26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan memerlukan perawatan medis secara terus-menerus dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial luar untuk mengontrol kadar gula dalam darah (ADA, 2014). Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat DM dan 4 persen meninggal sebelum usia 70 tahun. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun terdiagnosis DM. Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi DM tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico. Diabetes melitus merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di dunia. Mortalitas pada DM meningkat dua kali lebih tinggi disebabkan adanya komplikasi DM yang meliputi penyakit kardiovaskuler, retinopati, nefropati, dan neuropati DM (Gaede et al., 2008). Pengendalian kadar glukosa darah yang ketat mampu mengurangi morbiditas penyakit DM tipe 2 (Nathan et al., 2006). Pengendalian kadar glukosa darah yang ketat dapat mengurangi komplikasi dan kejadian rawat inap pada pasien DM tipe 2 rawat jalan (Ajayi et al., 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

  • Upload
    vuthuy

  • View
    222

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan

memerlukan perawatan medis secara terus-menerus dengan strategi pengurangan

risiko multifaktorial luar untuk mengontrol kadar gula dalam darah (ADA, 2014).

Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010

melaporkan bahwa DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian.

Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat DM dan 4 persen meninggal sebelum usia

70 tahun. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari

371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun terdiagnosis DM. Indonesia

merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi DM tertinggi, di bawah China,

India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico.

Diabetes melitus merupakan penyebab utama dari morbiditas dan

mortalitas di dunia. Mortalitas pada DM meningkat dua kali lebih tinggi

disebabkan adanya komplikasi DM yang meliputi penyakit kardiovaskuler,

retinopati, nefropati, dan neuropati DM (Gaede et al., 2008). Pengendalian kadar

glukosa darah yang ketat mampu mengurangi morbiditas penyakit DM tipe 2

(Nathan et al., 2006). Pengendalian kadar glukosa darah yang ketat dapat

mengurangi komplikasi dan kejadian rawat inap pada pasien DM tipe 2 rawat

jalan (Ajayi et al., 2010).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

2

Beberapa penelitian tentang kontrol glukosa darah pada pasien rawat jalan

menyatakan bahwa pasien yang mencapai outcome klinik atau tercapainya

pengendalian glukosa darah masih sangat rendah. Menurut penelitian yang

dilakukan di Cina, pasien yang mencapai target HbA1c ≤ 6,5% (kriteria IDF)

hanya 40,2% dan yang mencapai target HbA1c ≤ 7% (kriteria PERKENI dan

ADA) hanya 56,1%. Penelitian di Nigeria pada tahun 2010 menyatakan bahwa

pasien DM yang mencapai target pengendalian glukosa darah juga masih rendah

yaitu 29,3% berdasarkan standar IDF dan 32,5% dan berdasarkan standar

PERKENI dan ADA. Penelitian di Amerika menyatakan bahwa tidak lebih dari

36% pasien yang mencapai target HbA1c ≤ 7%. Pengendalian glukosa darah

secara ketat mampu mengurangi komplikasi mikrovaskuler pada DM tipe 2

dengan kadar HbA1c ≤ 6,5% berdasarkan IDF dan ≤ 7% berdasarkan PERKENI

dan ADA (Yan Bi et al., 2010 ; Ajayi et al., 2010).

Pencegahan morbiditas dan mortalitas DM dapat dilakukan dengan

penatalaksanaan DM yang tepat (Perkeni, 2011). Penatalaksanaan DM ada 2 yaitu

tanpa obat dan dengan obat. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah

penatalaksanaan DM tanpa obat melalui pengaturan diet dan olahraga. Apabila

belum tercapai maka dilanjutkan dengan terapi menggunakan obat baik dengan

insulin maupun obat antidiabetik lain (Depkes RI, 2005). Tujuan terapi dengan

obat adalah untuk mengurangi gejala dari hiperglikemia dan mencegah komplikasi

DM jangka panjang (Bennet et al., 2011). Strategi pemberian terapi yang intensif

pada pasien DM tipe 2 mampu mengurangi terjadinya komplikasi. Komplikasi

pada pasien DM dapat memperburuk penyakit yang terkait dengan peningkatan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

3

biaya dan penderitaan yang dialami dan dapat menyebabkan kematian dini

(Szava-Kovats & Johnson, 1997).

Kejadian komplikasi kardiovaskuler pada pasien DM tidak hanya

dipengaruhi oleh kadar glukosa darah. Kondisi komorbid seperti hipertensi dan

dislipidemia juga berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi kardiovaskuler.

