38
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Auditing 2.1.1.1 Pengertian Auditing Auditing merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002:2). Menurut Agoes (2004:3), auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan- tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kepatuhan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Jusup, 2014:10).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2… II.pdf · BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN ... 2.1.1 Auditing 2.1.1.1 Pengertian Auditing ... dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 23

  • Upload
    haminh

  • View
    228

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Auditing

2.1.1.1 Pengertian Auditing

Auditing merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan

mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat

kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah

ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang

berkepentingan (Mulyadi, 2002:2).

Menurut Agoes (2004:3), auditing adalah suatu pemeriksaan yang

dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap

laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat

memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan

mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-

tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan

tingkat kepatuhan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan

dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan

(Jusup, 2014:10).

11

Berdasarkan pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa auditing adalah

pekerjaan menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif dan sistematis

mengenai informasi dengan tujuan untuk menetapkan dan melaporkan tingkat

kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta

menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.

2.1.1.2 Standar Auditing

Standar audit adalah pedoman umum untuk membantu para auditor dalam

memenuhi tanggung jawab profesional mereka dalam pengauditan laporan

keuangan historis. Standar tersebut mencakup pertimbangan kualitas profesional

antara lain persyaratan kompetensi dan independensi, pelaporan, dan bukti.

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi profesi berkewajiban

untuk menetapkan standar auditing. Untuk melaksanakan tugas tersebut IAPI

membentuk Dewan Standar yang ditetapkan sebagai badan teknis senior dan IAPI

untuk menerbitkan pernyataan-pernyataan tentang standar auditing. IAPI telah

memutuskan untuk mengadopsi International Auditing Standards (ISA) yang

diterbitkan oleh International Auditing and Assurance Standards Boards (IAASB)

dan dengan demikian tidak memberlakukan lagi standard auditing yang selama ini

berlaku. Sebagai langkah pertama IAPI menerjemahkan ISA ke dalam bahasa

Indonesia dan diberi judul Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan

menetapkan pemberlakuan SPAP terhitung mulai 1 Januari 2013 untuk emiten

(entitas publik) dan 1 Januari 2014 untuk entitas selain emiten. Profesi akuntan

publik di Indonesia telah memasuki era baru dalam sejarah perkembangan

pengauditan dengan diadopsinya ISA. Pemberlakuan ISA membawa dampak yang

luas terhadap praktik pengauditan yang harus dilakukan oleh para akuntan publik.

12

Menurut Standar Audit (SA 300-Para 2) mengatur tanggung jawab

auditor untuk merencanakan audit atas laporan keuangan. Standar audit

tersebut menyatakan bahwa tujuan auditor adalah untuk merencanakan audit

agar audit tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif. Perencanaan suatu

audit mencakup penetapan strategi audit secara keseluruhan untuk perikatan

atau penugasan audit dan pengembangan perencanaan audit. Perencanaan

yang cukup akan bermanfaat dalam audit atas laporan keuangan dalam

memfasilitasi arah dan supervisi atas anggota tim perikatan atau tim audit

dan penelaahan atas pekerjaan mereka. Menurut Standar Audit (SA 300-Para

11) mengatur tentang sifat, waktu, dan luas arahan, dan supervisi anggota tim

perikatan tim perikatan, dan penelaahan hasil kerja mereka bervariasi,

tergantung dari banyak faktor termasuk ukuran dan kompleksitas entitas, area

audit, resiko salah saji material yang dinilai, kemampuan dan kompetensi

setiap anggota tim perikatan

2.1.1.3 Jenis-Jenis Audit

Audit pada umumnya dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu:

audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Pengertian

ketiga jenis audit tersebut adalah sebagai berikut (Jusup, 2014:14-16):

1) Audit Laporan Keuangan

Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah

laporan keuangan sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang

akan diperiksa dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah

ditetapkan. Pada umumnya kriteria yang digunakan adalah kerangka

pelaporan keuangan yang berlaku, meskipun lazim juga melakukan audit

13

atas laporan keuangan yang disusun berdasarkan dasar tunai (cash basis)

atau dasar akuntansi lain yang cocok untuk organisasi yang diaudit.

Laporan keuangan yang diperiksa biasanya meliputi laporan posisi

keuangan (neraca), laporan laba-rugi komprehensif, laporan perubahan

ekuitas, dan laporan arus kas, termasuk ringkasan kebijakan akuntansi

signifikan dan informasi penjelasan lain.

2) Audit Kepatuhan

Tujuan audit kepatuhan adalah untuk menentukan apakah pihak

yang diaudit telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang

ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Audit kepatuhan untuk suatu

perusahaan dapat berupa penentuan apakah karyawan-karyawan di

bidang akuntansi telah mengikuti prosedur-prosedur yang telah

ditetapkan oleh kontroler perusahaan, mengkaji ulang tarip upah untuk

disesuaikan dengan tarip upah minimum yang ditetapkan Pemerintah

(UMR), atau memeriksa perjanjian yang dibuat dengan bankir atau

pemberi pinjaman lainnya untuk memastikan bahwa perusahaan telah

mematuhi semua persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian. Audit

kepatuhan atas instansi pemerintah lebih beranekaragam karena

banyaknya peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah yang harus

dilaksanakan oleh instansi-instansi pemerintah.

3) Audit Operasional

Audit operasional adalah pengkajian (review) atas setiap bagian

dari prosedur dan metoda yang diterapkan suatu entitas dengan tujuan

untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari suatu audit

14

operasional biasanya berupa rekomendasi kepada manajemen untuk

perbaikan operasi. Mengingat begitu banyaknya bidang atau bagian yang

efektivitas operasionalnya bisa dievaluasi, tidaklah mungkin untuk

merumuskan karakteristik pelaksanaan audit untuk suatu audit

operasional tertentu. Pada suatu organisasi, auditor mungkin diperlukan

untuk mengevaluasi relevansi dan kecukupan informasi yang digunakan

manajemen untuk mengambil keputusan apakah akan membeli aset tetap

baru atau tidak, sedangkan dalam organisasi yang lain auditor mungkin

diperlukan untuk mengevaluasi efisiensi aliran dokumen dalam

memproses penjualan. Dalam audit operasional, pengkajian tidak hanya

terbatas pada akuntansi, tapi bisa meliputi juga struktur organisasi,

operasi komputer, metoda produksi, pemasaran, dan bidang-bidang yang

lain asalkan auditor menguasai bidang yang diaudit.

