Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 1
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
PENDAHULUAN
alam memproduksi tanaman pangan petani dihadapkan pada banyak
kendala yang dapat menurunkan hasil produksi. Kendala dimaksud dapat
berupa kendala fisik, biologi atau sosial ekonomi. Gangguan hama dan
penyakit pada tanaman merupakan kendala biologi yang dapat menyebabkan
penurunan hasil, baik kuantitas maupun kualitas produk bahkan sampai
menggagalkan panen.
Pada peningkatan indeks pertanaman padi 400, petani menanam dan
memanen padi empat kali dalam setahun pada hamparan lahan yang sama.
Dalam pelaksanaannya terdapat 4 faktor kunci sebagai pendukung yaitu:
Penggunaan benih varietas padi umur sangat genjah, pengendalian hama dan
penyakit terpadu (PHT) secara lebih operasional , efisiensi manajemen tanam
dan panen serta yang tak kalah penting pengelolaan hara secara terpadu dan
spesifik lokasi.
Pada penerapan pola tanam IP Padi 400 hama dan penyakit harus dikendalikan
dengan baik. Pengendalian dini dimulai dengan keputusan memilih varietas
yang disesuaikan dengan penyebaran hama dan penyakit. Hama dan penyakit
pada tanaman padi sangat beragam, jika tidak dikendalikan dan melebihi
ambang batas ekonomi dapat menurunkan produksi padi. Akibatnya
pendapatan petani berkurang sehingga petani menjadi tidak sejatera. Oleh
karena itu pengendalian hama penyakit tanaman secara lebih operasional
mutlak diperlukan.
.
D
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 2
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
I. PENYAKIT PADI
Secara garis besar penyakit pada tanaman padi dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri
2. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
3. Penyakit yang disebabkan oleh virus
1. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri
a. Hawar Daun Bakteri
Hawar Daun Bakteri (HDB) disebabkan oleh Xanthomonas oryzae (Xoo).
Merupakan penyakit penting pada tanaman padi sawah di Negara-negara
penghasil padi di dunia, termasuk Indonesia. Kehilangan hasil pada tingkat
infeksi berat Berkisar antara 20-30% dan mungkin dapat mencapai 50%.
Di Indonesia kerugian hasil oleh penyakit ini diperkirakan 15-25% tiap
tahun (Yamamoto et. al., 1977). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
tingkat keparahan 20% sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai
menurunkan hasil. Di atas keparahan itu hasil padi turun 4% tiap kali
penyakit bertambah parah sebesar 10%. Varietas padi yang diinokulasi
HDB menunjukkan peningkatan jumlah gabah hampa dan penurunan
kadar protein.
Gejala Penyakit :
Gejala penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 macam
yaitu gejala layu kresek pada tanaman muda atau
tanaman dewasa yang peka gejala hawar, dan gejala
daun kuning pucat pada tanaman. Gejala lain yang
sering terjadi di daerah tropis adalah daun berwarna
kuning pucat pada tanaman dewasa dan daun tua
berwarna hijau normal. Kadang-kadang pada helaian
daun terdapat garis berwarna hijau pucat.
Gambar 1.
Gejala Hawar Daun Bakteri Sumber : BB Padi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 3
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Pengendalian HDB :
Pengendalian HDB harus menggunakan beberapa konsep pengendalian
yang terdiri dari beberapa komponen yang terintegrasi, sebagai berikut:
1. Penggunaan varietas tahan seperti Conde dan Angke.
2. Tanam dengan menggunakan konsep PTT ( Pengelolaan Tanaman
Terpadu).
Konsep PTT adalah sebagai berikut :
a. Menggunakan varietas unggul baru
b. Pemilahan benih berkualitas
c. Penggunaan bahan organik jerami yang sudah dikomposkan,
kotoran hewan yang sudah dikomposkan.
d. Pemupukan urea berdasakan BWD / PHSL / KEPMEN.
e. Pengairan berselang
f. Penyiangan dengan gasrok
g. Monitoring hama penyakit dengan konsep PHT
h. Panen dengan perontok
b. Penyakit Bakteri Daun Bergores
Penyakit hawar daun bergores disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv.
Oryzicola. Kehilangan hasil akibat penyakit ini pada musim hujan 88,3-
17,1% dan pada musim kemarau 1,5-5,9%.
Gejala Penyakit :
Gejala awal penyakit bakterib ergores berupa garis pendek kebasahan
seperti terpercik air panas, lebar 0, 5-1,0 mm dan panjang 3-5 mm searah
panjang daun. Pada varietas yang peka bercak bergores memanjang
sampai beberapa cm dan beberapa bercak yang berdekatan sering bersatu
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 4
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
membentuk gejala yang lebih luas sehingga sulit dibedakan dengan gejala
hawar daun bakteri. Pada keadaan lembab dapat ditemukan eksudat
bakteri pada permukaan daun. Bakteri dapat menyebar melalui angin dan
menimbulkan infeksi baru. Bakteri memasuki tanaman melalui kerusakan
mekanik atau melalui terbukanya Cell secara alami.
Pengendalian:
1. Gunakan benih yang bebas penyakit hawar daun bergaris.
2. Gunakan kompos jerami yang matang.
c. Penyakit Bakteri Lain
Penyakit bakteri bergaris Pseudomonas syringae pv. Panici. Ditemukan
pada bibit padi gogo dan menimbulkan kerusakan.
Gejala Penyakit :
Penyakit mulai dari bagian bawah pelepah, seperti garis kebasahan, hijau
tua berupa garis longitudinal. Panjang luka biasanya 10 cm dengan lebaar
0,5-1mm. Pada infeksi ringan tanaman dapaaaat tumbuh tanpa
memperlihatkan kerusakan. Akan tetapi bila infeksi berat menyebabkan
kerdil dan kematian bibit.
Pengendalian:
Belum diketahui. Penyakit ini ditularkan melalui benih.
d. Penyakit Bakteri Busuk Pelepah Busuk Batang
Bacterial sheath rot Pseudomonas syringae pv syringae merusak batang,
menghasilkan bercak coklat, atau hitam pada nodus, panicel dan benih
bisa menjadi steril.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 5
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
e. Penyakit Lainnya
Bakteri busuk hitam, bercak hitam pada gabah pada bagian ujung, tengah-
tengah atau jarang pada bagian dasar. Bakteri menyusup lapiran aleuron
dan bagian atas endosperm. Pseudomonas itoana.
Busuk gabah (Pseudomonas glumae). Gabah yang terinfeksi jarang pada
panicel, pada beberapa kasus hampir setengah bulir rusak. Bulir yang
terinfeksi putih kehijauan kemudian menjadi abu-abu kotor selanjutnya
menjadi kuning coklat.
2. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
a. Blas
Penyakit blas yang disebabkan cendawan Pyricularia
grisea merupakan salah satu kendala utama dalam
upaya peningkatan produksi, terutama pada
pertanaman padi gogo. Penyakit blas dijumpai juga
pada pertanaman padi di daerah pasang surut dan
rawa. Daerah endemik penyakit blas di Indonesia
adalah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi,
Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara dan Jawa Barat (Sukabumi). Penyakit blas
khususnya blas leher menjadi tantangan yang lebih
serius karena banyak ditemukan pada beberapa varietas padi sawah di
Jawa Barat (Sukabumi, Kuningan) dan Lampung (Tulang Bawang,
Lampung Tengah). Cendawan P. grisea dapat menyerang daun padi, buku
batang, leher malai, malai padi, bulir padi dan kolar daun. Penyakit blas
tidak hanya menyerang tanaman padi, tetapi dapat menyerang tanaman
lain seperti gandum, sorgum dan spesies rumput-rumputan. Serangan blas
daun yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan anakan
produktif yang menyebabkan malai kecil dengan sedikit gabah bahkan
Gambar 2 Gejala Penyakit Blas Sumber : BB Padi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 6
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Gambar 3 Daun yang terserang
Blas Sumber : BB Padi
dapat menyebabkan seluruh tanaman mati sebelum berbunga. Serangan
blas leher dapat menurunkan hasil secara langsung karena leher malai
busuk dan patah sehingga pengisian terganggu dan bulir padi menjadi
hampa.
Gejala :
Cendawan P. grisea mempunyai banyak ras, ras-ras
tersebut dapat berubah dan terbentuk ras baru
dengan cepat apabila populasi tanaman atau sifat
ketahanan tanaman berubah. Pada kondisi
lingkungan yang mendukung, satu siklus penyakit
blas yaitu dimulai ketika spora cendawan menginfeksi
dan menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi
dan berakhir ketika cendawan bersporulasi dan
menyebarkan spora baru melalui udara terjadi dalam
sekitar 1 minggu. Selanjutnya dari satu bercak dapat menghasilkan
ratusan sampai ribuan spora dalam satu malam dan dapat terus
menghasilkan spora selama lebih dari 20 hari.
Penyakit blas lebih menyukai kondisi periode embun yang panjang,
kelembaban yang tinggi, sedikit atau tidak ada angin pada malam hari dan
temperatur malam hari sekitar 22-29oC. Daun yang basah yang berasal
dari embun ataupun sumber lain sangat dibutuhkan untuk infeksi. Spora
dihasilkan dan dilepaskan pada kondisi kelembaban relatif yang tinggi, dan
tidak ada spora yang dihasilkan pada kondisi kelembaban di bawah 89%.
Sporulasi meningkat apabila kelembaban relatif di atas 93%, sedangkan
temperatur optimum untuk perkecambahan spora, pembentukan bercak
dan sporulasi adalah 32-35oC.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 7
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Bercak secara cepat akan berkembang menjadi lebih besar pada suhu 32oC
selama 8 hari dan sesudahnya perkembangan bercak akan menurun.
Perluasan bercak berlangsung lambat dan konstan pada suhu 16oC dalam
waktu 20 hari. Faktor lain yang mendukung perkembangan penyakit blas
adalah pemakaian pupuk nitrogen yang berlebihan, tanah dalam kondisi
aerobik dan stress kekeringan. Pemupukan nitrogen yang tinggi
menghasilkan daun yang lunak dan terkulai sehingga lebih rentan
terhadap penyakit blas.
Pengendalian :
Ketahanan Varietas. Cara yang paling efektif, murah dan ramah
lingkungan dalam pengendalian penyakit blas adalah penggunaan varietas
tahan. Penggunaan varietas tahan tersebut harus disesuaikan dengan
sebaran ras yang dominan di suatu daerah. Apabila tanaman padi ditanam
berturut-turut sepanjang tahun maka harus dilakukan pergiliran varietas
atau rotasi gen. Beberapa varietas yang masih menunjukkan reaksi tahan
sampai sekarang adalah Limboto, Danau Gaung, Situ Patenggang dan
Batutegi.
Pemakaian jerami sebagai kompos. Cendawan P. grisea dapat bertahan
pada sisa-sisa tanaman padi atau jerami dan benih dari pertanaman padi
sebelumnya, sehingga sumber inokulum selalu tersedia dari musim ke
musim. Indonesia termasuk iklim tropis yang tidak mempunyai musim
dingin sangat menguntungkan patogen blas. Tanpa over winter dan
keadaan kering, miselia dan spora dapat bertahan selama satu tahun.
Pembenaman jerami dalam tanah sebagai kompos dapat menyebabkan
miselia dan spora mati karena naiknya suhu selama proses dekomposisi.
