19

Click here to load reader

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

  • Upload
    lyliem

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Komitmen Organisasional

2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasional

Komitmen Organisasional dapat didefinisikan sebagai tingkat sampai

dimana seorang pegawai mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan tujuan

organisasi, serta harapan pegawai untuk bertahan dalam organisasi (Robbins,

2008). Komitmen organisasional ini teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu

komitmen afektif, komitmen normatif dan komitmen berkelanjutan. Definisi

komitmen organisasional ini menarik, karena yang dilihat adalah keadaan

psikolog pegawai untuk tetap bertahan dalam organisasi. Meyer dan Allen (1991),

menyatakan bahwa pada dasarnya pegawai itu ingin berkontribusi untuk mencapai

tujuan organisasi dimana untuk mencapai tujuan tersebut dipengaruhi oleh sifat

komitmen yang berbeda-beda, sehingga tuntutan tersebut di atas menjadi semakin

mendesak pada saat fleksibelitas fiskal mulai menurun seperti sekarang ini.

Sopiah (2008), menyatakan komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku

penting yang digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan

sebagai anggota organisasi.

Komitmen organisasional adalah sebuah keadaan dimana individu

mempertimbangkan sejauh mana nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai

dan tujuan organisasi, serta sejauh mana keinginannya untuk mempertahankan

keanggotaannya dalam organisasi (Meyer dan Allen, 1993). Mowday Porter dan

Steers (1987) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu kepercayaan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

10

terhadap nilai-nilai organisasi (identification), kesediaan untuk berusaha sebaik

mungkin demi kepentingan organisasi, dan keinginan untuk tetap menjadi anggota

organisasi bersangkutan yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap

organisasinya

Porter et al. (1973), mengatakan bahwa komitmen organisasional terdiri

dari tiga faktor, yaitu :

a) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

b) Kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi.

c) Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

pegawai yang memiliki komitmen organisasi akan bekerja melakukan yang

terbaik untuk kepentingan organisasi, menganggap bahwa hal yang penting harus

dicapai adalah pencapaian tugas dalam organisasi dan adanya keinginan untuk

mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Komitmen pegawai terhadap

organisasi juga mencakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam

pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai dan tujuan organisasional.

2.1.2 Dimensi Komitmen Organisasional

Menurut Meyer dan Allen (1991) terdapat tiga dimensi terpisah dalam

komitmen organisasi, yaitu:

a) Komitmen afektif (affective commitment)

Berkaitan dengan keterikatan emosional dan keterlibatan pegawai pada

organisasi. Pegawai yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus

bekerja dalam organisasi karena keinginan yang timbul dari diri mereka

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

11

sendiri dan memiliki kedekatan emosional terhadap organisasi. Hal ini berarti

individu tersebut akan berkeinginan untuk berkontribusi secara maksimal

terhadap organisasi.

b) Komitmen berkelanjutan (continuance commitment)

Menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri pegawai berkaitan

dengan keinginan tetap bekerja atau meninggalkan organisasi. Komitmen

berkelanjutan menunjukkan komitmen anggota organisasi yang lebih

disebabkan oleh biaya hidup. Dengan demikian, semakin besar perolehan

pendapatan pegawai yang diberikan oleh organisasi, maka akan semakin besar

kepuasan kerja, prestasi kerja dan begitu juga sebaliknya. Pegawai dengan

continuance commitment yang tinggi bertahan dalam organisasi karena

adanya kesadaran kerugian besar yang akan dialami jika meninggalkan

organisasi.

c) Komitmen normatif (normative commitment)

Menggambarkan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi yang

didasarkan pada adanya keyakinan tentang “apa yang benar” serta berkaitan

dengan masalah moral. Komitmen normatif menimbulkan perasaan kewajiban

pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari

organisasi. Pegawai dengan komitmen normatif yang tinggi akan tetap

bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas

yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas benefit yang telah diberikan

organisasi. Komitmen normatif didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana

seseorang terikat secara psikologis pada organisasi yang memperkerjakannya

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

12

melalui pendalaman tujuan organisasi, nilai-nilai, dan misinya. Faktor

komitmen pegawai terhadap organisasi / perusahaan, sangat terkait erat

dengan penghargaan organisasi terhadap pegawainya (Baron dan Gerald,

1990). Artinya semakin tinggi penghargaan organisasi terhadap pegawainya,

maka akan semakin tinggi pula komitmen pegawai terhadap organisasinya.

