Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
I. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman yang termasuk dalam
famili Graminae. Pertumbuhan padi dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan, yaitu:
fase vegetatif, reproduktif, dan pemasakan. Fase vegetatif meliputi: pertumbuhan
tanaman dari mulai berkecambah sampai dengan pemanjangan batang padi. Fase
reproduktif dimulai dari pembentukan primordia malai sampai berbunga
(heading). Fase pemasakan dimulai dari gabah tanaman matang susu sampai
masak panen (Manurung dan Ismunadji, 1988).
Tiga fase pertumbuhan padi dapat dibagi menjadi 10 stadia pertumbuhan
(Makarim dan Suhartatik, 2009) yaitu:
1. Stadia 0
Pada stadia ini mulai berkecambah sampai muncul ke permukaan tanah
(germination). Pada hari kedua dan ketiga setelah penyemaian atau
penanaman daun pertama menembus keluar melalui koleoptil, pada akhir
stadia ini terlihat daun pertama muncul dan masih melengkung dan bakal akar
memanjang.
2. Stadia 1 - Pertunasan (seedling)
Pada stadia ini pertunasan di mulai begitu benih menjadi bibit atau daun
pertama keluar tegak sampai dengan sebelum anakan pertama muncul dan
minimal terbentuk lima daun. Daun akan terus tumbuh dengan kecepatan satu
daun setiap 3-4 hari selama stadia awal pertumbuhan.
3. Stadia 2 – Pembentukan anakan (tillering)
Stadia ini mulai dari pembentukan anakan pertama sampai pembentukan
anakan maksimum tercapai. Anakan tumbuh dari tunas aksialar pada buku
batang. Anakan terus berkembang sampai tanaman memasuki tahapan
pemanjangan batang.
4. Stadia 3 – Pemanjangan batang (stem elongation)
Stadia ini terjadi sebelum pembentukan malai atau setelah terbentuk anakan
maksimum.
6
5. Stadia 4 – Pembentukan malai sampai bunting (panicle initiation to booting)
Pembetukan malai pertama kali muncul pada ruas buku utama, kemudian
pada anakan dengan pola tidak teratur. Bakal malai (primordia) terlihat
berupa kerucut putih dengan panjang 1,0-1,5 mm. Ukuran malai muda akan
terus meningkat dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera,
sehingga menyebabkan pelebah daun bendera menggelembung.
6. Stadia 5 – Keluarnya malai (heading stage)
Stadia ini ditandai dengan kemunculan malai dari pelepah daun bendera.
Malai akan terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.
Apabila 50% bunga telah keluar, maka pertanaman tersebut dianggap sudah
dalam fase pembungaan.
7. Stadia 6 – Pembungaan (antesis stage)
Stadia pembungaan dimulai ketika benang sari bunga yang paling ujung pada
tiap cabang malai telah tampak keluar dari bulir dan terjadi proses
pembuahan. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua bulir pada
malai mekar.
8. Stadia 7 – Gabah matang susu (the milk grain stage)
Gabah mulai terisi larutan menyerupai putih susu, bila gabah ditekan atau
dipencet cairan tersebut akan keluar. Malai mulai berwarna hijau dan
merunduk. Pelayuan (senescense) pada dasar anakan mulai terlihat. Daun
bendera dan dua daun di bawahnya tetap hijau.
9. Stadia 8 – Gabah setengah matang (the dough grain stage)
Isi gabah yang menyerupai larutan putih susu berubah menjadi gumpalan
lunak dan akhirnya mengeras. Beberapa gabah pada malai mulai menguning.
Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun di bagian dasar tanaman tampak
semakin jelas. Pertanaman terlihat menguning dan bagian ujung dua daun
terakhir pada setiap anakan mulai mengering.
10. Stadia 9 – Gabah matang penuh (the mature grain stage)
Pada tahap ini semua gabah mulai matang penuh yaitu sudah keras, dan
berwarna kuning. Daun bagian atas mengering dengan cepat.