Penggunaan pupuk nitrogen dengan dosis anjuran. Percobaan tingkat
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 8
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
pemupukan N yang berbeda pada padi gogo membuktikan adanya
peningkatan serangan P. grisea. Hal ini juga berhubungan dengan varietas
yang digunakan, jenis tanah dan jenis pupuk. Dosis pupuk N berkolerasi
positif terhadap intensitas penyakit blas, artinya semakin tinggi dosis
pupuk N maka intensitas penyakit makin tinggi.
Pendekatan Kimiawi. Pengendalian penyakit blas akan efektif apabila
dilaksanakan sedini mungkin dengan perlakuan benih, hal ini disebabkan
karena penyakit blas dapat ditularkan melalui benih. Efikasi fungisida untuk
perlakuan benih hanya bertahan 6 minggu dan selanjutnya perlu diadakan
penyemprotan tanaman. Aplikasi penyemprotan untuk menekan serangan
penyakit blas leher adalah dua kali yaitu pada saat anakan maksimum dan
awal berbunga. Beberapa fungisida yang dapat digunakan untuk
mengendalikan penyakit blas adalah yang mengandung bahan aktif
isoprotionalane, benomyl+mancoseb, kasugamycin dan thiophanate
methyl.
b. Penyakit Hawar Pelepah (Rhizoctonia solani Kühn)
Hawar pelepah padi menjadi penyakit yang semakin penting di beberapa
negara penghasil padi. Di Indonesia, hawar pelepah
mudah ditemukan pada ekosistem padi dataran tinggi
sampai dataran rendah. Gejala penyakit dimulai pada
bagian pelepah dekat permukaan air. Gejala berupa
bercak-bercak besar berbentuk jorong, tepi tidak
teratur berwarna coklat dan bagian tengah berwarna
putih pucat. Semenjak dikembangkan varietas padi
yang beranakan banyak dan didukung oleh pemberian
pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara
tanam dengan jarak yang rapat menyebabkan perkembangan hawar
Gambar 4 Pelepah padi yang terserang
Sumber : BB Padi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 9
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
pelepah semakin parah. Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar
pelepah dapat mencapai 30%.
Gejala :
Penyakit hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat
tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai
menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat
terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kühn termasuk cendawan tanah,
sehingga disamping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai
saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi
beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya
digunakan untuk pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan.
Cendawan ini bertahan di tanah dalam bentuk sklerosia maupun miselium
yang dorman. Sklerosia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen
maupun pada seresah tanaman yang lain. Selama pengolahan tanah
sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi
inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar
pelepah selalu tersedia sepanjang musim.
Pengendalian :
Hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kühn.) dapat dikendalikan secara
kimia, biologi, dan teknik budidaya. Pengendalian secara kimia dengan
menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl, difenoconazol, mankozeb,
dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per satu liter air dapat menekan
perkembangan cendawan R. solani Kühn dan keparahan hawar pelepah.
Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri
antagonis dapat mengurangi tingkat keparahan hawar pelepah.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 10
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi sempurna/sudah
matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2 ton/ha,
dapat menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat
laju perkembangan penyakit hawar pelepah di pertanaman. Pengendalian
dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak
terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai
kebutuhan, serta didukung oleh cara pengairan yang berselang.
Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi.
Disamping itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan
dengan sanitasi terhadap gulma-gulma disekitar sawah. Pengendalian
penyakit hawar pelepah mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi
bila taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian
penyakit secara terpadu).
c. Penyakit Hawar Daun Jingga Red Stripe
Penyebab penyakit masih belum jelas. Peneliti di
International Rice research Institute (IRRI)
menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh
jamur. Suparyono (1989) dan Mogi (1987)
mengatakan bahwa penyakit hawar daun jingga
(HDJ) diduga disebabkan oleh bakteri (putih :
Pseudomonas sp. dan kuning : Baccilus sp).
Penyakit ini merupakan penyakit yang relatif
masih baru. Pertama ditemukan di daerah
kabupaten Subang Jawa Barat pada MK 1987
disebut sebagai penyakit Bacterial Red Stripe (BRS. Sampai saat ini penyakit
Gambar 5 Tanaman yang terserang Hawar
Daun Jingga Sumber : BB Padi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 11
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
tersebar di hampir seluruh Pulau Jawa dan Sumatera, terutama di dataran
rendah (<100 m dpl). Penyakit umumnya timbul pada saat tanaman
mencapai stadia generatif, pada musim kemarau. Di Jalur Pantura Jawa
Barat penyakit ini dijumpai merata di kabupaten Karawang, Subang,
Indramayu, dan Cirebon.
Gejala :
Gejala penyakit diawali dengan bercak kecil berwarna jingga, yang timbul di
mana saja pada helaian daun. Pada stadia perkembangan penyakit lebih
lanjut terbentuk gejala hawar mirip gejala yang ditimbulkan oleh hawar
daun bakteri (BLB). Mekanisme penurunan hasil karena hawar daun jingga
serupa yang disebabkan oleh hawar daun bakteri , yaitu meningkatkan
gabah hampa dan gabah terisi tidak sempurna.
Pengendalian :
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan penyakit
HDJ sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor praktek produksi yang dilakukan
seperti varietas, pemupukan, jarak tanam, dan pengairan. Untuk itu,
pengendalian penyakit HDJ dianjurkan dengan cara mengatur penggunaan
faktor-faktor tersebut.
d. Penyakit Busuk Pelepah Sarocladium oryzae
Penyakit busuk pelepah ditemukan pada tiap musim tanam dengan tingkat
kerusakan ringan. Kerusakan terjadi pada pelepah daun paling atas yang
menutupi malai muda pada akhir fase bunting. Bila patogen penyebab
penyakit ini berkembang parah didalam pelepah dapat menyebabkan malai
tidak keluar atau hanya keluar sebagian (tidak berkembang) sehingga hanya
menghasilkan sedikit bulir padi.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 12
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Gejala :
Gejala awal berupa bercak bulat memanjang tidak
teratur 0,5 -1,5 cm, warna abu-abu di tengah dan
coklat dipinggir. Bercak terus berkembang,
bersambung dengan bercak lainnya dan akhirnya
dapat menutupi seluruh permukaan pelepah daun
bendera. Patogen berkembang dengan
menghasilkan spora yang berlimpah. Spora
terlempar dan kemudian menempel pada tanaman lain. Pada pagi hari
bersama dengan embun, spora masuk ke dalam pelepah kemudian
berkecambah dan siap menginfeksi jaringan pelepah. Penyakit lebih banyak
ditemukan pada dataran sedang, lebih parah menginfeksi pada rumpun
tanaman yang beranakan banyak.
Pengendalian
Pengendalian untuk menekan sumber inokulum dapat dilakukan dengan
membersihkan tanaman yang terinfeksi dari lahan. Memilih benih yang
sehat dan benih perlu diberi perlakuan fungisida berbahan aktif
karbendazim, mankozeb atau benomil. Pengendalian untuk menekan laju
perkembangan penyakit dapat dilakukan dengan mengatur jarak tanam,
pemberian pupuk K yang cukup. Penyemprotan dengan fungisida yang sama
pada fase bunting.
e. Penyakit Busuk batang (Helminthosporium sigmoideum)
Penyakit busuk batang merupakan salah satu
penyakit utama padi di Indonesia. Penyakit ini selalu
ditemukan pada setiap musim tanam dengan
kategori infeksi ringan sampai sedang. Pada musim
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 13
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
hujan, lebih dari 60% tanaman padi di jalur pantura Jawa Barat mengalami
kerebahan akibat diinfeksi cendawan H. Sigmoideum. Kerebahan
menyebabkan persentase gabah hampa meningkat. Kehilangan hasil padi
akibat penyakit busuk batang 25-30%. Busuk batang ditemukan lebih parah
pada varietas padi beranakan banyak yang ditanam pada lokasi kahat
kalium serta berdrainase jelek. Umumnya penyakit ini kurang mendapat
perhatian, karena dianggap sebagai gangguan yang bersifat klasik dan
biasa-biasa saja.
Gejala :
Gejala penyakit diawali dengan bercak kecil kehitaman pada pelepah bagian
luar di atas batas permukaan air, selanjutnya bercak membesar. Cendawan
penyebab penyakit menembus bagian dalam pelepah dan menginfeksi
batang sehingga menyebabkan busuk pada batang dan pelepah. Cendawan
penyebab busuk batang menghasilkan sklerosia yang berbentuk bulat kecil
berwarna hitam. Sklerosia banyak terdapat pada bagian dalam batang padi
yang membusuk. Selama kondisi lingkungan kurang menguntungkan,
cendawan menghasilkan sklerosia secara berlimpah sebagai alat untuk
bertahan hidup. Sklerosia tersimpan dalam tunggul dan jerami sisa panen.
Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh
petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit busuk batang pada
musim tanam berikutnya.
Pengendalian :
Fungisida berbahan aktif difenoconazol dianjurkan untuk mengendalikan
penyakit busuk batang. Pengendalian dengan teknik pengelolaan lingkungan
yang dilaporkan dapat menekan penyakit busuk batang diantaranya adalah:
jerami dan tunggul dari tanaman yang terinfeksi diangkut keluar petakan
sawah dan dibakar, pengeringan sawah secara berkala, pemupukan komplit
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 14
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
dan nitrogen diberikan sesuai kebutuh tanaman, jarak tanam tidak terlalu
rapat, dan memilih varietas padi yang tidak mudah rebah.
f. Penyakit Gosong Palsu/False smut
Penyakit gosong palsu disebabkan oleh jamur Ustilagonoidea virens (Cooke)
Takah. Penyakit menyebabkan pengapuran dan menurunkan berat 1000
butir, juga dapat menyebakan penurunan daya berkecambah diatas 35%.
Kehilangan hasil akibat penyakit ini di Indonesia belum pernah ada laporan,
tetapi di India dilaporkan dapat mencapai 75%. Gabah/biji terinfeksi
menjadi besar berwarna hijau kuning berupa massa spora lebih kurang
berdiameter 1 cm atau lebih. Warna bola massa spora tersebut menjadi
gelap atau berubah menjadi hitam kehijauan. Bagian tengah dari massa
spora tersebut adalah massa miselia yang keras terdiri dari hifa-hifa hyalin
dan tipis. Spora U. virens adalah kecil-kecil, bulat, halus. Secara umum tidak
semua biji dalam satu malai yang terinfeksi.
Penyakit berkembang di dataran rendah maupun
tinggi. Jamur biasanya masuk pada ovari pada stadia
awal pembungaan, tetapi dapat juga menginfeksi pada
biji yang masak. Askospora dihasilkan dari perithesia
bertepatan dengan awal penyerbukan padi. Askospora
tersebut menjadi sumber inokulum primer. Askospora
jatuh pada kepala putik dan menginfeksi biji. Jamur
mengkonversi
Gejala :
Penyakit berkembang di dataran rendah
maupun tinggi. Jamur biasanya masuk
pada ovari pada stadia awal pembungaan,
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 15
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
tetapi dapat juga menginfeksi pada biji yang masak. Askospora dihasilkan
dari perithesia bertepatan dengan awal penyerbukan padi. Askospora
tersebut menjadi sumber inokulum primer. Askospora jatuh pada kepala
putik dan menginfeksi biji. Jamur mengkonversi ovary menjadi bola smut
yang memproduksi banyak konidia. Konidia disebarkan oleh angin dan
berkecambah dalam beberapa jam, sebagai sumber inokulum sekunder.
