Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PELUANG BUDIDAYA
TANAMAN PADI Sebagai Penyedia Beras dan Pakan Ternak Menunjang
Kedaulatan Pangan
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian
ilmu pengetahuan; iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,
kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PELUANG BUDI DAYA
TANAMAN PADI Sebagai Penyedia Beras dan Pakan Ternak Menunjang
Kedaulatan Pangan
Jamilah
PELUANG BUDIDAYA TANAMAN PADI SEBAGAI PENYEDIA BERAS DAN PAKAN TERNAK MENUNJANG
KEDAULATAN PANGAN
Jamilah
Desain Cover : Dwi Novidiantoko Tata Letak Isi : Emy Rizka Fadilah Sumber Gambar : www.pexels.com
Cetakan Pertama: Agustus 2017
Hak Cipta 2017, Pada Penulis
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2017 by Deepublish Publisher All Right Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com E-mail: [email protected]
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
JAMILAH
Peluang Budidaya Tanaman Padi sebagai Penyedia Beras dan Pakan Ternak Menunjang Kedaulatan Pangan/oleh Jamilah.--Ed.1, Cet. 1-- Yogyakarta: Deepublish, Agustus-2017.
viii, 84 hlm.; Uk:17.5x25 cm ISBN 978-Nomor ISBN 1. Pertanian I. Judul
630
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah buku ini sudah ditulis, dengan harapan bisa menjadi
bahan rujukan, sumber informasi bagi mahasiswa atau siapa saja yang
membutuhkan tentang budidaya padi. Pada buku ini dijelaskan teknik
budidaya padi, permasalahan padi di Indonesia, dan kondisi produksi
beras hingga data 10 tahun terakhir. Hal yang terpenting yang harus
diketahui bahwa hasil padi selama 10 tahun tidak meningkat secara
signifikan, walaupun teknologi sudah sangat berkembang dalam budidaya
padi sawah. Oleh sebab itu dalam buku ini menjelaskan bagaimana hasil
dari budidaya padi bisa ditingkatkan dan mensejahterakan bangsa
khususnya masyarakat petani di Indonesia.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kemenristek Dikti yang
telah memfasilitasi kegiatan penulisan buku ini dan sangat memberikan
perhatian dalam rampungnya penulisan buku ini. Buku ini telah ditulis
setelah melalui berbagai kajian atau riset sehubungan dengan hal
tersebut. Riset tersebut telah di danai oleh Ristek Dikti melalui skim hibah
Strategis Nasional, buku ini dapat wujud sesuai harapan. Demikian juga
ucapan terima kasih disampaikan kepada bapak Koordinator Wilayah 10,
yang telah memfasilitasi semua kegiatan penelitian sehingga lancar sesuai
dengan harapan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak
Rektor, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Ka
Prodi Agroteknologi Universitas Tamansiswa yang telah membantu
menyiapkan segala kebutuhan dan sarana serta prasarana sehingga
tulisan ini menjadi layak untuk disajikan s ebagai bahan bacaan ilmiah.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Drs.
Hasymi, yang telah sabar membantu menyelesaikan segala yang
berhubungan dengan riset, penulisan artikel, buku sehingga tulisan ini
sudah diwujudkan dalam bentuk buku ajar. Tak lupa juga ucapan terima
kasih disampaikan kepada semua mahasiswa khususnya Prodi
Agroteknologi yang telah membantu menolong riset baik di laboratorium,
bengkel, serta di lapangan, sehingga kegiatan tersebut telah terlaksana
dengan baik dan lancar.
Demikian yang dapat disampaikan, semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan dunia pertanian khususnya budidaya
vi
padi yang bisa menjadi andalan bagi penyedia hijauan pakan ternak, dan
produksi beras bagi bangsa Indonesia. Buku ini diharapkan menjadi solusi
dalam permasalahan pengadaan hijauan pakan ternak dalam upaya
pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia di Indonesia.
Buku ini masih sarat dengan berbagai kekhilafan dan kesalahan,
sangat diharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tulisan ini menjadi
jauh lebih baik dan layak untuk dibahas serta menjadi acuan penulisan
karya ilmiah atau pengembangan pengetahuan khususnya bidang
pertanian di Indonesia.
Padang, Agustus 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
BAB I Pendahuluan ......................................................................... 1
BAB II Tanaman Padi ....................................................................... 7
A. Deskripsi Tanaman Padi ......................................................... 7
B. Teknik Budidaya Padi Sawah ................................................ 11
BAB III Pangkas (Ratun) .................................................................. 37
A. Pengertian Pangkas (Ratun) ................................................. 37
B. Pemangkasan Tanaman Padi Sebagai Hijauan
Makanan Ternak .................................................................. 42
BAB IV Pupuk dan Pemupukan ....................................................... 47
A. Pengertian Pupuk ................................................................ 47
B. Mekanisme Serapan Hara yang Berasal dari Pupuk
oleh Daun Tanaman ............................................................. 49
BAB V Tanah .................................................................................. 57
A. Pengertian Tanah ................................................................. 57
B. Batuan/mineral .................................................................... 58
C. Penyusun Tanah Organik dan Anorganik .............................. 61
D. Mineral Primer dan Fungsinya dalam Lingkungan ................ 66
E. Jenis-jenis Tanah di Dunia .................................................... 72
F. Pemanfaatan Jenis Tanah dalam Budidaya Padi
Sawah .................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 81
TENTANG PENULIS ................................................................................ 84
viii
1
BAB I
Pendahuluan
Tanaman padi bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun
bangsa Indonesia memiliki tanaman padi sebagai tanaman penyedia
pakan pokok yang sangat dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia. Tanaman
padi (Oryza sativa L.) adalah nama tanaman yang menjadi primadona bagi
bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia
memposisikan tanaman padi sebagai tanaman penyedia pangan pokok,
sehingga budidayanya menjadi hal yang penting untuk diketahui dan
dikembangkan. Indonesia memiliki lahan untuk ditanami padi cukup luas
dan lebih luas dibandingkan komoditi lainnya. Perkembangan luas lahan
sawah untuk tanaman padi bisa dilihat perkembangannya pada 2003-
2013 disajikan pada Tabel 1. Jika dilihat perkembangannya luas lahan
sawah di Indonesia, maka terjadi peningkatan luas lahan sawah selama 10
tahun mulai tahun 2003- 2013, mencapai 2,99%.
Oleh karena terjadi peningkatan luas lahan sawah hingga tahun
2013, maka terjadi peningkatan hasil padi sejak tahun 2003 hingga tahun
2015 mencapai 44,61%, disajikan pada Tabel 2.
Jika dilihat perkembangan hasil padi Indonesia rata-rata per hektar,
mulai tahun 2003 -2015, maka selama 12 tahun terjadi peningkatan
sebesar 17,69%. Jika dirata-ratakan peningkatan hasil setiap tahunnya,
maka terjadi peningkatan hasil padi setiap tahun hanya 1,47%, disajikan
pada Tabel 3.
Jika dibandingkan dengan kebutuhan beras per kapita penduduk
Indonesia maka produksi beras pertahun tidak mengalami surplus.
Menurut data BPS (2015) kebutuhan beras per kapita (setiap orang -
maknanya dari kamus Besar Bahasa Indonesia) sebanyak 98 kg/tahun. Jika
jumlah penduduk Indonesia dari laporan BPS (2015) sebanyak 257,6 juta
jiwa, maka kebutuhan beras seluruh penduduk Indonesia sebanyak
25.244.800.000 kg atau 25.244.800 ton/tahun. Jika dilihat pada Tabel 5,
produksi beras Indonesia mencapai 75.397.841 ton/tahun.
2
Tabel 1. Luas Lahan Sawah menurut Provinsi (2003-2013)
3
Tabel 2. Produksi Padi di Indonesia Sejak Tahun 2003 sampai dengan 2015
4
Tabel 3. Hasil padi menurut provinsi di Indonesia selama 13 tahun mulai 2003- 2015
5
Oleh sebab itu bisa dikatakan beras Indonesia mengalami surplus
sebanyak 50.153.041 ton/tahun. Akan tetapi selama 10 tahun terakhir
Indonesia terus saja mengimport beras dari beberapa negara tetangga
dengan berbagai alasan, antara lain menekan fluktuasi harga. Dari laporan
CNN Indonesia, impor beras Idonesia cukup tinggi hingga mencapai
176.227 ton atau senilai US$ 76,2 juta pada Januari – Juni tahun 2014.
Pada tahun 2013, Indonesia mengimpor beras dari Vietnam sebesar36,3%
dari total kebutuhan beras Indonesia (https: //www.cnnindonesia.com/
ekonomi/20140809160536-92-1344/ini-rincian-impor-beras-di-indonesia-
2013-2014). Impor beras di Oktober 2016 mencapai 17,19 juta kg (http:
//nasional.kompas.com/read/2015/11/18/20543911/Tahun.2016.Indone
sia. Buka.Peluang.Impor.Beras.dari.Pakistan).
Namun demikian hasil padi masih bisa juga ditingkatkan melebihi
hasil rerata Indonesia. Hal ini tentu saja dilakukan dengan metoda yang
tepat, mulai dari pemilihan benih, pengolahan tanah yang tepat,
penggunaan pupuk yang sesuai, serta pola budidaya yang mumpuni. Dari
beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Jamilah et al
(2014,2015,2016) bahwa hasil padi dapat ditingkatkan hingga mencapai 8
t/ha, jika dilakukan budidaya tanaman dengan baik. Hasil padi yang
maksimal dicapai jika tanaman mendapatkan semua kebutuhan hidupnya,
mulai dari nutrisi, udara, cahaya matahari, air dan lain sebagainya. Oleh
sebab itu ada beberapa hal yang harus dilakukan agar tanaman
mendapatkan kebutuhan hidupnya tersebut.
Ada beberapa teknis untuk menetapkan banyaknya hasil panen
yang akan dihasilkan. Panen yang akan dihasilkan sebaiknya harus
ditargetkan lebih awal. Kesalahan yang paling penting adalah jika
menanam padi hanya melakukan secara ritual pola lama tanpa ada
perbaharuan. Namun sebaiknya yang benar adalah dengan menargetkan
hasil yang maksimal. Oleh sebab itu ada kiat untuk menentukan hasil padi
yang tinggi ataupun rendah. Melalui penghitungan dari beberapa
parameter, antara lain; jumlah anakan produktif per meter per segi,
panjang malai, jumlah bulir per malai, bobot 1000 butir gabah, persentase
gabah bernas per malai. Melalui beberapa parameter ini, sudah dapat
ditetapkan hasil padi tinggi atau rendah. Beberapa parameter ini dapat
disiasati melalui; antara lain; menggunakan varietas unggul. Beberapa
varietas unggul yang beredar di Indonesia, memiliki banyak keunggulan
6
dan dapat dipilih dan dilihat dari potensi deskripsi tanaman tersebut.
Selanjutnya, hal yang penting dan jangan pula dilupakan adalah mengatur
jarak tanam di lapangan.
Berbagai pola jarak tanam sudah dikenal masyarakat, baik ubinan
sempit, ubinan lebar, jajar legowo, dan lain-lain. Yang paling penting
harus diperhatian adalah, semakin banyak populasi tanaman padi di
lapangan, maka akan semakin banyak malai yang dihasilkan, asalkan ada
beberapa syarat yang penuhi antara lain; jarak tanam rapat yang tidak
menjadi sifat berkompetisi (bersaing) antar tanaman, tidak menjadi
tempat persembunyian hama, tidak berkompetisi dengan gulma, tidak
pula salin menaungi ataupun ada tanaman permanen yang menaunginya.
7
BAB II Tanaman Padi
A. Deskripsi Tanaman Padi Sosok tanaman padi yang menampilkan profil lengkapnya. Daun
berbentuk pedang tergolong berdaun sempit, dan berpotensi
menghasilkan anakan yang banyak (Gambar 1).
Gambar 1. Tanaman padi ladang (padi gogo) saat memasuki fase primordial bunga (atas) dan saat berbunga (bawah).
8
Gambar 2. Proses Fotosintesis
Fotosintesis adalah suatu proses komplek dari sintensis atau
pembentukan bahan makanan organic. Peristiwa ini merupakan suatu
proses oksidasi dan reduksi. Pada peristiwa ini, air dioksidasi dan CO2
direduksi untuk menjadi karbohidrat. Fotositensis berlangsung dalam 2
tahap yaitu 1. Reaksi terang dan 2 reaksi gelap.
1. Reaksi terang adalah langkah pertama dari kegiatan fotosintesis,
dimana air diurai dalam molekul khlorofil menjadi ion H+ dan OH-
pada suasana terang. Hal ini akan membentuk tenaga assimilatory
(kemampuan untuk mengasimilasi) sepeti NADPH2 dan ATP,
kegiatan ini berlangsung di dalam Grana Khloroplast. Reaksi gelap
adalah tahap ke dua di dalam mekanisme fotosintesis. Proses kimia
dari kegiatan fotosinetsis ini berlangsung tidak ditentukan oleh
cahaya, oleh sebab itu kegiatan ini disebut sebagai reaksi gelap.
Kegiatan ini berlangsung di dalam Stroma Khloroplast.
2. Rekasi gelap pada kegiatan fotosintesis murni secara enzimatik dan
proses ini lebih lambat dibandingkan reaksi terang, 2 tipe dari
reaksi siklik terjadi yaitu siklus Calvin atau siklus C3 dan siklus Hatch
Slack atau siklus C4. Pada rekasi gelap, gula dibentuk dari CO2.
Karbon dioksida yang miskin energi ini difiksasi untuk menjadi
karbohidrat yang kaya energy dengan menggunakan senyawa ATP
yang kaya energi dan tenaga pengassimilasi NADPH2 yang berasal
9
dari reaksi terang. Blackman pertama sekali membuktikan adanya
reaksi gelap tersebut, sehingga dikenal dengan reaksi Blackman.
Tabel 4. Reaksi Terang Versus Reaksi Gelap
No Reaksi Terang Reaksi Gelap
1 Tempat berlangsungnya khloroplast
Stroma dar khloroplast
2 Prosesnya tergantung pada cahaya melibatkan 2 fotosistem yaitu FS I dan FS II
Proses ini tidak membutuhkan cahaya dan tidak melibatkan fotosistem
3 Terjadi fotolisis air dan oksigen dibebaskan
Fotolisis air tidak terjadi, dan CO2 diserap
4 ATP dan NADPH diproduksi dan kemudian berguna menjadi pengantar pada reaksi gelap
Glukosa dihasilkan, NADP reduksi dioksidasi
Tanaman padi tergolong tanaman C3, artinya melakukan
fotosistensis pada kondisi yang tidak perlu maksimal cahaya matahari
yang tinggi. Kebanyakan tanaman di dunia ini tergolong pada tanaman C3,
bahkan sekitar 85 - 95% dari semua populasi tanaman, sisanya sekitar 3%
tergolong tanaman C4 dan hanya 8% diidentifikasi sebagai tanaman CAM
(Moore et al. 2003; Simpson 2010). Pada Gambar 3 dan 4 membuktikan
perbedaan antara metabolisme dari tanaman C3, C4 dan CAM. Beberapa
tanaman yang tergolong C3, selain tanaman padi, kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, juga tanaman tingkat tinggi lainnya. Tergolong tanaman C4
antara lain; jagung, sorghum, gandum,
Gambar 3. Penampang Batang Tanaman
Arti dari beberapa istilah di dalam gambar; xilem (pembuluh kayu);
phloem (pembuluh batang); guard cell (sel penjaga); air space (rongga
10
udara; chloroplast); epidermal cell (sel kulit luar); mesophyll cells (sel
jaringan dasar); bundle sheath cell (sel selubung bundel); stoma (mulut
daun).
Gambar 4. Perbedaan Tanaman C3 dan C4
Tabel 5. Perbedaan tanaman C3 dan C4 sebagai berikut:
No Tanaman C3 Tanaman C4
1 daun tidak memiliki anatomi Krans Daun memiliki anatomi Krans
2 chloroplast tidak memiliki reticulum peripheral
chloroplast memiliki reticulum peripheral
3 chloroplast adalah berasal dari 1 tipe (monomorfik)
chloroplast adalah berasal dari tipe dimorfik
4 bundel sheet cell biasanya tidak mengandung chloroplast
bundel sheet cell biasanya memiliki chloroplast prominen
5
pada tanaman tingkat tinggi, operasi siklus C3,adalah semua granal yang mempunyai keduanya yaitu fotosistem 1 dan II.
Ada 2 tipe khloroplast, granal di dalam sel mesofil dan agranal di dalam sel bundle sheet. Mereka kekurangan fotosistem II.
6 sel mesofil menyelenggarakan fotosintesis dengan lengkap
Sel mesofil hanya menyelenggarakan fiksasi awal
7 penyelengaraan fotosintesis, apabila stomata membuka
penyelengaraan fotosintesis, bahkan terjadi pada saat stomata tertutup
8 tanaman C3, kurang efisien dalam fotosintetik
tanaman C4, lebih efisien dalam fotosintetik
11
Gambar 5. Mekanisme Metabolisme Tanaman C4 dan CAM
B. Teknik Budidaya Padi Sawah Kegiatan budidaya padi sawah dimulai dengan persiapan benih padi
yang berkualitas baik. Persiapan lahan sawah yang sudah diolah
sedemikian rupa sehingga sesuai untuk media pertumbuhan padi.
Pemeliharaan tanaman padi mulai dari persemaian benih, bibit dan
tanaman padi fase vegetatif, generatif dan masuk pada fase panen.
Teknik budiaya padi sawah yang umum sudah lama dilakukan oleh nenek
moyang bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilihat dengan luasnya sawah yang
terbentang indah mulai dari bagian Barat Indonesia seperti Aceh hingga
bagian Timur Indonesia mencapai Papua. Rerata usia sawah milik petani
sudah ribuan tahun lamanya, dan kondisinya masih seperti sedia kala.
Persemaian Benih Padi
Benih padi disemaikan terlebih dahulu dipersemaian. Persemaian
benih menjadi bibit padi biasa dilakukan jika padi akan ditanaman
12
disawah. Persemaian benih padi dilakukan harus memperhatikan
beberapa hal yaitu;
a. Persiapan media semai
b. Pemilihan benih yang bernas
Media semai harus senantiasa lembab atau basah, agar kecambah
yang tumbuh tidak kekeringan. Ketebalan media semai sangat ditentukan
oleh umur bibit dipersemaian. Secara konvensional petani membiarkan
umur bibit hingga 21 hari (3 minggu) maka media semai minimal
ketebalan 3 cm. Jika umur bibit hanya 14 hari saja sudah dipindahkan
maka ketebalan media semai dapat dikurangi. Media pembibitan
sebaiknya berasal dari tanah yang berkulitas baik. Jika ingin membibitkan
di lapangan, sebaiknya beri lapisan plastik di bawah kemudian ditebar
tanah lumpur dan pupuk kandang halus, dengan perbandingan 5 : 1,
setinggi 5 cm.
Benih padi yang akan dibibitkan, harus diseleksi terlebih dahulu.
Kegiatan ini berguna agar, bibit yang tersedia dapat diperkiran sesuai
dengan luas tanam yang akan digunakan. Untuk memilih benih yang
bernas, dpat dilakukan dengan memperisapkan air dan garam dapur.