Penurunan tekanan darah dan kolesterol dapat mengurangi kejadian komplikasi

kardiovaskuler (Chrysant et al., 2011). Perkembangan penyakit DM tipe 2 yang

semakin kompleks menyebabkan perubahan strategi terapi dalam pengendalian

DM. Dahulu terapi DM difokuskan pada pengendalian nilai HbA1c. Dewasa ini,

strategi terapi DM tipe 2 juga dilakukan untuk mengoreksi kondisi patologisnya

atau yang disebut juga kondisi komorbid yang meliputi hipertensi, obesitas dan

dislipidemia. Pemilihan terapi farmakologi DM hendaknya mempertimbangkan

kemampuan obat tersebut dalam menurunkan nilai HbA1c, toleransi pada pasien,

keamanan, dan efeknya pada berat badan, tekanan darah serta kadar lipid dalam

darah (Aguilar, 2011). Penyakit DM dan komplikasinya yang kompleks

membutuhkan terapi DM secara tepat dan rasional. Kerasionalan terapi

dipengaruhi oleh proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, dan

evaluasi terapi. Evaluasi pola pengobatan merupakan proses jaminan mutu yang

dilakukan secara terus-menerus untuk menjamin agar obat-obat yang digunakan

tepat, aman, dan efisien (Kumolosari et al., 2001).

Adanya kebijakan baru dari pemerintah yaitu sistem Jaminan Kesehatan

Nasional yang penerapannya dilakukan dengan prinsip kendali biaya dan mutu.

Masyarakat diharapkan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu namun

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

4

dengan biaya yang terkendali. Evaluasi terhadap pelayanan kesehatan yang

diberikan perlu dilakukan. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk

mengetahui pelayanan kesehatan yang bermutu adalah keefektifan terapi yang

diberikan. Keefektifan terapi bisa dilihat dari outcome klinik yang dihasilkan dan

pola terapi yang tepat. Outcome klinik adalah peristiwa medis yang terjadi sebagai

akibat dari kondisi atau pengobatan yang diberikan. Outcome digunakan untuk

membantu pasien, payers, dan providers untuk membuat pilihan pengobatan yang

rasional berdasarkan pengetahuan terbaik karena efek dari pilihan ini akan

menentukan hidup pasien (Coons, 2005). Terapi yang rasional mampu

meningkatkan outcome pada pasien DM yaitu tercapainya kontrol glukosa darah

(Sivasankari et al., 2013).

Penelitian tentang “Evaluasi Pola Terapi dan Outcome Klinik pada Pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional” dilakukan

untuk mengetahui pola terapi yang diberikan pada pasien DM Tipe 2 Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) dan proporsi pasien yang mencapai outcome klinik

sesuai kriteria ADA 2014 serta untuk mengetahui hubungan antara kerasionalan

terapi yang diberikan terhadap outcome yang dihasilkan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola terapi yang diberikan pada pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN?

2. Berapa proporsi pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN di RS Panti Rapih yang

mencapai outcome klinik yaitu tercapainya target pengendalian kadar glukosa

darah sesuai kriteria ADA 2014?

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

5

3. Bagaimana hubungan kerasionalan terapi terhadap outcome klinik pada pasien

DM tipe 2 rawat jalan JKN ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN.

2. Untuk mengetahui proporsi pasien DM tipe 2 JKN yang mencapai outcome

klinik yaitu tercapainya target pengendalian glukosa darah sesuai kriteria ADA

2014.

3. Untuk mengetahui hubungan antara kerasionalan terapi yang diberikan

terhadap tercapainya outcome klinik pada pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan acuan dalam

penatalaksanaan terapi DM tipe 2 sehingga mampu meningkatkan mutu

pelayanan medis.

2. Bagi BPJS dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan

kinerjanya pada proses pelayanan kesehatan khususnya terapi DM.

3. Bagi klinisi dapat digunakan untuk tambahan informasi guna peningkatan

pelayanan kesehatan khususnya pola pengobatan yang sesuai dengan tata

laksana terapi farmakologi DM untuk mendapatkan outcome klinik yang

diinginkan.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

6

E. Tinjauan Pustaka

1. Diabetes Melitus

a. Definisi, Klasifikasi, dan Diagnosis

Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh

hiperglikemia dan kelainan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.

Penyebab hiperglikemia dan kelainan ini karena adanya gangguan pada sekresi

insulin, sensitivitas insulin, atau keduanya. Komplikasi yang mungkin terjadi

meliputi komplikasi mikrovaskuler kronis, makrovaskuler, dan neuropati (Triplit

et al., 2008).

Berdasarkan etiologinya DM diklasifikasikan menjadi 4 kategori yaitu :

1) DM tipe 1

DM tipe 1 disebabkan karena kerusakan sistem imun pada sel β pankreas.