7
Tanaman padi yang dibudidayakan di Indonesia terdapat berbagai jenis
varietas. Masyarakat di kecamatan Wirosari, kabupaten Grobogan pada umumnya
memiliki kebiasaan membudidayakan padi varietas Ciherang. Adapun deskripsi
padi varietas Ciherang (Romdon dkk, 2014) yaitu:
Umur tanaman : 116-125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 107-115 cm
Anakan produktif : 14-17 batang
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Panjang ramping
Warna gabah : Kuning bersih
Kerebahan : Sedang
Bobot 1000 butir : 28 gram
Rata-rata hasil : 6,0 ton per hektar
Ketahanan terhadap
Hama Penyakit
: Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan
biotipe 3. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III
dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai
500 m dpl.
1.2. Pranata Mangsa
Pranata mangsa merupakan pengenalan waktu tradisional yang dikenal oleh
masyarakat di pulau Jawa selama ribuan tahun lamanya. Pranata mangsa telah
disejajarkan dengan kalender Gregorius dan dipergunakan secara resmi dalam
pemerintahan oleh Sri Pakubuwono VII (raja dari Surakarta) pada tanggal 22 Juni
1855 meskipun sebenarnya pranata mangsa telah ada jauh sebelumnya. Mulai saat
itu pranata mangsa telah menjadi pedoman formal dalam berbagai aktivitas sosial
dan ekonomi masyarakat terutama kegiatan bercocok tanam (Wisnubroto, 1995
dan 1997).
8
Tabel. 2.1 Indikator pranata mangsa (Wisnubroto, 1997 dan Budianto, 2015)
Mangsa Tanggal Indikator Keterangan
I (Kasa) 22 Juni – 1
Agust Dedaunan gugur. Musim tanam palawija.
II (Karo) 2 Agust –
24 Agust Permukaan tanah retak.
Musim gagal bertunas dan tanam
palawija kedua.
III (Katiga) 25 Agust –
17 Sept
Tanaman yang menjalar
(ubi) tumbuh dan
mengikuti penegaknya
(lanjaran).
Musim ubi-ubian bertunas, panen
palawija.
IV (Kapat)
18 Sept –
12 Okt
Sumber air banyak yang
kering. Musim sumur kering, kapuk
berbuah, tanam pisang.
V (Kalima)
13 Okt – 8
Nov
Mulai musim hujan.
Musim turun hujan, pohon asam
bertunas, pohon kunyit berdaun
muda.
VI
(Kanem)
9 Nov – 22
Des Pohon buah-buahan berbuah.
Musim buah-buahan mulai tua,
mulai menggarap sawah.
VII
(Kapitu)
23 Des – 2
Feb Munculnya banyak penyakit.
Musim banjir, badai, longsor,
mulai tandur.
VIII
(Kawolu)
3 Feb – 28
Feb
Periode kawin beberapa
macam hewan. Musim padi beristirahat, banyak
ulat, banyak penyakit
IX
(Kasanga)
1 Mar – 25
Mar Gareng (tonggeret) berbunyi.
Musim padi berbunga, turaes
(sebangsa serangga) ramai
berbunyi.
X
(Kasapulu)
26 Mar – 18
Apr
Beberapa macam ternak
bunting.
Musim padi berisi tapi masih
hijau, burung burung membuat
sarang, tanam palawija di lahan
kering.
XI (Desta) 19 Apr – 11
Mei
Telur burung menetas dan
induknya menyuapi
anaknya (ngloloh).
Masih ada waktu untuk palawija,
burung-burung menyuapi
anaknya.
XII (Sada) 12 Mei – 21
Jun Orang sering berkeringat.
Musim menumpuk jerami, tanda-
tanda udara dingin di pagi hari.