Takaran garam dapur yang digunakan bisa mengambil pedoman sebagai
berikut; Garam dapur dilarutkan dalam air dingin hingga jika dimasukkan
telur, telur akan mengapung. Setelah itu ambil benih padi lalu masukan ke
dalam larutan garam yang sudah disiapkan sebelumnya, aduk hingga
benih semua basah dan bercampur dengan air. Apabila dijumpai benih
padi terapung maka segera diambil dan dibuang saja, bagian benih yang
mengendap saja yang dijadikan bibit. Kegiatan ini sebaiknya tidak lebih
dari 5 menit, segera benih yang baik dibilas segera dengan air bersih yang
mengalir, untuk menghilangkan kadar garamnya. Jika terlambat larutan
garam akan mengimbibisi ke dalam benih sehingga akan meracuni
kotiledon tanaman padi. Benih terpilih kemudian diperam.
Pemeraman dibiarkan selama 8 jam. Apabila biji sudah
berkecambah dengan panjang 1 mm, maka biji disebar ditempat
pesemaian. Diusahakan agar penyebaran biji merata, tidak terlalu rapat
dan tidak terlalu jarang. Apabila penyebarannya terlalu rapat akan
mengakibatkan benih yang tumbuh kecil-kecil dan lemah, tetapi
penyebaran yang terlalu jarang biasanya menyebabkan tumbuh benih
13
tidak merata. Ada beberapa teknik persemaian padi, selain dideder di
hamparan sawah, pakai media seedbed atau dapog juga secara
hidarioponik disajikan pada Gambar 6.
Persemaian dengan Media Dapog
Khusus persemaian padi dengan dapog dapat dilakukan dengan
urutan kerja seperti yang diperagakan oleh BPTP Jawa Tengah, melalui
(https://www.youtube.com/watch?v=7-Xm17Ruo88, akses 2017).
Kegiatan tersebut disajikan pada Gambar 6 dan 7;
Gambar 6. Prosedur persiapan media semai, antara lain; tanah pupuk kandang 5:1. Persiapan media dapog lapisi dengan kertas koran kemudian isi media tanam.
Pengisian media dapog sesuai pada gambar dan diratakan
permukaannya siram air merata. Proses meratakan media tanam di dalam
dapog dapat menggunakan mal kayu hingga ke tebalan 1 cm lapisan atas
terkeruk.
14
Gambar 7. Mulai menabur benih boleh secara manual ataupun memakai alat sederhana; Menutup media semai dengan tanah tipis merata dan kemudian dilembabkan dan disusun bertingkat selama 5 hari (b); Benih sesudah hari dalam dapog yang tersusun untuk di letakkan terbuka dan disiram air setiap pagi dan sore sudah berusia 5 hari di ruang terbuka (c); Bibit sudah 2 minggu siap untuk pindah ke lapangan dengan menggunakan transplanter, dan dapat digulung seperti karpet
Bibit yang pindah lapang jarak tanam bentuk pola jajar legowo 2:1,
dengan tujuan mencapai hasil yang maksimal dibandingkan dengan pola
ubinan 20x20 cm. Hal ini disebabkan pola jajar legowo akan menghasilkan
jumlah rumpun yang jauh lebih banyak dibandingkan yang ubinan.
Penanaman dapat dilakukan secara manual atau menggunakan transplan-
ter (7c). Dari laporan BPTP Jawa Tengah, dengan melakukan perbanyakan
semai media dapog hasil gabah kering yang diperoleh juga tinggi.
Teknik penanaman hingga pemanenan dapat digunakan dengan
mesin. Kegiatan ini sangat memghemat penggunaan tenaga manusia dan
sangat baik digunakan pada daerah yang kekurangan tenaga kerja dan
lahan sawahnya stabil.
15
Gambar 8. Bibit dan kemudian panen dengan menggunakan mesin panen.
Persemaian Padi secara Hidroponik
Persemaian dapog untuk padi dapat juga dilakukan secara
hidroponik (Gambar 9). Hal ini sudah lazim dilakukan di luar negeri
contohnya di Inggris, melakukan pembibitan gandum sebagai pakan
ternak setelah 2 minggu di persemaian dapat diberikan langsung ke
ternak yang dipelihara seperti Sapi ataupun Kuda. Cara kerjanya antara
lain, benih yang telah dibersihkan kemudian di deder pada media
hidroponik (Gambar 9).
Gambar 9. Benih padi atau gandum di media persemaian secara hidroponik, Bibit gandum yang telah berumur 14 hari siap dipanen
Media hidroponik dapat berupa tray atau bak fiber atau paralon,
dengan ukuran sesuai selera. Benih padi atau gandum dipelihara dengan
mengalirkan larutan nutrisi melalui rangkaian pipa ke media semai.
Setelah 2 minggu bibit sudah bisa dipindahtanamkan atau dijadikan
sebagai hijauan pakan ternak (Gambar 10).
Metode ini dilakukan tanpa tanah, nutrisi dilarutkan melalui instru-
men pipa yang dipasang sedemikian rupa. Perakaran tanaman padi atau
gandum kelihatan sangat bersih, karena budidaya ini hanya menggunakan
larutan nutrisi saja. Metoda ini perlu biaya investasi di awal yang sangat
16
besar. Pada model ini tenaga kerja tidak dibutuhkan dalam jumlah
banyak, karena pekerjaan banyak dilakukan oleh komputer atau mesin.
Teknologi persemaian benih seperti ini lebih berkembang dalam
upaya penyediaan hijauan pakan ternak dibandingkan sebagai bibit
tanaman di lapangan. Hal ini disebabkan pola yang sangat mudah dan
efisien dalam menyediakan hijauan pakan ternak yang berkualitas. Karena
dalam usia 14 hari setelah semai ini, semua bagian semai dapat habis
dikonsumsi oleh ternak.
Gambar 10. Pemanenan bibit padi atau gandum yang akan dijadikan pakan ternak usia 14 hari setelah semai diberi sebagai hijauan pakan yang berkualitas, sama halnya bisa dilakukan juga untuk padi (https://www.youtube. com/watch?v= 9ZTikdxj8AI, akses 2017)
Persemaian di Lapangan dan Seedbed
Sebaiknya benih ditabur merata pada seluruh permukaan media
semai secara seragam. Penumpukan benih pada media semai, selain
pemborosan benih, juga sulit dalam memindahkan benih tersebut ke
lahan sawah, karena akarnya salin menyilang dan sulit untuk dipisahkan.
Bibit dipelihara selama 2 sampai 3 minggu dipersemaian dari gangguan
serangga, burung dan kekeringan. Benih padi kemudian dideder pada
hamparan semai yang sudah disiapkan atau dibibitkan pada media
pembibitan lain yang sudah disiapkan. Sebaiknya lokasi persemaian
dipagar keliling menggunakan waring agar tidak dimakan ayam dan
burung (Gambar 11).
17
Gambar 11. Persiapan media semai, campuran pupuk kandang, sekam padi (a); Bibit tanaman padi yang sudah tumbuh 1 minggu di persemaian di lapangan.
Pemeliharaan Pesemaian
Pengairan
Pada pesemaian basah, begitu biji ditaburkan terus digenangi air
selama 24 jam, baru dikeringkan. Genangan air dimaksudkan agar biji
yang disebar tidak berkelompok-kelompok sehingga dapat merata.
Adapun pengeringan setelah penggenangan selama 24 jam itu
dimaksudkan agar biji tidak membusuk dan mempercepat pertumbuhan.
Pada pesemaian kering, pengairan dilakukan dengan air rembesan.
Air dimasukan dalam selokan antara bedengan-bedengan, sehingga
bedengan akan terus-menerus mendapatkan air dan benih akan tumbuh
tanpa mengalami kekeringan. Apabila benih sudah cukup besar,
penggenangan dilakukan dengan melihat keadaan. Pada bedengan
pesemaian bila banyak ditumbuhi rumput, perlu digenangi air. Apabila
pada pesemaian tidak ditumbuhi rumput, maka penggenangan air hanya
kalau memerlukan saja.
Pengobatan
Untuk menjaga kemungkinan serangan penyakit, pesemaian perlu
disemprot dengan Insektisida 2 kali, yaitu 10 hari setelah penaburan dan
sesudah pesemaian berumur 17 hari.
18
Pengolahan Tanah Atau Lahan Calon Tanam Padi
Pengolahan tanah dilakukan agar tanaman yang akan ditanam
dapat tumbuh baik. Manfaat pengolahan tanah;
1. Menghilangkan atau menyingkirkan gulma (tanaman pengganggu).
Tanaman pengganggu atau gulma jika dibiarkan tumbuh akan
menjadi pesaing bagi tanaman pokok yang akan ditanam. Saingan
yang nyata mengganggu tanaman pokok yaitu; saingan terhadap
penerimaan intensitas cahaya matahari dan saingan terhadap
serapan hara dan air.
2. Menurunkan bulk density (BD) (kapasitas lindak) tanah. Semakin
rendah angka bulk density, maka semakin banyak pori tanah
terbentuk atau semakin gembur tanah tersebut. Pori tanah sangat
membantu menyediakan udara atau gas yang dibutuhkan oleh
tanaman. Membantu meningkatkan kapasitas drainase tanah,
sehingga tidak terjadi penumpukan air pada kawasan perakaran
tanaman. Mengundang berbagai jenis organisme aerob yang
membantu tanaman melalui hubungan mutualisme simbiotik.
Meningkatkan perkembangan perakaran tanaman.
Komposisi udara di dalam pori tanah berkisar; + 0,21% gas
CO2; 21% O2 dan 79% N2. Secara umum tanah mineral memiliki nilai
BD sebesar 1,1. Tanah gambut (Histosol) mengandung < 0,5
sedangkan tanah jenis Andisol berkisar 0,9.
3. Menyeragamkan kesuburan tanah, hal ini bisa dicapai jika
pengolahan tanah dilakukan pada kedalaman tanah yang
seragam. Dengan penggilingan tanah dan pengadukan tanah,
kesuburan tanah bisa menjadi seragam. Jika pada satu tempat
terjadi penumpukan sisa bahan organik, atau pupuk kandang,
maka akan diratakan atau dipindahkan ke tempat lain akibat
pengolahan tersebut. Selanjutnya, pengolahan pada ke
dalaman sampai 20 cm, memungkinkan kesuburan tanah akan
seragam mulai dari permukaan hingga ke dalaman tersebut.
Cara Mengolah Tanah
Pengolahan tanah untuk penanaman padi harus sudah disiapkan
sejak dua bulan penanaman. Pengolahan tanah untuk tanaman padi
sangat ditentukan oleh jenis padi yang ditanam.
19
Jika padi yang ditanam tergolong padi gogo (ladang) maka
pengolahan tanah sama dengan pengolahan tanaman pangan di lahan
kering. Pengolahan lahan kering bisa dilakukan menggunakan pacul atau
cangkol, dan traktor tangan sederhana. Mula-mula permukaan lahan
dibersihkan dari gangguan gulma, kemudian tanah dicangkul sedalam 20
cm. Semakin dalam pengolahan tanah akan berakibat menjadi tidak baik
bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan lapisan di bawah
ketebalan tanah 20 cm, sudah banyak mengandung unsur-unsur metal
yang kemungkinan yang tidak dikehendaki oleh tanaman antara lain;
kadar Al, Fe dan Mn yang sangat tinggi sehingga menjadi racun bagi
tanaman. Tanah dicangkul dalam bentuk bongkahan yang besar-besar,
kemudian bongkahan tanah tersebut dihancurkan hingga halus.
Selanjutnya tanah halus tersebut diratakan permukaannya dengan
menggunakan garu. Pada saat penghalusan tanah tersebut, jika ada soil
treatment yang akan diaplikasikan sangat tepat waktunya. Antara lain;
jika ingin mengaplikasikan kapur ke seluruh permukaan tanah. Setelah
aplikasi kapur, kemudian tanah dihaluskan, secara tidak sengaja, kapur
akan teraduk saat bersamaan dengan penghalusan tanah tersebut.
Jika tanah sudah cukup gembur dengan ruang pori sudah tersedia
dengan cukup, maka pengolahan tanah tidak disarankan, karena dapat
berefek erosi yang merugikan. Pada lokasi ini sebaiknya hanya disiangi
gulmanya saja atau menggunakan herbisida sebagai racun pembamsi
gulma. Tanah yang gembur kalau diolah akan mengakibatkan tanah
semakin longgar dan akan mudah hanyut bersama air hujan, dan akan
menghilangkan tanah serta unsur hara sehingga tidak tersedia bagi
tanaman.
Pengolahan tanah sawah yang tergolong lahan basah, maka
pengolahan sawah dilakukan sebagi berikut;
Pengolahan tanah sawah dengan cara tradisional, yaitu pengolahan
tanah sawah dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul,
bajak dan garu yang semuanya dilakukan oleh manusia atau
dibantu oleh binatang misalnya, kerbau dan sapi.
Pengolahan tanah sawah dengan cara modern yaitu pengolahan
tanah sawah yang dilakukan dengan mesin. Dengan traktor dan
alat-alat pengolahan tanah yang serba dapat kerja sendiri.
20
Gambar 12. Pengolahan tanah dengan cangkul dan mesin traktor
Pembersihan
Kegiatan pembersihan sawah yang akan ditanami dapat dilakukan
dengan mencangkul sawah, kemudian digiling dengan mesin bajak. Mesin
bajak yang dapat digunakan antara lain singkal. Ke dalam singkal
mencapai 20 cm, dengan tujuan melumpurkan tanah sawah. Selama
pembajakan tanah tetap digenangi air agar pelumpuran dapat dilakukan
dengan sempurna. Sebelum tanah sawah dicangkul harus dibersihkan
lebih dahulu dari jerami-jerami atau rumput-rumput yang ada.
Dikumpulkan di satu tempat atau dijadikan kompos. Sebaiknya jangan
dibakar, sebab pembakaran jerami itu akan menghilangkan zat nitrogen
yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.
Pencangkulan
Sawah yang akan dicangkul harus digenangi air terlebih dahulu agar
tanah menjadi lunak dan rumput-rumputnya cepat membusuk. Pekerjaan
pencangkulan ini dilanjutkan pula dengan perbaikan pematang-pematang
yang bocor.
Pembajakan
Sebelum pembajakan, sawah-sawah harus digenangi air lebih
dahulu. Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan sawah
yang dalamnya antara 12-20 cm. tujuan pembajakan adalah mematikan
dan membenamkan rumput, dan membenamkan bahan-bahan organis
seperti: pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos sehingga bercampur
dengan tanah. Selesai pembajakan sawah digenangi air lagi selama 5-7
hari untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman dan melunakkan
bongkahan-bongkahan tanah.
21
Penggaruan
Pada waktu sawah akan digaru genangan air dikurangi. Sehingga
cukup hanya untuk membasahi bongkahan-bongkahan tanah saja.
Penggaruan dilakukan berulang-ulang sehingga sisa-sisa rumput
terbenam dan mengurangi perembesan air ke bawah.
Setelah penggaruan pertama selesai, sawah digenangi air lagi
selama 7-10 hari, selang beberapa hari diadakan pembajakan yang kedua.
Tujuannya yaitu: meratakan tanah, meratakan pupuk dasar yang
dibenamkan, dan pelumpuran agar menjadi lebih sempurna.
Teknik Penanaman Padi
Teknik penanaman padi ada ;
1. Tanam benih langsung (tabela) biasanya dilakuan pada lahan kering
sebagai padi gogo. Penanaman padi gogo atau padi ladang sangat
tidak biasa menggunakan bibit yang sudah tumbuh dan
berkecambah.
2. Benih padi disemaikan terlebih dahulu dipersemaian. Persemaian
benih menjadi bibit padi biasa dilakukan jika padi akan ditanaman
disawah. Persemaian benih padi dilakukan harus memperhatikan
beberapa hal yaitu;
a. Persiapan media semai
b. Pemilihan benih yang bernas
Gambar 13. Aplikasi kompos sebelum tanam padi (a); Tanam benih padi langsung untuk padi Gogo (b); dan tanaman padi menggunakan bibit dari persemaian (c).
Pencabutan Bibit
Pekerjaan penanaman didahului dengan pekerjaan pencabutan
bibit di pesemaian yang di lapangan. Bibit yang akan dicabut adalah bibit
22
yang sudah berumur 14-21 hari (tergantung jenisnya), berdaun 5-7 helai.
Sebelum pesemaian 2 atau 3 hari tanah digenangi air agar tanah menjadi
lunak dan memudahkan pencabutan. Caranya, 5 sampai 10 batang bibit
dipegang menjadi satu kemudian ditarik ke arah badan kita, usahakan
batangnya jangan sampai putus. Ciri-ciri bibit yang baik antara lain :
Umurnya tidak lebih dari 40 hari, sebaiknya menggunakan bibit
umur 2 minggu setelah semai
Tingginya kurang lebih 25 cm
Berdaun 5-7 helai
Batangnya kokoh
Bebas dari hama dan penyakit
Bibit yang telah dicabut lalu diikat dalam satu ikatan besar untuk
memudahkan pengangkutan. Bibit yang sudah dicabut harus segera
ditanam, jangan sampai bermalam. Bibit yang ditanam pada seedbed
sangat mudah aplikasinya, karena hanya mengangkut seedbed atau bibit
tersebut dikeluarkan dari seedbed untuk dibawa ke lapangan.
Penanaman padi dapat dilakukan dalam beberapa model, antara
lain; ubinan dan jajar legowo. yang baik harus menggunakan larikan ke
kanan dan ke kiri dengan jarak 20 x 20 cm, hal ini untuk memudahkan
pemeliharaan, baik penyiangan atau pemupukan dan memungkinkan
setiap tanaman memperoleh sinar matahari yang cukup dan zat-zat
makanan secara merata. Dengan berjalan mundur tangan kiri memegang
bibit, tangan kanan menanam, tiap lubang 2 atau 3 batang bibit,
dalamnya kira-kira 3 atau 4 cm. usahakan penanaman tegak lurus jangan
sampai miring.
Gambar 14. Tanah sawah yang siap diolah dan tanaman padi dalam bentuk jajar legowo 2:1 dan ubinan 20 x 20 cm
23
Usahakan penanaman bibit tidak terlalu dalam ataupun terlalu
dangkal. Bibit yang ditanam terlalu dalam akan menghambat
pertumbuhan akar dan anakannya sedikit. Bibit yang ditanam terlalu
dalam akan melambatkan pertumbuhannya, sehingga tidak mencapai
perumbuhan maksimal. Bibit yang ditanam terlalu dangkal akan
menyebabkan mudah tumbang atau hanyut oleh aliran air. Dengan
demikian jelas bahwa penanaman bibit yang terlalu dalam maupun terlalu
dangkal akan berpengaruh pada hasil produksi.
Pemeliharaan Tanaman Padi
Pengairan
Air merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan tanaman padi
sawah. Masalah pengairan bagi tanaman padi sawah merupakan salah
satu faktor penting yang harus mendapat perhatian penuh demi
mendapat hasil panen yang akan datang. Pemberian air tersebut
dinyatakan juga sebagai irigasi. Irigasi atau pengairan adalah suatu
kegiatan yang mendatangkan air dari sumber air melalui bangunan atau
saluran yang telah dibuat ke sawah atau ladang secara teratur dan
membuangnya jika sudah tidak diperlukan lagi. Air yang sudah tidak
diperlukan lagi dibuat melalui parit drainase.
Irigasi mengandung arti menambahkan air hingga menjadi tersedia
bagi kebutuhan tanaman. Secara umum tanaman yang tumbuh di lahan
kering membutuhkan kapasitas lengas kelembaban berkisar kapasitas
lapang – titik layu. Jika kadar air tanah lebih dari kapasitas lapang, maka
tanah cenderung jenuh, semua pori mikro dan mikro berisi air, dan
menekan udara keluar pori. Jika kadar air tanah lebih rendah
dibandingkan titik layu, maka tanah cenderung kering, sehingga pori
tanah cederung berisi udara dan kekurangan air, tanaman menjadi layu.
