa pengauditan dan
berbagai jasa lain kepada pihak-pihak yang membutuhkan jasa mereka. Para
partner biasanya mempekerjakan sejumlah stat profesional untuk membantu
mereka dalam menjalankan pekerjaannya. Para asisten umumnya terdiri dari
26
akuntan publik bersertifikat yang masih muda dalam pengalaman atau mereka
yang mempersiapkan din untuk menjadi akuntan publik bersertifikat.
Dengan adanya audit yang dilakukan oleh entitas terpisah akan mendorong
terciptanya independensi dan menghilangkan hubungan buruh-majikan antara
kantor akuntan dengan kliennya. Selain itu sebagai suatu entitas terpisah
memungkinkan sebuah Kantor Akuntan Publik menjadi cukup besar sehingga
dapat mencegah adanya satu atau seorang klien yang menjadi sumber pendapatan
sangat besar dalam kantor akuntan tersebut yang akhirnya bisa membahayakan
independensi kantor akuntan terhadap kliennya. Kompetensi juga bisa tercipta
berkat terkumpulnya para profesional dalam jumlah besar pada satu Kantor
Akuntan Publik tertentu untuk bersama-sama berkarya dengan keahlian dan
kepentingan yang sama dan membuat pendidikan profesional berkelanjutan
menjadi lebih berarti.
Oleh karena itu hirarki organisasi yang umumnya dijumpai pada kantor-
kantor akuntan publik terdiri dari partner, manajer, supervisor, senior atau in-
charge auditor, dan asisten. Staf baru biasanya mulai sebagai asisten dan
seterusnya diperlukan waktu dua sampai tiga tahun pada setiap jenjang hingga
mencapai status sebagai partner. Nama-nama posisi setiap jenjang pada berbagai
Kantor Akuntan Publik berbeda-beda, namun penjenjangannya pada umumnya
hampir sama. Sebutan auditor biasanya digunakan bagi orang yang melakukan
salah satu atau beberapa tahapan dalam suatu audit. Dalam penugasan audit yang
berskala besar, kadang-kadang digunakan satu atau beberapa auditor untuk setiap
tahapan.
27
2.1.4 Tindakan Supervisi
2.1.4.1 Pengertian tindakan supervisi
Tindakan supervisi merupakan tindakan pengawasan yang terbagi
menjadi tiga aktivitas seperti yang tertuang dalam Issues Statement No. 4 dari
Accounting Education Change Commission (AECC) mengenai
Recommendations for Supervisors of Early Work Experience yaitu aspek
kepemimpinan dan mentoring, aspek kondisi kerja, dan aspek penugasan,
dijabarkan sebagai berikut (Hadi, 2003):
1) Aspek kepemimpinan dan mentoring
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke
arah pencapaian tujuan. Supervisi merupakan seorang pimpinan yang
membawahi sejumlah staf, yang berfungsi memotivasi dan mengawasi
pekerjaan staf bawahannya. Seorang supervisi harus berorientasi pada
pekerjaannya dan mempunyai sensitivitas sosial (Basset, 1994) yang
memberikan feedback, penghargaan, pengakuan keahlian terhadap
stafnya. Mentoring didefinisikan sebagai proses membentuk dan
mempertahankan hubungan secara insentif antara karyawan senior
dengan karyawan yunior dan supervisi sebagai penghubungnya.
Mentoring sangat erat hubungannya dengan karir, auditor akan mencapai
kemajuan berkarir jika mereka pindah dan berkarir selain di KAP
(Ariyanti, 2002). Supervisi harus menciptakan lingkungan senyaman
mungkin untuk meminimalkan stres dengan meningkatkan peran
konseling, keteladanan dari supervisi yang merupakan fungsi psikososial,
sebagai akibat dari perkembangan karir di KAP yang didukung
pengetahuan, pelatihan dan pemberian tugas yang menantang.
28
2) Aspek kondisi kerja
Kondisi kerja merupakan kesempatan yang individu rasakan untuk
melakukan tugas yang bernilai. Seringkali akuntan pemula mengeluh
karena mereka tidak memahami gambaran secara keseluruhan dari
penugasan, sehingga supervisi harus meningkatkan mental pada
bawahannya untuk bekerja dengan benar pada saat pertama da
menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Misalnya
dengan menjelaskan suatu penugasan kepada staf secara mendetail
mengalokasikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas dengan
baik, terbuka terhadap hambatan serta mengawasi sampai penugasan
selesai.
