34
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan adalah suatu bangunan penampung air yang dibentuk dari berbagai batuan dan tanah. Air yang dibendung akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat antara lain dijadikan pembangkit tenaga listrik (PLTA), penyediaan air bersih, tempat rekreasi, pengendali banjir, dan sebagainya. Salah satu bendungan yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Waduk Sermo dan telah dioperasikan sejak tahun 1996. Waduk ini terletak di wilayah Desa Hargowilis, Kokap Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Yogyakarta, Indonesia. Lokasi Bendungan Sermo meliputi wilayah Sungai Progo, Sesar Opak, Kabupaten Kulon Progo. Wilayah cakupan Waduk Sermo berada pada 110 ° 1 ' sampai 110° 16' Bujur Timur dan 7° 38' sampai dengan 7° 59' Lintang Selatan. Waduk Sermo merupakan salah satu objek wisata di Kabupaten Kulonprogo, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 November 1996 dengan membendung Sungai Ngrancah. Sejak saat itu Waduk Sermo menjadi sumber air utama bagi pertanian di daerah sekitarnya. Luas genangan air Waduk Sermo menurut Pemkab Kulon Progo adalah kurang lebih 157 Ha dengan kondisi air yang masih jernih serta bentuknya berkelok-kelok. Waduk ini dapat menampung air 25 juta meter kubik dan dibangun selama dua tahun delapan bulan (Anonim, 2013). Waduk Sermo memiliki berbagai macam fungsi dan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Fungsi utamanya adalah sebagai penampung air yang disalurkan PDAM untuk air bersih, irigasi atau pengairan, serta pencegah banjir. Adanya jalan lingkar aspal sepanjang 21 km menjadikan waduk ini berfungsi juga sebagai tempat olah raga (Anonim, 2008). Konstruksi waduk berukuran lebar atas 8m, lebar bawah 250 m, panjang 190 m, dan tinggi 56 m (Balai Pengelola Sumber Daya Air dan Sungai Provinsi DIY, 1997). Seperti diketahui bahwa tubuh waduk akan mengalami tekanan dari efek tekanan air waduk serta penurunan material tanah. Akibat gaya tekanan ini maka tubuh waduk kemungkinan akan dapat mengalami deformasi atau pergeseran baik itu

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72772/potongan/S1-2014... · 4. Kerangka dasar yang digunakan untuk pemantauan deformasi menggunakan kerangka

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Bendungan adalah suatu bangunan penampung air yang dibentuk dari berbagai

batuan dan tanah. Air yang dibendung akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan

masyarakat antara lain dijadikan pembangkit tenaga listrik (PLTA), penyediaan air

bersih, tempat rekreasi, pengendali banjir, dan sebagainya. Salah satu bendungan

yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Waduk Sermo dan telah

dioperasikan sejak tahun 1996. Waduk ini terletak di wilayah Desa Hargowilis,

Kokap Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Yogyakarta, Indonesia. Lokasi Bendungan

Sermo meliputi wilayah Sungai Progo, Sesar Opak, Kabupaten Kulon Progo.

Wilayah cakupan Waduk Sermo berada pada 110 ° 1 ' sampai 110° 16' Bujur Timur

dan 7° 38' sampai dengan 7° 59' Lintang Selatan. Waduk Sermo merupakan salah

satu objek wisata di Kabupaten Kulonprogo, yang diresmikan oleh Presiden Soeharto

pada tanggal 20 November 1996 dengan membendung Sungai Ngrancah. Sejak saat

itu Waduk Sermo menjadi sumber air utama bagi pertanian di daerah sekitarnya.

Luas genangan air Waduk Sermo menurut Pemkab Kulon Progo adalah kurang lebih

157 Ha dengan kondisi air yang masih jernih serta bentuknya berkelok-kelok. Waduk

ini dapat menampung air 25 juta meter kubik dan dibangun selama dua tahun delapan

bulan (Anonim, 2013).

Waduk Sermo memiliki berbagai macam fungsi dan sangat bermanfaat bagi

masyarakat. Fungsi utamanya adalah sebagai penampung air yang disalurkan PDAM

untuk air bersih, irigasi atau pengairan, serta pencegah banjir. Adanya jalan lingkar

aspal sepanjang 21 km menjadikan waduk ini berfungsi juga sebagai tempat olah

raga (Anonim, 2008). Konstruksi waduk berukuran lebar atas 8m, lebar bawah 250

m, panjang 190 m, dan tinggi 56 m (Balai Pengelola Sumber Daya Air dan Sungai

Provinsi DIY, 1997).

Seperti diketahui bahwa tubuh waduk akan mengalami tekanan dari efek

tekanan air waduk serta penurunan material tanah. Akibat gaya tekanan ini maka

tubuh waduk kemungkinan akan dapat mengalami deformasi atau pergeseran baik itu

2

ke arah horisontal maupun ke arah vertikal. Deformasi yang cukup besar akan

mengakibatkan banyak kerugian seperti terjadinya keretakan pada struktur bangunan

waduk, longsor, kerugian finansial dan bahkan korban jiwa.

Bendungan memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat,

maka diperlukan suatu bentuk pemeliharaan dan perawatan yang memadai guna

menghindari kerusakan pada bendungan tersebut. Salah satu bentuk pemeliharaan

dan perawatan tersebut salah satunya adalah dengan melakukan pemantauan

deformasi pada tubuh bendungan. Deformasi mungkin disebabkan oleh gempa bumi,

retakan, pergeseran lempeng, level air tinggi - rendah, rembesan atau kebocoran.

Prinsip pemantauan deformasi dengan pendekatan geodetik menggunakan

metode triangulaterasi memakai Total Station dan waktu pengamatan minimal dua

epok, yaitu dengan menempatkan beberapa titik kontrol di beberapa lokasi yang

dipilih disekitar Waduk Sermo secara periodik untuk ditentukan koordinatnya secara

teliti. Dengan mempelajari pola dan besar perubahan koordinat dari titik-titik kontrol

tersebut berdasarkan survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik

deformasi bendungan akan dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut.

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya. Diawali pada

tahun 2010 yang telah dibangun kerangka kontrol untuk keperluan pemantauan titik

pantau dan sekaligus dilakukan pemantauan pergeseran titik pantau di tubuh Waduk

Sermo dengan menggunakan metode radial (Yulaikhah dan Parseno, 2010). Namun

hasil ketelitian koordinat yang diperoleh kurang teliti dan perubahan koordinat yang

terjadi tidak memiliki pola tertentu, sehingga belum bisa disimpulkan bahwa

perubahan koordinat yang terjadi disebabkan oleh adanya deformasi. Pada tahun

2012 dilakukan penelitian untuk menganalisis kestabilan jaring kerangka kontrol

deformasi, namun ada beberapa kendala, antara lain ada beberapa titik kontrol yang

tidak saling terlihat dan ada titik yang hilang, oleh karena itu penelitian difokuskan

pada pengembangan jaring titik kontrol.

Penelitian pengembangan jaring titik kontrol telah dilakukan, sehingga pada

penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan pemantauan kerangka kontrol dan

melakukan analisis kestabilan jaring kerangka kontrol berdasarkan data tahun 2012

dan 2013.

3

I.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berapa besar pergeseran horisontal serta ketelitiannya dari titik-titik

kontrol Waduk Sermo berdasarkan hasil pengukuran terestris pada epok

2012 dan 2013 jika dilakukan dengan menggunakan hitung perataan

parameter berbobot?

2. Apakah besar pergeseran horisontal yang terjadi selama 1 tahun dari

titik-titik kontrol Waduk Sermo berdasarkan perhitungan deformasi

antara epok 2012 dan 2013 menggunakan hitung perataan parameter

berbobot signifikan secara statistik?