2.1.2 Auditor

Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam

melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan jasa lainnya pada suatu

perusahaan atau organisasi. Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu: auditor pemerintah, auditor internal, dan auditor independen (akuntan

publik). Penjelasan masing-masing jenis auditor tersebut adalah sebagai

berikut (Jusup, 2014:16-21):

1) Auditor Pemerintah

Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit

atas keuangan negara pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia

15

audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang

dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 23 ayat 5 Undang-undang Dasar

1945 yang berbunyi “Untuk memeriksa tanggung jawab tentang

keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang

pengaturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu

diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Badan Pemeriksa

Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada Pemerintah

sehingga diharapkan dapat melakukan audit secara independen, namun

demikian badan ini bukanlah badan yang berdiri di atas Pemerintah.

Hasil audit yang dilakukan BPK disampaikan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat sebagai alat kontrol atas pelaksanaan keuangan negara. Oleh

karena kewenangan untuk melakukan pengeluaran dan penerimaan pada

instansi-instansi pemerintah telah dirumuskan dalam undang-undang,

maka audit yang dilakukan kebanyakan merupakan audit kepatuhan.

Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP) yang merupakan internal auditor pemerintah yang independen

terhadap jajaran organisasi pemerintahan. Upaya yang diperankan

internal auditor pemerintah merupakan dorongan bagi diterapkannya

good governance pada setiap jenjang pemerintahan serta pengelola

kekayaan Negara yang dipisahkan. Selain itu, internal auditor pemerintah

merupakan kekuatan pendorong dalam upaya peningkatan efektivitas,

efisiensi, dan kehematan penyelenggaraan pelayanan publik dan

pembangunan nasional. Sesuai dengan latar belakang dan kompetensi

16

mereka di bidang akuntansi dan auditing, para auditor BPKP memberikan

layanan audit, antara lain:

(1) Audit khusus (audit investigasi) untuk mengungkapkan adanya

indikasi praktik tindak pidana korupsi dan penyimpangan lain.

(2) Audit terhadap laporan keuangan dan kinerja BUMN/BUMD/ Badan

Usaha lainnya.

(3) Audit terhadap pemanfaatan pinjaman dan hibah luar negeri.

(4) Audit terhadap peningkatan penerimaan Negara, termasuk

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

(5) Audit terhadap kegiatan yang dananya bersumber dari APBN.

(6) Audit dalam rangka memenuhi permintaan stakeholder tertentu.

2) Auditor Internal

Auditor internal adalah auditor yang bekerja pada suatu entitas

(perusahaan) dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada entitas

tersebut. Tugas audit yang dilakukannya terutama ditujukan untuk

membantu manajemen entitas tempat dimana ia bekerja. Pada

perusahaan-perusahaan besar, jumlah staf auditor internal bisa mencapai

ratusan orang. Pada umumnya mereka wajib memberikan laporan

langsung kepada pimpinan tertinggi perusahaan (direktur utama), atau

ada pula yang melapor kepada pejabat tinggi tertentu lainnya dalam

perusahaan (misalnya kepada Kontroler), atau bahkan ada pula yang

berkewajiban melapor kepada komite audit yang dibentuk oleh dewan

komisaris.

17

Tanggung jawab auditor internal pada berbagai perusahaan sangat

beranekaragam tergantung pada kebutuhan perusahaan yang

bersangkutan. Kadang-kadang stat auditor internal hanya terdiri dari satu

atau dua orang yang sebagian besar waktunya digunakan untuk

melakukan tugas rutin berupa audit kepatuhan. Pada perusahaan lain,

staff auditor internal bisa banyak sekali jumlahnya dengan tugas yang

bermacam-macam, termasuk melakukan tugas-tugas di luar bidang

akuntansi. Pada tahun-tahun terakhir ini banyak auditor internal terlibat

pula dalam pengauditan operasional atau meningkatkan keahliannya di

bidang evaluasi atas sistem komputer. Agar dapat melakukan tugasnya

secara efektif, auditor internal harus independen terhadap fungsi-fungsi

lini dalam organisasi tempat ia bekerja, namun demikian ia tidak bisa

independen terhadap perusahaannya karena ia adalah pegawai dan

perusahaan yang diaudit. Auditor internal berkewajiban memberi

informasi kepada manajemen yang berguna untuk pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan efektifitas perusahaan. Pihak luar

perusahaan pada umumnya tidak bisa mengandalkan hasil audit yang

dilakukan oleh auditor internal karena kedudukannya yang tidak

independen. Kedudukan yang tidak independen inilah yang membedakan

auditor internal dengan auditor eksteren yang independen dari kantor-

kantor akuntan publik.

3) Auditor Independen (Akuntan Publik)

Tanggung jawab utama auditor independen atau lebih umum

disebut akuntan publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas

18

laporan keuangan yang diterbitkan entitas (perusahaan dan organisasi

lainnya). Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terbuka

(perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar

modal), perusahaan-perusahaan besar, dan juga pada perusahaan-

perusahaan kecil, serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan

mencari laba. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus diaudit

laporan keuangannya, dan kalangan bisnis serta banyak pihak Iainnya

semakin mengenal laporan ini, maka orang awam sering mengartikan

auditor sama dengan akuntan publik, padahal terdapat beberapa jenis

auditor yang berbeda-beda fungsi dan pekerjaannya. Dewasa ini

keberadaan akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-undang No

5 tahun 2011 tentang akuntan publik. Menurut undang-undang tersebut,

akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dan menteri

keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik di Indonesia. Bidang

jasa akuntan publik meliputi:

(1) Jasa atestasi

a. Jasa audit umum atas laporan keuangan;

b. Jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif;

c. Jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma

d. Jasa review atas laporan keuangan; dan

e. Jasa atestasi Iainnya sebagaimana tercantum dalam Standar

Profesional Akuntan Publik (S PAP)

(2) Jasa non-atestasi, yaitu mencakup jasa yang berkaitan dengan

akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan

19

konsultasi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Izin akuntan publik dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan

berlaku selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Akuntan yang mengajukan

permohonan untuk menjadi akuntan publik harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

(1) Memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik

(USAP) yang sah yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik

Indonesia (IAPI) atau perguruan tinggi terakreditasi oleh IAPI untuk

menyelenggarakan pendidikan profesi akuntan publik.

(2) Apabila tanggal kelulusan USAP telah melewati masa 2 tahun, maka

wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional

Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP)

dalam 2 tahun terakhir.

(3) Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan

paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan paling sedikit 500

(lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi

perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin

Rekan KAP.

(4) Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan

Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya.