3) Aspek penugasan
Penugasan merupakan kesempatan yang dimiliki individu untuk memilih
tugas yang berarti bagi akuntan pemula dan melaksanakan tugas dengan
cara yang sesuai dengan mereka. Misalnya dengan memberikan
kesempatan kepada akuntan pemula dalam menggunakan kemampuan
verbal, baik lisan maupun tulisan, berpikir kritis dan mengijinkan
akuntan pemula untuk menyusun dan menyajikan laporan.
2.1.4.2 Indikator tindakan supervisi
Konsep tindakan supervisi dapat diterjemahkan ke sejumlah dimensi
yang merupakan aspek-aspek dari tindakan supervisi menurut Issues
Statement No. 4 dari Accounting Education Change Commission (AECC)
mengenai Recommendations for Supervisors of Early Work Experience yang
meliputi aspek Kepemimpinan & Mentoring, aspek Kondisi Kerja dan aspek
29
Penugasan ke dalam sejumlah elemen yang meliputi pilihan, kompetensi,
kebermaknaan dan kemajuan. Rincian supervisi tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Supervisor hendaknya menunjukkan sikap kepemimpinan dan mentoring
yang kuat
(1) Sering memberikan feedback yang jujur, terbuka, dan interaktif
kepada junior di bawah supervisinya
(2) Memperhatikan pesan-pesan tidak langsung dari auditor junior dan
jika yang disampaikan adalah ketidakpuasan, secara langsung
supervisor menanyakan keadaan dan penyebabnya.
(3) Meningkatkan konseling dan mentoring, misalnya memberikan pujian
terhadap yang baik, memperlakukan junior auditor sebagai
profesional, membantu junior auditor menemukan peluang kerja, dan
mempedulikan minat serta rencana junior auditor.
(4) Dituntut mampu menjadi panutan sebagai profesional di bidangnya,
mampu menumbuhkan kebanggaan akan profesi yang digelutinya.
2) Supervisor hendaknya menciptakan kondisi kerja yang mendorong
terjadinya kesuksesan.
(1) Menumbuhkan sikap mental pada junior auditor untuk bekerja dengan
benar sejak awal dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu
terjadi. Hal ini bisa dilaksanakan dengan menjelaskan suatu
penugasan kepada junior auditor secara gamblang, mengalokasikan
waktu yang cukup dalam penugasan yang rumit sehingga bisa
terselesaikan dengan baik, menampung semua keluhan akan hambatan
30
yang dihadapi termasuk diantaranya hambatan budgeter dan
menjelaskan bagaimana suatu bagian penugasan sesuai dengan
penugasan keseluruhan serta senantiasa mengawasi junior auditor
sampai penugasan selesai.
(2) Mendistribusikan tugas dan beban secara adil dan sesuai dengan
tingkat kemampuan junior auditor
(3) Meminimalkan stress yang berkaitan dengan pekerjaan
3) Supervisor hendaknya memberikan tugas yang menantang dan
mempercepat terselesaikannya tugas.
(1) Mendelegasikan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan
kesiapan junior auditor
(2) Memaksimalkan kesiapan junior auditor untuk menggunakan
kemampuan verbal baik lisan maupun tulisan, berpikiran kritis dan
menggunakan teknik analitis serta membantu junior auditor untuk
meningkatkan kemampuan tersebut.
2.1.5 Komitmen Organisasi
2.1.5.1 Pengertian komitmen organisasi
Mowday, et al. (1982) dalam Sopiah (2008: 155), menyebut komitmen kerja
sebagai istilah lain dari komitmen organisasi yang merupakan dimensi perilaku
penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk
bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi juga sebagai daya
relatif dari keberpihakan dan keterlibatan seseorang terhadap suatu organisasi.
31
Komitmen organisasi adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada
organisasi yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat
atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya
kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan
kedudukan sebagai anggota organisasi (Sopiah, 2008: 157). Hal ini merefleksikan
sikap individu akan tetap sebagai anggota organisasi yang ditunjukkan dengan
kerja kerasnya.
