23
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap berbagai kepustakaan yang memiliki kesesuaian dengan masalah penelitian yang diajukan. Penelaahan kepustakaan ini berfungsi sebagai acuan dasar dalam penelitian. Dalam konteks penelitian ini, belum ada kepustakaan yang secara khusus mengkaji persoalan representasi spirit sufistik-profetik dalam karya seni. Begitu pula belum ada kajian khusus yang membahas praktik berkesenian kelompok Suarasama di Medan. Ada beberapa kepustakaan yang dianggap mempunyai signifikansi dan kesesuaian dengan penelitian ini. Beberapa rujukan kepustakaan tersebut akan dijelaskan di bawah ini. Panji Suryo Nugroho dalam tesis berjudul “Membongkar Mitos Musik Pop Religi Dalam Mitologi Budaya Massa Islam di Indonesia: Semiotika Sampul Album Pop Religi Ungu” (2008) yang merupakan karya tulis ilmiah sebagai persyaratan memperoleh gelar Magister Studi Islam di Program Pascasarjana IAIN Walisongo, Semarang, secara mendalam mengkaji persoalan mitos yang berkembang di dalam budaya massa. Dalam kajian tersebut, Nugroho menganalisis secara kritis praktik pencitraan yang dilakukan industri budaya dan budaya massa. Pencitraan yang dimaksud di sini adalah konstruksi wacana “musik pop religi” oleh industri budaya yang dimanifestasikan lewat sampul album rekaman grup musik “Ungu”. Nugroho menyimpulkan bahwa pencitraan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap berbagai

kepustakaan yang memiliki kesesuaian dengan masalah penelitian yang diajukan.

Penelaahan kepustakaan ini berfungsi sebagai acuan dasar dalam penelitian.

Dalam konteks penelitian ini, belum ada kepustakaan yang secara khusus

mengkaji persoalan representasi spirit sufistik-profetik dalam karya seni. Begitu

pula belum ada kajian khusus yang membahas praktik berkesenian kelompok

Suarasama di Medan. Ada beberapa kepustakaan yang dianggap mempunyai

signifikansi dan kesesuaian dengan penelitian ini. Beberapa rujukan kepustakaan

tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

Panji Suryo Nugroho dalam tesis berjudul “Membongkar Mitos Musik

Pop Religi Dalam Mitologi Budaya Massa Islam di Indonesia: Semiotika Sampul

Album Pop Religi Ungu” (2008) yang merupakan karya tulis ilmiah sebagai

persyaratan memperoleh gelar Magister Studi Islam di Program Pascasarjana

IAIN Walisongo, Semarang, secara mendalam mengkaji persoalan mitos yang

berkembang di dalam budaya massa. Dalam kajian tersebut, Nugroho

menganalisis secara kritis praktik pencitraan yang dilakukan industri budaya dan

budaya massa. Pencitraan yang dimaksud di sini adalah konstruksi wacana “musik

pop religi” oleh industri budaya yang dimanifestasikan lewat sampul album

rekaman grup musik “Ungu”. Nugroho menyimpulkan bahwa pencitraan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

16

semacam ini adalah mitos yang dibangun dari pemanfaatan simbol-simbol yang

sebelumnya diterima di masyarakat, suatu kode kultural, sebagai simbol-simbol

Islam.

Penelitian yang telah dilakukan Panji Suryo Nugroho ini dalam banyak hal

membantu membangun pemahaman awal tentang praktik komodifikasi kesenian

dan simbol-simbol, yang terlanjur telah dianggap simbol keagamaan oleh

masyarakat, di dalam industri budaya. Penelitian yang telah dilakukan Nugroho

memiliki kemiripan dengan penelitian ini terutama dalam hal tinjauan kritis

terhadap industrialisasi musik populer. Tetapi yang membedakannya dengan

penelitian ini terletak pada minat utama objek penelitian dan strategi untuk

melakukan kritik industri budaya. Nugroho membedah produk industri budaya

untuk membongkar kontradiksi dan motif utama dari produk tersebut, sebaliknya,

penelitian ini justru memulai dari pengkajian terhadap kelompok Suarasama yang

berpotensi sebagai kontradiskursus industri budaya. Hal ini dimaksudkan untuk

mengungkapkan makna dan gagasan di balik karya seni yang pada substansinya

bertolakbelakang dengan substansi dari industri budaya.

Penelitian Pramono “Naskah-naskah Karya Imam Maulana Abdul Manaf

Amin Al-Khatib: Praktik Ideologi Tarekat Syattariah di Koto Tangah, Padang”

(2007) adalah sebuah karya ilmiah berbentuk tesis yang merupakan salah satu

syarat menyelesaikan studi di Program Magister Kajian Budaya, Universitas

Udayana, Bali. Dalam karya tulis tersebut Pramono melakukan kajian ilmiah

terhadap naskah-naskah yang ditulis oleh seorang ulama di Padang, yakni Imam

Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib. Pramono menganalisis dan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

17

mengungkapkan praktik ideologi di balik naskah-naskah tersebut. Naskah-naskah

itu sendiri merupakan kumpulan teks hasil interpretasi Imam Maulana Abdul

Manaf Amin Al-Khatib terhadap ajaran agama Islam.