Keterangan: Mangsa I-III merupakan mangsa ketiga , mangsa IV-VI merupakan
Labuh, mangsa VII-IX merupakan Rendheng, mangsa X–XII
merupakan Mareng
Pranata mangsa terdiri dari 12 mangsa yang masing-masing mempunyai
indikator. Indikator yang semi kuantitatif dapat dimanfaatkan untuk membuat
prakiraan tentang permulaan musim hujan, permulaan musim kemarau dan lain-
lain. Pranata mangsa dapat dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan
pengelolaan hama dan patogen penyakit tanaman padi, khususnya membantu
9
dalam merencanakan dan mernilih waktu tanam yang tepat supaya tanaman
terhindar dari serangan hama yang sangat merusak (Wisnubroto, 1995 dan 1997).
Akibat adanya anomali cuaca, Pusat Studi SIMITRO UKSW
mengembangkan sebuah sistem informasi pranata mangsa baru, yang telah
dikoreksi dan berdasarkan data cuaca dari BMKG. Kalendar tanam pranata
mangsa kabupaten Grobogan pada tahun 2016 yang dibuat oleh SIMITRO UKSW
disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel. 2.2 Kalender pranata mangsa SIMITRO kabupaten Grobogan 2016
Mangsa Dasarian ke Tanggal Curah
Hujan
Mangsa 1 18 22 Juni- 1Juli 30
Mangsa 1 19 2 Juli - 11 Juli 57
Mangsa 1 20 12 Juli - 21 Juli 75
Mangsa 1 21 22 Juli - 31 Juli 79
Mangsa 2 22 1 Agustus - 10 Agustus 83
Mangsa 2 23 11 Agustus - 20 Agustus 85
Mangsa 3 24 21 Agustus - 30 Agustus 94
Mangsa 3 25 31 Agustus - 9 September 93
Mangsa 3 26 10 September - 19 September 104
Mangsa 4 27 20 September - 29 September 99
Mangsa 4 28 30 September - 9 Oktober 110
Mangsa 5 29 10 Oktober - 19 Oktober 114
Mangsa 5 30 20 Oktober - 29 Oktober 138
Mangsa 5 31 30 Oktober - 8 November 132
Mangsa 6 32 9 November - 18 November 145
Mangsa 6 33 19 November - 28 November 124
Mangsa 6 34 29 November - 8 Desember 197
Mangsa 6 35 9 Desember - 18 Desember 253
Mangsa 7 36 19 Desember - 28 Desember 278
Mangsa 7 1 29 Desember - 7 Januari 293
Mangsa 7 2 8 Januari - 17 Januari 271
Mangsa 7 3 18 Januari - 27 Januri 296
Mangsa 7 4 28 Januari - 6 Februari 329
Mangsa 8 5 7 Februari - 16 Februari 342
Mangsa 8 6 17 Februari - 26 Februari 295
Mangsa 8 7 27 Februari - 8 Maret 263
Mangsa 9 8 9 Maret - 18 Maret 216
Mangsa 9 9 19 Maret - 28 Maret 222
Mangsa 10 10 29 Maret - 7 April 227
Mangsa 10 11 8 April - 17 April 263
Mangsa 11 12 18 April - 27 April 291
Mangsa 11 13 28 April - 7 Mei 252
Mangsa 12 14 8 Mei – 17 Mei 233
Mangsa 12 15 18 Mei – 27 Mei 233
Keterangan: Mangsa 1-3 merupakan mangsa ketiga, mangsa 4-6 merupakan
mangsa Labuh, mangsa 7-9 merupakan mangsa Rendheng, mangsa
10 -12 merupakan mangsa Mareng
10
1.3. Sistem Tanam Jajar Legowo
Sistem tanam jajar legowo adalah sistem penanaman yang terdapat satu
baris kosong pada setiap dua atau lebih baris tanaman padi. Istilah Legowo di
ambil dari bahasa Jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo”
berarti memanjang. Legowo diartikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang
memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong (Abdulrachman dkk,
2013).