Penanda kerusakan imun pada sel β pankreas saat ini didiagnosis terjadi pada 90%

individu dan termasuk pada sel islet antibodi, antibodi pada asam glutamate

decarboxylase dan antibodi pada insulin. DM jenis ini biasanya terjadi pada anak

dan dewasa muda namun bisa terjadi pada semua usia (Triplit et al., 2008).

2) DM tipe 2

DM tipe 2 dikarakteristik dengan adanya resistensi insulin dan kurangnya

sekresi insulin, sekresi insulin secara progresif berkurang setiap waktu (Triplit et

al., 2008). Risiko DM tipe 2 semakin bertambah seiring meningkatnya usia,

obesitas dan kurangnya aktivitas fisik (ADA, 2015).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

7

3) Diabetes gestasional

Diabetes gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi

selama kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada 7% dari semua kehamilan.

Deteksi klinik itu penting untuk terapi yang akan mengurangi morbiditas dan

mortalitas (Triplit et al., 2008).

4) Diabetes tipe spesifik lain

Diabetes tipe spesifik lain disebabkan oleh infeksi, obat, endokrinopati,

kerusakan pankreas, dan kelainan genetik. Diabetes yang disebabkan karena

kelainan genetik yang dikarakteristik dengan adanya gangguan sekresi insulin

dengan sedikit atau tanpa resistensi insulin (Triplit et al., 2008).

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Beberapa keluhan dapat dirasakan oleh penderita DM. Kecurigaan terhadap DM

dilakukan jika pasien mengalami keluhan klasik yaitu poliuria, polidipsia,

polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

Keluhan lain seperti badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (Perkeni, 2011).

Gambar 1 merupakan skema langkah pemeriksaan pada kelompok yang

memiliki faktor risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.

Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menemukan pasien DM atau intoleransi

glukosa secara lebih dini, sehingga penanganan bisa lebih tepat (Perkeni, 2011).

Faktor risiko DM antara lain usia dan obesitas dengan risiko tambahan seperti

kurangnya aktivitas fisik, ibu hamil yang terdiagnosis diabetes gestasional,

hipertensi, dan kadar lipid yang tinggi (ADA, 2014).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

8

Gambar 1. Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa

(Perkeni, 2011)

<100

<140

100-125

140-199

GDP

Atau

GDS

≥126

≥200

GDS

Keluhan Klinik Diabetes

Keluhan klinis diabetes (+) Keluhan klasik (-)

GDP

Atau

GDS

≥126

≥200

<126

<200

≥126

≥200

<126

<200

GDP

Atau

GDS

Ulang GDS atau GDP

TTGO

GD 2 jam

≥200 140-199 <140

TGT GDPT Normal Diabetes Melitus

1. Evaluasi status gizi

2. Evaluasi penyulit DM

3. Evaluasi perencanaan

makan sesuai kebutuhan

Keterangan

GDP=Glukosa Darah Puasa

GDS=Glukosa Darah Sewaktu

GDPT=Glukosa Darah Puasa

Terganggu

TGT=Toleransi Glukosa Terganggu

TTGO= Tes Toleransi Glukosa Oral

1. Nasihat umum

2. Perencanaan makan

3. Latihan jasmani

4. Berat idaman

5. Belum perlu obat penurun

glukosa

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

9

Menurut Perkeni diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara yaitu:

1. Keluhan klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1

mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada

suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Keluhan klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0

mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8

jam.

3. Kadar gula plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL

(11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan

beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan

ke dalam air.

Pemeriksaan HbA1c (>6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi

salah satu kriteria diagnosis DM. Pemeriksaan ini dilakukan pada sarana

laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik.

b. Patofisiologi

1) DM tipe 1

DM tipe 1 sering dikarakterisasikan sebagai defisiensi fungsi sel β

pankreas secara absolut karena kerusakan sel imun, tetapi proses terjadinya belum

diketahui. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan T-lymposit dengan

sirkulasi autoantibodi. Antibodi yang sering terdeteksi dan berhubungan dengan

DM tipe 1 adalah sel islet antibodi. Selain sel islet antibodi ditemukan juga

autoantibodi yang berhubungan dengan dekarboksilase asam glutamat, tirosin

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

10

fosfatase, dan atau insulin. Antibodi inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel

β (Triplit et al., 2008).

Kerusakan fungsi sel β pankreas karena kekurangan insulin dan amylin

secara absolut dapat menyebabkan hiperglikemia. Insulin menurunkan kadar

glukosa darah dengan berbagai mekanisme yaitu stimulasi jaringan uptake

glukosa, menekan produksi glukosa oleh liver dan menekan pelepasan asam

lemak bebas dari sel lemak. Amylin merupakan hormon glucoregulatory peptide

yang disekresikan bersama insulin yang mempunyai peranan untuk menurunkan

kadar glukosa darah melalui perlambatan pengosongan lambung, menekan

pengeluaran glukagon dari sel α pankreas, dan peningkatan kekenyangan (Triplit

et al., 2008).