Tanah sawah mengandung air yang lebih tinggi dibandingkan kadar
air kapasitas lapang, sehingga semua pori terisi air, atau dapat dikatakan
tanah jenuh air. Pada kondisi ini tidak semua tanaman dapat tumbuh baik
khususnya tanaman golongan terestrial (daratan). Tanaman padi memiliki
rongga pembuluh pada bagian batang dan daun. Oleh sebab itu tanaman
padi mampu tumbuh baik pada tanah tergenang. Karena batang padi
berongga yang mampu mengalirkan oksigen hingga disebarkan ke per
24
akaran. Lingkungan rizosfer akar padi tetap dalam suasana aerob, dan
metabolisme oksidative berjalan dengan baik.
Adaptasi utama padi sawah terhadap genangan air adalah
pembentukan aerenchyma, yang memungkinkan transport O2 yang relatif
tidak terganggu dari sumur aerasi tunas sampai akar terendam. Difusi
longitudinal O2 terhadap apeks akar bisa lebih jauh disempurnakan
dengan induksi penghalang hilangnya radial O2 (ROL) yang meminimalkan
hilangnya O2 ke sekitarnya lingkungan (Selanjutnya, penghalang ini dapat
menghambat pergerakan racun yang berasal dari tanah (yaitu, ion logam
yang dikurangi) dan gas (misalnya metana, CO2, dan etilen) ke dalam
akar. Baik dataran tinggi dan dataran rendah spesies padi menggunakan
sifat-sifat ini di bawah kondisi terendam air pada Gambar 15.
Gambar 15. Perbedaan pembentukan aerenkim lisigen dan pola kehilangan O2 radial (ROL) pada akar padi di bawah tanah yang kondisi air di drain dan kondisi tanah tergenang air (Nishiuchi, Yamauchi, Takahashi, Kotula, & Nakazono, 2012)
Gambar 15 menjelaskan perbedaan pembentukan aerenkim lisigen
dan pola kehilangan O2 radial (ROL) pada akar padi di bawah tanah yang
kondisi air di drain dan kondisi tanah tergenang air. Di bawah kondisi
tanah yang didrain atau dikeringkan, aerenkim biasa dibentuk secara
konstitutif, namun merupakan penghalang bagi ROL tidak terbentuk;
Perakaran pada kondisi air di drain Perakaran pada kondisi air tergenang
25
Sehingga ROL pada bagian basal akar menurunkan difusi O2 ke bagian
apikal (Nishiuchi et al., 2012). Sebaliknya, di bawah tanah yang tergenang
air kondisi pembentukan aerenkim lisigen ditingkatkan dan pembentukan
penghalang untuk ROL diinduksi, sehingga terjadi promosi difusi O2
longitudinal ke akar apeks.
Di bawah kondisi tanah yang dikeringkan, aerenkim lisigen
terbentuk secara konstitutif di bagian basal akar (a), tapi biasanya tidak
terbentuk pada bagian apikal akar (b). Di bawah kondisi tanah yang
terendam air, penyerapan aerosir oral diinduksi pada bagian basal (c) dan
bagian apikal (d) akar. Aerenkim lisigen lebih berkembang pada bagian
basal akar (a, c) dari pada bagian apikal (b, d). Ketebalan panah
mencerminkan jumlah O2 yang tersedia. Ep, epidermis; Ex, exodermis; Sc,
sclerenchyma; Co, korteks; en, endodermis
Air yang dipergunakan untuk pengairan padi di sawah dapat beasal
dari air permukaan, atau air bawah tanah. Air permukaan adalah air yang
berasal dari sungai, danau, embung, rawa, sebab air sungai banyak
mengandung lumpur dan kotoran-kotoran yang sangat berguna untuk
menambah kesuburan tanah dan tanaman. Air yang berasal dari mata air
kurang baik untuk pengairan sawah, sebab air itu jernih, tidak
mengandung lumpur dan kotoran. Akan tetapi pada beberapa areal
sawah tidak memiliki sumber air sungai sebagai air pengairan, maka
mereka menggunakan air hujan dan air tanah yang dipompa
menggunakan hidran.
Memasukan air ke dalam sawah dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
Air dimasukan ke petak sawah berasal dari saluran tersier pada
jaringan irigasi ataupun dari saluran kuarter. Jaringan irigasi adalah
saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu
kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari
penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan
pembuangannya. Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada
dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk atau
primer, saluran sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan
pelengkapnya.
Pengaturan air di sawah penting sekali, antara lain membuat
saluran pembuangan air atau saluran drainase. Air yang masuk akan
26
dikeluarkan melalui saluran drainase. Air dimasukan ke petak sawah mulai
sejak padi dipindahtanamkan ke sawah dengan ketinggian disesuaikan
dengan usia tanaman padi. Pemasukan air dan pembuangannya tidak
boleh dibuat lurus, gunanya agar lumpur yang masuk dapat kesempatan
untuk mengendap sebelum mencapai kesaluran pembuangan air.
Pemberian air di sawah dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain;
a. Pengaliran terus menerus
b. Pengaliran terputus-putus, atau berselang
c. Penggenangan terus menerus
d. Penggenangan terputus-putus
Pengaliran terus menerus dapat dilakukan jika sumber air tersedi
adengan cukup, sehingga air dapat dialirkan secara terus menerus.
Pengaliran terputus-putus atau intermitten flowing dilakukan jika kondisi
sumber air tidak memadai untuk dialirkannya secara terus menerus.
Keuntungan cara ini adalah memberi kesempatan pori di tanah diisi oleh
udara sehingga terjadi peristiwa perombakan oksidasi dan menghasilkan
dekomposisi bahan organik di sawah lebih cepat.
Gambar 16. Pengaliran Terus-menerus
Pengaliran terputus-putus atau berselang dengan metoda basah
kering. Prinsip dari penerapan pengaliran terputus-putus adalah
memonitor kedalaman air dengan menggunakan alat bantu berupa pipa.
Setelah lahan sawah diairi, kedalaman air akan menurun secara gradual.
Ketika kedalaman air mencapai 15 cm di bawah permukaan tanah, lahan
sawah kembali diairi sampai ketinggian sekitar 5 cm. Pada waktu tanaman
padi berbunga, tinggi genangan air dipertahankan 5 cm untuk
menghindari stress air yang berpotensi menurunkan hasil.
27
Pada pengairan berjeda, maka ke dalaman air 15 cm ini aman (safe
AWD) yang bermakna bahwa ke dalaman air sampai batas tersebut tidak
akan menyebabkan penurunan hasil yang signifikan karena akar tanaman
padi masih mampu menyerap air dari zona perakaran. Setelah itu, pada
fase pengisian dan pemasakan, PBK dapat dilakukan kembali. Apabila
terdapat banyak gulma pada saat awal pertumbuhan, PBK dapat ditunda
2 sampai 3 minggu sampai gulma dapat ditekan. Selain itu dapat
diterapkan jika sumber air irigasi tidak mencukupi untuk mengalirkan
pada ke semua lahan sawah.tujuan pengaliran terputus-putus adalah
dengan memberikan pengaliran air secara berjeda atau berlesang ke
semua lahan sawah, sehingga jatah air bisa merata untuk lahan sawah
yang luas.
Gambar 17. Pemberian Air Mengalir Terputus-putus
Pengaliran yang berjeda atau terputus-putus dapat memberikan
keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, antara lain; mampu memberi
kesempatan pada tanaman padi untuk mendapatkan oksigen melalui pori
tanah. Mengubah kondisi reaksi reduksi menjadi teroksidasi, sehingga
memudahkan tersedianya unsur hara terutama Fe, dan dapat menekan
keracunan tanaman akibat akumulasi besi (Fe) dalam tanah. Bersinergi
dengan pemupukan, karena serapan hara tinggi terjadi pada kondisi
tanah basah-kering. Apabila dikombinasikan dengan pengendalian gulma
menggunakan cara manual (gasrok/landak) dan pemupukan, maka pupuk
dapat bercampur dengan tanah sehingga pemakaiannnya lebih efisien.
Menghambat perkembangan hama (penggerek batang, wereng coklat,
28
keong mas), dan penyakit (busuk batang dan busuk pelepah daun).
Tanaman padi lebih tahan rebah karena sistem perakaran yang lebih
dalam.
Penggenangan terus menerus, jika air irigasi sangat terbatas
jumlahnya, sehingga tidak memungkinkan akan dialiri air secara terus
menerus. Air tersebut menggenang di sawah dalam jangka waktu yang
cukup lama selama fase pertumbuhan tanaman padi.
Gambar 18. Penggenangan air terus menerus.
Penggenangan Terputus-putus
Gambar 19. Tanaman padi yang mendapatkan sistem pengairan penggenangan terputus-putus.
Kegiatan penggenangan terputus-putus sangat lazim dilakukan
pada lahan sawah tadah hujan. Lahan sawah tersebut hanya mendapat
pengairan sawah melalui jatuhnya air hujan. Jika hujan tidak jatuh lagi
maka genangan akan kering, sehingga disebut penggenangan terputus-
putus. Oleh sebab itu lahan sawah tadah hujan sangat dianjurkan
29
menanam padi sesuai kalender tanam, sesuai dengan musim hujan atau
bulan basah (> 200 mm/bulan).
Ke dalaman penggenang harus diperhatikan, mulai 2 cm pada tahap
awal, kemudian jika tanaman padi muali tumbuh besar, maka
penggenangan terus dinaikkan hingga 20 cm. Pemberian air juga
memperhatikan fase pertumbuhan padi. Selama fase pertumbuhan stadia
awal yaitu saat tanaman padi baru pindah lapang dapat dilakukan dengan
menggenangi secara terputus-putus, karena pola ini akan memberikan
kesehatan bagi tanaman padi. Setelah intermitten dilakukan, tanaman
akan memasuki fase generatif yang ditandai dengan tanaman mulai
berbunga. Pada fase ini air sangat banyak dibutuhkan. Tanaman harus
digenangi atau dialiri air terus menerus hingga ketinggian 25 cm.
Tanaman yang sudah mulai membentuk bulir gabah hingga mulai mengisi
yang dilihat atau disebut fase matang susu, air genangan terus
dipertahankan.
Penyiangan dilakukan setelah 2 minggu tanaman padi
dipindahtanamankan, dengan mencabut atau menggunakan rotari
weeder, membuang semua jenis gulma yang tumbuh. Ada jenis gulma
padi yang profilnya menyerupai tanaman padi yang kadang sulit
dibedakan anatara gulma dan tanaman padi. Tanaman ini sangat
mengganggu sekali pada tanaman padi, karena sering tumbuh pada
rumpun padi tersebut. Jika tanaman ini sudah besar maka sudah banyak
hara yang mampu diserapnya dan menjadi saingan bagi tanaman padi.
30
Gambar 20. Salah satu jenis gulma yang mirip tanaman padi Echinochola crussgalli
Pertumbuhan Tanaman Padi
Tanaman padi tumbuh mulai dari perkecambahan benih hingga
panen gabah di lapangan membutuh waktu + 3 – 6 bulan, sangat
ditentukan oleh varietas dan lingkungan tumbuhnya. Selama periode ini
tanaman padi dapat digolongkan fase pertumbuhannya atas 2 yaitu; fase
vegetatif dan fase generatif. Fase generatif dapat dibagi pada; awal
muncul malai (preheading) sampai fase akhir pembungaan (postheading).
Postheading dikenal juga dengan istilah pemasakan. Sempurnanya hasil
padi adalah bila gabah terisi penuh dengan pati. Kapasitas hasil atau
potensial hasil ditentukan sejak saat tanaman membentuk malai. Jika
anakan tanaman padi mampu menghasilkan jumlah malai yang banyak
maka dapat diperkirakan hasil padi juga tinggi.
Pertumbuhan tanaman padi dapat dibagi dalam 3 fase yaitu:
31
1. Tahap Perkecambahan Benih (germination)
Fase bibit dimulai sejak benih padi disemai di media pembibitan
hingga menghasilkan beberapa helai daun yang tingginya tidak lebih dari
25 cm. Pada fase ini benih padi yang bernas mengalami perkecambahan.
Benih padi yang berkecambah bersifat hipogeal yaitu kotiledon tidak
muncul ke permukaan tanah. Adalagi pola kecambah benih tanaman yang
lain yaitu pola epigeal, golongan ini banyak berasal dari tanaman
kekacangan, keping atau kotiledon muncul ke permukaan tanah. Pada
fase ini benih akan menyerap air dari lingkungan (karena perbedaan kadar
air antara benih dan lingkungan), masa dormansi akan pecah ditandai
dengan kemunculan radicula dan plumule.
Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah
kelembaban, cahaya dan suhu. Petani biasanya melakukan perendaman
benih selama 24 jam kemudian diperam 24 jam lagi. Tahan
perkecambahan benih berakhir sampai daun pertama muncul dan ini
berlangsung 3-5 hari.
2. Fase vegetative
Fase vegetatif adalah awal pertumbuhan tanaman, mulai dari
perkecambahan benih sampai primordia bunga (pembentukan malai).
Pada fase pertumbuhan ini, tanaman masih sangat sensitif terhadap
gangguan lingkungan, antara lain yang sering mengganggu adalah hama
keong mas (Gambar 20). Keong mas, segera naik ke bagian tanaman dan
memakan daun yang muda, sedangkan tanaman yang sudah besar lebih
kurang 1 bulan setelah tanam, sudah aman dari gangguan keong. Akan
tetapi tanaman tersebut digunakan keong untuk meletak telurnya di
batang atau pelepah daun padi. Oleh sebab itu hama keong harus
dibersihkan selama persiapan tanam, dengan cara memungutnya atau
menggunakan moluskusida. Penggunaan racun ini sebaiknya dihindarkan.
Memungut keong sangat besar manfaatnya bagi petani, karen bisa
dijadikan sebagai pakan utama itik, karen keong tersebut mengandung
kadar protein yang tinggi.
32
Gambar 21. Telur keong menetas dalam masa 10 hari. Agar siklus hidup keong mas terputus adalah dengan mengambil telur dan melepaskannya kegenangan air. Telur tidak akan menetas dalam kondisi yang demikian.
Fase vegetatif meliputi tahap pertunasan dan pembentukan
anakan. Tahap pertunasan (seedling stage) mulai begitu benih
berkecambah hingga menjelang anakan pertama muncul. Umumnya
petani melewatkan tahap pertumbuhan ini di persemaian. Pada awal di
persemaian, mulai muncul akar seminal hingga kemunculan akar
sekunder (adventitious) membentuk sistem perakaran serabut permanen
dengan cepat menggantikan radikula dan akar seminal sementara. Di sisi
lain tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus
berkembang pada kecepatan 1 daun setiap 3-4 hari selama tahap awal
pertumbuhan sampai terbentuknya 5 daun sempurna yang menandai
akhir fase ini. Dengan demikian pada umur 15 – 20 hari setelah sebar,
bibit telah mempunyai 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang
dengan cepat. Pada kondisi ini, bibit siap dipindahtanamkan.
Tahap Pembentukan anakan (tillering stage), Setelah kemunculan
daun kelima, tanaman mulai membentuk anakan bersamaan dengan
berkembangnya tunas baru. Anakan muncul dari tunas aksial (axillary)
pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan
berkembang. Bibit ini menunjukkan posisi dari dua anakan pertama yang
mengapit batang utama dan daunnya. Setelah tumbuh (emerging),
anakan pertama memunculkan anakan sekunder, demikian seterusnya
hingga anakan maksimal.
Pada fase ini, ada dua tahapan penting yaitu pembentukan anakan
aktif kemudian disusul dengan perpanjangan batang (stem elongation).
Kedua tahapan ini bisa tumpang tindih, tanaman yang sudah tidak
membentuk anakan akan mengalami perpanjangan batang, buku kelima
33
dari batang di bawah kedudukan malai, memanjang hanya 2-4 cm
sebelum pembentukan malai. Sementara tanaman muda (tepi) terkadang
masih membentuk anakan baru, sehingga terlihat perkembangan kanopi
sangat cepat.
Gambar 22. Tanaman padi pada fase bibit 2 minggu setelah tanam, dan perkembangan dari benih menjadi bibit.
Sumber;(Jamilah,2012);(http://pejuang-pangan.blogspot.co.id/2011/07/fase-stadia-pertumbuhan-tanaman-padi.html)
Secara umum, fase pembentukan anakan berlangsung selama
kurang lebih 30 hari. Pada tanaman yang menggunakan sistem tabela
(tanam benih langsung) periode fase ini mungkin tidak sampai 30 hari
karena bibit tidak mengalami stagnasi seperti halnya tanaman sistem
tapin yang beradaptasi dulu dengan lingkungan barunya sesaat setelah
pindah tanam.Penggunaan pupuk nitrogen (urea) berlebihan atau waktu
aplikasi pemupukan susulan yang terlambat memicu pembentukan
anakan lebih lama (lewat 30 hst), namun biasanya anakan yang terbentuk
tidak produktif (Gambar 20).
34
Pada fase ini terjadi pertambahan anakan dan tinggi tanaman
yang pesat setiap hari. Tanaman membutuhkan unsur hara untuk
pertumbuhannya. Fase Vegetatif memiliki panjang waktu yang berbeda
antar varietas. Tanaman padi yang tergolong genjah, fase ini < 100 hari,
sedangkan yang tergolong umur dalam > 120 hari. Pada fase ini
pembentukan tajuk sangat pesat karena dibutuhkan untuk kegiatan
fotositesis. Oleh sebab itu tanaman sebaiknya diberi unsur hara yang
cukup.
3. Fase Generatif
Fase ini meliputi merupakan fase pembentukan organ reproduktif
atau perkembangbiakan yang fase pematangan. fase ini meliputi:
pembentukan bakal malai (primordia), masa bunting, dan pembungaan.
Pada fase inilah komponen hasil seperti jumlah malai per satuan luas dan
jumlah gabah per malai terbentuk. Fase reproduktif berlangsung lebih
kurang 35 hari, sedangkan fase pematangannya sekitar 30
hari. Perbedaan umur tanaman ditentukan oleh perbedaan panjang fase
vegetatif. Sebagai contoh, IR64 yang matang dalam 120 hari mempunyai
fase vegetatif 55 hari, sedangkan varietas berumur dalam yang matang
dalam 150 hari fase vegetatifnya 85 hari.
Tanaman berbunga ditandai dengan munculnya malai. Bunga padi
secara keseluruhan disebut sebagai malai. Tiap unit bunga pada malai
dinamakan spikelet yaitu bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah,
lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang
bersifat inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang
bulir yang terdiri atas cabang primer dan sekunder. Tiap unit bunga padi
pada hakekatnya adalah floret yang hanya terdiri atas satu bunga, yang
terdiri atas satu organ betina (pistil) dan enam organ jantan (stamen).
Stamen memiliki dua sel kepala sari yang ditopang oleh tangkai sari
berbentuk panjang, sedangkan pistil terdiri atas satu ovul yang menopang
dua stigma (Makarim dan Suhartatik 2009). Malai terdiri atas 8-10 buku
yang menghasilkan cabang-cabang primer yang selanjutnya menghasilkan
cabang sekunder. Tangkai buah (pedicel) tumbuh dari buku-buku cabang
primer maupun cabang sekunder (Yoshida 1981). Gabah terdiri atas biji
yang terbungkus oleh sekam. Bobot gabah beragam dari 12-44 mg pada
kadar air 0%, sedangkan bobot sekam rerata adalah 20% bobot gabah.
35
Perkecambahan terjadi apabila dormansi benih telah dilalui. Benih
tersebut berkecambah apabila radikula telah tampak keluar menembus
koleorhiza diikuti oleh munculnya koleoptil yang membungkus daun
(Yoshida 1981; Makarim dan Suhartatik 2009).