2.1.5.2 Determinan komitmen organisasi
Mowday, Porter, dan Steers (1982) dalam Darmawan (2013: 170)
menguraikan komitmen organisasi yang digunakan untuk menunjukkan tiga aspek
sikap karyawan, yaitu (a). The extent to which a employee demonstrate a strong
desire to remain a member of the organization; (b) The degree of willingness to
exert high levels of effort for organization; (c) Belief in and acceptance to the
major value and goals of the organization. Komitmen berarti keinginan karyawan
untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia
melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi. Variabel ml
dapat diukur dengan indikator kemauan karyawan, kesetiaan karyawan,
kebanggaan karyawan. Konsep yang dikemukakan oleh Lincoln (1989, Neale &
Noetheraft, 1990) dimana memberikan tiga indikator untuk konsep komitmen ml
memang sangat komprehensif sekali di mana:
1) Kemauan karyawan adalah suatu upaya niat baik karyawan untuk berinisiatif
dalam menekuni bidang pekerjaannya.
32
2) Kesetiaan karyawan adalah bentuk dari loyalitas karyawan guna menunjukkan
jati dirinya dalam upaya turut mengembangkan organisasi dimana karyawan
bekerja.
3) Kebanggaan karyawan adalah suatu bentuk totalitas kerja atau prestasi secara
maksimal dalam upaya menunjukkan bahwa hasil kerjanya sudah mencapai
kualitas yang baik atau optimal.
Ketiga hal tersebut merupakan indikasi bahwa seorang karyawan memiliki
komitmen terhadap organisasi. Dari ketiga hal tersebut, maka dapat dilakukan
pengukuran terhadap komitmen karyawan. Menurut Schemerhorn, et al. (1991)
dalam Darmawan (2013: 171) dikemukakan tiga pendekatan komitmen agar dapat
mengungkapkan hakikatnya dan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik,
yaitu:
1) Komitmen dan kekuasaan yang dimiliki organisasi terhadap anggota berakar
pada hakikat keterlibatan karyawan dalam organisasi. Keterlibatan
mempunyai salah satu dan tiga bentuk berikut ml, yaitu: a) Keterkaitan moral
didasarkan pada orientasi positif dan kesungguhan terhadap organisasi, yang
akan menghasilkan internalisasi nilai, tujuan, dan norma organisasi; b)
Keterkaitan Kalkulatif; bersandar pada pertukaran hubungan antara individu
dan organisasi. Orang akan bertanggungjawab terhadap organisasi jika ia
dapat mengambil keuntungan dalam menjalin hubungan dengan individu; c)
Keterkaitan Asing; tanggung jawab terjadi jika anggota merasa dipaksa oleh
keadaan untuk harus merasa memiliki organisasi tanpa tahu alasannya.
2) Tipe komitmen yang berbeda berasal dari tuntunan perilaku yang dibebankan
kepada anggota oleh organisasi. Keterkaitan mempunyai tiga bentuk yang
33
saling berhubungan; a) Komitmen terus-menerus; berhubungan dengan
dedikasi untuk melangsungkan hidup organisasi dan menghasilkan orang
yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi; b) Komitmen terpadu;
keterpaduan hubungan sosial dalam organisasi, ini dapat tingkatkan dengan
mempunyai karyawan yang secara publik sudah diakui kebaikan hubungan
sosialnya atau mengikuti kegiatan yang dapat meningkatkan keterpaduan
karyawan; dan c) Komitmen terkontrol; keterkaitan anggota terhadap norma
organisasi yang dapat membentuk perilaku yang dikehendaki. Ini terjadi saat
karyawan percaya bahwa norma organisasi dan nilainya sangat bermanfaat
bagi perilaku anggota.
3) Sikap komitmen berfokus pada bagaimana karyawan mengidentifikasi tujuan
dan nilai organisasi. Ini adalah komitmen dipandang dari sudut organisasi.
Maka psikologis sosial melihat perilaku komitmen berfokus pada bagaimana
perilaku seseorang terkait dengan organisasi. Sekali perilaku menunjukkan
adanya komitmen, maka ia akan menyesuaikan sikapnya, kemudian akan
mempunyai sub perilaku yang lain. Perilaku membentuk sikap dan pada
gilirannya sikap membentuk perilaku. Sikap komitmen ini menunjukkan
perilaku positif yang sangat berguna bagi pengembangan organisasi bila
setiap karyawan diasumsikan memiliki komitmen yang benar terhadap
organisasi.