Studi yang telah dilakukan Pramono punya kemiripan objek formal

dengan penelitian ini, yakni teks yang merupakan hasil interpretasi dari ajaran

agama. Dalam penelitian Pramono, naskah-naskah itu sendiri dikategorikan

sebagai karya sastra, dan Pramono menggunakan teori sosiologi sastra sebagai

alat analisisnya. Kemiripan lainnya adalah kedua penelitian ini membahas tentang

penghayatan spiritual yang dimanifestasikan ke dalam karya seni, terlepas dari

naskah Imam Maulana sama sekali bukan diniatkan sebagai karya seni oleh

penulisnya, namun bila ditinjau dari bentuknya naskah-naskah tersebut secara

estetis sangat sastrawi.

Perbedaan penelitian Pramono dengan penelitian ini adalah objek dan

subjek penelitian serta hasil penelitian yang ingin diperoleh. Pramono mengkaji

naskah Imam Maulana di Koto Tangah, Padang, sedangkan penelitin ini mengkaji

karya seni yang mencakup syair dan musik dari kelompok Suarasama di Medan.

Dalam penelitiannya, Pramono mengkaji soal praktik ideologi dalam naskah

tersebut khususnya dalam konteks Tarekat Syattariyah sedangkan penelitian ini

membahas soal representasi spirit sufistik-profetik berikut aspek historis, gagasan,

dan penghayatan spiritual yang melatarbelakangi karya seni tersebut. Selain itu,

penelitian ini juga membahas industri budaya dan budaya populer dalam

kaitannya dengan eksistensi karya seni kelompok Suarasama.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

18

Buku karangan Yasraf Amir Piliang berjudul Bayang-bayang Tuhan:

Agama dan Imajinasi (2011) membahas tentang realitas kegamaan di era

kontemporer. Praktik keberagamaan membutuhkan unsur imajinasi dari para

pemeluknya agar dapat menghayati makna ajaran-ajarannya. Ketika sebuah ajaran

agama tidak dihayati secara bebas dan imajinatif maka penghayatan keagamaan

terjebak ke dalam kedangkalan fenomena simbolik tanpa pencapaian kedalam

spiritual secara terus menerus. Banalitas praktik spiritual keagamaan ini

diterangkan Piliang dengan menggambarkan contoh-contoh praktik komodifikasi

simbol agama, praktik sufisme, maupun ritual-ritual keagamaan di era

kontemporer. Meski menganjurkan peran aktif imajinasi untuk menghayati ajaran

keagamaan, Yasraf Amir Piliang (2011: 14) menyimpulkan bahwa imajinasi

tersebut selayaknya mengambil bentuk “imajinasi terbatas”. “Imajinasi terbatas”

adalah imajinasi yang bersifat dekonstruksionis pada teks atau simbol keagamaan

tanpa harus terjebak pada keliaran imajinasi yang mengarah pada relativisme

radikal. Di dalam sebuah ajaran agama ada hal-hal prinsipil yang mesti harus tetap

dijaga universalitas pemaknaannya sehingga keberadaan agama itu sendiri tetap

terjaga (Piliang, 2011: 14).

Kesesuaian tulisan Piliang dengan penelitian ini terdapat pada pemikiran

yang diajukan Piliang tentang perlunya “imajinasi terbatas” dalam keberagamaan.

Dalam konteks kelompok Suarasama, peran imajinasi sebagaimana yang

digambarkan Piliang mengambil peran penting dalam proses berkesenian.

Kelompok Suarasama memberi ruang pada imajinasi dalam menghayati

spiritualitas dan transendentalitas nilai-nilai Keilahian. Menurut Irwansyah

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

19

Harahap, penghayatan makna spiritual dan “kehadiran” Tuhan tidak dapat dicapai

hanya dengan menjalankan ritual fisik belaka melainkan harus ada keterbukaan

ruang batin, kepasrahan, serta imajinasi transendental yang luas dan mendalam

(wawancara 11-9-2013). Dalam hal ini, tulisan Yasraf Amir Piliang ini sangat

membantu untuk membentuk kerangka pikir awal, khususnya tentang peran

imajinasi dalam penghayatan spiritualitas dan ketuhanan. Buku ini secara teoretis

juga banyak memberi pemahaman perihal realitas komodifikasi agama dan

kesenian beserta budaya populer dengan ideologi popularismenya.

Syaiful Arif dalam Refilosofi Kebudayaan: Pergeseran Pascastruktural

(2010) menawarkan sebuah pandangan yang bersumber dari refleksi kritisnya atas

fenomena kebudayaan kontemporer. Menurutnya, kebudayaan harus

dikembalikan pada aras filosofisnya, yaitu sebuah upaya untuk meletakkan

pemahaman filosofis atas budaya. Pemahaman filosofis terhadap kebudayaan

adalah kemampuan manusia dalam memaknai nilai-nilai kebudayaan sehingga

mampu memberikan alternatif solutif bagi banyak persoalan kehidupan. Inilah

yang disebut dengan “refilosofi kebudayaan” (Arif, 2010: 26-27).