Jamur dapat bertahan sebagai sklerosia atau bola spora yang keras yang
disebut pseudomorphs yang dilaporkan dapat bertahan lebih dari 4 bulan di
bawah kondisi lahan. Selain padi, dapat menginfeksi gulma Panicum
trypheron, Digitaria adscendens, D. Marginata, padi liar, dan jagung yang
merupakan sumber inokulum penting antar musim tanam padi di daerah
tropik. Periode hujan, kelembaban tinggi, dan nitrogen tanah yang tinggi
dilaporkan cocok untuk perkembangan penyakit ini. Angin merupakan agen
penyebaran spora dari tanaman ke tanaman.
Pengendalian :
Pengendalian dapat dilakukan dengan menghilangkan jerami dan tunggul
tanaman yang terinfeksi. Penyemprotan fungisida dapat dilakukan dengan
captan, captafol, fentin hydroxide, mancozeb dan Copper oxychloride,
carbendazim, dan fungisida tembaga yang dilaporkan efektif mengendalikan
penyakit.
g. Penyakit Bercak Daun Coklat/brown spot
(Helminthosporium Oryzae)
Penyakit bercak daun coklat sangat umum pada tanaman padi di seluruh
dunia. Penyakit ini menyebabkan kehilangan hasil baik secara kuantitatif
mau pun kualitatif. Dilaporkan penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan
hasil sampai 90%. Penyakit ini banyak ditemukan pada pertanaman padi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 16
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
terutama di tanah-tanah marginal yang kurang subur, atau kahat unsur hara
tertentu.
Hubungan antara terjadinya penyakit dengan ketersediaan unsur hara tanah
sangat erat. Tanaman yang kurang sehat sangat mudah terserang penyakit
ini. Pada kondisi tanah yang kahat unsur kalium penyakit bercak coklat
dapat menimbulkan kerugian hasil 50 sampai 90 persen. Faktor lain yang
berpengaruh adalah sistem drainase yang tidak baik, sehingga mengganggu
terserapnya unsure – unsure hara.
Gejala :
Gejala khas penyakit ini adalah adanya bercak coklat
pada daun berbentuk oval yang merata di
permukaan daun dengan titik tengah berwarna abu-
abu atau putih. Titik abu-abu di tengah bercak
merupakan gejala khas penyakit bercak daun coklat
di lapang. Bercak yang masih muda berwarna coklat
gelap atau keunguan berbentuk bulat. Pada varietas
yang peka panjang bercak dapat mencapai panjang 1 cm. Pada serangan
berat, jamur daopat menginfeksi gabah dengan gejala bercak berwarna hitam
atau coklat gelap pada gabah.
Pengendalian :
Banyak literature yang menyebutkan pengendalian brown spot
menggunakan fungisida. Beberapa metode juga telah dilakukan untuk
mengendalikan penyakit ini termasuk dengan managemen nutrisi tanah,
varietas tahan, dan penggunaan bahan kimia pada banih dan tanaman.
Beberapa bahan kimia termasuk iprodione and carbendazim, mancozeb dan
propiconazole dapat menurunkan serangan patogen ini. Rabcide 50 WP
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 17
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
merupakan fungisida yang dianjurkan untuk mengendalikan penyakit bercak
daun coklat H. oryzae pada pertanaman padi gogo. Penggunaan
Pseudomonas fluorescens untuk seed treatment dan perendaman akar bibit
juga tyelah dilakukan untuk pengendalian.
3. Penyakit yang disebabkan oleh virus
a. Kerdil Rumput (Rice Grassy Stunt Virus)
Penyakit kerdil rumput disebabkan oleh virus, yaitu Rice Grassy Stunt Virus
(RGSV) yang merupakan anggota Tenuivirus. Partikel virus ini berbentuk
filamentous. Penyakit kerdil rumput ada dua macam tipe. Penyakit kerdil
rumput tipe 1 mempunyai gejala: Tanaman sangat kerdil dengan anakan
yang banyak, pertumbuhan tanaman sangat tegak, pada ruas-ruas batang
muncul banyak rosset dan seperti rumput, daun-daun pendek, sempit,
berwarna hijau kekuningan, kadang pada bagian daun terdapat bercak
karat kecil-kecil. Daun tanaman terinfeksi mungkin menjadi hijau ketika
ditambahkan pupuk nitrogen. Rumpun yang terserang tidak menghasilkan
malai.
Penyakit kerdil rumput tipe 2 mempunyai gejala yang berbeda dengan tipe
1. Pada tanaman yang terinfeksi virus kerdil rumput tipe 2 saat awal
stadia, menunjukkan tanaman agak kerdil, menguning pada daun bawah,
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 18
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
dan helaian daun menyempit. Pada daun bawah tersebut kadang muncul
bercak karat tak beraturan. Tanaman yang terinfeksi pada umur 30 hari
atau lebih menunjukkan gejala mirip penyakit tungro, satu rumpun yang
terserang kadang hanya beberapa anakan atau bahkan gejala hanya pada
beberapa daun saja, gejala kuning kadang hanya terjadi pada daun
bawah/daun tua, tanaman yang terserang pada stadia dewasa,
menunjukkan daun berwarna kuning-oranye tetapi lebar daun normal,
jumlah anakan dan tinggi tanaman sama dengan tanaman sehat.
Gejala :
Virus kerdil rumput ditularkan oleh serangga vektor: Wereng coklat
Nilaparvata lugens Stal., Nilaparvata bakeri Muir and N. muiri China.
Interaksi antara virus kerdil rumput dan vektornya adalah persistent tanpa
transovarial (tidak diturunkan pada anaknya melalui telur). Periode makan
akuisisi yang diperlukan wereng untuk mendapatkan virus sekitar 30
menit. Periode makan inokulasi untuk menularkan virus pada tanaman
sehat lebih kurang 9 menit. Periode inkubasi virus dalam
serangga untuk dapat ditularkan pada tanaman sehat adalah 5-28 hari
(rata-rata 11 hari). Sedangkan periode inkubasi dalam tanaman sampai
munculnya gejala adalah 10-19 hari. Setelah makan pada tanaman
terinfeksi RGSV, sekitar 5% - 60 % wereng coklat N. Lugens menjadi
infektif, dan lebih kurang 50% wereng coklat vektor pembawa RGSV dapat
menularkan. Selama hidup wereng coklat tersebut tetap viruliferus dan
dapat menularkan virus pada tanaman sehat. Inang utama RGSV adalah
tanaman padi: Oryza sativa, O. rufipogon, dan O. glaberrima. Sedangkan
inang sekunder RGSV dilaporkan adalah beberapa gulma seperti: Cynodon
dactylon, Cyperus rotundus, Echibochloa colona, Leersia hexandra, dan
Monochoria vaginalis.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 19
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Pengendalian :
Pengendalian penyakit kerdil rumput dapat dilakukan dengan penggunaan
kultivar tahan virus maupun varietas tahan wereng coklat. Sumber
ketahanan terhadap virus RGSV tipe 1 adalah Oriza nivara Sharma &
Shastry (spesies padi liar), tetapi tidak tahan terhadap RGSV tipe 2.
Pengendalian terhadap wereng coklat, dengan varietas tahan, bahan
kimia, ataupun cara lainnya dilaporkan dapat mengurangi perkembangan
penyakit. Kultur teknis untuk menurunkan populasi wereng coklat dapat
mengurangi sumber inokulum virus, antara lain dengan: rotasi tanaman
dengan tanaman sekunder, segera memusnahkan tunggul dan ratoon
setelah panen, penggenangan untuk beberapa hari, dan jarak tanam yang
tidak terlalu rapat.
b. Tungro
Penyakit tungro merupakan salah satu kendala produksi padi nasional
karena kehilangan hasil yang diakibatkannya tinggi, saat ini telah
menyebar hampir keseluruh Indonesia terutama seranganya sering meluas
(ledakan serangan/outbreak) di daerah sentra produksi beras nasional
seperti di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Kalimantan
Selatan. Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, luas tanaman
terinfeksi setiap tahunnya rata-rata mencapai 16.477 ha, rusak total (puso)
1.027 ha selama periode 1996-2002. Dengan perkiraan kehilangan hasil
dari tanaman terinfeksi rata-rata 20%, tanaman puso 90%, harga gabah
Rp. 1200 /kg kerugian akibat penyakit tungro mencapai Rp. 14,1 Milyar.
Pada saat terjadi ledakan serangan nilai kerugian bisa melebihi dari
perhitungan tersebut diatas. Ledakan tungro sepuluh tahun terakhir ini
terjadi di Kabupaten Klaten pada tahun 1995 dengan luas tanaman
terserang 12.340 ha, di Nusa Tenggara Barat pada 1998 dengan luas
serangan mencapai 15.000 ha. Disamping itu penyebaran tungro di Jawa
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 20
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Barat terutama di dataran rendah Kabupaten Subang di Jalur Pantai Utara
(Jalur Pantura) semakian meluas.
Gejala :
Infeksi virus tungro menyebabkan tanaman
kerdil, daun muda berwarna kuning dari ujung
daun, daun yang kuning nampak sedikit melintir
dan jumlah anakan lebih sedikit dari tanaman.
Secara umum hamparan tanaman padi terlihat
berwarna kuning dan tinggi tanaman tidak
merata, terlihat spot-spot tanaman kerdil. Penyakit tungro disebabkan oleh
dua jenis virus yaitu virus bentuk batang (RTBV: rice tungro bacilliform
virus) dan bentuk bulat (RTSV : rice tungro sperical virus) yang hanya dapat
ditularkan oleh wereng, terutama yang paling efisien adalah spesies wereng
hijau Nephotettix virescens Distant Wereng gabah saat panen yang
tumbuh), teki, dan eceng. Wereng hijau spesies N. Virescens telah
mendominasi komposisi spesies wereng hijau di Jawa, Bali, dan Nusa
Tenggara Barat. Populasi N.virescens jarang mencapai kepadatan populasi
tinggi sehingga tidak menimbulkan kerusakan langsung. Adanya kebiasaan
pemencaran imago terutama di daerah tanam tidak sermpak, meskipun
populasinya rendah apabila ada sumber inokulum efektif menyebarkan
tungro. Kehilangan hasil akan tinggi bahkan bisa tidak menghasilkan sama
sekali bila kedua virus menginfeksi tanaman peka dan terjadi pada saat awal
fase vegetatif tanaman. Kehilangan hasil terjadi karena jumlah anakan
sedikit dan terganggunya fotosintesa akibat daun berwarna kuning
klorofilnya kurang sehingga pengisian gabah tidah sempurna. Virus bulat
dari segi penyebaran tungro sangat penting karena virus batang hanya
dapat disebarkan oleh wereng hijau apabila wereng hijau telah memperoleh
virus bulat. Virus bulat biasanya ditemukan menginfeksi terlebih dahulu
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 21
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
pada tanaman maupun pada wereng hijau. Terjadi 2 puncak tambah
tanaman terinfeksi dalam satu periode pertumbuhan tanaman padi. Puncak
pertama terjadi pada saat tanaman umur satu bulan setelah tanam dan
puncak yang kedua terjadi saat tanaman umur dua bulan setelah tanam.
Siklus infeksi pertama dilakukan oleh wereng hijau imigran dari sekitarnya,
sebangkan siklus kedua oleh keturunannya yang berkembang di lokasi
tersebut.