36
37
BAB III Pangkas (Ratun)
A. Pengertian Pangkas (Ratun) Budidaya ratun adalah sistem lama yang telah dipraktekkan selama
bertahun-tahun, terutama di daerah tropis. Meskipun asal mula
peratunan mungkin tidak diketahui untuk tanaman tertentu, hal itu
mungkin dimulai saat manusia pertama kali melihat pertumbuhan
kembali tunas baru setelah memotong tanaman tertentu saat panen,
sehingga menghasilkan tanaman baru tanpa penanaman kembali. Juga,
pengamatan manusia awal terhadap pertumbuhan kembali padang
rumput setelah pembakaran mungkin telah menciptakan minat dalam
memanfaatkan pertumbuhan kembali tanaman sebagai dasar untuk
beberapa panen dari sistem akar asli.
Kata ratun tampaknya berasal dari kata Latin retonsus-ditebang
atau digiling Atau retono-ke guntur kembali, bergema atau bahkan
pereda atau pengusir sindikat Prancis, keturunan, keturunan, keturunan,
atau tunas. Karena ratun dipraktekkan secara luas dan penting dalam
banyak tanaman, tinjauan terhadap praktik ini mungkin berharga,
terutama karena peningkatan produksi makanan dan serat sangat penting
di daerah tropis.
Definisi ratun; (Lewis dan Short, 1958); (Anonim, 1950); Reto
Spanyol - tunas atau tunas segar (Anonim, 1960): (Anonim, 1962a). Kamus
Oxford yang Lebih Pendek (Anonim, 1950) mendefinisikan ratun sebagai,
"tunas atau tunas baru bermunculan dari akar tebu setelah dipotong."
Definisi ini terlalu sempit dalam ruang lingkupnya - hanya mengacu pada
tebu - dan Juga dalam pertumbuhan kembali biasanya tidak terjadi dari
akar tanaman, melainkan dari batang, mahkota, atau modifikasi batang.
Menurut (Harrell, Bond, & Blanche, 2009) padi (Oryza sativa L.)
ratun adalah produksi tanaman padi kedua dari tunggul yang tertinggal
setelah panen utama.Beuzelin, Mészáros, Way, & Reagan, (2012)
membuktikan bahwa studi lapangan selama 2 tahun di Texas
membandingkan investasi penggerek batang Eoreuma loftini (Dyar) dan
38
Diatraea sakarin (F.) pada padi, Oryza sativa L., yang dipengaruhi oleh
pemotongan panen utama dan produksi tanaman ratun. Investasi
substansial (> 5,6 penggerek batang/m2) tetap berada di batang padi
tanpa mengurangi tinggi badan (20 banding 40 cm). Namun, tinggi
pemotongan 20 cm mengurangi investasi E.loftini sebesar 70- 81%
sedangkan infestasi infestasi tidak terpengaruh. Pembedahan tanaman
menunjukkan bahwa dibandingkan dengan larva D.sakarin dan pupa,
lebih banyak lumen ovarium tidak berada pada tanaman padi tinggi (> 20
cm dari dasar batang).
Pada bulan Oktober, tanaman ratun lebih banyak dipenuhi
penggerek batang daripada tunggul tanaman pertanian yang tidak
terkelola selama tahun pertama penelitian. Kebalikannya diamati pada
tahun kedua. Perbedaan fenol tanaman tunggul utama yang tidak
terkelola antara dua tahun kemungkinan menyebabkan perbedaan
tingkat infestasi ini. Selama musim pasca-tumbuh, infestasi pada tunggul
tanaman utama dan ratun menurun selama musim dingin. Setelah kondisi
musim dingin yang menyenangkan, infestasi pada tunggul tanaman
utama dan ratun tidak berbeda, mencapai 3,3 E.loftini/m2 dan 0,4
D.saccharalis/m2 pada Maret 2008. Pada Maret 2009, tunggul padi
menyimpan 0,3 E.loftini/m2 dan 0,2 D.saccharalis/m2 terlepas dari apakah
hanya tanaman utama atau tanaman utama dan ratun telah diproduksi.
Studi ini menunjukkan bahwa penurunan tinggi panen padi yang rendah
dapat menekan populasi E.loftini akhir musim. Selanjutnya, tunggul padi
di bawah kondisi yang menguntungkan merupakan habitat yang sangat
penting, sehingga menjamin evaluasi taktik pengelolaan hama yang
menargetkan populasi yang melintasinya. Menurunkan tunggul tanaman
utama dengan memanen tanaman utama pada tingkat yang lebih rendah
dari pada tinggi tradisional diyakini dapat mengubah parameter
pertumbuhan dan meningkatkan hasil ratun.
Beberapa perubahan tampilan tanaman jika tanaman padi diratun
1 kali disajikan pada Tabel 1. Tanaman ratun berumur lebih singkat
dibandingkan indukannya. Bahkan ratun padi Cisokan bisa lebih cepat 24
hari panen pada yang tidak dipanen HPT dan 32 hari jika di panen HPT.
Hal ini menunjukkan bahwa ratun bisa menghemat waktu tanaman padi
hingga 1 bulan lamanya. Belum lagi di dalam budidaya ratun tidak ada
39
pengolahan tanah awal, karena tanaman langsung ditumbuhkan dari
tunggul indukannya.
Tabel 6. Bandingan Umur Panen tanaman padi antara MT 1 dan MT 2 (Ratun) pada 2 ketinggian tempat yang berbeda
Perlakuan pemupukan
Musim Tanam 1*) (hst) Musim Tanam 2 (hsps)**)
Ketinggian tempat
Dataran Sedang Dataran Rendah
Dataran Sedang Dataran Rendah
Jenis padi
Cisokan Pandan Wangi
Cisokan Pandan Wangi
Cisokan Pandan Wangi
Cisokan Pandan Wangi
Tidak dipangkas
F1 (crocober)
101,67 90,21 118,67 107,67 77,67 77,33 82,00 75,67
F2 (unitas super)
100,67 91,79 117,67 107,33 77,33 76,00 83,00 73,33
F3(komersil) 102,33 92,87 119,33 108,67 77,00 77,67 82,67 73,67
rerata 101,56 91,62 118,56 107,89 77,33 77,00 82,67 74,22
Di pangkas
F1(crocober) 115,33 92,56 123,33 117,17 82,33 82,67 85,33 77,67
F2 (unitas Super)
114,67 91,43 123,33 110,67 82,33 83,67 84,44 76,67
F3 (komersil)
115,33 92,06 123,67 111,67 83,00 82,33 84,33 77,67
rerata 115,11 92,02 123,44 113,17 82,56 82,89 84,70 77,33
Keterangan: *) data diperoleh dari hasil Percobaan MT 1 sebagai indukan; hst= hari setelah tanam (Jamilah et al. 2016). **) hsps (hari setelah pangkas ratun)
Dari beberapa komponen pertumbuhan tanaman padi yang
diratunkan, membuktikan bahwa padi ratun dan dipangkas HMT baik
pada musim tanam 1 maupun 2, terlihat adanya peningkatan jumlah
anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai bahkan terjadi
peningkatan gabah kering giling. Umur berbunga juga lebih singkat pada
tanaman ratun. Akan tetapi pada umumnya tanaman yang diratun
menghasilkan tanaman yang lebih pendek dibandingkan tanaman
indukannya. Padi Cisokan lebih tinggi kehampaannya dibandingkan padi
Pandan Wangi dari hasil ratun (Tabel 2).
40
Tabel 7. Tanaman padi pada MT 1 sebagai indukan dan ratun (MT2) yang diberi perlakuan pangkas dan POC terhadap pertumbuhan dan hasil pada Dataran Sedang
No Perlakuan Parameter pertumbuhan dan hasil
Jumlah anakan produktif
Panjang malai (cm)
Jumlah gabah per malai
gabah hampa (%)
Berat 1000 butir (g)
Berat gabah per hektar (t)
Umur berbunga (hari)
Musim Tanam II (ratun)
Cisokan
F1 39,00 23,23 232,17 40,79 20,87 6,13 54.33
F2 45,67 24,00 243,17 22,73 18,06 6,33 53.33
F3 38,50 23,58 251,33 19,72 20,51 6,05 54.33
rerata 41,05 23,60 242,22 27,74 19,81 6,17 54,33
Peningkatan hasil (%) 27.37
Pandan Wangi
F1 36,50 22,75 213,33 4,16 25,17 5,85 51.67
F2 41,00 21,17 195,00 4,84 25,00 6,69 52.00
F3 39,50 22,40 187,50 5,45 24,49 5,46 52.33
rerata 39,00 22,10 198,61 4,81 24,88 6,00 51,67
Peningkatan hasil (%) 58.31
Musim Tanam 1 (Indukan)
Cisokan
F1 18,50 20,10 134,47 7,81 20,52 6,58 70.33
F2 23,67 20,87 167,60 9,25 23,42 4,55 70.33 F3 19,50 21,55 160,30 10,73 21,72 3,44 70.67
rerata 20,55 20,84 154,12 9,26 21,88 4,85 70,33
Pandan Wangi
F1 20.00 20,87 98,33 11,04 24,62 3,97 66.33
F2 19.17 21,22 103,33 15,49 25,62 3,71 66.67
F3 20.00 21,00 97,00 14,15 24,45 3,70 67.33
rerata 20,00 21,03 99,55 13,56 24,89 3,79 66,33
Ketika tunggul tanaman utama dipanen pada 20 cm, hasil panen
padi ratun pada tahun 2007 meningkat masing-masing 375 dan 190 kg ha
untuk Cocodariie dan Trenasse. Hasil panen tidak membaik pada tahun
2006 dengan menggunakan tinggi panen rendah (20 cm). Keuntungan
panen pada tahun 2007 dikaitkan dengan meningkatnya bobot malai
basal saat panen utama dipanen pada suhu 20 cm. Bila tunggul tanaman
utama berukuran 20 cm, titik basal dan aksial berasal dari kaleng yang
41
mirip 5 minggu setelah panen utama (WAH), sedangkan malai yang
berasal dari nodus basal paling banyak terdapat 6 WAH dan seterusnya.
Sebaliknya, ketika tunggul tanaman utama adalah 40 cm, kira-kira
75% malai muncul berasal dari nodus aksial 5 WAH, malai dari titik asal
aksial dan titik dasar hampir identik 6 WAH, dan malai basal dominan
setelahnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketika tinggi
tunggul awal berkurang dari 40 menjadi 20 cm, pertumbuhan tanaman
ratun diubah dengan mengubah titik malai pada awal masa pertumbuhan
dan menunda kematangan.
Pangkas atau ratun berasal dari bahasa Latin. Manfaat ratun;
Memperoleh panen yang lebih dari 1 kali pada 1 tanaman tunggal
(Plucknett & Evenson, 1970). Pemangkasan hijauan tanaman padi sebagai
sumber hijauan pakan ternak merupakan produk tambahan dari budidaya
tanaman padi (gambar). Ternyata tanaman padi sangat potensial untuk
dipangkas tajuknya untuk dijadikan hijauan pakan ternak (Jamilah &
Juniarti, 2015); (Jamilah, Juniarti, & Mulyani, 2016) selama fase vegetatif.
Kemampuan tanaman padi dipangkas dan pulih kembali untuk
menghasilkan gabah yang normal merupakan suatu keistimewaan bagi
tanaman padi tersebut. Bahkan jenis padi Black Madarias pertumbuhan
tinggi setelah dipangkas mencapai 15 cm per hari, sedangkan jenis padi
yang lain seperti Cisokan hanya mencapai 5 cm perhari. Tanaman padi
Cisokan mengalami pertambahan tinggi secara normal sekitar 2 cm per
hari pada perlakuan yang tidak dipangkas. Dari segi finansial tidak banyak
perbedaan antara padi yang dipangkas dengan yang tidak dipangkas
terhadap varietas Pandan Wangi, namun ada beberapa keuntungan yang
diperoleh pada tanaman padi yang dipangkas. Keuntungan tersebut
antara lain;
1. Terbebas dari gangguan tikus yang suka memotong biomassa
tanaman
2. Terbebas dari gangguan hama
3. Tahan rebah akibat pemberian pupuk yang berlebih
4. Mengoptimalkan penyerapan hara, sehingga menghindari
pencemaran sawah akibat berlebihan pupuk yang diaplikasikan.
42
B. Pemangkasan Tanaman Padi Sebagai Hijauan Makanan Ternak Tanaman padi memiliki kemiripan dengan tanaman rumput.
Kemampuan tanaman rumput yang dipangkas berulang, mengakibatkan
tajuk tanaman tersebut dapat dijadikan hijauan makanan ternak. Di
samping itu rumput memenuhi nutrisi bagi ternak khususnya ruminansia.
Ternyata padi memiliki sifat demikian. Tanaman padi ternyata bisa
dipangkas saat sebelum memasuki fase primordia bunga. Dari laporan
Jamilah et al (2014, 2015 dan 2016) bahwa hasil hijauan pangkasan bisa
mencapai 5 - 6 ton/ha, dan salibu atau ratun bisa mencapai 7 – 8 ton/ha.
Gambar 23. Tanaman padi Cisokan, Pandan Wangi dan Black Madarias yang dipangkas saat 40 hst untuk mendapatkan HPT dan tampilan pulih
Hasil percobaan yang telah dilaporkan oleh (Jamilah & Juniarti,
2017); (Jamilah, Fadhila, & Mulyani, 2017) membuktikan bahwa hijauan
pakan ternak yang diperoleh dari tanaman padi yang dipangkas selama
fase vegetatif cukup potensial dilakukan untuk menyediakan hijauan
pakan ternak. Pada Tabel 3 membuktikan bahwa hijauan pakan ternak
yang diperoleh dari tanaman padi yang diratunkan hingga 2 musim tanam
diperoleh total sebanyak 13 – 14 ton ha-1. Jika tanaman padi sudah
dipanen HPT makan biasanya produksi jeraminya menurun sebanyak HPT
yang sudah dipanen sebelumnya.
43
Tabel 8. Berat HPT dan jerami padi yang dipengaruhi oleh varietas, pemangkasan dan musim tanam padi sawah
Musim Tanam
Berat HPT dan jerami per hektar (ton) rerata
PW P0 C P0 HPT PW* PWP1 HPT C* CP1
MT1 14,23 19,45 5,33 6,48 6,63 7,90 10,00 MT2, Salibu
19,20 16,78 8,60 12,15 7,55 14,10 13,06
Total HPT pada 2 MT 13,93 14,18 Nilai jual HPT jika Rp 600/kg Dalam (Rp. X 1000)
8.358 8.508
Keterangan: * HPT (hijauan pakan ternak); PW (Pandan Wangi); C (Cisokan); P0 (tidak dipangkas); P1 (dipangkas)
Dari Tabel 8, diperoleh Hijauan yang cukup potensial dijadikan
sebagai pakan ternak. Kandungan nutrisi HPT asal tanaman padi jauh
lebih baik dibandingkan nutrisi rumput. Tabel 2 lebih berkualitas
dibandingkan yang berasal dari rerumputan yang dibudidayakan. Hal ini
bisa dibandingkan dengan hasil percobaan (Daru, Yuianti, & Widodo,
2013); (Seseray, Santoso, & Lekitoo, 2013); (Prawiradiputra, Sutedi,
Sajimin, & Fanindi, 2012) bahwa kadar protein kasar dari rumput yang
biasa dijadikan HPT hanya mencapai 8-10%, serat kasar mencapai 22-23%.
Akan tetapi kalau dari segi produksi hijauan memang tanaman padi
masih jauh lebih rendah dibandingkan potensi rumput. Namun demikian
sejalan dengan semakin sempitnya lahan yang tersedia untuk budidaya
rumput pakan ternak, karena bersaing dengan budidaya tanaman pangan,
maka hal tersebut menjadi potensial untuk dikembangkan di masa
mendatang. Teknik ratun tanaman padi baik untuk diharapkan sebagai
penghasil HPT ataupun gabah, maka perlu memperhatikan teknik
budidaya yang tepat.
Jika lahan pertanian padi sawah tidak dilakukan serentak mulai
tanamnya, memberikan keuntungan untuk memberikan giliran tanaman
menyediakan hijauan. Keuntungan ini, akan menghasilkan produksi HPT
selama 1 tahun terjamin, tanpa harus menyediakan gudang atau teknik
penyimpanan HPT yang membutuhkan banyak biaya juga. Dengan
mengatur pergiliran panen HPT, maka petani dengan membentuk
kelompok, akan memanen secara bergiliran HPT dari sawah yang mereka
44
kelola. Hal ini sangat memberikan keuntungan, dan melestarikan upaya
pemeliharaan sapi yang terjamin HPT walaupun tidak tersedia lahan
untuk ditanami rumput.
Kualitas gizi hijauan pakan ternak tanaman ratun yang dipangkas 30
hsp (hari setelah pangkas) disajikan pada Tabel 4. Secara umum protein
kasar berkisar 12-14%, lebih tinggi dibandingkan kadar PK rumput 7,60 -
11,77% (Agrostologi & Peternakan, 2003).(Laboratorium, 2013)
kandungan lemak rumput berkisar 1-2,30% dan kekacangan dapat
mencapai 4%.
Tabel 9. Kandungan nutrisi tanaman padi ratun pada MT2 di dataran sedang
No perlakuan Kandungan nutrisi pada HMT ratun (%) Kecernaan
Cisokan PK (%) P Ca Lemak (%)
Abu (%)
SK (%) PK (%) SK (%)
F1 12,82 0,25 0.76 1,92 8,42 29,03 69,90 68,07
F2 13,75 0,30 0.65 2,27 7,5 28,02 71,56 69,23
F3 12,96 0,24 0.69 1,99 8,28 29,01 70,14 68,78
rerata 13,17 0,26 0.70 2,06 8,06 28,68 70,53 68,69
Pandan Wangi
F1 13,12 0,26 0.60 2,1 8,11 28,76 70,59 69,30
F2 14,28 0,21 0.62 2,8 6,89 26,18 72,10 70,20
F3 14,00 0,36 0.64 2,49 7,18 28,06 71,79 69,31
rerata 13,80 0,28 0.62 2,46 7,39 27,66 71,49 69,61
Keterangan Tabel; F1= POC Crocober Plus; F2= Unitas Super dan F3= POC Komersial
Tabel 10. Produksi padi Cisokan yang diaplikasi dengan POC Crocober Plus terhadap produksi HPT dan gabah padi selama 2 musim tanam
Musim Tanam Berat gabah kering panen + HPT ( t/ha)
Tidak dipangkas
Pemangkasan HPT
Gbh HPT Gbh
MT 1 7,50 7,95 6,58 MT2, Salibu 6,80 7,71 6,13
Total 14,30 15,66 12,71
Nilai jual gbh Rp. 4000/kg (Rp) 57,200 9.396 50.840
Total penghasilan Gabah + HPT x Rp. 600,- (Rp x 1000) Rp 60.236
Selisih keuntungan (Rp x1000) 3.036
45
Analisis usaha tani jika padi sawah dipangkas HPT dan diratunkan,
maka penghasilan petani jika dihitung mulai dari Musim tanam 1 hingga
2. Jamilah et al (2017) menguji tanaman padi Cisokan yang dipangkas saat
40 hst setinggi 15 cm dari permukaan tanah pada MT1, kemudian pada
MT2 fase ratun dipangkas lagi HMT pada 30 hari setelah ratun dan ada
yang tidak dipangkas. Sebagai kontrolnya adalah tanaman padi yang tidak
dipangkas HMT baik pada MT1 dan MT2, akan tetapi juga diratunkan
(Tabel 6).