2.1.5.3 Indikator komitmen organisasi
Meyer, et al. (1984) dalam Sopiah (2008: 157) mengemukakan bahwa ada
tiga komponen komitmen organisasi yang dapat dijadikan indikator sebagai
berikut:
34
1) Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
organisasi karena adanya ikatan emosional.
2) Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu
organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau
karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.
3) Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan
bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa
komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Komitmen seorang auditor terhadap organisasi KAP merupakan salah satu
sikap yang merefleksikan perasaan senang atau tidak senang dari auditor tersebut
terhadap organisasi KAP tempat dia bekerja.
2.1.6 Kepuasan Kerja
2.1.6.1 Pengertian kepuasan organisasi
Robbins dan Judge (2011: 114) memberikan definisi kepuasan kerja
sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari
karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan
atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasional, memenuhi standar
kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal, dan semacamnya.
Kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh
dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Dengan kata lain,
kepuasan kerja mencerminkan bagaimana kita merasakan tentang pekerjaan
kita dan apa yang kita pikirkan tentang pekerjaan kita (Wibowo, 2014: 131).
Berdasarkan pengertian di atas maka kepuasan kerja dapat didefinisikan
sebagai suatu kondisi tentang sejauh mana karyawan merasakan secara positif
35
atau negatif berbagai ragam dimensi dari tugas-tugas yang terkait dengan
pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap seorang individu
terhadap pekerjaannya, di mana kepuasan kerja adalah suatu tanggapan
(response) emosional pada suatu situasi kerja, kepuasan kerja sering
ditentukan dengan kesesuaian antara hasil dan harapan, serta kepuasan kerja
mewakili beberapa sikap yang berhubungan dengan determinan dari kepuasan
kerja itu sendiri.
2.1.6.2 Faktor-faktor kepuasan kerja
Persoalan yang sering dihadapi adalah bagaimana cara yag dapat
dilakukan untuk mengukur kepuasan kerja. Komponen atau unsur apa saja
yang dapat dipergunakan untuk mengukur kepuasan kerja. Apa yang dapat
dijadikan indikator untuk mengatakan bahwa seseorang pekerja mendapat
kepuasan kerja. Apabila kita ingin mengetahui kepuasan kerja seseorang,
kita harus mengukur atau menanyakan sikap orang tersebut terhadap
berbagai aspek pekerjaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja dan sekaligus dapat dipakai untuk mengukur kepuasan kerja adalah
(Badeni, 2013: 43):
1) Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang yang
mungkin terdapat kesesuaian dengan kemampuan, minat, dan lain-lain.
2) Gaji, yaitu jumlah bayaran yang didapat seseorang sebagai akibat dari
pelaksanaan kerja. Gaji dapat dirasakan seseorang dengan sangat
memuaskan atau sebaliknya tidak memuaskan.
3) Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa
berinteraksi di dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan
36
rekan sekerjanya sangat menyenangkan atau sebaliknya tidak
menyenangkan. Rekan kerja yang menyenangkan dapat berupa rekan
kerja yang memberikan dorongan, membantu, dan lain-lain.
4) Atasan, yaitu atasan seseorang yang senantiasa memberi petunjuk dalam
pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan atau
menyenangkan bagi seseorang. Hal ini dapat mempengaruhi kepuasan
kerja.
5) Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui
kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan terdapat kemungkinan yang
besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang
terbuka atau terbuka.
6) Lingkungan kerja, yaitu kenyamanan tempat kerja dan ketersediaan
berbagai sarana yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan.
Kenyamanan dapat berkaitan dengan penerangan yang cukup, ventilasi
yang memberikan kesegaran, kebersihan tempat kerja, dan mudah melihat
bahwa aspek-aspek di atas juga merupakan penghargaan yang bersifat
non-materi bagi seseorang.
2.1.6.3 Konsekuensi kepuasan kerja
Dampak dari ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoretik
dinamakan EVLN-Model, yang terdiri dari Exit, Voice, Loyalty, dan Neglect.
Kerangka tanggapan pekerja terhadap ketidakpuasan kerja tersebut dibedakan
dalam dua dimensi: konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.
37
Gambar 2.1 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Sumber: Robbins dan Judge (2011: 154)
Berdasarkan Gambar 2.1 mengenai tanggapan karyawan akibat tidak adanya
kepuasan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Exit. Respon exit atau keluar merupakan perilaku langsung dengan
meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan
diri.