1.3. Pembatasan Masalah

Beberapa hal yang dijadikan sebagai pembatasan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Akuisi data dilakukan dengan menggunakan alat ukur Total Station

Nikon DTM 322 menggunakan metode triangulaterasi.

2. Analisis pergeseran titik-titik kontrol hanya sebatas pada pergeseran

horisontal atau pada posisi koordinat 2D (X,Y).

3. Metode hitungan yang digunakan untuk estimasi nilai koordinat 2D

adalah hitung kuadrat terkecil metode parameter berbobot.

4. Kerangka dasar yang digunakan untuk pemantauan deformasi

menggunakan kerangka dasar relatif.

5. Analisis deformasi dilakukan dengan melakukan hitungan beda absis dan

ordinat dari data pengamatan untuk setiap kala pengukuran, pengujian

kesebangunan jaringan, dan pengujian pergesaran titik-titik kontrol.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini meliputi :

1. Mengetahui besar pergeseran horisontal setiap titik-titik kontrol di sekitar

Waduk Sermo antara tahun 2012 – 2013.

4

2. Mengevaluasi besar pergeseran horisontal yang terjadi menggunakan uji

kesebangunan jaring, untuk melihat apakah pergeseran yang terjadi

disebabkan oleh pergeseran titik.

1.5. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Untuk bidang akademik, yaitu diharapkan dapat dijadikan pertimbangan

dalam melakukan pengukuran survei deformasi dan pengolahan analisis

pergeseran horisontal.

2. Manfaat lainnya adalah untuk bidang konservasi, yaitu yang diharapkan

dari penelitian ini adalah dengan diketahuinya besar pergeseran horisontal

di sekitar Waduk Sermo, maka dapat digunakan untuk melakukan

pengawasan terhadap titik pantau dalam studi deformasi dan dapat

digunakan untuk melakukan pemantauan dan pemeliharaan Waduk Sermo

kedepannya sebagai antisipasi dampak negatif dan kerugian yang

mungkin terjadi.

1.6. Tinjauan Pustaka

Setiap struktur bangunan yang dibuat di permukaan tanah akan mengalami

pergeseran atau perubahan baik itu ke arah horisontal maupun ke arah vertikal.

Pergeseran tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain oleh suatu

gaya eksternal/gaya dari luar sistem bangunan dan juga gaya internal/gaya dari

dalam bangunan itu sendiri. Contoh gaya eksternal adalah aktivitas gerakan kulit

bumi, sedangkan contoh dari gaya internal adalah berat massa struktur bangunan itu

sendiri (Widjajanti, 2001).

Waduk Sermo pada perencanaanya dapat berumur 50 tahun guna menampung

air sungai (irigasi), sekarang ini kondisinya mengalami penurunan kapasitas yang

disebabkan adanya penumpukan sedimen tanah. Faktor fisiografis yang

menyebabkan erosi tanah permukaan menjadi sumber terbesar sedimentasi daerah

aliran sungai seperti, air hujan, naik-turunya permukaan air, drainase, iklim, dan

topografi kawasan. Faktor sosial yaitu adanya aktifitas masyarakat seperti,

5

pengolahan tanah, penebangan pohon di daerah tangkapan air (catchment area) baik

hutan rakyat, perhutani, pertanian tumpang sari pada tanah di tepi genangan.

Pengaruh dari beberapa faktor di atas dapat merugikan dan menghilangkan peran

serta fungsi dari waduk.

Tanah yang tersebar pada tepian waduk dengan tipe longsoran di antaranya

longsoran batuan (rock slide), gerakan tanah (soil creep), longsoran tanah (land

slide), longsoran masa tanah (debris slide), runtuhan batu/masa tanah (rock/debris

fall) dan longsoran lumpur (slump slide). Melihat permasalahan di atas, untuk

pemeliharaan Waduk Sermo perlu dilakukan penelitian tentang pergeseran pada

kawasan Waduk Sermo.

Adapun beberapa penelitian yang terkait dengan pergeseran horisontal

diantaranya adalah Yulaikhah dan Parseno (2010) telah membangun kerangka

kontrol untuk keperluan pemantauan titik pantau dan sekaligus dilakukan

pemantauan pergeseran titik pantau di tubuh bendungan dengan menggunakan

metode radial. Namun ketelitian koordinat yang dihasilkan masih kurang teliti dan

perubahan koordinat yang terjadi tidak memiliki pola tertentu.

Hendrawan (2010) yang melakukan analisis pergeseran Waduk Sermo

menggunakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran tubuh bendungan (main

dam) berupa data jarak datar, jarak miring, dan sudut horisontal masing-masing titik

kontrol bendungan. Metode yang digunakan adalah metode radial. Pengukuran

dilakukan dalam 2 epok pengamatan yaitu epok pertama yang dilakukan pada

tanggal 15 Mei 2010 dan pengukuran epok dua pada tanggal 16 September 2010.

Metode hitungan yang digunakan adalah metode hitung kuadrat terkecil dengan

pendekatan parameter. Proses analisis dilakukan melalui uji statistik yaitu uji blunder

atau data snooping dan uji pergeseran titik obyek. Dari hasil penelitian diperoleh

hasil bahwa titik pantau secara statistik dan numeris mengalami pergeseran. Hasil

analisis pergeseran titik ditunjukkan bahwa semua titik pantau mengalami

pergeseran.

Prayoga (2011) dalam penelitiannya mengkaji tentang deformasi horisontal

bendungan Sermo yang berupa analisis pergeseran horisontal pada tubuh Waduk

Sermo yang dilakukan dengan pendekatan geodesi berdasarkan data pengamatan

tahun 2010 dan data tahun 2011. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh perubahan

6

koordinat yang terjadi tidak memiliki pola tertentu. Kesimpulan secara keseluruhan

titik kontrol tidak mengalami pergeseran.

Yulaikhah dan Parseno (2011) dalam penelitiannya melakukan pengukuran

titik pantau kembali dengan menggunakan metode radial dan pemotongan. Namun

demikian dari hasil kedua pengukuran tersebut ketelitian koordinat yang diperoleh

tidak teliti, sehingga belum bisa disimpulkan bahwa perubahan koordinat yang

terjadi benar-benar karena adanya deformasi. Perubahan koordinat yang terjadi tidak

memiliki pola tertentu. Salah satu kemungkinan disebabkan oleh asumsi yang

digunakan bahwa kerangka kontrol yang digunakan adalah tetap atau tidak bergeser,

sehingga kesimpulannya perlu dilakukan analisis pergeseran titik kontrol deformasi

pada Waduk Sermo. Selanjutnya pada penelitian yang penulis lakukan adalah

melakukan evaluasi yang menganggap bahwa adanya pergeseran pada titik

kontrolnya.

Yulaikhah dan Parseno (2012) telah melakukan penelitian dengan tujuan untuk

menganalisis kestabilan jaring kerangka kontrol deformasi yang selanjutnya titik

kontrol ini digunakan sebagai ikatan untuk pemantauan pergeseran titik-titik pantau.

Namun beberapa kendala ditemui di lapangan diantaranya beberapa titik kontrol

yang ada tidak saling terlihat bahkan telah hilang, sehingga penelitian lebih

difokuskan pada pengembangan jaring titik kontrol. Karena penelitian sebelumnya

hanya difokuskan pada pengembangan jaring titik kontrol, maka untuk penelitian

saat ini perlu dilakukan analisis kestabilan atau kesebangunan jaring berdasarkan

data pengamatan tahun 2012 dan 2013.