Tabel 11. Penghasilan dari padi Cisokan yang diratunkan tidak dipangkas serta diratunkan dipangkas di Dataran Sedang
No Uraian bahan dan
kegiatan
Perlakuan tidak dipangkas dan diratunkan (Rp x 1000)
Perlakuan diratunkan dipangkas pada MT1 dan tidak dipangkas pada MT2 (Rp x 1000)
Perlakuan diratunkan dipangkas pada MT 1dan 2 (Rp x 1000)
Jenis POC F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3
1 Penerimaan dari gabah (Rp. 5.794/kg)
82912 88938 84245 76017 53015 56839 73642 63039 54985
Produksi HPT (t/ha) 7,95 5,67 6,25 15,66 13,09 13,75
2 Penerimaan dari HMT (Rp 10.000,-/25 kg HMT)
- - - 3180 2268 2500 6264 5236 5500
3 Penerimaan dari jerami (Rp. 2000/25 kg jerami)
2946 2922 2827 1565 1722 1896 1654 1827 1803
4 Total penerimaan (R )
85858
91860
87072
80762
57005
61235
81560
70102
62288
Biaya Produksi (C )
Biaya tetap (FC)
Sewa tanah 1400 1400 1400 1400 1400 1400 1400 1400 1400
Penyusutan alat 500 500 500 500 500 500 500 500 500
Biaya P3A 250 250 250 250 250 250 250 250 250
Total biaya FC 2150 2150 2150 2150 2150 2150 2150 2150 2150
5 Biaya Variable (VC)
Pengadaan benih (kg/ha)
200 200 200 200 200 200 200 200 200
Pupuk KCl 100 kg/ha 800 800 800 800 800 800 800 800 800
urea (100 kg/ha) @ Rp 1400
2800 2800 2800 2800 2800 2800 2800 2800 2800
150 kg/ha SP36 450 450 450 450 450 450 450 450 450
50 kg/ha Za @ Rp. 1500
150 150 150 150 150 150 150 150 150
7,5 Mg/ha Kompos 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500 7500
POC 40 liter 1000 1000 2800 1000 1000 2800 1000 1000 2800
Pengendalian HPT 400 400 400 400 400 400 400 400 400
Upah tenaga kerja
Persiapan lahan 250 250 250 250 250 250 250 250 250
Olah tanah 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500
46
No Uraian bahan dan
kegiatan
Perlakuan tidak dipangkas dan diratunkan (Rp x 1000)
Perlakuan diratunkan dipangkas pada MT1 dan tidak dipangkas pada MT2 (Rp x 1000)
Perlakuan diratunkan dipangkas pada MT 1dan 2 (Rp x 1000)
tanam 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
pemupukan 400 400 400 400 400 400 400 400 400
Penyiangan 4 kali 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1600
Pangkas 0 0 0 200 200 200 400 400 400
Panen 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000
transportasi 200 200 200 200 200 200 200 200 200
Total VC 22250 22250 24050 22450 22450 24250 22650 22650 24450
6 Total biaya produksi C = (TVC+TFC))
24400 24400 26200 24600 24600 26400 24800 24800 26600
R/C 3,52 3,76 3,32 3,28 2,32 2,32 3,29 2,83 2,34
Keuntungan 61458 67460 60872 56162 32405 34835 56760 45302 35688
Keuntungan per bulan
8779 9637 8696 8023 4629 4976 8108 6471 5098
Setelah dipotong pajak sebesar 12,50%
7682 8432 7609 7020 4050 4354 7095 5662 4461
Jika dilihat tabel tersebut bahwa penghasilan petani tidak menurun
jika petani meratunkan dan memangkas HPT baik pada MT1 dan 2, jika
tanaman dipupuk dengan tambahan Pupuk Organik Cair asal C.odorata
yang diperkaya dengan mikroorganisme lokal.
47
BAB IV Pupuk dan Pemupukan
A. Pengertian Pupuk Pupuk adalah bahan kimia anorganik atau organik yang diberikan
ke tanah atau tanaman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hara
tanaman, sehingga diharapkan produksi tanaman dapat meningkat.
Pemupukan adalah pekerjaan memberikan pupuk ke tanah atau tanaman
yang bertujuan untuk menambah kebutuhan hara tanaman. Ada
beberapa jenis pupuk yang dikenal berdasarkan pembentukannya antara
lain;
1. Pupuk alam
2. Pupuk buatan
Pupuk alam adalah pupuk yang diperoleh bahan bakunya dari alam,
lalu digunakan sebagai pupuk tanpa proses pengolahan yang
membutuhkan biaya dan teknologi yang tinggi. Beberapa contoh pupuk
alam, yaitu; pupuk kandang, pupuk hijau, serasah mulsa, gambut, kotoran
manusia (night soil), abu, kapur, batuan fosat, guano, dan lain-lain.
Pupuk buatan adalah pupuk yang diperoleh melalui proses
pengolahan yang membutuhkan teknologi baik yang membutuhkan biaya
tinggi ataupun tidak. Biasanya pupuk ini diproduksi di pabrik, atau juga
mengubah sifat kimia pupuk alam atau dari bahan dasar yang sederhana,
contohnya; pupuk urea, SP36, KCl, TSP, Mutiara, Yustika Yellow.
Pupuk berdasarkan sumbernya dapat dikelompokkan atas 2, yaitu;
pupuk yang berasal dari limbah pertanian dan pupuk dagang (komersil).
Berdasarkan sifat kerjanya pupuk dikelompokkan atas 2, yaitu pupuk
langsung dan pupuk tidak langsung.
Berdasarkan cara pemberiannya, pupuk dapat diaplikasikan melalui
tanah dan melalui tajuk tanaman. pemberian pupuk melalui tanah dapat
dilakukan sebelum tanam, saat tanam atau setelah di tanam.
Pemberiannya diberikan sekitar 10 cm di sekitar perakaran tanaman baik
secara larikan atau melingkar sekitar tanaman. pemberian pupuk dapat
dilakukan dengan cara sebar. Pemberian pupuk cara sebar lazim
48
dilakukan pada tanaman padi sawah. Cara pemberiannya terlebih dahulu
air dikeluarkan dari sawah hingga kondisi macak-macak. Kemudian pupuk
disebar merata di permukaan tanah, kemudian dibiarkan beberapa saat,
baru air irigasi dialirkan seperti biasa. Pemberian pupuk secara sebar
merata dipermukaan tanah, dilakukan pada pola tanaman rapat.
Pemberian pupuk secara larikan dilakukan biasanya jika budidaya
tanaman di lahan kering. Setelah benih di tanam, maka biasanya pupuk di
larik di sampingnya. Mekanisme serapan hara yang berasal dari pupuk
oleh perakaran tanaman padi. Unsur hara mencapai sistem perakaran
tanaman untuk serapan hara melalui beberapa mekanisme; tiap tiap
kondisi bermanfaat terhadap kondisi unsur hara tertentu melalui profil
tanah.
Intersepsi akar; intersepsi akar adalah proses dimana akar tumbuh
menembus tanah dan kontak dengan unsur hara. Proses ini ditentukan
oleh perakaran melakukan pekerjaannnya dan tumbuh menembus
tanahmencari unsur hara. Sebagaimana perakaran tumbuh menembus
tanah, umumnya hanya datang dalam bentuk kontak, sekitar 1% dari
volume tanah. Struktur tanah yang baik khususnya penting dalam proses
intersepsi akar. Pemadatan dapat menghambat pertumbuhan akar dan
intersepsi dengan unsur hara di dalam tanah.
Aliran massa; pergerakan unsur hara ke akar melalui air disebut
aliran massa. Sebagaimana tanaman jagung bertanspirasi, ini . akan
mengeluarkan air dari profil tanah melalui sistem perakaran. Aliran massa
terhadap serapan hara berlangsung pada unsur hara mobile. Seperti N
dan S. Konsentrasi unsur hara berperanan besar dalam pengambilan
sejumlah unsur halan sejumlah unsur hara melalui a melalui aliran massa
oleh perakaran tanaman di dalam tanahd dalam tanah.
Diffusi: selama berlangsungnya diffusi, perakaran tumbuh
menembus profil tanah dan menggunakan unsur hara secara langsung
melalui sistem perakaran tanaman dan rambut akar. Sebagaimana
konsentrasi unsur hara disekitar akar diteteteskan, unsur hara dari
konsentrasi yang lebih tinggi atau berdiffusi ke arah konsentrasi yang
lebih rendah dan ke arah perakaran. Unsur hara hanya bergeraknya
bergerak dalam jarak yang pendek unsur P dan K kebanyakan diserap
tanaman melalui mekanisme diffusi. Unsur P dan K secara extrem adalah
mobile, maka pemberian unsur ini haruslah diberikan dalam konsentasi
49
yang tinggi ke tanah, pemberiannya harus dekat dengan sistem
perakaran (Jim Schwartz, 2015).
B. Mekanisme Serapan Hara yang Berasal dari Pupuk
oleh Daun Tanaman Pemupukan daun adalah metode yang banyak digunakan untuk
melengkapi aplikasi tanah untuk meningkatkan hasil dan kualitas tanaman
ladang. Namun, pertanyaan dan ketidakpastian seputar praktik ini.
Berbagai uji coba lapangan telah menunjukkan secara jelas pengambilan
nutrisi daun melalui daun dan translokasi berikutnya ke buah. Pada kapas,
pupuk yang diberikan sebagai 15N melalui daun, dengan cepat diserap
oleh daun (30% dalam satu jam) yang diaplikasikan dan ditranslokasi
menjadi boll terdekat dalam waktu 6 sampai 48 jam setelah aplikasi.
Serapan pupuk foliar diterapkan paling tinggi pada pagi hari dan
sore hari, dan terendah pada tengah hari. Defisit air meningkatkan jumlah
lilin kutikula dan mengubah komposisinya menjadi wax yang lebih
panjang dengan hidrofobik lebih banyak, dan secara signifikan
mengurangi penyerapan nutrisi daun-diterapkan. Kutikula merupakan
penghalang utama penyerapan pupuk daun. Diasumsikan bahwa semua
pengambilan cairan air dan zat terlarut terjadi secara eksklusif melalui
kutikula daun, dan tidak melalui stomata.
Ada dua jalur dimana bahan kimia eksogen dapat melintasi jarak
dari permukaan daun ke dalam symplast; Rute lipoidal dan jalur berair.
Senyawa yang menembus kutikula dalam bentuk larut-lipoidal
melakukannya terutama pada bentuk non-polar dan tidak terkoordinasi,
sedangkan senyawa yang masuk melalui jalur berair bergerak perlahan,
dan penetrasinya sangat diuntungkan oleh atmosfer jenuh. Pemanfaatan
unsur hara melalui kutikula bergantung pada apakah unsur itu berbentuk
anorganik atau digabungkan dalam bentuk organik, konsentrasi ioniknya,
dan pada kondisi lingkungan yang ada yang mempengaruhi berapa lama
hara tetap berada dalam larutan pada daun (Oosterhuis, 2009).
Lapisan kutikula juga dapat berfungsi sebagai penukar kation lemah
yang diakibatkan oleh muatan negatif bahan pektat dan polimer cutin
yang tidak teresterifikasi. Pupuk Foliar memiliki kelebihan biaya rendah
dan respon tanaman yang cepat, dan sangat penting bila terjadi masalah
tanah dan pertumbuhan akar tidak adekuat. Di sisi lain, ada kekurangan
50
kemungkinan pembakaran daun, masalah kelarutan, dan hanya sejumlah
kecil nutrisi yang bisa diterapkan pada satu waktu saja. Tanggapan hasil
variabel terhadap pembuahan foliar telah dilaporkan. Ini mungkin terkait
dengan waktu penerapan yang salah, penggunaan bahan pemakan yang
tidak tepat, dan perhatian yang tidak memadai terhadap nutrisi yang
tersedia di tanah, ukuran beban buah, dan kondisi lingkungan. Efisiensi
pembuahan daun dapat dipengaruhi oleh jenis pupuk, konsentrasi dan pH
larutan, penggunaan bahan pembantu, dan kompatibilitas dengan
agrokimia lainnya. Perhatian juga perlu diberikan pada metode dan waktu
yang ideal penggabungan.
Dasar untuk ini adalah bahwa nutrisi pupuk tertentu larut dalam air
dan dapat diterapkan langsung ke bagian udara tanaman. Nutrisi
memasuki daun baik dengan cara menembus kutikula atau masuk melalui
stomata sebelum memasuki sel tanaman dimana digunakan dalam
metabolisme. Untuk pemupukan foliar yang berhasil, nutrisi harus
berhasil diaplikasikan pada daun, menembus kutikula atau stomata ke
dalam daun dan masuk ke sel dan jalur metabolisme.
Kutikula adalah lapisan hidrofobik berlilin yang melindungi semua
permukaan tanaman dari lingkungan dan dengan demikian menghadirkan
penghalang bagi penyerapan pupuk daun-diterapkan. Morfologi
permukaan dan penampang kutikula daun telah ditandai dengan baik
untuk tanaman pangan seperti kapas. Kutikula telah terbukti sangat
dinamis. Misalnya, defisit air telah terbukti meningkatkan ketebalan
kutikula 33%. Selain itu, dan yang lebih penting lagi, tekanan air juga
mengubah komposisi unsur lipid menjadi lipida hidrofobik rantai panjang
dan dengan demikian selanjutnya menghambat penyerapan nutrisi
dengan foliar.
Epidermis berupa satu lapis sel yang dindingnya mengalami
penebalan dari zat kutin (kutikula) atau kadang dari lignin. Pada epidermis
terdapat stomata (mulut daun) yang diapit oleh dua sel penutup. Stomata
ada yang terletak di permukaan atas saja, misalnya pada tumbuhan yang
daunnya terapung (pada daun teratai), ada yang di permukaan bawah
saja, dan ada pula yang terdapat di kedua permukaan daun (atas dan
bawah).
Tanaman Ficus mempunyai epidermis yang tersusun atas dua lapis
sel. Alat-alat tambahan yang terdapat di antara epidemis daun, antara
51
lain trikoma (rambut) dan sel kipas. Bentuk epidermis dan stomata dapat
diamati pada gambar berikut.
Gambar 24. Bentuk Epidermis dan Stomata Tanaman
Epidermis berada pada bagian atas sebagai lapisan permukaan
daun. Sel ini berfungsi untuk melindungi lapisan sel bagian dalam dari
kekeringan dan menjaga bentuk daun agar berkembang normal. Ciri-ciri
epidermis yaitu terdiri dari satu lapisan sel kecuali tanaman Ficus (karet).
52
Kutikula berada pada lapisan atas dan bawah daun, berfungsi untuk
mencegah kehilangan air akibat penguapan melalui permukaan daun.
Kutikula tersusun atas zat kutin dan wax. Stomata letaknya di permukaan
atas dan bawah daun yang berfungsi sebagai pintu masuk dan keluarnya
gas. Stomata memiliki 2 sel penutup. Rambut dan kelenjar, terletak di
permukaan atas dan bawah daun, sebagai tempat pengeluaran, dan
merupakan alat tambahan pada epidermis. Mesofil adalah sel yang
berada di antara epidermis atas dan bawah, tempat berlangsungnya
fotosintesis.
Agar unsur hara diaplikasikan melalui daun untuk dimanfaatkan
oleh tanaman untuk pertumbuhan, nutrisi harus terlebih dahulu masuk ke
daun sebelum memasuki sitoplasma sel di dalam daun. Untuk mencapai
hal ini, nutrisi harus secara efektif menembus kutikula daun luar dan
dinding sel epidermis yang mendasarinya. Dari berbagai komponen jalur
nutrisi melalui daun, kutikula diyakini menjadi suatu pertahanan terbesar.
Begitu penetrasi telah terjadi, penyerapan nutrisi oleh daun mungkin
tidak jauh berbeda dengan penyerapan nutrisi yang sama dari akar,
perbedaan utama adalah lingkungan di mana masing-masing bagian
tanaman ini ada.
Ada dua saluran yang mungkin untuk penetrasi senyawa yang
diberikan melalui daun ke daun sebelum mereka dapat menghasilkan
respons. Salah satunya adalah melalui stomata dan yang lainnya adalah
melalui kutikula eksternal. Umumnya diterima bahwa sebagian besar
serapan hara terjadi melalui kutikula, namun zat terlarut juga bisa masuk
ke daun secara tidak langsung melalui stomata. Namun, ada beberapa
kontroversi tentang pentingnya penetrasi stomata ke bagian dalam daun.
Sebelum tahun 1970 ada banyak perdebatan tentang pentingnya
penggunaan stomata pada nutrisi daun.
Perdebatan ini sebagian besar mereda karena ditunjukkan bahwa
tidak mungkin tetesan air memasuki stomata daun tanaman yang lebih
tinggi karena ketegangan permukaan air, hidrofobisitas permukaan daun,
dan geometri stomata. Selanjutnya, tingkat serapan ion dari semprotan
daun biasanya lebih tinggi pada malam hari, ketika stomata ditutup,
daripada siang hari, saat stomata terbuka. Baru-baru ini, bukti baru
dipresentasikan untuk pengambilan anion besar melalui stomata yang
menunjukkan bahwa stomata mungkin memang mewakili jalur yang
53
memungkinkan melalui mana sejumlah nutrisi bisa masuk ke dalam daun.
Umumnya, bagaimanapun, diasumsikan bahwa semua pengambilan
cairan air dan zat terlarut terjadi secara eksklusif melalui kutikula daun
yang diberikan sehingga tidak ada surfaktan yang ditemui. Surfaktan
dalam semprotan agrokimia biasanya memberikan tegangan permukaan
sekitar 30 Mn m-1, yang biasanya tidak cukup untuk memungkinkan
stomata disusupi. Namun, surfaktan organosilikon dapat mengurangi
ketegangan permukaan berair sampai sekitar 20 Mnm-1 dan
memungkinkan masuknya nutrisi melalui stomata.
Selanjutnya, penetrasi stomata hanya bisa terjadi dalam periode
singkat setelah aplikasi sementara deposit semprot tetap cair. Setelah itu
penetrasi kutikula tetap menjadi jalur tunggal pengambilan. Ada dua jalur
dimana bahan kimia eksogen dapat melintasi jarak dari permukaan daun
ke dalam symplast; Rute lipoidal dan jalur berair. Senyawa yang
menembus kutikula dalam bentuk larut-lipoidal melakukannya terutama
pada bentuk non-polar dan tidak terkoordinasi, sedangkan senyawa yang
masuk melalui jalur berair bergerak perlahan, dan penetrasinya sangat
diuntungkan oleh atmosfer jenuh. Penyerapan sebagian oleh difusi pasif
molekul melalui kutikula lipoidal sebagian dan sebagian oleh proses
serapan yang dinamis yang bergantung pada aktivitas metabolik tanaman.
Difusi pasif diyakini bertanggung jawab atas sebagian besar penetrasi
bahan kimia eksogen melalui kutikula dan membran dasar.
Pergerakan ini mungkin mengikuti hukum pertama Fick dimana
tingkat difusi melintasi membran sebanding dengan gradien konsentrasi
di atasnya, walaupun pemikiran saat ini adalah bahwa prosesnya jauh
lebih rumit daripada hukum ini. Sesuai dengan hukum Fick, semakin tinggi
konsentrasi zat terlarut yang bisa diaplikasikan pada permukaan daun
tanpa menyebabkan kerusakan dan semakin lama waktu tetap berada
dalam keadaan aktif pada permukaan daun, yaitu sebagai solusi, semakin
besar kemungkinan tingkat dan Jumlah penetrasi. Difusi nutrisi terjadi
terutama karena adanya gradien dalam konsentrasi dari permukaan daun
luar ke ruang bebas di dinding sel dan di sitoplasma di dalam sel. Gradien
yang berbeda terjadi dari kerapatan muatan rendah ke tinggi, dari
permukaan luar hidrofobik menuju dinding sel internal hidrofilik.