(5) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

(6) Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin akuntan publik.

20

(7) Tidak pernah dipidana yang mempunyai kekuatan hukum tetap

karena melakukan pidana kejahatan yang diancam dengan pidana

penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

(8) Menjadi anggota IAPI.

(9) Tidak berada dalam pengampuan.

Untuk memperoleh Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi

Akuntan Publik (USAP), para calon akuntan publik wajib mengikuti

ujian nasional yang diselenggarakan oleh Institut Akuntan Publik

Indonesia (IAPI) Ujian ini diselenggarakan dua kali dalam setahun dan

berlangsung selama dua hari penuh yang meliputi empat mata ujian,

yaitu:

(1) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

(2) Auditing & Asurans

(3) Akuntansi Manajemen, Manajemen Keuangan, dan Sistem Informasi

(4) Lingkungan Bisnis, Hukum Komersial, dan Perpajakan

2.1.2.1 Opini Auditor

Auditor harus merumuskan suatu opini tentang apakah laporan keuangan

disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan

keuangan yang berlaku. Untuk merumuskan opini tersebut, auditor harus

menyimpulkan apakah telah memperoleh keyakinan memadai tentang apakah

laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material,

baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan. Adapun opini auditor

yang dinyatakan dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut (Jusup, 2014:67):

1) Opini Wajar tanpa Pengecualian

21

Laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material

sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. Apabila semua

persyaratan terpenuhi, suatu laporan audit dengan opini wajar tanpa

pengecualian dapat diterbitkan. Laporan bentuk baku seringkali disebut juga

“clean opinion”, karena tidak ada Sesuatu hal yang membutuhkan kualifikasi

atau modifikasi atas opini auditor.

2) Opini Wajar dengan Pengecualian

Auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian ketika:

(1) Auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat,

menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual

maupun secara agregasi, adalah material, tetapi tidak pervasit, terhadap

laporan keuangan; atau

(2) Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang

mendasari opini, tetapi auditor menyimpulkan bahwa pengaruh kesalahan

penyajian yang tidak terdeteksi yang mungkin timbul terhadap laporan

keuangan, jika ada, dapat menjadi material, tetapi tidak pervasif.

3) Opini Tidak Wajar

Auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar ketika auditor, setelah

memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa

kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara agregasi, adalah

material dan pervasif terhadap laporan keuangan.

4) Opini Tidak Menyatakan Pendapat

Auditor harus tidak menyatakan pendapat ketika auditor tidak dapat

memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini, dan

22

auditor menyimpulkan bahwa pengaruh kesalahan penyajian material yang

tidak terdeteksi yang mungkin timbul terhadap laporan keuangan, jika ada,

dapat bersifat material dan pervasif. Auditor harus tidak menyatakan

pendapat ketika, dalam kondisi yang sangat jarang melibatkan banyak

ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, meskipun telah memperoleh

bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap ketidakpastian tersebut,

adalah tidak mungkin untuk merumuskan suatu opini atas laporan keuangan

karena interaksi yang potensial dari ketidakpastian tersebut dan pengaruh

kumulatif ketidakpastian tersebut yang mungkin timbul terhadap laporan

keuangan.

2.1.3 Kantor Akuntan Publik

Dalam Undang-undang No.5 tahun 2011 yang dimaksud dengan Kantor

Akuntan Publik, yang selanjutnya disingkat KAP, adalah badan usaha yang

didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Salah satu

persyaratan izin usaha KAP adalah memiliki rancangan sistem pengendalian

mutu sehingga dapat menjamin bahwa perikatan profesional dilaksanakan

sesuai dengan SPAP. Sementara itu, pengaturan mengenai bentuk usaha KAP

dimaksudkan agar sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik, yaitu

independensi dan tanggung jawab profesional Akuntan Publik terhadap hasil

pekerjaannya. Izin usaha KAP dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. KAP

berbentuk badan usaha perseorangan yang mengajukan permohonan untuk

mendapatkan izin usaha KAP harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

23

1) Memiliki izin akuntan publik.

2) Menjadi anggota IAPI.

3) Mempunyai paling sedikit 2 orang auditor tetap dengan tingkat pendidikan

formal bidang akuntansi yang paling rendah berijazah setara Diploma III dan

paling sedikit 1 orang diantaranya berijazah sarjana.

4) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

5) Memiliki rancangan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) KAP yang

memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan paling kurang

mencakup aspek kebijakan atas seluruh unsur pengendalian mutu.

6) Domisili Pemimpin KAP sama dengan domisili KAP.

7) Memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor, dan denah ruang kantor yang

menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain.

8) Membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang mencantumkan alamat

Akuntan Publik, nama dan domisili kantor, serta maksud dan tujuan pendirian

kantor (hanya untuk KAP berbentuk badan usaha perseorangan).

9) Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Usaha

Kantor Akuntan Publik, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang

menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar.

Untuk KAP berbentuk badan usaha persekutuan, selain persyaratan-

persyaratan di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Memiliki NPWP KAP.

2) Memiliki perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaris.

3) Memiliki surat izin akuntan publik bagi Pemimpin Rekan dan Rekan yang

akuntan publik.

24

4) Memiliki tanda keanggotaan IAPI yang masih berlaku bagi Pemimpin Rekan

dan Rekan yang akuntan publik.

5) Memiliki surat persetujuan dari seluruh Rekan KAP mengenai penunjukan

salah satu Rekan menjadi Pemimpin Rekan.

6) Memiliki bukti domisili Pemimpin Rekan dan Rekan KAP.

KAP berbentuk badan usaha persekutuan dapat membuka Cabang KAP di

seluruh wilayah Indonesia dengan izin dari Menteri Keuangan.

2.1.3.1 Struktur KAP

Mengingat pekerjaan audit atas laporan keuangan menuntut tanggung jawab

yang besar, maka pekerjaan profesional kantor akuntan publik menuntut tingkat

independensi dan kompetensi yang tinggi. Independensi memungkinkan auditor

untuk menarik kesimpulan tanpa bias tentang laporan keuangan yang diauditnya.

Kompetensi memungkinkan auditor untuk melakukan audit secara efisien dan

efektif. Adanya kepercayaan atas independensi dan kompetensi auditor,

menyebabkan pemakai bisa mengandalkan diri pada laporan yang dibuat auditor.