Yulaikhah dan Ruli (2013) pada penelitiannya melakukan pemantauan titik –

titik kontrol di sekitar Waduk Sermo menggunakan metode pengukuran

triangulaterasi. Hasil dari pemantauan tersebut adalah data jarak horisontal dan sudut

horisontal. Tujuan dari penlitian ini adalah menganalisis besar dan arah pergeseran

horisontal berdasarkan data ukuran tahun 2012 dan 2013 dengan metode hitung

perataan minimum constraint. Hasil dari analisis tersebut adalah telah terjadi

pergeseran horisontal pada semua titik kontrol, namun masih perlu data pendukung

yang lain untuk penelitian tersebut, agar hasilnya realistis . Pada penelitian tersebut

kerangka dasar yang digunakan adalah kerangka dasar absolut, sedangkan untuk

penelitian saat ini menggunakan kerangka dasar relatif dengan metode hitung

7

perataan parameter berbobot. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

ditunjukkan seperti pada Tabel I.1.

Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, maka pada penelitian ini

dilakukan perhitungan estimasi koordinat 2D titik-titik kontrol dengan menggunakan

hitung kudrat terkecil metode parameter berbobot. Hitung kuadrat terkecil

menyatakan bahwa jumlah kuadrat koreksi pengamatan adalah minimum dan

perataan dilakukan terhadap ukuran yang dipengaruhi kesalahan acak. Oleh karena

itu perlu dilakukan tahap pengujian untuk memeriksa ada tidaknya pengaruh

kesalahan tak acak terhadap data pengamatan. Apabila telah lolos uji, maka estimasi

koordinat 2D dan ketelitiannya dapat digunakan untuk analisis pergeseran horisontal.

Analisis yang dilakukan menggunakan uji kesebangunan jaring dan uji pergeseran

titik menggunakan derajat kepercayaan 95 %, untuk mengetahui apakah pergeseran

titik yang terjadi benar disebabkan karena deformasi.

8

Tabel I.1. Pembeda penelitian pergeseran horisontal Waduk Sermo

Yulaikhah dan

Parseno (2010)

Hendrawan

(2010)

Prayoga

(2011)

Yulaikhah dan

Parseno

(2011)

Yulaikhah dan Parseno

(2012)

Yulaikhah dan Ruli (2013)

Pada penelitian ini

dengan

membangun

kerangka kontrol

dan memantau

pergeseran titik

pantau dengan

metode radial,

tetapi ketelitian

koordinat yang

dihasilkan masih

kurang teliti.

Hendrawan

melakukan

analisis

pergeseran

horisontal

Waduk Sermo

menggunakan

metode radial.

Pengukuran

dilakukan pada

bulan Mei 2010

dan September

2010. Hasil

analisis

menunjukkan

bahwa telah

terjadi

pergeseran titik

Prayoga

meneliti

tentang

deformasi

horisontal

Bendungan

Sermo

dengan

pendekatan

geodesi

berdasarkan

data

pengamatan

tahun 2010

dan 2011.

Hasilnya

titik kontrol

tidak

Melakukan

pengukuran titik

pantau

menggunakan

metode radial dan

pemotongan.

Namun hasil kedua

pengukuran yang

diperoleh memiliki

ketelitian

koordinat yang

tidak teliti,

sehingga belum

bisa disimpulkan

bahwa perubahan

koordinat yang

terjadi benar-benar

karena adanya

Tujuan dari penelitian ini

adalah menganalisis

kestabilan jaring

kerangka kontrol

deformasi yang

selanjutnya titik – titik

kontrol ini sebagai ikatan

untuk pemantauan

pergeseran titik – titik

pantau. Namun beberapa

kendala ditemui

dilapangan diantaranya

beberapa titik kontrol

tidak saling terlihat

bahkan telah hilang,

sehingga penelitian lebih

difokuskan pada

pengembangan jaring

Pada penelitiannya

melakukan pemantauan titik

– titik kontrol menggunakan

metode triangulasi pada

tahun 2012 dan 2013.

Pengolahan data ukuran

menggunakan metode

hitung perataan minimal

constraint. Kesimpulannya

telah terjadi pergeseran

horisontal pada semua titik

kontrol. Namun masih perlu

data pendukung lain yang

berkaitan dengan penelitian

ini, agar hasil yang didapat

benar-benar realistis

9

mengalami

pergeseran.

deformasi. titik kontrol

10

1.7 Landasan Teori

I.7.1. Jaring Kontrol Horisontal

Jaring kontrol horisontal adalah sekumpulan dari beberapa titik kontrol

horisontal yang satu sama lainnya diikatkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut,

dan koordinatnya ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam

suatu sistem referensi koordinat horisontal tertentu. Pengadaan jaring kontrol

horisontal ini dapat dilakukan dengan metode terestris, maupun extra-terestrial (SNI,

19-6724-2002).

Jaring kerangka kontrol horisontal memiliki tingkat ketelitian yang berbeda-

beda tergantung dari orde jaring kontrol horisontal tersebut. Orde jaringan adalah

atribut yang mengkarakterisasi tingkat ketelititan (akurasi) jaring, yaitu tingkat

kedekatan jaring tersebut terhadap titik kontrol yang sudah ada yang digunakan

sebagai referensi (BSN, 2002). Jaring kerangka horisontal dapat juga dipakai untuk

kerangka dasar pemantauan deformasi dan studi pergerakan massa tanah lainnya.

Pemilihan dan pemakaiannya ditentukan oleh banyak faktor, antara lain luas daerah

yang dipetakan, ketersediaan peralatan dan kemudahan perhitungan. Dalam

pengukuran jaring kontrol horisontal, ada berbagai metode yang dapat digunakan,

antara lain metode terestris dan extra-terestris. Bentuk jaring yang sering digunakan

yaitu poligon, triangulasi, trilaterasi, triangulaterasi, pemotongan ke muka, dan

pemotongan ke belakang (Basuki, 2006).

1.7.2. Metode Triangulaterasi

Metode triangulaterasi merupakan salah satu metode penentuan posisi dimana

titik – titik yang akan ditentukan posisinya terbentuk dalam suatu jaring segitiga atau

kombinasi dengan jaring kuadrilateral. Posisi titik ditentukan dengan melakukan

pengukuran jarak dan sudut pada setiap titik - titik pengamatan (Yulaikhah, 2013).

11

Gambar I.1. Contoh jaring triangulaterasi

Keterangan :

= : titik yang diketahui koordinatnya

= : titik yang dicari koordinatnya

D1, D2,D3,D4, D5 : jarak

Az1 : azimut Titik 12

S1, S2, S3,S4, S5, S6: sudut horisontal

Konsep hitungan triangulaterasi menggunakan konsep dasar hitungan poligon

tertutup, sebagai berikut :

X2 = X1 + D1 sin Az1 + koreksi absis (ΔX) .............................................................. (I.1)

Y2 = Y1 + D1 cos Az1 + koreksi ordinat (ΔY) .......................................................... (I.2)

Dengan konsep yang sama, azimuth sisi jaring dan koordinat titik – titik jaring yang

lain dapat ditentukan dengan menggunakan besaran ukuran sudut dan besaran ukuran

jarak yang sesuai.