2) DM tipe 2

DM tipe 2 dikarakterisasikan sebagai kelainan sekresi insulin dan

resistensi insulin pada otot, liver, dan jaringan adiposa. Resistensi insulin terjadi

akibat gangguan pada penggunaan glukosa jaringan, peningkatan produksi

glukosa hepar, dan akumulasi pengeluaran glukosa ke sirkulasi sistemik.

Peningkatan resistensi insulin juga dipengaruhi oleh faktor luar yaitu obesitas dan

gaya hidup (Koda Kimble et al., 2009).

DM tipe 2 berhubungan dengan berbagai macam penyakit seperti,

hiperlipidemia, hipertensi, dan aterosklerosis. Kelebihan berat badan berhubungan

dengan resistensi insulin. Peningkatan resistensi insulin dengan berat badan secara

langsung berhubungan dengan jaringan adipose viseral. Asam lemak dilepaskan

ke sirkulasi portal, kemudian menuju liver untuk menstimulasi produksi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

11

lipoprotein dengan densitas sangat rendah dan menurunkan sensitivitas insulin

pada jaringan periferal (Koda Kimble et al., 2009).

3) Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang timbul

selama masa kehamilan dan berlangsung sementara. Diabetes gestasional dapat

pulih setelah melahirkan, namun dapat mempunyai dampak yang buruk bagi bayi

yang dikandung. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita diabetes

gestasional yang umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Depkes

RI, 2005).

4) Diabetes tipe spesifik lain

Diabetes tipe spesifik lain disebabkan oleh banyak faktor, seperti kelainan

genetik (gangguan pada fungsi sel β pankreas dan gangguan aksi insulin),

penyakit pada eksokrin pankreas (pankreatitis, pankreatektomi, dan cystic

fibrosis), endokrinopati (hipertiroid, Cushing’s syndrom, dan acromegaly), obat-

obatan atau induksi bahan kimia (asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid,

fenitoin, dan β-adrenergic agonis) dan infeksi (congenital rubella dan

cytomegalovirus). Kelainan genetik bisa disebabkan salah satunya oleh

ketidakmampuan dalam mengubah proinsulin menjadi insulin yang

mengakibatkan hiperglikemia (Triplit et al., 2008).

c. Tatalaksana Terapi

Tatalaksana untuk DM dimulai dengan pengaturan pola makan dan latihan

jasmani selama beberapa waktu (kurang lebih 2-4 minggu). Jika kadar glukosa

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

12

darah belum mencapai sasaran maka diberikan intervensi farmakologis. Tata

laksana terapi DM antara lain:

1) Edukasi

Edukasi ditujukan untuk perubahan perilaku sehat. Edukasi yang

komprehensif dan peningkatan motivasi dibutuhkan untuk mencapai perubahan

perilaku. Partisipasi yang aktif dari pasien, keluarga, dan masyarakat mampu

meningkatkan keberhasilan terapi DM (Perkeni, 2011).

2) Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penderita DM hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai

dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Hal yang perlu

ditekankan pada pasien DM adalah pentingnya keteraturan makanan dalam jadwal

makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan

obat penurun glukosa darah atau insulin. Komposisi makanan yang dianjurkan

meliputi karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (10-20%), natrium (6-7

gram), dan serat (± 25 g/hari) yang berasal dari kacang-kacangan, buah, dan

sayuran serta karbohidrat tinggi lemak (Perkeni, 2011).

3) Latihan Jasmani

Latihan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu hal yang

berpengaruh dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani dapat bermanfaat

untuk menjaga kebugaran, menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas

insulin sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

13

dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni, 2011).

4) Terapi farmakologis

Terapi farmakologis yang diberikan pada penderita DM terdiri dari obat

oral dan injeksi. Berdasarkan cara kerjanya, obat antidiabetik oral dibagi menjadi

5 golongan yaitu pemicu sekresi insulin (contohnya sulfonilurea dan glinid),

peningkat sensitivitas insulin (contohnya metformin dan tiazolidindion),

penghambat glukoneogenesis (contohnya metformin), penghambat absorpsi

glukosa (penghambat glukosidase alfa), dan DPP-IV inhibitor (Perkeni, 2011).