Meski begitu, “refilosofi kebudayaan” yang ditawarkan oleh Syaiful Arif

(2010: 252) tak hendak terjebak pada idealisme Hegelian yang memiliki

kelemahan cara pandang, yaitu tidak melihat hambatan dan kontradiksi struktural

yang ada di realitas sehingga membuat refilosofi kebudayaan menjadi sebatas

idealisme utopis. Refilosofi kebudayaan yang dimaksudkan di sini lebih

meniscayakan kritisisme daripada idealisme an sich. Dalam arti, ketika

kebudayaan dikembalikan pada aras filosofisnya, maka secara otomatis ia

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

20

melakukan kritik atas penyimpangan pemikiran dan praktik kebudayaan dari aras

tersebut.

Penelitian ini, secara filosofis, mengadopsi pandangan “refilosofi

kebudayaan” yang diajukan oleh Syaiful Arif (2010). Hasil penelitian terhadap

karya seni kelompok Suarasama diharapkan dapat memberikan satu model dari

refilosofi kebudayaan, sebagaimana dinyatakan oleh Syaiful Arif (2010: 27)

bahwa agama memang menyediakan ruang otentik kebudayaan, yakni

spiritualitas. Justru itu, spiritualitas sebagai ruang otentik kebudayaan bisa

didapatkan dari proses pemaknaan atas karya seni kelompok Suarasama. Hal ini

bukan saja disebabkan oleh kesenian yang memang menjadi ranahnya

spiritualitas, tapi juga dikarenakan karya seni kelompok Suarasama merupakan

manifestasi atas penghayatan nilai-nilai sufistik yang transendental.

Francis Mulhern mengajukan konsep “metabudaya” sebagai diskursus

yang di dalamnya ‘budaya’ memperlihatkan generalitasnya sendiri (yaitu

keseluruhan wilayah pemaknaan) dan kondisi-kondisi historis eksistensi.

Dorongan tetap metabudaya adalah mengganti politik sebagai suatu bentuk

otoritas sosial dalam nama otoritas yang benar dan betul-betul umum, otoritas itu

adalah ‘budaya’ (Mulhern, 2010: 228).

Menurut Mulhern (2010: 218), “metabudaya” merupakan sebuah resolusi

yang terbentuk atas respon terhadap ketimpangan yang terjadi antara budaya dan

politik di wilayah otoritas sosial. Politik tidak bisa menghasilkan pengetahuan

moral tentang budaya, dan karenanya politik sebagai bentuk sosial memang rusak.

Berdasarkan hal itu, maka politik itu harus diatur oleh suatu politik pikiran yang

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

21

superordinat. Dalam hal ini, Mulhern berpendapat bahwa otoritas yang mampu

berperan superordinat itu adalah budaya. Mulhern (2010: 220, 224) berpendapat

bahwa, “Budaya bisa mengabsolutkan nilai apapun (seperti halnya metabudaya,

budaya itu bisa mengabsolutkan nilai dirinya sendiri).......Budaya memang

segalanya dalam pengertian bahwa memang tidak ada kehidupan sosial yang

berada di luar formasi-formasi pemaknaan...”.

Dalam penelitian ini, paradigma “metabudaya” dipergunakan untuk

menempatkan budaya pada sisi otentisitas yang independen, dalam arti, budaya di

sini “berbicara atas namanya sendiri”. Wacana kebudayaan yang berbicara tentang

dirinya sendiri, suatu wacana tempat kebudayaan menyampaikan generalitas dan

kondisi-kondisi eksistensinya (Ajidarma, 2011: 67). Karya seni Suarasama

sebagai wujud kebudayaan terbebas dari faktor politik yang berpotensi

mendegradasinya dari ranah kebudayaan itu sendiri. Karya seni kelompok

Suarasama adalah sebuah “metabudaya” yang mampu merumuskan resolusi atas

ketimpangan kebudayaan. Karya seni kelompok Suarasama sebagai diskursus

metabudaya akan berada pada posisi “subjek yang memandang” ketimbang

“objek yang dipandang” oleh realitas sosial budaya kontemporer. Diskursus

metabudaya ini diperlukan karena budaya sedang mengalami ancaman, terutama

ancaman dari praktik industri budaya, sehingga budaya itu harus diperkuat lagi,

atau setidaknya potensinya yang dulu dikembalikan lagi.

Sejauh ini belum pernah ada penelitian yang secara khusus terhadap

kelompok Suarasama di Medan sehingga penelitian ini menjadi cukup penting

dan relevan untuk segera dilakukan.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

22

2.2 Konsep

Konsep adalah pengertian-pengertian dasar dari variabel yang akan

diamati dalam penelitian ini. Selain itu, pengertian-pengertian dasar ini juga akan

berpengaruh langsung terhadap penyusunan teori. Dalam penelitian ini, ada

terdapat beberapa konsep sekaligus variabel utama penelitian, yaitu: representasi

dan spirit sufistik-profetik.

2.2.1 Representasi

Menurut Graeme Burton (2008: 133), representasi menyangkut perihal

pembuatan makna. Representasi tidak hanya tentang penampilan di permukaan,

tapi juga tentang makna-makna yang dikaitkan dengan penampilan yang

dikonstruksikan tersebut. Yasraf Amir Piliang (2011: 26) menjelaskan

representasi adalah tindakan menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat

sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol.

Representasi dapat didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda

(gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan,

memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau

dirasakan dalam bentuk fisik tertentu (Danesi, 2011: 20).