Pengendalian
Pengendalian penyakit tungro dianjurkan dilakukan dengan memadukan
teknik pengendalian yang berefek sinergis memperkuat meknisme
pengendalian alami, dalam sistem pengelolaan tanaman terpadu, yang
diitroduksikan/aplikasikan secara bertahap sesuai dengan tahapan budidaya.
Aplikasi insektisida untuk mematikan secara cepat wereng hijau agar efisien
dan berdampak paling sedikit terhadap lingkungan, sebaiknya dilakukan
berdasarkan hasil pengamatan tentang kondisi ancaman tungro.
Pra-tanam
1. Rencanakan tanam bersamaan pada areal sehamparan minimal ada
luasan 40ha, berdasarkan jangkauan dari satu sumber inokulum.
2. Rencanakan waktu tanam dengan memperkirakan saat puncak
kepadatan populasi wereng hijau dan keberadaan tungro terjadi,
tanaman telah melewati fase vegetatif.
3. Bersihkan sumber inokulum tungro seperti singgang, bibit yang tumbuh
dari ceceran gabah, rumput teki dan eceng sebelum membuat
pesemaian. Wereng hijau memperoleh virus dari sumber-sumber
inokulum tersebut. Biarkan pematang ditumbuhi rumput lain selain
sumber inokulum tersebut untuk tempat berlindung musuh alami.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 22
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
4. Tanam varietas tahan tungro dengan memperhatikan kesesuaian
varietas.
Tanam (dari saat pesemaian sampai akhir fase vegetatif tanaman)
Untuk mengetahui ancaman tungro, terlebih-lebih apabila poin 1-4 periode
pra-tanam tidak dapat dilakukan, amati ancaman tungro di pesemaian dan
saat tanaman muda dengan cara sebagai berikut :
1. Amati populasi wereng hijau di pesemaian dengan jaring serangga 10 kali
ayunan. Uji infeksi virus dengan uji yodium dari 20 daun. Apabila hasil
perkalian antara jumlah wereng hijau dan persentase daun terinfeksi
sama atau lebih dari 75 maka tanaman terancam. Aplikasi antifidan
dengan bahan aktif imidacloprid, thiametoxam atau bahan aktif lainnya di
pesemaian atau saat tanaman umur 1 minggu setelah tanam untuk
menghambat pemerolehan dan penularan. Apabila tidak mampu
mengamati populasi dan tanaman terinfeksi di pesemaian, amati gejala
tungro saat tanaman umur 3 mst.
2. Tanam dengan cara legowo 2 baris atau 4 baris. Pemencaran wereng
hijau berkurang pada pola sebaran inang yang ditanam secara legowo.
3. Pada saat tanaman umur 3 mst, apabila dari petakan alamiah dengan
luas kurang lebih 100m2 ditemukan 2 rumpun tanaman bergejala tungro,
tanaman terancam. Lakukan secepatnya aplikasi insektisida fungsi ganda
yaitu insektisida yang dapat mematikan wereng hijau dan pada residu
rendah bersifat antifidan misalnya insektisida berbahan aktif imidacloprid
atau thiametoxam atau yang lainnya untuk menghambat pemerolehan
dan penularan virus.
4. Sawah jangan dikeringkan, usahakan paling tidak dalam kondisi air
macakmacak. Sawah kering merangsang pemencaran wereng hijau yang
dapat memperluas penularan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 23
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
c. Kerdil Hampa (Rice Ragged Stunt Virus)
Penyakit kerdil hampa merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus. Penyakit mulai dikenal di
Indonesia pada tahun 1977. Penyakit kerdil hampa
terdapat di Jawa, Sumatra, Bali, Sulawesi, dan
Lombok. Pada tahun 1999, dilaporkan penyakit ini
menyerang pada tanaman padi di Jawa Barat seluas
49.917 ha. Infeksi menyebabkan hasil tanaman
menurun atau bahkan tidak menghasilkan biji. Di
Indonesia, kehilangan hasil mencapai 53-82% jika 34-76% pertanaman
terinfeksi.
Gejala :
Gejala penyakit kerdil hampa antara lain tanaman memendek, daun
bendera melintir, dan malai tidak keluar atau keluar sebagian. Dari malai
yang sebagian keluar, gabah biasanya hampa. Tanaman membentuk
anakan bercabang dan terjadi bengkakan sepanjang tulang daun. Warna
daun yang terinfeksi tidak berbeda dengan daun tanaman sehat, dan
seringkali daun tetap berwarna hijau meskipun sudah lewat masa
berbunga. Tinggi tanaman berkurang 40% - 50% bervareasi tergantung
varietas.Tanaman terserang menghasilkan gabah yang hampa.
Pengendalian
Pengendalian yang dianjurkan adalah dengan penanaman varietas tahan
wereng coklat, dan mengadakan pergiliran varietas. Sampai sekarang
belum ada informasi tentang varietas tahan terhadap penyakit kerdil
hampa ini. Eradikasi selektif terhadap tanaman sakit dilakukan untuk
menghilangkan sumber inokulum. Selain itu dengan mengendalikan
vektornya, yaitu wereng coklat.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 24
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Gambar 2. Lonchura maja
II. HAMA PADI
1. Burung
Burung menimbulkan kerusakan pada stadia padi
matang susu hingga pemasakan bulir (menjelang
panen). Serangan burung mengakibatkan banyak biji
yang hilang sehingga malai tidak ada bijinya kerusakan
sedang hingga berat terjadi pada tanaman padi yang
mencapai stadia generatif lebih dahulu. Kerugian
ekonomi lain adalah meningkatnya biaya produksi
karena adanya penambahan tenaga kerja untuk
menghalau burung yang menyerang pertanaman.
Berbagai spesies burung tercatat sebagai hama
potensial pada pertanaman padi, diantaranya
beberapa spesies burung pipit (Jawa : manuk
emprit; Sunda : bondol) seperti Lonchura striata, L.
maja, dan L. puntulata, burung gelatik (Padda
oryzivora), burung derkuku (Jawa : manuk deruk)
(Streptopelia orientalis), terkuku (Jawa : manuk
puter) (S. striata) dan burung gereja (Passer
montanus). Spesies burung yang paling sering
menimbulkan kerugian serius adalah burung pipit
(L. striata) yang biasanya menyerang secara berkelompok dari puluhan
hingga ribuan jumlahnya. Puncak aktifitas harian burung hama padi adalah
pagi dan sore hari. Pada umumnya, burung hama padi telah menyesuaikan
perkembangbiakannya dengan stadia tanaman padi.
Gambar 3 Lonchura puntulata
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 25
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Pengendalian:
Berbagai teknik pengendalian burung :
tanam dan panen serentak untuk membatasi ketersediaan pakan bagi
burung atau hindari tanam diluar musim agar tidak menjadi satu-
satunya sumber pakan burung.
di atas benih yang baru disebar dibentangkan benang-benang (jahit)
sehingga burung kesulitan mencari tempat mendarat sehingga cenderung
menjauhi pesemaian.
pada tanam tabela kering sebaiknya benih ditutup dengan tanah.
menghalau langsung burung di pertanaman terutama pada puncak
aktifitas burung (pagi dan sore hari).
pada skala kecil (petak-petak percobaan) dengan membentangkan jaring
untuk melindungi tanaman.
penggunaan penakut burung seperti bendera, umbul-umbul, hologram,
orang - orangan, atau bunyi-bunyian
di negara-nagara maju biasanya dilakukan dengan pita hologram, patung
predator (elang, burung hantu,kucing dan ular), suara pengusir
(frekuensi tertentu), serta balon atau layang-layang bergambar mata
untuk membuat takut burung.
2. TIKUS
a. Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss)
Merupakan hama prapanen utama penyebab kerusakan terbesar tanaman
padi, terutama pada agroekosistem dataran rendah
dengan pola tanam intensif. Tikus sawah merusak
tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari
semai hingga panen (periode prapanen), bahkan di
gudang penyimpanan (periode pascapanen).
Kerusakan parah terjadi apabila tikus menyerang
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 26
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak mampu
membentuk anakan baru.
Ciri khas serangan tikus sawah adalah kerusakan tanaman dimulai dari
tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, sehingga pada keadaan
serangan berat hanya menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan.
Pengendalian :
Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT (Pengendalian
Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan pengendalian yang didasarkan pada
pemahaman biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan
terus menerus dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang
sesuai dan tepat waktu.
Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama
(berkelompok) dan terkoordinasi dengan cakupan wilayah sasaran
pengendalian dalam skala luas / hamparan. Kegiatan pengendalian tikus
ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus
sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan
tersebut meliputi kegiatan gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS
dan LTBS. Gropyok dan sanitasi dilakukan pada habitat-habitat tikus seperti
sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah
dengan perkampungan. Pemasangan bubu perangkap pada pesemaian dan
pembuatan TBS (Trap Barrier System / Sistem Bubu Perangkap) dilakukan
pada daerah endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal musim
tanam.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 27
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Kegiatan pengendalian yang sesuai dengan stadia pertumbuhan padi antara
lain sebagai berikut :
Cara
Pengendalian
Stadia padi / kondisi lingkungan sawah
Bera Olah
Tanah Semai Tanam Bertunas Bunting Matang
Tanam
serempak
Sanitasi habitat
Gropyok
massal
Fumigasi
LTBS
TBS
Rodentisida
(jika
diperlukan)
Keterangan:
: dilakukan
: difokuskan
LTBS : sistem bubu perangkap linear
TBS : sistem bubu perangkap
b. Tikus Gudang
Tikus merupakan commensal pest atau hama yang telah beradaptasi
dengan lingkungan dan aktivitas manusia, serta menggantungkan hidupnya
(pakan dan tempat tinggal) di lingkungan manusia. Spesies yang sering
ditemukan dalam tempat penyimpanan padi adalah R. argentiventer (tikus
sawah), R. r. diardii (tikus rumah), dan M. Musculus (mencit rumah).
Apabila sanitasi lingkungan tempat penyimpanan kurang terawat, kadang
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 28
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
dijumpai R. norvegicus (tikus got) dan Bandicota indica (tikus wirok) di
saluran-saluran air limbah.
Kerugian ekonomi akibat serangan tikus dalam gudang penyimpanan
meliputi :
1. kerusakan kuantitatif (karena dimakan dan tercecer) dan
2. kerusakan kualitatif (tercemar/kontaminasi dan rusak).
Kontaminasi berupa tercemarnya gabah/beras oleh urine, feses/kotoran,
rambut, dan berbagai patogen terbawa tikus (pes, leptospirosis, murine
thypus dll). Meskipun seekor tikus hanya makan ± 20 gr padi per hari, tetapi
kerusakan mencapai 5 kali lipat akibat kebiasaan mengerat dan perilaku
makan tikus yang hanya mengkonsumsi sedikit-sedikit di tempat yang
berbeda.
Pengendalian :
Pengendalian hama pascapanen merupakan upaya perawatan kualitas agar
mutu padi dalam penyimpanan tetap stabil. Oleh karena itu pengendalian
lebih diutamakan pada pengendalian secara alami dengan mengutamakan
upaya-upaya pencegahan non kimiawi. Prinsip dasar pengendalian hama
pascapanen meliputi penanganan dan pengolahan komoditi yang berkualitas
baik, sanitasi, manipulasi lingkungan fisik, pengelolaan gudang, monitoring,
dan peningkatan kemampuan operasional dan ketrampilan pengelola
gudang.