a) Pemicu Sekresi Insulin

(1) Sulfonilurea

Efek utama dari obat golongan sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi

insulin oleh sel β pankreas, sehingga obat ini akan efektif ketika sel-sel β pankreas

masih dapat memproduksi insulin namun karena suatu hal terhambat sekresinya

(Depkes RI, 2005). Obat golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan bagi

pasien DM dewasa yang baru terdiagnosis dengan berat badan normal dan kurang

atau tidak pernah mengalami ketoasidosis. Sulfonilurea mampu menurunkan nilai

HbA1c sebanyak 1,5% (Nathan et al., 2009). Pemberian obat golongan

sulfonilurea pada pasien DM yang mengalami kerusakan sel-sel β pankreas tidak

bermanfaat. Obat golongan ini sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan

gangguan hati (Perkeni, 2011). Efek samping utama pada penggunaan sulfonilurea

adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Contoh obat golongan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

14

sulfonilurea antara lain glibenklamid, gliklazid, glimepirid, dan glipizid (Nathan

et al., 2009).

(2) Glinid

Efek obat ini sama dengan sulfonilurea yaitu bekerja dengan efek

peningkatan sekresi insulin melalui ikatan dengan reseptor yang berbeda (Nathan

et al., 2009). Obat ini diabsorpsi dengan cepat secara peroral dan diekskresi secara

cepat di hati, sehingga obat ini dapat digunakan untuk mengatasi hiperglikemia

post prandial. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu : repaglinid dan

nateglinid (Perkeni, 2011). Obat ini mampu menurunkan nilai HbA1c sebanyak

1,5%. Efek samping obat ini sama seperti sulfonilurea yaitu peningkatan berat

badan namun efek samping pada hipoglikemia lebih rendah (Nathan et al., 2009).

Obat-obat golongan ini digunakan dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat

antidiabetik lain (Depkes RI, 2005).

b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin

(1) Thiazolidindion

Efek kerja dari golongan obat ini adalah menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan

jumlah glukosa perifer yang diambil. Thiazolidindion akan berikatan dengan

Peroxisome Prolifereator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ) yang merupakan

suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak sehingga mampu meningkatkan

kepekaan tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2005). Thiazolidindion mampu

menurunkan nilai HbA1c sebanyak 0,5 -1,4 % (Nathan et al., 2009). Pemeriksaan

nilai HbA1c dilakukan setelah 8-12 minggu pengobatan (Perkeni, 2011).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

15

Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan thiazolidindion adalah

peningkatan berat badan dan retensi cairan dengan edema perifer (Nathan et al.,

2009). Obat golongan ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung

kelas I-IV karena dapat memperberat edema atau retensi cairan dan pada

gangguan faal hati. Monitoring faal hati perlu dilakukan secara berkala pada

pasien yang menggunakan thiazolidindion. Contoh obat dari golongan ini adalah

pioglitazone (Perkeni, 2011).

c) Penghambat glukoneogenesis

(1) Metformin

Efek utama dari obat golongan metformin adalah mengurangi produksi

glukosa hati dan memperbaiki jumlah glukosa perifer yang diambil (Perkeni,

2011). Metformin menurunkan produksi glukosa di hati dengan cara mengurangi

glikogenolisis dan glukoneogenesis. Obat ini mampu memperbaiki uptake glukosa

sampai sebesar 10-40% (Depkes RI, 2005). Metformin efektif untuk menurunkan

HbA1c dan mengurangi kolesterol total dan LDL (Hermansen et al., 2008).

Metformin mampu menurunkan nilai HbA1c sebanyak 1,5 % (Nathan et al.,

2009). Metformin direkomendasikan sebagai terapi farmakologi awal untuk DM

tipe 2 jika tidak terjadi kontraindikasi dan toleransi (ADA, 2015).

Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal

(serum kreatinin > 1,5 mg/dl) dan hati serta pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (seperti pada penyakit serebrovaskuler, sepsis, dan gagal jantung)

(Perkeni, 2011). Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan metformin

adalah efek pada gastrointestinal (Nathan et al., 2009).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

16

d) Penghambat Glukosidase Alfa

(1) Acarbose

Efek acarbose adalah dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus

dengan cara menghambat enzim alfa glukosidase. Enzim ini berfungsi

menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus sehingga efektif untuk

mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya yang mempunyai

efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini hanya efektif

untuk menurunkan kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempunyai

pengaruh pada penurunan glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor alfa

glukosidase dapat diberikan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan

obat hipoglikemik lain (Depkes RI, 2005).

Acarbose mampu menurunkan 0,5 - 0,8 % nilai HbA1c (Nathan et al.,

2009). Obat ini tidak memiliki efek samping hipoglikemia. Efek samping yang

paling sering adalah kembung dan flatulens (Perkeni, 2011).

e) DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan perangsang kuat pelepasan

insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. GLP-1 ini dapat

dengan cepat diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) menjadi

metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif, sehingga diperlukan suatu

senyawa yang mampu menghambat kinerja enzim DPP-4 ataupun memberikan

hormon asli atau analognya (GLP-1 agonis) untuk meningkatkan konsentrasi

GLP-1 dalam bentuk aktifnya (Perkeni, 2011). Obat ini mampu menurunkan nilai

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

17

HbA1c sebanyak 0,6 – 0,9% baik terapi tunggal maupun kombinasi (Aguilar,

2011). Obat dari golongan ini antara lain vildagliptin, sitagliptin, dan saxagliptin.