Allen dan Meyer (1997) dalam Djati dan Adiwijaya (2009) berpendapat

setiap komponen tersebut memiliki dasar yang berbeda, sebagai berikut :

1) Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan

keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.

2) Komitmen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang

kewajiban yang diberikan organisasi.

3) Komitmen berkelanjutan berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai

tentang kerugian yang akan dihadapi jika meninggalkan organisasi.

Pegawai dengan komponen afektif tinggi masih bergabung dengan

organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Pegawai

yang memiliki komponen normatif tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena

mereka harus melakukannya. Setiap pegawai memiliki dasar dan perilaku yang

berbeda tergantung pada komitmen organisasional yang dimilikinya. Pegawai

yang memiliki komitmen organisasional dengan dasar afektif memiliki tingkah

laku yang berbeda dengan pegawai yang berdasarkan berkelanjutan. Pegawai

yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha

yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa menjadi

anggota akan menghindari kerugian fiansial dan kerugian lain, sehingga mungkin

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

13

hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif

yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari

sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif

menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa

yang telah diterimanya dari organisasi.

Menurut Marthin dan Nicholas (dalam Amstrong,1999), ada tiga pilar

besar dalam komitmen karyawan terhadap organisasinya, meliputi A sense of

belonging to the organization, A sense of exctiment in the job, Ownership.

1) A Sense of belonging to the organization, untuk memiliki rasa tersebut, maka

salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat karyawan mampu

mengidentifikasinya dirinya terhadap organisasi, merasa yakin bahwa apa

yang dilakukannya adalah berharga bagi organisasi, merasa nyaman dengan

organisasi tersebut, merasa mendapat dukungan yang penuh dari organisasi

dalam bentuk misi yang jelas (apa yang direncanakan untuk dilakukan), nilai

yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan

norma-norma yang berlaku (cara berperilaku yang bisa diterima oleh

organisasi).

2) A sense of excitement in the job, perasaan bergairah terhadap pekerjaan, bisa

dimunculkan dengan cara mengenali factor-faktor motivasi intrinsik dalam

mengatur desain pekerjaan, kualitas kepemimpinan, kemampuan manajer dan

supervisor untuk mengenali bahwa motivasi dan komitmen pegawai bisa

meningkat jika ada perhatian terus menerus, memberi delegasi atas

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

14

wewenang, memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi pegawai untuk

menggunakan ketrampilan dan keahliannya secara maksimal.

3) Ownership, pentingnya rasa memiliki bisa muncul jika pegawai merasa

bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari

organisasi. Konsep penting ownership akan meluas bentuk dalam bentuk

partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktik kerja,

yang ada pada akhirnya akan mempengaruhi keterlibatan pegawai. Jika

pegawai merasa dilibatkan dalam membuat keputusan-keputusan dan jika

pegawai merasa ide-idenya didengar dan jika pegawai member kontribusi

yang ada pada hasil yang dicapai, maka pegawai akan cenderung menerima

keputusan-keputusan atau perubahan yang dilakukan dan akhirnya akan

merasa puas.

2.2 Kepuasan Kerja

2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Robbins dan Jugde (2008) mengemukan kepuasan kerja (job satisfaction)

yaitu suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil

dari evaluasi karakteristiknya. Kepuasan kerja lebih menggambarkan sikap

daripada perilaku oleh karena setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan

kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan

organisasional, memenuhi standar-standar kerja, menerima kondisi-kondisi kerja

yang acap kali kurang ideal. Ini berarti bahwa penilaian seorang karyawan tentang

seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian

yang rumit dan sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan. Simamora (2006)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

15

menyatakan bahwa kepuasan (satisfaction) merupakan istilah evaluatif mengenai

tingkat kesesuaian antara harapan dengan kenyataan yang terjadi, yang dapat

digambarkan dalam suatu sikap suka atau tidak suka.