Dalam pelaksanaannya, tindakan pengendalian dilakukan sebagai berikut :
1. Sebelum padi disimpan dalam gudang :
padi yang akan disimpan harus memenuhi standar kualifikasi, yaitu biji
harus bersih, bernas dan kering (kadar air < 12%), bebas hama, serta
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 29
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
bebas butir pecah. Kondisi awal gabah atau beras yang berkualitas
baik sangat berperan mengurangi serangan hama gudang.
sanitasi gudang, peralatan, kemasan, dan lingkungan sekitarnya.
Sumber infestasi hama dibersihkan, semua peralatan pengolahan,
perabotan gudang, karung dan kemasan, serta bangunan gudang
dibersihkan dari debu, sisa-sisa komoditi dan hama sebelum
digunakan kembali.
pengolahan pascapanen meliputi pemanenan, pengangkutan,
pengeringan, sortasi, pengemasan/ pengepakan harus dilakukan
dengan teknik, peralatan, dan prosedur kerja sesuai standar kualifikasi
agar bebas / tidak terkontaminasi hama dan patogen.
2. Dalam gudang penyimpanan :
monitoring mingguan sebagai dasar pengambilan keputusan
pengendalian. Pemantauan dilakukan terhadap kondisi umum
komoditas, pengambilan sampel, dan kondisi umum bangunan.
sanitasi gudang, peralatan, kemasan, dan lingkungan sekitarnya.
Sumber infestasi hama dibersihkan, semua peralatan pengolahan,
perabotan gudang, karung dan kemasan, serta bangunan gudang
dibersihkan dari debu, sisa-sisa komoditi dan hama sebelum
digunakan kembali.
manipulasi lingkungan fisik gudang. Kondisi lingkungan fisik
diupayakan berpengaruh baik terhadap komoditi tetapi tidak
menguntungkan bagi kelangsungan hidup (survival), kemapanan
koloni (establisment), dan perkembangbiakan (reproduction) hama.
Hama gudang umumnya menyukai kondisi lembab, hangat, aerasi
jelek dan gelap. Areasi gudang yang baik mencegah kelembaban dan
suhu ruang yang tinggi. Dasar stapel dipasang flonder untuk
mencegah air tanah merambat ke komoditi. Gudang dilengkapi
jendela berkasa (anti serangga), sehingga pada siang hari dapat
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 30
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
dibuka dan malam hari ditutup. Gudang juga dilengkapi dengan
lampu-lampu penerang. Suhu gudang dijaga lebih dari 42oC atau
kurang dari 100oC agar hama tidak bertahan hidup. Manipulasi
lingkungan fisik lainnya bisa berupa membuat ruangan kedap udara
(tidak ada aliran udara sama sekali) sehingga hama tidak bisa
melakukan respirasi.
pengelolaan gudang. Teknik penyimpanan yang baik (sistem curah
dalam silo atau sistem karung dengan tumpukan kunci lima),
penerapan sistem first in first out (mengeluarkan / menjual padi yang
disimpan lebih dahulu), menolak padi yang tidak memenuhi standar
kualifikasi, dan tidak mencampur komoditi lama dengan yang baru.
Selain dengan tindakan di atas, perlu dilakukan juga upaya ekslusi yaitu
mencegah masuknya hama dengan cara pemasangan penghalang fisik
(proofing dan barrier) dan pemeriksaan seksama barang yang akan
disimpan. Beberapa contoh pengendalian fisik-mekanis :
pemasangan ram kawat (bermata < 1 cm) pada ventilasi, jendela dan
lubanglubang gudang untuk mencegah masuknya burung dan tikus.
penggunaan bahan kemasan yang kuat agar serangga tidak mampu
menembus.
pengayakan biji-bijian secara manual maupun mesin untuk
membersihkan debu, kotoran lain, butir pecah dan hama bubuk.
penjemuran biji-bijian agar serangga hama mati. Juga mengurangi
kadar air sehingga menekan pertumbuhan dan perkembangbiakan
serangga.
aerasi yang baik untuk mencegah peningkatan suhu dan kelembaban
dalam ruang sehingga perkembangan hama terhambat.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 31
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
menyimpan dalam ruang hampa udara baik dengan / tanpa memakai
gas nitrogen atau karbon dioksida (menghalangi serangga mendapat
oksigen)
menyimpan dalam ruang berpendingin udara (AC) untuk menghambat
metabolisme makhluk hidup.
Penggunaan bahan-bahan kimia (pestisida) untuk membunuh atau
menganggu aktivitas hidup hama gudang sebaiknya merupakan tindakan
terakhir (dilakukan jika usaha lain tidak berhasil) dan didasarkan atas hasil
monitoring. Penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. fumigasi komoditas di bawah sheet terpaulin yang kedap gas.
2. penyemprotan pestisida pada permukaan komoditas, dinding, lantai,
kemasan,dan ruang penyimpanan.
3. mencampur komoditas dengan pestisida bertoksisitas rendah.
Berikut contoh anjuran untuk cara dan dosis fumigasi:
NO CARA FUMIGASI DOSIS ANJURAN
1 Dalam silo kedap gas (untuk penyimpanan
lama)
2 - 4 tablet / ton
2 Komoditas dalam kantong 3 - 5 tablet / ton
3 Karung ditutup sheet/lembaran kedap gas 0,5 -1,5 tablet / m3
4 Fumigasi dalam kantong 1 pellet / 50 kg
5 Fumigasi ruangan atau kamar 0,5 -1 tablet / m3
Fumigasi paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi stadia generatif.
Pada periode tersebut, sebagian besar tikus sawah sedang berada dalam
lubang untuk reproduksi. Metode tersebut terbukti efektif membunuh tikus
beserta anak – anaknya di dalam lubangnya. Rodentisida hanya digunakan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 32
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
apabila populasi tikus sangat tinggi, dan hanya akan efektif digunkan pada
periode bera dan stadium
padi awal vegetatif.
3. GANJUR (Orseolia oryzae Wood-Mason)
Hama ganjur semula bukan merupakan hama
yang serius tetapi sejak tahun 1960 menjadi hama
yang serius. Serangan hama ganjur berat terjadi
pada tahun 1960/61 mencapai 70.000 ha, tahun
1969 seluas 20.000 ha dan tahun 1972/73
mencapai 11.889 ha dengan intensitas serangan
yang relatif tinggi. Tetapi pada tahun 1978
serangan ganjur di Jawa dan luar Jawa cenderung menurun dan telah
menjadi hama yang kurang penting. Serangga ini menyerang titik tumbuh
padi, tunas yang diserang akan terbentuk puru(seperti daun bawang atau
pentil). Sehingga serangan hama ini di beberapa daerah dikenal dengan
nama pentil, hama bawang dan hama mendong. Pada serangan berat tunas
padi akan menstimuler pembentukan tunas baru dan tunas yang terserang
tidak akan terbentuk malai sehingga dapat menyebabkan puso.
Pengendalian
Varietas tanaman padi yang tahan terhadap hama ganjur yang dapat
dianjurkan ke petani masih sangat sedikit diantaranya adalah varietas
Tajum. Beberapa varietas telah diketahui dapat sebagai sumber ketahanan.
Diantaranya W 1263, Leuang. Waktu tanam berpengaruh terhadap serangan
ganjur, pada waktu tanam lambat (bulan Januari) pertanaman padi akan
mendapatkan serangan tinggi. Agar terhindar dari serangan ganjur maka
pertanaman agar dilakukan lebih awal yaitu pada bulan Desember.
Pemupukan, jarak tanam dan pengairan juga berpengaruh terhadap
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 33
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
serangan ganjur. Pemupukan nitrogen yang berlebih menyebabkan
serangan ganjur lebih besar. Demikian pula dengan jarak tanam, pada jarak
tanam, rapat lebih sesuai untuk perkembangan ganjur.
Cara pengendalian dengan menggunakan pestisida dilakukan jika cara
pengendalian lainnya tidak dapat mengurangi serangan. Untuk
menggunakan pestisida agar mempertimbangkan beberapa faktor antara
lain jenis insektisida yang dipergunakan agar spesifik terhadap hama
sasaran, waktu aplikasi dan dosis yang tepat. Jenis insektisida yang dapat
digunakan yaitu Furadan 3 G .
4. KEONG MAS (Pomacea canaliculata L)
Keong mas atau siput murbai (Pomacea canaliculata L) merupakan fauna
lari luar yang diintroduksi sebagai hewan hias. Kelalaian dalam
pemeliharan menyebabkaan keong mas masuk ke sawah dan berkembang
dan menjadi hama. Keong mas merupakan hama baru pada tanaman padi
yang luas sebarannya dan kerusakan tanaman padi terus meningkat. Luas
penyebaran terus meningkat sehingga luas serangan pada tahun 2004 di
seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 16.000 ha (Ditlin, 2005).
Ditinjau dari luas serangan, hama tersebut telah dapat dikelompokan hama
utama sebab lebih luas dari rata-rata serangan tungro dan blas. Sawah
yang diserang keong mas ditandakan oleh adanya daun yang
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 34
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
mengambang, banyak rumpun hilang sehingga lapangan harus disulam
atau diganti.
Selain kerugian secara ekonomis karena harus menyulam tanaman, Secara
teknis juga merugikan karena pertanaman menjadi tidak seragam,
sehingga menjadi subjek hama lain dan matang tidak merata. Selain itu
jika tanaman sulaman berasal dari lingkungan yang terkena penyakit
misalnya penyakit tungro maka akan memperluas penyakit yang
bersangkutan.
Pengendalian :
Pengendalian untuk sawah yang belum terserang ialah mencegah
introduksi dan memelihara keong mas disekitar sawah, sebab kalau sudah
masuk kesawah akan cepat berkembang. Populasi keong 3 sampai 5
ekor/m2 dapat mengurangi populasi tanaman sehingga mengurangi hasil
panen. Pada lahan yang terlanjur ada keong mas, sebaiknya dilakukan
berbagai cara pengendalian secara terpadu (PHT) dan secara
berkesinambungan. Walaupun tanaman sudah besar (lebih dari 30 hari),
pengendalian harus tetap dilaksanakan, hal itu untuk mencegah serangan
pada tanaman musim berikutnya dan lahan sekitarnya.
Komponen teknologi PHT ialah:
1. Pengendalian secara mekanik
Mengambil keong kemudian dimusnahkan atau ditumbuk untuk
pakan ternak, pengambilan keong ini dilakukan dari pratanam
sampai setelah panen.
Mengumpan dengan menggunakan daun talas dan pepaya, keong
yang melekat diambil.
Mengambil dan memusnahkan telur siput pada tanaman
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 35
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
2. Pengendalian secara kultur teknis ialah
Menyebar benih lebih banyak untuk sulaman.
menanam bibit yang agak tua dan jumlah bibit lebih
banyak/rumpun.
membersihkan saluran air dari tanaman air seperti kangkung
mengeringkan sawah sampai 7 hari setelah tanam.
Membuat saluran air (caren) di dalam petakan, keong mas akan
menuju ke caren sehingga mudah untuk mengambil.
3. Pengendalian secara biologis.
Yaitu dengan mengembala bebek setelah panen dan pada saat
tanaman stadia vegetatif, bebek akan makan keong yang masih kecil
kecil .