Sediaan injeksi diketahui ada 2 jenis, yaitu insulin dan agonis GLP-1

incretin mimetic.

f) Insulin

Terapi insulin digunakan untuk melakukan koreksi terhadap terjadinya

defisiensi insulin. Defisiensi insulin bisa berupa defisiensi insulin basal, insulin

prandial ataupun keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya

hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan

menyebabkan timbulnya hiperglikemia setelah makan (Perkeni, 2011). Terapi

insulin mempunyai efek yang menguntungkan pada kadar kolesterol HDL namun

mempunyai efek peningkatan berat badan hingga 2-4 kg (Nathan et al., 2009).

Efek kerja dari insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke

dalam sel. Ketika tubuh kekurangan insulin maka glukosa darah tidak dapat

masuk ke dalam sel. Glukosa darah akan meningkat dan sel-sel tubuh akan

kekurangan sumber energi yang membuatnya tidak mampu memproduksi energi

sebagaimana mestinya (Depkes RI, 2005). Insulin dibedakan menjadi empat

golongan berdasarkan onset dan durasinya. Tabel I menjelaskan waktu mula kerja

insulin, waktu puncak, dan lama waktu insulin berefek.

Tabel I. Macam Insulin Berdasarkan Onset dan Durasi (Depkes RI 2005)

Jenis Sediaan Insulin Mula kerja

(jam)

Puncak

(jam)

Masa kerja

(jam)

Masa kerja singkat 0,5 1-4 6-8

Masa kerja sedang 1-2 6-12 18-24

Masa kerja sedang, Mula kerja cepat 0,5 4-15 18-24

Masa kerja panjang 4-6 14-20 24-36

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

18

Macam insulin berdasarkan onset dan durasi dibedakan menurut waktu

yang dibutuhkan insulin untuk mulai bekerja dan lama waktu insulin berefek di

dalam tubuh. Insulin mampu menurunkan nilai HbA1c dengan jumlah yang tidak

terhingga (Koda-kimble et al., 2009). Respon kerja insulin bersifat individual

sehingga jenis sediaan dan frekuensi penyuntikan ditentukan secara individual.

Tahap awal pemberian insulin diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang,

kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi

hiperglikemia setelah makan. Tersedia insulin jenis campuran insulin regular dan

insulin kerja sedang untuk memudahkan pasien (Depkes RI, 2005).

g) Agonis GLP-1 incretin mimetic

Pengobatan menggunakan agonis GLP-1 bekerja sebagai perangsang

pelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan

berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun

sulfonilurea. Agonis GLP-1 mempunyai efek untuk menghambat pelepasan

glukagon yang berperan pada proses glukoneogenesis (Perkeni, 2011). Obat

golongan agonis GLP-1 yaitu exenatide. Agonis GLP-1 mempunyai efek

penurunan HbA1c sebanyak 0,5-1% terutama penurunan pada kadar glukosa

darah post prandial. Efek samping yang sering muncul adalah gangguan

gastrointestinal yaitu mual, muntah, dan diare (Nathan et al., 2009).

Terapi kombinasi dapat dilakukan pada antidiabetik oral kombinasi

maupun antidiabetik oral dengan insulin. Terapi dengan antidiabetik oral

kombinasi harus dipilih dua golongan obat dengan mekanisme aksi yang berbeda.

Bila kadar glukosa darah belum tercapai, bisa dilakukan 3 kombinasi antidiabetik

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

19

oral dari 3 golongan obat dengan mekanisme yang berbeda atau kombinasi

antidiabetik oral dengan insulin. Kombinasi antidiabetik oral dengan insulin yang

sering digunakan adalah kombinasi antidiabetik oral dengan insulin basal (insulin

kerja menengah atau insulin kerja panjang). Kombinasi dari terapi tersebut dapat

diperoleh kendali glukosa yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil

(Perkeni, 2011).

d. Target Pengendalian Kadar Glukosa Darah

Berdasarkan Standards of Medical Care for Diabetes-2014 pada Diabetes

Care Volume 37 parameter untuk target pengendalian glukosa pada pasien DM

antara lain:

1) Kontrol kadar glukosa

HbA1c yang ditargetkan untuk pasien pada umumnya adalah < 7%. Kadar

glukosa darah prepandialnya 70-130 mg/dl (3,9 -7,2 mmol/l) dan kadar glukosa

darah post prandialnya < 180 mg/dl (<10,00 mmol/l).