Wexley dan Yulk (1977) mengemukakan bahwa kepuasan kerja

merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus

terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di

luar kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsepsi kepuasan kerja itu sebagai

hasil interaksi manusia di lingkungan kerjanya. Mc Neese Smith (1996)

menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja atau pegawai terhadap

pekerjaannya.Sikap terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang

menyenangkan dan tidak menyenangkan.

Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Mathins dan Jackson (2011) bahwa

kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari

evaluasi pengalaman kerja seseorang. Menurut Rivai (2004), teori tentang

kepuasan kerja cukup dikenal yaitu teori keadilan (equity theory) yang

mengemukakan bahwa orang merasa puas atau tidak puas, tergantung ada atau

tidak adanya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja.

Seseorang akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil

orang lain dan apabila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka pegawai akan

merasa puas. Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat dinyatakan bahwa kepuasan

kerja merupakan perasaan puas individu karena harapan sesuai dengan kenyataan

yang diperoleh di tempat kerja baik dalam hal beban kerja, lingkungan atau

kondisi kerja, hubungan dengan rekan kerja atau penyelia, dan kompensasi.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

16

2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja

Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa

terdapat lima faktor atau dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan

kerja yaitu, sifat dan muatan pekerjaan itu sendiri, gaji, pengawasan dan

supervisi, kesempatan promosi, dan hubungan dengan karyawan lainnya.

Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Robbins (2008), kepuasan kerja

terbagi menjadi lima dimensi yaitu: Pertama, pekerjaan secara umum dengan

jumlah variasi yang moderat yang akan menghasilkan kepuasan kerja yang relatif

besar, sedangkan pekerjaan yang sangat kecil variasinya akan menyebabkan

pekerja merasa jenuh dan keletihan. Kedua, pekerjaan berdasarkan upah atau

imbalan keuangan yang diterima seorang pegawai dimana dalam menentukan

tingkat upah, organisasi dapat membuat keputusan dengan mempertimbangkan

beberapa hal antara lain, tingkat upah umum dalam masyarakat, kebutuhan pokok

tenaga kerja, dan tingkat biaya hidup fisik minimum (Hussin, 2011). Ketiga,

pekerjaan berdasarkan kesempatan memperoleh promosi yang merupakan hal

yang signifikan, namun hal ini memiliki pengaruh yang beragam terhadap

kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbeda-beda

imbalannya (Luthans, 2006). Keempat, pekerjaan dengan tugas pengawasan yang

tidak dapat dipisahkan dengan tugas kepemimpinan yaitu,usaha mempengaruhi

kegiatan melalui proses komunikasi untuk tujuan tertentu. Pengawas secara

langsung mempengaruhi kepuasan kerja melalui kecermatannya dalam

mendisiplinkan dan menerapkan peraturan-peraturan (Ass’ad, 2004). Kelima,

pekerjaan berdasarkan pada rekan kerja (kelompok kerja) yang akan berpengaruh

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

17

pada kepuasan kerja. Rekan kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber

kepuasan kerja bagi pegawai secara individu (Robbins, 2001).

Menurut Indrayani (2012), terdapat 5 faktor utama yang berpengaruh

terhadap kepuasan kerja pegawai yaitu:

a) Tingkat upah atau gaji

Gaji merupakan imbalan keuangan yang diterima karyawan seperti: upah,

honor, ataupun tunjangan-tunjangan keuangan lainnya. Dalam menetapkan

tingkat upah atau gaji, organisasi dapat membuat keputusan dengan

mempertimbangkan beberapa hal yaitu, tingkat umum dalam masyarakat,

kebutuhan pokok tenaga kerja (karyawan) dan tingkat biaya hidup fisik

minimum, kualitas karyawan, persaingan antar organisasi, serta kemampuan

perusahaan untuk membayar upah dan gaji yang cukup untuk dapat menarik

serta memperthankan karyawan yang dibutuhkan.

b) Pekerjaan itu sendiri

Terdapat dua aspek penting yang mempengaruhi kepuasan kerja yang

berasal dari pekerjaaan itu sendiri (Arnold dan Felman dalam Indrayani, 2012),

yaitu variasi pekerjaan dan kontrol atas metode serta langkah-langkah kerja.