Oleh karena kantor akuntan publik demikian banyak jumlahnya, maka tidaklah

mungkin bagi pemakai laporan untuk menilai independensi dan kompetensi

masing-masing kantor akuntan publik. Oleh karena itu struktur kantor akuntan

publik akan sangat berpengaruh terhadap hal ini, walaupun tidak menjamin

sepenuhnya. Bentuk usaha KAP sebagaimana diatur pada Pasal 12 Undang-

undang Akuntan Publik adalah (Jusup, 2014:22-24):

1) Perseorangan

2) Persekutuan perdata

3) Firma, atau

25

4) Bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik profesi Akuntan Publik

yang diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

17/PMK.O1/2008. Kantor Akuntan Publik yang berbentuk badan usaha

perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang Akuntan Publik

yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin. KAP yang berbentuk badan usaha

persekutuan adalah persekutuan perdata atau persekutuan firma. KAP yang

berbentuk badan usaha persekutuan hanya dapat didirikan oleh paling sedikit 2

(dua) orang Akuntan Publik, dimana masing-masing sekutu merupakan rekan dan

salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan. Dalam hal KAP

berbentuk badan usaha persekutuan mempunyai rekan non Akuntan Publik,

persekutuan dapat didirikan dan dijalankan apabila paling kurang 75% dari

seluruh sekutu adalah Akuntan Publik.

Yang dimaksud dengan “bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik

profesi Akuntan Publik” adalah bentuk usaha yang menunjukkan adanya

independensi dan tanggung jawab yang melekat pada Akuntan Publik, sebagai

contoh Limited Liability Partnership dan Professional Limited Liability Company.

Kantor akuntan publik yang berbentuk perseorangan sangat sedikit

jumlahnya, sebagian besar memilih bentuk persekutuan. Dalam badan usaha

persekutuan, beberapa orang Akuntan Publik bekerja sama berpraktik sebagai

rekan atau partner, untuk memberikan jasa profesional berupa pengauditan dan

berbagai jasa lain kepada pihak-pihak yang membutuhkan jasa mereka. Para

partner biasanya mempekerjakan sejumlah stat profesional untuk membantu

mereka dalam menjalankan pekerjaannya. Para asisten umumnya terdiri dari

26

akuntan publik bersertifikat yang masih muda dalam pengalaman atau mereka

yang mempersiapkan din untuk menjadi akuntan publik bersertifikat.

Dengan adanya audit yang dilakukan oleh entitas terpisah akan mendorong

terciptanya independensi dan menghilangkan hubungan buruh-majikan antara

kantor akuntan dengan kliennya. Selain itu sebagai suatu entitas terpisah

memungkinkan sebuah Kantor Akuntan Publik menjadi cukup besar sehingga

dapat mencegah adanya satu atau seorang klien yang menjadi sumber pendapatan

sangat besar dalam kantor akuntan tersebut yang akhirnya bisa membahayakan

independensi kantor akuntan terhadap kliennya. Kompetensi juga bisa tercipta

berkat terkumpulnya para profesional dalam jumlah besar pada satu Kantor

Akuntan Publik tertentu untuk bersama-sama berkarya dengan keahlian dan

kepentingan yang sama dan membuat pendidikan profesional berkelanjutan

menjadi lebih berarti.

Oleh karena itu hirarki organisasi yang umumnya dijumpai pada kantor-

kantor akuntan publik terdiri dari partner, manajer, supervisor, senior atau in-

charge auditor, dan asisten. Staf baru biasanya mulai sebagai asisten dan

seterusnya diperlukan waktu dua sampai tiga tahun pada setiap jenjang hingga

mencapai status sebagai partner. Nama-nama posisi setiap jenjang pada berbagai

Kantor Akuntan Publik berbeda-beda, namun penjenjangannya pada umumnya

hampir sama. Sebutan auditor biasanya digunakan bagi orang yang melakukan

salah satu atau beberapa tahapan dalam suatu audit. Dalam penugasan audit yang

berskala besar, kadang-kadang digunakan satu atau beberapa auditor untuk setiap

tahapan.

27

2.1.4 Tindakan Supervisi

2.1.4.1 Pengertian tindakan supervisi

Tindakan supervisi merupakan tindakan pengawasan yang terbagi

menjadi tiga aktivitas seperti yang tertuang dalam Issues Statement No. 4 dari

Accounting Education Change Commission (AECC) mengenai

Recommendations for Supervisors of Early Work Experience yaitu aspek

kepemimpinan dan mentoring, aspek kondisi kerja, dan aspek penugasan,

dijabarkan sebagai berikut (Hadi, 2003):

1) Aspek kepemimpinan dan mentoring

Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke

arah pencapaian tujuan. Supervisi merupakan seorang pimpinan yang

membawahi sejumlah staf, yang berfungsi memotivasi dan mengawasi

pekerjaan staf bawahannya. Seorang supervisi harus berorientasi pada

pekerjaannya dan mempunyai sensitivitas sosial (Basset, 1994) yang

memberikan feedback, penghargaan, pengakuan keahlian terhadap

stafnya. Mentoring didefinisikan sebagai proses membentuk dan

mempertahankan hubungan secara insentif antara karyawan senior

dengan karyawan yunior dan supervisi sebagai penghubungnya.

Mentoring sangat erat hubungannya dengan karir, auditor akan mencapai

kemajuan berkarir jika mereka pindah dan berkarir selain di KAP

(Ariyanti, 2002). Supervisi harus menciptakan lingkungan senyaman

mungkin untuk meminimalkan stres dengan meningkatkan peran

konseling, keteladanan dari supervisi yang merupakan fungsi psikososial,

sebagai akibat dari perkembangan karir di KAP yang didukung

pengetahuan, pelatihan dan pemberian tugas yang menantang.

28

2) Aspek kondisi kerja

Kondisi kerja merupakan kesempatan yang individu rasakan untuk

melakukan tugas yang bernilai. Seringkali akuntan pemula mengeluh

karena mereka tidak memahami gambaran secara keseluruhan dari

penugasan, sehingga supervisi harus meningkatkan mental pada

bawahannya untuk bekerja dengan benar pada saat pertama da

menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Misalnya

dengan menjelaskan suatu penugasan kepada staf secara mendetail

mengalokasikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas dengan

baik, terbuka terhadap hambatan serta mengawasi sampai penugasan

selesai.

3) Aspek penugasan

Penugasan merupakan kesempatan yang dimiliki individu untuk memilih

tugas yang berarti bagi akuntan pemula dan melaksanakan tugas dengan

cara yang sesuai dengan mereka. Misalnya dengan memberikan

kesempatan kepada akuntan pemula dalam menggunakan kemampuan

verbal, baik lisan maupun tulisan, berpikir kritis dan mengijinkan

akuntan pemula untuk menyusun dan menyajikan laporan.