2) Tekanan darah

Tekanan darah harus diukur setiap kali kunjungan dilakukan. Target

tekanan darah untuk pasien diabetes melitus adalah < 140/80 mmHg. Target

tekanan darah < 130/80 mmHg dilakukan untuk pasien tertentu seperti pasien

yang masih muda.

3) Kadar lipid

Target LDL < 100 mg/dl, kadar trigliserid < 150 mg/dl, dan HDL > 40

mg/dl untuk laki-laki dan > 50 mg/dl untuk perempuan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

20

Hasil terapi DM tipe 2 harus dimonitor terus-menerus dengan melakukan

anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan Perkeni tahun 2011 pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan dari dilakukannya pemeriksaan glukosa darah adalah :

a. Untuk mengetahui pencapaian sasaran terapi

b. Untuk melakukan penyesuaian dosis obat jika sasaran terapi belum

tercapai.

Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan adalah pemeriksaan

kadar glukosa darah puasa, 2 jam post prandial, atau kadar glukosa darah pada

waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

2. Pemeriksaan HbA1c

Pemeriksaan HbA1c bertujuan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12

minggu pengobatan. Pemeriksaan HbA1c merupakan tes hemoglobin

terglikosilasi atau disebut juga glikohemoglobin atau hemoglobin glikosilasi

(Perkeni, 2011). Frekuensi pemeriksaan nilai HbA1c tergantung pada kondisi

klinis, regimen terapi yang digunakan, dan diagnosis dokter (ADA, 2014).

3. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu

sekresi insulin. Waktu pemeriksaan bervariasi tergantung pada tujuan

pemeriksaan yang terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan

adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan, menjelang waktu tidur,

dan di antara siklus tidur.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

21

PDGM terutama dianjurkan pada :

a. Pasien DM yang direncanakan mendapat terapi insulin

b. Pasien DM dengan terapi insulin berikut yaitu pasien dengan HbA1c yang

tidak mencapai target setelah terapi, wanita yang merencanakan hamil,

wanita hamil dengan hiperglikemia, dan kejadian hipoglikemia berulang.

4. Pemeriksaan Glukosa Urin

Pemeriksaan ini hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak

mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar

180 mg/dL. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak

dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.

5. Pemantauan Benda Keton

Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting

terutama pada pasien DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah

>300mg/dL). Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sedangkan benda

keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Pemeriksaan kadar asam

beta hidroksibutirat dalam darah dapat dilakukan secara langsung dengan

menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah < 0,6 mmol/l

(normal), di atas 1,0 mmol/l (ketosis), dan melebihi 3,0 mmol/l (indikasi diabetik

ketoasidosis).

2. Evaluasi Kerasionalan Terapi

Menurut WHO tahun 1985 penggunaan obat dikatakan rasional jika pasien

memperoleh obat yang dibutuhkan dalam waktu yang tepat dan harga yang

terjangkau. Kerasionalan suatu terapi meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

22

pasien yang meliputi interaksi dan kontraindikasi, tepat dosis, dan frekuensi serta

waspada efek samping yang terjadi (Aslam et al., 2003). Penggunaan obat

dikatakan rasional jika memenuhi kriteria di bawah ini :

a. Tepat Diagnosis

Obat dikatakan rasional jika sesuai dengan diagnosis yang tepat.

Penegakan diagnosis haruslah tepat untuk memperoleh obat yang tepat.

b. Tepat Indikasi

Pemberian obat harus diberikan sesuai dengan indikasi penyakit tertentu.

c. Tepat Obat

Pemilihan obat harus sesuai dengan efek terapi yang diinginkan untuk

suatu penyakit.

d. Tepat Dosis

Dosis obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi, sehingga pemberian

dosis obat harus sesuai. Pemberian dosis obat yang terlalu tinggi akan

menyebabkan efek toksik dan dosis yang terlalu rendah akan menyebabkan efek

terapi tidak tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

e. Tepat Kondisi Pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam, sehingga kondisi

pasien perlu diperhatikan ketika akan diberikan suatu pengobatan.

f. Waspada efek samping

Pemberian obat bisa menimbulkan efek samping yaitu efek yang tidak

diinginkan yang timbul pada pemberian dosis terapinya (Kemenkes, 2011).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

23

3. Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan perlindungan

kesehatan yang ditujukan kepada seluruh peserta supaya mendapatkan

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah. Program jaminan kesehatan ini

diselenggarakan oleh suatu badan yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) (Anonim, 2013).