2) Voice. Respon voice atau suara termasuk secara aktif dan konstruktif berusaha
memperbaiki kondisi, termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan
persoalan dengan atasan, dan melakukan beberapa bentuk aktivitas
perserikatan.
3) Loyalty. Respon loyalty atau kesetiaan berarti secara positif, tetapi secara
optimistik menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi
38
menghadapi kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya
melakukan sesuatu yang benar.
4) Neglect. Respon neglect atau pengabaian secara pasif memungkinkan kondisi
memperburuk dan termasuk kemangkiran secara kronis atau keterlambatan,
mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
Perilaku exit dan neglect mencakup variabel kinerja kita: produktivitas,
kemangkiran, dan pergantian. Tetapi model ini memperluas respon pekerja
termasuk voice dan loyalty, perilaku konstruktif yang memungkinkan individu
mentolerir situasi tidak menyenangkan atau menyegarkan kondisi kerja
memuaskan. Kepuasan kerja juga memiliki implikasi manajerial yang signifikan
karena ribuan penelitian telah menguji hubungan antara kepuasan kerja dengan
variabel prestasi kerja adalah Prestasi Kerja. Salah satu perdebatan terbesar di
pusat penelitian organisasi adalah hubungan kepuasan kerja dan prestasi kerja.
Penelitian oleh Laffaldano dan Muchinsky (1985) dengan meta analisis
mengakumulasi hasil 74 penelitian yang menghubungkan kepuasan kerja dengan
prestasi kerja terhadap 12.192 orang. Ditemukan hubungan positif yang lemah
antara kepuasan dengan prestasi. Para peneliti telah mengidentifikasi dua alasan
kunci yang menyebabkan hasil ini salah arah dan menyatakan terlalu rendah
hubungan yang seharusnya terjadi antara kepuasan dengan prestasi.
Kepuasan kerja berimplikasi pada komitmen organisasi yang mencerminkan
bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan
terikat dengan tujuan-tujuannya. Suatu meta analisis yang dilakukan Tett dan
Meyer (1993) dan 68 penelitian yang melibatkan 35.282 orang mengungkapkan
hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dengan kepuasan. Para
39
manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk
mendapatkan tingkat komitmen lebih tinggi. Selanjutnya menurut Mathieu dan
Zajac (1990) komitmen lebih tinggi dapat mempermudah terwujudnya
produktivitas lebih tinggi. (Darmawan, 2013: 63).
2.1.6.4 Indikator pengukuran kepuasan kerja
Berikut cara pengukuran tingkat kepuasan kerja melalui daftar pertanyaan
yang diajukan kepada karyawan berdasarkan teori Robbins (2001) dan Luthans
(1998) dalam Darmawan (2013: 71).
1) Gaji yang diterima setiap bulan telah sesuai seperti harapan anda.
2) Anda telah merasa nyaman dengan pekerjaan anda.
3) Rekan kerja anda memiliki peranan dalam mendukung pekerjaan anda.
4) Kebijakan dan peran pimpinan anda sangat memengaruhi kenyamanan anda
bekerja.
5) Anda merasa yakin pada pengembangan karier di tempat kerja anda.
6) Anda merasa nyaman dengan lingkungan kerja yang sangat mendukung
dalam penyelesaian pekerjaan anda.
7) Anda merasa bangga menginformasikan di mana anda bekerja kepada orang
lain.
2.1.7 Kinerja
2.1.7.1 Pengertian kinerja
Pengertian kinerja atau prestasi diberikan batasan oleh Manajer
sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Lawler dan Porter menyatakan bahwa kinerja adalah successful role
40
achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Dari
batasan tersebut, As’ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang
dicapai seseorang menurut aturan yang berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan As’ad (1991) dalam Sari (2009:53).
Menurut Mangkunegara (2000: 67) definisi kinerja karyawan (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah
prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas mau pun kuantitas yang
dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.1.7.2 Determinan kinerja
Menurut Byars dan Rue dalam Sutrisno (2013 : 151) mengemukakan, ada
dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan faktor
lingkungan. Faktor – faktor individu yang dimaksud adalah :
1) Usaha (effort), yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang
digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.
2) Abilities, yaitu sifat – sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu tugas.