Secara umum, pekerjaan dengan jumlah variasi yang moderat menghasilkan

kepuasan kerja yang relatif besar. Pekerjaan yang sangat kecil variasinya akan

menyebabkan pekerja merasa jenuh dan keletihan, sebaliknya pekerjaan yang

terlalu banyak variasinya dan terlalu cepat menyebabkan karyawan merasa

tertekan secara psikologis. Begitu juga kontrol atasan atas metode dan langkah-

langkah kerja yang berlebihan akan mengarah pada ketidakpuasan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

18

c) Pengawasan

Tugas pengawas tidak dapat dipisahkan dengan tugas kepemimpinan

yaitu, usaha mempengaruhi kegiatan pengikut melalui proses komunikasi

untuk tujuan tertentu. Supervisor secara langsung mempengaruhi kepuasan

kerja melalui kecermatannnya dalam mendisiplinkan dan menetapkan

peraturan-peraturan. Beberapa pedoman yang harus diikuti dalam melakukan

pengawasan adalah menekankan pada usaha-usaha yang bersifat preventif,

melakukan tindakan korektif yang edukatif jika terjadi penyimpangan, dan

melalui pengawasan secara obyektif namun tegas.

d) Kesempatan Promosi Karir

Dalam era manajemen modern, promosi telah dianggap sebagai imbalan

yang cukup efektif untuk meningkatkan moral pegawai dan mempertinggi

loyalitas dalam organisasi. Selain itu promosi dapat mengurangi turnover

pegawai, karena pegawai mempunyai harapan positif di tempat kerja lain.

Pegawai yang memiliki kualitas dan profesionalisme kerja yang tinggi, bila

tidak dipromosikan akan menjadikan pegawai tersebut tidak puas, dan ini akan

mendorong pegawai tersebut untuk berhenti dan berpindah kerja dari satu

organisasi ke organisasi lain yang memberikan jaminan karier yang lebih baik.

e) Rekan Kerja

Keeratan hubungan dengan teman kerja sangat besar artinya bila rangkaian

pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat keeratan

hubungan mempunyai dampak terhadap mutu dan intensitas interaksi yang

terjadi dalam satu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

19

yang tinggi cenderung menyebabkan para pegawai puas berada dalam

kelompok tersebut. Kepuasan itu timbul terutama berkat kurangnya

ketegangan, kecemasan dalam kelompok, dan karena mereka lebih mampu

menyesuaikan diri dengan tekanan pengaruh dari pekerjaan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja seseorang di

dalam melakukan pekerjaan,ditandai oleh dekatnya jarak antara harapan dan

kenyataan. Apa yang didapatkan mestinyasesuai dengan apa yang menjadi

harapan, demikian juga apa yang diterima oleh rekan sekerja adalah sama dan

adil sesuai dengan beban kerja dan pengorbanannya. Tiga dimensi kepuasan

kerja yaitu kepuasan intrinsik (pencapaian atau prestasi, harga diri, umpan

balik, dan otonomi), kepuasan ekstrinsik (penghargaan dari atasan, hubungan

kerja yang kondusif, lingkungan kerja yang baik, kesejahteraan, kompensasi,

dan promosi), serta kepuasan global (kepuasan secara menyeluruh mengenai

persepsi pegawai mengenai pekerjaanya) (Su Chao dan Ming-shing, 2006).

Kepuasan kerja merupakan salah satu dimensiperilaku kerja yang

dipengaruhi oleh keadilan organisasi (Folger dan Konovsky, 1989; Moorman,

1991). Salah satu gejala yang paling meyakinkan dari rusaknya kondisi dalam

suatuorganisasi adalah rendahnya kepuasan kerja. Ada empat konsekuensi dari

kepuasankerja, yaitu: produktivitas, tingkat kemangkiran kerja, perputaran

kerja, serta perilaku kewargaan organisasional (Robbins, 2001). Banyak teori

tentang kepuasan kerja, salah satunya adalah teori yang dikemukakan oleh

Wexley dan Yulk (1977), yang meliputi :

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

20

1) Discrepancy theory

Teori ini dipelopori oleh Porter (1961) adalah teori perbandingan

intrapersonal (intrapersonal comparison process) dikenal dengan teori

ketidaksesuaian (discrepancy Theory), dimana teori ini menyatakan bahwa

kepuasan kerja diukur dengan menghitung selisih apa yang diharapkan dengan

kenyataan yang dirasakan. Ababila tidak ada perbedaan antara yang

diinginkan dengan apa yang diharapkan, maka akan tercapai kepuasan kerja.