Jaminan kesehatan berupa pelayanan kesehatan kepada perorangan, yang

mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk

pelayanan obat dan alat kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis yang

diperlukan. Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus

memerhatikan mutu pelayanan yang berorientasi pada keamanan pasien,

efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya

(Anonim, 2013).

Sistem pembayaran yang digunakan bagi fasilitas kesehatan rujukan

tingkat lanjutan adalah sistem tarif paket INA CBG’s. INA-CBG’s merupakan

sebuah singkatan dari Indonesia Case Base Groups yaitu sebuah aplikasi yang

digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim kepada pemerintah. INA-CBG’s

merupakan sistem pembayaran dengan sistem "paket", berdasarkan penyakit yang

diderita pasien. Case Base Groups (CBG’s) adalah cara pembayaran perawatan

pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama

(Anonim, 2014). Sistem INA CBG’s adalah tarif paket pelayanan kesehatan yang

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

24

mencakup seluruh komponen biaya RS, mulai dari pelayanan non medis hingga

tindakan medis. Adanya paket biaya tersebut, RS dan dokter dituntut efektif dan

efisien dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Tarif INA-CBG’s mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode

grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok rawat jalan,

menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM

untuk prosedur/tindakan. Rawat jalan adalah satu rangkaian pertemuan konsultasi

antara pasien dan dokter serta pemeriksaan penunjang sesuai indikasi medis dan

obat yang diberikan pada hari pelayanan yang sama. Pelayanan IGD, pelayanan

rawat sehari dan pelayanan bedah sehari (One Day Care/Surgery) termasuk dalam

rawat jalan (Anonim, 2014).

F. Landasan Teori

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan

memerlukan pengobatan secara terus-menerus. Manajemen terapi DM dilakukan

untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan mengurangi risiko terjadinya

komplikasi jangka panjang (ADA, 2015). Tujuan terapi DM adalah penurunan

morbiditas dan mortalitas DM (Perkeni, 2011). Morbiditas dan mortalitas DM

paling banyak disebabkan oleh komplikasi dari penyakit DM (Gaede et al., 2008).

Komplikasi DM meliputi komplikasi makrovaskuler (cardiovascular disease) dan

komplikasi mikrovaskuler (retinopati, neuropati dan nefropati) (Sivasankari et al.,

2013).

Penyebab terjadinya komplikasi DM salah satunya adalah penggunaan

obat yang tidak rasional (Olurishe et al., 2012). Komplikasi akibat hiperglikemia

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

25

pada pasien DM dapat dicegah dengan penggunaan obat antidiabetik oral dan

insulin secara rasional (Hermansen et al., 2008). Penggunaan obat dikatakan

rasional jika memenuhi kriteria tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien,

dan waspada efek samping obat (Kemenkes, 2011). Penggunaan obat yang

rasional pada penanganan DM diperlukan untuk meningkatkan pengendalian

penyakit DM. Berdasarkan studi tentang kontrol glukosa pada pasien rawat jalan

yang dilakukan di Nigeria, terapi DM yang tepat mampu meningkatkan outcome

klinik DM yaitu tercapainya kontrol glukosa darah (Olurishe et al., 2012). Studi

tentang pola penggunaan obat yang dilakukan di India menguatkan bahwa

pengobatan yang rasional mampu meningkatkan kontrol glukosa darah dan

menurunkan kejadian komplikasi DM (Sivasankari et al., 2013). Hubungan antara

terapi dengan outcome klinik telah diteliti dan hasilnya menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara terapi yang diberikan terhadap outcome klinik berupa

tercapainya kontrol glukosa darah (Goudswaard et al., 2004).

Outcome klinik pada pasien DM yaitu tercapainya kontrol glukosa darah

dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaya hidup, edukasi tentang DM, dan durasi

DM. Gaya hidup pasien seperti pola makan dan olahraga secara signifikan

berhubungan dengan outcome klinik pasien DM (Sanal et al., 2011). Pengetahuan

pasien tentang DM dan durasi DM berpengaruh terhadap outcome klinik

(Goudswaard et al.. 2004).

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86612/potongan/S1-2015... · Penyakit DM dan komplikasinya ... Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai

26

G. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

H. Hipotesis

Terdapat hubungan antara kerasionalan terapi yang diberikan kepada pasien

DM tipe 2 terhadap outcome klinik berupa tercapainya target pengendalian

glukosa darah.

Pasien DM tipe 2 JKN

Outcome klinik

Target GDP dan atau

GDS

Kerasionalan terapi

- Tepat Indikasi

- Tepat Obat

- Tepat Dosis

- Tepat Pasien - Gaya hidup

- Pengetahuan

tentang DM

- Durasi DM

Pola Terapi