3) Role atau Task Percepsion, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa
perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Adapun faktor–faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja adalah:
1) kondisi fisik, 2) peralatan, 3) waktu, 4) materil, 5) pendidikan, 6) supervisi, 7)
desain organisasi, 8) pelatihan, 9) dan keberuntungan. Faktor–faktor lingkungan
41
ini tidak langsung menentukan prestasi kerja seseorang tetapi mempengaruhi
faktor–faktor individu. Dapat dilihat bahwa perilaku seseorang dalam organisasi
merupakan hasil dari interaksi berbagai variabel yaitu individual dan situasional.
Pengukuran kinerja diarahkan pada enam aspek yang merupakan bidang
prestasi kunci bagi perusahaan yang bersangkutan. Bidang prestasi kunci tersebut
adalah (Sutrisno, 2013: 152):
1) Hasil kerja; Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan
sejauh mana pengawasan dilakukan.
2) Pengetahuan pekerjaan; Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas
pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas
dari hasil kerja.
3) Inisiatif; Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya
dalam hal penanganan masalah-masalah yang timbul.
4) Kecekatan mental; Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima
instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang
ada.
5) Sikap; Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas
pekerjaan.
6) Disiplin waktu dan absensi; Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.
2.1.7.3 Indikator kinerja
Untuk mengetahui indikator dari kinerja seseorang yang diukur oleh dirinya
sendiri dapat dilihat dari ciri-ciri karyawan yang memiliki kinerja baik.
Berdasarkan hasil penelitian Mc.Clelland (1961) dalam Darmawan (2013: 184)
tentang pencapaian kinerja, disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki motivasi
42
prestasi tinggi untuk mencapai kinerja dapat dibedakan dengan yang lainnya,
yaitu:
(1) Karyawan yang senang bekerja dan suka tantangan.
(2) Karyawan yang memperoleh sedikit kepuasan jika pekerjaannya sangat
mudah dan cenderung tertantang jika terlalu sulit.
(3) Karyawan yang senang memperoleh umpan balik yang konkret mengenai
keberhasilan pekerjaan.
(4) Karyawan yang cenderung tidak menyenangi tugas tersebut jika tidak
mencapai prestasi sesuai dengan yang diinginkan.
(5) Karyawan yang lebih senang bertanggung jawab secara personal terhadap
tugas yang dikerjakan.
(6) Karyawan yang merasa puas dengan hasil pekerjaan yang dilakukan sendiri.
(7) Karyawan yang kurang istirahat, cenderung inovatif, dan banyak bepergian.
(8) Karyawan yang selalu mencari kemungkinan pekerjaan yang lebih
menantang, meninggalkan sesuatu yang lama dan menjadi rutinitas serta
berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru.
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang akan diuji kebenarannya melalui data empiris. Adapun hipotesis
dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut:
1) Pengaruh tindakan supervisi pada kepuasan kerja auditor di Kantor Akuntan
Publik.
43
Supervisor merupakan pihak yang paling dekat dengan konteks kerja
seseorang. Supervisor yang berorientasi terhadap pekerjaan ikut menentukan
tujuan yang akan dicapai, membantu memecahkan masalah, menyediakan
dukungan sosial dan material serta memberikan feedback atas hasil kerja
bawahannya. Hasil penelitian Indriani (2013) dan Prabhawa (2014)
menyatakan bahwa tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan
pada kinerja auditor, sedangkan hasil penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Tethool dan Dewi (2003), Hadi (2007), dan Octaviano
(2010) yang menyatakan bahwa tindakan supervisi tidak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. Oleh sebab itu
dapat diajukan hipotesis yaitu:
H1 : Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan
kerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
2) Pengaruh komitmen organisasi pada kepuasan kerja auditor di Kantor Akuntan
Publik.
Komitmen merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kerja, dan
komitmen memiliki hubungan yang positif dengan kinerja. Suatu komitmen
organisasi merupakan tingkat loyalitas seseorang terhadap organisasi dimana
ia berada sehingga organisasi dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.