4. Pengendalian secara kimiawi Apabila populasi keong mas melebihi
ambang kendali (3-5 ekor/m2) dan air sukar diatur atau selalu
tergenang, aplikasi bahan nabati Saponin atau rerak dengan dosis
tergantung tingginya air yaitu 20 sampai 50 kg/ha. Aplikasi lebih efektif
jika dilakukan sebelum tanam. Selain itu beberapa bahan nabati dengan
daya bunuh yang beragam dan mudah didapat dilokasi bisa juga
menggunakan yaitu daun nimba, daun mindi, umbi gadung dan biji teh.
Kecuali gadung, bahan nabati efektifitasnya hanya tiga hari sehingga
keong yang masuk pada lahan yang tiga hari setelah aplikasi pestisida
tidak akan mati.
5. KEPINDING TANAH (Scotinophara coarctata)
Hama kepinding tanah merupakan salah satu hama
potensial pada tanaman padi di Indonesia saat ini.
Populasi dan serangannya relatif kecil tetapi selalu ada
sepanjang waktu di berbagai daerah di Indonesia.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 36
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Kepinding tanah juga bisa menjadi hama utama tanaman padi di daerah-
daerah sawah lebak atau sawah pasang surut yang kondisinya selalu
tergenang air, dengan kelembaban tinggi, terlebih pada musim hujan,
misalnya di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
Serangga kepinding tanah merupakan jenis kepik berwarna hitam kusam
dengan panjang 7-10 mm , lebar 4mm dan biasanya hidup pada tumbuh-
tumbuhan golongan rumput-rumputan (graminae) di antara tanaman padi.
Serangga ini mengisap cairan tanaman pada bagian batang padi, sehingga
dalam jumlah populasi yang tinggi menyebabkan tanaman menjadi kuning
atau merahkecoklatan, akhirnya layu dan mati yang disebut dengan bug
burn. Siklus hidup kepinding tanah berkisar antara 33-41 hari. Telur akan
menetas setelah umur 7 hari. Betina akan bertelur pada 12-17 hari setelah
kawin. Telurdiletakan pada batang padi bagian bawah secara berkelompok
sebanyak 30 butir per kelompok. Serangga dewasa bisa hidup selama 7
bulan, dengan demikian bisa hidup pada dua musim tanam padi melalui
masa istirahat dan bersembunyi pada rerumputan yang kondisinya basah
atau lembab.
Perkembangan populasi kepinding tanah pada tanaman padi sawah diawali
dengan munculnya serangga dewasa pada saat tanaman umur 2-3 minggu
setelah tanam. Populasi ini merupakan populasi migrasi yang berasal dari
rerumputan atau gulma yang tumbuh di daerah basah atau lembab atau
dari tanaman padi yang sudah dipanen apabila pola tanamnya tidak
serempak. Selanjutnya populasi berkembang sejalan dengan
perkembangan tanaman padi, sehingga puncak populasi kepinding tanah
pada tanaman padi akan dicapai pada saat menjelang panen.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 37
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Pengendalian hama kepinding tanah pada tanaman padi sawah relatif sulit,
sehingga aplikasi insektisida menjadi cara yang paling efektif melalui
monitoring populasinya.
1. Cara pengendalian yang prospektif adalah dengan penggunaan
mikoinsektisida berupa cendawan Beauveria bassiana yang
diaplikasikan seperti insektisida kimia karena mampu menekan
populasi hingga 30%.
2. Cara kultur teknis yaitu pengolahan tanah yang baik, pengaturan air
pada tanaman padi (intermitten), penyiangan atau pengendalian
gulma dan sanitasi lingkungan (gulma dan rerumputan) terutama
pada galengan dan tanggul saluran irrigáis, atau pinggiran jalan.
3. Cara fisis dan mekanis seperti lampu perangkap dan pelapasan
bebek/itik di sawah.
4. Cara kimia dengan insektisida seperti Fastac 15 EC, Atabron 50 EC,
Matador 25 EC dan regent 50 SC , dengan volume larutan 400-500
lt/ha.
6. ANJING TANAH (Gryllotalpa hirsuta Burmeister)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 38
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Anjing tanah atau orong-orong merupakan salah satu hama potensial
pada tanaman padi di lahan kering atau sawah pasang surut. Populasi
dan serangannya relatif kecil tetapi seringkali menjadi masalah bagi
pertnaman padi di lahan yang tidak tergenang seperti lahan kering (padi
gogo) atau di lahan sawah pasang surut, misalnya di Sumatera,
Kalimantan dan Jawa. Pertanaman padi yang tergenang dapat terserang
hanya bila terdapat bagian tanah dengan kondisi kering yang menonjol
akibat permukaan air bervariasi. Hama ini merusak dengan cara
memotong tanaman pada bagian pangkal batang yang ada di bawah
tanah dan bagian akar muda sehingga menyebabkan batang menjadi
putus dan busuk (mati). Secara sepintas seringkali keliru dengan gejala
serangan penggerek batang padi. Terowongan anjing tanah tampak
seperti bekas galian tanah.
Gejala :
Serangga anjing tanah merupakan jenis serangga yang hidup di bawah
tanah berwarna kuning kecoklatan dengan panjang 39 -47 mm. Telur
berukuran panjang 2,5 mm diletakkan dalam lubang di bawah tanah.
Nimfa muda hiduop bersama induk jantan sampai instar-2 dan makan
dari humus serta akar tanaman muda. Betina umumnya bersayap pendek
dan bersuara keras selama 15 - 20 menit pada sore dan malam hari.
Akan bertelur pada 12-17 hari setelah kawin. Anjing tanah membuat
terowongan panjang di bawah permukaan tanah
dan menyukai kondisi tanah yang lembab atau basah. Tempat hidup
biasanya di pinggir jalan, pinggir saluran, lahan surjan, kebun-kebun dan
kadang-kadang
pada pot bunga. Makanannya terdiri dari bagian tumbuhan seperti akar
dan batang bagian bawah dan hewan-hewan yang hidup di dalam tanah.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 39
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Namun demikian berdasarkan informasi umum bahwa keuntungan
serbagai predator lebih kecil daripada kerugian sebagai hama perusak
tanaman.
Pengendalian
a. Cara bercocok tanam
Pola tanam
Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang
Pengolahan tanah untuk membunuh larva dan pupa yang ada
di dalam tanah
Pengaturan waktu tanam yaitu menanam pada awal musim
hujan
b. Penggunaan insektisida
Seed treatment, atau perlakuan benih dengan cara memberi
insektisida pada benih yang akan ditanam. Misalnya : Marshall
25 ST
Soil treatment, atau perlakuan tanah yaitu dengan cara
memberikan insektisida pada tanah sebelum tanah itu ditanami
atau pada saat tanam seperti dengan insektisida butiran
(granule) . Contoh : Furadan 3 G
7. BELALANG (Locusta migratoria manilenses Meyen)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 40
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Belalang jenis ini biasanya merusak tanaman dari jenis rerumputan
(grasses) seperti padi, jagung, palem, pisang, tebu, sereh dan bambu.
Serangga berukuran panjang 4-7 cm dengan warna yang bervariasi
terutama stadia nimfa, ada yang hijau, abu-abu kecoklatan atau hitam
dengan orange kuning. Keberadaan belalang biasanya dalam jujmlah
kecil yang disebut fase solitaria, sehingga tidak menimbulkan kerusakan.
Di Indonesia keadaan ini sering ditemukan di berbagai lokasi sampai
pada ketinggian 1750 m. Dalam kondisi tertentu jumlahnya bisa menjadi
kelompok lebih banyak dan bermigrasi yang disebut fase transiens.
Apabila keompok-kelompok tersebut bergabung menjadi rombongan
besar maka terjadi migrasi besar-besaran dan bergerak sangat jauh
disebut fase gregaria. Pada fase inilah kerusakan berat pada tanaman
pertanian terjadi dan masalah menjadi sangat berbahaya apabila migrasi
terjadi ke daerah pertanian terutama tanaman pangan seperti areal padi
dan palawija.
Gejala :
Telur diletakan didalam lubang dalam tanah dengan kedalaman 6 cm.
Panjang. telur 5,5 . 6,0 cm. Betina bertelur selama 6-9 hari dan mampu
memproduksi telur sebanyak 200-270 butir bahkan dilaporkan sampai
500 butir telur. Penetasan telur terjadi setelah umur 17 . 22 hari dan
berkembang menjadi dewasa dalam waktu 1,0 . 1,5 bulan. Betina
matang siap kawin dalam 26 hari dan lama kopulasi 6 hari.
Lama hidup serangga dewasa baik jantan maupun betina rata-rata 3
bulan. Lama periode dari telur ingá telur lagi hádala 70 - 110 hari,
sedangkan dari telur sampai dewasanya mati mencapai 160 hari. Faktor-
faktor yang mendukung terjadinya ledakan hama belalang antara lain :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 41
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Temperatur tinggi dengan kelembaban rendah mempercepat
perkembangannya.
Curah hujan tinggi dengan rendahnya intensitras cahaya matahari
Rendahnya populasi musuh alami seperti nematoda
Kemarau panjang yang menyebabkan kurangnya rerumputan
sehingga mendorong terjadi migrasi ke daerah lebih lembab.
Kebakaran hutan atau padang rumput atau alang-alang lebih
mendorong perkembangannya. Apabila populasi awal tingi maka
terjadi fase gregaria dengan cepat. Pada saat daerah genangan terjadi
maka akan terjadi outbreaks di daerah tersebut.
Pengendalian :
1. Pencegahan dilakukan dengan cara menghindari terbentuknya
tempat-tempat basah atau lembab sebagai tempat bekembang biak.
2. Pengendalian dengan Miko-insektisida seperti Beauveria bassiana
dengan konsentrasi 20 gram (biakan murni) per liter air.
3. Pengendalian cara kimia dengan insektisida seperti Larvin 375 AS,
Buldok 25 EC, Regent 50 SC
8. LUNDI (Phyllophaga (=Holotrichia) helleri Brsk)
Larva menyerang tanaman padi (gogo) di lahan kering pada bagian
perakarannya, akibatnya tanaman padi menjadi laya dan dapat rebah serta
mati. Larva lundi menyerang tanaman palawija lain seperti jagung,
sorgum, tebu, kacang tanah, kacang hijau, kedelai dan ubi kayu, tetapi
secara umum larva lundi lebih menyukai padi gogo.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 42
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Gejala :
Serangga dewasa atau kumbang muncul atau terbang setelah ada hujan
pertama yang cukup lebat, yang menyebabkan tanah cukup lembab. Telur
diletakkan satu persatu di dalam tanah. Stadia telur berkisar 10 - 11 hari.
Stadia larva aktif kurang lebih 5,5 bulan dan larva tidak aktif sekitar 40
hari. Larva membentuk pupa di dalam tanah, stadia pupa kurang lebih 2
bulan.
Pengendalian :
a. Cara bercocok tanam
Pola tanam.
Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang
Pengolahan tanah untuk membunuh larva dan pupa yang ada di
dalam tanah
Pengaturan waktu tanam yaitu menanam pada awal musim
hujan
b. Penggunaan insektisida
Seed treatment, atau perlakuan benih dengan cara memberi
insektisida pada benih yang akan ditanam. Misalnya : Marshall 25
ST
Soil treatment, atau perlakuan tanah yaitu dengan cara
memberikan insektisida pada tanah sebelum tanah itu ditanami
ata upada saat tanam seperti dengan insektisida butiran
(granule). Contoh : Furada 3 G
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 43
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
9. ULAT GRAYAK PADI
Pertanaman padi di lapangan sering diserang oleh berbagai jenis
organisme pengganggu tanaman (OPT) di antaranya oleh ulat grayak.