Pada sistem tanam padi jajar legowo lahan relatif terbuka sehingga
bermanfaat dalam mengurangi kemungkinan serangan patogen penyakit.
Lahan yang relatif terbuka membuat hama kurang suka tinggal di dalamnya serta
kelembaban akan semakin berkurang, sehingga serangan patogen penyakit juga
akan berkurang (Abdulrachman dkk, 2013).
Sistem tanam jajar legowo berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman padi. Sistem tanam jajar legowo berpengaruh terhadap jumlah anakan
maksimum dan produktif. Sistem tanam jajar legowo berpengaruh terhadap hasil
gabah kering panen padi. Penerapan sistem tanam jajar legowo dapat
meningkatkan hasil gabah lebih banyak dibandingkan tanpa sistem tanam jajar
legowo (Misran, 2014).
1.4. Musuh Alami
Musuh alami adalah organisme di alam yang dapat membunuh serangga,
melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada serangga,
dan mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh alami hama pada tanaman
terdiri dari: predator, parasitoid dan patogen serangga (Lubis, 2005).
Predator adalah binatang yang memakan binatang lain, sebagian besar
predator bersifat polifag artinya memangsa berbagai jenis binatang lainnya. Jenis
predator yang biasa ditemukan yaitu Lycosa pseudoannulata, Paederus spp.,
Ophionea sp., Coccinella sp. dan Cyrtorhinus lividipennis (Sunarno, 2012).
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang
antropoda lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase pradewasa dari inangnya.
Umumnya parasitoid menyebabkan kematian pada inangnya secara perlahan.
Parasitoid yang sering dijumpai di lapang adalah Anagrus spp, Gonatocerus sp.
dan Oligosita sp. yang biasanya memarasit wereng coklat (Sunarno, 2012).
11
Patogen adalah golongan mikroorganisme atau jasad renik yang
menyebabkan serangga sakit dan akhirnya mati. Patogen dalam kondisi
lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi
serangga. Patogen yang menyerang hama utama padi antara lain dari golongan
cendawan yaitu: Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae dan Hirsutella
citriformis (Sunarno, 2012).
1.5. Hama Tanaman Padi
1.5.1. Ulat Penggerek
Penggerek batang padi merupakan hama tanaman padi yang termasuk ordo
Lepidoptera dari famili Noctuidae dan Pyralidae. Penggerek batang umumnya
tertarik pada lampu pada malam hari, berbentuk kupu-kupu kecil yang disebut
ngengat. Terdapat lima spesies penggerek batang padi yang menjadi kendala di
lahan irigasi maupun lahan tadah hujan. Penggerek batang padi tersebut adalah
penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas, penggerek batang padi
putih Scirpophaga innotata, penggerek batang padi bergaris Chilo suppressalis,
penggerek batang padi berkepala hitam Chilo polychrysus, dan penggerek batang
padi merah jambu Sesamia inferens (Baehaki, 2013).
Gejala serangan hama penggerek batang tersebut sama, yaitu pada fase
vegetatif biasanya disebut sundep (dead hearts) dengan gejala titik tumbuh
tanaman muda mati. Gejala serangan penggerek pada fase generatif saat padi
bunting disebut beluk (white heads) dengan gejala malai mati dengan bulir hampa
yang kelihatan berwarna putih. Gejala sundep sudah kelihatan sejak 4 hari setelah
larva penggerek masuk. Larva penggerek selalu keluar masuk batang padi,
sehingga satu ekor larva sampai menjadi ngengat dapat menghabiskan 6-15 batang
padi (Soejitno, 1991).
1.5.2. Kepinding Tanah
Serangga kepinding tanah (Scotinophara coarctata) merupakan jenis kepik
berwarna hitam kusam dengan panjang 7-10 mm, lebar 4 mm dan biasanya hidup
pada tumbuh-tumbuhan golongan Graminae. Serangga ini mengisap cairan
tanaman pada bagian batang padi, sehingga dalam jumlah populasi yang tinggi
menyebabkan tanaman menjadi kuning atau merah kecoklatan, akhirnya layu dan
mati yang disebut dengan “bug burn” (Paendong, dkk, 2011).