2.1.4.2 Indikator tindakan supervisi

Konsep tindakan supervisi dapat diterjemahkan ke sejumlah dimensi

yang merupakan aspek-aspek dari tindakan supervisi menurut Issues

Statement No. 4 dari Accounting Education Change Commission (AECC)

mengenai Recommendations for Supervisors of Early Work Experience yang

meliputi aspek Kepemimpinan & Mentoring, aspek Kondisi Kerja dan aspek

29

Penugasan ke dalam sejumlah elemen yang meliputi pilihan, kompetensi,

kebermaknaan dan kemajuan. Rincian supervisi tersebut adalah sebagai

berikut:

1) Supervisor hendaknya menunjukkan sikap kepemimpinan dan mentoring

yang kuat

(1) Sering memberikan feedback yang jujur, terbuka, dan interaktif

kepada junior di bawah supervisinya

(2) Memperhatikan pesan-pesan tidak langsung dari auditor junior dan

jika yang disampaikan adalah ketidakpuasan, secara langsung

supervisor menanyakan keadaan dan penyebabnya.

(3) Meningkatkan konseling dan mentoring, misalnya memberikan pujian

terhadap yang baik, memperlakukan junior auditor sebagai

profesional, membantu junior auditor menemukan peluang kerja, dan

mempedulikan minat serta rencana junior auditor.

(4) Dituntut mampu menjadi panutan sebagai profesional di bidangnya,

mampu menumbuhkan kebanggaan akan profesi yang digelutinya.

2) Supervisor hendaknya menciptakan kondisi kerja yang mendorong

terjadinya kesuksesan.

(1) Menumbuhkan sikap mental pada junior auditor untuk bekerja dengan

benar sejak awal dan menciptakan kondisi yang memungkinkan hal itu

terjadi. Hal ini bisa dilaksanakan dengan menjelaskan suatu

penugasan kepada junior auditor secara gamblang, mengalokasikan

waktu yang cukup dalam penugasan yang rumit sehingga bisa

terselesaikan dengan baik, menampung semua keluhan akan hambatan

30

yang dihadapi termasuk diantaranya hambatan budgeter dan

menjelaskan bagaimana suatu bagian penugasan sesuai dengan

penugasan keseluruhan serta senantiasa mengawasi junior auditor

sampai penugasan selesai.

(2) Mendistribusikan tugas dan beban secara adil dan sesuai dengan

tingkat kemampuan junior auditor

(3) Meminimalkan stress yang berkaitan dengan pekerjaan

3) Supervisor hendaknya memberikan tugas yang menantang dan

mempercepat terselesaikannya tugas.

(1) Mendelegasikan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan

kesiapan junior auditor

(2) Memaksimalkan kesiapan junior auditor untuk menggunakan

kemampuan verbal baik lisan maupun tulisan, berpikiran kritis dan

menggunakan teknik analitis serta membantu junior auditor untuk

meningkatkan kemampuan tersebut.

2.1.5 Komitmen Organisasi

2.1.5.1 Pengertian komitmen organisasi

Mowday, et al. (1982) dalam Sopiah (2008: 155), menyebut komitmen kerja

sebagai istilah lain dari komitmen organisasi yang merupakan dimensi perilaku

penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk

bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi juga sebagai daya

relatif dari keberpihakan dan keterlibatan seseorang terhadap suatu organisasi.

31

Komitmen organisasi adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada

organisasi yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat

atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya

kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan

kedudukan sebagai anggota organisasi (Sopiah, 2008: 157). Hal ini merefleksikan

sikap individu akan tetap sebagai anggota organisasi yang ditunjukkan dengan

kerja kerasnya.

2.1.5.2 Determinan komitmen organisasi

Mowday, Porter, dan Steers (1982) dalam Darmawan (2013: 170)

menguraikan komitmen organisasi yang digunakan untuk menunjukkan tiga aspek

sikap karyawan, yaitu (a). The extent to which a employee demonstrate a strong

desire to remain a member of the organization; (b) The degree of willingness to

exert high levels of effort for organization; (c) Belief in and acceptance to the

major value and goals of the organization. Komitmen berarti keinginan karyawan

untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia

melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi. Variabel ml

dapat diukur dengan indikator kemauan karyawan, kesetiaan karyawan,

kebanggaan karyawan. Konsep yang dikemukakan oleh Lincoln (1989, Neale &

Noetheraft, 1990) dimana memberikan tiga indikator untuk konsep komitmen ml

memang sangat komprehensif sekali di mana:

1) Kemauan karyawan adalah suatu upaya niat baik karyawan untuk berinisiatif

dalam menekuni bidang pekerjaannya.

32

2) Kesetiaan karyawan adalah bentuk dari loyalitas karyawan guna menunjukkan

jati dirinya dalam upaya turut mengembangkan organisasi dimana karyawan

bekerja.

3) Kebanggaan karyawan adalah suatu bentuk totalitas kerja atau prestasi secara

maksimal dalam upaya menunjukkan bahwa hasil kerjanya sudah mencapai

kualitas yang baik atau optimal.

Ketiga hal tersebut merupakan indikasi bahwa seorang karyawan memiliki

komitmen terhadap organisasi. Dari ketiga hal tersebut, maka dapat dilakukan

pengukuran terhadap komitmen karyawan. Menurut Schemerhorn, et al. (1991)

dalam Darmawan (2013: 171) dikemukakan tiga pendekatan komitmen agar dapat

mengungkapkan hakikatnya dan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik,

yaitu:

1) Komitmen dan kekuasaan yang dimiliki organisasi terhadap anggota berakar

pada hakikat keterlibatan karyawan dalam organisasi. Keterlibatan

mempunyai salah satu dan tiga bentuk berikut ml, yaitu: a) Keterkaitan moral

didasarkan pada orientasi positif dan kesungguhan terhadap organisasi, yang

akan menghasilkan internalisasi nilai, tujuan, dan norma organisasi; b)

Keterkaitan Kalkulatif; bersandar pada pertukaran hubungan antara individu

dan organisasi. Orang akan bertanggungjawab terhadap organisasi jika ia

dapat mengambil keuntungan dalam menjalin hubungan dengan individu; c)

Keterkaitan Asing; tanggung jawab terjadi jika anggota merasa dipaksa oleh

keadaan untuk harus merasa memiliki organisasi tanpa tahu alasannya.