1.7.3. Survei Deformasi

Survei deformasi merupakan perubahan kedudukan atau pergerakan suatu

titik pada suatu benda secara absolut maupun relatif, dan lebih disebabkan oleh

adanya pergerakan lempeng. Pergerakan secara absolut adalah gerakan pada suatu

sistem referensi tertentu yang dilihat dari titik itu sendiri, sedangkan pergerakan

secara relatif adalah gerakan pada suatu sistem referensi tertentu yang dilihat dari

titik lain. Efek-efek dari penyebab deformasi atau pergeseran pada suatu materi akan

menciptakan reaksi yang sebanding dengan sifat geometrik dan jenis material dari

materi yang terdeformasi tersebut. Beban atau gaya berat materi merupakan gaya

4

12

penyebab deformasi. Bekerjanya gaya berat pada suatu materi yang disertai pengaruh

gaya berat dari materi disekitarnya dalam suatu selang waktu akan mempengaruhi

bentuk geometri materi tersebut. Reaksi yang terjadi mempengaruhi posisi, bentuk,

dan dimensi materi yang terdeformasi. Analisis deformasi dari aspek geometri, perlu

menerapkan kerangka dasar. Perlu dilakukan kajian mengenai kerangka dasar yang

digunakan dalam melakukan analisis deformasi.

Analisis deformasi bertujuan untuk menentukan kuantifikasi pergeseran dan

parameter-parameter deformasi, yang mempunyai karakteristik dalam ruang dan

waktu. Penyelidikan deformasi pada suatu objek pengamatan biasanya dilakukan

berulang pada epok yang berbeda. Pengukuran pada masing-masing epok tersebut

kemudian dapat diratakan secara terpisah pada masing-masing epok maupun

perataan langsung dari dua epok. Berdasarkan hasil pengukuran berulang tersebut,

akan didapat perbedaan koordinat titik-titik kontrol (dalam hal ini pergeseran)

sehingga besar dan parameter-parameter deformasi dapat ditentukan (Widjajanti,

1997).

1.7.4. Kerangka Dasar Pemantauan Deformasi

Kerangka dasar yang dapat digunakan untuk keperluan analisis deformasi yaitu

kerangka dasar absolut dan kerangka dasar relatif. Deformasi dapat didefinisikan

perubahan bentuk kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara

absolut maupun relatif. Strategi dalam pemilihan jenis kerangka dasar ini diperlukan

agar diperoleh nilai parameter-parameter deformasi yang benar. Pemilihan kerangka

dasar untuk monitoring deformasi penentuan stabilitas titik referensi merupakan

salah satu masalah utama. Mengikat semua posisi titik di atas permukaan bumi

mengalami pergerakan maka pada analisis kerangka dasar semua titik harus

diperlukan sebagai titik yang tidak stabil (Caspary, 1987). Kerangka ini digunakan

untuk menentukan besar perubahan yang terjadi terhadap suatu referensi yang sama

pada semua kala pengamatan. Terdapat dua jenis kerangka dasar yang digunakan

untuk melakukan analisis pergeseran, meliputi (Widjajanti, 2001) :

13

1. Kerangka Dasar Absolut

Suatu kerangka dimana titik-titik kontrol yang digunakan sebagai titik

referensi terletak di luar area obyek pengamatan deformasi yang posisinya dianggap

stabil (Gambar I.2).

Gambar I.2. Kerangka dasar absolut

(modifikasi Yulaikhah dan Parseno, 2010)

Pada kerangka dasar absolut, analisis deformasi bertujuan untuk menentukan

perpindahan titik obyek relatif terhadap titik referensi. Pada kerangka dasar absolut,

analisis deformasi bertujuan untuk menentukan perpindahan titik obyek relatif

terhadap titik referensi. Tahapan analisis deformasi pada kerangka dasar absolut

adalah sebagai berikut (Widjajanti, 2001) :

a. Pemilihan titik-titik referensi dan mengeliminasi titik - titik yang tidak

stabil.

b. Pemilihan titik – titik obyek untuk pergeseran titik tunggal, mengabaikan

titik – titik lain atau permodelan pergerakannya.

c. Perancangan model deformasi menyangkut pergerakan dan deformasi

benda kaku yang menjadi obyek.

d. Pengujian model deformasi melalui uji statistik.

2. Kerangka Dasar Relatif

Suatu kerangka dimana titik-titik kontrol yang digunakan sebagai titik referensi

terletak di dalam area pengamatan deformasi, sehingga posisinya dianggap tidak

stabil atau mengalami pergeseran. Pada kerangka dasar relatif, analisis deformasi

dilakukan untuk menentukan pergeseran relatif antara kedua blok. Pada kerangka

Area terdeformasi

Area tidak terdeformasi

14

dasar relatif, analisis deformasi dilakukan untuk menentukan pergeseran relatif

antara kedua blok (Gambar I.3).

Gambar I.3. Kerangka dasar relatif

(modifikasi Yulaikhah dan Parseno, 2010)

Tahapan analisis deformasi pada kerangka dasar relative adalah sebagai berikut

(Widjajanti, 2001) :

a. Pemilihan titik-titik obyek untuk pergeseran titik tunggal, mengabaikan

titik lain atau permodelan pergerakannya.

b. Perancangan model deformasi menyangkut pergerakan deformasi obyek.

c. Pengujian model deformasi melalui uji statistik.

Pada prinsipnya beban terhadap benda terdeformasi (Deformable Body) adalah

suatu gaya yang melakukan aksi terhadap benda padat sehingga menyebabkan

terjadinya deformasi. Sehingga diperlukan pengamatan geodetik untuk pemantauan

deformasi dengan menggunakan salah satu jenis kerangka dasar deformasi.

1.7.5. Analisis Deformasi

Apabila suatu benda mengalami deformasi maka dapat dilakukan analisis

dengan 2 macam cara, yaitu: intrepretasi fisik dan analisis geometri. Intrepretasi fisik

adalah proses penerjemahan secara fisis terhadap sifat materi yang mengalami

deformasi tegangan (stress) yang terjadi pada materi, hubungan fungsional antara

beban dan deformasi yang terjadi dimana sifat materi yang terdeformasi terdiri atas 2

macam, yaitu:

Area terdeformasi

15

1. Plastik (kaku).

2. Elastik (lentur).

Analisis geometri lebih menekankan penentuan parameter deformasi dengan

jalan mentransformasikan perubahan posisi ke dalam bentuk parameter-parameter

deformasi meliputi translasi, rotasi dan regangan. Interpretasi fisik dapat dilakukan

dengan dua macam metode, yaitu: penentuan metode dan metode statistika.

Penentuan metode pada umumnya adalah metode deterministik. Metode

deterministik adalah metode operasional yang menggunakan informasi yang

berkaitan dengan beban, sifat-sifat materi, geometri benda dan hukum fisis yang

berlaku untuk tegangan - regangan (Stress - Strain). Sedangkan metode statistika

dinamakan juga metode analisis regresi yang menitikberatkan pembahasannya pada

analisis korelasi antara besaran deformasi antara besaran deformasi (displacement)

dan besaran beban (load) penyebab terjadinya deformasi.

Terkait dengan pergeseran titik, maka deformasi merupakan pergerakan suatu

titik pada suatu benda dimana titik terletak pada sistem referensi tertentu artinya titik

tersebut memiliki posisi dalam sistem koordinat tertentu. Induk dari deformasi adalah

dinamika bumi yang mengalami banyak perubahan yang diakibatkan kondisi yang

tidak stabil dari lempeng bumi.

Dinamika bumi terbagi menjadi 3 skala, yaitu: skala global, skala regional dan

skala lokal. Skala global mencakup gerakan antar benua, skala regional mencakup

gerakan antar pulau dan skala lokal mencakup gerakan tanah pada tempat tertentu

(Wahyuningtias, 1996). Pada skala lokal inilah terdapat studi analisis deformasi

terpadu. Untuk dapat memahami pengertian analisis deformasi terpadu diperlukan

pemahaman makna kata dari analisis, deformasi dan terpadu. Hal ini dikarenakan

pengertian analisis deformasi berbeda dengan pengertian analisis pengkajian suatu

obyek.