12
Perkembangan populasi kepinding tanah pada tanaman padi sawah diawali
dengan munculnya serangga dewasa pada saat tanaman umur 2-3 minggu setelah
tanam. Selanjutnya, populasi berkembang sejalan dengan perkembangan tanaman
padi, sehingga puncak populasi kepinding tanah pada tanaman padi akan dicapai
pada saat menjelang panen (Suharto dan Siwi, 1991).
1.5.3. Wereng Coklat
Wereng coklat (Nilaparvata lungens) menyerang tanaman padi pada
bagian batang tanaman padi. Gejala kerusakan yang ditimbulkannya adalah
tanaman menguning dan cepat sekali mengering. Umumnya gejala terlihat
mengumpul pada satu lokasi – melingkar disebut hopper burn. Populasi hama
wereng dalam jumlah yang cukup tinggi dapat menyebabkan tanaman padi
mengalami kekeringan atau sering disebut dengan hopper burn
yaitu tanaman padi menjadi kering kuning kemerahan seperti terbakar
(Sianipar, 2015 dan Anggraini dkk, 2014).
1.5.4. Walang Sangit
Walang sangit (Leptocorisa oratorius) merupakan hama yang paling sering
ditemui pada tanaman padi di daerah lahan non irigasi. Walang sangit
merupakan masalah utama jika padi ditanam terus menerus sepanjang tahun.
Hama ini aktif menyerang pada pagi dan sore hari. Walang sangit merusak
tanaman padi dengan cara menghisap bulir padi saat masih masak susu sehingga
bulir padi menjadi kopong dan perkembanganya kurang baik. Hama ini aktif
menyerang pada pagi dan sore hari (Suharto dan Siwi, 1991).
1.5.5. Hama Penggulung Daun
Hama penggulung daun (Cnaphalocrosis sp.) merupakan salah satu hama
penting pada tanaman padi. Hasil pengamatan ditemukan beberapa petak tanaman
padi sawah khususnya di kecamatan Ranoyapo terserang hama Cnaphalocrosis
sp. .Hal ini terlihat dari adanya gejala serangan berupa terlipatnya daun tanaman
padi dan terdapat larva didalamnya (Tangkilisan dkk, 2013).
Tanaman padi yang terserang hama penggulung daun menunjukkan gejala
berupa terdapatnya gulungan-gulungan pada daun tanaman padi. Larva hidup di
dalam gulungan daun, dan memakan jaringan hijau daun, sehingga menyebabkan
13
terbentuknya garis-garis putih transparan sepanjang 15-20 cm. Jika gulungan daun
dibuka biasanya ditemukan seekor larva di dalamnya (Tangkilisan dkk, 2013).
1.5.6. Belalang
Belalang (Locusta migratoria manilenses Meyen) biasanya merusak
tanaman dari jenis Graminae seperti padi, jagung, palem, pisang, tebu, sereh dan
bambu. Serangga berukuran panjang 4-7 cm dengan warna yang bervariasi
terutama pada stadia nimfa, ada yang hijau, abu-abu kecoklatan atau hitam dengan
orange kuning. Hama belalang merusak padi dengan cara memakan bagian daun,
kemunculan hama belalang biasanya terjadi secara terus menerus dari awal padi
ditanam sampai musim panen (Tat, 1980).
1.5.7. Tikus Sawah
Tikus sawah (Rattus argentiventer) menyerang tanaman padi mulai dari
persemaian sampai menjelang padi panen. Tikus membuat terowongan yang
lubang keluarnya ditutup dengan tanah. Serangan tikus biasanya terjadi pada
malam hari, sedangkan pada siang hari tikus lebih banyak bersembunyi
(Rochman dan Sukarna, 1991).
Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus
bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah,
pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Kehadiran tikus pada daerah
persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki, jalur jalan,
kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan. Kerusakan parah terjadi apabila
tikus menyerang padi pada fase generatif, karena tanaman sudah tidak mampu
membentuk anakan baru. Ciri khas serangan tikus sawah adalah kerusakan
tanaman dimulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, sehingga
pada keadaan serangan berat hanya menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan
(Rochman dan Sukarna, 1991).
1.6. Penyakit Tanaman Padi
1.6.1. Bercak Coklat /Brown Spot
Penyakit bercak coklat disebabkan oleh cendawan Drechslera oryzae.
Patogen Drechslera oryzae dapat bertahan dalam sisa tanaman terinfeksi lebih
14
dari 4 tahun, tetapi sumber utama patogen adalah dari benih. Tanaman paling
rentan terserang pada saat pembungaan (Semangun, 2004).
Gajala khas penyakit ini adalah adanya bercak coklat pada daun berbentuk
oval yang merata di permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-abu atau
putih. Titik abu-abu di tengah bercak merupakan gejala khas penyakit bercak daun
coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna coklat gelap atau keunguan
berbentuk bulat. Pada varietas yang peka panjang bercak yang terbentuk dapat
mencapai panjang 1 cm. Pada serangan berat, jamur dapat menginfeksi gabah
dengan gejala bercak berwarna hitam atau coklat gelap pada gabah (Mukelar dan
Kardin, 1991).
1.6.2. Blas
Penyakit blas yang disebabkan cendawan Pyricularia oryzae merupakan
salah satu kendala utama dalam upaya peningkatan produksi.
Cendawan Pyricularia oryzae dapat menyerang daun padi, batang, malai padi,
dan bulir padi. Persentase serangan blas pada daun yang tinggi dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan anakan produktif yang menyebabkan
malai kecil dengan sedikit gabah bahkan dapat menyebabkan seluruh tanaman
mati sebelum berbunga. Serangan blas pada leher dapat menurunkan hasil secara
langsung karena leher malai busuk dan patah sehingga pengisian terganggu dan
bulir padi menjadi hampa (Mukelar dan Kardin, 1991).
Gejala pada daun yaitu terbetuk bercak-bercak jorong dengan ujung-ujung
runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya
mempunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Pada daun tua bercak agak kecil
dan lebih bulat, sehingga mirip dengan bercak daun coklat, dan biasanya hanya
dapat dibedakan dengan menggunakan mikroskop. Pada penyakit blas biasnya
bercak cenderung berkumpul di pangkal helaian daun. Gejala yang paling khas
adalah menjadi busuknya ujung tangkai malai yang dikenal dengan busuk leher.
Tangkai malai yang busuk akan mudah patah, dan biasanya hampir semua biji
pada malai akan hampa. Pada biji yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang
bulat (Semangun, 2004).
15
1.6.3. Busuk Batang
Penyakit busuk pelepah disebabkan oleh cendawan Sarocladium oryzae.
Penyakit busuk batang ditemukan di daerah beriklim tropis. Infeksi penyakit ini
terjadi pada batang yang dekat dengan permukaan air, masuk melalui
pembengkakan dan kerusakan. Gejala awal berupa bercak berwarna kehitam-
hitaman, bentuknya tidak teratur pada sisi luar pelepah daun tanaman dan secara
bertahap membesar. Cendawan akan menembus batang padi dan kemudian
tanaman menjadi lemah, anakan mati, dan akibatnya tanaman rebah.
Stadia tanaman yang paling rentan adalah pada fase anakan sampai stadia matang
susu (Semangun, 2004).
1.6.4. Gosong Palsu
Penyakit gosong palsu disebabkan oleh cendawan Ustilagonoidea virens.