2) Tipe komitmen yang berbeda berasal dari tuntunan perilaku yang dibebankan

kepada anggota oleh organisasi. Keterkaitan mempunyai tiga bentuk yang

33

saling berhubungan; a) Komitmen terus-menerus; berhubungan dengan

dedikasi untuk melangsungkan hidup organisasi dan menghasilkan orang

yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi; b) Komitmen terpadu;

keterpaduan hubungan sosial dalam organisasi, ini dapat tingkatkan dengan

mempunyai karyawan yang secara publik sudah diakui kebaikan hubungan

sosialnya atau mengikuti kegiatan yang dapat meningkatkan keterpaduan

karyawan; dan c) Komitmen terkontrol; keterkaitan anggota terhadap norma

organisasi yang dapat membentuk perilaku yang dikehendaki. Ini terjadi saat

karyawan percaya bahwa norma organisasi dan nilainya sangat bermanfaat

bagi perilaku anggota.

3) Sikap komitmen berfokus pada bagaimana karyawan mengidentifikasi tujuan

dan nilai organisasi. Ini adalah komitmen dipandang dari sudut organisasi.

Maka psikologis sosial melihat perilaku komitmen berfokus pada bagaimana

perilaku seseorang terkait dengan organisasi. Sekali perilaku menunjukkan

adanya komitmen, maka ia akan menyesuaikan sikapnya, kemudian akan

mempunyai sub perilaku yang lain. Perilaku membentuk sikap dan pada

gilirannya sikap membentuk perilaku. Sikap komitmen ini menunjukkan

perilaku positif yang sangat berguna bagi pengembangan organisasi bila

setiap karyawan diasumsikan memiliki komitmen yang benar terhadap

organisasi.

2.1.5.3 Indikator komitmen organisasi

Meyer, et al. (1984) dalam Sopiah (2008: 157) mengemukakan bahwa ada

tiga komponen komitmen organisasi yang dapat dijadikan indikator sebagai

berikut:

34

1) Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari

organisasi karena adanya ikatan emosional.

2) Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu

organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau

karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.

3) Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan

bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa

komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

Komitmen seorang auditor terhadap organisasi KAP merupakan salah satu

sikap yang merefleksikan perasaan senang atau tidak senang dari auditor tersebut

terhadap organisasi KAP tempat dia bekerja.

2.1.6 Kepuasan Kerja

2.1.6.1 Pengertian kepuasan organisasi

Robbins dan Judge (2011: 114) memberikan definisi kepuasan kerja

sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari

karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan

atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasional, memenuhi standar

kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal, dan semacamnya.

Kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh

dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Dengan kata lain,

kepuasan kerja mencerminkan bagaimana kita merasakan tentang pekerjaan

kita dan apa yang kita pikirkan tentang pekerjaan kita (Wibowo, 2014: 131).

Berdasarkan pengertian di atas maka kepuasan kerja dapat didefinisikan

sebagai suatu kondisi tentang sejauh mana karyawan merasakan secara positif

35

atau negatif berbagai ragam dimensi dari tugas-tugas yang terkait dengan

pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap seorang individu

terhadap pekerjaannya, di mana kepuasan kerja adalah suatu tanggapan

(response) emosional pada suatu situasi kerja, kepuasan kerja sering

ditentukan dengan kesesuaian antara hasil dan harapan, serta kepuasan kerja

mewakili beberapa sikap yang berhubungan dengan determinan dari kepuasan

kerja itu sendiri.

2.1.6.2 Faktor-faktor kepuasan kerja

Persoalan yang sering dihadapi adalah bagaimana cara yag dapat

dilakukan untuk mengukur kepuasan kerja. Komponen atau unsur apa saja

yang dapat dipergunakan untuk mengukur kepuasan kerja. Apa yang dapat

dijadikan indikator untuk mengatakan bahwa seseorang pekerja mendapat

kepuasan kerja. Apabila kita ingin mengetahui kepuasan kerja seseorang,

kita harus mengukur atau menanyakan sikap orang tersebut terhadap

berbagai aspek pekerjaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja dan sekaligus dapat dipakai untuk mengukur kepuasan kerja adalah

(Badeni, 2013: 43):

1) Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang yang

mungkin terdapat kesesuaian dengan kemampuan, minat, dan lain-lain.

2) Gaji, yaitu jumlah bayaran yang didapat seseorang sebagai akibat dari

pelaksanaan kerja. Gaji dapat dirasakan seseorang dengan sangat

memuaskan atau sebaliknya tidak memuaskan.

3) Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa

berinteraksi di dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan

36

rekan sekerjanya sangat menyenangkan atau sebaliknya tidak

menyenangkan. Rekan kerja yang menyenangkan dapat berupa rekan

kerja yang memberikan dorongan, membantu, dan lain-lain.

4) Atasan, yaitu atasan seseorang yang senantiasa memberi petunjuk dalam

pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan atau

menyenangkan bagi seseorang. Hal ini dapat mempengaruhi kepuasan

kerja.

5) Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui

kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan terdapat kemungkinan yang

besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang

terbuka atau terbuka.

6) Lingkungan kerja, yaitu kenyamanan tempat kerja dan ketersediaan

berbagai sarana yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan.

Kenyamanan dapat berkaitan dengan penerangan yang cukup, ventilasi

yang memberikan kesegaran, kebersihan tempat kerja, dan mudah melihat

bahwa aspek-aspek di atas juga merupakan penghargaan yang bersifat

non-materi bagi seseorang.

2.1.6.3 Konsekuensi kepuasan kerja

Dampak dari ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoretik

dinamakan EVLN-Model, yang terdiri dari Exit, Voice, Loyalty, dan Neglect.

Kerangka tanggapan pekerja terhadap ketidakpuasan kerja tersebut dibedakan

dalam dua dimensi: konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.

37

Gambar 2.1 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja

Sumber: Robbins dan Judge (2011: 154)

Berdasarkan Gambar 2.1 mengenai tanggapan karyawan akibat tidak adanya

kepuasan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Exit. Respon exit atau keluar merupakan perilaku langsung dengan

meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan

diri.

2) Voice. Respon voice atau suara termasuk secara aktif dan konstruktif berusaha

memperbaiki kondisi, termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan

persoalan dengan atasan, dan melakukan beberapa bentuk aktivitas

perserikatan.

3) Loyalty. Respon loyalty atau kesetiaan berarti secara positif, tetapi secara

optimistik menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi

38

menghadapi kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya

melakukan sesuatu yang benar.