Discrepancy ada yang positif dan ada yang negatif. Bila kenyataan yang

dirasakan berada diatas standar minimum maka akan terjadi discrepancy

positive, demikian pula sebaliknya. Bila kenyataan yang dirasakan berada

dibawah standar minimum akan terjadi discrepancy negative.

2) Equity theory

Teori kedua ini dikemukan oleh Zalenik (1958) dan dikembangkan oleh

Adams (1963), yang dikenal sebagai teori keadilan equity theory, dalam

equity theory kepuasan kerja akan dirasakan oleh seseorang bila dia

merasakan keadilan dan situasi.Perasaan adil dan tidak adil diperoleh dengan

membandingkan dirinya dengan orang-orang sekitarnya.

Elemen-elemen dari equity theory adalah :

1) Input adalah karyawan merasakan adanya sumbangan yang berharga

terhadap pekerjaannya.

2) Outcomes adalah karyawan merasakan adanya suatu yang berharga

terhadap hasil pekerjaannya.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

21

3) Comparion person adalah membandingkan masukan dan hasil yang

diterima seseorang dengan orang lain. Bila perbandingan itu

menguntungkan akan memberikan kepuasan, apabila tidak memberikan

keuntungan akan menimbulkan ketidakpuasan.

3) Two Factor Theory

Teori dua factor dikemukakan oleh Frederick Herzberg (1959) dengan

asumsi bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah

mendasar dan bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bisa menentukan

keberhasilan dan kegagalan (Robbins 2008). Herzberg memandang bahwa

kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa

ketodakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik.

Faktor-faktor ekstrinsik meliputi upah, kondisi kerja, keamanan kerja, status,

prosedur perusahaan, mutu penyeliaan dan mutu hubungan interpersonal

antar sesama rekan kerja, atasan dan bawahan. Faktor instrinsik meliputi

pencapaian prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu

sendiri dan kemungkinan berkembang.

2.3 Keadilan Organisasional

2.3.1 Pengertian Keadilan Organisasional

Noe et al. (2011) mendefinisikan keadilan organisasional sebagai konsep

keadilan yang berfokus pada metode yang digunakan untuk menentukan imbalan

yang diterima. Terdapat enam prinsip yang menentukan apakah orang merasa

prosedur yang dijalankan sudah cukup adil yaitu, konsistensi, peniadaan bias,

keakuratan informasi, kemungkinan koreksi, keterwakilan, dan kesantunan.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

22

Sejarah keadilan organisasional berawal dari teori keadilan (Adams, 1963). Teori

ini menyatakan bahwa orang membandingkan rasio antara hasil dari pekerjaan

yang mereka lakukan, misalnya imbalan dan promosi dengan input yang mereka

berikan dibandingkan rasio yang sama dari orang lain. Greenberg (1990)

selanjutnya menjelaskan bahwa teori keadilan Adams dilengkapi dengan riset-

riset lanjutan yang terkait dengan alokasi imbalan yang merujuk pada konsep

yang kita kenal sekarang sebagai keadilan distributif. Robbins dan Judge (2008)

mendefinisikan keadilan distributif sebagai keadilan jumlah dan penghargaan

yang dirasakan diantara individu-individu. Noe et al. (2011) menyebutnya sebagai

keadilan imbalan yang didefinisikan sebagai penilaian yang dibuat orang terkait

imbalan yang diterimanya dibanding imbalan yang diterima orang lain yang

menjadi acuannya.