Analisis adalah penarikan suatu kesimpulan tentang karakteristik dari struktur

fenomena secara keseluruhan dari unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuk

struktur tersebut. Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi dan dimensi dari suatu

benda (Kuang, 1996). Berdasarkan definisi tersebut, deformasi dapat diartikan

sebagai perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara

absolut maupun relatif (Ma’ruf, 2001).

16

Analisis deformasi adalah metodologi (hal-hal yang berkaitan metode) untuk

menentukan parameter-parameter deformasi. Ada 2 macam metode pendekatan

yaitu pendekatan geodetik dan pendekatan fisis. Ciri khas pendekatan geodetik

adalah penerapan konsep sebagai berikut:

1. Pendekatan stokastik.

2. Penentuan posisi.

3. Kerangka referensi, sistem referensi, kerangka koordinat dan sistem

koordinat.

4. Kerangka dasar horisontal dan vertikal dan bentuk geometri beserta

ukuran lebih.

Analisis geometrik untuk menentukan perubahan materi yang terdeformasi

diperlukan kerangka referensi. Kerangka ini digunakan untuk menentukan besar

perubahan yang terjadi terhadap suatu referensi yang sama pada semua kala

pengamatan. Penggunaan kerangka dasar relatif untuk keperluan analisis deformasi

khususnya analisis geometrik berkaitan dalam kerangka referensi (Caspary, 1987).

1.7.6. Hitung Perataan Kuadrat Terkecil (HKT)

Setiap pengukuran selalu dihinggapi kesalahan yang sifatnya acak. Oleh karena

itu dibutuhkan suatu metode yang dapat menentukan nilai parameter tertentu dengan

meminimalkan kesalahan acak. Hitung perataan adalah suatu cara untuk menentukan

nilai koreksi yang harus diberikan pada hasil pengukuran, sehingga hasil pengukuran

memenuhi syarat geometriknya (Wolf, 1980). Syarat geometrik merupakan suatu

kondisi yang harus dipenuhi dari hubungan suatu pengukuran dengan pengukuran

lainnya.

Hitung perataan kuadrat terkecil dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah

satunya dengan metode parameter. Pada metode ini, nilai parameter yang akan

ditentukan memiliki hubungan linier, dan jika tidak linier, maka harus dilinierkan

dengan deret Taylor (Hadiman, 1991). Hubungan linier tersebut menunjukan bahwa

antara besaran pengukuran dengan parameter akan terbentuk model matematik

sebagai persamaan pengamatan. Jumlah persamaan pengamatan sama dengan jumlah

pengukuran yang dilakukan. Karakteristik dari hitung perataan yaitu jumlah

pengukuran atau pengamatan melebihi jumlah parameter yang akan ditentukan

17

nilainya, sehingga adanya ukuran lebih (Wolf, 1980). Syarat geometrik adalah suatu

kondisi yang wajib dipenuhi untuk hubungan suatu pengukuran geodetik.

Hitung perataan kuadrat terkecil dimaksudkan untuk mendapatkan harga

estimasi dari suatu parameter yang paling mendekati harga yang sebenarnya dengan

cara menentukan besaran yang tidak diketahui (parameter) dari sekumpulan data

ukuran yang mempunyai pengamatan lebih. Penyelesaian hitung kuadrat terkecil

dilakukan dengan mencari suatu nilai akhir yang unik dengan cara tertentu sehingga

jumlah kuadrat residualnya (VTPV) minimum, dan tidak mungkin ada nilai hasil

hitungan lain yang jumlah kuadrat residualnya (VTPV) lebih kecil. Prinsip hitung

perataan adalah VTPV = minimum (Hadiman, 1991).

Nilai parameter yang diperoleh dengan hitung perataan sebenarnya merupakan

nilai estimasi terhadap nilai benar atau representasi dari nilai terbaik. Dalam hitung

perataan terdapat ukuran yang melebihi parameter, sehingga terdapat derajat

kebebasan. Persamaan untuk menghitung derajat kebebasan (r) adalah :

r = n – u……………………………………………………………………(I.3)

Dalam hal ini :

n = jumlah pengukuran

u = jumlah parameter yang akan dicari

Besaran pengamatan merupakan fungsi dari parameter. Adapun model matematik

dari persamaan pengamatan adalah :

La = F(Xa)…….......................................................................... ……..(I.4)

F(Xa) = F(Xo+X)………………………………………………………...(I.5)

Nilai estimasi pengamatan adalah :

La = Lb+V…………………………………………………………….(I.6)

Lb + V = F(Xo+X)…………………………………………………. ……..(I.7)

Dalam hal ini,

La : nilai estimasi pengamatan

Xa : nilai estimasi parameter

Lb : nilai pengamatan

F : selisih nilai estimasi pengamatan dengan nilai pengamatan

V : residu / koreksi pengamatan

Xo : nilai pendekatan parameter

18

X : nilai koreksi parameter

Penyelesaian dilakukan dengan membuat n persamaan pengukuran berdasarkan

hubungan matematis antara besaran parameter dan besaran pengamatan. Dengan

demikian diperoleh hubungan fungsi seperti persamaan berikut (I. 8) :

………………………....(I.8)

Persamaan dalam bentuk fungsi residual (v) seperti persamaan berikut :

………………………...(I.9)

Fungsi residual pada persamaan I.9 dapat ditulis dalam bentuk matriks

(Hadiman, 1991) seperti persamaan (I. 10) :

V = A X + F ............................................................................................(I.10)

Dalam hal ini, elemen matriks untuk tiap-tiap persamaan (I. 10) yaitu :

V : vektor residual yang elemen matriksnya terdiri dari besaran-besaran

koreksi ukuran (v1, v2, ... , vn) dengan dimensi (n x 1),

A : matriks desain yang elemen matriksnya terdiri dari koefisien-koefisien

parameter (a1.1, a1.2, ... , an.u) dengan dimensi (n x u),

X : vektor parameter yang elemen matriksnya terdiri dari parameter yang

akan dicari nilainya (x1, x2, ... , xn) dengan dimensi (u x 1),

F : vektor sisa yang elemen matriksnya terdiri atas selisih dari tiap

konstanta persamaan linier (a1.0, a2.0, ... , an.0) dengan besaran ukuran (l1,

l2, ... , ln) yang bersesuaian dengan dimensi (n x 1).

19

Matriks bobot pengukuran (P) akan dipakai dalam proses hitungan, maka

jumlah kuadrat residualnya (VTPV) dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

VTPV = (AX + F)

T P (AX + F)

= (XTA

T + F

T) P (AX + F)

= XTA

TPAX + X

TA

TPF + F

TPAX + F

TPF…………………………(I.11)

Karena matriks (VTPV) berdimensi (1x1), maka X

TA

TPF = F

TPAX. Maka

persamaan (I. 11) akan menjadi persamaan (I. 12) :

VTPV = X

TA

TPAX + 2F

TPAX + F

TPF ……………………........................(I.12)

Agar nilai (VTPV) minimum maka turunan pertama (V

TPV) terhadap vektor

parameter (X) harus sama dengan nol dengan persamaan (I. 13) :

2XTA

TPA + 2F

TPA = 0

XTA

TPA + F

TPA = 0 ……………………………………………….(I.13)

Oleh karena P merupakan matriks diagonal maka PT=P, maka persamaan

(I.13) bila ditranspose akan menjadi ATPAX + A

TPF = 0

Dengan demikian diperoleh persamaan untuk menghitung nilai parameter

seperti pada persamaan (I. 14).