Secara lebih kontekstual Cultural Studies, Chris Barker (2011: 9)

menjelaskan bahwa:

“......cultural studies terpusat pada pertanyaan tentang representasi, yaitu bagaimana dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita. Bahkan unsur utama Cultural Studies dapat dipahami sebagai studi atas kebudayaan sebagai praktik signifikasi representasi........Representasi dan makna kultural memiliki materialitas tertentu, mereka melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah,

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

23

dan program televisi. Mereka diproduksi, ditampilkan, digunakan dan dipahami dalam konteks sosial tertentu”.

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dinyatakan bahwa representasi

adalah tindakan atau perbuatan menghadirkan dan mengonstruksi makna kultural

dan konsep tertentu ke dalam wujud material (indrawi) di mana materialitas

tersebut merupakan sistem tanda (simbol) yang digunakan dan dipahami dalam

konteks sosial tertentu.

2.2.2 Spirit Sufistik-Profetik

Spirit sufistik-profetik adalah dimensi kebatinan manusia yang

mengandung nilai sufistik dan nilai kenabian serta mengambil bentuk ke dalam

pandangan hidup yang meliputi kemampuan intelektual, mental, estetik, dan

religius di mana nilai-nilai tersebut berorientasi kepada tindakan-tindakan

transformatif.

Satuan konsep “spirit sufistik-profetik” merupakan gabungan dari kata

spirit, sufistik, dan profetik. Di bawah ini akan dijelaskan secara satu-persatu

ketiga konsep tersebut.

2.2.2.1 Spirit

Spiritualitas sebenarnya sangatlah dekat dengan hidup keseharian manusia.

Spiritualitas bisa bermanifestasi dalam bentuk antusiasme terhadap hal-hal yang

imanen dan profan atau terhadap hal-hal yang transenden dan sakral. Antusiasme

itu sendiri adalah bentukan dari pengalaman dan lingkungan yang membentuk

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

24

dunia dan pandangan hidup seseorang selama sekian tahun kehidupannya. Melalui

bentukan itulah spiritualitas menemukan jalannya untuk bermanifestasi dalam

kehidupan manusia (Adlin, 2007: xxi).

Loren Bagus dalam Kamus Filsafat (2005: 1034) menerangkan bahwa

“spiritus” mengandung beberapa pengertian yaitu: (1) Immaterial, tidak jasmani,

terdiri dari roh; (2) Mengacu ke kemampuan-kemampuan lebih tinggi (mental,

intelektual, estetik, religius) dan nilai-nilai pikiran; (3) Mengacu ke nilai-nilai

manusiawi yang nonmaterial seperti keindahan, kebaikan, cinta, kebenaran, belas

kasihan, kejujuran, kesudian; dan, (4) Mengacu ke perasaan dan emosi-emosi

religius dan estetik.

Dalam Encyclopedia of Science and Religion: volume 2 (2003: 826),

definisi spirit dijelaskan sebagai berikut:

Spirit is a complicated, nebulous term extending from the sacred and holy to the depths of the human. It captures human consciousness of meanings and purposes extending beyond individual lives, and directs people to the boundaries of self. Spirit may also refer to the supernatural or immaterial, the divine or sacred, an animating principle, a property of the person, mind or consciousness, the process of emergence or coming into being, an orientation to ultimate mystery, and the ethical or transvormative. Definisi di atas dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai

berikut:

Spirit adalah sebuah istilah yang rumit, samar-samar membentang dari sakral dan suci pada aspek terdalam dari manusia. Spirit mencakup kesadaran manusia tentang makna dan tujuan yang meluaskan melampaui kehidupan individu, dan mengarahkan orang untuk memahami batas-batas diri. Spirit juga bisa merujuk pada supranatural atau yang immaterial, keilahian atau sakralitas, sebuah prinsip penyemangat, sebuah kelengkapan pada manusia, pikiran atau kesadaran, sebuah proses pemunculan atau ke-menjadi-an, sebuah tujuan pada pencapaian misteri terbesar hidup, dan tingkah laku beradab dan pencerahan.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

25

Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa “spirit”

adalah dimensi kebatinan manusia yang mengambil bentuk ke dalam pandangan

hidup yang meliputi kemampuan intelektual, mental, estetik, dan religius dimana

nilai-nilai tersebut diperoleh dan diwujudkan pada praktik hidup keseharian baik

imanen dan profan atau transenden dan sakral.

2.2.2.2 Sufistik

Sufistik berakar dari kata dasar “sufi”. Secara etimologis, kata “sufi” ini

berasal dari bahasa Arab, Thasawwafa, yatashawwafu, tashawwufan. Ulama

berbeda pendapat dari mana asal usulnya. Ada yang mengatakan dari kata “Shuf”

(bulu domba), “Shaf” (barisan), “Shafa” (jernih) dan dari kata “Shuffah” (teras

Masjid Nabawi yang ditempati oleh sebagian sahabat Nabi Muhammad).

Pemikiran masing-masing pihak itu dilatarbelakangi obsesinya dan fenomena

yang ada pada diri sufi (Syukur, 2004: 4).