Selain keadilan distributif, aspek lain dalam keadilan organisasional

adalah keadilan prosedural. Thibaut dan Walker (1975) mengawali studi tentang

keadilan prosedural yang memandang bahwa prosedur penyelesaian perselisihan

oleh pihak ketiga seperti mediasi dan arbitrasi mempunyai tahapan proses dan

tahapan keputusan. Mereka menunjuk pada jumlah pihak-pihak yang berselisih

berada dalam setiap tahap sebagai bukti pengendalian proses dan pengendalian

keputusan. Riset mereka menyatakan bahwa pihak-pihak yang bertikai rela

menyerahkan kendali dalam tahap keputusan selama mereka menahan kendali

dalam tahap proses. Pihak-pihak yang bertikai memandang bahwa prosedur

tersebut adil jika mereka merasa mempunyai kendali proses (misalnya kendali

terhadap presentasi argumen mereka dan waktu yang cukup untuk

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

23

mengungkapkan kasus mereka). Pengaruh kendali proses ini sering disebut

sebagai “fair process effect” atau pengaruh “voice”. Kendali proses inilah yang

sebenarnya dinyatakan oleh Thibaut dan Walker (1975) sama dengan keadilan

prosedural.

Aspek terakhir dari keadilan organisasional adalah keadilan interaksional

dan mungkin yang paling sederhana diantara ketiga aspek ini (Cropanzano et al.,

2007). Menurut Robbins dan Judge (2008), keadilan interaksional didefinisikan

sebagai persepsi individu tentang tingkat sampai dimana seorang pegawai

diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, dan rasa hormat. Menurut

Greenberg (1987) terdapat dua aspek dalam keadilan interaksional, yaitu

informasional dan interpersonal. Keadilan informasional adalah persepsi individu

tentang keadilan informasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan,

sedangkan keadilan interpersonal adalah sebagaimana yang didefinisikan oleh

Robbins dan Judge (2008) di atas.

2.3.2 Dimensi Keadilan Organisasional

Cropanzano et al. (2007) meringkas tiga dimensi keadilan organisasional diatas

seperti yang ditampilkan di bawah ini :

1) Keadilan Distibutif

Keadilan Distributif mencakup hal-hal sebagai berikut :

(1) Keadilan distributif: kelayakan imbalan

(2) Keadilan kontributif: menghargai pegawai berdasarkan kontribusinya.

(3) Keadilan berdasarkan persamaan: menyediakan kompensasi bagi

setiap pegawai yang beban kerjanya secara garis besar sama.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

24

(4) Keadilaan berdasarkan kebutuhan: menyediakan benefit berdasarkan

pada kebutuhan personal seseorang.

2) Keadilan prosedural (Kelayakan proses alokasi)

Keadilan prosedural mencakup hal-hal sebagai berikut:

(1) Konsistensi: Semua pegawai diperlakukan sama

(2) Lack of Bias: Tidak ada orang atau kelompok yang diistimewakan

atau diperlakukan tidak sama .

(3) Keakuratan: Keputusan dibuat berdasarkan informasi yang akurat.

(4) Pertimbangan wakil pegawai: pihak-pihak terkait dapat memberikan

masukan untuk pengambilan keputusan.

(5) Koreksi: Mempunyai proses banding atau mekanisme lain untuk

memperbaiki kesalahan

(6) Etika: norma pedoman profesional tidak dilanggar.

3) Keadilan interaksional.

Keadilan interaksional mencakup hal-hal sebagai berikut:

(1) Keadilan interaksional: memperlakukan seorang pegawai dengan

martabat, perhatian, dan rasa hormat.

(2) Keadilan informasional: Berbagi informasi yang relevan dengan

pegawai.

Validitas konstruk keadilan distributif dan keadilan prosedural telah

menjadi bahan diskusi tersendiri.Untuk membuktikan bahwa keadilan distributif

dan keadilan prosedural secara konsep berbeda, maka diuraikan beberapa kajian

sebagai berikut:

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

25

(1) Mengacu pada model penilaian keadilan Leventhal (1976) yang

mendefinisikan keadilan prosedural “sebagai persepsi individu tentang

keadilan dari komponen prosedural sistem sosial yang mengatur proses

alokasi”. Individu membentuk penilaian keadilan prosedural menggunakan

enam aturan keputusan yaitu, konsistensi, bias penindasan, akurasi,

mampu koreksi, keterwakilan, dan memenuhi etika.Leventhal

membedakan keadilan prosedural dan distributif yang didefinisikan

sebagai ”penilaian atas distribusi yang adil”. Teori lain dalam The Group-

Value Model yang dikemukakan Lind dan Tyler membedakan dua

dimensi keadilan ini. Keadilan distributif berpusat pada perhatian individu

terkait keadilan imbalan, sedangkan prosedural berfokus pada bagaimana

keputusan dibuat.