Jenis ulat grayak yang menyerang pertanaman yaitu Mythimna
(=Pseudalitia, Leucania ) dan Spodoptera (=Lapphygma). Ulat grayak
yang menyerang pertanaman padi adalah jenis Mythimna separata, M.
loreyi dan M. venelba, termasuk famili Noctuidae, ordo Lepidoptera.
Serangannya pada pertanaman padi ditemui secara mendadak dan meluas
pada padi sawah dan lahan kering, dan dapat terjadi sejak tanaman padi
muda sampai padi akan dipanen.
Ulat grayak menyerang tanaman pada malam hari dengan cara memotong
bagian daun padi. Daun yang terserang tinggal kerangka tulang daun,
pada serangan berat tanaman hanya akan tinggal tulang daunnya saja.
Serangan pada stadia tanaman bermalai daun bendera tampak terpotong
kadang-kadang malai padi juga terpotong. Serangan ulat ini dapat,
menyebabkan penurunan hasil panen mencapai 17%.
Gejala :
Ulat grayak bersiklus hidup sempurna maksudnya dari stadia telur -> larva
-> pupa -> imago (serangga dewasa/ngengat). Telur ulat grayak
berkelompok ditutupi senyawa seperti rambut berwarna terang, yang
diletakkan berkelompok kadang-kadang sendiri-sendiri. Periode telur sejak
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 44
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
diletakkan sampai menetas berkisar antara 7 - 9 hari. Pada siang hari larva
bersembunyi pada pangkal tanaman atau dibalik serasah. Disekitar
tanaman yang terserang ditemui kotoran yang berserakan.
Pengendalian:
Serangan ulat grayak yang tiba-tiba dan dapat menimbulkan kerusakan
pertanaman sampai menggagalkan hasil panen maka dilakukanlah upaya
pengendaliannya. Pengendalian ulat grayak padi dilakukan secara preventif
dan kuratif. Tindak preventif yang dilakukan dengan monitoring populasi
ulat grayak pada pertanaman secara berkala; pelestarian musuh alami
dengan aplikasi insektisida secara bijaksana; sanitasi dengan
membersihkan gulma disekitar pertanaman padi daan mengairi sawah
secara berkala untuk merendam larva dan pupa yang bersembunyi.
Sedang tindakan kuratif dilakukan beberapa cara pengendalian yang
diuraikan sebagai berikut.
1. Pengendaalian secara fisik mekanik dengan mengumpulkan larva yang
menyerang tanaman dan mencabut tanaman yang terserang
kemudian memusnahkannya. Untuk mengurangi serangan dapat
dilakukan dengan mengumpulkan ngengat yang tertarik lampu pada
malam hari.
2. Pengendlian secara budidaya. Karena ulat grayak juga menyerang
gulma sebagai inang maka pilih tempat pesemaian bibit yang jauh dari
rerumputan atau gulma. Pada saat pengolahan tanah sebelum tanam,
gulma dan jerami agar dibersihkan (disanitasi) untuk mencegah
migrasi. Tanaman padi yang terserang agar digenangi untuk
memusnahkan larva dan pupa yang bersembunyi di pangkal tanaman.
3. Pengendalian secara hayati. Cara ini dilakukan dengan meningkatkan
peran musuh alami yang memarasit atau memangsa larva - pupa
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 45
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
yaitu jika perlu diaplikasi inesktisida agar dilakukan secara bijaksana.
Mengendalikan larva yang menyerang dengan menggunakan
insektisida biologi berupa jamur dan virus.
4. Pengendalian secara kimiawi. Pada cara ini dapat menggunakan
insektisida kimiawi dan nabati. Agar pengaruh pestisida tidak
menimbulkan efek negatif maka gunakan insektisida nabati. Sedang
jika menggunakan insektisida kimiawi dapat menggunakan yang
berbahan aktif BPMC, furadan atau fenitrothion. Aplikasi disarankan
jika ditemukan larva ulat grayak rata-rata > 2 ekor / m2.
10. WERENG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.)
Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) merupakan hama dari golongan
insekta yang sangat merugikan perpadian di Indonesia. Serangan wereng
coklat yang sangat berarti mengurangi hasil padi secara substansial,
mengakibatkan kelumpuhan perekonomian tingkat petani.
Gejala :
Wereng coklat adalah hama yang r-strategik berkembangbiak secara
sexual mengikuti laju pertumbuhan eksponensial, masa pra peneluran 3-4
hari untuk brakiptera (bersayap kerdil) dan 3-8 hari untuk makroptera
(bersayap panjang). Telur biasanya diletakkan pada jaringan pangkal
pelepah daun, tetapi kalau populasinya tinggi telur diletakkan di ujung
pelepah daun dan tulang daun.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 46
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Nimfa dan imago mencucukkan stilet ke dalam jaringan tanaman dan
mengisap cairan tanaman dari bagian sel floem. Wereng coklat lebih
banyak mengambil cairan tanaman daripada yang ia dapat cerna.
Kelebihan cairan sel yang tinggi kadar gulanya, dikeluarkan dari tubuh
serangga berupa honeydew (embun madu). Embun madu menetes ke
tanaman baian bahah dan merupakan media bagi berkembangnya jamur
Dematium sp dan Cladosporium sp. Bila cairan sel diisap terus menerus
dengan serangga yang mengisapnya banyak, maka tanaman akan mati
kering yang disebut hopperburn. Untuk mencegah tanaman mati kering,
maka perlu pengendalian secara rasional berdasar PHT yang berlaku.
Pengendalian :
Usaha-usaha pengendalian ini meliputi penggunaan varietas tahan,
perubahan cara bercocok tanam, dan penggunaan pestisida. Inpres No.3,
1986 lebih mempertegas kembali pengendalian hama terpadu (PHT) hama
wereng coklat yaitu pola tanam, varietas tahan, sanitasi, dan eradikasi,
serta penggunaan pestisida secara bijaksana. Pada dasarnya pengendalian
wereng coklat menyangkut tiga komponen dasar yaitu a) pengetahuan
biologi dan ekologi serangga, b) penetapan ambang ekonomi/ambang
kendali, dan c) metode pengukuran atau penilaian terhadap
seranganhama.
Komponen dasar tersebut sebagian besar sudah diketahui. Maka sistem
pengelolaan itu harus dapat dikembangkan dengan baik.
1. Hindari penggunaan pupuk nitogen yang berlebihan, lebih baik
gunakan pupuk berimbang.
2. Pertanaman tidak terus tergenang, gunakan irigasi intermitten
(selang-seling= gursat) akan mengurangi 50% populasi wereng.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 47
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Varietas tahan. Pengendalian wereng coklat yang pertama kali harus
menggunakan varietas tahan yang disesuaikan dengan biotipe wereng
yang dihadapinya.
3. Varietas tahan mempunyai andil yang sangat besar karena dapat
mereduksi populasi wereng coklat.
4. Musuh alami. Hindari penggunaan insektisida untuk meningkatkan
kerja parasitoid dan predator. Parasitoid yang banyak didapat adalah
Anagrus optabilis, Oligosita, Paracentrobia andoi, dan Elenchus
yasumatsui. Predator yang banyak didapat adalah Pseudogonatopus
sarawaki, Haplogonatopus sp, Cirtorhinus lividipennis, Micraspis sp,
Casnodea sp, Paederus fuscifes, Labalaba, dan Capung.
5. Teknologi pengendalian hama menggunakan ambang ekonomi
berdasar musuh alami.
11. WERENG PUNGGUNG PUTIH
Gejala :
Wereng punggung putih meletakan telur secara berkelompok
pada jaringan pelepah daun, tetapi apabila populasinya tinggi,
telur akan diletakan pula pada jaringan tulang daun. Serangga
muda disebut nimfa yang mirip dengan serangga dewasanya.
Perkembangan dari nimfa menjadi dewasa mengalami empat kali
pergantian kulit, sehingga jumlah instarnya sama dengan jumlah
ganti kulit ditambah satu, menjadi lima instar.
Pengendalian :
1. Hindari penggunaan pupuk nitogen yang berlebihan, lebih baik
gunakan pupuk berimbang.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 48
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
2. Pertanaman tidak terus tergenang, gunakan irigasi intermitten
(selang-seling= gursat) yanga akan mengurangi populasi wereng.
3. Musuh alami. Hindari penggunaan insektisida untuk meningkatkan
kerja parasitoid dan predator. Parasitoid yang banyak didapat adalah
Anagrus optabilis dan Oligosita. Predator yang banyak didapat adalah
Pseudogonatopus sp, Haplogonatopus sp, Cirtorhinus lividipennis,
Micraspis sp, Casnodea sp, Paederus fuscifes, Laba-laba, dan Capung.
12. PELIPAT DAUN PADI
Hama pelipat daun (leaf folder) ada 4 jenis yaitu Cnaphalocrosis
medinalis Guenee, Marasmia exigua (Butler), M. Patnalis (Bradley), dan M.
Ruralis (Walker).
Hama Pelipat daun umumnya dijumpai pada tanaman padi, namun
kadangkadang ditemukan pada jagung, shorgum, dan tebu. Hama pelipat
daun padi merupakan hama potensial dan nilai ekonomisnya berangsur
naik sejalan dengan sering ditemukan gejala serangan yang tinggi.
Gejala :
Panjang serangga dewasa adalah 10-12 mm dan lebarnya dengan
rentangan sayapnya 13-15 mm. Warnanya coklat muda Pada siang hari
serangga ini bersembunyi dan di malam hari aktif tertarik cahaya lampu.
Umumnya waktu kopulasi antara senja dan tengah malam. Serangga
betina meletakkan telur mulai 1-2 malam setelah kopulasi. Ngengat betina
biasanya hidup selama 10 hari dan meletakkan telur sampai 300 butir.
Telur diletakkan pada malam yang berbeda sepanjang tulang daun
sebanyak 10-12 butir.
.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 49
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Pengendalian :
1. Hindari penggunaan pupuk nitogen yang berlebihan, lebih baik
gunakan pupuk berimbang.
2. Hindari tanaman padi dari peneduh
3. Hindari penggunaan insektisida untuk meningkatkan kerja parasitoid
dari famili Braconidae seperti Apanteles angustibasis, A. Cypris,
Chelonus munakatae, Macrocenturs philippinensis. Dari Famili
Ichneumonidae seperti Temelucha stangli, Trichomma cnaphalocrosis.
Dari famili Elasmidae seperti Elasmus sp. Demikian juga laba-laba
menjadi predatornya.
4. Gunakan insektisida bila serangan sudah mencapai amban ekonomi
yaitu kerusakan daun pada vegetatif sebesar 13% dan saat generatif
kerusakan daun sebesar 5%.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 50
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
13. ULAT KANTUNG PADI
Ulat kantung padi Nymphula depunctalis Guenee disebut rice caseworm
(Inggris) dan di Indonesia diaebut hama putih.