Penyakit menyebabkan penurunan bobot 1000 butir, juga dapat menyebakan
penurunan daya berkecambah diatas 35% (Mukelar dan Kardin, 1991).
Gabah terinfeksi menjadi besar berwarna hijau kuning berupa massa spora
lebih kurang berdiameter 1 cm atau lebih. Warna bola massa spora tersebut
menjadi gelap atau berubah menjadi hitam kehijauan. Bagian tengah dari massa
spora tersebut adalah massa miselia yang keras terdiri dari hifa-hifa hyalin dan
tipis. Spora U. virens adalah kecil-kecil, bulat, halus. Secara umum tidak semua
biji dalam satu malai yang terinfeksi (Semangun, 2004).
1.6.5. Hawar Daun Bakteri
Hawar Daun Bakteri (HDB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae.
Penyakit ini pada tahun 2003 di Indonesia dilaporkan 25.403 hektar.
Menurut Yamamoto di Indonesia kerugian hasil oleh penyakit ini diperkirakan 15-
25% tiap tahun (Machmud, 1991).
Gejala timbul 1-2 minggu setelah pindah tanam dari persemaian. Daun yang
sakit berwarna hijau kelabu, mengering, helaian daunnya melengkung, diikuti
oleh melipatnya helaian daun di sepanjang ibu tulangya. Pada umumnya gejala
pertama tampak pada daun yang dipotong ujungnya. Dekat bekas potongan terjadi
bercak hijau kelabu. Seiring ibu tulang daun menjadi berwarna kuning. Warna
16
daun yang kering segera berubah menjadi kuning jerami sampai coklat muda
(Semangun, 2004).
Gejala penyakit hawar daun oleh bakteri dapat dibedakan dari serangan
hama penggerek, karena pada hama penggerek gejala lebih mula muncul pada
daun muda sedangkan pada hawar daun oleh bakteri justru muncul pada daun tua.
Daun yang terserang penyakit jika dipotong dan diletakkan di ruangan yang
lembab, maka dari berkas pembuluhnya akan mengalir lendir kekuningan yang
mengandung banyak bakteri (Semangun, 2004).
1.6.6. Hawar Daun Jingga
Penyakit Hawar Daun Jingga (HDJ) diduga disebabkan oleh bakteri (putih:
Pseudomonas sp. dan kuning: Bacillus sp.). Penyakit ini merupakan penyakit
yang relatif masih baru. Pertama ditemukan di daerah kabupaten Subang, Jawa
Barat. Sampai saat ini penyakit tersebar di hampir seluruh Pulau Jawa dan
Sumatera, terutama di dataran rendah (<100 m dpl). Penyakit umumnya timbul
pada saat tanaman mencapai stadia generatif, pada musim kemarau (Machmud,
1991).
Gejala penyakit diawali dengan bercak kecil berwarna jingga, yang timbul
di mana saja pada helaian daun. Mekanisme penurunan hasil karena hawar daun
jingga serupa yang disebabkan oleh hawar daun bakteri, yaitu meningkatkan
gabah hampa dan gabah terisi tidak sempurna (Semangun, 2004).
1.7. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka dapat disusun
hipotesis sebagai berikut:
1. Tanaman padi yang di tanam dengan waktu tanam yang berbeda (berdasarkan
pranata mangsa versus kebiasaan petani) dan dikombinasikan dengan sistem
tanam jajar legowo akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil produksi
tanaman padi.
2. Tanaman padi yang di tanam dengan waktu tanam yang berbeda (berdasarkan
pranata mangsa versus kebiasaan petani) dan dikombinasikan dengan sistem
tanam jajar legowo akan mempengaruhi jenis hama, populasi hama,
persentase dan intensitas serangan patogen penyakit dan musuh alaminya.
17
1.8. Definisi dan Pengukuran Variabel
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap hipotesis yang
dikemukakan, maka dibuat definisi dan pengukuran variable sebagai berikut:
1. Jenis patogen penyakit yang menyerang sebagian atau keseluruhan tanaman
padi diamati pada setiap stadia pertumbuhan sampai panen.