4) Neglect. Respon neglect atau pengabaian secara pasif memungkinkan kondisi

memperburuk dan termasuk kemangkiran secara kronis atau keterlambatan,

mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.

Perilaku exit dan neglect mencakup variabel kinerja kita: produktivitas,

kemangkiran, dan pergantian. Tetapi model ini memperluas respon pekerja

termasuk voice dan loyalty, perilaku konstruktif yang memungkinkan individu

mentolerir situasi tidak menyenangkan atau menyegarkan kondisi kerja

memuaskan. Kepuasan kerja juga memiliki implikasi manajerial yang signifikan

karena ribuan penelitian telah menguji hubungan antara kepuasan kerja dengan

variabel prestasi kerja adalah Prestasi Kerja. Salah satu perdebatan terbesar di

pusat penelitian organisasi adalah hubungan kepuasan kerja dan prestasi kerja.

Penelitian oleh Laffaldano dan Muchinsky (1985) dengan meta analisis

mengakumulasi hasil 74 penelitian yang menghubungkan kepuasan kerja dengan

prestasi kerja terhadap 12.192 orang. Ditemukan hubungan positif yang lemah

antara kepuasan dengan prestasi. Para peneliti telah mengidentifikasi dua alasan

kunci yang menyebabkan hasil ini salah arah dan menyatakan terlalu rendah

hubungan yang seharusnya terjadi antara kepuasan dengan prestasi.

Kepuasan kerja berimplikasi pada komitmen organisasi yang mencerminkan

bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan

terikat dengan tujuan-tujuannya. Suatu meta analisis yang dilakukan Tett dan

Meyer (1993) dan 68 penelitian yang melibatkan 35.282 orang mengungkapkan

hubungan signifikan dan kuat antara komitmen organisasi dengan kepuasan. Para

39

manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk

mendapatkan tingkat komitmen lebih tinggi. Selanjutnya menurut Mathieu dan

Zajac (1990) komitmen lebih tinggi dapat mempermudah terwujudnya

produktivitas lebih tinggi. (Darmawan, 2013: 63).

2.1.6.4 Indikator pengukuran kepuasan kerja

Berikut cara pengukuran tingkat kepuasan kerja melalui daftar pertanyaan

yang diajukan kepada karyawan berdasarkan teori Robbins (2001) dan Luthans

(1998) dalam Darmawan (2013: 71).

1) Gaji yang diterima setiap bulan telah sesuai seperti harapan anda.

2) Anda telah merasa nyaman dengan pekerjaan anda.

3) Rekan kerja anda memiliki peranan dalam mendukung pekerjaan anda.

4) Kebijakan dan peran pimpinan anda sangat memengaruhi kenyamanan anda

bekerja.

5) Anda merasa yakin pada pengembangan karier di tempat kerja anda.

6) Anda merasa nyaman dengan lingkungan kerja yang sangat mendukung

dalam penyelesaian pekerjaan anda.

7) Anda merasa bangga menginformasikan di mana anda bekerja kepada orang

lain.

2.1.7 Kinerja

2.1.7.1 Pengertian kinerja

Pengertian kinerja atau prestasi diberikan batasan oleh Manajer

sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Lawler dan Porter menyatakan bahwa kinerja adalah successful role

40

achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Dari

batasan tersebut, As’ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang

dicapai seseorang menurut aturan yang berlaku untuk pekerjaan yang

bersangkutan As’ad (1991) dalam Sari (2009:53).

Menurut Mangkunegara (2000: 67) definisi kinerja karyawan (prestasi

kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang

karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah

prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas mau pun kuantitas yang

dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.1.7.2 Determinan kinerja

Menurut Byars dan Rue dalam Sutrisno (2013 : 151) mengemukakan, ada

dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan faktor

lingkungan. Faktor – faktor individu yang dimaksud adalah :

1) Usaha (effort), yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang

digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.

2) Abilities, yaitu sifat – sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan

suatu tugas.

3) Role atau Task Percepsion, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa

perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Adapun faktor–faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja adalah:

1) kondisi fisik, 2) peralatan, 3) waktu, 4) materil, 5) pendidikan, 6) supervisi, 7)

desain organisasi, 8) pelatihan, 9) dan keberuntungan. Faktor–faktor lingkungan

41

ini tidak langsung menentukan prestasi kerja seseorang tetapi mempengaruhi

faktor–faktor individu. Dapat dilihat bahwa perilaku seseorang dalam organisasi

merupakan hasil dari interaksi berbagai variabel yaitu individual dan situasional.

Pengukuran kinerja diarahkan pada enam aspek yang merupakan bidang

prestasi kunci bagi perusahaan yang bersangkutan. Bidang prestasi kunci tersebut

adalah (Sutrisno, 2013: 152):

1) Hasil kerja; Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan

sejauh mana pengawasan dilakukan.

2) Pengetahuan pekerjaan; Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas

pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas

dari hasil kerja.

3) Inisiatif; Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya

dalam hal penanganan masalah-masalah yang timbul.

4) Kecekatan mental; Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima

instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang

ada.

5) Sikap; Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas

pekerjaan.

6) Disiplin waktu dan absensi; Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.

2.1.7.3 Indikator kinerja

Untuk mengetahui indikator dari kinerja seseorang yang diukur oleh dirinya

sendiri dapat dilihat dari ciri-ciri karyawan yang memiliki kinerja baik.

Berdasarkan hasil penelitian Mc.Clelland (1961) dalam Darmawan (2013: 184)

tentang pencapaian kinerja, disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki motivasi

42

prestasi tinggi untuk mencapai kinerja dapat dibedakan dengan yang lainnya,

yaitu:

(1) Karyawan yang senang bekerja dan suka tantangan.

(2) Karyawan yang memperoleh sedikit kepuasan jika pekerjaannya sangat

mudah dan cenderung tertantang jika terlalu sulit.

(3) Karyawan yang senang memperoleh umpan balik yang konkret mengenai

keberhasilan pekerjaan.

(4) Karyawan yang cenderung tidak menyenangi tugas tersebut jika tidak

mencapai prestasi sesuai dengan yang diinginkan.

(5) Karyawan yang lebih senang bertanggung jawab secara personal terhadap

tugas yang dikerjakan.

(6) Karyawan yang merasa puas dengan hasil pekerjaan yang dilakukan sendiri.

(7) Karyawan yang kurang istirahat, cenderung inovatif, dan banyak bepergian.

(8) Karyawan yang selalu mencari kemungkinan pekerjaan yang lebih

menantang, meninggalkan sesuatu yang lama dan menjadi rutinitas serta

berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru.