Penetrasi Ion di kutikula oleh karena itu disukai sepanjang gradien
ini, merupakan faktor penting untuk kedua serapan dari semprotan daun
54
dan kehilangan dengan cara pencucian. Pemanfaatan unsur hara melalui
kutikula bergantung pada apakah unsur itu berbentuk anorganik atau
digabungkan dalam bentuk organik, konsentrasi ioniknya, dan pada
kondisi lingkungan yang ada yang mempengaruhi berapa lama hara tetap
berada dalam larutan pada daun. Lapisan kutikula juga dapat berfungsi
sebagai penukar kation lemah yang diakibatkan oleh muatan negatif
bahan pektat dan polimer cutin yang tidak teresterifikasi.
Waktu semprotan daun, terutama dalam hal tahap pertumbuhan,
dapat menjadi penting dalam kaitannya dengan keefektifan pengobatan
foliar yang optimal, dan lebih banyak perhatian diberikan padanya. Hal ini
karena pola musiman penyerapan nutrisi bervariasi dengan tingkat
pertumbuhan dan tahap pertumbuhan namun umumnya mengikuti pola
sigmoid dengan kenaikan tajam yang terjadi saat beban boll berkembang.
Beban buah yang berkembang (wastafel) memiliki kebutuhan nutrisi yang
tinggi, N, P dan K pada khususnya, dan permintaan ini tidak selalu
dipenuhi oleh tanah terutama bila terjadi kondisi buruk, dan seiring
pertumbuhan akar menurun.
Keuntungan pupuk daun meliputi biaya rendah, respon tanaman
cepat, manfaat untuk segera merespons kondisi tanaman, kurangnya
fiksasi tanah, bebas dari serapan akar, penggunaan hanya sedikit pupuk,
kemampuan untuk menggabungkan dengan bahan kimia pertanian
lainnya. Dalam satu aplikasi, meningkatkan kualitas dan meningkatkan
hasil panen. Sedangkan kerugian pemberian foliar meliputi kemungkinan
terjadinya pembakaran foliar, masalah kelarutan terutama dengan air
dingin, persyaratan untuk kondisi cuaca yang tepat untuk aplikasi,
penyerapan yang tidak efisien bila pH larutan terlalu tinggi (misalnya
dengan boron, potassium), tidak sesuai dengan Bahan kimia tertentu,
ketidakmampuan untuk memasok bahan kimia yang cukup jika
kekurangannya parah, dan kemungkinan penyerapan yang tidak efisien
dengan bertambahnya usia daun di kanopi atau dengan kondisi
kekeringan.
Masalah praktis yang terkait dengan pemberian pupuk melalui
daun (foliar) meliputi efek buruk dari kekeringan dan peningkatan lilin
pada daun, kemungkinan pembakaran daun, waktu optimal aplikasi daun
pada siang hari, dan efek berbagai organ tanaman dan usia organ pada
penyerapan. Penyerapan nutrisi juga bisa dipengaruhi oleh kondisi
55
lingkungan cuaca (angin, suhu, kelembaban), lokasi penyemprotan yang
tepat di kanopi, umur daun (aktivitas fisiologis), beban buah panen.
Efisiensi pemupukan foliar juga dapat dipengaruhi oleh faktor praktis
seperti pilihan garam, konsentrasi garam, pH larutan, penggunaan bahan
pembantu, dan kompatibilitas dengan bahan kimia lainnya. Perhatian juga
perlu diberikan pada metode dan waktu ideal untuk memasukkan
pemupukan foliar ke dalam praktik produksi yang ada.
56
57
BAB V Tanah
A. Pengertian Tanah Tanah merupakan tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan
berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-
bahan alam di permukaan bumi. Tanah adalah tubuh alam yang menutupi
bagian permukaan bumi yang mendukung pertumbuhan tanaman, dan
yang mempunyai sifat yang disebabkan oleh terintegrasinya pengaruh
iklim dan aktivitas organisme terhadap bahan induk, yang dipengaruhi
oleh keadaan relief, selama periode waktu tertentu.
Tanah terbentuk atas empat komponen utama yang mengisi 50%
pada bagian padatan dan 50% porositas, berupa + 45% bahan mineral, +
5% bahan organik, + 25% udara dan + 25% air,
Gambar 25. Komponen Utama Penyusun Tanah
Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting untuk
diperhatikan dan dipelihara. Tanah menyediakan sarana bagi kebutuhan
hidup manusia dan akan menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar
kepentingan manusia. Kepentingan manusia akan terpenuhi dengan baik
apabila tanah dipelihara sesuai dengan daya dukungnya. Tanah yang baik
dan subur akan menghasilkan tanaman yang tumbuh di atasnya lebih baik
dan subur pula.
58
Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah:
Batuan (Rock) Bahan Induk (Parent Material) Tanah (Soil)
Asal Bahan Tanah
Asal bahan tanah terbentuk dari hasil pelapukan batuan atau
mineral yang membentuk bahan induk. Bahan induk merupakan bahan
yang tidak padat mengandung berbagai komposisi mineral selanjutnya
mengalami genesa berkembang menjadi tanah.
B. Batuan/mineral Batuan merupakan campuran mineral, sehingga sifat batuan sangat
dipengaruhi oleh kandungan mineral di dalamnya. Sifat kimia dan fisika
mineral di dalam batuan bervariasi. Mineral adalah zat yang terbentuk di
alam memiliki sifat kimia, fisika yang berbeda-beda seperti kuarsa,
ortoklas, kalsit.
Mineral merupakan bentukan padat terjadi secara alami melalui
proses geologi yang mempunyai komposisi kimia karakteristik, struktur
atom ordo tinggi dan sifat fisik tertentu. Batuan, jika dibandingkan,
merupakan sekumpulan/gabungan mineral dan atau mineraloid, dan
tidak mempunyai susunan kimia yang spesifik. Mineral tersusun dalam
bentuk komposisi mulai dari unsur murni dan garam sederhana hingga
silikat sangat komplek dengan ribuan dan bentuk yang dikenal. Ilmu yang
mempelajari tentang mineral disebut mineralogy.
Perbedaan antara mineral dan batuan. Mineral adalah padatan
yang terbentuk secara alami dengan komposisi kimia tertentu dan
struktur Kristal yang spesifik. Batuan adalah gabungan dari satu atau lebih
mineral (batuan bisa juga termasuk sisa organik dan mineraloid) beberapa
batuan dominan hanya tersusun hanya satu jenis mineral saja. Sebagai
contoh batu kapur yang merupakan batuan sedimen tersusun hamper
keseluruhannya oleh mineral kalsit. Batuan lain mengandung banyak
mineral, dan mineral spesifik di dalam satu batu dapat bervariasi secara
luas.
pelapukan genesa
59
Beberapa mineral, seperti kuarsa, mika atau feldspar adalah umum,
sementara yang lainnya sudah ditemukan hanya pada 4 atau 5 lokasi di
dunia. Batuan sangat banyak dijumai sebagai kerak bumi yang terdiri dari
kuarsa, feldspar, mika, chlorit, kaolin, kalsit, epidot, olivine, augit,
hornblende, magnetit, hematite, limonit dan beberapa mineral lainnya.
Lebih dari setengah spesies mineral dikenal begitu langka yang mana
mereka hanya ditemukan di dalam bentuk-bentuk sampel saja. Dan
banyak dikenal hanya dari satu atau 2 butiran kecil. Secara komersil nilai
mineral dan batuan dihubungkan dengan mineral industry. Batuan dari
mineral yang ditambang untuk tujuan ekonomi disebut sebagai bijih
(batuan atau mineral yang dipertahankan, setelah mineral yang
diinginkan dipisahkan dari bijih dari kegiatan tailing).
Susunan mineral batuan, faktor penentu utama di dalam
pembentukan mineral di dalam massa suatu batu adalah komposisi kimia
dari massa, untuk mineral tertentu dapat terbentuk hanya bila unsur yang
perlu ada di dalam batu. Kalsit secara umum adalah dalam batuan kapur,
yang terdiri dari kalsium karbonat; kuarsa secara umum adalah batu pasir
dan dalam batuan beku mengandung persentase silica yang tinggi. Dua
massa batuan bisa mempunyai sangat banyak komposisi campuran sama,
dan mempunyai mineral-mineral yang hampir sama.
Warna menunjukkan cara dari permukaan mineral berinteraksi
dengan cahaya dan bervariasi mulai dari dull/bumi atau tak bercahaya
hingga kinclong (vitreous). Metalik, reflektivitas tinggi seperti logam;
galena dan pyrite. Sub metalik, tidak setinggi reflektivitas logam contoh,
magnetit. Kilau non logam antara lain; Adamantin, brillian, kilau dari intan
juga cerussit dan anglesit. Vitreous, kilau dari kaca yang pecah contoh
kuarsa. Kilau mutiara, iridescen dan seperti mutiara contoh talk dan
sulfur, Resin seperti kilau resin contoh sphalerit dan sulfur. Silki- cahaya
lunak yang ditunjukkan oleh bahan berserat seperti gypsum dan kristolit,
Dull/bumi, menunjukkan mineral terkristalisasi secara halus seperti batu
ginjal, dan jenisjenis dari hematite. Warna menujukkan indikasi
penampilan dari mineral di dalam refleksi cahaya atau transmissi cahaya
untuk mineral-mineral translucen. Iridescence –permainan warna karena
permukaan atau interferen internal. Labradorite menunjukkan iridescen
interrnal seperti hematite dan sphalerite yang sering menunjukkan efek
permukaan demikian.
60
Golongan Batuan
Berdasarkan genesa dan strukturnya, batu-batuan umumnya
digolongkan atas 3 yaitu; batuan beku, endapan dan metamorfosa.
Batuan beku, dibentuk oleh proses solidifikasi (membeku) magma cair.
Disebut plutonik, jika membeku jauh di bawah tanah, sedangkan Intrusif
jika membeku sedang dalam perjalan hendak keluar dan extrusif jika
membeku pada permukaan bumi. Contohnya adalah batuan granit,
syenit, basalt, andesit, diabase, gabro.
Batuan endapan, terbentuk dari konsolidasi endapan-endapan yang
berakumulasi melalui angin atau air pada permukaan bumi. Jika terbentuk
dari sedimen mekanis disebut klastik. Sedimen yang terbentuk secara
organik, diendapkan dengan pertolongan jazad renik. Yang lain terbentuk
dari reaksi kimia, terbentuk endapan dari larutan, contoh, batuan kapur,
batuan pasir, shale, conglomerate, batuan pasir berkapur.
Batuan metamorphose, dihasilkan dari transformasi batuan beku
atau endapan di bawah pengaruh suhu, tekanan, cairan atau gas yang
aktif, contoh, gneiss dari granit, slate dari shale, marmer dari batuan
kapur, schist dari shale, quartzite dari batuan pasir.
Berdasarkan kandungan silika, batuan diklasifikasikan atas; batuan
asam (>65% Si) contoh, granit, rhyolit, batuan pasir dan gneiss,batuan
intermedier mengandung 55 – 65% Si, contoh, Syenit, diorit, andesit dan
batuan basa mengandung < 55% Si contoh, gabro, batuan kapur, diabase,
yang kaya Ca, Mg, Na dan Fe.
Penyebaran jenis batuan induk (geologi) dari sumberdaya lahan
Sumatera Barat. Batuan induk yang berasal dari zaman Pretersier terdiri
dari batuan metamorfik dan intrusi. Jenis batuan metamorfik terdiri dari
filit, kuarsit, batu lanau dan batukapur. Batu intrusi terdiri dari diabas-
basalt dan serpentin. Batuan yang berumur Tersier dapat digolongkan
kepada batuan sedimen volkanik dan intrusi. Batu sedimen terdiri atas
batupasir, konglomerat, kuarsit, dan kuarsa. Batu volkanik terdiri dari
breksi dan lava yang tergolong kepada andesit ataupun basaltik.
Sedangkan batuan intrusi berupa granitik, diorit dan batolit.
Batuan yang berasal dari zaman Tersier Bawah atau peralihan
Tersier ke Kuarter berupa batuan vulkanik yang terdiri dari lahar,
aglomerat dan bahan koluvium. Batuan dari zamar Kuarter terdiri dari
endapan permukaan dan vulkanik. Endapan permukaan terdiri atas
61
alluvium lanau, pasir dan kerikil yang terdapat di dataran pantai. Batuan
vulkanik terdapat di sekitar G. Talang, G. Marapi, G. Singgalang, G.
Talamau, G. Pasaman, G. Tandikat, G. Sago, G. Pantai Cermin dan G.
Kerinci. Jenis batuan vulkanik meliputi tuf batuapung yang mengandung
mineral hornblende dan hiperstin, abu vulkanik, lava dan lahar. Tuf
batuapung umumnya tidak mengandung mineral mafik (hitam) yang
banyak mengandung kation basa. Tuf batuapung umumnya bereaksi
masam (rhiolitik) dengan kadar Si yang >65%. Abu vulkanik, lava dan lahar
umumnya tergolong kepada andesitik-basaltik dengan reaksi intermediet
sampai alkalis serta mempunyai kadar Si antara 35 –65 % dan <35% untuk
basaltik. Batuan vulkanik andesitik dan basaltik umumnya mengandung
kation basa yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan batuan vulkanik
rhiolitik. Perbedaan batuan induk dan kandungan kation basa ini akan
mempengaruhi jenis tanah yang terbentuk di atas batuan induk
Bahan induk (parent material)
Bahan Induk dapat digolongkan atas; bahan induk sisa atau
sedentary, angkutan dan cummulose.
1. Bahan induk sisa/residual (sedentary)
a. Igneous (beku), granit, basalt dan andesit
b. sedimen (endapan), batu kapur, batu pasir, shale
c. metamorfik, marmar, gneiss, quartzite
2. Bahan Induk angkutan (transportasi material)
a. air (alluvial- air mengalir, lacustrine- danau, marine- laut)
b. angin (loess, aeolian)
c. es (morine, till plain, outwash plain)
d. gaya gravitasi , colluvial
3. Bahan Cumulose (organik), gambut, peat soil, muck
C. Penyusun Tanah Organik dan Anorganik Komposisi Tanah
System tanah terdiri atas 3 fase; padat, cair, dan fase gas. Fase
padat tersusun atas bahan anorganik dan organik, dan merupakan tulang
(skeletal framework) kerangka tanah. Fraksi organik berasal dari bahan
organik yang ada di muka bumi. Sumber Bahan organik tanah dapat
berasal dari: (1) sumber primer, yaitu: jaringan organik tanaman (flora)
62
yang dapat berupa: (a) daun, (b) ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah,
dan (e) akar. (2) sumber sekunder, yaitu: jaringan organik fauna, yang
dapat berupa: kotorannya dan mikrofauna. (3) sumber lain dari luar,
yaitu: pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk kandang, (b) pupuk
hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati.
Komposisi Biokimia Bahan Organik Menurut Waksman (1948)
dalam Brady (1990) bahwa biomass bahan organik yang berasal dari
biomass hijauan, terdiri dari: (1) air (75%) dan (2) biomass kering
(25%). komposisi biokimia bahan organik dari biomass kering tersebut,
terdiri dari:(1) karbohidrat (60%); (2) lignin (25%),(3) protein (10%),
(4)lemak, lilin dan tanin (5%). Karbohidrat penyusun biomass kering
tersebut, terdiri dari: (1) gula dan pati (1% -s/d- 5%), (2) hemiselulosa
(10% -s/d- 30%), dan (3) selulosa (20% -s/d- 50%). Berdasarkan kategori
unsur hara penyusun biomass kering, terdiri dari: (1) Karbon (C = 44%), (2)
Oksigen (O = 40%), (3) Hidrogen (H = 8%), dan (4) Mineral (8%).
Proses dekomposisi bahan organik melalui 3 reaksi, yaitu:
(1) reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi
senyawa hidrokarbon yang terjadi melalui reaksi enzimatik menghasilkan
produk akhir berupa karbon dioksida (CO2), air (H2O), energi dan panas.
(2) reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara
essensial berupa hara nitrogen (N), fosfor (P), dan belerang (S). (3)
pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat resisten
berupa humus tanah. Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap
bahan organik dari senyawa-senyawa yang tidak resisten, seperti:
selulosa, gula, dan protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion atau
hara yang tersedia bagi tanaman.
Proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawa-
senyawa yang resisten, seperti: lignin, resin, minyak dan lemak.
Pada Gambar. diilustrasikan tentang perombakan bahan organik di
alam yang melibatkan berbagai jenis organisme mulai dari fauna makro,
fauna mikro, flora makro dan flora mikro. Secara umum organisme makro
berfungsi merombak bagian kasar menjadi bagian yang lebih halus,
sedangkan organisme mikro lebih terlibat perombakan selanjutnya
menjadi humus.
63
Gambar 26. Proses perombakan bahan organik dengan bantuan berbagai organisme tanah
Proses akhir humifikasi dihasilkan humus yang lebih resisten
terhadap proses dekomposisi. Urutan kemudahan dekomposisi dari
berbagai bahan penyusun bahan organik tanah dari yang terdekomposisi
paling cepat sampai dengan yang terdekomposisi paling lambat, adalah
sebagai berikut: (1) gula, pati, dan protein sederhana, (2) protein kasar
(protein yang leih kompleks), (3) hemiselulosa, (4) selulosa,
(5) lemak, minyak dan lilin, serta (6) lignin. Berdasarkan kategori produk
akhir yang dihasilkan, maka proses dekomposisi bahan organik
digolongkan menjadi 2, yaitu:(1) proses mineralisasi, dan (2) proses
humifikasi.
Humus dapat didefinisikan sebagai senyawa kompleks asal jaringan
organik tanaman (flora) dan atau fauna yang telah dimodifikasi atau
disintesis oleh mikrobia, yang bersifat agak resisten terhadap pelapukan,
berwarna coklat, amorfus (tanpa bentuk/nonkristalin) dan bersifat
koloidal.
Ciri-Ciri Humus
Beberapa ciri dari humus tanah sebagai berikut: (1) bersifat koloidal
(ukuran kurang dari 1 mikrometer), karena ukuran yang kecil menjadikan
humus koloid ini memiliki luas permukaan persatuan bobot lebih tinggi,
sehingga daya jerap tinggi melebihi liat. KTK koloid organik ini sebesar 150
s/d 300 me/100 g yang lebih tinggi daripada KTK liat yaitu 8 s/d 100
me/100g. Humus memiliki daya jerap terhadap air sebesar 80% s/d 90%
dan ini jauh lebih tinggi daripada liat yang hanya 15% s/d 20%. Humus
64
memiliki gugus fungsional karboksil dan fenolik yang lebih banyak. (2)
daya kohesi dan plastisitas rendah, sehingga mengurangi sifat lekat tanah
dan membantu granulasi aggregat tanah. (3) Tersusun dari lignin,
poliuronida, dan protein kasar. (4) berwarna coklat kehitaman, sehingga
dapat menyebabkan warna tanah menjadi gelap.
Bahan organik dapat berpengaruh terhadap perubahan terhadap
sifat-sifat tanah berikut: (1) sifat fisik tanah, (2) sifat kimia tanah, dan (3)
sifat biologi tanah. Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat fisik
tanah, meliputi: (1) stimulan terhadap granulasi tanah, (2) memperbaiki
struktur tanah menjadi lebih remah, (3) menurunkan plastisitas dan
kohesi tanah, (4) meningkatkan daya tanah menahan air sehingga
drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi
stabil, (5) mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam, (6)
menetralisir daya rusak butir-butir hujan, (7) menghambat erosi, dan (8)
mengurangi pelindian (pencucian/leaching).
Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah,
meliputi: 1) meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi bagian
bahan organik yang mudah terurai, (2) menghasilkan humus tanah yang
berperanan secara koloidal dari senyawa sisa mineralisasi dan senyawa
sulit terurai dalam proses humifikasi, (3) meningkatkan kapasitas tukar
kation (KTK) tanah 30 kali lebih besar ketimbang koloid anorganik, (4)
menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkelatan terhadap
mineral oksida dan kation Al dan Fe yang reaktif, sehingga menurunkan
fiksasi P tanah, dan (5) meningkatkan ketersediaan dan efisiensi
pemupukan serta melalui peningkatan pelarutan P oleh asam-asam
organik hasil dekomposisi bahan organik.
Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat biologi tanah,
meliputi: (1) meningkatkan keragaman organisme yang dapat hidup
dalam tanah (makrobia dan mikrobia tanah), dan (2) meningkatkan
populasi organisme tanah (makrobia dan mikrobia tanah). Peningkatan
baik keragaman mupun populasi berkaitan erat dengan fungsi bahan
organik bagi organisme tanah, yaitu sebagai: (1) bahan organik sebagai
sumber energi bagi organisme tanah terutama organisme tanah
heterotropik, dan (2) bahan organik sebagai sumber hara bagi organisme
tanah.
65
Fraksi anorganik berasal dari produk lapukan (weathering) dari batu
dan terdiri dari bagian (fragmen) batuan dan mineral dari berbagai
macam ukuran dan komposisi. Tanah mineral dapat dibedakan atas
mineral primer dan mineral sekunder. Mineral primer merupakan mineral
yang dibebaskan melalui pelapukan batuan dimana secara kimia tidak
berubah. Mineral tersebut merupakan fraksi pasir di dalam tanah.
Mineral sekunder adalah mineral yang berasal dari pelapukan mineral
primer, biasanya dijumpai dalam fraksi liat.
Kekerasan mineral menurut skala Mohs, diurut mulai 1 hingga 10
sebagai berikut: Talk (Mg3Si4O10(OH)2), Gypsum (CaSO4·2H2O), Calcite
(CaCO3), Fluorite (CaF2), Apatite (Ca5(PO4)3(OH,Cl,F)), Orthoclase
(Feldspar) (KAlSi3O8), Quartz (Kuarsa) (SiO2), Topaz (Al2SiO4(OH,F)2),
Corundum batu safir (Al2O3), Diamond C (pure carbon).
Komposisi mineral, Komposisinya sangat bervariasi ditentukan
oleh komposisi batuan tersebut. Komposisi mineral dari batuan mana
berasal terdiri dari; O2, Si, Al, Fe, Ca, Mg Na dan K. Mineral primer,
walaupun sejumlah mineral primer ditemui di alam, hanya beberapa yang
berkontribusi dalam pembentukan tanah seperti pada Tabel berikut;
Tabel 12. Mineral primer yang umum di dalam tanah (Tan, 2009)
No Mineral Primer
Komposisi Kimia Rumus Kimia
1 Kuarsa Si O2
Feldspar Orthoclase, mikrolin K Al Si3 O8
2 Albit (Plagioklas) Na Al Si3 O8 Mika H2 K Al3 Si3 O12
Muskovit (H,K)2(Mg,Fe)2(Al,Fe)2Si3O12
3 Biotit
Ferromagnesian Ca(Fe, Mg)2Si4O12
Hornblende (Mg, Fe) 2Si O4
Olivine
4 Magnesium Silikat H4Mg 3Si2 O9
Serpentin
5 Fosfat Ca3 (PO4)2
Apatit Ca (F, Cl, OH)2
6 Karbonat CaCO3
Kalsit dolomit Ca Mg (CO3)2
66
D. Mineral Primer dan Fungsinya dalam Lingkungan Kuarsa, 7 mohs
Dijumpai sebagai mineral primer dan sekunder disebut sebagai
kuarsa pedogenik. Kuarsa primer menyusun fraksi pasir, kuarsa pedogenik
umumnya berakumulasi sebagai fraksi liat. Kepentingan dalam lingkungan
dan industry; Kuarsa membuat tanah menjadi lepas dan gembur,
memperbaiki drainase dan aerasi tanah, akan tetapi tidak meningkatkan
kesuburan kimia. Kuarsa baik untuk sifat fisika tanah tetapi jelek untuk
sifat kimia tanah. Kuarsa baik untuk bahan hidriofonik. Kuarsa selain
dapat dijadikan batu hias, penting untuk pembuatan lumpang, beton,
porselin kristal dan hampelas. Karena jernihnya penting untuk pembuatan
lensa.
Feldspar, kekerasan 6 mohs
Tergolong tektosilikat, namun lebih lemah karena ada ruang kosong
yang dapat diimasuk K+. Ini merupakan titik lemah karena bukan
framework. Jenis ini dibedakan atas Potash feldspar (orthoklas dan
mikrolin) dan plagioklas (albit dan anorthit). Mineral ini sama kerasnya
dengan kuarsa, akan tetapi karena adanya K, Na dan Ca di dalam kristal
maka lebih mudah hancur. Kepentingan dalam industry; Potash feldspar
banyak dijumpai di dalam batuan asam seperti granit, granidiorit.
Plagioklas umum di jumpai di dalam batuan basa seperti basalt.
Dekomposisi mineral ini menghasilkan banyak unsur sodium (Na).
Akibat buruk dari hasil dekomposisi mineral ini adalah terhadap sifat fisika
tanah, karena tanah mudah mengalami dispersi, mengakibatkan liat
mudah dibawa hanyut. Pada kondisi setengah kering tanah mudah
menjadi tidak berstruktur dan hancur. Pada kondisi kering, mineral liatnya
mudah menjadi padat sehingga pori tidak terbentuk. Hal ini
mengakibatkan permukaan tanah akan timbul kerak dan selanjutnya
perkolasi air ke dalam tanah menjadi lambat. Batuan atau mineral ini
penting untuk menyumbangkan unsur K ke dalam tanah, akan tetapi
karena prosesnya sangat lambat, maka hanya tanaman tahunan saja yang
dapat menarik K atau membebaskan K tersebut.
Di dalam industry, potash feldspar merupakan bahan utama di
dalam produksi porselin. Bila digiling dan dicampur dengan kaolinit,
feldspar melebur (fuse) menghasilkan lapisan berkilau (glaze) pada
67
porselin. Albit dikenal secara komersil sebagai soda feldspar, juga
digunakan dalam industri keramik. Mineral kasar dari feldspar Na atau K
jika dipolish maka menghasilkan batu permata yang bernilai.
Mika
Mika ada 2 jenis mika yaitu muskovit dan biotit, karena berstruktur
lembaran (sheet) maka ia memiliki cleavage (pembelahan yang
sempurna). Kandungan Fe dan Mg di dalam biotit membuat mineral biotit
lebih lemah dibandingkan muskovit. Pentingnya di dalam lingkungan dan
industry, Muskovit merupakan mineral penting dalam batuan granit.
Biotit banyak dijumpai di berbagai batuan. Biotit lebih lunak sehingga
lebih cepat pembebasan unsur hara. Konstanta dielektrik dan daya tahan
panas yang tinggi, muskovit dijadikan sebagai bahan insulasi alat listrik.
Sheet mika atau mika lembaran sering digunakan untuk furnace dan pintu
pemanggang. Mika giling digunakan untuk kertas dinding (wall paper)
karena berkilau, juga pengisi sebagai bahan anti api. Jika dicampur minyak
bisa sebagai pelumas.
Ferromagnesian
Mineral ini berwarna gelap, warna yang gelap disebabkan oleh
adanya kandungan Fe dan Mg yang tinggi. Ada 2 golongan yang penting
dari mineral ini adalah pyroxene, dengan rantai tunggal Si tetrahedaria.
Amphibole dengan rantai ganda Si tetrahedaria. Mineral yang masuk
golongan pyroxene adalah augite, hypersthenes, sedangkan golongan
amphibole adalah hornblende dan olivine.
Penting di dalam lingkungan dan industry, banyak di jumpai dalam
batuan beku seperti gabro, basalt, lava basaltik, andesit, dan peridotit.
Adanya bahan non framework Ca-O, Mg-O, dan Fe-O, merupakan titik
lemah dalam struktur kristal. Mineral ini melapuk cepat dan mampu
menyuburkan tanah karena membebaskan Ca, Mg dan Fe. Si dan Al
merupakan penyusun mineral liat. Bila diasah mineral ini menjadi batu
yang indah. Salah satu piroxene terkenal yang mengandung Na adalah
Jade atau batu giok. Di Cina digunakan sebagai batu perhiasan yang
bernilai tinggi. Chemical composition: nephrite, a calcium- magnesium
silicate, and jadeite, a silicate of sodium and aluminum.
68
Magnesium Silikat
Mineral ini juga disebut mineral Serpentin. Mineral utama ada 2
kelompok yaitu antigorit dan christolit, dengan komposisi H4Mg3Si2O9.
Nama serpentin menunjukkan pada hijau, sepent- seperti awan. Antigorit
berasal dari antigorio bhs Itali, dan chrystolit berasal dari bahasa Yunani
yang artinya golden dan fiber.
Kepentingan mineral ini dalam lingkungan. Banyak dijumpai dalam
batuan beku dan metamorf. Mineral ini ditandai dengan warna hijau
berkilau dengan struktur berserat, sering digunakan sebagai perhiasan.
Digunakan untu bahan bangunan karena hijau dan indah. Chrystolit
berserat digunakan untuk asbes. Sifatnya tidak mudah terbakar
digunakan sebagai bahan-bahan yang berhubungan dengan api atau
tahan panas dan insulasi listrik (Tan, 2009).
Mineral Fosfat
Dari golongan mineral ini yang umum dijumpai di tanah adalah
apatit. Tipe dari mineral apatit adalah fluorapatit, chlor apatit, hydarioksi
apatit. Pentingnya mineral apatit di lingkungan dan industri. Apatit
merupakan mineral asesori pada bermacam2 batuan, batuan beku,
sedimen dan metamorp. Apatit menyuburkan tanah. Mineral ini tidak
membentuk mineral liat. Fosfat dijumpai dalam tulang dan gigi berupa Ca-
hidarioksiapatit. Penggunaan odol gigi mengandung F menghasilkan
substitusi grup OH dengan F, membentuk fluorapatit, lebih tahan. Tulang
hewan yang digiling digunakan sbg nutrisi suplemen untuk manusia.
Apatit sangat lunak untuk dijadikan permata. Di alam mineral ini mudah
melapuk. Apatit yang digiling digunakan sebagai pupuk. Turquoise
CuAl6(PO4)4(OH)8.4H2O, warna biru karena ada kandungan Cu,
digunakan sbg batu perhiasan.
Carbonat
Carbonat digol.atas 3; calcit, aragonit, dolomit. Tidak mengandung
Si. Pentingnya dalam industri dan lingkungan. Calcit dan dolomit dijumpai
dalam batuan sedimen, khususnya batu kapur. batu kapur diubah
menjadi marbel tergolong batuan metamorf. Batuan kapur biasanya
merupakan endapan bawah laut dari sisa-sisa tulang dan cangkang hewan
laut. Stalagtit dan stalagmit merupakan CaCO3 yang larut dan jatuh dari
atap gua.
69
Calcit dan dolomit sumber Ca dan Mg. calcit adalah mineral murni
penting untuk alat optik prisma nicol, potongan dari calcit, merupakan
bagian penting dari mikroskop petrografi, yang menghasilkan cahaya
polari. Calcit memiliki kekerasan Mohs sekitar 3, dengan specific gravity of
2.71, dan kristal membentuk kilau. Warna putih atau tidak berwarna,
walaupun ada kelabu berawan, merah, kuning, hijau biru, ungu, coklat
atau hitam merata dapat terjadi bila mineral berubah kemurniannya.
Magnesite
Magnesite adalah magnesium carbonate, MgCO3. Iron (sebagai ion
Fe2+) bertukar dengan magnesium (Mg) bisa terjadi juga sejumlah kecil
membentuk larutan komplek dengan siderite, FeCO3. Calcium,
manganese, cobalt, dan nickel. Dolomite, (Mg,Ca)CO3, adalah hampir bisa
dibedakan dengan magnesite.
Magnesite dapat terbentuk melalui talc carbonate metasomatism
dari peridotite dan batuan ultrabasic lainnya. Magnesite terbentuk
melalui karbonasi dari olivine yang mengandung air dan CO2, dan
menguntungkan pada suhu sedang dan tekanan khusus dari greenschist
facies; Magnesite dapat juga terbentuk melalui karbonasi dari magnesian
serpentine (lizardite) melalui reaksi berikut ini:
Serpentine + CO2 → Talc + magnesite + air
2Mg3Si2O5(OH)4 + 3CO2 → Mg3Si4O10(OH)2 + 3MgCO3 + H2O
Forsterite merupakan magnesia yang kaya komposisi olivine
merupakan produk yang menguntungkan dari magnesite yang berasal
dari peridotite. Fayalitic (iron-rich) olivine merupakan produksi yang
menguntungkan dari produksi komposisi magnetite-magnesite-silica.
CaO yang dicampur air menjadi (Ca(OH)2, yang disebut slaked lime,
atau hydariate lime. Quick lime berupa CaO, berasal dari pemanasan
batuan kapur pada suhu 900oC.
CaCO3 CaO + CO2
Quick lime bercampur pasir digunakan untuk pembuatan mortar.
Batu kapur digunakan untuk pembuatan semen. Kalsium karbonat
digunakan dalam industri baja dalam proses wet limestone scrubbing,
untuk membuang S dan SO2 dari pembakaran batu bara (Tan, 2009).
70
Pelapukan mineral primer
1. Pelapukan fisik (Physical weathering). Batu atau mineral pecah
menjadi ukuran yang lebih kecil tanpa bantuan faktor biotik.
Pelapukan ini juga disebut pelapukan mekanik (fisika) atau
disintegrasi. Faktor utama yang mempengaruhi antara lain; suhu,
air es, angin.
2. Suhu
3. Menghasilkan stres diferensial, membuat batu bisa terbelah.
4. Air dan es yang masuk kedalam celah batu membeku meningkatkan
volume 9% memaksa batu terbelah.
5. Angin membawa partikel lebih kecil dan memukulkan pada batu
yang lebih besar. Peristiwa letusan gunung api mengakibatkan
adanya sand blasting (pengikisan), Stres lateral, dimana batu sbg
penghantar panas yang lambat, menghasilkan batu mengelupas
(eksfoliasi).
Chemical weathering ( pelapukan secara kimia)
2.1 Hidariolisis, KAlSi3O8 + H+ HAlSi3O8 + K+
Ortoklas liat
NaAlSi3O8 + 2H+ HAlSi3O8 + Na+
Albit liat
MgFeSiO4 + 2H2O H4Mg3Si2O9 + SiO2 + 3FeO
Olivin serpentin
2.2 Oksidasi-reduksi
Ion Fe3+ lebih kecil dari Fe2
+,
Fe3+ + e- Fe2
+
4FeO + O2 2Fe2O3
Ferro oksida hematit
2.3 Hidariasi dan dehidariasi
2Fe2O3 + H2O 2Fe2O3.3H2O
Hematit limonit (kuning)
2.4 karbonasi
CaCO3 + H2O + CO2 Ca(HCO3)2
Limestone Ca-bikarbonat
Pelapukan biologi (biologycal weathering) contohnya adalah;
Ekstraselular polisakarida. Pelapukan secara biologi dapat berhubungan
71
dengan pelapukan yang disebabkan oleh keberadaan fauna atau flora
makro dan fauna atau flora mikro. Beberapa contoh flora makro adalah
tumbuhan tingkat tinggi, fauna makro meliputi tikus, anjing priari, cacing
tanah, kumbang, semut, dan lain-lain.
Penetapan klasifikasi tanah di lapang, perlu mengidentifikasi
horizon, dan horizon penciri sebagai penciri khas untuk ordo tanah.
Ada 6 group utama horizon yang disebut sebagai master horizon,
yang ditandai dengan simbol O, A, E, B, C dan R.
1. Horizon O, endapan organik, dibagi menjadi Oi, Oe dan Oa.
2. Horizon A, horizon Mineral ter atas yang berada di bawah lapisan
horizon O, tersusun sebagian besar bahan anorganik yang
berasosasi dengan bahan organik terhumifikasi. Horizon Ini
biasanya lebih gelap dibanding horizon di bawahnya. Jika horizon A
sering diolah maka disebut Horizon Ap (plow). Pada soil taxonomy
US, sejumlah horizon A dianggap sbg horizon diagnostik untuk
klassifikasi tanah, yang disebut Epipedon. Akan tetapi epipedon
tidak sinonim dengan horizon A, karena juga bisa sebagian horizon
B. Epipedon diagnostic utama antara lain; epipedon mollik, umbric,
ochric, histic, plaggen, antropik, melanik.
3. Horizon E, horizon mineral di bawah horizon A, mempunyai zone
pencucian maksimum atau eluviasi, yang terangkut humus, liat,
senyawa Al, Fe. Biasanya horizon ini berwarna lebih terang, putih
atau pucat. Horizon E yang putih disebut Albik. Dijumpai juga
horizon AE yaitu peralihan antara horizon A dan E, ada juga horizon
EB.
4. Horizon B, di bawah horizon E, jika tidak ada horizon E, maka
langsung di bawah horizon A. horizon Ini sering disebut, sebagai
sub surface horizon atau zone illuviasi, dari bahan yang diangkut
dari atas. Banyak horizon B juga digunakan sebagai penciri bawah
permukaan (diagnostic sub surface horizon). Antara lain; horizon
Argillik (Bt), Horizon spodik (Bh atau Bhs) yang kaya humus dan Fe
atau Al-oksida, Cambic (Bw) yaitu horizon B muda,Oksik yaitu
horizon B yang terlapuk lanjut mengandung oksida Al dan Fe serta
liat tipe 1:1. horizon kandik, memiliki liat yang aktivitasnya rendah.
5. Horizon C, tempatnya di bawah horizon B dan sebagai bahan induk.
Merupakan campuran batu yang melapuk dan sebagian besar tidak
72
dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah berada di atas
batuan.
6. Horizon R, di bawah lapisan pembentukan batu padat dengan
sedikit terjadi pelapukan.
E. Jenis-jenis Tanah di Dunia Tanah di dunia memiliki beberapa jenis hingga saat ini telah dikenal
12 jenis ordo tanah. Pengklasifikasian ini ada 2 penamaan yaitu
berdasarkan Soil taxonomy America dan berdasarkan FAO PBB.
Penamaan ordo tanah berdasarkan soil taxonomy America, antara lain;
Histosol, Inceptisol, Alfisol, Aridisol, Andisol, Oxisol, Vertisol, Ultisol,
Gelisol, Histosol, Spodosol, dan Mollisol. Masing-masing ordo tanah
memiliki sifat tersendiri dan sangat mempengaruhi tanaman yang
tumbuh di atasnya. Sifat tanah juga sangat dipengaruhi oleh vegetasi yang
tumbuh di atasnya, sehingga tanah dan tanaman dianggap saling
mempengaruhi.
Beberapa sifat tanah sesuai ordo diuraikan sebagai berikut;
Beberapa Ordo tanah di dunia antara lain;
1. Entisol (taksonomi tanah Amerika) Lithosol (FAO), berasal dari kata
recent = baru/muda, dan FAO menyebutnya sebagai Lithosol yang
berasal dari kata lithos = batu
2. Gelisol (USA soil taksonomi), gelid = sgt dingin penamaan dari FAO
adalah Gelosol.