X = – (ATPA)

-1 A

TPF .................................................................................. (I.14)

Persamaan (I.14) digunakan untuk mencari matriks varian kovarian ( ) :

................................................................................ (I.15)

varian aposteori ...................................................................... (I.16)

Akar elemen-elemen diagonal matriks merupakan nilai ketelitian dari

tiap-tiap parameter yang bersesuaian.

Untuk memperoleh ketelitian estimasi residu didapat dari varian kovarian residu

sebagai berikut:

∑VV = ( P-1

– A(ATPA)

-1 A

T) …………………………………..........(I.17)

Akar elemen-elemen diagonal matriks ∑VV merupakan nilai ketelitian dari tiap-

tiap residu pengamatan yang bersesuaian. Ketelitian estimasi pengamatan terkoreksi

diperoleh dari varian kovarian estimasi pengamatan terkoreksi sebagai berikut:

20

∑La = A(ATPA)

-1 A

T ………………………………………….............(I.18)

Akar elemen-elemen diagonal matriks ∑La merupakan nilai ketelitian dari tiap-

tiap pengamatan terkoreksi yang bersesuaian.

1.7.7. Penerapan HKT Pada Kerangka Dasar Relatif

Pada kerangka dasar relatif titik-titik kontrol yang akan ditentukan besaran

pergeserannya, terletak di dalam area pengamatan deformasi yang tidak stabil.

Semua titik kontrol merupakan parameter, dan proses hitungannya menggunakan

jaring bebas. Pada pendekatan jaring bebas ini tidak ada titik yang dijadikan titik

referensi, maka dalam hitung perataannya tidak ada yang sebagai suatu konstanta.

Semua titik dalam jaringan tersebut diperlakukan sama dalam hitung perataannya

sebagai suatu parameter. Pada jaringan ini hanya mengandalkan data-data hasil

pengukuran geodetik yang dilakukan tanpa dipengaruhi data-data lain atau faktor

luar. Oleh karena itu pada jaring bebas ini terdapat kekurangan datum geodetiknya.

Penggunaan jaring bebas pada analisis pergeseran horisontal ini akan menjadi

kompleks, karena semua titik mengalami pergerakan relatif jadi tidak ada titik yang

dijadikan titik referensi. Jika jaring bebas digunakan pada analisis deformasi, maka

hasil pengukuran geodetik yang di dapat belum dalam suatu sistem koordinat dan

kerangka referensi (Widjajanti, 1997).

Hitung perataan jaring bebas menggunakan hitung perataan kuadrat terkecil

metode parameter. Persamaan (I.13) dalam hitung perataan metode parameter

digunakan untuk menghitung nilai parameter (X). Jika matriks (ATPA) dalam

persamaan ini merupakan matriks singular, maka (ATPA) tidak dapat diinverskan.

Hal ini menyebabkan persamaan (I.13) tidak mungkin diselesaikan, akibatnya nilai

parameter (X) tidak akan diperoleh. Salah satu solusi untuk menyelesaikan

permasalahan tersebut adalah dengan mendefinisikan unsur yang diketahui sebanyak

kekurangan rank.

Pada sistem koordinat dua dimensi (X, Y) terdapat kekurangan rank sebanyak

empat, sehingga diperlukan dua titik koordinat yang diketahui nilainya agar hitung

21

perataan dapat terselesaikan (Soeta’at, 1996). Salah satu solusi yang ditawarkan

untuk memecahkan kasus singularitas matriks pada jaring bebas adalah dengan

menetapkan titik koordinat sebagai ukuran yang lain (ukuran kedua), dan proses

perataannya menggunakan metode parameter berbobot. Pemakaian kerangka dasar

relatif dalam analisis pergeseran horisontal memang tepat, karena semua titik

mengalami pergeseran sehingga merupakan parameter.

1.7.8. Hitung Perataan Metode Parameter Berbobot

Metode parameter berbobot digunakan untuk kasus data pengamatan geodetik

yang terdapat informasi atau ukuran dari parameter yang dicari. Informasi atau

ukuran tersebut dijadikan sebagai ukuran kedua dengan memberikan bobot tertentu

terhadap parameter. Hitung perataan parameter berbobot ini akan mempunyai dua

kelompok pengukuran, yaitu untuk kelompok pertama terdiri dari data pengamatan

jarak dan sudut. Kelompok pengukuran kedua terdiri dari pengamatan koordinat dari

parameter yang dicari. Bentuk umum untuk metode parameter berbobot adalah

sebagai berikut (Soeta’at, 1996) :

L1a = F1(Xa)……………………………………………………………….(I.19)

L2a = F2(Xa)……………………………………………………………….(I.20)

Bentuk linier dari parameter berbobot adalah :

V1 = A1X + F1……………………………………………………………...(I.21)

V2 = A2X + F2……………………………………………………………...(I.22)

Persamaan matematis untuk perataan metode parameter ada dua kelompok

persamaan, yaitu persamaan untuk kelompok pertama terdiri dari persamaan jarak

dan persamaan sudut. Sedangkan untuk persamaan kelompok kedua yaitu persamaan

koordinat. Bentuk persamaan adalah sebagai berikut :

................................................................. (I.23)

............................................................. (I.24)

X1 + V1 = .................................................................................................. (I.25)

Y1 + V2 = ................................................................................................... (I.26)

22

Model stokastik ditunjukkan oleh matriks bobot P1 dan P2, dan dengan

pemilihan elemen P1 dan P2 yang tepat, akan bisa diperoleh solusi yang diinginkan.

Pada metode parameter berbobot, parameter yang diberi bobot besar pada matriks

P2, berarti parameter tersebut bisa dianggap fixed. Sebaliknya untuk bobot yang

kecil, parameter tersebut memiliki ketelitian yang rendah. Sehingga dengan

memberikan bobot P2 yang cocok akan dihasilkan solusi yang sesuai dengan

kenyataan yang diinginkan. Adapun isi dari matriks F2 adalah nilai pendekatan

koordinat dikurangi dengan nilai ukuran koordinat yang bersesuaian, sesuai

persamaan (I.22) di bawah ini :

F2 = X0 - XB ..................................................................................................(I.27)

Dengan demikian diperoleh persamaan untuk menghitung nilai parameter

seperti pada persamaan (I.23).

X = –(A1TP1A1 + A2

TP2A2)

-1 (A1

TP1F1 + A2

TP2F2) ...................................... (I.28)

Untuk mencari matriks varian kovarian ( ) :

......................................................... (I.29)

varian aposteori ....................................................................... (I.30)

VTPV = V1

TP1V1 + V2

TP2V2 ........................................................................ (I.31)

Akar elemen-elemen diagonal matriks merupakan nilai ketelitian dari

tiap-tiap parameter yang bersesuaian.

1.7.9. Linierisasi Persamaan Pengamatan

Persamaan non linier merupakan persamaan yang memiliki turunan kedua

tidak sama dengan nol, sebagai contohnya adalah pada pengamatan sudut dan jarak.

Pengamatan sudut dan jarak tersebut akan membentuk persamaan yang non linier.

Sehingga diperlukan linierisasi pada persamaan sudut dan jarak tersebut dengan deret

Taylor.

23

1.7.9.1. Linierisasi persamaan pangamatan sudut dengan deret Taylor.

Sudut merupakan selisih bacaan arah horisontal yang satu dengan bacaan arah

horisontal lainnya, yang terbentuk dari selisih azimuth di suatu titik seperti pada

gambar I.4. Adapun azimuth merupakan model fungsional dari koordinat 2D (X, Y).