2.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap masalah

penelitian yang akan diuji kebenarannya melalui data empiris. Adapun hipotesis

dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut:

1) Pengaruh tindakan supervisi pada kepuasan kerja auditor di Kantor Akuntan

Publik.

43

Supervisor merupakan pihak yang paling dekat dengan konteks kerja

seseorang. Supervisor yang berorientasi terhadap pekerjaan ikut menentukan

tujuan yang akan dicapai, membantu memecahkan masalah, menyediakan

dukungan sosial dan material serta memberikan feedback atas hasil kerja

bawahannya. Hasil penelitian Indriani (2013) dan Prabhawa (2014)

menyatakan bahwa tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan

pada kinerja auditor, sedangkan hasil penelitian sebelumnya yang telah

dilakukan oleh Tethool dan Dewi (2003), Hadi (2007), dan Octaviano

(2010) yang menyatakan bahwa tindakan supervisi tidak berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. Oleh sebab itu

dapat diajukan hipotesis yaitu:

H1 : Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan

kerja auditor di Kantor Akuntan Publik.

2) Pengaruh komitmen organisasi pada kepuasan kerja auditor di Kantor Akuntan

Publik.

Komitmen merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kerja, dan

komitmen memiliki hubungan yang positif dengan kinerja. Suatu komitmen

organisasi merupakan tingkat loyalitas seseorang terhadap organisasi dimana

ia berada sehingga organisasi dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.

Pencapaian tujuan akan menciptakan kepuasan dalam diri apalagi diiringi

dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Penelitian yang dilakukan Badjuri

(2009) membuktikan bahwa komitmen organisasional berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan kerja. Begitu juga dengan penelitian sebelumnya

oleh Trisnaningsih (2002) yang melakukan penelitian di KAP Jawa Timur

dan Aranya (1982) yang menyatakan bahwa adanya suatu pengaruh nyata

44

secara statistik antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Hasil

penelitian Norris dan Niebuhr (1983) dan Poznanski (1997) yang menyatakan

bahwa komitmen organisasional mempunyai hubungan yang signifikan

terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat

diajukan hipotesis yaitu:

H2 : Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kepuasan

kerja auditor di Kantor Akuntan Publik.

3) Pengaruh kepuasan kerja pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.

Kepuasan kerja merupakan prediktor kinerja karena kepuasan kerja

mempunyai korelasi moderat dengan kinerja. Orang yang mempunyai tingkat

kepuasan yang tinggi cenderung menghasilkan kinerja yang tinggi pula.

Penelitian oleh Laffaldano dan Muchinsky (1985) dengan meta analisis

mengakumulasi hasil 74 penelitian yang menghubungkan kepuasan kerja

dengan prestasi kerja terhadap 12.192 orang, ditemukan hubungan positif yang

lemah antara kepuasan dengan prestasi. Para peneliti telah mengidentifikasi

dua alasan kunci yang menyebabkan hasil ini salah arah dan menyatakan

terlalu rendah hubungan yang seharusnya terjadi antara kepuasan dengan

prestasi, sedangkan menurut hasil penelitian Tahir dan Monil (2014),

menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja staf administrasi lembaga pendidikan tinggi di Malaysia.

Dampak dari ketidakpuasan kerja adalah keinginan berpindah yang

signifikan di antara karyawan dalam organisasi (Tnay et al., 2013)

sehingga tidak tercapainya suatu kinerja organisasi yang telah ditetapkan.

Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu:

45

H3 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja auditor

di Kantor Akuntan Publik.

4) Pengaruh tindakan supervisi pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.

Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala

oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk

kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan

yang bersifat langsung guna mengatasinya. Apabila supervisi dapat dilakukan

dengan baik, akan diperoleh manfaat diantaranya adalah dapat meningkatkan

efektifitas dan efisiensi kerja. Apabila kedua peningkatan ini dapat

diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi.

Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan

yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan

efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan

memuaskan. Tindakan supervisi yang diterapkan pada auditor yunior akan

menghindari terjadinya kesalahan dalam audit sehingga kinerja tinggi dapat

dicapai. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu:

H4 : Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja

auditor di Kantor Akuntan Publik.

5) Pengaruh komitmen organisasi pada kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik.

Pada dasarnya komitmen organisasi merupakan suatu hubungan antara

anggota dengan organisasi dalam hal ini hubungan antara auditor dengan

kantor dimana ia bekerja. Komitmen organisasional merupakan kekuatan

individu yang didefinisikan dan dikaitkan dengan bagian organisasi.

Komitmen terhadap organisasi menunjukkan suatu keadaan dimana

karyawan/auditor mempunyai nilai dan tujuan yang sama dengan organisasi

46

KAP, terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi serta berniat memelihara

keanggotaan dalam organisasi. Hubungan yang baik akan timbul apabila

auditor memiliki kesetiaan dan mampu mengidentifikasi dirinya terhadap

organisasi. Komitmen organisasi yang dimiliki auditor akan berdampak pada

peningkatan kinerja auditor. Hasil penelitian yang dilakukan Trisnaningsih

(2007) dan Siahaan (2010) yang menyimpulkan bahwa secara implisit

auditor yang memiliki komitmen terhadap organisasinya tidak

mempengaruhi kinerjanya secara signifikan. Oleh sebab itu dapat diajukan

hipotesis yaitu:

H5 : Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja

auditor di Kantor Akuntan Publik.

6) Tindakan supervisi berpengaruh pada kinerja auditor di Kantor Akuntan

Publik melalui kepuasan kerja.

Tindakan supervisi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada kinerja

auditor, tindakan supervisi juga memiliki pengaruh positif dan signifikan pada

kepuasan kerja auditor, sedangkan kepuasan kerja berdampak positif dan

signifikan pada kinerja auditor. Oleh sebab itu dapat diajukan hipotesis yaitu:

H6 : Tindakan supervisi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja

auditor di Kantor Akuntan Publik melalui kepuasan kerja.

7) Komitmen organisasi berpengaruh pada kinerja auditor di Kantor Akuntan

Publik melalui kepuasan kerja.

Komitmen organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada

kinerja auditor, komitmen organisasi juga memiliki pengaruh positif dan

signifikan pada kepuasan kerja auditor, sedangkan kepuasan kerja berdampak

47

positif dan signifikan pada kinerja auditor. Oleh sebab itu dapat diajukan

hipotesis yaitu:

H7 : Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja

auditor di Kantor Akuntan Publik melalui kepuasan kerja.