Sufi adalah orang yang mengamalkan ajaran sufisme atau tasawuf. Kunci

sufisme adalah kesadaran hati, kebebasan dan keriangan jiwa dengan sikap

mengakui batas-batas lahiriyah (Haeri, 2000: x). Lebih lanjut, Syaikh Fadhlalla

Haeri (2000: 35-36) menerangkan bahwa:

Dalam seluruh karya-karya utama tentang Sufi di atas, terdapat ajaran yang seimbang antara kode perbuatan sebelah luar atau hukum Islam dengan realitas eksistensi sebelah dalam............Pengetahuan tentang sufisme senantiasa diarahkan kepada mendekati atau bahkan mencontoh model kenabian dengan maksud hidup manusia tercerahkan dan ditransformasikan oleh cahaya nabi tersebut, dalam format yang dapat dipahami secara jelas dalam kehidupan nyata oleh para pengikut yang tulus..........memulai pencerahan hati .....tentang tujuan hidup manusia di

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

26

atas bumi serta nasib akhirnya.....lantas dilanjutkan dengan pencerahan melalui pengarahan visi,.....melalui pengalaman personal dan sampai kepada hasil final yakni sampai kepada pencerahan hati melalui pengalaman terhadap realitas, yakni pengetahuan terhadap kediriannya sendiri, dan Sang Khaliq yang terus digiatkan. Bila ditinjau dari aspek sejarahnya, lahirnya tasawuf sebagai fenomena

ajaran Islam, diawali dari ketidakpuasan terhadap praktek ajaran Islam yang

cenderung formalisme dan legalisme. Selain itu, tasawuf juga sebagai gerakan

moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial, politik, moral dan ekonomi yang

dilakukan oleh umat Islam, khususnya kalangan penguasa pada waktu itu. Pada

saat demikian tampillah beberapa orang tokoh untuk memberikan solusi, dengan

ajaran tasawufnya. Solusi tasawuf terhadap formalisme dan legalisme dengan

spiritualisasi ritual, merupakan pembenahan dan transformasi tindakan fisik ke

dalam tindakan batin (Syukur, 2004: 13).

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat dinyatakan pendapat bahwa

sufistik adalah hal atau benda yang mengandung nilai-nilai kesufian di mana nilai-

nilai tersebut senafas dengan ajaran-ajaran dan praktik spiritual yang dijalankan

oleh para sufi itu.

2.2.2.3 Profetik

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat (2008: 1104)

menggolongkan kata “profetik” ke dalam kata sifat dan menjelaskannya sebagai

“berkenaan dengan kenabian atau ramalan”. Penjelasan KBBI tentang kata

“profetik” terutama pada kata “kenabian” memiliki kedekatan dengan praktik

sufisme sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

27

Untuk lebih mengoperasionalkan konsep “profetik” di sini, maka penulis

mencoba mengutip beberapa pendapat. Engineer (dalam Hilmy, 2008: 248-250)

berpendapat bahwa:

Pembacaan terhadap perjalanan (sirah) Muhammad akan menghasilkan tiga jenis pembebasan. Pertama, pembebasan sosial kultural, yaitu penekanan semangat egalitarianisme di tengah struktur masyarakat Arab yang dikenal feodal dan dipenuhi fenomena penindasan. Kedua, keadilan ekonomi, yaitu sejak diturunkan al-Quran amat menekankan pemerataan dan keadilan untuk semua, bukan untuk sekelompok orang. Ketiga, sikap terhadap agama lain. Keterbukaan, toleransi, dan respek pada agama lain merupakan elemen liberatif lain dalam Islam.

Masdar Hilmy (2008: 248) mengemukakan bahwa:

“Misi profetik Nabi adalah misi pembebasan, yakni membebaskan umat manusia dari segala bentuk belenggu dan ketertindasan. Dengan begitu, Nabi adalah seorang pembebas bagi umatnya. Dalam proses pembebasan ada proses transformasi, pemindahan, atau perubahan dari kondisi yang tidak diinginkan menuju kondisi yang diinginkan”.

Kuntowijoyo (1993: 288) pernah menyatakan pendapat sebagaimana

berikut ini:

“........saya pernah mengemukakan bahwa yang kita butuhkan sekarang adalah ilmu-ilmu sosial profetik, yaitu yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tapi juga memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa. Oleh karena itulah ilmu sosial profetik tidak sekedar mengubah demi perubahan, tapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu”.

Dari penjelasan-penjelasan di atas, ada terdapat kata kunci dalam

kaitannya dengan semangat profetik, yaitu “perubahan” atau “transformasi”. Hal

ini dapat dimaknai bahwa profetisme atau semangat profetik mengandung unsur

semangat pembebasan dan perubahan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh

para Nabi.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

28

Dari sini bisa didapati gambaran bahwa di dalam ajaran dan praktik

sufisme terdapat nilai-nilai profetik atau kenabian. Alur logisnya dapat dilihat

pada minat sufisme meneladani Nabi Muhammad di samping prinsip-prinsip

pembebasan yang dianut sufisme itu sendiri.

Berdasarkan pembahasan konsep di atas, maka judul penelitian

“Representasi Spirit Sufistik-Profetik dalam Syair dan Musik Kelompok

Suarasama Medan” dapat didefinisikan sebagai konstruksi makna kultural yang

mengandung nilai-nilai sufistik-profetik yang terepresentasikan di dalam syair dan

musik karya kelompok Suarasama di Medan.