24

Gambar I.4. Ilustrasi sudut horisontal dibentuk dari titik A, B, dan C

Model matematik pengamatan sudut pada gambar I. 4 adalah :

………………………………..……..(I.32)

Pada persamaan (I.32), nilai XA, YA, XB, YB, XC, dan YC adalah parameter, maka

persamaan (I.32) diturunkan terhadap masing-masing parameter adalah sebagai

berikut :

1. Turunan terhadap XA

………………………………………………....(I.33)

2. Turunan terhadap YA

………………………………………………....(I.34)

3. Turunan terhadap XB

…………………………..(I.35)

4. Turunan terhadap YB

…………………………..(I.36)

5. Turunan terhadap XC

………………………………………………....(I.37)

6. Turunan terhadap YC

U

αBC

αBA

β

X

Y

A

B C

25

………………………………………………....(I.38)

1.7.9.2. Linierisasi persamaan pangamatan jarak dengan deret Taylor.

Jarak merupakan selisih koordinat antara dua titik. Bentuk geometri dari pengukuran

jarak antara dua titik adalah seperti gambar I.5. Model matematis untuk bentuk

geometri jarak sesuai gambar I. 5 adalah sebagai berikut :

…………………………………………(I.39)

Gambar I.5. Ilustrasi jarak datar yang dibentuk dari titik 1 dan 2

Persamaan (I.39) diturunkan terhadap masing-masing parameter, yaitu X1, Y1, X2, Y2

adalah sebagai berikut :

1. Turunan terhadap X1

………………………………...……(I.40)

2. Turunan terhadap Y1

………………………………...…….(I.41)

3. Turunan terhadap X2

………………………….……………(I.42)

4. Turunan terhadap Y2

2 (X2, Y2)

((X2,Y2)

1 (X1,Y1) X

Y

26

…………………………………...…...(I.43)

1.7.10. Pemberian Bobot

Bobot pengamatan adalah perbandingan ketelitian antara suatu besaran

pengamatan relatif terhadap besaran pengamatan yang lain. Pemberian bobot

diberikan berbanding terbalik dengan nilai varian pengukuran (Mikhail dan Gracia,

1981).

Suatu besaran pengamatan yang diperoleh akan memiliki ketelitian yang

beragam, sehingga harus diberikan bobot, karena perbedaan ketelitian besaran-

besaran yang diamat tersebut perlu diperhitungkan adanya bobot dalam pengamatan

yang besarnya disesuaikan dengan ketelitian masing-masing pengukuran.

∑Lb-1

…………………………………………………………….……….(I.44)

Dalam hal ini :

P : bobot pengamatan,

: varian apriori,

∑Lb-1

: varian pengukuran.

Jika pengamatan tidak saling berkorelasi, maka bobot pengukuran merupakan matrik

diagonal.

∑Lb-1

=

Matrik bobot yang dapat dibentuk adalah seperti di bawah ini :

= matrik bobot.

27

I.7.11. Iterasi

Iterasi adalah proses atau metode yang digunakan secara berulang-ulang

(pengulangan) dalam menyelesaikan masalah perhitungan matematik. Suatu iterasi

dimulai setelah mendapatkan nilai matriks X (matriks parameter) dengan

menggunakan nilai matriks pendekatan yang tertentu (X0). Nilai matriks parameter

yang baru akan digunakan sebagai nilai pendekatan pada hitungan perataan berulang

(Uotila, 1988).

Iterasi sangat diperlukan karena persamaan pengamatan yang digunakan

merupakan persamaan yang non linier, dan dilinierisasi dengan deret Taylor. Pada

saat linierisasi hanya berhenti pada turunan pertama, sehingga diperlukan proses

iterasi (pengulangan) untuk mendapatkan nilai estimasi yang terbaik.

................................................................................................(I.45)

Iterasi pertama menggunakan nilai sebagai nilai pendekatan yang baru ( pada

hitungan kedua.

............................................................................................(I.46)

Syarat penghentian iterasi diantaranya adalah sebagai berikut (Uotila, 1988) :

1. mendekati atau sama dengan nol, dimana i akan semakin besar.

2. Selisih mendekati nol.

3. Nilai stabil.

1.7.12. Pengujian Data Hasil Perataan Setiap Epok

Setiap pengukuran pasti mengandung kesalahan, sehingga untuk mengetahui

bahwa hasil pengamatan di lapangan tidak mengandung kesalahan tak acak perlu

dilakukan uji statistik terhadap semua data pengamatan. Uji statistik setelah perataan

28

ada dua yaitu, uji global dan uji statistik, yang menggunakan tingkat kepercayaan

tertentu terhadap data pengamatan yang diperoleh.

1.7.12.1. Uji global.

Uji global dilakukan setelah hitung perataan kuadrat terkecil dengan membandingkan

varian aposteori ( 2ˆo ) terhadap varian apriori ( 2

o ) dan digunakan untuk mengetahui

adanya kesalahan tak acak yang mempengaruhi data pengamatan. Pada uji global ini

bisa digunakan uji Fisher. Tahap pengujiannya adalah dengan meyusun hipotesis

sebagai berikut :

Ho : 22ˆoo ................................................................................................(I.47)

Ha : 22ˆoo ................................................................................................(I.48)

Hipotesis nol merupakan perumusan sementara yang akan diuji

kebenarannya. Sedangkan Ha merupakan hipotesis tandingan dari hipotesis nol.

Hipotesis nol ditolak apabila :

f

o

o F ,,12

........................................................................................(I.49)

Hipotesis nol diterima menyatakan bahwa hasil pengukuran tidak dipengaruhi

kesalahan tak acak sehingga mengikuti sebaran normal Gauss, oleh karena itu

penolakan hipotesis nol merupakan indikasi adanya kemungkinan bahwa pengukuran

dipengaruhi oleh kesalahan tak acak, maka kesalahan tersebut harus dicari

menggunakan uji snooping. Penolakan Ho dapat disebabkan karena (Soeta’at, 1996):

a. Model matematis yang salah.

b. Kesalahan dalam menghitung.

c. Ill condition system.

d. Penghapusan derajat tinggi.

e. Ketidaktepatan dalam menentukan varian apriori.

f. Adanya blunder pada data ukuran.

29

1.7.12.2. Uji snooping.

Uji snooping dilakukan jika dari hasil uji global, Ho ditolak. Hal ini menunjukkan

bahwa kemungkinan adanya kesalahan tak acak pada data pengamatan. Untuk

mengetahui letak kesalahan tak acak tersebut maka perlu dilakukan uji snooping. Uji

ini dilakukan pada setiap data pengamatan yang diperoleh. Tahap pengujiannya

adalah dengan menyusun hipotesis sebagai berikut :

Ho : hasil pengamatan tidak dipengaruhi kesalahan tak acak.

Ha : hasil pengamatan dipengaruhi kesalahan tak acak.

Ho diterima apabila memenuhi persamaan berikut :

2/1

,1,1 o

Fwi ............................................................................................(I.50)

Dalam hal ini,

iv

i

i

Vw

....................................................................................................(I.51)

vi : residu pengamatan ke – i.

Vi : simpangan baku residu ke – i.

Simpangan baku koreksi/residu pengamatan dapat diperoleh dengan mengakarkan

elemen diagonal matriks varian kovarian residu.