3. Inceptisol, inceptum artiny permulaan, awal terbentuknya horizon
penciri cambic, penamaan dari FAO adalah Cambisol yang
mengambil kata dari horizon penciri bawah permukaan (sub
horizon) Cambisol, yang merupakan kata Cambiare = berubah
4. Mollisol, mollis – lunak, FAO menyebutnya sebagai Chernozem
chern = hitam dan zemla artinya bumi atau tanah
5. Spodosol, berasal dari kata spodos = abu kayu, dan FAO
menyebutnya Podzol yang berasal dari peristiwa podzolisasi.
6. Alfisol Al dan Fe, FAO menyebutnya Luvisol luv = mencuci liat
7. Oxisol berasal dari kata oxi yaitu peristiwa oksidasi, FAO
menyebutnya Ferralsol, yang artinya mengandung Fe dan Al yang
mengalami oksidasi, tanah ini dicirikan berwarna merah cerah,
73
karena didominasi besi oksidasi, mengandung banyak mineral
hematit.
8. Ultisol berasal dari kata ultimus = pelapukan lanjut atau FAO
menyebutnya sebagai Acrisol
9. Aridisol berasal dari kata aridus = kering, FAO menyebutnya sebagai
Xerrosol asal kata dari xeros = kering
10. Vertisol berasal dari kata verto = berubah, FAO menyebutnya juga
Vertisol.
11. Andisol berasal dari kata ando = an = hitam (japan), FAO
menyebutnya sebagai Andosol atau tanah hitam.
12. Histosol asalnya histos = jaringan, FAO menyebutnya sebagai
Histosol
Sifat-sifat ordo tanah dan hubungan luas lahan sawah terhadap
pemanfaatannya.
Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang
masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam
perkembangannya. Entisol menduduki permukaan bumi terbesar ke-2
setelah inceptisol seluas 16% permukaan bumi
(https://www.soils.org/discover-soils/soil-basics /soil-types/ entisols).
Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik.
Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama
adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol.
Gambar 27. Entisol, Gelisol, Inceptisol dan Mollisol
74
Gelisol
Gelisol tanah yang berada pada iklim yang sangat dingin, yang
permafrost papa ke dalaman 2 meter dari permukaan tanah. Kata
"Gelisol" berasal dari kata latin artinya gelare yang bermaksud beku yang
merupaan suatu referensi ke pada proses cryoturbation yang terjad dari
perubahan pencairan dan pembekuan yang merupakan karakteristik dari
Gelisol. Gelisol dikenal juga sebagai Cryosol. Secara stuktural, Gelisol tidak
memiliki Horizon B dan mempunyai horizon A yang berada di atas
permafrost. Sebab bahan organik menumpuk di lapisan paling atas,
kebanyakan Gelisols berwarna gelap atau coklat hitam, yang diikuti oleh
lapisan mineral yang dangkal.
Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda,
tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari
kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison
kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari
tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dan lain-lain.
Menurut (Wahyunto, 2009) 55% tanah sawah dataran rendah dominan
berada pada ordo Inceptisol dan 17% berupa lahan keringnya.
Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal
epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan
bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi
tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal
dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi
lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunizem, Rendzina. Mollisol
sangat dipengaruhi oleh kinggrass alami yang banyak menghasilkan
humus yang sangat subur. Kombinasi dengan kandungan mineral tanah
yang banyak mengandung Calsium, mengakibatkan tanah ini tergolong
yang tersubur di dunia secara alami.
Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan
horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (Bh atau
Bhs) (horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat horison eluviasi
75
(pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem
klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol. Tanah Spodosol secara
alami tergolong tanah mineral yang masam. Kemasaman berasal dari
humus asam yang ditimbulkan oleh vegetasi alami Conifera. Golongan
tanaman Conifera adalah tanaman yang berduri keras dan berdaun jarum
(Gambar 28).
Gambar 28. Hutan Conifera dan profil tanah Spodosol
Tanah ini menjadi tidak subur karena keasamannya yang sangat
tinggi. Di Amerika tanah tersebut dikembangkan untuk dijadikan padang
rumput, untuk peternakan sapi perah. Tanaman pangan yang mungkin
dikembangkan di jenis tanah tersebut adalah kentang (Potatoe),
walaupun ukuran kentang yang dihasilkan kecil, namun sangat baik
kualitasnya.
Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang
terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik) dan
mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman
180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini
berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan
gerakan air. Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk
tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik
Coklat Kelabu.
76
Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga
mineral mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak
aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16
me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al.
Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas
horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning),
Lateritik.lahan sawah yang masuk kategori ordo Oxisol adalah sawah
bukaan baru sebesar 1% (Wahyunto, 2009).
Gambar 29. Tanah Alfisol, Oxisol, Ultisol (Typic hapludult Arkansas) (https://www.cals.uidaho.edu/soilorders/ultisols_02.htm, akses 12 Agustus 2017)
Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang
terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan
basa pada ke dalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik
Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorfik Kelabu. Penggunaan lahan sawah
yang berada pada ordo Ultisol sebanyak 10% dan Oxisol hanya 6%
(Wahyunto, 2009). Ultisol merupakan tanah yang telah berkembang
lanjut. Jenis tanah ini telah mengalami pencucian unsur hara basa-basa,
sehingga yang tertingga dominan di dalam tanah kandungan Fe, Al, yang
tinggi. Tanah ini dicirikan dengan warna merah kekuningan.
77
Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang
mempunyai kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai
epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan
dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil. Pada prinsipnya
tanah ini subur, permasalahannya adalah karena kekurangan air. Jika ada
irigasi maka tanah dapat mendukung budidaya pertanian. Tanah dengan
iklim Arid, memiliki permasalahan akumulasi garam yang cukup tinggi
dipermukaan tanah, karena kondisi evaporasi yang lebih tinggi
dibandingkan presipitasi. Air irigasi dapat mencuci garam-garam yang
mengendap di permukaan tanah, sehingga tanah dapat dibudidayakan
secara maksimal.
Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan
kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat
mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga
tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol
atau Margalit. Penggunaan lahan sawah berada pada ordo vertisol hanya
7% (Wahyunto, 2009).
Gambar 30. Aridisol dan Vertisol (Hamdan dan Adinugraha, 2013. Tanah vertisol, sebaran problematika dan penyebarannya. https://forestry information.wordpress. com/2013/01/ 18/tanah-vertisolsebaran-problematika-dan-pengelolaannya/, akses 8 Agustus 2017).
78
Andisol
Alfisol dan Andisol hanya 4% dari pengadaan lahan sawah di
Indonesia (Wahyunto, 2009). Andisol merupakan tanah yang terbentuk
dari abu gunung api dan didefinisikan sebagai tanah yang mengandung
material glass dan koloid amorf, termasuk mineral alofan, imogolit, dan
ferrihidrit. Pada klasifikasi FAO, Andisol dikenal sebagai Andosol.
Andisol tergolong tanah muda, dan dikenal sangat subur kecuali
pada kasus dimana unsur P difiksasi dengan mudah (ini sering terjadi di
daerah tropis). Tanah ini digunakan untuk budidaya pertanian secara
intensif, khusus untuk padi sawah di daerah Jawa yang mampu
mendukung populasi yang padat di seluruh dunia. Andisol lainnya
mendukung budidaya tanaman lain seperti buah-buahan, jagung, teh,
kopi dan tembakau. Di Amerika bagian Barat laut pasifik, Andisol
mendukung produksi hutan. Andisol menduduki 1% dari areal lahan
bebas es global. Kebanyakan terjadi di sekitar cincin api Pasifik, dengan
areal terluas dijumpai di pusat Cili, Ekuador, Colombia, Mexico, Amerika
Barat Laut pasifik , Jepang, Jawa, pulau utara New Zealand. Daerha lain
terjadi di kawasan lembah Rift Great, Itali, Iceland dan Hawaii.
Gambar 31. Andisol dan Histosol
Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur
pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang
mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm.
79
Jenis tanah ini berasal dari kata histos, artinya jaringan, sol artinya tanah,
bermakna tanah yang berasal dari jaringan yang hidup. Padanan dengan
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau Organosol.
Oleh sebab itu penamaan tanah tersebut adalah diperuntukan pada
tanah yang berasal dari pelapukan bahan organik. Secara umum tanah
tersebut memiliki warna lebih gelap dan hitam. Di Indonesia tanah ini
disebut tanah gambut. Tanah gambut atau Histosol, selalu berada pada
kawasan yang memiliki dariainase jelek, atau tanahnya selalu tergenang,
sehingga perombakan bahan organik menjadi sangat lambat. Histosol
berasal dari peristiwa eutrofikasi yaitu kawasan cekungan tampungan air
yang mengandung kelimpahan bahan organik. Akibat genangan yang
permanen menghasilkan suasana anaerob sehingga membuat bahan
organik lebih bertahan dalam jangka waktu sangat lama. Hal ini dapat
dibandingkan dengan bahan organik yang dipertahankan dalam suasana
aerob, yang perombakannya dalam bentuk oksidasi enzimatik, maka
dekomposisinya akan menghabiskan bahan organik menjadi CO2 dan H2O.
F. Pemanfaatan Jenis Tanah Dalam Bidudaya Padi Sawah Kondisi pemanfaatan jenis tanah dalam budidaya padi sawah
sebagai berikut:
1. Dataran rendah (Low land) 55% Aquept (Inceptisol), Aquent
(Entisol)(Aluvial dan tanah Glei)
2. Dataran Tinggi/lahan kering (Upland) 17% Udept (Inceptisol)
(Latosol dan Regosol)
3. Komplek (kombinasi A dan B)
a. Vertisol (Grumusol) 7% (Subordo Aquert, udert, dan ustert)
b. Ultisol dan Oxisol (Podsolik Merah Kuning) 6% (Subordo:
Aquult dan Paleudult, serta Aquox dan Udox
c. Alfisol dan Andisol (Mediteran Merah Kuning dan 4% Andosol)
Sub ordo Udalfs, Ustalfs, dan Aquands
d. Sawah bukaan baru: Ultisol (Podsolik merah kuning) 10%
e. Sawah bukaan baru: Oxisols 1% (Latosol, Lateritik) jumlah
100%.
80
Penggenangan akan mempengaruhi sifat kimia tanah mineral,
karena penggenangan akan mengubah suasana tanah dari kondisi
oksidasi berubah menjadi reduksi. budidaya padi sawah, menumbuhkan
tanaman padi di tanah yang tergenang. Secara umum tanah Ultisol atau
Oksisol yang mengalami penggenangan, akan meningkat kelarutan Fe.
Unsur Fe akan berubah dari bentuk Ferri menjadi Ferro yang sangat larut.
Oleh sebab itu tanah sawah bukaan baru seperti perluasan sawah hingga
tanah Oksisol, akan mengakibatkan tanaman padi sawah mengalami
keracunan besi.
Namun demikian tanaman padi sawah memiliki kemampuan untuk
mencegah keracunan besi karena memiliki tenaga pengoksidasi. Tenaga
ini juga dihasilkan dari tanaman yang mendapatkan asupan K yang cukup,
sehingga stomata bisa membuka dengan baik dan mampu memfiksasi O2
dari udara dan melepaskannya hingga perakaran tanaman padi(Mengel,
Kirkby, Kosegarten, & Appel, 2001).
Pemanfaatan Histosol (tanah gambut) untuk budidaya pertanian
khususnya padi sawah memberikan prospek yang cerah. Indonesia
memiliki lahan gambut yang cukup luas terutama di kawasan Kalimantan
mencapai 50,3% dari seluruh luas Histosol di Indonesia (Sagiman, 2007).
Mengenai hubungan ketebalan gambut dengan hasil padi menunjukkan
bahwa pada gambut tipis padi memberikan hasil yang cukup tinggi namun
jika ditanam pada gambut tebal dengan ketebalan >60 cm. Maka hasil
akan menurun.
Pada gambut yang tipis 0-10 cm tanah relatip padat tidak gembur
dan pembentukan perakaran padi dapat terganggu, kandungan hara
tanah juga rendah dan tidak cukup memberikan hasil yang tinggi.
Peningkatan ketebalan gambut sampai 60 cm, menyebabkan kesuburan
gambut meningkat dan tanah gembur sehingga baik bagi pertumbuhan
akar tanaman. Gambut tebal (>1m ) belum berhasil dimanfaatkan untuk
penanaman padi sawah, karena sejumlah kendala yang belum dapat
diatasi. Keberhasilan Budidaya Padi Sawah tergantung kesuksesan dalam
mengatasi beberapa kendala seperti keberhasilan dalam : pengelolaan
dan pengendalian air, penanganan sejumlah kendala fisik yang menjadi
faktor pembatas, pengendalian sifat toksik dan kekurangan hara makro
maupun mikro.
81
DAFTAR PUSTAKA
Agrostologi, L., & Peternakan, F. (2003). 3. Respons Hijauan Pakan
Terhadap Pemupukan Pupuk Kandang Dan Air Belerang,
2(September), 17–38.
Badan Pusat Statistika (2016) Hasil padi menurut provinsi di Indonesia
selama 13 tahun mulai 2003- 2015. https://www.bps.go.id/
linkTableDinamis/view/id/895
Beuzelin, J. M., Mészáros, A., Way, M. O., & Reagan, T. E. (2012). Rice
harvest cutting height and ratoon crop effects on late season and
overwintering stem borer (Lepidoptera : Crambidae) infestations.
Crop Protection, 34, 47–55. http://doi.org/10.1016/j.
cropro.2011.11.019
Daru, T. P., Yuianti, A., & Widodo, E. (2013). SEBAGAI PAKAN SAPI
POTONG DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA. Pastura, 3(2), 94–
98.
Harrell, D. L., Bond, J. A., & Blanche, S. (2009). Field Crops Research
Evaluation of main-crop stubble height on ratoon rice growth and
development §, 114, 396–403. http://doi.org/10.1016/j.fcr.
2009.09.011
Jamilah, & Juniarti. (2015). Potensi Tanaman Padi Dipangkas Secara
Periodikuntuk Pakan Ternak Pada Metoda Budidaya Integrasi Padi
Ternak Menunjang Kedaulatan Pangan Dan Daging. :aporan
Penelitian Fakultas Pertanian Univ. Tamansiswa, Padang (Vol. 53).
Padang.
Jamilah, & Juniarti. (2017). Chromolaena odorata Compost Affected Soil
Chemical and Rice Crop (Oryza sativa L.). Agrotechnology, 06(01),
1–6. http://doi.org/10.4172/2168-9881.1000155.
Jamilah, Fadhila, R., & Mulyani, S. (2017). Farm Analysis of Rice Crop
Trimmed Periodically in the Tropical Wet. In T. Yuwono, T.
Purwaningsih, & Maulana (Eds.), International Conference on
Social, Humanities and Government Science ISBN 978-602607620-
5 (pp. 202–207). Palembang: Tamansiswa Palembang University.
Jamilah, Juniarti, & Mulyani, S. (2016). Potensi tanaman padi yang
dipupuk dengan kompos C hromolaena odorata ; penghasil gabah
82
dan sumber hijauan pakan ternak penunjang ketahanan pangan
Potential of rice crop fertilized with compost of Chromolaena
odorata to produce grain yield and. Prosiding
Sem.Nas.Masy.Biodiv.Indon, 2, 27–31.
http://doi.org/10.13057/psnmbi/m020105.
Jamilah. (2012). Pengaruh Pupuk Biorganik In situ untuk Padi Sawah
Intensifikasi Pada lahan Dampak Limbah Tambang Semen.
Prosiding Seminar Nasional Dan Rapat Tahunan Bidang Ilmu-Ilmu
Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat, 1(9), 503–508.
http://doi.org/10.1017/ CBO9781107415324.004
Jim Schwartz. 2015. Nutrient Movement And Root Uptake.
https://www.360yieldcenter.com/plant-health/soil-nutrient-
series-part-1-nutrient-movement-and-root-uptake/
Laboratorium, T. I. dan T. P. F. P. I. (2013). Pengetahuan Bahan Makanan
Ternak. CV NUtrisi Sejahtera (Vol. 53). Bogor: CV Nutrisi Sejahtera.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Mengel, K., Kirkby, E. a., Kosegarten, H., & Appel, T. (2001). Principles of
Plant Nutrition Edited by and, 5th, 849 pp.
http://doi.org/10.1007/978-94-010-1009-2
Nishiuchi, S., Yamauchi, T., Takahashi, H., Kotula, L., & Nakazono, M.
(2012). Mechanisms for coping with submergence and
waterlogging in rice. Rice, 5(1), 2. http://doi.org/10.1186/1939-
8433-5-2
Nurmala, T., & Widayat, D. (2015). Pengaruh keberadaan gulma (
Ageratum conyzoides dan Boreria alata ) terhadap pertumbuhan
dan hasil tiga ukuran varietas kedelai ( Glycine max L . Merr ) pada
percobaan pot bertingkat Effect of the existence of weeds (
Ageratum conyzoides and Boreria alata. Kultivasu, 14(2), 1–9.
Oosterhuis, D. (2009). Foliar fertilization: mechanisms and magnitude of
nutrient uptake. Proceedings of the Fluid Forum, 15–17.
Pertanian, M. (2016). Kedaulatan Pangan. Jakarta: Kementrian Pertanian.
Plucknett, D., & Evenson, J. P. (1970). RATOON CROPPING ’. Advances in
Agronomi, 22(1168), 285–330.
Prawiradiputra, B. R., Sutedi, E., Sajimin, & Fanindi, A. (2012). Hijauan
pakan ternak untuk lahan sub-optimal. Jakarta: BADAN
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN
83
PERTANIAN.
Purwanti, S. (2014). Pengaruh kompetisi gulma terhadap pertumbuhan,
hasil dan daya simpan benih kedelai hitam. In Hasil Penelitian
Tanaman Aneka kacang dan Umbi (pp. 327–336).
Sagiman, S. (2007). Pemanfaatan lahan gambut dengan perspektif
pertanian berkelanjutan. Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar,
UNTAN, Pontianak.
Seseray, D. Y., Santoso, B., & Lekitoo, N. (2013). Produksi Rumput Gajah (
Pennisetum purpureum ) yang Diberi Pupuk N , P dan K dengan
Dosis 0 , 50 dan 100 % pada Devoliasi Hari ke-45. Sains
Peternakan, ISSN 1693-8828, 11(1), 49–55.
Statistik, B. P. (2014). Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Harga Produsen
Gabah dan Beras. Statewide Agricultural Land Use Baseline 2015.
http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Wahyunto. (2009). LAHAN SAWAH DI INDONESIA SEBAGAI PENDUKUNG.
Informatika Pertanian, 18(2), 133–152.
Yoshida, S. (1981). Fundamentals of Rice Crop Science. Philippines: the
International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna
Philippines.
84
TENTANG PENULIS
Dr. Ir. Jamilah, MP lahir di Medan 26
Pebruari 1965, adalah Dosen Kopertis X dpk Fak.
Pertanian UNITAS PADANG yang mengajar
matakuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah, Kesuburan
tanah, Nutrisi Tanaman, Sistem Pertanian Organik,
Agroforestry dan Konservasi Tanah dan Air. Tahun
1989 lulus S1 program studi Ilmu Tanah dari
Universitas Sumatera Utara, tahun 1996 lulus S2
dari Universitas Andalas dan program Doktor lulus tahun 2006 di
Universitas Andalas. Penulis telah berhasil memproses paten sederhana
mengenai Produk Pupuk organik Cair C.odorata dan sabut kelapa yang
diperkaya dengan mikroorganisme local dengan nomor No. HKI.3-
HI.05.01.03.2016/06641. Pada saat ini Penulis sebagai Dekan Fakultas
Pertanian UNITAS Padang, Sekretaris HITI Sumatera Barat dan Anggota
Forum DAS Kota Padang.