2.3 Landasan Teori

Dalam operasionalnya, masing-masing teori yang ada tidak secara kaku

dan formal hanya membahas satu permasalahan saja. Pada prinsipnya, dalam

penelitian ini, teori yang ada bersifat eklektik.

2.3.1 Teori Intertekstualitas

Dalam Writing and Difference, Derrida menjelaskan kata “teks” berakar

dari kata Latin textus, yang berarti “kain” (tissu), dan kata texere, yang berarti

rajutan (tisser). Dengan demikian, pada prinsipnya sebuah teks selalu bersifat

intertekstual dan berjalin-kelindan dengan teks-teks lain yang tidak pernah selesai

berproses, ad infinitum. Oleh sebab itu, teks semacam ini memiliki struktur, yang

diistilahkan oleh Derrida sebagai structure of a becoming, yaitu struktur yang

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

29

mewadahi kemungkinan-kemungkinan baru dan membuka diri bagi artikulasi

pemaknaan yang terbuka dan tak terbatas (Al-Fayyadl, 2011: 68-69).

Bagi Kristeva, sebuah teks (dalam pengertiannya yang umum) bukanlah

sebuah fenomena kebudayaan yang berdiri sendiri dan bersifat otonom, dalam

pengertian, bahwa teks tersebut, eksis berdasarkan relasi-relasi atau kriteria-

kriteria yang internal pada dirinya sendiri, tanpa dilatarbelakangi oleh sesuatu

yang eksternal– melainkan sebuah permainan dan mosaik dari kutipan-kutipan–

dari teks-teks yang mendahuluinya (Piliang, 2003: 122-123).

Istilah intertekstualitas (intertextuality) diperkenalkan oleh Julia Kristeva,

seorang pemikir postruktural Prancis, dalam pembahasannya mengenai pandangan

Mikhail Bakhtin (1895-1975) tentang “dialogisme” yakni sebuah istilah yang

menekankan adanya hubungan antara setiap tuturan dengan tuturan lain. Menurut

Bakhtin, tidak ada ucapan atau tuturan (utterence) tanpa hubungan dengan tuturan

yang lain. Intertekstual termasuk dalam wacana (discourse) dan bukan dalam

bahasa, karena itu ia termasuk ke dalam lingkungan kompetensi translinguistik

dan bukan linguistik (Todorov, 2012: 99-100).

Kristeva membawa istilah intertekstualitas sebagai satu konsep kunci dari

paham postrukturalisme, yang sekaligus menantang model berpikir struktur,

sinkronik, dan bersistem dari paham strukturalis. Ia melihat pentingnya dimensi

ruang dan waktu dalam analisis teks. Sebuah teks atau karya seni dibuat dalam

ruang dan waktu yang konkrit. Oleh sebab itu, mesti ada relasi-relasi antara satu

teks atau karya dengan teks dan karya lainnya dalam ruang, dan antara teks atau

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

30

karya seni dengan teks dan karya seni sebelumnya di dalam garis waktu (Piliang,

2003: 121).

Dalam konteks penelitian ini, intertekstualitas digunakan untuk

menafsirkan karya seni Suarasama. Syair dan musik karya Suarasama sebagai teks

akan diuraikan pemaknaannya dengan cara menghadirkan teks-teks lain yang

dianggap relevan (teks keagamaan, teks sufisme, teks kesenian, teks industri

budaya, teks sejarah, dll.). Pola ini sejalan dengan pandangan Kristeva, yaitu

sebagai satu proses diskursif, intertekstualitas sebagai “pelintasan dari satu sistem

tanda (sign system) ke sistem tanda lainnya” (Piliang, 2003: 123).

Penggunaan intertekstualitas dalam penelitian ini juga dilatarbelakangi

oleh karya seni kelompok Suarasama yang baik secara material (bunyi musik,

diksi syair, instrumen musik) dan immaterial (gagasan/ide, spirit sufistik-profetik,

pemaknaan) lebih bersumber dari hal-hal yang telah ada sebelumnya. Konsep

intertekstualitas oleh Kristeva, memang tampak sejajar dengan konsep

antropologis, bricolage yang diperkenalkan Levi-Strauss, yaitu satu strategi

intelektual atau berproses berkarya dengan “.....membangun sesuatu dari apa-apa

(material) yang ada di tangan” (Piliang, 2003: 124).

2.3.2 Teori Praktik

Teori ini merupakan khas dari seorang sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu.

Praktik merupakan suatu produk dari relasi antara habitus sebagai produk sejarah

dan ranah yang juga merupakan produk sejarah. Pada saat bersamaan, habitus dan

ranah juga merupakan produk dari medan daya-daya yang ada di masyarakat.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

31

Dalam suatu ranah ada pertaruhan, kekuatan-kekuatan serta orang yang memiliki

banyak modal dan orang yang tidak memiliki modal. Modal merupakan sebuah

konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Di

dalam ranah, ‘pertarungan’ sosial selalu terjadi. Secara ringkas, Bourdieu

menyatakan rumus generatif yang menerangkan praktik sosial dengan persamaan:

(Habitus x Modal) + Ranah = Praktik (Takwin dalam Harker dkk., 2005: xx-xxi).