1.7.13. Model Persamaan Pergeseran Horisontal

Proses hitung kudrat terkecil yang dihasilkan adalah berupa data koordinat

2D (X dan Y) untuk setiap epok data kofaktor Qxx dan varian aposteori masing –

masing epok. Dari data – data tersebut akan dijadikan data masukan bagi analisis

pergeseran horisontal. Data koordinat dari epok tahun 2012 dan tahun 2013 akan

dibuat model hitungan pergeseran horisontalnya berupa besar pergeseran (d). Dalam

melakukan hitung analisis pergeseran horisontal adalah membentuk persamaan

pergeseran horisontal. Besar pergeseran adalah nilai beda dari koordinat 2D untuk

dua epok pengamatan.

dX = X2013 - X2012 ....................................................................................... (I.52)

dY = Y2013 - Y2012 ....................................................................................... (I.53)

30

Nilai pergeseran absis dan nilai pergeseran ordinat harus memiliki ketelitian,

yang ditunjukkan dengan besar simpangan baku pergesran absis dan besar

simpangan baku pergeseran ordinat. Proses perhitungan untuk mendapatkan

simpangan baku dari pergeseran absis dan simpangan baku dari pergeseran ordinat

adalah sebagai berikut :

= ......................................................................... (I.54)

= .......................................................................... (I.55)

Jarak pergeseran horisontal diperoleh dari rumus phythagoras dengan

melibatkan selisih absis dan selisih ordinat, yaitu seperti persamaan sebagai berikut :

d = .......................................................................................... (I.56)

sama halnya dengan simpangan baku pergeseran absis dan ordinat, pada pergeseran

horisontal pergeseran juga harus ditentukan nilai simpangan bakunya untuk melihat

ketelitian dari masing – masing nilai pergeseran horisontal. Adapun proses

perhitungan untuk mencari nilai simpangan baku pergeseran horisontal

menggunakan prinsip hitungan perambatan kesalahan acak adalah sebagai berikut :

σd2 = .......................................................... (I.57)

Setiap nilai koordinat yang dihasilkan pada setiap epok, memiliki kesalahan

sebesar V (residu), sehingga persamaan untuk melakukan analisis pergeseran

horisontal menjadi sebagai berikut ini :

dX = X2013 + VX 2013 – (X2012 + VX 2012) ....................................................... (I.58)

dY = Y2013 + VY 2013 – (Y2012 + VY 2012) ........................................................ (I.59)

Persamaan tersebut nantinya digunakan untuk melakukan analisis horisontal.

1.7.14. Analisis Pergeseran Horisontal

Perhitungan untuk pergeseran horisontal dari obyek pengamatan

menggunakan parameter pergeseran yang terjadi pada titik – titik kontrol yang

terdistribusi dalam jaringan pengamatan dengan uji statistik (Abidin, dkk. 2006). Uji

yang dilakukan pada tahap analisis pergeseran horisontal terdiri dari 2 uji yaitu uji

kesebangunan jaring dan uji pergeseran titik.

31

I.7.14.1. Uji kesebangunan jaring.

Pada tahap pengujian ini menggunakan uji global untuk mendeteksi ada tidaknya

perubahan bentuk jaring pada setiap epok. Dalam pengujian ini melibatkan seluruh

koordinat pada suatu jaringan pemantauan deformasi (Widjajanti, 1997).

Tahap pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Membentuk model hitungan (persamaan pergeseran horisontal)

berdasarkan pasangan titik pantau atau parameter deformasi dari kedua

epok.

Ud Vd + d = 0 ........................................................................................ (I.60)

Dalam hal ini :

Ud : matriks koefisien koreksi pengamatan,

d : vektor pergeseran titik pantau,

Vd : vektor koreksi pergeseran.

2. ...................................................................................................... Meng

hitung nilai korelat pergeseran K.

K = ( Ud Qd UdT )

-1 d ............................................................................. (I.61)

Q(j)

= -1(j)T )PAA(

Q(k)

= -1(k)T )PAA(

Q(j)

: matriks kofaktor parameter pada epoch pertama,

Q(k)

: matriks kofaktor parameter pada epoch kedua.

3. ...................................................................................................... Meng

hitung nilai koreksi pergeseran titik obyek Vd dan dV .

Vd = - Qd UdT K .................................................................................... (I.62)

dV = Qd-1

Vd .......................................................................................... (I.63)

4. ...................................................................................................... Meng

hitung varian nilai pergeseran.

Varian apriori pergeseran :2

σ̂σ̂σ

)k(2

0

)j(2

02

d0

+=

................................ (I.64)

32

Varian aposteori pergeseran :r

VQVσ̂

d

-1

d

T

d2

d0 = .................................... (I.65)

5. ...................................................................................................... Meny

usun hipotesis :

Ho : bentuk jaringan tidak mengalami perubahan ( 2

0dσ̂ = 2

odσ )

Ha : bentuk jaringan mengalami perubahan (2

odσ̂ > 2

odσ )

7. Menetapkan taraf uji ( 0α ).

8. Menentukan nilai batas rF ,,-1 0 dari tabel fungsi Fisher dengan argumen 0α

dan r (jumlah persamaan syarat).

9. Menguji hipotesis nol (Ho)

Hipotesis nol ditolak jika : r,,α-12

d0

2

d0

0F

σ

σ̂∞>

............................................ (I.66)

Jika Ho ditolak menunjukkan adanya pergeseran pada jaring pemantauan.

Sedangkan jika H0 diterima mengidentifikasikan bahwa pergeseran tidak terjadi

pada jaring pemantauan. Jika penolakan ini terjadi maka ada koordinat yang

mengalami pergeseran, maka perlu dilakukan uji pergeseran titik pantau untuk

menentukan dimana titik-titik kontrol yang mengalami pergeseran.

I.7.14.2. Uji pergeseran titik objek.

Uji pergeseran titik objek ini memiliki tujuan untuk mengetahui dimana titik-titik

objek yang telah mengalami pergeseran. Uji statistik ini dilakukan jika hasil uji

kesebangunan jaring ditolak. Dalam mendeteksi pergeseran pada setiap titik objek,

menggunakan prinsip data snooping yaitu dengan menguji koordinat masing-masing

titik objek (Widjajanti, 1997).

Tahap pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Menentukan hipotesis :

Ho :

Ha :

33

2. Menentukan taraf uji ( ).

3. Menetapkan nilai batas berdasarkan tabel fungsi Fisher dengan

argumen dan r (r = degree of freedom).

4. menghitung Wdi (baarda, 1967).

Dalam hal ini :

Nd = UdT

(Ud Qd UdT)-1

Ud…………………………………………....(I.67)

Wdi = …………………………………………………………...(I.68)

5. Menguji hipotesis nol (H0).

Hipotesis nol akan diterima jika :

…………………………………………………….....(I.69)

Jika Ho diterima, maka koordinat titik ke - i tidak mengalami pergeseran, sedangkan

jika Ho ditolak menunjukkan bahwa pada koordinat titik ke - i telah mengalami

pergeseran.

I.8. Hipotesis

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kerangka kontrol deformasi di sekitar

Waduk Sermo, Kabupaten Kulon Progo. Hipotesis yang dapat dikemukakan adalah :

1. Menunjukkan bahwa terdapat pergeseran nilai koordinat 2D yang terjadi

pada tahun 2012 dan tahun 2013. Pada penelitian sebelumnya (Yulaikhah

dan Ruli, 2013) menyebutkan bahwa besar pergeseseran yang terjadi antara

9 mm sampai 16 cm.

2. Berdasarkan lokasi dari Waduk Sermo yang terletak di daerah Sesar Opak

yang aktif. Besarnya pergeseran horisontal yang terjadi selama 1 tahun

menggunakan data dua epok yaitu tahun 2012 dan 2013 signifikan secara

statistik.

34

BAB II

PELAKSANAAN

II.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekitar Waduk Sermo, yang terletak di wilayah

Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, Indonesia.