2. Intensitas serangan patogen penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut:
∑
3. Persentase jumlah tanaman yang diserang patogen penyakit dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
4. Hama tanaman padi adalah semua hewan yang ditemukan memakan dan
merusak bagian atau keseluruhan tanaman padi.
5. Populasi hama adalah jumlah hama yang ditemukan pada tanaman sampel dan
dipilahkan berdasarkan familinya.
6. Musuh alami adalah berbagai organisme yang menjadi predator dan parasitoid
dari hama tanaman padi.
Keterangan :
IS= Intensitas serangan penyakit.
v = nilai skor tiap kategori serangan.
V= nilai skor serangan tertinggi.
n = jumlah rumpun pada skor tertentu.
N = jumlah rumpun yang diamati.
Keterangan skor:
Nilai
skor
Kategori
serangan (%)
0 0
1 1-20
2 20-40
3 41-60
4 61-80
5 81-100
18
7. Populasi musuh alami adalah jumlah musuh alami yang ditemukan pada
tanaman sampel, yang dipilahkan berdasarkan familinya dan perannya dalam
mengendalikan hama tanaman padi.
8. Tinggi tanaman padi diukur dari buku pertama pangkal batang sampai daun
tertinggi dengan satuan pengukuran cm. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan
dengan interval tujuh hari, dimulai stadia anakan sampai stadia masak
fisiologis.
9. Jumlah anakan padi adalah seluruh anakan yang muncul dari setiap satu
rumpun tanaman padi. Penghitungan jumlah anakan dilakukan satu minggu
setelah pindah tanam sampai anakan maksimum.
10. Jumlah malai adalah seluruh malai yang tumbuh per rumpun tanaman padi.
Penghitungan jumlah malai dilakukan setelah panen.
11. Jumlah gabah per malai adalah seluruh bulir yang terbentuk pada setiap malai,
yang meliputi: gabah kosong dan gabah isi. Pengamatan jumlah gabah per
malai dilakukan setelah panen. Persentase gabah isi merupakan hasil dari
perhitungan rumus berikut:
12. Bobot 1000 butir gabah diambil dari purata bobot 100 butir gabah dikalikan
10 kali dengan satuan pengukuran g. Purata bobot 100 butir gabah diperoleh
dari bobot 100 butir gabah yang dipilih secara acak dari butir-butir gabah yang
dipanen pada petak tanaman sampel. Setelah ditimbang 10 butir gabah dari
100 butir diambil dan dicampur ulang dengan butir gabah lain yang dipanen
dari petak tanaman sampel kemudian dipilih 10 butir gabah secara acak untuk
penimbangan berikutnya. Penimbangan diulang delapan kali. Purata bobot 100
butir gabah diperoleh dari rata-rata hasil penimbangan sebanyak delapan kali.
13. Bobot gabah per petak adalah bobot gabah kering panen yang diperoleh
dengan ubinan 2,5 m x 2,5 m, dengan satuan pengukuran kg.
14. Bobot gabah per hektar adalah bobot gabah kering panen yang diperoleh
dengan konversi dari hasil ubinan 2,5 m x 2,5 m dengan satuan pengukuran
kg. Rumus yang digunakan adalah:
19
15. Bobot basah brangkasan adalah bobot seluruh bagian tanaman padi segar
(akar, batang, dan daun), setelah diambil malai dan gabahnya.
Satuan pengukuran yang digunakan adalah ton per hektar.
16. Bobot kering brangkasan adalah bobot kering seluruh bagian tanaman padi
(akar, batang, dan daun), setelah diambil malai dan gabahnya dan sudah
dikeringkan sampai bobotnya konstan. Pengeringan menggunakan oven
dengan suhu 65oC sampai bobotnya konstan. Satuan pengukuran yang
digunakanadalah g.