Menurut Bourdieu (1979: vii), habitus adalah suatu sistem disposisi yang

berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, transposible disposition) yang

berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu

secara objektif. Habitus mengacu pada sekumpulan disposisi yang tercipta dan

terformulasi melalui kombinasi struktur objektif dan sejarah personal (Harker

dkk., 2009: 13).

Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh dunia sosial. Pada satu sisi,

habitus “menstrukturkan struktur”; artinya, habitus adalah struktur yang

menstrukturkan dunia sosial. Pada sisi lainnya lagi, dia adalah “struktur yang

terstrukturkan”; artinya, habitus adalah struktur yang distrukturkan oleh dunia

sosial. Bourdieu menggambarkan habitus sebagai “dialektika internalisasi

ekternalitas dan eksternalisasi internalitas” (Ritzer dan Goodman, 2011: 581).

Dalam konteks penelitian ini, habitus yang diteliti adalah habitus

Irwansyah Harahap sebagai pendiri, penyair, sekaligus komposer utama kelompok

Suarasama. Habitus di sini terbentuk dari sejarah personal Irwansyah Harahap

yang merupakan sebuah proses dialektis antara struktur objektif (keluarga,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

32

institusi pendidikan, realitas sosial, dll.) yang mempengaruhi dengan subjektifitas

(gagasan, kesadaran, ketrampilan, dll.) yang dipengaruhi dan meresponnya.

Modal bagi Bourdieu (1986a), mempunyai definisi yang sangat luas dan

mencakup hal-hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik) dan berbagai

atribut ‘yang tak tersentuh’, namun memiliki signifikansi secara kultural,

misalnya prestise, status, dan otoritas (yang dirujuk sebagai modal simbolik), serta

modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola

konsumsi). Modal budaya dapat mencakup rentangan luas properti, seperti seni,

pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa (Harker dkk., 2009: 16).

Menurut Bourdieu, penempatan para pelaku dalam pelbagai posisi sosial

ditentukan oleh dua dimensi: pertama, menurut besarnya modal yang dimiliki, dan

kedua, sesuai dengan bobot komposisi keseluruhan modal. Bourdieu membagi

modal ke dalam empat bagian: (1) modal ekonomi; (2) modal budaya (kultural);

(3) modal sosial; dan, (4) modal simbolik (Haryatmoko dalam Basis, 2003: 12).

Modal di sini lebih kepada aspek personalitas (subjektifitas) dari Irwansyah

Harahap yang meliputi kemampuan ekonomi yang dimiliki, pengetahuan dan

kompetensi yang dimiliki (kultural), pengakuan publik terhadap eksistensinya

(sosial), serta akumulasi prestise dalam berkesenian dan legalitas akademik yang

telah diperoleh (simbolik).

Field (ranah atau arena) adalah sejenis pasar kompetitif yang di dalamnya

berbagai jenis modal (ekonomi, kultural, sosial, simbolis) digunakan dan

dimanfaatkan (Ritzer dan Goodman, 2011: 583). Ranah selalu didefinisikan oleh

sistem relasi objektif kekuasaan yang terdapat di antara posisi sosial yang

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

33

berkorespondensi dengan sistem relasi objekti yang terdapat di antara titik-titik

simbolik: karya seni manifesto artistik, deklarasi politik, dan sebagainya (Mahar

dkk., 2009: 10). Bourdieu mengemukakan tiga tahap analisi terhadap arena: (1)

merefleksikan keutamaan arena kekuasaan, menelusuri hubungan arena spesifik

tertentu dengan arena politik; (2) memetakan struktur objektif hubungan

antarposisi di dalam arena tersebut; dan, (3) berusaha menentukan sifat habitus

agen yang menduduki berbagai jenis posisi di dalam arena tersebut (Ritzer dan

Goodman, 2011: 583).

Bourdieu membuat tipologi arena sosial sebagai arena pertarungan

wacana, antara wacana dominan atau doxa dengan wacana-wacana lain yang ingin

menggugatnya. Wacana dominan (dalam konteks penelitian ini, wacana industri

budaya) akan terus berusaha untuk mempertahankan dominasinya, sedangkan

wacana marginal (wacana spirit sufistik-profetik) juga akan terus berusaha untuk

bereksistensi. Wacana marginal akan berupaya untuk tetap bisa bertahan berada di

dalam ranah sambil terus meningkatkan modal. Petarungan antara heterodoxa

(wacana yang bertentangan dengan doxa) dengan orthodoxa (wacana yang

mempertahankan doxa) terus menerus berlangsung (Basis, No.11-12 Tahun ke-52

Desember 2003: 35-36).

2.3.3 Teori Representasi

Stuart Hall (dalam Burton, 2008: 136-137) mendeskripsikan tiga

pendekatan terhadap representasi, yaitu: (1) reflektif: yang berkaitan dengan

pandangan atau makna tentang representasi yang entah di mana ‘di luar sana’

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

34

dalam masyarakat sosial; (2) intensional: yang menaruh perhatian terhadap

pandangan kreator/produser representasi tersebut; dan, (3) konstruksionis: yang

menaruh perhatian terhadap bagaimana representasi dibuat melalui bahasa,

termasuk kode-kode visual.