Pencapaian tujuan akan menciptakan kepuasan dalam diri apalagi diiringi
dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Penelitian yang dilakukan Badjuri
(2009) membuktikan bahwa komitmen organisasional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja. Begitu juga dengan penelitian sebelumnya
oleh Trisnaningsih (2002) yang melakukan penelitian di KAP Jawa Timur
dan Aranya (1982) yang menyatakan bahwa adanya suatu pengaruh nyata
44
secara statistik antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Hasil
penelitian Norris dan Niebuhr (1983) dan Poznanski (1997) yang menyatakan
bahwa komitmen organisasional mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat
diajukan hipotesis yaitu:
H2 : Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan
kerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
3) Pengaruh kepuasan kerja pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
Kepuasan kerja merupakan prediktor kinerja karena kepuasan kerja
mempunyai korelasi moderat dengan kinerja. Orang yang mempunyai tingkat
kepuasan yang tinggi cenderung menghasilkan kinerja yang tinggi pula.
Penelitian oleh Laffaldano dan Muchinsky (1985) dengan meta analisis
mengakumulasi hasil 74 penelitian yang menghubungkan kepuasan kerja
dengan prestasi kerja terhadap 12.192 orang, ditemukan hubungan positif yang
lemah antara kepuasan dengan prestasi. Para peneliti telah mengidentifikasi
dua alasan kunci yang menyebabkan hasil ini salah arah dan menyatakan
terlalu rendah hubungan yang seharusnya terjadi antara kepuasan dengan
prestasi, sedangkan menurut hasil penelitian Tahir dan Monil (2014),
menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja staf administrasi lembaga pendidikan tinggi di Malaysia.
Dampak dari ketidakpuasan kerja adalah keinginan berpindah yang
signifikan di antara karyawan dalam organisasi (Tnay et al., 2013)
sehingga tidak tercapainya suatu kinerja organisasi yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu:
45
H3 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor
di Kantor Akuntan Publik.
4) Pengaruh tindakan supervisi pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala
oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk
kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan
yang bersifat langsung guna mengatasinya. Apabila supervisi dapat dilakukan
dengan baik, akan diperoleh manfaat diantaranya adalah dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi kerja. Apabila kedua peningkatan ini dapat
diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi.
Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan
yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan
efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan
memuaskan. Tindakan supervisi yang diterapkan pada auditor yunior akan
menghindari terjadinya kesalahan dalam audit sehingga kinerja tinggi dapat
dicapai. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu:
H4 : Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja
auditor di Kantor Akuntan Publik.
5) Pengaruh komitmen organisasi pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.
Pada dasarnya komitmen organisasi merupakan suatu hubungan antara
anggota dengan organisasi dalam hal ini hubungan antara auditor dengan
kantor dimana ia bekerja. Komitmen organisasional merupakan kekuatan
individu yang didefinisikan dan dikaitkan dengan bagian organisasi.
Komitmen terhadap organisasi menunjukkan suatu keadaan dimana
karyawan/auditor mempunyai nilai dan tujuan yang sama dengan organisasi
46
KAP, terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi serta berniat memelihara
keanggotaan dalam organisasi. Hubungan yang baik akan timbul apabila
auditor memiliki kesetiaan dan mampu mengidentifikasi dirinya terhadap
organisasi. Komitmen organisasi yang dimiliki auditor akan berdampak pada
peningkatan kinerja auditor. Hasil penelitian yang dilakukan Trisnaningsih
(2007) dan Siahaan (2010) yang menyimpulkan bahwa secara implisit
auditor yang memiliki komitmen terhadap organisasinya tidak
mempengaruhi kinerjanya secara signifikan. Oleh sebab itu dapat diajukan
hipotesis yaitu:
H5 : Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja
auditor di Kantor Akuntan Publik.
6) Tindakan supervisi berpengaruh pada kinerja auditor di Kantor Akuntan
Publik melalui kepuasan kerja.
Tindakan supervisi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kinerja
auditor, tindakan supervisi juga memiliki pengaruh positif dan signifikan pada
kepuasan kerja auditor, sedangkan kepuasan kerja berdampak positif dan
signifikan pada kinerja auditor. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu:
H6 : Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja
auditor di Kantor Akuntan Publik melalui kepuasan kerja.
7) Komitmen organisasi berpengaruh pada kinerja auditor di Kantor Akuntan
Publik melalui kepuasan kerja.
Komitmen organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada
kinerja auditor, komitmen organisasi juga memiliki pengaruh positif dan
signifikan pada kepuasan kerja auditor, sedangkan kepuasan kerja berdampak