(2) Eksperimen telah dilakukan untuk mengetahui reaksi individual terhadap

ketidaksamaan pembayaran. Salah satu eksperimen adalah dengan

menggali reaksi subyek penelitian dengan memberitahu mereka bahwa

orang lain dengan kualifikasi yang sama dibayar lebih banyak atau lebih

sedikit. Eksperimen terkait keadilan prosedural dilakukan oleh Thibaut

dan Walker (1975) yang membandingkan dua jenis pengendalian

penyelesaian perselisihan. Keduanya, yaitu: Jumlah kendali yang

digunakan pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan keluhan

(kendali proses). Jumlah kendali yang digunakan pihak-pihak yang

berselisih secara langsung untuk menentukan imbalan (kendali

keputusan). Selain menggunakan eksperimen, pengukuran kedua dimensi

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

26

keadilan ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berbeda.

Ambrose dan Arnaud (2005) menyatakan bahwa pengukuran terhadap

keadilan distributif secara relatif konsisten pada seluruh penelitian,

sedangkan pengukuran keadilan prosedural berbeda-beda dalam

operasionalisasinya, riset menunjukkan bahwa konstruk tersebut dapat

diukur secara memadai. Colquitt et al. (2001) melakukan meta-analisis

dan menunjukkan bahwa keadilan distributif dan prosedural dapat

dibedakan pengukurannya.

(3) Konstruk yang berbeda seharusnya terhubung dengan variabel kriteria

yang berbeda juga. Ambrose dan Arnaud (2005) menyatakan bahwa dalil

yang diterima secara luas adalah bahwa keadilan prosedural berpengaruh

kuat terhadap perilaku global sedangkan keadilan distributif terhadap

perilaku yang spesifik. Meta analisis yang dilakukan Colquitt et al.

(2001) memperkuat dalil ini dan menyatakan bahwa keadilan distributif

berpengaruh kuat terhadap perilaku spesifik, misalnya kepuasan imbalan

dan kepuasan kerja, sedangkan keadilan prosedural berpengaruh kuat

terhadap perilaku global, misalnya komitmen organisasional, komitmen

kelompok, dan intensi keluar.

(4) Supaya kedua dimensi keadilan tersebut dapat dianggap sebagai konstruk

yang berbeda, keduanya perlu memiliki sekumpulan anteseden yang unik.

Ambrose dan Arnaud (2005) menyatakan bahwa out-comes

organisasional yang mempengaruhi persepsi keadilan distributif,

misalnya: penghasilan, benefits, keamanan, kompleksitas pekerjaan,

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional II KAJIAN... · 2.2.2 Dimensi Kepuasan Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Azeem (2010) mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor

27

supervisi, imbalan intrinsik, senioritas, dan status pekerjaan. Sedangkan,

kesempatan untuk memperoleh informasi selama proses pembuatan

keputusan meningkatkan persepsi keadilan prosedural.

Dimensi keadilan yang ketiga adalah keadilan interaksional yang

memusatkan perhatian bagaimana memperlakukan orang lain dengan penuh

hormat dan martabat. Perdebatan yang muncul terkait dimensi ini adalah apakah

keadilan interaksional merupakan bagian dari keadilan prosedural atau merupakan

konstruk yang independen. Bies (2005) menyatakan bahwa keadilan interaksional

dihubungkan dengan evaluasi supervisor langsung sedangkan keadilan prosedural

dihubungkan dengan evaluasi sistem organisasional, sehingga keduanya

merupakan konstruk yang independen. Pandangan ini dilengkapi oleh Greenberg

(1987) yang menyatakan bahwa keadilan interaksional mempunyai dua komponen

yang berdiri sendiri yaitu, keadilan interpersonal dan keadilan informasional.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga dimensi keadilan

tersebut merupakan konstruk yang sudah teruji validitasnya