Pendekatan yang ditawarkan oleh Stuart Hall di atas sesuai dengan salah

satu dari tujuan utama semiotika yaitu: mempelajari maksud dari pembuat bentuk

(latar belakang produsen tanda/seniman), konteks sejarah dan sosial saat

representasi dibuat, dan tujuan pembuatannya (ideologis, gagasan, dll.) (Danesi,

2011: 20). Semiotika sebagaimana dijelaskan oleh Saussure dalam Course in

General Linguistics, adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign) sebagai bagian

dari kehidupan sosial. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis,

tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunaannya di dalam masyarakat. Oleh

sebab itu, semiotika mempelajari antara komponen-komponen tanda, serta relasi

antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya (Piliang,

2003: 47).

Tanda sendiri merupakan segala sesuatu yang merepresentasikan sesuatu

yang lain selain dirinya. Kapasitas otak untuk memproduksi dan memahami tanda

disebut semiosis, sementara aktivitas membentuk -ilmu- pengetahuan yang

dimungkinkan kapasitas otak untuk dilakukan oleh semua manusia disebut

representasi (Danesi, 2011: 6). Menurut Charles S. Pierce, semiosis mengikuti

tiga tahap, yaitu representamen (“sesuatu”) kemudian objek (“sesuatu di dalam

kognisi manusia”) lalu interpretan (“proses penafsiran”). Ia mengemukakan

bahwa proses semiosis pada dasarnya tidak terbatas seperti juga halnya proses

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

35

dekonstruksi Derrida (Hoed, 2011: 20). Menurut Pierce, representamen adalah

bentuk fisik aktual dari representasi, objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh

representamen, sedangkan interpretan adalah makna-makna yang dapat

diekstraksi dari representasi. Keseluruhan proses menentukan makna

representamen disebut dengan interpretasi (Danesi, 2011: 20).

Untuk menafsirkan dan memahami makna di balik teks Suarasama, selain

menggunakan model pembacaan intertekstual yang mengedepankan kemampuan

tafsir individual dan relasi dengan teks (makna lainnya), makna-makna yang

dirujuk dari konvensi sosio-kultural (arbriter) juga tak dapat dikesampingkan.

Proses pemaknaan yang merujuk pada konvensi sosial dilakukan karena

keberadaan teks (karya dan praktik kesenian) Suarasama tidak terlepas dari

konteks sosial-budaya. Selain itu, medium yang digunakan oleh Suarasama dalam

berkesenian adalah sistem tanda, verbal (bahasa) dan nonverbal (musik),

merupakan hasil dari konvensi sosial yang banyak di antaranya berakar dari

berbagai sumber kebudayaan dunia. Apabila merujuk pada konsep “tanda

termotivasi” dari Roman Jakobson (Danesi, 2011: 12), maka Suarasama

melakukan proses penandaan melalui karya seni (tanda) untuk merepresentasikan

dunia melalui simulasi.

Namun begitu, Gombrich (Eaton, 2010: 77-79) berpendapat bahwa seni

sebagai sebuah representasi juga memiliki aspek nonarbriter atau makna

nonkonvensional. Menurutnya, seni adalah sebuah bahasa yang dimetaforakan

olehnya menjadi “bahasa seni” karena objek dalam seni dapat digunakan untuk

menunjuk pada hal yang melampaui objek tersebut. Ciri kebahasaan lain dalam

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

36

seni adalah seniman tidak melakukan pekerjaannya dengan “mata polos” tetapi

menggunakan skemata atau kosakata yang telah dipunyainya sejak lama.

Gombrich juga menolak teori representasi kemiripan untuk mendukung teori

substitusi, di mana hal yang menggantikan dan mengartikan sesuatu bergantung

pada kebutuhan dan tujuan kreator representasi. Dalam hal ini, Gombrich

berpandangan bahwa psikologi manusia (si seniman) berperan penting dalam

simbol (objek seni) yang digunakan.

Berkenaan dengan perepresentasian fungsi komunikasi, sosial dan politik

seni, dapat pula dioperasionalkan untuk mengamati tiga posisi wacana seni yang

dimungkinkan terdapat dalam karya dan praktik kesenian Suarasama,

sebagaimana yang ditawarkan oleh Yasraf Amir Piliang (2011: 402): (1) seni

sebagai representasi makna-makna sosial dan ideologis; (2) seni yang menolak

konvensi dan makna sosial, mitos dan ideologi seni, dan menjanjikan penjelajahan

menuju pengalaman kebaruan dan transformasi abadi; dan (3) seni yang masuk ke

dalam konvensi dan makna-makna sosial dan ideologis, namun menjadikannya

sebagai ajang permainan, subversi, dekonstruksi, dan ironi.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN …...15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan penelaahan yang dilakukan terhadap

37

2.4 Model Penelitian

Keterangan : Garis = hubungan satu arah Garis = hubungan dua arah

Gambar 2.1

Model Penelitian

Kebudayaan Ideasional

Kebudayaan Adaptif

- Simbolik-Interpretivisme - Homo Symbolicum - Struktural-Ideasional - Formalisme/Stagnasi Makna

- Evolusionisme-Material - Homo Economicus - Struktural-Fungsional - Industri Budaya

Praktik Kebudayaan

Proses Makna Bentuk

Representasi Spirit Sufistik-Profetik dalam

Syair dan Musik Kelompok Suarasama

Medan

Hasil Penelitian

Rekomendasi