Pengendalian
1. Pertanaman tidak terus tergenang, gunakan irigasi intermitten
(selang-seling = gursat)
2. Saat tanam gunakan bibit tua.
3. Pada saat serangan, keringkan lahan sawah selama 3-6 hari akan
membantu membunuh larva
4. Hindari penggunaan insektisida untuk meningkatkan kerja parasitoid
seperti Docnusa sp (braconidae), Hydrophilus affinis (Hydrophilidae),
dan laba-laba.
5. Gunakan insektisida bila serangan sudah mencapai amban ekonomi
yaitu kerusakan daun sebesar 15%.
14. LALAT PADI HYDRELLIA
Hydrellia merupakan genus dari famili Ephydridae (Diptera). Anggota dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 51
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
genus ini tertarik pada habitat segar, biasanya hidup dekat air atau areal
berkabut. Semua hydrellia adalah penggorok batang dan daun, biasanya
menyerang tanaman air. Sekarang paling tidak dikenal 3 spesies hydrellia
yang menyerang tanaman padi.
Serangga dewasa berwarna abu-abu kotor, panjang tubuh betina 1.8-2.3
mm, tetapi serangga jantannya lebih kecil. Telur diletakkan terpisah pada
salah satu permukaan daun, bentuknya silinder dan
berwarna putih panjangnya 0.72-0.76 dan lebarnya
0.17-0.20 mm (Pathak, 1977). Larva yang baru
menetas bergerak ke daun pusat dan mulai makan sisi
dalam daun yang sedang berkembang. Larva berwarna
hijau kekuningan. Periode larva adalah 10-12 hari.
Pupa berada di lubang batang, periode pupa 7-10 hari. Perkembangan
dari telur sampai dewasa biasanya 26-28 hari. Hama ini berkembang
pada saat tanaman muda, tetapi umumnya menjadi masalah mulai
tanam sampai waktu bunting dan larvanya dapat memakan panikel yang
sedang berkembang disaat padi bunting, sehingga merugikan. Hama ini
selalu ada sepanjang tahun.
Pengendalian :
1. Irigasi intermitten pada 30 hari pertama sejak tanam dapat
mengurangi telur yang diletakkan oleh imago betina.
2. Saat tanam gunakan bibit tua
3. Hindari penggunaan insektisida untuk meningkatkan kerja parasitoid
seperti Trichogramma sp, Tetrastichus sp, Opius sp, Dolichopus, dan
laba-laba.
4. Gunakan insektisida bila serangan sudah mencapai amban ekonomi
yaitu kerusakan daun sebesar 19%.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 52
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
15. WERENG HIJAU
Kepadatan populasi wereng hijau di daerah tropik, terutama pada pola
tanam tidak serempak senantiasa terpelihara rendah, sehingga jarang
dilaporkan menyebabkan kerusakan secara langsung. Wereng hijau
menjadi hama penting tanaman padi karena kemampuannya menularkan
virus penyebab penyakit tungro.
Wereng hijau di Indonesia ada empat spesies. Wereng hijau spesies
Nephotettix virescens Distant adalah vektor yang paling efisien
menularkan komplek virus penyebab penyakit tungro dibandingkan
dengan spesies N. nigropictus, N. malayanus dan N. parvus. Saat ini N.
virescens mendominasi komposisi spesies wereng hijau di Pulau Jawa
dan Bali. N. nigropictus terutama pada musim hujan kadang-kadang
mendominasi komposisi spesies wereng hijau di Kalimantan Selatan dan
pada beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan ada kecenderungan
pergeseran dominasi N. virescens ke N. nigropictus. Intensitas serangan
penyakit tungro sangat erat hubungannya dengan fluktuasi populasi
vektor, apabila ada sumber virus. Fluktuasi kepadatan populasi wereng
hijau bulanan dalam satu tahun menyerupai persentase tanaman
terinfeksi tungro.
Dengan petunjuk tersebut pemahaman dinamika populasi vektor sangat
penting untuk melengkapi pemahaman epidemiologi penyakit tungro.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 53
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Pengendalian :
Pengendalian wereng hijau senantiasa dikaitkan dengan pengendalian
penyakit tungro. Komponen pengendalian wereng hijau yang berdampak
pada penekanan kepadatan populasi, pemencaran dan kemampuan
mengisap adalah sebagai berikut:
a. Pra-Tanam
1. Tanam serempak mengurangi sumber tanaman sakit dan
membatasi waktu berkembang biak vektor penular patogen.
Untuk mengurangi serangan penyakit tungro, tanaman serempak
dianjurkan minimal luasan 20 ha berdasarkan gradasi penyebaran
penyakit (disease gradient) dari satu sumber inokulum.
2. Tanam pada saat yang tepat dimaksudkan untuk membuat
tanaman terhindar dari serangan pada saat tanaman peka.
Tanaman padi diketahui peka terhadap infeksi virus tungro saat
tanaman berumur kurang dari satu bulan setelah tanam. Dengan
mengamati pola fluktuasi populasi wereng hijau dan intensitas
serangan tungro bulanan sepanjang tahun, akan diketahui saat-
saat ancaman paling serius oleh penyakit tungro. Waktu tanam
diatur sehingga pada saat ancaman tungro serius, tanaman sudah
berumur lebih dari 1 bulan setelah tanam.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 54
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
3. Varietas tahan penyakit tungro diklasifikasikan tahan terhadap
wereng hijau sebagai penular (vektor) patogen tersebut diatas
dan tahan terhadap virus yang merupakan patogen penyebab
penyakit tungro.
4. Gulma, singgang, ceceran gabah saat panen yang tumbuh (voluntir)
dapat menjadi inang serangga maupun patogen pada saat
tanaman padi tidak ada di pertanaman. Wereng hijau spesies N.
virescens hanya dapat melengkapi siklus hidupnya dengan baik
pada tanaman padi. Sedangkan wereng hijau spesies lainnya
seperti N. nigropictus dan N. Malayanus lebih baik
perkembangannya pada gulma. Virus tungro disamping dapat
menginfeksi padi, juga bisa ditularkan oleh wereng hijau kepada
gulma.
Keberadaan ketiga wereng hijau tersebut dan gulma menyebabkan
penyakit tungro endemis di lokasi tersebut. Disarankan petani membuat
pesemaian setelah lahan dibersihkan atau tanam padi dengan cara tabur
benih langsung (tabela). Pada cara tanam padi dengan tabela, lahan
dibersihkan dan diratakan terlebih dahulu sebelum benih ditabur. Dengan
demikan wereng hijau dan inokulum tungro khususnya telah berkurang
pada awal pertumbuhan tanaman.
b. Tanam
1. Predator mematikan serangga dengan cara memakan
(menggigitmengunyah) misalnya dari jenis laba-laba maupun dengan
cara mengisap seperti dari jenis kepik. Jenis predator yang
dihandalkan untuk mengendalikan wereng adalah dari jenis laba-laba
(Lycosa) dan kepik (Cyrtorhinus, Microvelia). Laba-laba sulit dibiakkan
massal karena sifatnya yang kanibal. Predator dari jenis kepik dapat
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 55
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
diperbanyak dengan cara yang lebih mudah dibandingkan dengan
jenis laba-laba, sehingga dapat dilepas dengan teknik inudasi.
2. Tanam jajar legowo menyebabkan kondisi iklim mikro dibawah kanopi
tanaman kurang mendukung perkembangan patogen. Pada tanaman
padi dengan sebaran ruang legowo, wereng hijau kurang aktif
berpindah antar rumpun, sehingga penyebaran tungro terbatas.
3. Pengeringan sawah akan mendorong wereng hijau untuk berpindah
tempat. Pengeringan sawah yang terkena tungro akan mempercepat
penyebaran penyakit.
4. Patogen menginfaksi serangga (entomopathogent) sehingga
menyebabkan kematian pada serangga. Patogen serangga ada 3 jenis
yaitu jamur, bakteri dan virus). Patogen dari jenis jamur yang telah
dikembangkan untuk mengendalikan wereng hijau adalah Metarhizium
dan Beuveria. Jamur entomopatogen menekan penyebaran penyakit
tungro oleh wereng hijau dengan triple actions yaitu melalui menekan
kemampuan pemencaran wereng, secara langsung dapat mematikan
dan secara tidak langsung dengan pengurangan keperidian betina.
5. Penyemprotan pestisida dapat menekan populasi wereng hijau yang
berarti akan mengurangi kecepatan penyebaran virus. Pestisida yang
dapat digunakan untuk mengendalikan wereng hijau ada yang dari
jenis nabati. Tanaman yang digunakan untuk mengendalikan wereng
hijau (insektisida nabati) misalnya nimba. Sedangkan pestisida kimia
dengan bahan aktif imidakloprid atau tiametoksam dapat digunakan
menekan populasi secapatnya dalam keadaan diatas ambang kendali.
Penggunaan pestisida nabati seperti halnya agens hayati harus
dilakukan sejak awal tanpa menunggu kondisi melampaui ambang
kendali.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 56
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
16. Penggerek Batang Padi
Penggerek batang padi merupakan serangga hama pada pertanaman
padi pada beragam ekosistem. Di Indonesia intensitas dan luas serangan
penggerek batang berfluktuasi antar tahun, namun merupakan hama
utama yang serangannya terluas diantara serangga hama padi. Gejala
serangan pada stadia vegetatif menyebabkan matinya pucuk ditengah
dan disebut sundep.
Kehilangan hasil akibat serangan penggerek batang padi pada stadia
vegetatif tidak terlalu besar karena tanaman masih dapat
mengkompensasi dengan membentuk anakan baru. Berdasarkan simulasi
pada stadia vegetatif, tanaman masih sanggup mengkompensasi akibat
kerusakan oleh penggerek sampai 30%.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 57
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
Gejala :
Gejala serangan pada stadia generatif menyebabkan malai muncul putih
dan hampa yang disebut beluk Kerugian hasil yang disebabkan setiap
persen gejala beluk berkisar 1-3% atau rata-rata 1,2%. Kerugian yang
besar terjadi bila penerbangan ngengat bersamaan dengan stadia
tanaman bunting.
Pengendalian :
Sebagai tindakan preventif dalam pengendalian penggerek batang padi,
memantau fluktuasi populasi penggerek batang perlu dilakukan secara
rutin. Untuk memantau fluktuasi populasi penggerek batang padi yang ada
di dalam areal pertanaman padi dapat menggunakan seks feromon.
Sementara untuk memantau fluktuasi populasi penggerek batang padi
yang berasal dari migrasi dari luar daerah dapat menggunakan light trap
(perangkap cahaya).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau 58
Pengendalian Hama & Penyakit Utama Tanaman Padi Mendukung IP Padi 400 2010
DAFTAR PUSTAKA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN, 2008. Modul
Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi. 36 hal.
BALAI PENELITIAN TANAMAN PADI. 2004. Inovasi Teknologi untuk
Peningkatan Propduksi padi dan Kesejahteraan Petani. 23 hal.
MAKARIM, A.K., IRSAL LAS, A.M. FAGI, I.N. WIDIARTA, DJUBER P. 2004.
Padi Tipe Baru. Budidaya dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 48 hal.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN. 2007.
Petunjuk Teknis Hama Penyakit. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
SUPRIATNA, A. , SADIKIN, I., Kinerja Pengendalian Hama Padi Sawah
Pasca Introduksi Teknologi Pengendalian Hama Terpadu. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
SIREGAR, A. Z. 2007. Hama – hama Tanaman Padi. Universitas Sumatera
Utara. Medan Sumatera Utara.